NASKAH PUBLIKASI Efektivitas Group Positive Psychotherapy Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Pada Orang Dengan HIV/ AIDS (ODHA).

NASKAH PUBLIKASI
EFEKTIVITAS GROUP POSITIVE PSYCHOTHERAPY UNTUK
MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS
PADA ORANG DENGAN HIV/ AIDS (ODHA)

Minat Utama Bidang Psikologi Klinis

Disusun oleh:
Nur Hidayah, S.Psi
T100 100 154

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

DAFTAR PUSTAKA

Halaman Sampul Depan ................................................................................................. i
Halaman Persetujuan ....................................................................................................... ii
Halaman Pengesahan ...................................................................................................... iii

Abstraksi ........................................................................................................................... 1
Pendahuluan ..................................................................................................................... 2
Landasan Teori ................................................................................................................. 4
Metode Penelitian ............................................................................................................. 4
Subjek ................................................................................................................... 8
Instrumen .............................................................................................................. 8
Desain Penelitian ................................................................................................ 9
Intervensi ............................................................................................................ 10
Analisis ............................................................................................................... 10
Hasil Penelitian............................................................................................................... 11
Pembahasan .................................................................................................................... 12
Kesimpulan..................................................................................................................... 19
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 20

EFEKTIVITAS GROUP POSITIVE PSYCHOTHERAPY UNTUK
MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA ORANG
DENGAN HIV/ AIDS (ODHA)

Nur Hidayah, S.Psi.
Dr. Nanik Prihartati, M.Si, Psi

Usmi Karyani, M.Si, Psi
Magister Psikologi Profesi Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAKSI
Orang dengan HIV/ AIDS rentan terhadap masalah psikologis diantaranya
kekhawatiran atas status penyakit, tekanan keluarga maupun sosial, kualitas hidup yang
menurun dan kondisi fisik maupun psikis yang tidak stabil. Peristiwa kehidupan yang
penuh stress menimbulkan dampak negatif pada kesejahteraan psikologisnya.
Ketidakmampuan orang dengan HIV/AIDS dalam mengelola diri maupun situasi yang
tidak sesuai seringkali menimbulkan efek psikologis dan kesehatan fisik yang semakin
menurun. Tujuan penelitian adalah mengetahui tingkat efektivitas Group Positive
Psychoterapy dalam meningkatkan kesejahteraan pikologis pada orang dengan HIV/
AIDS.
Metode penelitian ini menggunakan quasi experimental design dengan bentuk desain
nonequivalent control group design yaitu terdapat pretest-posttest control group design,
yang terdiri dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang tidak dipilih secara
random. Subjek penelitian adalah orang dengan HIV/ AIDS yang berjumlah 10 orang (5
kelompok eksperimen dan 5 kelompok kontrol) di VCT RSUD Pandan Arang Boyolali.
Analisis dilakukan dengan uji statistik non parametrik dengan uji mann whitney u yaitu
untuk membandingkan kelompok eksperimen dan kontrol, dari hasil analisa didapat

nilai post test nilai Z sebesar -1.776; (sig= 0.038) dan follow up nilai Z -1.984; (sig=
0.024) p < 0.05. Selanjutnya, uji wilcoxon pada kelompok eksperimen untuk
membandingkan skor sebelum dan sesudah dilakukan intervensi group positive
psychotherapy, dari hasil analisa diperoleh nilai pre-post nilai Z sebesar -2.023 (sig =
0.0215); p < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh group positive
psychotherapy terhadap peningkatan kesejahteraan psikologis pada orang dengan HIV/
AIDS.

Kata kunci: HIV/ AIDS, Group positive psychotherapy, kkesejahteraan psikologis,

1

(Mahasiswa) Magister Psikologi Profesi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
(Doktor) Dosen Magister Psikologi Profesi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
3
(Psikolog) Dosen Magister Psikologi Profesi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
2

Perkembangan zaman saat ini telah mengalami perubahan-perubahan yang
berdampak pada pola pikir dan perilaku masyarakat. Dasawarsa ini kemajuan zaman

yang tidak diiringi dengan perilaku sehat seringkali menimbulkan kerentanan terhadap
wabah penyakit menular. Saat ini peningkatan jumlah kasus penyakit menular langsung
di Indonesia menimbulkan kekhawatiran dikalangan masyarakat umum.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan salah satu penyakit menular
yang memilik masalah krusial untuk ditanggulangi, mengingat dampak epidemiknya
yang timbul pada penderita positif maupun anggota keluarganya seperti dampak
emosional, ekonomi, sosial dan fisik oleh penyakit dan kematian seseorang dengan
AIDS. Dampak ekonomi seperti tuntutan keuangan yang berkaitan dengan biaya
perawatan kesehatan dan dukungan sosial dari lingkungannya (dalam Ferreira, 2004).
Hasil survei Voluntary Counselling and Testing (VCT) bulan September 2013
dilingkungan RSUD Pandan Arang data bulan Januari – Desember 2012 ditemukan 35
kasus HIV/ AIDS diantaranya 9 orang telah meninggal dan 26 orang lainnya masih
hidup. Data bulan Januari – November 2013 mengalami penambahan kasus baru HIV/
AIDS sejumlah 27 orang. Penetapan diagnosa HIV positif menimbulkan dampak
beragam pada penderitanya. Studi kasus yang dilakukan oleh Riasnugrahani dan
Missiliana (2011) menuturkan bahwa wanita yang positif HIV/ AIDS karena terinfeksi
dari suaminya cenderung merasa tidak adil dan tidak mengampuni (unforgiving).
HIV/ AIDS dipandang sebagai penyakit yang membuat aib keluarga, sehingga
orang yang terinfeksi HIV/ AIDS harus dirahasiakan dan tidak dirawat di rumah
(Hakim, 2009).


HIV dan AIDS masih menjadi stigma sosial dan identik sebagai

penyakit seksual dikalangan masyarakat saat ini. Tertular HIV dapat menyebabkan
timbulnya berbagai kesulitan yang berhubungan dengan harga diri, isolasi sosial, dan
kurangnya kesejahteraan psikologis (Asante, 2012).

Seorang penyandang status HIV/ AIDS memiliki beban berat dalam
kehidupannya, dimana permasalahan yang kompleks dapat dihadapinya setiap saat.
Permasalahan yang timbul tidak hanya yang berkaitan dengan kondisi penyakit, namun
juga kondisi psikososial seperti stigma sosial, diskriminasi pekerjaan, penerimaan diri,
dan hubungan baik dengan pasangan, keluarga maupun masyarakat disekitarnya. Selain
itu, stigma negatif HIV/ AIDS tak hanya mengenai orang dengan HIV/ AIDS tetapi
juga pada anak-anak mereka serta orangtuanya.
Bermacam stigma, diskriminasi dan ancaman kematian menjadikan orang
dengan HIV/ AIDS seringkali mengalami tekanan, stres, putus asa yang semakin
memperburuk kondisi kesehatannya. Menurut WHO (2001) bahwa kesehatan mental
yang

positif


adalah

suatu

keadaan

“sejahtera

dimana

individu

menyadari

kemampuannya sendiri, mampu mengatasi tekanan normal dari kehidupan, dapat
bekerja secara produktif dan baik, dan mampu memberikan kontribusi nyata pada
dirinya maupun komunitasnya” (dalam Huppert, 2009).
Bentuk-bentuk intervensi untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis dapat
dilakukan melalui upaya terapi yang menggunakan model konseptual dalam bentuk

psikoterapi. Bentuk psikoterapi salah satunya adalah Positive Psychotherapy yaitu suatu
intervensi yang berbasis psikologi positif yang dapat mengatasi permasalahan
psikologis. Peran penting positive psychotherapy dijelaskan oleh Rashid dkk (dalam
Guney, 2011) merupakan metode psikoterapi untuk meminimalisir terjadinya gangguan
psikopatologi dengan metode membangun emosi positif, kekuatan, kebermaknaan
hidup pada individu sebagai upaya mencapai kebahagiaan melalui optimisme, harapan,
humor, dan ketahanan.
Disimpulkan bahwa penderita HIV/ AIDS sangat rentan terhadap masalahmasalah psikologis. Penanganan pada orang dengan HIV/ AIDS selama ini hanya fokus

pada hal-hal yang negatif yang tidak diiringi dengan fungsi positifnya. Maka dari itu,
salah satu alternatif penanganan yang fokus pada hal-hal positif yaitu group positive
psychotherapy untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis pada orang dengan HIV/
AIDS.

LANDASAN TEORI
Menurut Huppert (2009) kesejahteraan psikologis adalah tentang kehidupan
yang berjalan dengan baik yaitu terdapat kombinasi antara perasaan baik dan
keberfungsiannya. Kesejahteraan psikologis akan menjadi terganggu bilamana emosi
negatif mengganggu keberfungsian seseorang dalam aktivitasnya sehari-hari.
Secara konseptual, temuan empiris pada model psikologis kesejahteraan,

terdapat dua poin utama yang meliputi: pertama adalah bahwa kesejahteraan, diartikan
sebagai pertumbuhan dan pemenuhan kebutuhan manusia sangat dipengaruhi oleh
konteks sekitar kehidupan masyarakat. Kedua adalah bahwa kesejahteraan yaitu fokus
untuk kesehatan dengan mengutamakan peraturan yang efektif terhadap sistem
fisiologis (Ryff dan Singer, 2008).
1. Dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis
Karakteristik kesejahteraan psikologis mencakup 6 dimensi menurut Ryff &
Singer, 2006 yang dikutip dari (Ryff & Keyes, 1995; Ryff & Singer, 1996), yaitu:

a. Otonomi (Autonomy)
Dimensi otonomi menyangkut kemampuan dalam menentukan nasib
sendiri (self determination), bebas dan memiliki kemampuan untuk mengatur
perilaku sendiri. Dimana individu memahami kapasitasnya dan mampu bersikap

tegas dalam mengambil keputusan tanpa melibatkan persetujuan orang lain
(Ryff & Singer, 1996).
b. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)
Kemampuan individu untuk memilih, menciptakan dan mengelola
lingkungan yang tepat agar sesuai dengan kondisi psikologisnya. Dalam rentang
hidupnya, selain kematangan individu juga membutuhkan kemampuan untuk

memanipulasi dan mengedalikan lingkungan yang beragam. Pengusaan individu
terhadap lingkungannya menunjukkan adanya keberfungsian secara psikologi
positif (Ryff & Singer, 1996).
c. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)
Individu sadar akan harkat manusia yang tumbuh dan berkembang
sebagai pribadi yang membutuhkan aktualisasi diri dan pengembangan potensi
diri (Ryff & Singer, 1996).
d. Hubungan positif dengan orang lain (Positive Relations with Others)
Dimensi penting lain dari psychological well-being (kesejahteraan
psikologis) adalah kemampuan individu untuk membina hubungan yang hangat
dengan orang lain. Kemampuan untuk mencintai dipandang sebagai komponen
utama dari kesehatan mental. Hubungan interpersonal dilandasi dengan perasaan
yang kuat dari empati, persahabatan yang mendalam (keintiman), dan
kehangatan (Ryff & Singer, 1996).
e. Tujuan Hidup (Purpose of Life)
Adanya tujuan hidup yang jelas merupakan bagian penting dari
karakteristik individu yang memiliki kesejahteraan psikologis. Tujuan dalam
hidup membawa individu lebih produktif dan kreatif dikemudian hari. Salah
satunya yaitu fungsi positif pada tujuan, niat, dan arti arah yang semuanya


berkontribusi terhadap perasaan bahwa kehidupan harus bermakna (Ryff &
Singer, 1996).
f. Penerimaan Diri (Self Acceptance)
Penerimaan diri merupakan salah satu karakter dari individu yang
mengaktualisasikan dirinya secara optimal dan matang dimana mereka dapat
menerima dirinya apa adanya dan menerima kehidupan masa lalunya.
Demikian, memberikan penilaian yang positif terhadap karakter dan keunikan
diri sendiri (Ryff & Singer, 1996).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahtean psikologis
Menurut Huppert (2009) bahwasanya tingkat kesejahteraan psikologis
dipengaruhi oleh beberapa hal yang meliputi:
a)

Personality (Kepribadian)
Sosialisasi yaitu berkaitan dengan gaya emosional yang positif sedangkan
neurotisme dikaitkan dengan gaya emosional yang negatif.

b)


Faktor demografi
Pada jenis kelamin, tingkat kesejahteraan perempuan memiliki kerentanan yang
lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

c)

Faktor sosial-ekonomi
Pada umumnya, status sosial ekonomi dan tingkat pendapatan yang tinggi
mempengaruhi tingkat kesejahteraan individu.

d)

Faktor lainnya seperti (perilaku, kognisi dan motivasi)

Individu yang memiliki perilaku, kognisi dan motivasi yang baik untuk berjuang
mencapai tujuannya mencerminkan nilai-nilai yang dipegang teguh dari dalam
dirinya, sebagai langkah untuk mencapai kebahagiaan.

3. Group Positive Psychotherapy
Menurut Parks-Sheiner (2009) group positive psychotherapy sebagai intervensi
untuk mencapai target hidup yang menyenangkan, keterlibatan dalam aktivitas dan
kebermaknaan hidup, terdiri dari 6 teknik yang sebagai berikut:
1) Tiga hal baik (Three Good Things) yaitu: emosi positif, keterlibatan aktif dalam
hidup, dan kebermaknaan hidup.
2) Pergunakan kekuatanmu (Using Your Strengths): memiliki karakter yang kuat
meliputi; kebaikan, rasa ingin tahu, dan kreativitas yang dapat ditemukan dalam
setiap pekerjaan, permainan atau cinta.
3) Kunjungan terima kasih (The Gratitude Visit): merupakan teknik untuk hidup
dengan optimis dan bersyukur. Ungkapan terima kasih membuat kehidupan lebih
bahagia dan lebih merasa berkecukupan. Rasa syukur didapatkan dari memori yang
menyenangkan pada setiap kejadian dalam hidup, namun kadangkala ucapan
terima kasih terucap begitu saja tiada berarti..
4) Respon aktif/ konstruktif (Active-Constructive Responding): adanya interaksi yang
positif antar pasangan.
5) Menikmati (Savoring): adanya kenikmatan dalam setiap pengalaman baik dari
setiap kejadian maupun rutinitas sehari-hari.
6) Ringkasan Hidup (Life Summary): adanya tujuan dan prioritas hidup.

METODE PENELITIAN

Subjek
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Nonprobability
Sampling yang tidak memberikan peluang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih
menjadi sampel. Teknik sampel yang digunakan Purposive Sampling yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Kriteria subjek penelitian dalam
penelitian ini adalah orang dengan HIV/ AIDS, telah terinfeksi HIV/ AIDS dalam kurun
waktu minimal 1 bulan, berusia antara 18 – 49 tahun, pendidikan minimal SMP,
berdomisili di Boyolali, dan telah mengikuti terapi antiretroviral. Penelitian ini
melibatkan komunitas orang dengan HIV/ AIDS dibawah naungan VCT (Voluntary
Counselling and Testing) RSUD Pandan Arang Boyolali yang bersedia mengikuti
group positive psychotherapy selama 4 kali pertemuan. Penentuan partisipan dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu 5 orang diberikan intervensi yaitu sebagai kelompok
eksperimen dan 5 orang tanpa perlakuan (waiting list) yaitu sebagai kelompok kontrol.
Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Skala kesejahteraan psikologis dimodifikasi dari Ryff’s Scale Psychological
Well Being (Abbott dkk, 2006). Skala ini terdiri dari 23 aitem favorable dan
unfavorable. Analisis yang dilakukan adalah analisis reliabilitas dengan
menggunakan formula Alpha Cronbach dengan koefisien alpha yaitu sebesar
0,868 (> 0, 70) yang berarti tingkat reliabilitas bertaraf baik. Sedangkan untuk
validitas aitem diperoleh sebanyak 23 aitem valid dengan indeks korelasi
bergerak dari (rbt) = 0,248 sampai dengan (rbt) = 0,603; (r-tabel) > 0,195.
2. Lembar kerja (jurnal harian),
Lembar kerja merupakan lembar tugas yang diterima subjek setiap intervensi
berlangsung. Pengisian lembar kerja ini dilakukan oleh partisipan kelompok

eksperimen dengan instruksi dari fasilitator, selanjutnya lembar kerja yang telah
terisi dikumpulkan pada waktu yang telah disepakati.
3. Lembar evaluasi
Lembar evaluasi merupakan lembar yang digunakan untuk evaluasi “group
positive psychotherapy” yang diberikan pada partisipan kelompok eksperimen.
Desain penelitian
Metode penelitian ini adalah quasi experimental design dengan bentuk desain
nonequivalent control group design yaitu terdapat pretest-posttest control group design,
yang terdiri dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang tidak dipilih secara
random. Masing-masing kelompok akan dikenai pretest-postest-follow up. Pada
kelompok eksperimen akan diberi perlakuan yaitu group positive psychotherapy,
sedangkan untuk kelompok kontrol sebagai pembanding akan diberikan placebo
(waiting list) ditempat yang berbeda. Bentuk rancangan eksperimen pretest-posttest
control group design adalah sebagai berikut:
Tabel 1:
Rancangan Eksperimen
KE
KK

Pretest
Y1
Y1

Perlakuan
X
-X

Posttest
Y2
Y2

Follow up
Y3
Y3

KE : Kelompok Eksperimen adalah kelompok yang mendapat perlakuan
KK : Kelompok Kontrol adalah kelompok tanpa perlakuan
Y1 : Pemberian Skala I kesejahteraan psikologis (pretest)
Y2 : Pemberian Skala II kesejahteraan psikologis (posttest)
Y3 : Pemberian Skala III kesejahteraan psikologis (Follow up)
X

: Perlakuan

-X : Tanpa Perlakuan (Waiting list)

Intervensi

Treatmen yang diberikan yaitu group positive psychotherapy yang terdiri dari 8
sesi pertemuan selama 4 minggu berturut-turut. Setiap pertemuan dilakukan dengan
durasi waktu ± 180 menit dengan jeda pertemuan selanjutnya seminggu.
Materi disusun dengan memodifikasi modul group positive psychotherapy milik
Parks & Seligman (2007) meliputi: Pergunakan kekuatanmu, Tiga hal baik, Kunjungan
terima kasih, Tanggapan aktif/ konstruktif, Menikmati, Ringkasan hidup, Pelayanan
positif, dan Komitmen.
Analisis
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik statistik
Nonparametrik yaitu uji Wilcoxon Signed-Rank pada kelompok eksperimen untuk
membandingkan skor sebelum dan sesudah dilakukannya group positive psychotherapy
dan uji Mann-Whitney U yaitu untuk membandingkan kelompok eksperimen dan
kontrol. Analisis dari variable-variabel tersebut dilakukan dengan bantuan program
computer SPSS versi 16.0 for windows.

HASIL PENELITIAN
Uji Hipotesis
Uji Hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon Signed-Rank
untuk mengetahui perbedaan skor pretest dan posttest pada kelompok eksperimen.
Tabel 2:
Hasil analisis uji wilcoxon signed rank kelompok eksperimen
Posttest Pretest
Z
Asymp. Sig. (2tailed)

-2.023a
.043

Berdasarkan tabel diatas, hasil analisis antara skor pretest dan post test
didapatkan statistik hitung (Z) = -2.023a. Penelitian ini menggunakan uji hipotesis satu
sisi (one tail) namun Asymp. Sig. (2-tailed) (asymptotic significance untuk uji dua sisi),
maka nilai p-value harus dibagi dua 0.043/ 2 = 0.0215; p < 0.05.
Selanjutnya, analisis uji mann whitney u untuk membandingkan skor total
kesejahteraan psikologis kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Tabel 17:
Hasil analisis Mann – Whitney Test kesejahteraan psikologis
kelompok eksperimen dan kontrol
Nilai
Z
Asymp. Sig.
(2-tailed)
Sig. (1-tailed)

Pre

Post

Follow

Gain
Pre-post

Gain
Pre-follow

-0,838
0,402

-1,776
0,076

-1,984
0,047

-1,997
0,046

-1,991
0,047

0,201

0,038

0,024

0,023

0,024

Taraf signifikansi pada uji statistik ini menggunakan uji hipotesis satu arah
sehingga dengan ketentuan nilai signifikansi output yang didapat menggunakan uji two
tailed maka hasilnya dibagi dua. Uji hipotesa menunjukkan nilai post test 0,076/2 (sig=
0.038) dan follow up 0,047/ 2 (sig= 0.024), dapat dilihat bahwa nilai p-value < 0.05,
jadi dapat disimpulkan hipotesis diterima artinya Group positive psychotherapy dapat
meningkatkan kesejahteraan psikologis orang dengan HIV/ AIDS (ODHA).
Dalam Mann Whitney U test terdapat nilai gain score yang signifikan pada gain
score pre-post (sig= 0.023) dan pre-follow (sig= 0.024) nilai p-value < 0.05. Hal ini
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat kesejahteraan psikologis
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Demikian disimpulkan dari hasil uji wilcoxon signed-rank dan uji mann whitney
u menunjukkan bahwa group positive psychotherapy efektif dapat meningkatkan
kesejahteraan psikologis pada orang dengan HIV/ AIDS.

PEMBAHASAN
Hasil wawancara survei diketahui bahwa orang dengan HIV/ AIDS rentan
mengalami masalah psikologis diantaranya kekhawatiran atas status penyakit, tekanan
keluarga dan sosial, kualitas hidup menurun dan kondisi fisik maupun psikis yang
tidak stabil. Seperti yang disampaikan oleh Safren dkk (2002) dalam temuannya yang
menyatakan bahwa kepuasan terhadap dukungan sosial, coping styles, dan keyakinan
atas hukuman penyakit HIV berkaitan erat dengan depresi, kualitas hidup, dan harga
diri atas efek peristiwa kehidupan yang penuh stress. Peristiwa kehidupan yang penuh
stres menyumbang sebagian besar dari varians yang terkait dengan depresi dan
persepsi kualitas hidup. Hasil ini konsisten dengan gagasan bahwa peristiwa kehidupan
yang penuh stres memiliki dampak negatif pada kesejahteraan psikologis.
Secara umum, krisis kesejahteraan psikologis pada orang dengan HIV/ AIDS
merupakan ketidak berfungsian seseorang yang diakibatkan oleh penyakitnya. Stigma
negatif yang melekat pada penderita HIV menimbulkan dampak negatif pada penderita
maupun keluarganya. Ketidakmampuan penderita HIV/AIDS dalam mengelola diri
maupun situasi yang tidak sesuai seringkali menimbulkan efek psikologis dan
kesehatan fisik yang semakin menurun. Menurut WHO bahwa definisi kesehatan yaitu
kesehatan yang positif dengan konsep kesejahteraan (Vazquez, 2009).
Psikoterapi positif merupakan salah satu metode untuk meningkatkan
kesejahteraan psikologis pada orang dengan HIV/ AIDS. Menurut Rashid (2008)
bahwa psikoterapi positif terdiri dari dua asumsi yang meliputi: asumsi pertama adalah
bahwa semua orang rentan terhadap penyakit mental dan juga memiliki kapasitas yang
membutuhkan kebahagiaan, sedangkan kebahagiaan dan patologi tersebut berkembang
berdasarkan interaksi antara orang dan lingkungan. Oleh karena itu, psikoterapis

positif melihat klien sebagai sosok yang memiliki otonom dan orientasi pertumbuhan.
Asumsi kedua psikoterapi positif adalah bahwa kekuatan klien dapat menimbulkan
dampak emosi positif maupun emosi negatif (dalam Magyar-Moe, 2009). Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan metode group positive psychotherapy yang
dikembangkan oleh Parks-Sheiner (2009) dengan teknik: gunakan kekuatan anda, tiga
hal baik, kunjungan terima kasih, respon aktif/ konstruktif, savoring (menikmati), dan
ringkasan hidup.
Hasil dari analisisa data kelompok eksperimen dengan menggunakan teknik
analisis nonparametrik uji wilcoxon signed-rank menunjukkan ada perbedaan tingkat
kesejahteraan psikologis pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah mengikuti
group positive psychotherapy dengan taraf signifikan yang diperoleh pre test-post test
nilai Z sebesar -2.023 (sig = 0.0215); p < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa group
positive psychotherapy dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis pada kelompok
eksperimen.
Diketahui dari 5 partisipan kelompok eksperimen, 3 diantaranya mengalami
diskriminasi dari lingkungan tempat tinggalnya hingga terjadi tekanan mental yang
mengakibatkan kondisi fisik menurun. Meskipun mereka sama-sama memiliki skor
kesejahteraan psikologis dalam kategori sedang, namun setelah mengikuti group
positive psychotherapy subjek yang berjenis kelamin laki-laki mengalami peningkatan
skor kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi dibandingkan subjek yang berjenis
kelamin perempuan. Dijelaskan oleh Gordillo dkk (2009) yang menyatakan bahwa pria
lebih positif dan mudah dalam menerima dukungan dibandingkan perempuan yang
berdampak pada kesejahteraan psikologis mereka.
Dilihat dari nilai rata–rata partisipan sebelum dan sesudah mengikuti group
positive psychotherapy yang tergolong sedang dan tinggi, setelah mengikuti group

positive psychotherapy menjadikan kesejahteraan psikologis mengalami peningkatan
dengan kategori tinggi dan sangat tinggi. Kategori tinggi secara psikologis dapat
diinterpretasikan bahwa aspek-aspek yang ada dalam kesejahteraan psikologis yaitu
otonomi, penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi, relasi yang positif, tujuan
hidup dan penerimaan diri pada partisipan diwujudkan dalam bentuk emosi yang
positif, keterlibatan, dan kehidupan yang lebih bermakna, artinya kesejahteraan
psikologis meningkat dengan dilandasi pada aspek – aspek diatas.
Sedangkan hasil analisa Mann Whitney U Test menunjukkan bahwa kelompok
eksperimen mengalami peningkatan kesejahteraan psikologis yang signifikan
dibanding dengan kelompok kontrol. Perolehan nilai dilihat dari mean pretest 87.40;
post test 91.90; dan follow up 97.20 menunjukkan ada perubahan sebesar 4.50 (prepost) dan 5.30 (post-follow). Hasil uji hipotesa dengan menggunakan Mann Whitney U
Test menunjukkan post test nilai Z sebesar -1.776; (sig= 0.038) dan follow up nilai Z 1.984; (sig= 0.024), dapat dilihat bahwa nilai p-value < 0.05, jadi dapat disimpulkan
hipotesis diterima. Ada perbedaan tingkat kesejahateraan psikologis pada kelompok
eksperimen yang mengikuti group positive psychotherapy dan kelompok kontrol tanpa
perlakuan.
Untuk mengetahui mana yang lebih efektif, maka dapat dilihat dengan
membandingkan jumlah rata-rata gains score yang diperoleh. Rata-rata gain score
kelompok eksperimen yang diberikan group positive psychotherapy dan kelompok
kontrol tanpa perlakuan adalah (7.40 > 3.60). Ini berarti bahwa nilai rata-rata gain
score kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal
ini menunjukkan bahwa group positive psychotherapy lebih efektif untuk
meningkatkan kesejahteraan psikologis kelompok eksperimen dibandingkan dengan
kelompok kontrol tanpa perlakuan.

Seperti yang disampaikan oleh Rashid (dalam Magyar-Moe, 2009) bahwa
psikoterapis positif merupakan metode untuk mengolah emosi positif melalui diskusi
antar terapis dan klien yang melibatkan wacana yang berkaitan dengan masalah klien
dengan tujuan mengintegrasikan positif dan negatif secara bersama-sama. Psikoterapi
positif ini dibentuk dalam suatu kelompok yang terdiri dari orang dengan HIV/ AIDS
(ODHA). Terjadinya perubahan kesejahteraan psikologis hal ini disebabkan kelompok
eksperimen yang mengikuti group positive psychotherapy diberikan teknik – teknik
latihan seperti;
Gunakan Kekuatan Anda yaitu: teknik ini melatih partisipan untuk lebih
mengetahui kekuatan-kekuatan yang ada dalam dirinya. Kekuatan tersebut digunakan
untuk memotivasi partisipan lebih semangat menjalani hidup dan menjadikan hidup
lebih menarik. Pada awal pertemuan, rata–rata partisipan memahami kekuatannya
namun mereka kurang mampu mengoptimalkan kekuatannya tersebut. Evaluasi dari
sesi Gunakan Kekuatan Anda, rata–rata partisipan mampu mengaplikasikan
kekuatannya dalam kehidupan sehari–hari. Berikutnya adalah Tiga hal baik yaitu:
teknik ini melatih partisipan untuk melakukan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.
Partisipan diminta untuk mengingat 3 hal kebaikan-kebaikan yang telah dilakukannya
kemudian menuliskannya dalam buku monitoring. Pada awalnya, sebagian partisipan
menganggap remeh suatu kebaikan. Evaluasi dari sesi ini adalah partisipan termotivasi
untuk melakukan suatu kebaikan dalam kehidupan sehari-harinya. Respon yang
muncul yaitu partisipan merasa hidup lebih berharga dan bermakna.
Proses kebaikan yang sudah dipelajari partisipan kemudian didukung dengan
teknik Kunjungan terima kasih (kesyukuran) yaitu teknik yang melatih partisipan
untuk dapat mengucapkan terima kasih dalam bentuk surat yang dituliskan kepada
seseorang yang berjasa dalam kehidupannya. Evaluasi dari teknik ini, partisipan

merasa bersyukur telah dibantu oleh seseorang yang berjasa dalam hidupnya. Respon
yang muncul yaitu rasa haru, dan syukur atas kebaikan – kebaikan yang telah
dilakukan orang lain terhadap dirinya. Partisipan juga diajarkan teknik Menikmati
yaitu: teknik yang dirancang untuk melatih partisipan dapat menikmati kehidupannya.
Pada awalnya, sebagian partisipan merasa kondisinya saat ini merupakan pengalaman
terburuk dalam hidupnya. Ada partisipan yang ingin kembali ke masa lalu, dan ada
partispan yang merasa putus asa atas kondisinya saat ini. Evaluasi dari teknik ini,
partisipan merasa bersyukur atas kondisi yang terjadi saat ini. Respon yang muncul
yaitu rasa tenang, lebih syukur, dan lebih semangat dalam menjalani hidup.
Group positive psychotherapy melatih partisipan untuk dapat menjalin
hubungan sosial yang baik dan positif. Melalui teknik Tanggapan aktif/ konstruktif
yaitu: teknik yang melatih partisipan dalam melakukan komunikasi yang positif. Ratarata partisipan mudah emosional dan tersinggung saat menanggapi lawan bicaranya.
Evaluasi dari teknik ini yaitu partisipan mampu mengontrol emosinya dan berpikir
positif dalam berkomunikasi. Respon yang muncul adalah partisipan merasa lebih
bersabar, tegas dalam menentukan keputusan, dan respon yang positif dalam
menanggapi lawan bicaranya.
Untuk mengoptimalkan kapasitasnya, partisipan diberikan teknik Ringkasan
hidup yaitu: teknik yang melatih partisipan untuk membuat rancangan tujuan hidup.
Rata-rata partisipan dalam proses mewujudkan tujuan hidup, namun beberapa diantara
masih mengalami keraguan yang disebabkan kondisi fisiknya yang tidak stabil, putus
asa, dan pesimis. Evaluasi dari teknik ini partisipan lebih memantapkan hati dalam
mencapai tujuan hidupnya. Respon yang muncul yaitu, partisipan lebih bersemangat
dan optimis dalam menjalani hidupnya. Selanjutnya, Partisipan juga dilatih untuk
terlibat dalam kegiatan positif yang memberikan pelayanan. Pelayanan positif yaitu:

teknik yang melatih partisipan dalam memberikan kontribusi positif pada kegiatan –
kegiatan yang ada dilingkungan sekitarnya. Rata – rata partisipan telah terlibat dalam
kegiatan seperti kelompok dukungan sebaya, arisan, dan outlet kondom. Evaluasi dari
teknik ini partisipan lebih termotivasi untuk lebih aktif dan berpartisipasi dalam
melibatkan dirinya dipelayanan positif seperti sosialisasi pencegahan HIV/ AIDS
dilingkungan tempat tinggalnya. Respon yang muncul yaitu, partisipan lebih
bersemangat dan bermakna hidupnya.
Teknik terakhir yaitu Komitmen, melalui teknik ini partisipan diarahkan dapat
berkomitmen dalam mengaplikasikan ilmu dalam pengalamannya setelah mengikuti
serangkaian group positive psychotherapy. Evaluasi dari teknik ini partisipan terlihat
semangat, optimis, aktif dalam kegiatan–kegiatan positif, dan kehidupan yang lebih
bermakna.
Dengan demikian penelitian ini menunjukkan bahwa

group positive

psychotherapy efektif untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis orang dengan
HIV/ AIDS. Frekuensi keberhasilan peningkatan kesejahteraan psikologis pada orang
dengan HIV/ AIDS sudah tentunya berbeda–beda. Perbedaan frekuensi ini dapat
dilihat dengan membandingkan selisih antara skor pretest dengan post test. Perbedaan
ini juga tergantung pada seberapa besar komitmen orang dengan HIV/ AIDS untuk
mengubah tingkah lakunya menjadi lebih positif. Disampaikan juga oleh Taylor dan
Sherman bahwa kebiasaan menjaga kesehatan yang positif dalam menghadapi penyakit
dapat memperkuat optimisme individu, sehingga menciptakan umpan balik yang
positif (dalam Linley & Joseph, 2004). Perubahan tingkat kesejahteraan psikologis
juga dipengaruhi oleh faktor kepribadian, demografi, sosial-ekonomi dan faktor
lainnya (seperti perilaku, kognisi, dan motivasi). Pada jenis kelamin, tingkat
kesejahteraan psikologis perempuan lebih rentan dibandingkan laki-laki. Rata-rata

orang dengan HIV/ AIDS memiliki tingkat penerimaan diri yang rendah. Individu
yang mendapatkan status HIV akibat ditularkan pasangannya cenderung lama dalam
proses pemulihan dibandingkan dengan individu yang mendapatkan status HIV akibat
perilakunya yang menyimpang.
Perubahan tingkat kesejahteraan psikologis pada partisipan menunjukkan bahwa
group positive psychotherapy terbukti dapat melatih orang dengan HIV/ AIDS untuk
dapat mengelola diri dalam berpikir, berprilaku, berkomunikasi, dan berkontribusi
sosial untuk lebih positif.

KESIMPULAN & SARAN
Kesimpulan
Berdasakan hasil analisis data dan pembahasan menunjukkan ada perbedaan
kesejahteraan psikologis pada orang dengan HIV/ AIDS yang mengikuti group
positive psychotherapy dengan orang dengan HIV/ AIDS yang tidak mengikuti group
positive psychotherapy. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa group positive
psychotherapy efektif dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis pada orang dengan
HIV/ AIDS.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti memberikan saran
yang diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Bagi Partisipan Penelitian
Partisipan diharapkan dapat mengaplikasikan teknik yang telah dipelajari selama
mengikuti group positive psychotherapy sehingga kondisi kesejahteraan psikologis telah
tercapai secara maksimal dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan.
2. Bagi Praktisi/ Psikolog

Disarankan untuk dilakukan group positive psychotherapy sebagai alternatif terapi untuk
meningkatkan kesejahteraan psikologis pada orang dengan HIV/ AIDS.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat melakukan penelitian sejenis dengan memperhatikan berbagai variabel
lain yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis orang dengan HIV/ AIDS, penggunaan
metode penelitian serta teknik pengambilan sampel dengan melihat keterbatasanketerbatasan dalam penelitian yang telah dilakukan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, R. A., Ploubidis, G. B., Huppert, F. A., Kuh, D., Wadsworth. M. E J., &
Croudace, T. J. (2006) Psychometric Evaluation and Predictive Validity of Ryff’s
Psychological Well-Being Items in a UK Birth Cohort Sample of Women. Health
and Quality of Life Outcomes. BioMed Central Ltd. 4:76. Dot:10.1186/14777525-4-76. http://www.hqlo.com/content/4/1/76.
Abbott, R. A., Ploubidis, G. B., Huppert, F. A., Kuh, D., & Croudance, T. J. (2010) An
Evaluation of the Precision of Measurement of Ryff’s Psychological Well-Being
Scales in a Population Sample. Soc Indic Res 97:357–373. DOI 10.1007/s11205009-9506-x. www.springerlink.com.
Adler, M. W. (2011). ABC of AIDS. (Fifth Edition). London: BMJ Publishing Group.
Akin, A. (2008). The Scales of Psychological Well-being: A Study of Validity and
Reliability. (Research). Sakarya University. Faculty of Education, Department of
Educational Sciences.
Alma, E. (2007). The Effect of a HIV/AIDS Life Skills Programme on the Knowledge,
Attitudes and Perceptions of Grade Nine Learners. Unpublished master’s thesis.
Counselling Psychology in the Faculty of Health Sciences. Nelson Mandela
Metropolitan University.
Anggraeni, T. & Cahyanti, I. Y. (2012). Perbedaan Psychological Well-Being Pada
Penderita Diabetes Tipe 2 Usia Dewasa Madya Ditinjau dari Strategi Coping.
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental.Vol. 1 No. 02
Anurmalasari, R (2009). Hubungan Antara Pemahaman Tentang HIV/AIDS Dengan
Kecemasan Tertular HIV/AIDS Pada WPS (Wanita Penjaja Seks) Langsung Di
Cilacap. (Penelitian). Fakultas Psikologi Diponegoro.

Asante, K. O (2012). Social Support and the Psychological Well-Being of People
Living with HIV/AIDS in Ghana. African Journal of Psychiatry. Department of
Human Development and Psychology, Regent University College of Science and
Technology, Accra, Ghana.
Audet, C. M., Burlison, J., Moon, T. D., Sidat, M., Vegara, A. E., & Vermund, S. H.
(2010). Sosiocultural and epidemiologigal aspect of HIV/ AIDS in Mozambique.
BMC International Health and human Rights, 10 (15).
Awaningrum, I. N. (2007). Psychological Well-Being Perempuan Lanjut Usia yang
Mengalami Grief karena Kematian Suami. (Tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Azwar, S. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Chi, P. & Li, X. (2012) Impact of Parental HIV/ AIDS on Children’s Psychological
Well-Being: A Systematic Review of Global Literature. Springer Science &
Business Media. AIDS Behavior. DOI 10.1007/s10461-012-0290-2
Creswell, J. W. (2010). Research Design "Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dalimoenthe, I. (2011). Perempuan dalam Cengkeraman HIV/AIDS: Kajian Sosiologi
Feminis Perempuan Ibu Rumah Tangga. Komunitas. Volume 5, nomor 1: 41 – 48.
Dewi, R.P. (2012). Pengaruh Pelatihan Manajemen Distres Berbasis Mindfulness
(MDBM) Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Psikologis Pada Orang Dengan
HIV/ AIDS (ODHA). (Tesis) Magister Profesi Psikologi Universitas Gadjah
Mada.
Duckworth, A. L., Steen, T. A., & Seligman, M. E. P. (2005). Positive Psychology in
Clinical Practice. Positive Psychology Center, University of Pennsylvania,
Philadelphia, 1:629–51 doi: 10.1146/ annurev.clinpsy.1.102803.14415.
Edwards, J. K. (2013). Strengths-Based Supervision in Clinical Practice. Sage
Publication, Inc. www.sagepub/upm.../47677_ch_5
Eid, M., & Larsen, R. J. (2008). The Science of Subjective Well-Being. New York:
London. The Guilford Press.
Fava, G. A & Ruini, C. (2003). Development and Characteristics of a Well-Being
Enhancing Psychotherapeutic Strategy: Well-Being Therapy. Journal of Behavior
Therapy and Experimental Psychiatry 34. 45–63.
Ferreira, M. (2004). HIV/ AIDS and Family Well-Being in Southern Africa: Towards
an Analysis of Policies and Responsiveness. A brief synthesis paper. Affairs

Division for Social Policy and Development Policy Workshop: United Nations
Department of Economic and Social. Cape Town. South Africa.
Fikri, M. (2012). Pengaruh Pelatihan Relaksasi untuk Kesejahteraan Subjektif Individu
dengan HIV/ AIDS (IDHA). (Tesis). Universitas Gadjah Mada.
Garcia, D., Nima, A.A., & Kjeel, O.N.E. (2014). The affective profiles, psychological
well-being, and harmony: environmental mastery and self-acceptance predict the
sense of a harmonious life. PeerJ 2:e259; DOI 10.7717/peerj.259
Gordillo, V., Fekete, E.M., Platteu, T., Antoni, M.H., Schneiderman, N., & Nostlinger,
C. (2009. Emotional Support and Gender in People Living with HIV: Effects on
Psychological Well-Being. Journal Behavior Medication 32:523-531. DOI
10.1007/s10865-009-9222-7. Springer Science+Business Media.
Guney, S. (2011). The Positive Psychotherapy Inventory (PPTI): Reliability and
Validity Study in Turkish Population. Social and Behavioral Sciences, 29, 81-86.
Hakim, I. A. (2009). Pengetahuan Masyarakat Sumatera Selatan tentang HIV/ AIDS.
Jurnal Pembangunan Manusia.
Huppert, F. A. (2009). Psychological Well-being: Evidence Regarding its Causes and
Consequences. Journal compilation International Association of Applied
Psychology: Health and Well-Being, 1 (2), 137–164.
Huppert, F. A., Baylis, N., & Keverne, S. (2005). The Science of Well-Being. New
York: Oxford University Press.
Igreja, I., Zuroff, D. C., Koestner, R., Saltaris, C. (2000). Applying Self-Determination
Theory to the Prediction of Distress and Well-Being in Gay Men With HIV and
AIDS. Journal of Applied Social Psychology, 30, 4. pp. 686-706.
Joshi, S., Kumari, S & Jain, M. (2008) Religious Belief and Its Relation to
Psychological Well-being. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology,
Vol. 34, No.2, 345-354.
Kaplan, R. M., Anderson, J. P., Wu, A. W., Mathews, W. C., Kozin, F. & Orenstein, D.
(1989). The Quality of Well-Being Scale: Applications in AIDS, Cystic Fibrosis,
and Arthritis. Medical Care, Vol. 27, No. 3, Supplement: Advances in Health
Status Assessment: Conference Proceedings, pp S27-S43.
Kartono, K., & Gulo, Dali. (2003). Kamus Psikologi. Bandung. Pionir Jaya.
King, T. L (2010). Focusing on The Time to be Bappy: Past, Present and Future
Focused Happiness Interventions. Southampton Solent University.
Kraaij, V., Van Der Veek, S. M. C., Garnefski, N., Schroevers, M., Witlox, R., & Maes,
S. (2008). Coping, Goal Adjustment, and Psychological Well-Being in HIV-

Infected Men Who Have Sex with Men. AIDS Patient Care and STDs. Volume
22, Number 5. DOI: 10.1089/apc.2007.0145
Lakshmi & Sampathkumar (2013). Impact of Psycho-Education on Stigma in People
Living with HIV/AIDS. International Journal of Social Science Tomorrow. Vol. 2
No. 1.
Linley, P. A., & Joseph, S. (2004). Positive Psychology in Practice. USA: Jonh Wiley
& Sons, Inc.
Magyar-Moe, J. L. (2009). Therapist's Guide to Positive Psychological Interventions.
(1st Edition). Academic Press, pp. 79-133y 151-175.
Maldonado, J., Gore-Felton, C., Duran, R., Diamond, S., Koopman, C., & Spiegel, D.
(1996). Supportive-Expressive Group Therapy for People With HIV Infection: A
Primer. This research was funded by the National Institute of Mental Health
(NIMH). Psychosocial Treatment Laboratory Stanford University School of
Medicine.
Meyer, P. S., Johnson, D. P., Parks, A., Iwanski, C., & Penn, D. L. (2012). Positive
living: A pilot study of group positive psychotherapy for people with
schizophrenia, The Journal of Positive Psychology: Dedicated to furthering
research and promoting good practice, DOI:10.1080/17439760.2012.677467.
Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal (Edisi Kelima).
Jilid 1. Penerbit Erlangga
Parks, A. C. & Biswas-Diener, R. (2013). Positive interventions: Past, Present and
Future. To appear in T. Kashdan & Ciarrochi, J. (Eds.), Mindfullness, Acceptance
and Positive Psychology: The Seven Foundation of Well-Being. Oakland, CA:
New Harbinger.
Parks, A. C. & Seligman, M. E. P. (2007). 8-Week Group Positive Psychotherapy
(PPT) manual, Version 2.
Park, N., Peterson, C., & Seligman, M. E. P. (2004). Strengths of character and wellbeing. Journal of Social and Clinical Psychology, 23, 603-619.
Parks-Shiner, A. C. (2009). Positive Psychotherapy: Building a Model of Empirically
Supported Self-Help. (Dissertation) Faculties Psychology of the University of
Pennsylvania in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Doctor
of Philosophy.
Peter. Isbell, M. (2010). Combination HIV Prevention:Tailoring and Coordinating
Biomedical, Behavioural and Structural Strategiesto Reduce New HIV Infections.
Switzerland: United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS).

Peterman, A. H., Cella, D., Mo, F., & McCain, N. (1997). Psychometric Validation of
the Revised Functional Assessment of Human Immunodeficiency Virus Infection
(FAHI) Quality of Life instrument. Quality of Life Research, Springer. Vol. 6 No.
6 pp.572-584.
Pujianto, A. & Dwidiyanti, M. (2009). Studi Fenomenologi: Kesadaran Diri (Self
Awareness) Wanita Pekerja Seks (WPS) melakukan pemeriksaan VCT (Voluntary
Counselling and Testing) di layanan mobile VCT RSUD RAA Soewondo Pati di
Resosialisasi Lorong Indah (LI) Margorejo Pati.
Pomeroy, E., Kiam, R., & Green, D. (2000). Reducing Depression, Anxiety, and
Trauma of Male Inmates: An HIV/AIDS. National Association of Social workers,
156.
Prabowo, A. & Yuniardi, M. S. (2011). Pengaruh Group Positive Psychotherapy
Terhadap Psychological Well Being Mahasiswa. Dipresentasikan di Konferensi
Nasional, Universitas YARSI, 5 November 2011.
Prawitasari, J. E. (2011). Psikologi Klinis: Pengantar terapan mikro & makro. Jakarta:
Erlangga
Rachmawati, S. (2013). Kualitas hidup orang dengan HIV / AIDS yang mengikuti
terapi antiretroviral. Jurnal Sains Dan Praktik Psikologi. Magister Psikologi
Univeritas Muhammadiyah Malang, ISSN: 2303-2936. Volume I (1), 48 - 62
Raihana, P. A (2012). Kesejahteraan Psikologis Ditinjau dari Efikasi Diri dan
Kecerdasan Emosi Remaja Awal. (Tesis). Magister Psikologi Sains Universitas
Gadjah Mada.
Riasnugrahani, M. (2011). Studi Kasus Mengenai Forgiveness pada Wanita dengan
HIV/AIDS yang Terinfeksi Melalui Suaminya: Analisis Mengenai Kaitan
Forgiveness dengan Tingkat Kesehatan ODHA, dalam Prosiding Konferensi
Nasional” Pain Management & Quality of Life” Fakultas Psikologi Universitas
YARSI, hal. 180-190.
Ryff, C. D & Keyes C. L. M. (1995) The Structure of Psychological Well-Being
Revisited. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 69, No. 4,719-727.
Ryff, C. D. & Singer, B. (1996). Psychological Well-Being: Meaning, Measurement,
and implications for Psychotherapy Research. Journal 0f Psychotherapy and
Psychosomatics. 65: 14-23.
Ryff, C. D. & Singer, B. H. (2006). Know Thyself and Become What You Are: A
Eudaimonic Approach to Psychological Well-Being. Journal of Happiness
Studies 9:13–39 Springer. DOI 10.1007/s10902-006-9019-0.
Ryff, C. D. (2013). Eudaimonic well-being and health: Mapping consequences of selfrealization. In A. S. Waterman (Ed.), The best within us: Positive psychology

perspectives on eudaimonic. (pp. 77-98). Washington, DC: American
Psychological Association.
Safren, S. A., Ramdosky, A. S., Otto, M. W., & Solomon, E. (2002). Predictors of
Psychological Well-Being in a Diverse Sample of HIV-Positive Patients
Receiving Highly Active Antiretroviral Therapy. The Academy of Psychosomatic
Medicine. 43:478–485
Sande, M. A. & Volberding, P. A. (1997). The Medical Management of AIDS. (Fifth
Edition). USA: Saunder Company.
Santoso, S. (2014). Statistik NonParamatrik (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Sekopane, M. A. (2003). Perceptions of School Principals of HIV/ AIDS Awareness
Campaigns in Public Schools. (Thesis) Magister of Philosophilae. University of
Pretoria.
Seligman, M. E. P. (2002). Authentic Happiness: Using The New Positive Psychology
to Realize Your Potential for Lasting Fulfillment. New York: Free Press.
Seligman, M. E. P. (2012). Flourish: A Visionary New Understanding of Happines and
Well-Being. New York: Free Press.
Seligman, M. E. P. (2010). Flourish Positive Psychology and Positive Intervention. The
University of Micighan.
Seligman, M. E. P. (2008). Positive Health. Journal Compilation. International
Association of Applied Psychology. Published: Blackwell Publishing. 57, 3-18.
Doi: 10.1111/j.1464-0597.2008.00351.x
Seligman, M. E. P., Rashid, T., & Parks. A. C. (2006). Positive Psychotherapy. Journal
of American Psychologist. Positive Psychology Center, University of
Pennsylvania.
Seligman, M. E. P., Steen, T. A., Park, N., & Peterson, C. (2005). Positive psychology
progress: Empirical validation of interventions. American Psychologist, 60, 410–
421.
Silvia, P. J., & Duval, T. S. (2001). Objective Self-Awareness Theory: Recent Progress
and Enduring Problems. Personality and Social Psychology Review, 5, 230-241.
Springer, K.W & Hauser, R. M. (2006). An assessment of the construct validity of
Ryff’s Scales of Psychological Well-Being: Method, mode, and measurement
effects. Social Science Research 35. 1080 – 1102. Elsevier Inc. All rights
reserved. doi:10.1016/j.ssresearch.2005.07.004.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.

Sujarweni, V. W. (2012). SPSS untuk Paramedis. Yogyakarta: Gava Media.
Susan Pick, M. G. (2007). Communication as a Protective Factor: Evaluation of a Life
Skills HIV/AIDS Prevention Program for Mexican Elementary-School Students.
AIDS Education And Prevention, 19(5), 408–421.
Szymanska, K. & Palmer, S. (2011). Psikoterapi dan konseling kognitif. In S. Palmer
(Ed.), Konseling dan Psikoterapi. (pp. 99-122). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Uyanto, S. S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Van Dierendonck, D., Dıaz, D., Rodrıguez-Carvajal, R., Blanco, A. & Moreno-Jimenez,
B. (2007). Ryff’s Six-factor Model of Psychological Well-being, A Spanish
Exploration. Soc Indic Res 87: 473–479. DOI 10.1007/s11205-007-9174-7
Vazquez, C., Hervaz, G., Rahona J.J., & Gome, D. (2009). Psychological well-being
and health. Contributions of positive psychology. Anuario de Psicología Clínica y
de la Salud / Annuary of Clinical and Health Psychology, 5 (2009) 15-27.
Wasti, S.P., Simkhada, P., Randall, J., & Teijlingen, E. V (2009). Issues and Challenges
of HIV/AIDS Prevention and Treatment Programme in Nepal. Global Journal of
Health Science (Vol. 1 No. 2).
Winefield, H.R., Gill, T.K., Taylor, A.W., & Pilkington, R.M. (2012). Psychological
well-being and psychological distress: is it necessary to measure both?.
Psychology of Well-Being: Theory, Research and Practice, 2:3.
http://www.psywb.com/content/content/2/1/3
Wood, A. M., Froh, J.J., & Geraghty, A.W.A. (2010) Gratitude and well-being: A
review and theoretical integration, Clinical Psychology Review, Elsevier Ltd.
doi:10.1016/j.cpr.2010.03.005

DAFTAR RIWAYAH HIDUP PENYUSUN

Nama

: Nur Hidayah, S.Psi

Tempat tanggal lahir : Pemalang, 26 September 1985
NIM

: T100 100 154

Bidang Mayoring

: Psikologi Klinis

Judul Tesis

: Efektivitas Group Positive Psychotherapy untuk Meningkatkan
Kesejahteraan Psikologis pada Orang dengan HIV/ AIDS
(ODHA)

Alamat

: Jln. Raya depan koramil 03 Petarukan – Pemalang 52362

No Hp

: 081328310857

Email

: enha.fahasb26@gmail.com

FB

: Nur Hidayah

Blog

: https://nurhidayah26.wordpress.com