Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis Di Kalangan Perawat

(1)

HUBUNGAN PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DENGAN

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DI KALANGAN PERAWAT

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

PUTRA PRATAMA

101301100

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2013/2014


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis Di Kalangan Perawat

Adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumber secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 25 Juni 2014

Putra Pratama NIM 101301100


(3)

Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis DikalanganPerawat Di Kota Medan

Putra Pratama dan Zulkarnain

ABSTRAK

Perawat merupakan ujung tombak pelayanan medis serta mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memberikan pelayanan medis. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan medis, kesejahteraan psikologis perawat perlu diperhatikan. Kesejahteraan psikologis dapat dicapai jika adanya dukungan organisasi dalam memberikan pengalaman kerja positif kepada perawat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada perawat. Subjek penelitian ini adalah 161 orang perawat yang bekerja di rumah sakit di kota Medan. Metode pengambilan data dengan menggunakan skala persepsi dukungan organisasi menggunakan teori Eisenberger dan skala kesejahteraan psikologis menggunakan teori Carol D. Ryff. Data penelitian di analisis secara statistik dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan persepsi dukungan organisasi berhubungan positif dengan kesejahteraan psikologis yang memiliki korelasi sebesar 0.248** dengan p = 0.002. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa terdapat dua aspek persepsi dukungan organisasi yang berhubungan positif secara signikan dengan kesejahteraan psikologis yaitu aspek penghargaan organisasi dan kondisi perkerjaan (r = 0.184*,p = 0.20) serta aspek dukungan yang diterima dari atasan (r = 0.391**, p = 000). Aspek keadilan prosedural tidak memperlihatkan hubungan yang signifikan dengan kesejahteraan psikologis (r = 0.014, p = 0.862).


(4)

Perceived Organizational Support and Psychological Well-Being Among Nurse In Medan

Putra Pratama and Zulkarnain

ABSTRACT

Nurse is a spearheading of medical care and has a great responsibility in providing medical care. In an effort to improve the quality of medical services, psychological well-being needs to be considered. Psychological well-being can be achieved if there is organizational support that provides positive works. This study aims to determine the relationship between perceived organizational support and psychological well-being among nurses. The subjects were 161 nurses who work in hospitals in Medan. The data collection method using perceived organizational support scale with Eisenberger theory and psychological well-being scale with Carol D. Ryff theory. The research data were statistically analyzed using the Pearson product moment. The result showed that perceived organizational support was positively related to psychological well-being with correlation 0.248** and p = 0.002. This study also showed that there were two aspects of perceived organizational support positively related to psychological well-being that is organizational reward and work condition (r = 0.184*,p = 0.20), and supervisor support (r = 0.391**, p = 000). Procedural fairness aspect do not show a significant correlation with psychological well being (r = 0.014, p = 0.862).


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya serta salawat dan salam senantiasa dihadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk cinta kita kepadanya. Segala bentuk kemudahan yang telah diberikan oleh-Nya sehingga skripsi yang berjudul

“Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis Di kalangan Perawat” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada papa dan mama atas segala do’a, dukungan dan kasih sayangnya dalam membimbing peneliti selama ini dan selalu menjadi inspirasi dalam kehidupan peneliti. Semoga Allah selalu senantiasa mencurahkan kebahagiaan kepada keduanya di dunia maupun akhirat. Kepada kakak dan adik-adikku, peneliti ucapkan terima kasih atas segala perhatian dan dukungannya. Semoga kita bisa member yang terbaik untuk kedua orang tua tercinta.

Terselesaikannya penelitiam ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan rasa terima kasih dengan tulus dan ikhlas kepada :

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Zulkarnain, Ph.D, psikolog selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih banyak atas segala bimbingan, bantuan, dan dukungan yang Bapak berikan. Peneliti minta maaf yang sebesar-besarnya bila selama


(6)

proses pengerjaan penelitian membuat Bapak kesal. Semoga Allah selalu membalas setiap kebaikan Bapak dengan pahala yang melimpah, Amin. 3. Ibu Vivi Gusrini R. Pohan, M.Sc, M.A., psikolog sebagai dosen

pembimbing akademik. Terima kasih atas nasihat dan bimbingan yang Ibu berikan selama penulis kuliah di Fakultas Psikologi USU. Semoga Allah memberikan balasan yang terbaik atas kebaikan Ibu selama ini. 4. Ibu Vivi Gusrini R. Pohan, M.Sc, M.A., Psi dan Ibu Emmy Mariatin,

M.A., Ph.D., Psikolog selaku dosen penguji. Terima kasih karena telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguhi dan memberikan masukan serta saran yang sangat berarti demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga Allah senantiasa melimpahkan kasih sayang dan nikmatNya yang tak terbalas kepada Ibu.

5. Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar Fakultas Psikologi USU. Terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan. Semoga penulis dapat memanfaatkan ilmu tersebut dengan sebaik-baiknya.

6. Seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi USU yang telah memberikan banyak bantuan kepada penulis khususnya dalam hal administrasi.

7. Pihak rumah sakit, yaitu RSUP H. Adam Malik, RSU Dr. Pirngadi, dan RSU Haji yang telah mengizinkan dan memudahkan peneliti dalam mengambil data penelitian di ketiga rumah sakit tersebut.

8. Perawat rumah sakit yang telah bersedia membantu peneliti dalam mengisi skala penelitian sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.


(7)

9. Kepada Rizqa, Arief, Fauji, Febri, Ichsan, Fadly, Dea yang telah mendoakan dan memberikan dukungan kepada peneliti selama kuliah di Fakultas Psikologi USU.

10.Kepada keluarga besar FORMASI Al-Qalb dan Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Psikologis USU yang telah bersama-sama berjuang dalam menjalankan organisasi serta mendapatkan pengalaman yang sangat berharga. Semoga pengalaman yang kita dapatkan selama ini dapat menjadi bekal kita untuk mengabdi kepada dunia terutama kepada Allah SWT.

11.Kepada teman-teman angkatan 2010 yang sama-sama berjuang di dalam aktifitas perkuliah.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan maupun isinya, oleh sebab itu penulis terbuka menerima kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 24 Juni 2014

Penulis Putra Pratama 101301100


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GRAFIK ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Kesejahteraan Psikologis ... 9


(9)

2. Perspektif Kesejahteraan Psikologis ... 10

3. Dimensi Kesejahteraan Psikologis ... 13

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis ... 17

B. Persepsi Dukungan Organisasi ... 19

1. Defenisi Persepsi Dukungan Organisasi ... 19

2. Aspek-aspek Persepsi Dukungan Organisasi ... 21

3. Manfaat Dukungan Organisasi ... 22

C. Perawat ... 23

D. Dinamika Persepsi Dukungan Organisasi Dan Kesejahteraan Psikologis ... 24

E. Hipotesis Penelitian ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 28

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 28

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel Penelitian ... 29

1. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 29


(10)

D. Metode Pengambilan Data ... 30

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 33

1. Validitas Alat Ukur ... 33

2. Uji Daya Beda Item ... 35

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 36

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 36

a. Skala Persepsi Dukungan Organisasi ... 36

b. Skala Kesejahteraan Psikologis ... 38

F. Prosedur Penelitian ... 40

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 40

2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 41

3. Tahapan Pengolahan Data ... 41

G. Metode Analisis Data ... 41

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 43

1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43


(11)

3. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 44

4. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 45

5. Gambaran Subjek Berdasarkan Status Perkawinan ... 45

B. Uji Asumsi ... 46

1. Uji Normalitas ... 46

2. Uji Linieritas ... 47

C. Hasil Utama Penelitian ... 48

1. Korelasi Antara Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis ... 48

2. Nilai Empirik Dan Nilai Hipotetik ... 49

a. Nilai Empirik Dan Nilai Hipotetik Persepsi Dukungan Organisasi ... 49

b. Nilai Empirik Dan Nilai Hipotetik Kesejahteraan Psikologis ... 50

c. Kategorisasi Persepsi Dukungan Organisasi ... 51

d. Kategorisasi Kesejahteraan Psikologis ... 52


(12)

1. Korelasi Antara Aspek-Aspek Persepsi Dukungan Organisasi

Dengan Kesejahteraan Psikologis ... 54

E. Pembahasan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 60

1. Saran Metodologis ... 60

2. Saran Praktis ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Skala Persepsi Dukungan Organisasi ... 32

Tabel 2 Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis ... 33

Tabel 3 Skala Persepsi Dukungan Organisasi Setelah Uji Coba ... 37

Tabel 4 Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Coba ... 39

Tabel 5 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43

Tabel 6 Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia ... 44

Tabel 7 Penyebaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 44

Tabel 8 Penyebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 45

Tabel 9 Penyebaran Subjek Berdasarkan Status Perkawinan ... 45

Tabel 10 Hasil Uji Linieritas ... 48

Tabel 11 Hasil Analisis Korelasi Pearson Product Moment ... 49

Tabel 12 Perbandingan Mean Hipotetik Dan Mean Empirik Persepsi Dukungan Organisasi ... 50

Tabel 13 Perbandingan Mean Hipotetik Dan Mean Empirik Kesejahteraan Psikologis ... 51


(14)

Tabel 14 Norma Kategorisasi Persepsi Dukungan Organisasi ... 52

Tabel 15 Kategorisasi Data Persepsi Dukungan Organisasi ... 52

Tabel 16 Norma Kategorisasi Kesejahteraan Psikologis ... 53

Tabel 17 Kategorisasi Data Kesejahteraan Psikologis ... 53

Tabel 18 Hasil Analisis Korelasi Antara Aspek-Aspek Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis ... 54


(15)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Uji Normalitas Persepsi Dukungan Organisasi ... 46


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Skala Persepsi Dukungan Organisasi Dan Kesejahteraan

Psikologis Pada Saat Uji Coba ... 72

Lampiran B Reliabilitas Dan Uji Daya Beda Skala Persepsi Dukungan

Organisasi Dan Kesejahteraan Psikologis Pada Saat Uji Coba 85

Lampiran C Hasil Uji Normalitas, Linieritas, Dan Korelasi ... 89

Lampiran D Data Mentah Persepsi Dukungan Organisasi dan Kesejahteraan


(17)

Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis DikalanganPerawat Di Kota Medan

Putra Pratama dan Zulkarnain

ABSTRAK

Perawat merupakan ujung tombak pelayanan medis serta mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memberikan pelayanan medis. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan medis, kesejahteraan psikologis perawat perlu diperhatikan. Kesejahteraan psikologis dapat dicapai jika adanya dukungan organisasi dalam memberikan pengalaman kerja positif kepada perawat. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada perawat. Subjek penelitian ini adalah 161 orang perawat yang bekerja di rumah sakit di kota Medan. Metode pengambilan data dengan menggunakan skala persepsi dukungan organisasi menggunakan teori Eisenberger dan skala kesejahteraan psikologis menggunakan teori Carol D. Ryff. Data penelitian di analisis secara statistik dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan persepsi dukungan organisasi berhubungan positif dengan kesejahteraan psikologis yang memiliki korelasi sebesar 0.248** dengan p = 0.002. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa terdapat dua aspek persepsi dukungan organisasi yang berhubungan positif secara signikan dengan kesejahteraan psikologis yaitu aspek penghargaan organisasi dan kondisi perkerjaan (r = 0.184*,p = 0.20) serta aspek dukungan yang diterima dari atasan (r = 0.391**, p = 000). Aspek keadilan prosedural tidak memperlihatkan hubungan yang signifikan dengan kesejahteraan psikologis (r = 0.014, p = 0.862).


(18)

Perceived Organizational Support and Psychological Well-Being Among Nurse In Medan

Putra Pratama and Zulkarnain

ABSTRACT

Nurse is a spearheading of medical care and has a great responsibility in providing medical care. In an effort to improve the quality of medical services, psychological well-being needs to be considered. Psychological well-being can be achieved if there is organizational support that provides positive works. This study aims to determine the relationship between perceived organizational support and psychological well-being among nurses. The subjects were 161 nurses who work in hospitals in Medan. The data collection method using perceived organizational support scale with Eisenberger theory and psychological well-being scale with Carol D. Ryff theory. The research data were statistically analyzed using the Pearson product moment. The result showed that perceived organizational support was positively related to psychological well-being with correlation 0.248** and p = 0.002. This study also showed that there were two aspects of perceived organizational support positively related to psychological well-being that is organizational reward and work condition (r = 0.184*,p = 0.20), and supervisor support (r = 0.391**, p = 000). Procedural fairness aspect do not show a significant correlation with psychological well being (r = 0.014, p = 0.862).


(19)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kesejahteraan psikologis dapat disebut juga dengan Psychological Well-Being (Bradburn, 1969; Ryff, 1989). Ryff (1989) menyebutkan bahwa kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi. Ryff (1989) juga mengatakan seseorang dapat dikatakan memiliki kesejahteraan psikologis ketika dapat berfungsi positif secara psikologis. kesejahteraan psikologis memiliki enam karakteristik seperti penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, tujuan hidup, perkembangan pribadi, dan penguasaan terhadap lingkungan.

Individu yang kesejahteraannya lebih tinggi akan lebih produktif dan memiliki kesehatan mental serta fisik yang lebih baik dibandingkan dengan yang kesejahteraannya rendah (Ryff & Singer, 2002; Aggarwal-Gupta, Vohra, Bhatnagar, 2010). Kesehatan fisik karyawan memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan psikologis karyawan, dimana kesehatan fisik karyawan akan meningkatkan kesehatan emosional sehingga karyawan dapat menghindar dari pemikiran yang negatif dan meningkatkan produktivitasnya (Envick, 2012).

Karyawan yang memiliki kesejahteraan yang lebih tinggi memperlihatkan sikap yang lebih positif dan respon yang lebih baik terhadap berbagai situasi di kehidupannya dibandingkan dengan karyawan yang memiliki kesejahteraan yang rendah (Ryff & Keyes, 1995). Secara kontras, karyawan yang memiliki


(20)

kesejahteraan psikologis yang rendah akan melihat kejadian yang netral atau ambigu sebagai suatu ancaman (Seidlitz & Diener, 1993; Seidlitz, Wyer & Diener, 1997; Aggarwal-Gupta, Vohra, Bhatnagar, 2010). Efek samping dari kesejahteraan, individu memiliki jangkauan yang luas terhadap hasil yang dicapai oleh organisasi, seperti absen, penurunan produktivitas, dan tingkat turnover yang tinggi (Weiss, 1983; Guimaraes & Igbaria, 1992; Catwright & Cooper, 1997; Peter & Irani, 2007).

Lingkungan tempat kerja mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan psikologiskaryawan. Hasil penelitian Aguir & Burillo (2004) yang mengacu pada pengaruh karakteristik professional dan lingkungan psikososial pekerjaan memperlihatkan bahwa tuntutan psikologis yang tinggi meningkatkan kemungkinan karyawan untuk memiliki kesehatan mental yang buruk. Dengan demikian, dukungan dari organisasi sangat penting untuk meningkatkan dan mempertahankan kesejahteraan psikologis pada karyawan. Selain itu, lingkungan kerja yang positif akan memotivasi karyawan untuk meningkatkan organizational citizenship behavior (OCB) karyawan sehingga akan mengarahkan pada kesejahteraan psikologis(Rastogi & Garg, 2011).

Persepsi karyawan terhadap dukungan yang diberikan oleh organisasi akan menciptakan pengalaman kerja yang positif karena karyawan akan merasa diperhatikan dan nyaman bekerja di perusahaan atau organisasi. Penelitian menunjukkan bahwa pengalaman kerja yang positif mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu (Ryff & Keyes, 1995; Ryff & Singer, 2002). Persepsi


(21)

dukungan organisasi merefleksikan komitmen organisasi terhadap karyawan (Shore & Wayne, 1993).

Persepsi dukungan organisasi merujuk pada keyakinan karyawan mengenai sejauh mana organisasi menghargai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan mereka (Eisenberger, Huntington, Hutchison, & Sowa 1986; Foley, Ngo & Lui, 2005). karyawan tidak dapat melakukan pekerjaannya hanya karena ingin memberikan pelayanan yang terbaik tetapi memerlukan dukungan dari organisasi sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal. Karyawan yang memberikan kontribusi yang baik mengharapkan imbalan yang sesuai dengan kontribusi yang diberikannya, misalnya pembayaran yang sesuai dengan hasil kerja, fasilitas yang mendukung, promosi kenaikan jabatan, dan bentuk penghargaan lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Dukungan organisasi berhubungan positif dengan kepuasan kerja, komitmen karyawan, dan prestasi kerja serta berhubungan negatif dengan

turnover intentions karyawan (Randall, Cropanzano, Bormann, &Birjulin, 1999). Karyawan yang memiliki persepsi positif terhadap dukungan organisasi dan kepuasan kerja juga memperlihatkan hubungan positif dengan performa kerja serta perilaku menolong (Miao, 2011). Persepsi dukungan organisasi akan mengarahkan pada performa kerja ekstra pada karyawan. Performa karyawan yang tinggi akan mengarahkan pada dukungan organisasi yang lebih baik sehingga karyawan merasa organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan (Chen, Eisenberg, Johnson, Sucharski, & Aselage, 2009).


(22)

Sejalan dengan hal tersebut, persepsi dukungan organisasi yang rendah dapat mengurangi keterlibatan karyawan, dan keterlibatan karyawan yang berkurang dapat menyebabkan perlakuan yang lebih buruk bagi karyawan dan dukungan dirasakan rendah (Eisenberger, Fasolo, & Davis-Lamastro 1990; Yamaguchi, 2001). Ketika karyawan merasakan dukungan organisasi yang tinggi maka akan mengarahkan karyawan untuk merasa menjadi bagian dari organisasi dan bangga dengan organisasinya sehingga meningkatkan komitmen terhadap organisasi (Aube, Rousseau, & Morin, 2007).

Rumah sakit sebagai institusi penyedia layanan kesehatan perlu memberikan dukungan organisasi kepada tenaga kesehatannya terutama perawat. Hal ini dikarenakan perawat merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena jumlah waktu dan intensitas perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan relatif lebih banyak dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya (Simbolon, 2012).

Perawat di rumah sakit bekerja dengan beberapa pengaturan yang berbeda-beda dan memiliki jabatan serta tanggung jawab yang berberbeda-beda (Marquis & Huston, 2009). Tugas dan tanggung jawab perawat yang diberikan sistem perawatan kesehatan antara lain menilai kondisi fisik, psikologis, dan sosial pasien, memberikan konsultasi kepada pasien mengenai rencana perawatan, menilai hasil perawatan, serta bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, seperti terapis dan dokter (Lu, While, & Barriball, 2008).

Andriani (2004) mengatakan bahwa tugas pokok perawat dalam membantu kesembuhan pasien, memulihkan kondisi kesehatan serta menyelamatkan pasien


(23)

dari kematian menjadikan profesi perawat rentan mengalami stres kerja. Sejalan dengan hal tersebut, kematian pasien dapat menjadi tekanan psikologis bagi perawat sehingga akan mempengaruhi kesejahteraan psikologisnya (Qiao, Li, & Hu, 2011). Kondisi kerja dan beban kerja yang tinggi juga menjadi stressor yang kuat pada perawat di lingkungan kerjanya (Pitaloka, 2011). Faktor-faktor yang juga menyebabkan stres pada perawat adalah karakteristik organisasi seperti, otonomi, mutasi, beban/tanggung jawab kerja, karier, dan interaksi perawat (Saragih, 2008), imbalan jasa, lingkungan kerja, pengembangan karir, tim kerja, dan aspek tugas (Simanjorang, 2009).

Tekanan yang dihadapi oleh perawat di rumah sakit dapat menyebabkan perubahan fisik dan psikologis. Pada level fisik, berkali-kali berhadapan dengan kondisi stres dapat meningkatkan ketegangan dan kelelahan. Secara psikologis dapat menyebabkan perawat mengalami kecemasan, depresi, ketakutan, dan kemarahan. Dampak negatif stres yang dialami oleh perawat dapat berupa peningkatan absen, perilaku bermusuhan, dan agresi (Kingdon & Halvorsen, 2006).

Permasalahan yang dialami oleh perawat di rumah sakit akan menimbulkan dampak negatif yang dirasakan oleh penerima layanan. Musanif (2007) mengatakan bahwa perawat rumah sakit pemerintah dan puskesmas dilaporkan bersikap kasar serta membentak-bentak pasien dan keluarganya. Untuk meningkatkan kualitas dari pelayanan medis bergantung pada kesejahteraan psikologis dari perawat (Martin, 2007).


(24)

Burke, Koyuncu, & Fiksenbaum (2010) mengatakan bahwa kelelahan yang dialami oleh perawat memperlihatkan perasaan positif yang buruk, kurangnya kepuasan hidup dan kesejahteraan psikologis, dan terjadinya gejala psikosomatis berhubungan dengan rendahnya dukungan yang diberikan oleh rumah sakit. Oleh karena itu, persepsi perawat terhadap dukungan yang diberikan oleh rumah sakit perlu ditingkatkan. Persepsi positif perawat terhadap dukungan organisasi dapat dilihat dari pemberian gaji yang wajar, beban kerja yang seimbang, serta otonomi yang memadai (Shumaila, Aslam, Sadaqat, Maqsood, & Nazir, 2012).

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti ingin mengetahui hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada perawat.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada

perawat”.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis dikalangan perawat. Selanjutnya, dalam penelitian ini juga ingin diketahui hubungan aspek-aspek dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis.


(25)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dengan memberikan informasi teoritis di bidang psikologi industri dan organisasi, yaitu mengenai hubungan persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologispada perawat.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada rumah sakit mengenai pentingnya dukungan organisasi terhadap kesejahteraan psikologispara perawat. Selanjutnya, dari penelitian ini juga akan diperoleh gambaran mengenai tingkat kesejahteraan psikologis dan persepsi dukungan organisasi para perawat.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini berisi: 1. BAB I : Pendahuluan

BAB ini menguraikan tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

2. BAB II : Landasan teori

BAB ini memuat tinjauan teoritis dan teori-teori yang menjelaskan dan mendukung data penelitian, diantaranya adalah teori mengenai kesejahteraan psikologis dan teori persepsi dukungan organisasi.


(26)

3. BAB III : Metode Penelitian

Dalam BAB ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur penelitian, serta metode analisa data.

4. BAB IV : Analisa Data Dan Pembahasan

BAB ini membahas tentang gambaran umum subjek penelitian, uji asumsi, hasil utama penelitian, hasil tambahan penelitian, serta pembahasan.

5. BAB V : Kesimpulan Dan Saran

Pada BAB ini dijelaskan mengenai kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian serta saran metodologis dan saran praktis.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis

1. Definisi Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1995) mengatakan kesejahteraan psikologis dapat disebut dengan

psychological well being yang merupakan pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan hubungan positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus tumbuh secara personal.

Menurut Ryff (1989) gambaran dari karakteristik seseorang yang memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Roger mengenai individu yang berfungsi secara penuh (fully functioning person), pandangan Maslow mengenai aktualisasi diri (self-actualization), pandangan Jung mengenai individuasi (individuation), konsep Allport mengenai maturasi

(maturation), dan konsep Erickson mengenai pencapaian individu pada integrasi dibandingkan putus asa.

Bradburn (1969) menjelaskan bahwa kebahagiaan (happiness) merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia. Ryff (1989) menyebutkan bahwa kesejahteraan psikologis memiliki enam dimensi, yaitu penerimaan diri, memiliki hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, memiliki tujuan


(28)

hidup, serta pertumbuhan pribadi. Selain itu, setiap dimensi dari kesejahteraan psikologis menjelaskan tantangan yang berbeda yang harus dihadapi individu untuk berusaha berfungsi positif (Ryff & Keyes, 1995).

Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian dari kesejahteraan psikologis adalah pencapaian potensi psikologis individu di mana individu mengaktualisasikan potensi dirinya dan dapat berfungsi secara penuh serta dapat menerima diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, berhubungan positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus tumbuh secara personal tanpa adanya perasaan negatif di dalam diri individu.

2. Perspektif Kesejahteraan

Perspektif mengenai kesejahteraan dibagi menjadi dua macam, yaitu hedonistik dan eudaimonik (Ryan & Deci, 2008). Perspektif yang pertama adalah hedonistik yang menjelaskan kesejahteraan sebagai munculnya perasaan positif dan tidak adanya perasaan negatif (Kahneman, Diener, & Schwarz, 1999). Perspektif yang kedua adalah eudaimonik yang menjelaskan bahwa kesejahteraan tidak terdiri dari memaksimalkan pengalaman positif dan meminimalkan pengalaman negatif (Ryan & Deci, 2001) tetapi merujuk pada hidup sepenuhnya atau memungkinkan seseorang untuk mengaktualisasikan potensi dirinya (Ryan, Huta, & Deci, 2008).

Perspektif hedonistik berawal dari filsuf Yunani dan Epicurus yang mengatakan ide dasar dari tujuan hidup adalah untuk mendapatkan pengalaman menyenangkan sebanyak mungkin (berorientasi pada


(29)

kebahagiaan) (McMahon, 2006). Pendekatan hedonistik pada kesejahteraan diasosiasikan dengan kesejahteraan subjektif (Subjective well-being) (Kahneman, Diener, & Schwarz, 1999). Kesejahteraan subjektif mempunyai dua elemen, yaitu keseimbangan afektif (Affective Balance), yang didapatkan melalui pengurangan frekuensi perasaan negatif daripada perasaan positif, dan persepsi kepuasan hidup (Perceived Life Satisfaction) yang merupakan komponen kognitif yang lebih baik dan lebih stabil (Lucas, Diener, & Suh, 1996). Meskipun keseimbangan afektif dan kepuasan hidup menyiratkan waktu yang berbeda dari kesejahteraan subjektif, seperti kepuasan hidup yang merupakan penilaian keseluruhan dari kehidupan, dan keseimbangan afektif yang membuat acuan mengenai frekuensi perasaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dari pengalaman langsung (Keyes, Shmotkin, & Ryff, 2002). hal ini dapat dipahami sebagai konsep yang berhubungan dengan perspektif hedonistik (Vazquez, 2009).

Perspektif eudaimonik pada awalnya diperkenalkan dari filosofi aristoteles mengenai kebahagiaan dalam Nicomachian Ethics (Broadie & Rowe, 2002). Aristoteles mengatakan manusia hidup berdasarkan daimon,

yang merupakan ide atau kriteria kesempurnaan bahwa seseorang berharap dan memberikan makna dalam kehidupannya. Semua usaha untuk kehidupan didasari oleh daimon dan dalam memenuhi serta mendapatkan potensi penuh diperkirakan akan menimbulkan keadaan optimal, yang dinamakan

eudaimonia (Avia & Vazquez, 1998). Eudaimonik menetapkan bahwa kesejahteraan terletak pada performa tindakan nyata dengan nilai yang dalam


(30)

serta menyiratkan komitmen penuh dimana manusia merasa hidup dan nyata (Waterman, 1993). Ryff sebagai tokoh dalam perspektif eudaimonik yang paling penting mengajukan istilah kesejahteraan psikologis untuk membedakan dari konsep kesejahteraan subjektif yang memiliki kekhasan konsep hedonistik. Ryff mencoba untuk mengatasi batasan dan mendefinisikan kesejahteraan sebagai pengembangan potensi nyata manusia (Ryff, 1995). Kebahagian atau kesejahteraan psikologis bukan motivasi utama dari manusia melainkan hasil dari menjalani hidup dengan baik (Ryff & Keyes, 1995; Ryff & Singer, 1998).

Teori self-determination juga berhubungan dengan ide eudaimonia dan realisasi diri sebagai aspek utama untuk menjelaskan kesejahteraan (Ryan & Deci, 2000). Teori ini berdasarkan salah satu premis dasar humanis, dimana kesejahteraan merupakan konsekuensi utama dari fungsi psikologis yang optimal. Teori self-determination mengatakan bahwa fungsi psikologis yang sehat menyiratkan kepuasan yang memadai tiga kebutuhan dasar psikologis, yaitu otonomi, kompetensi dan keterkaitan, dan sistem tujuan yang sama dan terarah (Ryan & Deci, 2000). Komponen pertama, pemuasan kebutuhan dasar terdiri dari mempertahankan keseimbangan hidup dimana menjamin kepuasan yang memadai di setiap area secara bebas. Komponen kedua, untuk mengembangkan kesejahteraan eudaimonik setiap manusia perlu untuk menetapkan tujuan. Contohnya, tujuan ini seharusnya bersifat intrinsik daripada ekstrinsik, terarah antara satu dengan yang lainnya, terarah


(31)

berdasarkan nilai dan ketertarikan dirinya serta kebutuhan dasar psikologisnya (Vazquez & Hervas, 2008).

Kebutuhan dasar psikologis yang diajukan oleh teori self-determination

hampir bertepatan dengan dimensi otonomi, penguasaan lingkungan, dan hubungan dengan orang lain dari model kesejahteraan psikologis Ryff meskipun ada perbedaan konseptual antara kedua model ini (Lent, 2003). Berdasarkan teori self-determination, pemenuhan kebutuhan dasar psikologis meningkatkan kesejahteraan subjektif dan kesejahteraan psikologis (Ryan & Deci, 2001). Perspektif eudaimonik fokus pada konten dari kehidupan dan proses kehidupan yang baik, dimana perspektif hedonik fokus pada hasil yang spesifik, yaitu mendapatkan perasaan positif serta tidak hadirnya perasaan negatif dan juga perasaan menyeluruh mengenai kepuasan hidup. Dapat dikatakan kedua model ini mempunyai cara yang berbeda untuk mencapai kebahagiaan (Seligman, 2002).

3. Dimensi Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1989) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis mempunyai enam dimensi, yaitu:

a) Self acceptance (penerimaan diri), merupakan dimensi yang menekankan pada penerimaan terhadap diri sendiri dan masa lalu. Individu yang memiliki sikap positif terhadap dirinya memperlihatkan fungsi psikologis yang positif. Dimensi ini merupakan ciri-ciri utama kesehatan mental dan juga karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan kematangan. Penerimaan diri yang baik dapat ditandai dengan


(32)

kemampuan menerima diri apa adanya. Kemampuan tersebut memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan kehidupan yang dijalaninya. Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik ditandai dengan bersipak positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik positif maupun negatif, dan memiliki pandangan positif terhadap masa lalu. Demikian sebaliknya, seseorang yang memiliki tingkat penerimaan diri yang kurang baik akan memunculkan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, merasa kecewa dengan pengalaman masa lalu, dan mempunyai pengharapan untuk tidak menjadi dirinya saat ini.

b) Positive relation with others (berhubungan positif dengan orang lain), merupakan dimensi yang menekankan pada pentingnya kehangatan, hubungan saling percaya, dan bersahabat dengan orang lain. Dimensi ini berulang kali ditekankan sebagai dimensi yang penting dalam konsep kesejahteraan psikologis karena pentingnya menjalin hubungan saling percaya dan hangat dengan orang lain. Dimensi ini juga menekankan pada kemampuan untuk mencintai orang lain. Individu yang memiliki nilai yang tinggi pada dimensi ini ditandai dengan hubungan yang hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang lain. Ia juga mempunyai rasa empati yang kuat. Sebaliknya, individu yang memiliki nilai yang rendah pada dimensi ini mempunyai sedikit hubungan dengan orang lain dan sulit untuk bersikap hangat dan enggan untuk mempunyai ikatan dengan orang lain.


(33)

c) Autonomy (otonomi), merupakan dimensi yang menekankan pada kemandirian, kemampuan untuk mengatur diri sendiri, melakukan evaluasi dari dalam diri, dan tidak bergantung pada orang lain. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi pada dimensi ini mampu menolak tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal. Sebaliknya, individu yang memiliki nilai rendah pada dimensi ini akan memperhatikan harapan dan evaluasi dari orang lain, membuat keputusan berdasarkan penilaian orang lain dan cenderung konformis.

d) Enviromental mastery (penguasaan lingkungan), merupakan kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan diri sendiri dan mampu untuk mengembangkan diri sendiri. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi ini mempunyai kemampuan dalam menghadapi kejadian di luar dirinya. Hal ini yang dimaksud dalam dimensi ini mampu untuk memanipulasi keadaan sehingga sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi yang dianut dan mampu untuk mengembangkan diri sendiri secara kreatif melalui aktifitas fisik maupun mental. Sebaliknya seseorang yang memiliki nilai rendah dalam dimensi ini akan menampakkan ketidakmampuan untuk mengatur kehidupan sehari-hari dan kurang control terhadap lingkungan di luar dirinya.

e) Purpose in life (tujuan hidup), merupakan keyakinan bahwa individu memiliki tujuan hidup dan makna dalam hidupnya. Adanya tujuan yang


(34)

ingin dicapai serta mengetahui arah yang ingin dituju juga merupakan ciri-ciri dari tujuan hidup. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi ini mempunyai rasa keterarahan dalam hidup, memiliki perasaan bahwa kehidupan saat ini dan masa lalu mempunyai keberartian, memegang kepercayaan yang memberikan tujuan hidup, dan memiliki target yang ingin dicapai dalam hidup. Sebaliknya, seseorang yang memiliki nilai rendah dalam dimensi ini mempunyai perasaan bahwa tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam hidup, tidak melihat adanya manfaat dalam masa lalu kehidupannya, dan tidak mempunyai kepercayaan yang dapat membuat hidup lebih berarti.

f) Personal growth (pertumbuhan pribadi), merupakan kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dan terus berkembang secara positif sehingga menjadi individu yang berfungsi secara penuh. Dimensi ini dibutuhkan oleh seseorang agar dapat berfungsi optimal secara psikologis. Salah satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, misalnya dengan keterbukaan terhadap pengalaman baru. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi ini mempunyai perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sendiri sebagai sesuatu yang bertumbuh, menyadari potensi yang terdapat dalam dirinya, dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu. Sebaliknya, seseorang yang memiliki nilai yang rendah dalam dimensi ini akan menampilkan ketidakmampuan untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku baru dan mempunyai


(35)

perasaan bahwa ia adalah seorang pribadi yang stagnan dan tidak tertarik dengan kehidupan yang dijalaninya.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis

Ip (2008) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan karyawan di tempat kerja yaitu :

a) Karakteristik pekerjaan (Job characteristic) : design dan struktur pekerjaan secara signifikan dapan mempengaruhi kesejahteraan karyawan di tempat kerja. Design pekerjaan yang baik dapat memberikan karyawan tiga keuntungan, yaitu pengalaman yang bermakna pada pekerjaannya, pengalaman bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaan, dan pengetahuan terhadap hasil kerja.

b) Peran pekerjaan (Job roles): peran pekerjaan menentukan batas tanggung jawab yang berhubungan dengan pekerjaan yang diberikan kepada karyawan dalam proses produksi dan sebagai dasar pertanggungjawaban karyawan atas kinerjanya. Peran pekerjaan yang jelas memungkinkan karyawan untuk lebih memahami tanggung jawab mereka dan tugas-tugas yang diminta kepada mereka. Peran yang tidak jelas sering memicu konflik peran, ketegangan kerja, dan ketidakharmonisan sehingga mempengaruhi kinerja dan kesejahteraan karyawan. Pertimbangan yang lebih besar dalam memberikan peran pekerjaan berkorelasi dengan identitas dan sikap kerja yang lebih baik.


(36)

c) Keadilan organisasi (Organizational Justice): karyawan di dalam organisasi memperhatikan mengenai keadilan. Mereka memperhatikan hasil dari keadilan dan prosedur yang dilakukan oleh organisasi dalam memberikan keadilan. Persepsi karyawan bahwa mereka diperlakukan dengan adil akan mempengaruhi bagaimana mereka bereaksi terhadap perlakuan dan keputusan organisasi. Hasil dari keadilan mengacu pada kewajaran hasil masukan dari pekerjaan mereka dibanding dengan hasil pekerjaan karyawan lain. Dengan demikian, hasil dari keadilan merupakan semacam keadilan distributif. Prosedur dalam memberikan keadilan fokus pada keadilan dalam proses pengambilan keputusan atau prosedur manajerial lainnya. Hasil dan prosedur dalam memberikan keadilan yang positif mempengaruhi perilaku dan kinerja karyawan. Persepsi mengenai hasil dari ketidakadilan akan menurunkan kepuasan terhadap gaji dan akan merugikan kepuasan kerja karyawan.

d) Kesesuaian karyawan dengan pekerjaannya (Person-organization fit): tingkat kesesuaian antara karakter karyawan dan karakter dari organisasi. Ciri-ciri kepribadian, sikap, keyakinan, nilai-nilai, preferensi, dan kepentingan karyawan berada di satu sisi serta tujuan, norma, budaya dan tradisi, iklim organisasi berada di sisi lainnya. Ketika karakter kedua belah pihak sesuai, maka kesesuaian akan terjadi. Kesesuaian akan menghasilkan hubungan kerja yang lebih harmonis dan perilaku yang menghasilkan hasil yang positif. Kesesuaian nilai dan tujuan mewakili dua hal yang penting untuk mencapai keberhasilan organisasi dan


(37)

kesejahteraan karyawan. Kesesuaian nilai antara karyawan dan organisasi merupakan hal penting karena nilai-nilai organisasi berada pada inti dari budaya organisasi yang mempengaruhi nilai karyawan.

e) Konflik pekerjaan – keluarga (Work – family conflict): tempat kerja yang memiliki tingkat stres yang tinggi merupakan salah satu sumber penting dari stres yang terjadi dari ketegangan yang tercipta antara tuntutan pekerjaan dan anggota keluarga. Konflik pekerjaan – keluarga mengacu pada konflik antara tanggung jawab peran di tempat kerja dan anggota keluarga. Akibat dari konflik ini, tingkat kepuasan kerja dan kehidupan karyawan menurun. Konflik ini juga bertanggung jawab terhadap perilaku absen, keterlambatan, dan turnover.

f) Perilaku kewargaan organisasi (Organization citizenship behavior) : perilaku karyawan yang memberikan keuntungan di dalam organisasi yang berkontribusi terhadap keberhasilan organisasi dengan menciptakan hubungan saling mendukung dan kooperatif, kepercayaan, dan keterlibatan aktif di tempat kerja. Perilaku ini mencakup perilaku saling membantu, pengambilan peran lebih di antara karyawan.

B. Persepsi Dukungan Organisasi

1. Definisi Persepsi Dukungan Organisasi

Persepsi dukungan organisasi didasari oleh alasan bahwa karyawan mengembangkan keyakinan mengenai seberapa besar penghargaan dan kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan karyawannya (Eisenberger,


(38)

Huntington, Hutchison, & Sowa, 1986). Menurut Rhoades dan Eisenberger (2002) persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli pada kesejahteraan mereka. Jika karyawan menganggap bahwa dukungan organisasi yang diterimanya tinggi, maka karyawan tersebut akan menyatukan keanggotaan sebagai anggota organisasi ke dalam identitas diri mereka dan kemudian mengembangkan hubungan dan persepsi yang lebih positif terhadap organisasi tersebut.

Selanjutnya, Erdogan dan Enders (2007) mengatakan persepsi dukungan organisasi merujuk pada keyakinan karyawan mengenai kepedulian organisasi terhadap karyawan, menghargai usaha yang dilakukan karyawan, dan menyediakan pertolongan serta dukungan kepada karyawan. Persepsi dukungan organisasi dipengaruhi oleh perlakuan organisasi kepada karyawan dan hal ini dapat mempengaruhi interpretasi mereka mengenai motivasi organisasi (Tansky & Cohen, 2001).

Persepsi dukungan organisasi akan mempengaruhi ekspektasi karyawan terhadap organisasi pada berbagai situasi, seperti ketelitian dalam melaksanakan tanggung jawab pekerjaan, mengekspresikan perasaan, komitmen terhadap organisasi (Eisenberger, Huntington, Hutchison, Sowa, 1986). Rhoades dan Eisenberger (2002) menemukan bahwa persepsi dukungan organisasi mempunyai hubungan negatif dengan keamanan kerja, ambiguitas peran, suasana ditempat kerja, dan tekanan psikologis secara umum.


(39)

Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian dari persepsi dukungan organisasi adalah persepsi karyawan mengenai seberapa besar penghargaan, kepedulian, dan perlakuan organisasi terhadap kesejahteraan karyawannya yang akan mempengaruhi interpretasi karyawan terhadap organisasi.

2. Aspek - Aspek Persepsi Dukungan Organisasi

Menurut Rhoades dan Eisenberger (2002), ada tiga aspek persepsi dukungan organisasi, yaitu :

a) Penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan (Organizational reward and working condition): penghargaan dan kondisi pekerjaan yang menyenangkan memiliki hubungan yang positif dengan persepsi dukungan organisasi, seperti mengizinkan karyawan untuk mengembangkan kemampuannya, otonomi mengenai bagaimana pekerjaan dilakukan, dan pengakuan dari atasan. Bentuk penghargaan organisasi yang diterima oleh karyawan dari organisasi dapat berupa gaji, tunjangan, bonus, promosi, pelatihan/pengembangan diri. Salah satu bentuk dukungan organisasi terhadap karyawannya adalah kondisi kerja yang nyaman dan aman bagi karyawan.

b) Dukungan yang diterima dari atasan (support received from supervisor): merupakan keyakinan karyawan bahwa atasan peduli terhadap karyawannya dan menghargai kontribusi mereka. Atasan sebagai wakil organisasi bertanggung jawab dan secara berkelanjutan mengevaluasi kinerja karyawan serta mengkomunikasikan tujuan dari organisasi kepada


(40)

karyawan, sehingga menyebabkan karyawan melihat perlakuan dari atasan mereka sebagai bentuk dukungan organisasi.

c) Keadilan prosedural (procedural justice): melibatkan kebijakan organisasi formal yang adil dan prosedur dalam mendistribusikan sumber daya yang ada dalam organisasi. Terjadinya keadilan dalam membuat keputusan mengenai distribusi sumber daya akan memiliki pengaruh yang kuat terhadap dukungan organisasi yang dirasakan karyawan yang diperlihatkan dengan adanya perhatian pada kesejahteraan karyawan. Terdapat dua aspek keadilan prosedural, yaitu Keadilan struktural dan prosedural yang menyangkut cara yang digunakan untuk menentukan pendistribusian sumber daya manusia diantara karyawan, keadilan yang berkaitan dengan aturan-aturan formal dan kebijakan bagi karyawan, serta keadilan dalam penerimaan informasi yang akurat. Kemudian, Keadilan sosial yang dapat disebut juga keadilan interaksional, karena hal ini berkaitan dengan cara organisasi memperlakukan karyawan dengan hormat dan bermartabat.

3. Manfaat Dukungan Organisasi

Menurut Eisenberger dan Rhoades (2002), berdasarkan norma timbal balik,dukungan organisasi memiliki beberapa manfaat, yaitu:

a) Dukungan organisasi akan menghasilkan kewajiban untuk peduli terhadap kesejahteraan organisasi pada karyawan dan membuat karyawan bekerja lebih keras untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuannya.


(41)

b) Kepedulian, persetujuan, dan penghormatan yang dinyatakan sebagai dukungan organisasi akan memenuhi kebutuhan sosioemosional karyawan dan menyebabkan karyawan menggabungkan keanggotaannya ke dalam organisasi serta menjadikan status peran mereka di dalam organisasi menjadi identitas sosial mereka.

c) Dukungan organisasi akan memperkuat keyakinan bahwa pengakuan organisasi dan penghargaan dari organisasi terhadap usaha dan loyalitas karyawan akan meningkatkan performa (contohnya, performa akan menghasilkan ekspektasi terhadap penghargaan).

C. Perawat

Sebagai pekerja, perawat merupakan bagian dari pelayanan kesehatan di rumah sakit atau klinik karena jumlah waktu dan intensitas memberikan pelayanan kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan profesi medis lainnya. Menurut Elis & Hartley (1980) perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, yang merawat orang sakit, luka dan lanjut usia. Sebagian besar perawat adalah pegawai rumah sakit, perawat merupakan tenaga kesehatan yang dominan di rumah sakit baik dari segi jumlah maupun keberedaannya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, perawat mempunyai hubungan langsung dengan pasien (Praptiningsih, 2006).

Kalangan Profesi keperawatan telah menetapkan lingkup tugas keperawatan yaitu dengan adanya standar asuhan keperawatan. Standar asuhan keperawatan ini mencakup pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan serta evaluasi keperawatan.


(42)

Sedangkan yang menyangkut tindakan keperawatan meliputi intervensi keperawatan, observasi serta konseling kesehatan. Hal inilah yang menjadi kewenangan profesional yang melekat dalam diri perawat (Yahmono, 2000).

D. Dinamika Persepsi Dukungan Organisasi Dan Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1995) mengatakan kesejahteraan psikologis merupakan pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan hubungan positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus tumbuh secara personal.

Selanjutnya, Sirgy, Reilly, Wu, dan Efraty (2008) menjelaskan bahwa lingkungan kerja menjadi tempat pertemuan sosial untuk berbincang, bertukar pikiran, bertemu dan bertukar pengalaman dengan rekan-rekan kerja. Hal ini tentu saja menjelaskan bahwa karyawan tidak lepas dari keadaan sosial atau hubungan interpersonal yang dapat mempengaruhi performanya dalam bekerja. Lingkungan kerja yang sehat akan memunculkan perasan positif pada karyawan sehingga karyawan akan lebih bahagia dan produktif (Harter, Schmidt, & Keyes, 2002).

Hasil penelitian Ryff & Keyes (1995) memperlihatkan pengalaman kerja yang positif mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Rhoades dan Eisenberger (2002) juga menjelaskan penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan merupakan aspek yang mempengaruhi pengalaman kerja. Keyakinan karyawan mengenai penghargaan dan kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan karyawannya mempengaruhi persepsi dukungan organisasi (Eisenberger, Huntington, Hutchison, & Sowa, 1986).


(43)

Perilaku mendukung dari organisasi menyebabkan karyawan menyimpulkan bahwa organisasi bangga dengan prestasi mereka dan percaya kepada mereka untuk melakukan tugasnya dengan baik sehingga meningkatkan perasaan kompetensi dan bernilai pada karyawan (Eisenberger, Armeli, Rexwinkel, Lynch, & Rhoades, 2001). Pengalaman kerja yang memberikan makna terhadap kehidupan individu berkontribusi terhadap kesejahteraan karyawan dengan memenuhi berbagai kebutuhan mereka (McGregor & Little, 1998). Persepsi terhadap dukungan mendorong emosi positif karyawan dan berhubungan dengan kesejahteraan psikologis mereka (Ryff & Singer, 1998). Karyawan yang merasa didukung oleh organisasi berhubungan positif dengan kepuasan hidup yang lebih besar (Richardsen, Burke, & Mikkelsen, 1999).

Keyes, Hysom, dan Lupo (2000) mengatakan bahwa kesejahteraan psikologis karyawan dapat ditingkatkan dengan atasan yang efektif. Atasan yang bertindak efektif akan menghasilkan kepercayaan dan emosi positif pada karyawannya, dengan memberikan otonomi yang besar dalam melakukan pekerjaannya serta memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan kualitas (Keyes, Hysom, & Lupo, 2000). Perilaku atasan yang mendukung meningkatkan kesejahteraan karyawan dan membantu melindungi karyawan dari ketegangan, depresi, kelelahan emosional, dan gangguan kesehatan (Greller, Parsons, & Mitchell, 1992). Dukungan atasan dan kebijakan yang berhubungan dengan keseimbangan antara keluarga dan pekerjaan meningkatkan kontrol kerja dan personal yang dirasakan karyawan serta mengurangi depresi (Thomas & Ganster, 1995). Dukungan dari atasan berhubungan positif dengan


(44)

kesejahteraan psikologis melalui makna pekerjaan, peran yang jelas, serta kesempatan untuk mengembangkan diri (Nielsen, Randall, Yarker, & Brenner, 2008).

Teori self-determination telah memperlihatkan bahwa otonomi meningkatkan peran penting lingkungan dalam memberikan kontribusi bagi kesejahteraan psikologis, harga diri, kepuasan hidup, dan inisiatif karyawan

(O’Connor & Vallerand, 1994). Sejauh mana karyawan merasa bahwa mereka

memiliki otonomi dan kontrol dalam melakukan pekerjaannya secara signifikan berhubungan dengan kepuasan kerja, prestasi pribadi, kinerja, ketegangan yang berhubungan dengan pekerjaan, dan intensi turnover (Greenberger, Strasser, Cummings, & Dunham, 1989a). Bond, Flaxman, & Bunce (2008) menemukan bahwa otonomi kerja efektif dalam meningkatkan kesejahteraan karyawan terutama bagi karyawan yang memiliki fleksibilitas psikologis.

Sumber daya pekerjaan seperti otonomi, pemanfaatan keterampilan, pengembangan professional, dan dukungan sosial terbukti berhubungan dengan kesejahteraan individu, seperti keterlibatan kerja, kepuasan kerja, dan kesehatan (Halbesleben, 2010). Jika karyawan merasa bahwa mereka sedang diperlakukan dengan adil, mereka lebih cenderung untuk mengembangkan perilaku dan sikap positif terhadap pekerjaan mereka. misalnya, keadilan distributif merupakan faktor pendukung kepuasan kerja atau kesejahteraan di tempat kerja (McFarlin & Rice, 1992). Dukungan emosi memiliki pengaruh paling kuat terhadap kesejahteraan psikologis dan emosi individu (Bolger, Zuckerman, & Kessler,


(45)

2000). Persepsi dukungan organisasi efektif untuk memenuhi kebutuhan emosional akan persetujuan, penghargaan, dan rasa keterikatan, serta memiliki dampak positif terhadap kesejahteraan karyawan dan juga mengurangi kemungkinan karyawan untuk meninggalkan organisasi (Eisenberger, Huntington, Hutchison, & Sowa, 1986).

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologisdikalangan perawat.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif yang bersifat korelasional. Tujuan metode penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2003). Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui hubungan persepsi dukungan organisasi terhadap kesejahteraan psikologis pada perawat.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Adapun variabel yang terlibat dalam penelitian ini antara lain :

 Variabel bebas : Persepsi Dukungan Organisasi

 Variabel tergantung : Kesejahteraan Psikologis

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Definisi operasional variabel – variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Persepsi Dukungan Organisasi

Persepsi karyawan mengenai seberapa besar organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli pada kesejahteraan mereka. Persepsi dukungan organisasi diukur menggunakan skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek seperti yang dikemukakan oleh Rhoades dan Eisenberger (2002), yaitu penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan, dukungan yang diterima dari atasan, dan keadilan prosedural. Semakin tinggi skor pada skala maka persepsi karyawan terhadap


(47)

dukungan organisasi adalah positif. Sebaliknya, semakin rendah skor pada skala maka persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi adalah negatif.

2. Kesejahteraan Psikologis

Penilaian karyawan terhadap dirinya atas pengalaman-pengalaman hidup sebagai bentuk realisasi potensi diri dalam mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan psikologis diukur menggunakan skala yang disusun berdasarkan dimensi seperti yang dikemukakan oleh Ryff dan Keyes (1995), yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. Semakin tinggi skor pada aspek-aspek tersebut maka semakin tinggi pula kesejahteraan psikologis yang dirasakan oleh individu. Sebaliknya, semakin rendah skor pada aspek-aspek tersebut maka semakin rendah pula kesejahteraan psikologis yang dirasakan oleh individu.

C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan sejumlah orang dari populasi untuk dijadikan subjek penelitian yang disebut sebagai sampel. Populasi adalah keseluruhan individu yang akan diselidiki dan mempunyai minimal satu sifat yang sama atau ciri–ciri yang sama. Sampel merupakan sebahagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di rumah sakit di kota Medan. Adanya keterbatasan yang dialami oleh peneliti dalam


(48)

menjangkau populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian perawat dari populasi yang dijadikan subjek penelitian. Karakteristik dari sampel penelitian ini adalah :

 Perawat pria dan wanita yang bekerja di rumah sakit.

 Memiliki masa kerja di atas 1 tahun. Perawat dianggap telah memahami dan beradaptasi denga nilai-nilai, tujuan, dan aturan dalam organisasi.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi (Poerwanti, 1994).

Teknik sampling yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah teknik non probability sampling dengan metode purposive sampling. Teknik ini digunakan untuk penelitian yang mengutamakan tujuan penelitian. Subjek dipilih sesuai dengan ciri-ciri yang mewakili satu populasi tertentu (Silalahi, 2009). Sampel diambil sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan.

D. METODE PENGAMBILAN DATA

Metode pengambilan data adalah cara yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data (Arikunto, 2002). Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala. Skala merupakan mekanisme


(49)

pengumpulan data melalui tulisan-tulisan tentang pertanyaan atau pernyataan untuk mengukur variabel tertentu.

Menurut Azwar (1999) karakteristik dari skala psikologi yaitu stimulus berupa pernyataan ataupun pertanyaan yang dapat mengungkapkan indikator perilaku responden, indikator perilaku diungkapkan melalui item-item, respon jawaban subjek dapat diterima selama diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Hadi (2000) mengungkapkan skala psikologis dapat mengungkapkan laporan diri (self report). Azwar (2010) juga mengemukakan bahwa metode skala dapat menggambarkan aspek kepribadian individu, dapat merefleksikan diri yang biasanya tidak disadari responden yang bersangkutan, responden tidak menyadari arah jawaban ataupun kesimpulan yang diungkapkan pernyataan atau pertanyaan.

Penelitian ini menggunakan penskalaan model skala likert. Pada model penskalaan ini terdapat dua jenis pernyataan, yaitu favourable dan unfavourable. Pernyataan favourable merupakan pernyataan positif yang mendukung objek sikap yang diungkap, sedangkan pernyataan unfavourable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung objek sikap yang hendak diungkap (Azwar, 2000).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua skala psikologi, yaitu skala persepsi dukungan organisasi dan skala kesejahteraan psikologis.

1. Skala Persepsi Dukungan Organisasi

Item-item skala persepsi dukungan organisasi dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Rhoades dan


(50)

Eisenberger (2002), yaitu penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan, dukungan yang diterima dari atasan, dan keadilan prosedural.

Skala persepsi dukungan organisasi ini menggunakan lima pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), N (Netral), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan

favourable dan unfavourable dengan rentang skor dari 1 sampai 5. Berikut

Blue Print dari skala persepsi dukungan organisasi :

Tabel 1. Blue Print Skala Persepsi Dukungan Organisasi

No. Aspek Favourable Unfavourable Total

1. Penghargaan

organisasi dan kondisi pekerjaan

1, 3, 5, 19 8, 10, 12, 22 8

2. Dukungan yang diterima dari atasan

2, 4, 6, 20 13, 15, 17, 23 8

3. Keadilan procedural 7, 9, 11, 21 14, 16, 18, 24 8

Jumlah Total Item 12 12 24

2. Skala Kesejahteraan Psikologis

Item-item skala kesejahteraan psikologis dalam penelitian ini disusun berdasarkan dimensi yang dikemukakan oleh Ryff (1989), yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi.

Skala kesejahteraan psikologis ini menggunakan lima pilihan jawaban, yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), N (Netral), TS (Tidak Sesuai), STS


(51)

(Sangat Tidak Sesuai). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favourable

dan unfavourable dengan rentang skor dari 1 sampai 5. Berikut Blue Print dari skala kesejahteraan psikologis :

Tabel 2. Blue Print Skala Kesejahteraan Psikologis

No. Dimensi Favourable Unfavourable Total

1. Penerimaan diri 1, 3, 5, 37 19, 21, 23 7 2. Hubungan positif dengan

orang lain

2, 4, 6, 38 20, 22, 24 7

3. Otonomi 7, 9, 11, 25, 27, 29, 39 7

4. Penguasaan lingkungan 8, 10, 12, 26, 28. 30, 40 7 5. Tujuan hidup 13, 15, 17 31, 33, 35, 41 7 6. Pertumbuhan pribadi 14, 16, 18, 42 32, 34, 36 7

Jumlah Total Item 21 21 42

E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

Menurut Azwar (2000) tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk melihat seberapa jauh alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran.

1. Validitas Alat Ukur

Menurut Shaughnessy, Zeichmeister, & Zeichmeister (2012) validitas merupakan kebenaran suatu pengukuran, apakah item mengukur apa yang hendak diukur. Sedangkan Azwar (2000) mendefinisikan uji validitas alat


(52)

ukur sebagai sejauh mana tes itu mengukur apa yang dimaksudnya untuk diukur, artinya mengukur derajat fungsi suatu tes atau derajat kecermatan suatu tes. Validitas yang digunakan adalah content validity dan construct validity. Content validity merupakan validitas yang menggunakan langkah telaah dan revisi item pertanyaan berdasarkan dari pendapat professional (menggunakan professional judgement). Construct validity merupakan validitas yang menggunakan dasar pikiran penerapan teori (Suryabrata, 2011). Analisa construct validity menggunakan analisis faktor.

Uji analisis faktor diawali dengan melihat nilai Keiser-Meyers-Olkin

(KMO), yaitu mengukur apakah sampel sudah cukup memadai. Menurut Wibisono (2003) kriteria kesesuaian dalam pemakaian analisis faktor adalah nilai KMO > 0,5 :

a. Jika harga KMO sebesar 0,9 berarti sangat memuaskan b. Jika harga KMO sebesar 0,8 berarti memuaskan

c. Jika harga KMO sebesar 0,7 berarti harga menengah d. Jika harga KMO sebesar 0,6 berarti cukup

e. Jika harga KMO sebesar 0,5 berarti kurang memuaskan f. Jika harga KMO kurang dari 0,5 tidak dapat diterima.

Kemudian dilihat nilai Measure of Sampling Adequency (MSA) dengan cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang diamati dengan koefisein korelasi parsialnya. Menurut Santoso (2002) angka MSA berkisar antara 0 sampai dengan 1, dengan kriteria yang digunakan untuk intepretasi adalah sebagai berikut:


(53)

a. Jika MSA = 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lainnya.

b. Jika MSA lebih besar dari 0,5 maka variabel tersebut masih dapat diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.

c. Jika MSA lebih kecil dari 0,5 dan atau mendekati nol (0), maka variabel tersebut tidak dapat di analisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya.

Selanjutnya validitas kontrak dilihat berdasarkan nilai bobot faktor

(loading factor) yang menunjukan besarnya korelasi antara variabel awal dengan faktor yang terbentuk. Dikatakan memiliki validitas yang baik jika nilai faktor

loadingnya lebih besar dari 0,5 (Santoso, 2002).

2. Uji Daya Beda Item

Uji daya beda item dilakukan untuk melihat sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki atau yang tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis item

ini adalah dengan memilih item yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2000).

Pengujian daya beda item ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap item dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi

Pearson Product Moment, yang di analisis dengan bantuan komputerisasi SPSS 20.0 for windows dan Microsoft Office Excel 2007. Prosedur pengujian


(54)

ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total yang dikenal dengan indeks daya beda item (Azwar, 2000).

3. Reliabilitas Alat Ukur

Konsep reliabilitas mengacu pada apakah suatu instrumen dapat diinterpretasi secara konsisten dalam suatu pengukuran dan dalam situasi yang berbeda-beda (Shaughnessy, Zeichmeister, & Zeichmeister, 2012). Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, maksudnya apabila dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil yang relatif sama (Azwar, 2000).

Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konsistensi internal (Cronbach’s alpha coeffecient), yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antar item

atau antar bagian dalam skala.

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

a. Skala Persepsi Dukungan Organisasi

Hasil analisis faktor skala persepsi dukungan organisasi menunjukkan bahwa pada aspek penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan, tidak ada item

yang gugur sehingga diperoleh 5 item dengan nilai KMO sebesar 0.791, nilai MSA bergerak dari 0.766 sampai 0.851, dan nilai faktor loading yang bergerak dari 0.500 sampai 0.816 yaitu item nomor 1, 3, 5, 19, 22. Selanjutnya, pada aspek


(55)

dukungan yang diterima dari atasan tidak ada item yang gugur sehingga diperoleh 7 item dengan nilai KMO sebesar 0.767. nilai MSA bergerak dari 0.562 sampai 0.880 dan nilai faktor loading bergerak dari 0.587 sampai 0.870 Item-item tersebut adalah item nomor 2, 4, 6, 13, 15, 20, 23. Pada aspek keadilan prosedural, tidak ada item yang gugur. Dengan demikian ada 5 item yang memiliki nilai KMO sebesar 0.592, nilai MSA bergerak dari 0.546 sampai 0.659 dan nilai faktor loading bergerak dari 0.571 sampai 0.852, yaitu item nomor 7, 9, 14, 16, 18.

Hasil analisis skala persepsi dukungan organisasi menunjukkan bahwa dari 24 item terdapat 17 item yang memiliki daya beda tinggi. Ada 7 item yang gugur (daya beda item lebih kecil dari 0,3) yaitu item nomor 8, 10, 11, 12, 17, 21, 24. Hasil uji daya beda item ini menggunakan batasan rix ≥ 0,30. Koefisien korelasi

item total bergerak dari 0.355 sampai 0.699. Hasil reliabilitas dengan menggunakan Cronbach Alpha diperoleh hasil rxx = 0.865 yang berarti tingkat

reliabilitas baik.

Distribusi item setelah uji coba ditunjukkan pada tabel 3 Skala persepsi dukungan organisasi berikut :

Tabel 3. Skala Persepsi Dukungan Organisasi Setelah Uji Coba No. Aspek Favourable Unfavourable Jumlah total

1. Penghargaan

organisasi dan kondisi pekerjaan

1, 3, 5, 19 22 5

2. Dukungan yang diterima dari atasan

2, 4, 6, 20 13, 15, 23 7

3. Keadilan prosedural 7, 9 14, 16, 18 5


(56)

b. Skala Kesejahteraan Psikologis

Hasil analisis faktor skala kesejahteraan psikologis menunjukkan bahwa pada aspek penerimaan diri, tidak ada item yang gugur sehingga diperoleh 6 item

dengan nilai KMO sebesar 0.647, nilai MSA bergerak dari 0.600 sampai 0.719, dan nilai faktor loading yang bergerak dari 0.740 sampai 0.838 yaitu item nomor 1, 3, 5, 19, 21, 23. Selanjutnya, pada aspek hubungan positif dengan orang lain tidak ada item yang gugur. Maka, diperoleh 6 item dengan nilai KMO sebesar 0.639. Nilai MSA bergerak dari 0.592 sampai 0.702 dan nilai faktor loading bergerak dari 0.621 sampai 0.875. Item-item tersebut adalah item nomor 2, 4, 6, 20, 22, 24.

Pada aspek otonomi terdapat 1 item yang gugur yaitu item nomor 9 sehingga ada 4 item yang memiliki nilai KMO sebesar 0.754. Nilai MSA bergerak dari 0.707 sampai 0.790 dan nilai faktor loading bergerak dari 0.688 sampai 0.870, yaitu item nomor 25, 27, 29, 39. Selanjutnya, pada aspek penguasaan lingkungan tidak ada item yang gugur sehingga diperoleh 7 item

dengan nilai KMO sebesar 0.680. Nilai MSA bergerak dari 0.610 sampai 0.757 dan nilai faktor loading bergerak dari 0.610 sampai 0.801. Item-item tersebut adalah item nomor 8, 10, 12, 26, 28, 30, 40.

Pada aspek tujuan hidup tidak ada item yang gugur sehingga ada 6 item

yang memiliki nilai KMO sebesar 0.695. Nilai MSA bergerak dari 0.604 sampai 0.741, dan nilai faktor loading bergerak dari 0.699 sampai 0.846, yaitu item


(57)

ada item yang gugur sehingga diperoleh 5 item dengan nilai KMO sebesar 0.631. Nilai MSA bergerak dari 0.574 sampai 0.748 dan nilai faktor loading bergerak dari 0.723 sampai 0.917. Item-item tersebut adalah item nomor 14, 16, 18, 34, 36.

Hasil analisis skala kesejahteraan psikologis menunjukkan bahwa dari 42

item terdapat 34 item yang memiliki daya beda tinggi. Ada 7 item yang gugur (daya beda item lebih kecil dari 0,3) yaitu item nomor 7, 11, 13, 32, 37, 38, 42. Hasil uji daya beda item ini menggunakan batasan rix ≥ 0,30. Koefisien korelasi

item total bergerak dari 0.358 sampai 0.734. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis faktor diketahui ada 1 item yang gugur dikarenakan nilai faktor loading < 0.5 yaitu item nomor 9. Hasil reliabilitas dengan menggunakan Cronbach Alpha

diperoleh hasil rxx = 0.904 yang berarti tingkat reliabilitas baik.

Distribusi item setelah uji coba ditunjukkan pada tabel 4 Skala kesejahteraan psikologis berikut :

Tabel 4. Skala Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Coba

No. Dimensi Favourable Unfavourable Jumlah Total

1. Penerimaan diri 1, 3, 5 19, 21, 23 6

2. Hubungan positif dengan orang lain

2, 4, 6 20, 22, 24 6

3. Otonomi - 25, 27, 29, 39 4

4. Penguasaan lingkungan 8, 10, 12 26, 28. 30, 40 7

5. Tujuan hidup 15, 17 31, 33, 35, 41 6

6. Pertumbuhan pribadi 14, 16, 18 34, 36 5


(58)

F. PROSEDUR PENELITIAN

Adapun prosedur penelitian yang dilakukan peneliti antara lain sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan Penelitian

a. Pembuatan alat ukur

Pada tahap ini, peneliti membuat alat ukur berupa skala persepsi dukungan organisasi dan skala kesejahteraan psikologis berdasarkan teori. Peneliti membuat 24 item untuk skala persepsi dukungan organisasi dan 42

item untuk skala kesejahteraan psikologis. Skala dibuat dalam bentuk

booklet ukuran kertas A4. Setiap pernyataan memiliki 5 alternatif jawaban. b. Permohonan izin

Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti mengurus surat permohonan izin mengambil data ke Fakultas Psikologi USU. Selanjutnya, surat tersebut akan diberikan kepada beberapa rumah sakit di kota medan untuk melakukan pengambilan data.

c. Uji coba alat ukur

Uji coba alat ukur dilakukan untuk melihat validitas dan reliabilitas skala persepsi dukungan organisasi dan kesejahteraan psikologis. Uji coba alat ukur menggunakan try out terpakai. try out terpakai hanya menggunakan satu kali pengambilan data dan dapat digunakan sebagai data karena jumlah item yang dirancang sudah diminimalkan item yang gugur sehingga diharpkan dapat memberikan hasil yang baik. Kekurangan

try out terpakai adalah data yang sudah disusun tidak dapat diubah kembali karena skala langsung dihitung menggunakan statistik sehingga


(59)

skala diharapkan harus benar-benar matang untuk mengurangi jumlah item

yang gugur karena tidak ada kesempatan kedua dalam pengumpulan data lapangan (Hadi, 2000).

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 23 Januari 2014 di tiga rumah sakit negeri, yaitu RSUP H. Adam Malik, RSU Dr. Pirngadi, dan RSU Haji di Kota Medan. Skala diberikan kepada 55 perawat di RSUP H. Adam Malik, 55 perawat di RSU Dr. Pirngadi, dan 51 perawat di RSU Haji dengan total sampel 161 orang perawat. pemberian skala kepada perawat di tiga rumah sakit tersebut dilakukan secara umum tanpa membeda-bedakan perawat berdasarkan bagian-bagian yang telah ditetapkan rumah sakit, seperti ICU, UGD, atau bagian lainnya.

3. Tahap Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan fasilitas komputerisasi SPSS 20.0 for windows dan Microsoft Office Excel 2007.

G. METODE ANALISIS DATA

Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis pada perawat, maka analisa data yang digunakan adalah korelasi Pearson product moment. Korelasi Pearson product moment merupakan teknik korelasi yang memperlihatkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara dua variabel dimana kedua variabel memiliki data


(60)

berskala interval. Selain itu, analisis ini juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Hadi, 2000).

Keseluruhan analisa data dilakukan dengan menggunakan fasilitas komputerisasi SPSS 20.0 for windows dan Microsoft Office Excel 2007. Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian bahwa sampel yang dihadapi adalah berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan Normal QQ Plots. Pengujian ini menyatakan data berdistribusi normal apabila titik-titik nilai data terletak kurang lebih dalam suatu garis lurus.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas ini digunakan untuk mengetahui apakah data distribusi penelitian yaitu variabel bebas (persepsi dukungan organisasi) dan variabel tergantung (kesejahteraan psikologis) memiliki hubungan linier. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan teknik uji F.


(61)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai keseluruhan hasil penelitian. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjekpenelitian dilanjutkan dengan analisis dan interpretasi data penelitian serta hasil tambahan penelitian.

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah perawat yang bekerja di rumah sakit yang berada di Kota Medan dengan jumlah 161 orang. Berikut ini deskripsi umum subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, masa kerja, tingkat pendidikan, dan status perkawinan.

1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:

Tabel 5. Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase

1. Pria 34 21.1%

2. Wanita 127 78.9%

Total 161 100%

Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa mayoritas subjek penelitian adalah wanita. Subjek wanita berjumlah 127 (78.9%) sedangkan Subjek pria berjumlah 34 (21.1%).


(62)

2. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Berdasarkan usia, penyebaran Subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 6 berikut :

Tabel 6. Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia

No Usia Jumlah (N) Persentase

1. 22-32 Tahun 74 46 %

2. 33-43 Tahun 62 38.5 %

3. 44-54 Tahun 25 15.5%

Total 161 100%

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa jumlah Subjek yang paling banyak berada pada rentang usia 22-32 tahun yaitu 74 orang (46%), jumlah Subjek yang berada pada rentang usia 33-43 tahun sebanyak 62 orang (38.5%), dan jumlah Subjek yang berada pada rentang usia 44-54 tahun sebanyak 25 orang (15.5%).

3. Gambaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja

Berdasarkan masa kerja, penyebaran Subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini :

Tabel 7. Penyebaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja

No Masa Kerja Jumlah (N) Persentase

1. 1-10 Tahun 116 72%

2. 11-20 Tahun 29 18%

3. 21-30 Tahun 16 9.9%

Total 161 100%

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa mayoritas Subjek penelitian memiliki masa kerja 1-10 tahun yaitu 116 orang (72%), selanjutnya subjek yang


(63)

memiliki masa kerja 11-20 tahun berjumlah 29 orang (18%) dan subjek yang bekerja 21-30 tahun berjumlah 16 orang (9.9%)

4. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini:

Tabel 8. Penyebaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah (N) Persentase

1. Sarjana (S1) 50 31.1%

2. Diploma III 109 67.7%

3. Diploma I 1 6%

4. SMA/Sederajat 1 6%

Total 161 100%

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa mayoritas subjek penelitian memiliki tingkat pendidikan diploma III yaitu 109 orang (67.7%), selanjutnya subjek dengan tingkat pendidikan sarjana (S1) yaitu 50 orang (31.1%), subjek dengan tingkat pendidikan diploma I berjumlah 1 orang (6%) dan subjek dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat berjumlah 1 orang (6%).

5. Gambaran Subjek Berdasarkan Status Perkawinan

Berdasarkan status perkawinan, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini :

Tabel 9. Penyebaran Subjek Berdasarkan Status Perkawinan

No Status Perkawinan Jumlah (N) Persentase

1. Belum menikah 36 22.4%

2. Menikah 125 77.6%


(1)

Hasil Uji Linieritas Persepsi Dukungan Organisasi dengan Kesejahteraan Psikologis

Hasil Uji Korelasi Persepsi Dukungan Organisasi dengan Kesejahteraan Psikologis

ANOVA Table

Sum of Squares

df Mean Square

F Sig.

kesejahteraan psikologis * persepsi dukungan organisasi

Between Groups

(Combined) 17495.586 36 485.988 2.664 .000 Linearity 2462.722 1 2462.722 13.497 .000 Deviation from

Linearity 15032.864 35 429.510 2.354 .000 Within Groups 22624.911 124 182.459

Total 40120.497 160

Correlations

kesejahteraan psikologis

persepsi dukungan organisasi kesejahteraan psikologis

Pearson Correlation 1 .248** Sig. (2-tailed) .002

N 161 161

persepsi dukungan organisasi

Pearson Correlation .248** 1 Sig. (2-tailed) .002

N 161 161


(2)

LAMPIRAN D

DATA MENTAH PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI

DAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS


(3)

DATA MENTAH PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DAN KESEJAHTERAAN

PSIKOLOGIS

NO. PWB POS

1 123 52

2 113 55

3 113 56

4 114 56

5 116 50

6 138 48

7 125 52

8 146 59

9 104 52

10 96 50

11 141 57

12 139 55

13 141 57

14 141 57

15 134 50

16 141 48

17 135 44

18 109 55

19 118 40

20 140 51

21 141 66

22 145 56

23 100 53

24 106 51

25 141 58

26 105 51

27 95 49

28 98 49

29 138 49

30 140 49

31 132 69

32 134 67

33 140 51

34 140 60

35 132 70

36 126 65

37 100 51


(4)

46 138 61

47 138 61

48 134 61

49 140 51

50 127 76

51 135 76

52 135 75

53 133 75

54 134 76

55 157 56

56 147 57

57 107 50

58 122 36

59 121 36

60 139 58

61 156 58

62 157 58

63 153 58

64 155 59

65 99 55

66 122 58

67 133 76

68 110 73

69 156 60

70 145 61

71 122 66

72 159 70

73 147 69

74 138 32

75 155 62

76 148 67

77 160 62

78 146 62

79 113 64

80 128 52

81 146 53

82 157 61

83 106 60

84 152 62

85 153 68

86 164 69

87 124 49

88 124 55

89 135 60

90 134 60

91 150 49

92 113 60

93 137 68


(5)

95 152 57

96 158 59

97 158 59

98 158 59

99 152 57

100 153 57

101 148 61

102 144 58

103 151 58

104 141 64

105 110 36

106 148 56

107 142 59

108 153 57

109 158 59

100 143 62

111 143 62

112 143 62

113 143 62

114 152 57

115 150 48

116 143 36

117 161 40

118 125 54

119 148 35

120 148 35

121 148 44

122 131 51

123 148 44

124 148 44

125 131 56

126 141 64

127 142 45

128 134 64

129 141 66

130 134 64

131 141 64

132 135 68

133 165 59

134 158 62

135 126 57


(6)

144 153 60

145 142 59

146 132 58

147 132 62

148 158 59

149 151 59

150 140 65

151 140 65

152 140 47

153 151 59

154 135 58

155 141 56

156 124 52

157 132 66

158 150 74

159 150 75

160 141 58


Dokumen yang terkait

Hubungan Iklim Organisasi dengan Kesejahteraan Psikologis pada Karyawan

5 24 103

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN HARDINESS DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA WANITA BEKERJA Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Hardiness dengan Kesejahteraan Psikologis Pada Wanita Bekerja.

0 14 10

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN HARDINESS DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA WANITA BEKERJA Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Hardiness dengan Kesejahteraan Psikologis Pada Wanita Bekerja.

0 3 18

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA PENDERITA DIABETES Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Kesejahteraan Psikologis Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2.

0 2 16

Pengaruh Persepsi Dukungan Organisasi Terhadap Kesejahteraan Psikologis.

1 0 2

D. DATA MENTAH PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS - Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis Di Kalangan Perawat

0 0 26

Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis Di Kalangan Perawat

0 1 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Definisi Kesejahteraan Psikologis - Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis Di Kalangan Perawat

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Hubungan Persepsi Dukungan Organisasi Dengan Kesejahteraan Psikologis Di Kalangan Perawat

0 0 8

HUBUNGAN PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DI KALANGAN PERAWAT DI KOTA MEDAN SKRIPSI

0 0 16