ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN SETTOUGO FU- DAN MU- DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG: Pada Mahasiswa Tingkat III Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang FPBS UPI Tahun Ajaran 2012/2013.

(1)

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN SETTOUGO

FU- DAN MU- DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

(Pada Mahasiswa Tingkat III Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang Universitas

Pendidikan Indonesia Tahun Ajaran 2012/2013)

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Bahasa Jepang

Oleh

Sany Amalia

0902633

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA JEPANG

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN SETTOUGO

FU- DAN MU- DALAM KALIMAT BAHASA JEPANG

(Pada Mahasiswa Tingkat III Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang Universitas

Pendidikan Indonesia Tahun Ajaran 2012/2013)

Oleh Sany Amalia

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Sany Amalia 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Sany Amalia

NIM : 0902633

Judul Skripsi : Analisis Kesalahan Penggunaan Settougo Fu- dan Mu- Dalam

Kalimat Bahasa Jepang (Pada Mahasiswa

Tingkat III Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang Universitas

Pendidikan Indonesia Tahun Ajaran 2012/2013) SK Dekan No : 483/UN40.3/DT/2013

Disetujui dan disahkan oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Ahmad Dahidi, M.A. Dra.Neneng Sutjiati, M.Hum.

NIP. 195802281983031004 NIP. 196011081986012001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang

Dra. Neneng Sutjiati, M.Hum. NIP.196011081986012001


(4)

ABSTRAK

Analisis Kesalahan Penggunaan Settougo Fu- dan Mu- dalam Kalimat Bahasa Jepang

(Pada Mahasiswa Tingkat III Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang FPBS UPI Tahun Ajaran 2012/2013)

Sany Amalia 0902633

Penelitian ini membahas tentang hasil analisis kesalahan mahasiswa dalam penggunaan settougo Fu- dan Mu-. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesalahan apa saja yang muncul dalam penggunaan settougo Fu- dan Mu- pada mahasiswa tingkat 3 Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Pendidikan Indonesia, untuk mencari penyebab munculnya kesalahan tersebut, dan mencari upaya untuk mengatasi kesulitan tersebut.

Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif. Untuk memperoleh data, instrumen yang digunakan berupa tes objektif dan tes subjektif. Teknik dalam mengumpulkan data adalah one shoot model, dimana pengambilan data dilakukan dalam satu waktu. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa tingkat III Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang FPBS UPI Tahun Ajaran 2013-2013 dengan jumlah 30 orang.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kesalahan mahasiswa tingkat III dalam penggunaan settougo Fu- dan Mu-, diantaranya yaitu memahami konteks kalimat dan penggunaan settougo Fu- atau Mu- yang tepat dalam menunjukkan fungsi settougo masing-masing dengan persentase sebesar (39,37%), pemahaman penggunaan settougo

Fu- dan Mu- pada sebuah pernyataan dengan persentase kesalahan sebesar (33,8), dan

pemahaman makna settougo Fu- dan Mu- dalam proses menerjemahkan kedalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia dengan persentase (26, 83%). Melihat hasil penelitian tersebut, penulis berpendapat bahwa diperlukan peran serta pengajar untuk membuat metode yang lebih mudah dipahami yang dapat membedakan dengan jelas penggunaan settougo Fu- dan Mu-.


(5)

ABSTRACT

Analysis of Errors In Use Settougo Fu- and Mu- in Sentence of Japanese Language toward the Third Year Japanese Language Education Department

Students at FPBS UPI

Sany Amalia NIM. 0902633

This research discusses about the result of students errors analysis in use settougo

Fu- and Mu-. The purposes of this research are to know any errors which appear in use settougo Fu- and Mu- to the third year Japanese language education department students

at Indonesia University of Education, to find out the cause from those errors happen, and to find out effort to solve those difficulties.

This research uses descriptive method. Objective and subjective test are used as instruments to get the data. One shoot model is used as technique to collect the data, where data collection is used in one time. While, sample of this research is the third year Japanese language education department students at FPBS UPI in Academic Year 2012-2013 which consist of 30 students.

Based on the result of this research is found that the third year students errors in use settougo Fu- and Mu-, namely: understand about context of sentence and use settougo

Fu- or Mu- which right in showing function of each settougo with the percentage of error

of 39,37%, understanding of use settougo Fu- and Mu- to a statement with the percentage of error of 33,8%, and understanding the meaning of settougo Fu- and Mu- in translate process into Japanese and Indonesian language with the percentage of error of 26,83%. Based on the result of this research, the writer thinks that the role and participation of the teacher is needed to make method that can be understood easily and can distinguish the use of settougo Fu- and Mu- clearly.


(6)

日本語 文 け 接頭語 不 無 誤用分析

2012/2013年度 ン ネシ 教育大学言語芸術教育学部日本語教育学科

対す 調査

サニ マ

要旨

本研究 三年生 け 日本語 文接頭語 し 不 無

誤用分析 あ 本研究 学習者 不 無 いう接頭語 表現

使用仕方 う 誤用 現 を分析す 本研究 目的 ン

ネシ 教育大学 う 誤用 あ を知 た あ そ 誤用 原

因を探し 解決す た あ

本研究 方法 スク プ プ法 方法 あ タを 集す

た 客観的 ス 主観的 ス を使用した 対象者 .

年度 ン ネシ 教育大学 日本語教育学科 学習者 あ サ

ンプ 三年生 名 あ

分析した結果 う 誤用 現 明

た す わち 最 多 た 不 無 使用仕方 誤用 文 コ

ン キス 理解 二 接頭語 特集的 技能 使用仕方 応

, % 二番目 表明 け 不 無 使用仕方 理解

, % そし 最 少 く た誤用 不 無 意

味 理解 日本語 ン ネシ 語へ翻訳中 , あ

研究 結果 見 解決法 分 やすく 不 無

使用仕方を 区別 方法を作 た 教師 役割 必要 あ


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI... .. i

KATA PENGANTAR………... xi

UCAPAN TERIMA KASIH……….. xii

DAFTAR ISI………... xv

DAFTAR TABEL………. xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………... 1

B. Rumusan Masalah……….. 5

C. Batasan Masalah………. 5

D. Tujuan Penelitian……… 5

E. Manfaat Penelitian……….. 6

F. Definisi Operasional……….. 7

G. Populasi dan Sampel Penelitian………. 8

1. Populasi……… 8

2. Sampel……….. 8

H. Sistematika Penulisan……… 9

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Analisis Kesalahan………. 10

1. Teori Analisis Kesalahan………. 10

2. Perbedaan antara Kesalahan dan Kekeliruan………. 13

3. Kesalahan Berbahasa……….. 15

B. Settougo……….. 19

1. Pengertian Settougo………. 19


(8)

3. Settougo 不

a. Pengertian settougo 不 ……….. 22

b. Fungsi settougo 不 ……….... 25

4. Settougo 無

a. Pengertian settougo 無 ……….. 25

b. Fungsi settougo 無 ………. 29

5. Persamaan Fungsi dan Perbedaan Makna Settougo

不 ・ 無 ……… 29

C. Hasil Penelitian Terdahulu………. 31 BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode……… 33

B. Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data………. 36

2. Sumber Data………. 36

3. Instrumen Penelitian……… 36 C. Teknik Analisis Data

1. Teknik Pengumpulan Data Tes……… 47 2. Teknik Pengolahan Data Tes………48 3. Teknik Pengolahan Data Angket………. 49 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Pengambilan Data………... 51

B. Hasil Tes Tertulis……… 52

C. Analisa dan Pembahasan……… 54 1. Kesalahan yang ditemukan dan Faktor Penyebabnya…………. 54

2. Upaya Mengatasi Kesalahan……… 72


(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan……… 92

B. Saran………... 94


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam klasifikasi kata bahasa Jepang, terdapat salah satunya bentuk kata depan, atau awalan, atau prefiks, yang biasa disebut dengan

settougo atau setsuji. Di dalam settougo pun terdapat beberapa macam

jenis kata awalan yang memiliki makna hampir sama. Diantaranya imbuhan 不 (fu), 非 (hi), 未 (mi), 無 (mu), dan lain sebagainya. Dalam

bahasa Jepang, kata yang memiliki makna hampir sama atau bersinonim disebut dengan ruigigo. Ruigigo adalah beberapa kata yang memiliki bunyi ucapan yang berbeda namun memiliki makna yang hampir mirip (Iwabuchi, 1089 : 288-289). Jika tidak ada perbedaan makna lagi di antara dua sinonim, maka satu akan hilang dari perbendaharaan kata, dan satunya tinggal. Yang normal dalam hubungan antar sinonim ialah bahwa ada

perbedaan nuansa, dan maknanya boleh disebut “kurang lebih sama”(J.W.M. Verhaar, 2001 : 394). Dari 13 prefiks yang terdapat dalam

bahasa Jepang, fu- dan mu- merupakan contoh settougo yang memiliki arti atau makna kurang lebih sama. Contoh kata dari kedua settougo tersebut adalah :

1. 不自然


(11)

2. 無関係

Mukankei = tak berhubungan, tidak relevan ( Timothy J. Vance, 2004)

Dari contoh di atas, dapat terlihat bahwa makna settougo fu- dan

mu- sama-sama menunjukkan penidakan atau penyangkalan. Karena

cukup sering muncul atau familiar dengan lingkungan pembelajar tingkat menengah khususnya, misalnya kata 不 便(fuben), 無 理 (muri), 無 料

(muryou), dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis memutuskan untuk mengambil kedua jenis settougo ini untuk dijadikan bahan penelitian. Selain menggunakan settougo tersebut untuk menunjukkan penyangkalan, ada pula bentuk pola kalimat “…ga arimasen,….dewa arimasen” yang

sebelumnya sudah terlebih dahulu dipelajari oleh para pembelajar sebelum mengenal bentuk prefiks bahasa Jepang (Settougo). Karena sudah lebih dahulu mempelajari pola tersebut dalam menyatakan penyangkalan, maka tidak heran apabila pembelajar cenderung lebih sering menggunakan pola kalimat tersebut dibandingkan dengan menggunakan settougo jenis fu- dan

mu-. Hal inilah yang menimbulkan rasa keingintahuan berikutnya dari diri

penulis untuk meneliti lebih lanjut mengapa pembelajar lebih cenderung memilih tidak menggunakan settougo ketika mengungkapkan penyangkalan. Adakah faktor kesalahan yang kerap ditimbulkan ketika menggunakan settougo, sehingga menyebabkan pembelajar jarang untuk menggunakannya. Disamping itu, adanya ketumpangtindihan makna antara settougo fu- dan mu- yang telah dijabarkan sebelumnya, apakah


(12)

dapat dikatakan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kesulitan para pembelajar ketika menggunakan kedua jenis settougo tersebut. Seperti halnya penelitian yang telah dilakukan oleh Ira Inayah

dengan judul “Analisis Penggunaan Settougo Yang Bermakna Negatif Dalam Bahasa Jepang”, mengemukakan bahwa terdapat persamaan dan

perbedaan makna dari masing- masing settougo yang memiliki makna negatif. Selain itu, adanya pengaruh interferensi bahasa yang berdampak pada pemahaman atau pengertian dari bentuk tersebut. Contohnya, kesalahan penggunaan terjadi karena dalam bahasa Indonesia, semua bentuk tersebut memiliki kesamaan arti dalam bahasa Indonesia, yaitu

„tidak‟atau „tak‟, „tanpa‟ dan lain sebagainya. Kasus seperti itu pun terjadi pada lingkungan akademik yang pada dasarnya telah menerima atau mengetahui materi bentuk penidakan atau penyangkalan. Penelitian ini perlu ditindak lanjuti mengingat menurut penulis materi settougo ini cukup sering muncul dalam pembelajaran bahasa Jepang, khususnya ketika pembelajar berada dalam level intermediate (chukyuu). Tidak jarang pula

settougo muncul dalam tes kemampuan bahasa Jepang atau yang biasa

dikenal dengan nihongo nouryokushiken. Mengingat begitu berperannya

settougo dalam lingkungan pembelajaran bahasa Jepang, ini menjadi salah

satu alasan penulis untuk memilih serta melakukan penelitian lebih lanjut tentang settougo, khususnya fu- dan mu-.

Di samping itu, apabila kondisi pembelajar yang kerap kali mengalami kesulitan dan kesalahan dalam menggunakan settougo terus


(13)

diabaikan, selain akan merugikan diri pembelajar itu sendiri, tentunya dikhawatirkan akan merugikan orang lain dalam jumlah yang lebih banyak. Selain itu, mengingat penggunaan settougo yang biasa atau lazimnya digunakan dalam bidang percakapan, mengarang, menerjemahkan, dan sebagainya, tentunya permasalahan ini sangat penting untuk ditanggulangi. Sebaliknya, apabila masalah ini segera ditangani, salah satu hal positif yang dapat diterima yaitu hasil pembelajaran bentuk prefiks bahasa Jepang yang diterapkan pada bidang percakapan, mengarang, menerjemahkan, bahkan pada nouryokushiken pun memiliki kualitas yang baik, memuaskan, dan terpercaya.

Untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut, penulis merasa perlu untuk menganalisis lebih lanjut faktor penyebab munculnya kesalahan penggunaan settougo di kalangan mahasiswa, menganalisis bentuk kesalahan yang kerap kali muncul, serta upaya untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut. Atas dasar itulah, penulis mengajukan judul penelitian “Analisis Kesalahan Penggunaan Settougo Fu- dan Mu- Dalam Kalimat Bahasa Jepang” (Pada Mahasiswa Tingkat III Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Pendidikan Indonesia Tahun Ajaran 2012/2013).


(14)

B. Rumusan Masalah

Bila diuraikan dalam bentuk pertanyaan, maka masalah yang akan dibahas oleh penulis adalah :

1. Kesalahan apa saja yang kerap muncul pada mahasiswa dalam menggunakan settougo fu- dan mu-?

2. Apa penyebab munculnya kesalahan tersebut?

3. Bagaimana upaya yang tepat untuk mengatasi kesalahan tersebut?

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka batasan masalah yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah : 1. Ragam atau jenis kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam

menggunakan settougo fu- dan mu-.

2. Faktor penyebab kesalahan mahasiswa dalam menggunakan settougo

fu- dan mu-.

3. Solusi untuk mengatasi kesalahan tersebut agar tidak terulang kembali di kemudian hari.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui kesalahan apa saja yang sering muncul pada mahasiswa dalam menggunakan settougo fu- dan mu-.


(15)

3. Mengetahui solusi yang tepat untuk mengatasi kesalahan tersebut agar tidak terulang lagi di masa yang akan datang.

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari sebuah penelitian diharapkan akan memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis. Berikut ini adalah manfaat teoritis dan praktis dalam penelitian ini, yaitu :

A. Manfaat Teoritis

1. Dapat bermanfaat dalam dunia pengajaran dan pembelajaran bahasa Jepang pada umumnya, khususnya dalam menggunakan kata awalan (prefiks) bahasa Jepang, baik sebagai bahan evaluasi pembelajaran, materi ajar, dsb.

2. Memberikan informasi tentang penyebab kesalahan dalam menggunakan settougo fu- dan mu-.

3. Memberikan solusi agar kesalahan tersebut tidak dapat terulang kembali.

B. Manfaat Praktis

1. Bagi penulis, dapat memperkaya pengetahuan dalam bahasa Jepang, khususnya pada penggunaan settougo fu- dan mu-.

2. Bagi pengajar, dapat dijadikan referensi bahan pengajaran mengenai penggunaan settougo fu- dan mu-.


(16)

3. Bagi mahasiswa, dapat meningkatkan pemahaman penggunaan settougo fu- dan mu- serta menghindari kesalahan penggunaannya. 4. Dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya untuk

mengkaji lebih mendalam mengenai bentuk settougo fu- dan mu-.

F. Definisi Operasional

a. Analisis Kesalahan

Menurut Ellis (1986 : 296) dalam (Tarigan : 2011 ), analisis kesalahan adalah suatu prosedur kerja, yang biasa digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, yang meliputi pengumpulan sampel, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam sampel, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu .

b. Settougo atau Setsuji

Setsuji „awalan‟ menurut Tokieda Seiki (1955:583) adalah kata yang

tidak digunakan sebagai kata tunggal yang berdiri sendiri dan biasanya digabungkan dengan kata lain dan diucapkan dalam satu kesatuan yang ditambahkan pada susunan kata baru.

Sedangkan menurut Yoshida dkk (1978:1162) setsuji „awalan‟ yaitu

kata yang tidak digunakan sebagai kata tunggal biasanya sudah dengan kata lain atau kata dasar lain dan unsur yang membentuk kata baru.


(17)

“Kata lain yang melekat di depan sebuah kata, menambah arti,

menegaskan keadaan, mengubah fungsi tata bahasa dan membawa sifat kata” (Muraishi, 1988 : 1075).

“Salah satu jenis Setsuji, merupakan kata yang selalu digunakan di

depan kata disebut juga settougo. Seperti „sai‟ pada „saikai‟, „mu‟ pada

„muryou‟ dan lain –lain “(Hayashi Shiro, 1933 : 548).

Sementara Shinmura (1998:1499) pengertian dari setsuji „awalan‟

adalah tidak dapat berdiri sendiri, apabila dilekatkan pada kata dasar akan

menunjukkan fungsi dari setsuji „awalan‟, mengubah jenis kata dan menambah

arti.

G. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010 : 173). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Pendidikan Indonesia.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010: 174).

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah mahasiswa tingkat III Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Pendidikan Indonesia Tahun Ajaran 2012/2013.


(18)

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara membagi ke dalam lima bab dengan urutan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, populasi dan sampel penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORITIS berupa bahasan mengenai teori yang relevan untuk dijadikan acuan dalam penelitian. Termasuk teori tentang analisis kesalahan, bentuk settougo fu dan mu, dan beberapa penelitian terdahulu mengenai kata imbuhan awalan (prefiks) dalam bahasa Jepang (settougo).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN dalam bab ini diuraikan tentang metode penelitian yang digunakan, instrumen yang digunakan dalam penelitian, objek penelitian, teknik pengumpulan dan pengolahan data.

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN mencakup analisis penulis terhadap kesalahan mahasiswa yang dapat dilihat dari hasil tes instrumen, penyebab munculnya kesalahan, serta pembahasan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang telah dilaksanakan dan saran untuk peneliti selanjutnya.


(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode

Penelitian dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang dilakukan berdasarkan pada langkah kerja ilmiah secara teratur, sistematis dan logis dalam upaya mengkaji, memahami, dan menemukan jawaban dari suatu masalah. Terdapat dua jenis bidang garapan penelitian, yaitu penelitian kependidikan dan penelitian non-kependidikan. Penelitian pendidikan merupakan upaya untuk memahami permasalahan pendidikan serta hal-hal yang lain berhubungan dengannya, melalui pengumpulan berbagai bukti akurat, dilakukan secara sistematis berdasarkan metode ilmiah, sehingga diperoleh suatu jawaban untuk memecahkan masalah tersebut (Sutedi, 2011 : 16).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam menggunakan imbuhan awalan bahasa Jepang (settougo), untuk mengetahui faktor penyebab kesalahan tersebut muncul, dan untuk mencari solusi yang tepat agar kesalahan dalam menggunakan imbuhan awalan bahasa Jepang (settougo) tidak terulang kembali. Karena analisis kesalahan mahasiswa merupakan suatu garapan penelitian kependidikan, maka dapat disimpulkan penelitian ini termasuk dalam penelitian kependidikan.


(20)

Sementara itu, objek penelitian bidang kependidikan biasanya menyangkut penyelenggaraan pendidikan atau pengajaran pada suatu lembaga, yang secara garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu : (1) program pengajaran, (2) proses pengajaran, dan (3) hasil belajar (Sutedi, 2011 : 27). Objek kajian dari penelitian ini adalah hasil pengajaran berupa kesalahan mahasiswa. Disini penulis bermaksud untuk mengukur tingkat kesalahan mahasiswa terhadap penggunaan imbuhan awalan bahasa Jepang (settougo).

Dalam sebuah penelitian, metode dapat diartikan sebagai suatu langkah atau cara dalam memecahkan permasalahan yang ada. Menurut Sutedi (2011 : 53), metode dapat diartikan sebagai cara atau prosedur yang harus ditempuh untuk menjawab masalah penelitian. Langkah kerja tersebut bersifat sistematis, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengambilan kesimpulan.

Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan kualitatif, yang bersumber dari mahasiswa tingkat III Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang (JPBJ) Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Tahun Ajaran 2012/2013 sebanyak 30 orang, yang kemudian disebut responden penelitian. Data diperoleh dengan menggunakan instrumen berupa soal tes, angket, dan pedoman wawancara.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik sampling. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang ditelitri (Arikunto, 2010 : 174). Dinamakan penelitian sampel karena penulis bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil


(21)

kesimpulan penelitian sebagai sesuatu yang berlaku bagi populasi (Arikunto, 2010 : 175).

Oleh karena itu, metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan, menjabarkan suatu fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab permasalahan secara actual. Masalah dalam penelitian deskriptif adalah masalah-masalah actual yang terjadi pada masa penelitian ini dilakukan. Langkah kerja dalam penelitian deskriptif adalah memilih dan merumuskan masalah, menentukan jenis data dan prosedur pengumpulannya, menganalisa data, menyimpulkan, dan membuat laporan (Sutedi, 2011 : 58)

Menurut (Best, 1982 : 119) dalam Sukardi (2003 :157), penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Dengan metode deskriptif, peneliti memungkinkan untuk melakukan hubungan antarvariabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal (West, 1982) dalam Sukardi (2003 : 157). Tujuan utama penelitian deskriptif yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat (Sukardi, 2003 : 157). Metode ini dipilih karena penulis hendak menjabarkan kesalahan mahasiswa terhadap imbuhan awalan bahasa Jepang (settougo).


(22)

B. Teknik Pengumpulan Data 1. Jenis Data

a. Kuantitatif

Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang datanya berupa angka-angka yang diolah dengan menggunakan metode statistik (Sutedi, 2011: 23).

b. Kualitatif

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang datanya bukan berupa angka-angka dan tidak perlu diolah dengan menggunakan metode statistik. Data penelitian dapat berupa kalimat, rekaman atau dalam bentuk yang lainnya. (Sutedi, 2011: 23).

2. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data

dapat diperoleh (Arikunto, 2010 : 172).

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang FPBS UPI Tingkat III Tahun Ajaran 2012/2013 yang telah mengenal atau menggunakan imbuhan awalan Bahasa Jepang (settougo) dalam mata kuliah hyouki ataupun mata kuliah lainnya.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yaitu alat yang digunakan untuk mengumpulkan atau menyediakan berbagai data yang diperlukan dalam kegiatan penelitian. Dalam


(23)

menjadi dua, yaitu yang berbentuk tes dan non tes. Instrumen yang berupa tes terdiri atas tes tulisan, tes lisan, dan tes tindakan. Instrumen non tes dapat berupa angket, pedoman observasi, pedoman wawancara, skala sosiometri, daftar (checklist) dan sebagainya (Sutedi, 2011 : 155). Data instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Angket

Angket merupakan salah satu instrumen pengumpul data penelitian yang diberikan kepada responden (manusia dijadikan subjek penelitian). Teknik angket ini dilakukan dengan cara pengumpulan datanya melalui daftar pertanyaan tertulis yang disusun dan disebarkan untuk mendapatkan informasi atau keterangan dari responden (Faisal, 1981 : 2) dalam Sutedi (2011 : 164). Senada dengan yang diungkapkan oleh Sutedi, menurut Arikunto (2010 : 194), angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup. Angket tertutup yaitu angket yang alternatif jawabannya sudah disediakan oleh peneliti, sehingga responden tidak memiliki keleluasaan untuk menyampaikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan kepadanya. Adapun beberapa langkah dalam menyusun instrumen angket, diantaranya yang dikemukakan oleh Sakai (2005 :53) dalam Sutedi (2011 : 165), yaitu :


(24)

(b) merumuskan dan menetapkan bentuk jawaban yang diharapkan ; (c) melampaskan bahasa agar mudah dipahami oleh responden ; (d) merumuskan kategori jawabannya secara lengkap ;

(e) membuat petunjuk atau perintah pengisisan ; (f) memilih bentuk yang ditetapkan ;

(g) membuat kalimat pengantar ; (h) uji coba ;

(i) mengolah dan merevisinya;

(j) memperbaiki dan menetapkan bentuknya ; dan (k) pencetakan dan penggandaan.

2. Pedoman Wawancara

Wawancara sering disebut sebagai angket lisan atau angket langsung, karena data yang dikumpulkan baik melalui angket maupun melalui wawancara bentuk dan sumbernya sama (Sutedi, 2011 : 170). Senada dengan Sutedi, dalam Arikunto (2010 : 198), interviu yang sering juga disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer). Secara fisik, interviu dapat dibedakan atas interviu terstruktur dan interviu tidak terstruktur. Sementara ditinjau dari segi pelaksanaannya, maka dibedakan atas :


(25)

a. Interviu bebas, inguided interview, dimana pewawancara bebas menanyakan apa

saja, tetapi juga mengingat akan data apa yang akan dikumpulkan. Dalam pelaksanaannya pewawancara tidak membawa pedoman (ancer-ancer) apa yang akan ditanyakan. Kebaikan metode ini adalah bahwa responden tidak menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang diinterviu.

b. Interviu terpimpin, guided interview, yaitu interviu yang dilakukan oleh

pewawancara dengan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci seperti yang dimaksud dalam interviu terstruktur.

c. Interviu bebas terpimpin, yaitu kombinasi antara interviu bebas dan interviu

terpimpin. (Arikunto, 2010 : 199)

Penulis akan memberikan pertanyaan-pertanyaan secara langsung yang bersifat konfirmasi terhadap jawaban soal tes responden mengenai penggunaan settougo Fu- dan Mu-. Dari hasil wawancara ini penulis dapat meilah-milah kesalahan yang berupa error atau mistake.

3. Tes

Tes merupakan alat ukur yang biasanya digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa setelah selesai satu satuan program pengajaran tertentu (Sutedi 2011 : 157). Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Berdasarkan kebutuhan dari penelitian ini yang bertujuan untuk mengukur kesalahan mahasiswa terhadap penggunaan imbuhan


(26)

awalan bahasa Jepang (settougo) Fu- dan Mu-, maka penulis memilih tes sebagai berikut :

a. Bagian I (memilih prefiks bahasa Jepang yang tepat pada kata yang rumpang)

b. Bagian II (memberi tanda benar atau salah pada pernyataan yang mengandung prefiks bahasa Jepang)

c. Bagian III (menerjemahkan kalimat bahasa Jepang yang mengandung prefiks bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia)

d. Bagian III (menerjemahkan kalimat bahasa Indonesia yang mengandung prefiks bahasa Jepang ke dalam bahasa Jepang)

Bahan sumber pembuatan soal tes ini penulis ambil dari beberapa buku sumber, diantaranya Prefiks dan Sufiks dalam Bahasa Jepang, Shougaku Kokugo Jiten,

Nihongo Daijiten, Nihongo Hyakka Jiten.

Instrumen penelitian yang berupa tes sebelum digunakan perlu diuji kelayakannya. Untuk mengukur kelayakan dari instrumen penelitian ini, penulis menempuh beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut merupakan tahap yang sudah lazim dilewati sebelum tes diberikan kepada subjek penelitian. Melalui tahap-tahap tersebut, maka akan menghasilkan instrumen penelitian berupa tes yang layak digunakan untuk menghasilkan data penelitian yang diharapkan dapat menjawab masalah-masalah penelitian. Adapun tahapan yang diperlukan untuk menghasilkan instrumen penelitian yang layak digunakan, adalah :


(27)

a. Validitas

Instrumen yang baik adalah yang memiliki validitas. Valid artinya dapat mengukur apa yang hendak diukur dengan baik. Validitas terdiri dari dua macam, yaitu validitas internal dan validitas external. Dalam hal ini untuk menguji kevalidan instrument penelitian, penulis menggunakan validitas external yang dilakukan dengan cara membandingkannya dengan perangkat tes lain.

b. Reliabilitas

Reliabilitas juga merupakan salah satu syarat agar instrument yang berupa tes bisa teruji kelayakannya. Sifat reliabel, artinya memiliki keajegan atau keterpercayaan. Intinya suatu alat tes kapanpun dan dimanapun, ketika digunakan akan memiliki hasil yang relatif sama, kalaupun terdapat perbedaan atau perubahan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Sutedi, 2009 : 161). Untuk menguji reliabilitas dari instrument penelitian yang berupa tes tertulis ini, penulis menggunakan rumus statistik untuk menghitung uji reliabilitas yang hasilnya terlampir pada hasil uji coba tes tertulis.

4. Hasil Uji Coba Tes Tertulis

Untuk menguji kelayakan instrumen dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu diperlukan tes tertulis. Uji coba tes tertulis ini dilakukan pada 15 orang mahasiswa diluar sampel penelitian. Setelah uji coba tes dilaksanakan, maka dapat diperoleh hasil dari uji coba tes tertulis.


(28)

Untuk menguji kevalidan instrumen penelitian, penulis memberikan test dua kali kepada sampel yang sama. Perangkat tes yang pertama diberikan adalah tes yang dibuat oleh penulis sebagai uji coba instrumen dan tes kedua yang diberikan adalah perangkat tes lain yang sudah dianggap standar. Setelah kedua tes diberikan, penulis menganalisis hasilnya dengan menggunakan rumus t hitung :

Keterangan :

t : nilai t hitung SEM xy : Standar Error Mean X dan Y

Mx : Mean variable X My : Mean variable Y

Sebelum mencari nilai t hitung terlebih dahulu penulis harus mencari nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi dari setiap variable (X dan Y) menggunakan rumus statistic di bawah ini :

Rumus untuk mencari mean X Rumus untuk mencari mean Y

Rumus untuk mencari standar deviasi X

Sdx =


(29)

Rumus untuk mencari standar deviasi Y

Rumus mencari standar error mean kedua variable

Rumus mencari standar error perbedaan mean X dan Y

Setelah dihitung menggunakan cara statistik, penulis memperoleh hasil sebagai berikut :

Sdy =

SEMx =

SEMy =


(30)

N X Y XY

1 70 68 4760 4900 4624

2 70 68 4760 4900 4624

3 68 67 4556 4624 4489

4 67 66 4422 4489 4356

5 67 65 4355 4489 4225

6 68 66 4488 4624 4356

7 69 67 4623 4761 4489

8 63 61 3843 3969 3721

9 61 59 3599 3721 3481

10 61 59 3599 3721 3481

11 61 60 3660 3721 3600

12 65 58 3770 4225 3364

13 50 49 2450 2500 2401

14 50 46 2300 2500 2116

15 48 45 2160 2304 2025

∑ 938 904 57345 59448 55352

Mean 62,5 60,2 3823 3832,53 3690,13

t hitung 2,14 t tabel 5% 2,04 Keterangan Valid


(31)

Tabel 3.1 Tabel Perhitungan Validitas

Nilai t-tabel diperoleh berdasarkan pada tabel nilai t Anas Sudjiono (1992 : 374) dalam Sutedi (2011 : 244), yaitu dengan derajat kebebasan yang nilainya n-1 skala 5% adalah 2,04. Sementara nilai n-1 diperoleh berdasarkan rumus :

Digunakan rumus tersebut dikarenakan data diperoleh dari kelompok yang jumlahnya sama, oleh karena itu variabelnya adalah 1.

Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa nilai t hitung 2,14 lebih besar dari nilai t tabel 2,04. Artinya, soal tes tertulis ini valid dan layak digunakan sebagai instrument penelitian.

Setelah instrument penelitian telah diketahui valid, selanjutnya untuk mencari angka reliabilitasnya penulis menggunakan reliabilitas ekternal yang dapat dilakukan dengan cara ekuivalensi. Penulis memberikan tes yang berbeda tetapi materinya sama kepada sampel penelitian, kemudian dicari angka korelasinya dengan menggunakan rumus statistik sebagai berikut :

Setelah diolah menggunakan hitungan statistik dengan rumus di atas, diperoleh hasil sebagai berikut :


(32)

N X Y XY

1 70 68 4760 4900 4624

2 70 68 4760 4900 4624

3 68 67 4556 4624 4489

4 67 66 4422 4489 4356

5 67 65 4355 4489 4225

6 68 66 4488 4624 4356

7 69 67 4623 4761 4489

8 63 61 3843 3969 3721

9 61 59 3599 3721 3481

10 61 59 3599 3721 3481

11 61 60 3660 3721 3600

12 65 58 3770 4225 3364

13 50 49 2450 2500 2401

14 50 46 2300 2500 2116

15 48 45 2160 2304 2025

∑ 938 904 57345 59448 55352

rxy 0,98

Keterangan Sangat Tinggi


(33)

Berdasarkan hitungan di atas, diperoleh angka korelasi 0,98 yang termasuk ke dalam kategori sangat tinggi. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa instrumen penelitian ini memiliki reliabilitas yang cukup tinggi dan dapat digunakan sebagai instrument penelitian.

Untuk lebih menguatkan kelayakkan instrumen tes tertulis yang digunakan, penulis memperoleh expert judgement dari pakar yang berpengalaman.

C. Teknik Analisis Data

1. Teknik pengumpulan data tes

Dalam penelitian ini data diambil dengan cara meminta sampel untuk mengerjakan tes tertulis. Mereka diharuskan mengisi bagian yang kosong dengan menggunakan settougo Fu atau Mu dan menerjemahkan kalimat bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jepang, serta menerjemahkan kalimat bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia dengan alokasi waktu selama 60 menit. Setelah sampel mengisi tes tertulis, mereka mengisi angket yang telah tersedia.

Data – data tersebut dikumpulkan dengan cara one shoot model, yaitu model pendekatan yang menggunakan satu kali pengumpulan data pada satu saat. Adapun pengumpulan data dilaksanakan pada hari Selasa, 11 Juni 2013.


(34)

2. Teknik pengolahan data tes

Data yang telah diperoleh kemudian akan diolah, dianalisis, dan diinterpretasikan. Berikut ini adalah langkah- langkah teknik analisis yang digunakan :

1. Memeriksa jawaban yang benar dan salah untuk setiap bentuk soal 2. Mengambil data yang berupa kesalahan dari hasil tes tersebut

3. Membuat tabel frekuensi dan persentase dari kesalahan-kesalahan tersebut 4. Menghitung kesalahan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

P : persentase jawaban f : frekuensi jawaban x : jumlah responden

5. Setelah didapatkan data yang berupa kesalahan error, selanjutnya penulis melakukan analisa untuk menjawab seluruh masalah penelitian.

Adapun langkah-langkah analisa data yang dilakukan adalah :

 Menyusun tabel frekuensi dan persentase berdasarkan ranking kesalahan yang paling banyak muncul untuk setiap jawaban yang error sesuai dengan pemahaman tentang penggunaan settougo Fu- dan Mu-.


(35)

 Menarik kesimpulan kesalahan-kesalahan apa saja yang muncul dalam penggunaan settougo Fu- dan Mu- sesuai dengan pemahaman tentang settougo Fu- dan Mu-.

 Menguraikan penyebab kesalahan berdasarkan kategori kesalahan berbahasa, serta memberikan penjelasan penyebab munculnya kesalahan tersebut berdasarkan penyebab kesalahan dari segi fungsi, makna, dan konteks kalimat serta penyebab berdasarkan hasil angket dan wawancara.  Memberikan pembahasan secara teoritis pada setiap kesalahan error

sesuai dengan letak kesalahan dan penyebabnya, sehingga dapat menemukan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau mengatasi kesalahan tersebut.

6. Menarik kesimpulan sesuai dengan hasil analisis data.

3. Teknik pengolahan data angket

Untuk menghitung data angket dilakukan dengan cara berikut : 1. Mengumpulkan jawaban pada angket

2. Mengklasifikasi jawaban

3. Menghitung frekuensi dan persentase jawaban dari setiap nomor pertanyaan dengan rumus :


(36)

P : prosentase jawaban f : frekuensi jawaban x : jumlah responden

4. Menyusun tabel frekuensi dan persentase jawaban tiap-tiap pertanyaan 5. Analisis dan interpretasi jawaban sampel tiap nomor pertanyaan

Jumlah Responden Interpretasi

0 Tidak ada

1-5 Hampir tidak ada

6-25 Sebagian kecil

26-49 Hampir setengahnya

50 Setengahnya

51-75 Lebih dari setengahnya

76-95 Sebagian besar

96-99 Hampir seluruhnya

100 Seluruhnya


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Setelah melakukan koreksi serta analisis kesalahan pada seluruh jawaban responden yang mewakili mahasiswa tingkat III Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang Tahun Ajaran 2012/2013, berikut dapat disimpulkan hal – hal sebagai berikut :

1. Kesalahan yang muncul mencakup dari semua aspek. Terdapat 113 kesalahan dalam soal penggunaan settougo 不 dan 無 pada konteks pemahaman

kalimat dan penggunaan settougo Fu- atau Mu yang tepat dalam menunjukkan fungsi settougo masing-masing atau setara dengan 39,37%, 97 kesalahan yang diwakili dengan angka persentase 33,80% dalam soal pemahaman penggunaan settougo Fu- dan Mu- pada sebuah pernyataan, terakhir pemahaman makna settougo Fu- dan Mu- dalam proses menerjemahkan sebanyak 77 kesalahan atau setara dengan 26,83%.

2. Berdasarkan hasil analisis pada tes tertulis dan wawancara, faktor penyebab kesalahan adalah :

a) Responden tidak terlalu memahami fungsi settougo 不 dan 無 .

b) Responden kurang memahami secara mendalam tentang perbedaan


(38)

c) Adanya over generalisasi seperti menganggap bahwa setiap kata yang menggunakan settougo 不 dan 無 menunjukkan arti “tidak”

dalam bahasa Indonesia.

d) Terjadinya transfer bahasa dan kurangnya pemahaman mahasiswa, ketika menerjemahkan bentuk penyangkalan, baik dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia, maupun sebaliknya.

Melihat dari hasil angket dan wawancara, hal ini disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya :

a) Terbatasnya buku sumber yang menjelaskan secara rinci mengenai penggujaan settougo 不 dan 無 .

b) Tidak adanya materi khusus dalam buku pembelajaran mengenai penggunaan settougo 不 dan 無 .

c) Kurangnya penjelasan dari dosen dalam pembelajaran di kelas mengenai penggunaan settougo 不 dan 無 .

d) Kurangnya intensitas penggunaan settougo 不 dan 無 dalam

pembelajaran bahasa Jepang, khususnya di dalam kelas.

e) Kurangnya konsentrasi responden dalam menangkap maksud konteks kalimat.

f) Responden terlalu terburu-buru dalam menentukan jawaban yang tapat tanpa melihat konteks kalimat.

3. Untuk mengatasi kurangnya kompetensi tersebut, peran serta pengajar sangat diperlukan. Salah satu cara untuk menanggulangi kurangnya faktor kompetensi tersebut diantaranya :


(39)

a) Pengajar memberikan contoh-contoh kalimat settougo 不 dan 無

dengan metode yang mudah dipahami sehingga responden dapat melihat dengan jelas perbedaan penggunaannya.

b) Memberikan latihan kepada responden dengan membuat kalimat yang memakai settougo 不 dan 無 .

Selain peran serta pengajar, upaya tersebut tidak akan berhasil apabila tidak ada motivasi dari responden untuk mempertahankan pemahaman yang telah diperoleh. Hal yang dapat dilakukan responden diantaranya : a) Mengaplikasikan settougo 不 dan 無 dalam kegiatan pembelajaran,

misalnya dalam membuat kalimat ketika menulis sebuah karangan.

b) Sering membaca buku-buku penunjang mengenai settougo khususnya. Hal tersebut berguna agar responden dapat lebih sering menemukan contoh penggunaan dan penjelasan yang lebih mendetail mengenai settougo 不

dan 無 . Disamping itu juga dapat menambah wawasan pengetahuan

bahasa Jepang.

Selain dilihat dari segi pengajar dan pembelajar, adapula upaya yang dapat dilakukan oleh keduanya untuk mengatasi kesalahan penggunaan settougo, yaitu dengan metode pengajaran remedi yang telah dipaparkan pada bab IV.

B. SARAN


(40)

a. Diperlukan adanya penjelasan yang lebih mendalam mengenai penggunaan settougo 不 dan 無 .

b. Memberikan referensi buku penunjang mengenai settougo 不 dan

, khusunya dalam menunjang perkuliahan bunpou atau sakubun.

2. Saran Untuk Pembelajar

a. Senantiasa berupaya menambah wawasan dengan mencari buku atau sumber lain yang relevan diluar buku handout yang digunakan dalam perkuliahan.

b. Lebih meningkatkan motivasi belajar, lebih berkonsentrasi pada perkuliahan, serta senantiasa melakukan pembelajaran mandiri di luar perkuliahan.

c. Lebih banyak mengaplikasikan penggunaan settougo, salah satunya adalah 不 dan 無 dengan menggunakannya ketika membuat

kalimat.

3. Saran Untuk Peneliti Selanjutnya

a. Dalam penelitian ini penulis hanya membahas mengenai kesalahan yang muncul dalam penggunaan settougo Fu- dan Mu-, penyebab munculnya kesalahan tersebut, serta upaya mengatasi kesalahan penggunaannya. Untuk penelitian selanjutnya penulis menyarankan agar meneliti metode yang tepat untuk para pembelajar dalam mempelajari settougo.


(41)

b. Masih terdapat beberapa settougo yang dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya, karena penulis hanya mengambil dua buah settougo, yakni


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Ira Inayah R. 2009. Analisis Penggunaan Settougo Yang Bermakna Negatif

Dalam Bahasa Jepang. Skripsi S1 pada FPBS UPI Bandung : tidak

diterbitkan

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Asano, Tsuruko. 1994. Gaikokujin no Tame no Kihongo Yourei Jiten. Tokyo : Agency for Cultural Affairs (Bunkatei)

Danasasmita, Wawan dan Sudjianto. 1983. Pengantar Tata Bahasa Jepang. Bandung : BSC

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke Empat. Jakarta : Balai Pustaka.

George, H.V. 1972. Common Errors in Language Learning ; Insight From English. Massachusetts : Newbury House Publisher.

Guruupu Jamashi. 1998. Nihongo Bunkei Jiten. Kuroshio, Japan. Haruhiko, Kindaichi. 1989. Nihongo Daijiten. Japan : Kodansha Haruhiko, Kindaichi. 1979. Nihongo Hyakka Jiten. Japan : Sanseido Izuhara, Shouji. 1998. Ruigigo Tsukaiwake Jiten. Tokyo : Kenkyuusha Kiyoshi, Kobayashi, 1981. Kokugo Daijiten. Japan : Shogakukan

Matsumura, Akira. 2001. Nihongo Bunpou Daijiten. Tokyo : Meijishoshin.

Miyaji, Matatsuo dan Nitta, Yoshio. 1995. Nihongo Ruigigo Hyougen No Bunpu

(Shita). Urawa : Kuroshio


(43)

Norissh, John. 1983. Language Learners and Theirs Errors. London : The Macmillan Press.Ogawa, Masao. 1990. Nihongo Kyouiku Jiten. Tokyo : Taishukan Soten.

Suratminto, Lilie, 1996. ―Remedial Class untuk Mahasiswa BIPA Tingkat Tengah

dan Lanjutan‖. Makalah Konferensi Internasional II Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA II) 29 Mei - 1 Juni 1996 di IKIP Padang.

Sudjianto dan Ahmad Dahidi. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta : Kesaint Blanc.

Sutedi, Dedi. 2009. Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang. Bandung : Humaniora. ___________. 2007. Nihongo no Bunpou ; Tata Bahasa Jepang Tingkat Dasar.

Bandung : Humaniora Utama Press (HUP).

___________. 2004. Dasar – dasar Linguistik Bahasa Jepang (Nihongo no Kiso).

Bandung : Humaniora.

Tadao, Umesao dkk. 1995. Nihongo Daijiten. Japan : Kodansha

Tarigan, Henry dan Djago Tarigan. 2011. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung : Angkasa.

Verhaar. 2001. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Vance, Timothy. 2004. Prefiks dan Sufiks dalam Bahasa Jepang. Jakarta : Kesaint Blanc


(1)

c) Adanya over generalisasi seperti menganggap bahwa setiap kata yang menggunakan settougo 不 dan 無 menunjukkan arti “tidak” dalam bahasa Indonesia.

d) Terjadinya transfer bahasa dan kurangnya pemahaman mahasiswa, ketika menerjemahkan bentuk penyangkalan, baik dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia, maupun sebaliknya.

Melihat dari hasil angket dan wawancara, hal ini disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya :

a) Terbatasnya buku sumber yang menjelaskan secara rinci mengenai penggujaan settougo 不 dan 無 .

b) Tidak adanya materi khusus dalam buku pembelajaran mengenai penggunaan settougo 不 dan 無 .

c) Kurangnya penjelasan dari dosen dalam pembelajaran di kelas mengenai penggunaan settougo 不 dan 無 .

d) Kurangnya intensitas penggunaan settougo 不 dan 無 dalam pembelajaran bahasa Jepang, khususnya di dalam kelas.

e) Kurangnya konsentrasi responden dalam menangkap maksud konteks kalimat.

f) Responden terlalu terburu-buru dalam menentukan jawaban yang tapat tanpa melihat konteks kalimat.

3. Untuk mengatasi kurangnya kompetensi tersebut, peran serta pengajar sangat diperlukan. Salah satu cara untuk menanggulangi kurangnya faktor


(2)

Sany Amalia, 2013

Analisis Kesalahan Penggunaan Settougo Fu- Dan Mu- Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Pada Mahasiswa Tingkat III Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Pendidikan Indonesia Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

a) Pengajar memberikan contoh-contoh kalimat settougo 不 dan 無 dengan metode yang mudah dipahami sehingga responden dapat melihat dengan jelas perbedaan penggunaannya.

b) Memberikan latihan kepada responden dengan membuat kalimat yang memakai settougo 不 dan 無 .

Selain peran serta pengajar, upaya tersebut tidak akan berhasil apabila tidak ada motivasi dari responden untuk mempertahankan pemahaman yang telah diperoleh. Hal yang dapat dilakukan responden diantaranya : a) Mengaplikasikan settougo 不 dan 無 dalam kegiatan pembelajaran,

misalnya dalam membuat kalimat ketika menulis sebuah karangan.

b) Sering membaca buku-buku penunjang mengenai settougo khususnya. Hal tersebut berguna agar responden dapat lebih sering menemukan contoh penggunaan dan penjelasan yang lebih mendetail mengenai settougo 不 dan 無 . Disamping itu juga dapat menambah wawasan pengetahuan bahasa Jepang.

Selain dilihat dari segi pengajar dan pembelajar, adapula upaya yang dapat dilakukan oleh keduanya untuk mengatasi kesalahan penggunaan settougo, yaitu dengan metode pengajaran remedi yang telah dipaparkan pada bab IV.

B. SARAN


(3)

a. Diperlukan adanya penjelasan yang lebih mendalam mengenai penggunaan settougo 不 dan 無 .

b. Memberikan referensi buku penunjang mengenai settougo 不 dan

, khusunya dalam menunjang perkuliahan bunpou atau sakubun.

2. Saran Untuk Pembelajar

a. Senantiasa berupaya menambah wawasan dengan mencari buku atau sumber lain yang relevan diluar buku handout yang digunakan dalam perkuliahan.

b. Lebih meningkatkan motivasi belajar, lebih berkonsentrasi pada perkuliahan, serta senantiasa melakukan pembelajaran mandiri di luar perkuliahan.

c. Lebih banyak mengaplikasikan penggunaan settougo, salah satunya adalah 不 dan 無 dengan menggunakannya ketika membuat kalimat.

3. Saran Untuk Peneliti Selanjutnya

a. Dalam penelitian ini penulis hanya membahas mengenai kesalahan yang muncul dalam penggunaan settougo Fu- dan Mu-, penyebab munculnya kesalahan tersebut, serta upaya mengatasi kesalahan penggunaannya. Untuk penelitian selanjutnya penulis menyarankan agar meneliti metode yang tepat untuk para pembelajar dalam


(4)

Sany Amalia, 2013

Analisis Kesalahan Penggunaan Settougo Fu- Dan Mu- Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Pada Mahasiswa Tingkat III Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Pendidikan Indonesia Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

b. Masih terdapat beberapa settougo yang dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya, karena penulis hanya mengambil dua buah settougo, yakni Fu- dan Mu-.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Ira Inayah R. 2009. Analisis Penggunaan Settougo Yang Bermakna Negatif Dalam Bahasa Jepang. Skripsi S1 pada FPBS UPI Bandung : tidak diterbitkan

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Asano, Tsuruko. 1994. Gaikokujin no Tame no Kihongo Yourei Jiten. Tokyo : Agency for Cultural Affairs (Bunkatei)

Danasasmita, Wawan dan Sudjianto. 1983. Pengantar Tata Bahasa Jepang. Bandung : BSC

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke Empat. Jakarta : Balai Pustaka.

George, H.V. 1972. Common Errors in Language Learning ; Insight From English. Massachusetts : Newbury House Publisher.

Guruupu Jamashi. 1998. Nihongo Bunkei Jiten. Kuroshio, Japan. Haruhiko, Kindaichi. 1989. Nihongo Daijiten. Japan : Kodansha Haruhiko, Kindaichi. 1979. Nihongo Hyakka Jiten. Japan : Sanseido Izuhara, Shouji. 1998. Ruigigo Tsukaiwake Jiten. Tokyo : Kenkyuusha Kiyoshi, Kobayashi, 1981. Kokugo Daijiten. Japan : Shogakukan

Matsumura, Akira. 2001. Nihongo Bunpou Daijiten. Tokyo : Meijishoshin.

Miyaji, Matatsuo dan Nitta, Yoshio. 1995. Nihongo Ruigigo Hyougen No Bunpu (Shita). Urawa : Kuroshio


(6)

Sany Amalia, 2013

Analisis Kesalahan Penggunaan Settougo Fu- Dan Mu- Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Pada Mahasiswa Tingkat III Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Pendidikan Indonesia Tahun Ajaran 2012/2013)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Norissh, John. 1983. Language Learners and Theirs Errors. London : The Macmillan Press.Ogawa, Masao. 1990. Nihongo Kyouiku Jiten. Tokyo : Taishukan Soten. Suratminto, Lilie, 1996. ―Remedial Class untuk Mahasiswa BIPA Tingkat Tengah

dan Lanjutan‖. Makalah Konferensi Internasional II Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA II) 29 Mei - 1 Juni 1996 di IKIP Padang.

Sudjianto dan Ahmad Dahidi. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta : Kesaint Blanc.

Sutedi, Dedi. 2009. Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang. Bandung : Humaniora. ___________. 2007. Nihongo no Bunpou ; Tata Bahasa Jepang Tingkat Dasar.

Bandung : Humaniora Utama Press (HUP).

___________. 2004. Dasar – dasar Linguistik Bahasa Jepang (Nihongo no Kiso). Bandung : Humaniora.

Tadao, Umesao dkk. 1995. Nihongo Daijiten. Japan : Kodansha

Tarigan, Henry dan Djago Tarigan. 2011. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung : Angkasa.

Verhaar. 2001. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Vance, Timothy. 2004. Prefiks dan Sufiks dalam Bahasa Jepang. Jakarta : Kesaint Blanc