KAJIAN BAHASA TUTUR RAGAM PRAMUWISATA : Studi Deskriptif Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Kegiatan Memandu Wisatawan oleh Mahasiswa Sekolah Tinggi Parawisata Bandung Tahun Ajaran 1996/1997.

1
/

KAJIAN BAHASA TUTUR RAGAM PRAMUWISATA
(Studi Deskriptif Penggunaan Bahasa Indonesia daiam Kegiatan
Memandu Wisatawan oleh Mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata

Bandung Tahun Ajaran 1996/1997)

TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pengajaran Bahasa Indonesia

Oleh

Drs. Daeng Noerdjamal Ardiwinata
NIM 9332086 / Angkatan 11IXXV

PROGRAM PASCASARJANA


INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1998

Lembar Persetujuan

DISETUJUI UNTUK UJIAN TAHAP H
Oleh

Pembimbing !.

Prof.Dr. H. Ahmad Slamet Hardjasudjana,MA,M.Sc

Pembimbing II.

Dr.H. Fuad Abdul Hamied. M.A.

Bidang Studi Pengajaran Bahasa Indonesia
Program Pascasarjana


Institut Keguruan dan llmu PendididKan
Bandung
1998

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

UCAPAN TERIMA KASIH.
DAFTARISI

BAB 1

BAB 2

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah


1

1.2

Rumusan Masalah

9

1.3

Batasan Masalah

10

1.4

Tujuan Penelitian

11


1.5

Pentingnya Penelitian

12

1.6

Manfaat Penelitian

13

1.7

Asumsi

13

1.8


Definisi Operasional

14

PENGGUNAAN RAGAM BAHASA

2.1

Penggunaan Bahasa

17

2.1.1

17

Definisi Bahasa

2.1.2 Fungsi Bahasa


20

2.1.3 Prinsip Bahasa....

24

2.1.4 Ragam Bahasa

26

2.1.4.1 Bahasa Lisan dan Tulisan

26

2.1.4.2 Bahasa Baku dan Nonbaku

27

2.1.4.3 Dialek dan Register


31

2.1.4.4

33

Penggunaan Ragam Bahasa

V!

2.2

BAB 3

STP Bandung Sebagai Latar Penelitian

37

2.2.1 Sejarah Singkat


37

2.2.2 Jurusan dan Program Studi

38

2.2.3 Fasilitas Penunjang

40

2.2.4

41

Praktik Memandu Wisatawan

2.3

Pengertian Dasar Pariwisata


43

2.4

Jasa Pramuwisata dalam Industri Pariwisata

45

2.4.1

45

Pengertian Pramuwisata

2.4.2 Tugas Pokok Pramuwisata

47

2.4.3 Persyaratan Pramuwisata


50

2.4.4 Penggolongan Pramuwisata

51

2.4.5 Jenis Pemanduan Wisata

52

2.5

Komunikasi dalam Pemanduan....

53

2.6

Bahasa dalam Pemanduan


54

2.6.1

54

Ragam Bahasa Pramuwisata

2.6.2 Situasi Pemanduan

55

2.6.3 Fungsi Komunikasi

56

2.6.4 Kebahasaan

58

2:6.5 Kriteria Penilaian Pramuwisata

59

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Pendekatan

61

3.2

Fokus Penelitian

63

3.3

Teknik Pengumpulan Data

63

3.4

Instrumen Penelitian

64

3.5

Langkah-langkah Penelitian

65

3.6

Pengolahan Data

67

a. Pengumpulan Data

67

BAB 4

b. Pengelompokan dan Pemilahan Data

69

c. Teknik Penganalisisan Data

69

d. Penafsiran Data

72

DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

4.1. Deskripsi Kegiatan Pramuwisata

4.1.1

74

Deskripsi Kegiatan Pramuwisata A

75

4.1.2 Deskripsi Kegiatan Pramuwisata B dan C

76

4.1.3 Deskripsi Kegiatan Pramuwisata D,E, dan F

78

4.1.4 Deskripsi Kegiatan Pramuwisata G

80

4.1.5 Deskripsi Kegiatan Pramuwisata H dan 1

81

4.1.6 Deskripsi Kegiatan Pramuwisata J,K.dan L

83

4.1.7 Deskripsi Kegiatan Pramuwisata M dan N

85

4.1.8 Deskripsi Kegiatan Pramuwisata O dan P

66

4.1.9 Deskripsi Kegiatan Pramuwisata Q, R, dan S

88

4.1.10 Deskripsi Kegiatan Pramuwisata T dan U

89

4.1.11

Deskripsi Kegiatan Pramuwisata V

90

4.1.12 Deskripsi Kegiatan Pramuwisata W dan X...

92

4.2. Analisis Ragam Bahasa Pramuwisata
4.2.1

94

Analisis Pramuwisata A

95

4.2.2 Analisis Pramuwisata H

101

4.2.3 Analisis Pramuwisata K

105

4.2.4 Analisis Pramuwisata L

107

4.2.5 Analisis Pramuwisata W.:

110

4.2.6 Analisis Pramuwisata R

112

4.2.7 Analisis Pramuwisata D

114

4.2.8 Analisis Pramuwisata P

117

4.2.9 Analisis Pramuwisata 0

118

4.2.10 Analisis Pramuwista

120

VI11

V

4.3

Pembahasan Hasil Analisis Ragam Bahasa
Pramuwisata

122

4.3.1

Hasil

122

a.

Kekhasan RBP

122

b.

Kemampuan Memandu

124

c.

Fungsi Komunikasi

125

4.3.2

4.4

4.5

4.6

BAB 5

Pembahasan

126

4.3.2.1 Analisis Fonologi RBP

126

4.3.2.2 Analisis Morfologi

133

4.3.2.3 Analisis Diksi

138

4.3.2.4 Analisis Sintaksis

148

Kemampuan Pramuwisata

151

4.4.1

155

Keterampilan berbicara

4.4.2 Penguasaan Objek

156

4.4.3 Keterampilan Memandu

158

Fungsi dan Sistematika Komunikasi Pemanduan

158

4.5.1

Fungsi Komunikasi

158

4.5.2

Sistematika Pemanduan

160

4.5.2.1 Pembuka Pemanduan

160

4.5.2.2 Intisari Pembukaan

162

4.5.2.3 Penutupan Pemanduan

164

Kekhasan Ragam Bahasa Pramuwisata

166

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

5.1

Simpulan

169

5.2

Implikasi

174

5.3

Rekomendasi

175

DAFTAR PUSTAKA

177

RIWAYATHIDUP

179

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Pramuwisata

181

Lampiran 2 Transkipsi Ragam Bahasa Pramuwisata

182

BAB1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seiring dengan pengembangan sektor pariwisata oleh pemerintah,
kita melihat adanya hubungan yang erat antara pariwisata, ekonomi, politik,
hankam, sosial- budaya. dan peran bahasa Indonesia yang merupakan

bagian integral kebudayaan

bangsa Indonesia. Perkembangan pariwisata

suatu negara terkait erat dengan stabilitas politik, perkembangan sosial
ekonomi, dan tak terkecuali sektor pendidikannya.
Negara

yang

tidak

mapan

stabilitas

ekonomi,

politik,

dan

keamanannya mustahil bisa mengembangkan sektor pariwisata dengan baik,
terutama bila kehadiran wisatawan mancanegara (Wisman) menjadi salah
satu targetnya (Soedarman,1995).

Perang Teluk 1991, tragedi PDI 27 Juli 1996, dan peristiwa Trisakti 12

Mei 1998, misalnya, terbukti berpengaruh pada menurunnya minat pemodal
dan jumlah kunjungan Wisman ke Indonesia. Tahun 1995 kasus diare di Bali

yang dialami beberapa orang wisatawan asal Jepang ternyata berakibat

buruk. Ribuan wisatawan Jepang mendadak membatalkan kunjungannya ke
Indonesia. Demikian juga halnya dengan tingkat huni kamar hotel pada

semester I 1998 yang merosot drastis sehingga berkisar 10 -30% ( Berita

malam TVRI, 11 Juli 1996; Republika, 1996:4, Buletin SCTV, 8 Juni 98).
Sementara itu perkembangan pariwisata berpengaruh pula pada

sektor pendidikan terutama berkaitan dengan upaya pengadaan tenaga kerja
terdidik dan terampil.

Keperluan akan tenaga terampil dan terdidik sektor jasa pariwisata menuntut
dibuka dan dikembangkannya lembaga pendidikan kepariwisataan, baik

tingkat sekolah menengah maupun pendidikan tinggi, misalnya, akademi dan
sekolah tinggi pariwisata.

Kurikulum pendidikan kepariwisataan dengan sendirinya mengacu
pada kebutuhan pasar agar para lulusannya siap pakai dengan kualitas
memadai. Tenaga terampil sektor pariwisata, salah satu syaratnya hams
menguasai keterampilan berbahasa untuk kepentingan kontak-berkomu-

nikasi dengan wisatawan. Dengan demikian, pelajaran bahasa pada lembaga
pendidikan kepariwisataan memiliki tempat yang penting dan strategis di
samping pendidikan vokasional.

Dalam konteks yang lebih luas, peran bahasa bagi kelangsungan

hidup suatu bangsa sangat dominan dan menentukan. Ketahanan budaya

suatu bangsa pun akan hancur tanpa adanya ketahanan bahasa yang
berfungsi sebagai penyangga budaya dan merupakan salah satu jati diri
bangsa yang bersangkutan.

Bahasa Indonesia adalah pembentuk, penyangga, pengembang, dan
pelestari kebudayaan nasional Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, bahasa
merupakan unsur identitas bangsa yang bersifat mempersatukan. Bahasa

Indonesia

memungkinkan

orang

Indonesia

mengenal

jati

dirinya,

menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan menjadi dewasa. Dengan
kata lain, bahasa beraspek komunikatif, edukatif, dan koordinatif, sekaligus
mempunyai peran dan fungsi yang khas dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bemegara, serta dalam pembentukan dan pengembangan
kebudayaan
ketahanan

itu

sendiri.

budaya

Dengan

merupakan

demikian,
unsur

dapat

ketahanan

ditegaskan
nasional

bahwa
dan

itu

dimanifestasikan dalam kesetiaan dan kebanggaan berbahasa Indonesia

(Lemhanas, 1996:2,10).

Karena itu, upaya pengembangan pariwisata

Indonesia dengan sendirinya hams bersungguh- sungguh memperhatikan

dan menempatkan kenyataan peran, kedudukan, dan fungsi strategis bahasa
Indonesia, baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara
bagi bangsa Indonesia. Bila tidak demikian,dikhawatirkan pengembangan
pariwisata akan berdampak negatif menjauhkan bahasa Indonesia dari

bangsanya.

Bila kekhawatiran itu terjadi. akibat jangka panjangnya pun

mudah diduga, pemeo lama "bahasa menunjukkan bangsa" itu akan hilang,
akan menjadi

pemeo yang tak lagi dikenal oleh bangsa kita, sekaligus

menjadi pertanda hilangnya eksistensi bahasa Indonesia bagi bangsa
Indonesia.

Pengembangan kepariwisataan Indonesia tidak boleh mengabaikan

pengembangan dan pemanfaatan potensi bahasa Indonesia sebagai salah
satu sarana penunjang pengembangan kebudayaan Indonesia. Menurut

Koentjaraningrat (1994:16) bila pengembangan pariwisata tidak memperhatikan aspek kebudayaan (nasional, bahasa Indonesia termasuk di dalamnya)
dalam jangka panjang akan sangat memgikan bahkan akan menurunkan
(degrade) derajat kebudayaan itu sendiri. Hal ini, cepat atau lambat akan
merupakan salah satu penyebab yang menghancurkan keberadaan bangsa

itu dalam

percaturan

kebudayaan

bangsa

-

bangsa

dunia.

Sebab

sesungguhnya, "Dalam pariwisata yang dijual kepada para wisatawan itu
adalah lingkungan itu sendiri, ter-masuk faktor kesenian, kebudayaan, dan
bahasa di dalamnya (sumarwoto, 1993:14).

Bahasa sebagai alat bergaul sangat dominan dalam peri kehidupan
manusia. Tanpa bahasa manusia yang satu dengan yang lain tidak akan

saling mengenal. Dengan adanya bahasa saja manusia masih suka saling

menjegal, apa lagi kalau tanpa bahasa. Tanpa bahasa komunikasi dan
kontak manusiawi tidak akan terjadi dengan baik. Tanpa adanya peran
bahasa pariwisata pun tidak akan berarti (Yoeti, 1984:4)..

Pengembangan
menempatkan

peran

proporsional. Jadi,

pariwisata
bahasa

Indonesia,

(daerah,

pengembangan

tidak

Indonesia,

bisa
dan

tidak,
asing)

hams
secara

pariwisata Indonesia mutlak hams

menempatkan dan mempertimbangkan secara proporsional keberadaan

bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa nasional dan sebagai
bahasa negara,

sebagaimana diamanatkan jiwa- semangat

Sumpah

Pemuda 28 Oktober 1928 dan pasal 36 UUD 45. Hal ini berarti bahwa

pengembangan pariwisata itu relevan dan sejalan dengan amanat GBHN.
Sebab bila kita memperhatikan GBHN 1983 - 1993, tujuan pengembangan
pariwisata Indonesia itu jelas - jelas merupakan kelanjutan dan perwujudan

nyata dari upaya mempertahankan dan menjelmakan semangat sumpah
pemuda dan jiwa UUD 1945 (Wahab, 1990:56).

GBHN 1993> bidang ekonomi subpahwisata, butir c mengamanatkan bahwa,
c. Pengembangan pariwisata Nusantara dilaksanakan sejalan dengan
upaya memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa, serta menanamkan
jiwa, semangat, dan nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka lebih
memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional, terutama dalam
bentuk penggalakan pariwisata remaja dan pemuda dengan lebih
meningkatkan
kemudahan
dalam
memperoleh
pelayanan
kepariwisataan.

Walaupun GBHN tidak eksplisit menyebut bahasa Indonesia, tetapi
dapat dipahami peran bahasa Indonesia tetap penting dan sama sekali tidak

bisa diabaikan dalam pengembangan pariwisata khususnya dan dalam
pelaksanaan

pembangunan

nasional

pada

umumnya,

sebab

upaya

memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa itu tidak mungkin terjadi dan tidak
akan berhasil dengan baik tanpa memperhatikan keberadaan bahasa

Indonesia dan upaya menumbuhkan sikap positif serta rasa cinta dan
bangga pada bahasa Indonesia itu sendiri.

Bukti dan arti strategis bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia

termasuk dalam konteks pengembangan pariwisata nasional dapat dilihat,

misalnya, dari kedudukannya sebagai bahasa nasional yang berfungsi

sebagai alat pemersatu bangsa, alat komunikasi antarbudaya / suku bangsa,
lambang identitas nasional, lambang kebanggaan nasioral, dan sarana
pengembangan kebudayaan nasional. (Halirn, 1980).

Lebih tegas dan jelas Suryanegara (1995:116) menyatakan bahwa

Suatu hal yang pantas kita renungkan adalah kesempatan para
pendahulu Rl memikirkan masalah bendera dan bahasa pada Bab
XV. Pasal 35 dan 36 menyatakan bendera Negara adalah Merah Putih
dan bahasa Negara adalah bahasa Indonesia. Ternyata. masalah
bahasa tidaklah sederhana dari kaca mata perjuangan. (merebut,
mempertahankan, dan mengisi) kemerdekaan. Kalau kita sekarang
ingin meningkatkan kualitas bangsa, tidak mungkin melupakan
pembinaan bahasa. Rusaknya bahasa suatu
keruntuhan budaya pemilik bahasa tersebut.

bangsa,

berarti

Secara sosiologis, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan adat istiadat,

bahasa daerah, pandangan hidup, serta agama yang berbeda-beda.

Perbedaan ini ternyata dapat memperkuat kepribadian dan kebudayaan
bangsa.

Sekolah Tinggi

Pariwisata (STP)

Bandung sebagai

salah satu

lembaga pendidikan tinggi pariwisata terkemuka di tanah air,
sepantasnya menjadi perintis

sudah

dan pelopor dalam menjadikan bahasa

Indonesia sebagai "bahasa pariwisata". Di samping menjadikan bahasa
Indonesia sebagai bahasa pengantar dan salah satu mata pelajaran wajib,
termasuk harus juga memelopori penggunaan bahasa Indonesia sejajar
dengan bahasa asing yang idealnya digunakan dalam seluruh kegiatan

proses pendidikan, misalnya, dalam praktik reservasi tamu hotel, penjualan
tiket, dan memandu wisatawan.

Secara lebih khusus dan kongret, Dirjen Pariwisata dalam Seminar
Nasional VI Bahasa dan Sastra yang diselenggarakan Himpunan Pembina

Bahasa Indonesia (HPBI) mengemukakan bahwa sudah saatnya kita
memikirkan dan menempatkan bahasa (-bahasa di Indonesia) sebagai salah
satu unsur daya tarik atau pesona pariwisata Indonesia. Sebab tidak sedikit

wisatawan yang datang ke suatu tujuan wisata dengan minat khusus
termasuk para ilmuwan dan peneliti bahasa.

Kebijakan seperti itu bukan saja baik tetapi betul-betul sejalan dengan
kebijakan

pemerintah

penyelenggaran

STP

yang

dengan

Bandung

kepariwisataan milik pemerintah.

sendirinya

sebagai

lembaga

menjadi

landasan

pendidikan

tinggi

Peraturan perundang-undangan yang dengan tegas mengisyaratkan
pentingnya bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia itu, misalnya, pasal 36

UUD 1945; pasal 41, Undang-Undang No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional;
Pariwisata

Pasal 1 ayat (2)
Nomor

Keputusan Menteri

Kep-21/U/IV/1980,

tentang

Perhubungan,

Ketentuan

Dirjen

Pelaksanaan

Persyaratan Tugas Pemimpin Perjalanan Wisata dan Pramuwisata: dan

Statuta STP Bandung 1995 sendiri, serta program pemerintah Gerakan
Disiplin Nasional (GDN) yang dicanangkan Presiden Soeharto, 20 Mei 1995 .

Semua

peraturan/k ibijakan

pemerintah

itu,

pada

intinya

menggariskan dan memberi arahan agar bahasa Indonesia digunakan tidak

hanya sebagai bahasa resmi yang diajarkan dan digunakan secara resmi
pada semua jenis dan jenjang, pendidikan tetapi juga dalam semua proses
pendidikan, termasuk dalam berbagai kesempatan penggunaan bahasa di
luar jam pelajaran di sekolah.

Lebih khusus berikut ini dikutipkan pasal 1 ayat (2)

Keputusan

Dirjenpar NO.21/U/IV/80 , bab I tentang Persyaratan, Hak, dan Kewajiban
Pemimpin Perjalanan Wisata dan Pramuwisata, sebagai berikut:
(2) Untuk menjadi pramuwisata harus dipenuhi syarat-syarat:
a. warga Negara Indonesia;

b. umur serendah-rendahnya 20 tahun;

c.

menguasai

bahasa Indonesia dan salah satu

bahasa asing

dengan lancar;
d. menguasai pengetahuan tentang objek-objek wisata dan ketentuan
e.

mengenai perjalanan wisata;

f.

sehat fisik dan mental;

g. berkelakuan baik; dan

h. memiliki sertifikat tanda pengenal Pramuwisata.
Dari kutipan di atas jelas bahwa seorang pramuwisata sangat dituntut
kemampuannya dalam berbahasa Indonesia dan salah satu bahasa a;,ing.
Kemampuan ini akan mereka peroleh melalui proses penoidikan dan
pelatihan yang terstruktur dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah

Fokus penelitian ini adalahu adalah ragam bahasa pramuwisata yaitu
penggunaan bahasa Indonesia tutur/lisan oleh mahasiswa Sekolah Tinggi

Pariwisata Bandung, jurusan Manajemen Usaha Perjalanan Wisata, dalam
kegiatan praktik memandu wisatawan.

Permasalahan dalam penelitan ini lebih rinci penulis rumuskan
dengan pertanyaan berikut ini.

a.

Bagaimanakah kemampuan mahasiswa STP Bandung dalam kegiatan
memandu wisatawan;

b. Bagaimana karakteristik/kekhasan ragam bahasa pramuwisata
mahasiswa STPB;

c.

Fungsi komunikasi apa yang terdapat dalam ragam bahasa pramuwisata
mahasiswa STP Bandung;

d.

Pesan komunikasi apa yang terkandung dalam tuturan ragam bahasa
pramuwisata mahasiswa STPB.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dsn perumusan masalah seperti terurai di
atas, penulis memandang perlu menentukan pembatas atau ruang lingkup
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

Pembicaraan mengenai kemampuan mahasiswa STP Bandung dalam
memandu wisatawan akan meliputi tiga aspek penilaian, yaitu
atas:

penilaian

(1) keterampilan bertutur-berbicara./ berkomunikasi para mahasiswa,

(2) kemampuan penguasaan informasi objek/atraksi wisata oleh mahasiswa,
dan (3) penilaian atas penguasaan teknik pemanduan / teknik memandu
wisatawan oleh mahasiswa.

Pembicaraan tentang karakteristik atau kekhasan ragam bahasa
pramuwisata yaitu ragam bahasa tutur yang digunakan mahasiswa STP
dalam kegiatan memandu wisatawan itu akan meliputi penjelasan mengenai

karakteristik/kekhasan fonologi,

morfologi,

leksis,

dan

sintaksis

ragam

bahasa pramuwisata.

Penilaian mengenai kemampuan berbahasa tutur mahasiswa, dibatasi
pada teknik dan kriteria penilaian yang

berlaku di STP Bandung dalam

rangka menilai kemampuan mahasiswa dalam kegiatan praktik memandu

wisatawan. Penilaiannya dilakukan oleh tim penilai yang terdiri atas tiga

orang dengan menggunakan format penilaian yang berlaku. Ketiga penilai itu
masing bertugas menilai kemampuan mahasiswa dalam berkomunikasi lisan,

penguasaan informasi objek wisa'.a, dan penguasaan teknik memandu
wisatawan.

Pembahasan
pramuwisata

mengenai

fungsi

komunikasi

ragam

bahasa

dibatasi untuk mengetahui fungsi apa saja yang terkandung

dalam tuturan mahasiswa dalam kegiatan pemanduan itu; sedangkan kajian
mengenai isi/pesan yang terkandung dalam bahasa tutur dibatasi dalam hal

pengisahan, pemaparan, dan penjelasan, serta penegasan/penguatan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan

yang

mendeskripsikan:

ingin

dicapai

melalui

penelitian

ini

adalah

untuk

a. kemampuan

mahasiswa

STP

Bandung dalam

kegiatan

memandu

wisatawan yang meliputi keterampilan bertutur mahasiswa, penguasaan
informasi objek wisata, dan penguasaan teknik pemanduan.

b. kekhasan ragam bahasa pramuwisata mahasiswa STP Bandung yang
meliputi aspek fonologi, morfologi, leksis, dan sintaksis.

e. fungsi komunikasi ragam bahasa pramuwisata mahasiswa STP Bandung.

1.5 Pentingnya Penelitian

Pentingnya penelitian ini terutama bagi kepentingan guru/pengajar
bahasa Indonesia khususnya dan umum bagi pengajar bahasa di STP

Bandung, serta diharapkan juga bermanfaat bagi para gum bahasa
Indonesia pada lembaga pendidikan kepariwisataan pada umumnya.
Informasi tentang kemampuan bertutur mahasiswa dalam memandu

wisatawan
pemanduan)

sangat diperlukan oleh para pengajar ( bahasa dan teknik
dalam

hal

mengemas

materi

dan

menentukan

teknik

pembelajarannya. Demikian pula dengan informasi tentang karakteristik

/kekhasan ragam bahasa pramuwisata mahasiswa dapat dijadikan acuan
dalam mengajarkan bahasa (Indonesia) untuk pramuwisata dan lebih-lebih

sebagai titik tolak dilakukanya penelitian lanjutan dengan lingkup yang lebih
luas.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa,

a. informasi tentang kemampuan para mahasiswa STP Bandung dalam

praktik memandu wisatawan. Informasi ini diharapkan dapat dijadikan
ancangan

oleh

guru

bahasa

dan

teknik

pemanduan

dalam

pengembangan materi kuliah dan strategi pem-belajarannya.

b. deskripsi ragam bahasa pramuwisata

mahasiswa STP Bandung yang

digunakan dalam kegiatan memandu wisatawan;

c. deskripsi fungsi komunikasi ragam bahasa pramuwisata mahasiswa
STPB.

1.7 Asumsi

Penelitian ini bertolak dari beberapa asumsi sebagai berikut.

a. Para.mahasiswa dapat dengan mudah menguasai keterampilan bertutur
melalui latihan atau praktik memandu wisatawan yang dilakukan secara
sistematis dan berencana .

b. Para mahasiswa yang sudah mendapatkan kuliah bahasa

dan teknik

mamandu wisatawan sudah selayaknya mampu memadukan kedua

pengetahuan teoretik itu dalam praktik memandu wisatawan.
c. Bahasa Indonesia layak digunakan dalam kegiatan memandu wisatawan

sejajar dengan bahasa asing seiring dengan kebutuhan pasar.

14

d. Pramuwisata sebagai sebuah profesi yang mengandalkan penguasaan
bahasa

sebagai

salah

satu

syaratnya

dengan

sendirinya

akan

menampilkan ragam bahasa tersendiri yang berbeda dengan ragam
bahasa lainnya.

e. Para pramuwisata yang dalam proses pendidik- annya mempelajari
beberapa bahasa merupakan dwibahasawan yang dalam kegiatan
berbahasa Indonesianya akan dipengaruhi bahasa lainnya baik berupa
alih kode, campur kode, maupun interferensi.

f. Kegiatan berwisata merupakan kegiatan orang untuk bersantai karena itu
ragam bahasa yang digunakannya pun ragam santai.

1.8 Definisi Operasional

Sehubungan dengan penelitian berjudul "Kajian Bahasa Tutur Ragam
Pramuwisata ( Studi Deskrptif Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Kegiatan
Memandu Wisatawan oleh Mahasiswa STP Bandung tahur> ajaran
1996/1997)" ini ada beberapa istilah yang hams dijelaskan agar diperoleh
kesamaan persepsi dan pemahaman antara penulis/ peneliti dengan para
pembacanya.

Kajian bahasa tutur yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah bahasa

Indonesia yang digunakan oleh para pramuwisata mahasiswa STPB yang
dikaji meliputi: morfologi, diksi, dan sintaksis.

15

Pramuwisata yang dimaksud dalam penelitian ini adalah para mahasiswa

STPB jurusan Manajemen Usaha Perjalanan Wisata semster V tahun
1996/1997 yang melakukan kegiatan memandu wisatawan.

Ragam bahasa pramuwisata adalah ragam bahasa Indonesia yang
digunakan oleh para mahasiswa STPB dalam kegiatan memandu wisatawan.

Mahasiswa STP Bandung : adalah mahasiswa semester V jurusan
Manajemen Usaha Perjalanan Wisata yang menggunakan bahasa Indonesia
lisan dalam kegiatan praktik memandu wisatawan.

Kegiatan memandu wisatawan adalah praktik memandu wisatawan

(kontak pemandu wisata dengan wisatawan dalam

konteks)

berwisata

keliling kota Bandung yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai media
tuturnya.

Dengan demikian secara garis besar penelitian

ini

akan

mengungkapkan dua hal yaitu bagaimana kemampuan memandu wisatawan

para mahasiswa STP Bandung dan bagaimana karakteristik ragam bahasa
pramuwisata mahasiswa STP Bandung itu.

Dalam kemampuan memandu

wisatawan akan terungkap tiga hal yaitu keterampilan berbicara para
mahasiswa,

penguasaan informasi objek/rute wisata mahasiswa,

dan

penguasaan teknik pemanduan. Sedangkan pembahasan ragam bahasa

pramuwisata akan mengemukakan dua hal yaitu pertama, karakteristik

ragam bahasa pramuwisata yang meliputi ciri: fonologi, morfologi, leksis, dan
sintaksis; kedua, fungsi komunikasi ragam bahasa pramuwisata.

Perlu

dijelaskan

di

sini

bahwa

sesuai

dengan

kurikulum

pendidikannya, mahasiswa program Diploma III, jurusan Manajemen Usaha
Perjalanan Wisata STP

Bandung, pada semester III dan V, selain harus

mengikuti ujian tengah dan akhir semester tertulis

teori teknik memandu

wisata juga menjalani ujian tengah dan akhir semester praktik memandu
wisatawan.

Ujian praktik ini dilaksanakan setelah mereka mendapatkan kuliah
teori Teknik Memandu' Guiding technique pada semester II, III. dan V;

mendapatkan

pelajaran bahasa Inggris, Jepang atau Perancis pada

semester I, II, III, dan V; dan mendapatkan peajaran bahasa Indonesia pada
semester II, dan III. Ujian praktik memandu wisatawan itu dilakukan dalam

kegiatan wisata yang diberi nama paket "Wisata Sehari Keliling Kota

Bandung". Perlu dijelaskan bahwa kegiatan wisata sehari keliling kota
Bandung ini dikemas dalam beberapa paket wisata dengan urutan rute dan

objek kunjungan yang berbeda-beda. Misalnya ada paket wisata yang
menjadikan ITB sebagai objek kunjungan pertama dan Cihampelas sebagai
objek kunjungan terakhir. Ada juga paket wisata yang menjadikan Pusat Jins

Cihampelas

sebagai

kunjungan

pertama

dan

Saung

Angklung Ujo

Ngalagena sebagai objek kunjungan terakhir. Paket wisata yang dipilih
dalam penelitian ini adalah paket wisata pertama dengan rincian tugas tugas
pemanduannya sebagaimana disajikan pada Tabel 1, terlampir.

?y
LU ^

•g.03

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan serba singkat metodologi penelitian yang

meliputi pedekatan, fokus penelitian penelitian, teknik pengumpulan data,
teknik penganalisisan dan penafsiran data, dan instrumen pengumpul data

yang digunakan, serta langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan
penelitian.
3 1 Pendekatan

Bertitik tolak dari permasalahan, rumusan masalah, dan tujuan penelitian

yang ingin dicapai, peneliti dalam penyusunan tesis berjudul "Kajian Bahasa
Tutur Ragam Pramuwisata Mahasiswa STP Bandung (Studi Deskriptif

Penggunaan Bahasa Indonesia oleh Mahasiswa STP Bandung dalam Kegiatan
Memandu Wisatawan) ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan Kualitatif digunakan dengan tujuan untuk mengungkapkan

data lapangan apa adanya dan menghubungkan sebab akibat terhadap
sesuatu yang terjadi pada saat penelitian dilakukan sehingga diperoleh

gambaran kenyataan yang sebenarnya sehubungan dengan objek yang sedang
diteliti.

Nasution (1988:9-12) menjelaskan karakteristik pendekatan kualitatif
sebagai berikut,

61

62

a. Sumber data adalah situasi nyata yang wajar atau natural setting:
b. Peneliti sebagai instrumen penelitian;

c. Sangat deskriptif; mementingkan proses maupun produk;Mengutakan
data langsung atau first hand;
d. Mencari makna di belakang

e. kelakuan atau perbuatan sehingga dapat memahami masalah atau
situasi;

g. Triangulasi, yaitu memeriksa kebenaran data dari sumber lain:
h. Menonjolkan rincian kontekstual;

i. Subjek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti;
j. Mengutamakan perspektif emic, artinya mementingkan pandangan
responden, yakni bagaiamana ia memandang dan menafsirkan dunia
dari segi pendiriannya;

k. Sampling yang purposif;

1. Menggunakan audit trail, yakni mengikuti jejak atau melacak apakah
laporan sesuai dengan data yang dikumpulkan;
m. Partisipasi tanpa menggangu; dan

n. Mengadakan analisis sejak awal penelitian.

Data yang peneliti himpun dengan berbagai instrumen kemudian

dideskripsikan dan dianalisis.

Bogdan dan Biklen (1982:58)

menjelaskan

bahwa dalam metode kualitatif itu dikenal tiga jenis studi kasus.

Pertama, Historical organization case studies, yaitu studi yang memfokuskan

perhatian pada suatu organisasi dalam kurun waktu tertentu; kedua,
observational case studies, yaiu studi yang memusatkan perhatian pada

observasi partisipan, dan fokus studinya adalah suatu organisasi (sekolah,

pusat rehabilitasi) atau beberapa segi organisasi seperti ruang kelas, ruang
guru, kafetaria. Ketiga, life history case studies, yaitu studi yang memusatkan
perhatian pada riwayat hidup seseorang.

Bila didasarkan pada tiga pola studi kasus seperti tersebut di atas, maka

penelitian ini termasuk pada pola kedua yaitu studi kasus tipe observasional
case studies. Penelitian ini terpusat pada observasi partisipan partisipatif
dengan bahasa tutur/lisan yang digunakan mahasiswa STP Bandung dalam
kegiatan memandu wisatawan sebagai fokus utamanya.
3.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini berupa bahasa lisan ragam pramuwisata, yaitu

rekaman tuturan/bahasa lisan
studi

Manajemen

Usaha

10 orang mahasiswa STP Bandung program

Perjalanan Wisa yang terlibat dalam kegiatan

memandu wisatawan pada tahun akademik 1996/1997.

Penetapan atau

pemilihan rekaman bahasa tutur .10 orang Mahasiswa sebagai data utama

penelitian ini dilakukan dengan cara mengundi
Bandung, jurusan Manajemen

Usaha

24 orang mahasiswa STP

Perjalanan Wisata

yang

terlibat

memandu wisatawan pada tahun ajaran 1996/1997.
3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara merekam dan

mentranskripsikan bahasa lisan itu sehingga menjadi data wacana tertulis yang
akan memudahkan peneliti melakukan analisis. Selain data rekaman tuturan

64

pramuwisata yang telah ditranskripsikan, data lainnya adalah berupa nilaiyang

diperoleh para mahasiswa dalam praktik memandu wisatawan. Penilaiannya
dilakukan oleh tim penilai yang terdiri dari tiga orang penilai. Ketiga orang

penilai

itu

penguasaan

masing-masing
informasi

bertugas

objek wisata,

menilai
dan

keterampilan

penguasaan

berbicara,

teknik memandu

wisawan.
3.4 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, instrumen utama adalah peneliti itu sendiri.

Selain peneliti sebagai instrumen, peneliti pun menggunakan alat perekam
taperecorder, formulir penilaian, dan formulir observasi peneliti, serta pedoman
wawancara.

Formulir penilaian diadaptasi dari formulir penilaian yang sudah biasa

digunakan dalam setiap pelaksanaan penilaian praktik memandu wisatawan di
STP Bandung; sedangkan formulir observasi peneliti sengaja peneliti buat
untuk kepentingan penelitian ini, Contoh formulir itu dapat dilihat pada
lampiran.

Pengamatan yang dilakukan sendiri oleh peneliti dimaksudkan untuk
mendapatkan data lapangan berupa kenyataan objektif sikap dan keterampilan

berbahasa para mahasiswa dalam kegiatan memandu wisatawan. Sedangkan
penilaian

yang

dilakukan

oleh

tiga

orang

penilai

bertujuan

menilai:

65

keterampilan berbahasa, penguasaan objek wisata, dan penguasaan teknik
pemanduan seluruh peserta yang bertindak sebagai pemandu wisatawan.
Penilaian yang dilakukan tim penilai meliputi kemampuan berbahasa
lisan, penguasaan objek wisata, dan teknik memandu. Penilaian kemapuan
bertutur ditekankan pada sistematika tuturan, kontak mata, kejelasan ucapan,

dan sopan santun, serta kekomunikatifan. Sedangkan kemampuan teknik
memandu ditekankan pada aplikasi teknik pemanduan, urutan pelaksanaan

pemanduan mulai dari membuka

memperkenalkan diri, cara menyapa

wisatawan, cara memulai dan mengakhiri pemanduan, serta kelancarannwa

dalam bertutur dengan wisatawan. Penilaian atas penguasaan objek wisata
ditekankan

pada

kebenaran

informasi

yang

disampaikan

dan

urutan

penyampaian infomasi objek yang dimulai dari nama, legenda, dan nilai
historjs,jserta kenyataan aktual objek wisata yang diperkenalkan. Pengamatan
atau observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah untuk mengetahui keragaman kosa kata pemanduan, misalnya, untuk mengetahui frekuensi pemakaian
kosa kata baku, tidak baku, kosa kata yang berasal dari bahasa daerah, dan

kosa kata dari bahasa asing, serta pemakaian kosa kata yang barangkali tidak
dipahami oleh peserta.

3.5 Langkah Penelitian

Secara garis besar pelaksanaan penelitian ini melalui tiga tahapan yaitu
persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan.

Persiapan penelitian yang dilakukan peneliti berupa penjajakan

lapangan, berkonsultasi dengan Ketua Program Studi, para pengajar teknik
pemanduan.

mengajukan proposal penelitian untuk mendapatkan izin

penelitian dari pimpinan STPB, dan melakukan observasi atas pelaksanaan

simulasi praktik memandu wisatawan yang diikuti para mahasiswa praktikan di
bawah bimbingan dosen yang mengajarkan Teknik Pemanduan. Observasi

peneliti lakuKan baik terhadap pelaksanaan simulasi yang berlangsung di ruang
kelas maupun di dalam bis praktik dan dalam pelaksanaan praktik memandu
wisata yang sebenarnya.

Dari Kegiatan observasi itu penulis berharap mendapat gambaran

lengkap teniang pelaksanaan praktik memandu wisatawan yang pada dasarnya
menuntut para mahasiswa mampu memadukan pengetahuan tentang objek
wisata, penguasaan teknik memandu wisatawan, dan keterampilan berbahasa
lisan. Bahasa yang digunakan dalam praktik memandu itu adalah bahasa
Inggris, Jepang, Perancis, dan bahasa Indonesia.

Penggunaan bahasa Indonesia dalam kegiatan praktik memandu
wisatawan merupakan kegiatan yang bam dilaksanakan dua tahun terakhir ini.

Sebelumnya bahasa Indonesia hanya digunakan dalam pengantar kegiatan
simulasi pemanduan.

PelaKsanaan penelitian yang sebenarnya bam dilakukan pada
pelaksanaa- wisata sehari keliling kota Bandung yang berlangsung pada hari

67

Kamis, tanggal 19 Desember 1996 dan dilanjutkan 7 April 1997. Pada saat

itulah para mahasiswa melakukan praktik memandu wisatawan dengan
mengambil rute perjalanan dari Kampus STP menuju Jalan Ganesha / kampus
ITB, Dago Thee Huis (tea house), Gedung Sate, Musium Geologi, Musium Asia

Afrika, alun-alun, restoran Sindang Reret, kemudian menuju Saung Angklung
Mang Ujo di Padasuka melalui rute Naripan-Asia Afrika-Ahmad Yani-Padasuka,
dan kembali ke kampus STP Bandung melalui rute Jin. Padasuka-JIn.

Suci/Panghulu Hasan Mustafa-Gedung Telkom/Taman Gasibu-SulanjanaTamansari-Siliwangi-JIn. Cihampelas, pusat pertokoan Jins-Pasteur-Cipagantidan berakhir di kampus STP Bandung Jin. Setiabudi 186.
3.6 Pengolahan Data

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan peneliti dengan melaksanakan observasi

langsung di lapangan dan menggunakan alat perekam tape recorder untuk
merekam jalannya praktik memandu wisatawan secara lengkap, mulai dari
pertemuan pengarahan sampai dengan pertemuan penutupan/akhir kegiatan.
Pengumpulan data, selain dengan bantuan alat perekam taperecorder ,

juga

dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian berupa lembar

observasi peneliti dan lembar penilaian mahasiswa.

Lembar/borang

observasi

peneliti

yaitu

lembar observasi

yang

pengisiannya dilakukan oleh peneliti sendiri dimaksudkan untuk mendapatkan

68

data berupa catatan lapangan seluruh

rangkaian proses

pelaksanaan

pemanduan yang dilakukan secara bergiliran oleh para mahasiswa. Sedangkan

formulir penilaian mahasiswa pengisiannya dilakukan oleh tim penilai yang
terdiri dari tiga orang dosen penilai. Ketiga orang penilai itu masing-masing
bertugas menilai keterampilan berbahasa, kemampuan memandu wisatawan,
dan kemampuan penguasaan objek wisata.

Data yang terkumpul melalui formulir penilaian dimaksudkan untuk
mendapatkan gambaran kemampuan para mahasiswa dalam

memandu

wisatawan yang ditampil dengan nilai para mahasiswa dalam praktik memandu
wisatawan. Data dari formulir penilaian ini diharapkan bisa memberikan

gambaran rinci tentang keterampilan berbicara. kemampuan penguasaan objek,
dan penguasaan/aplikasi teknik pemanduan oleh para mahasiswa.

Formulir observasi peneliti dimaksudkan untuk merekam aktivitas (sikap

dan kesungguhan) para mahasiswa dalam melaksanakan praktik pemanduan
sedangkan formulir penilaian dimaksudkan untuk mendapatakan nilai para
mahasiswa dalam praktik memandu wisatawan.

Telah dijelaskan di muka bahwa data utama penelitian ini adalah rekaman

bahasa lisan pramuwisata sedangkan nilai mahasiswa merupakan data
penunjang.

69

b. Pengelompokan dan pemilahan data

Data yang berhasil dihimpun baik dengan formulir observasi maupun

formulir penilaian mahasiswa itu kemudian dikumpulkan dan dipilah-pilah
berdasarkan urutan peserta pemanduan. Formulir observasi peneliti berjumlah

24 lembar. Sedangkan formulir penilaian mahasiswa berjumlah 72 lembar yaitu

3 kali jumlah mahasiswa praktikan. Artinya tiap seorang peserta dinilai oleh tiga
orang penilai.

Dengan demikian formulir data penelitian ini akan berjumlah 96 formulir.

Dengan rincian jumlah mahasiswa praktikan 24 orang dan tiap seorang
pemandu akan mempunyai empat lembar formulir yang masing-masing Lerdiri
dari satu lembar formulir observasi peneliti dan tiga lembar formulir penilaian.

Sedangkan data yang berupa transkripsi bahasa lisan 24 orang pramuwisata itu
selanjutnya dipilah-pilah berdasarkan kelompok rute atau objek pemanduan

yang kemudian diundi sebanyak 10 untuk kemudian ditranskripsikan sebagai
data Ragam Bahasa Pramuwisata (RBP).
c. Teknik Penganalisisan Data
1) Penganalisisan data hasil

observasi

Data yang dihimpun melalui formulir observasi peneliti dianalisis untuk

menentukan-mengetahui fungsi komunikasi dan pesan yang terdapat dalam

bahasa ragam pramuwisata. Dari data ini akan diperoleh deskripsi fungsi

70

komunikasi bahasa pramuwisata/pemanduan yang dikelompokkan pada fungsi:
infomatif, deskriptif, naratif, dan argumentatif.
2) Penganalisisan data penilaian mahasiswa

Telah dijelaskan di atas bahwa setiap pemandu wisatawan (pramuwisata
praktikan) pada kenyataannya dinilai oleh tiga orang penilai. Berdasarkan hasil

penilaian tim penilai itu akhirnya diketahui bagaimana kualitas kemampuan
berbahasa Indonesia lisan mahasiswa STP Bandung dalam kegiatan memandu
wisatawan. Formulir penilaian itu juga memberikan gambaran kemampuan para
mahasiswa dalam pengetahuan atau penguasaan objek dan penguasaan teknik
keterampilan melakukan pemanduan itu sendiri.

Nilai yang diperoleh para mahasiswa secara persentase diarahkan untuk

menggambarkan kemampuan para mahasiswa dalam

berbahasa

lisan,

penguasaan teknik memandu, dan penguasaan pengetahuan/informasi tentang
objek kunjungan yang berupa rute dan objek wisata.

Perlu dijelaskan bahwa dalam menganalisis kemampuan pramuwisata

dalam memandu wisatawan ini peneliti sepenuhnya menggunakan nilai yang
diperoleh para mahasiswa sebagai data utama. Berdasarkan peringkat nilai
yang diperoleh para mahasiswa untuk setiap aspek yang dinilai itu peneliti lalu

memposisikan

para

mahasiswa/pramuwisata

itu

dalam

empat

kategori/kelompok, yaitu mahasiswa yang mendapat angka/nilai sangat baik,

71

baik, cukup, dan kurang untuk ketiga aspek yang dinilai yaitu: keterampilan
berbahasa, penguasaan objek, dan kemampuan teknik memandu wisatawan.
3) Penganalisisan Data hasil perekaman

Rekaman bahasa lisan mahasiswa STP Bandung yang digunakan dalam
kegiatan memandu wisatawan merupakan data utama penelitian, kemudian

ditranskhpsikan sehingga diperoleh wacana bahasa pemanduan (ragam
bahasa pramuwisata) tertulis. Perlu dijelaskan di sini bahwa agar dapat

dilakukan analisis secara cermat dan akurat maka dari data rekaman 24 orang
pramuwisata itu dipilih melalui undian sebanyak 10 rekaman pramuwisata yang
melakukan pemanduan di berbagai rute dan objek wisata.
Analisis data ragam bahasa pramuwisata itu dimaksudkan untuk

mendapatkan gambaran umum karakteristik atau kekhasan ragam bahasa
pramuwisata yang antara lain meliputi,

""(a) karakteristik/ciri fonologi, morfologi, diksi, leksis, dan sintaksis
bahasa lisan ragam pramuwisata mahasiswa STPB;

(b)

sistematika isi/pesan bahasa lisan ragam pramuwisata mahasiswa;

(c)

fungsi komunikasi ragam bahasa pramuwisata;

(d)

kemampuan mahasiswa STP Bandung dalam praktik pemanduan.

Bahasa lisan yang ditranskhpsikan itu dikelompokkan berdasarkan

satuan ujaran terkecil berupa kalimat. Hasil transkripsi menunjukkan bahwa

jumlah kalimat yang dihasilkan para pramuwisata selama melaksanakan tugas

pemanduan yang rata-rata selama dua puluh menit itu berkisar antara 36 - 68

kalimat utuh. Kalimat-kalimat yang telah dikelompokan menjadi ragam bahasa
pramuwisata (RBP) 1 sampai dengan RBP 10 itu kemudian dianalisis.

Dalam melakukan analisis ini digunakan beberapa kode mjukan.
Misalnya dalam analisis digunakan simbol

RBP A/4. RBP merupakan

kependekan dari ragam bahasa pramuwisata; A simbol atau huruf awal nama
pramuwisata: dan angka 4 merupakan nomor urut tuturan Pramuwisata A,

kalimat nomor 4, atau dengan kode singkata A.4. dari ragam bahasa yang
digunakan oleh pramuwisata A. Contoh lain, RBP K/7 atau K.7, ini merupakan
tuturan Pramuwisata K, kalimat tuturan nomor urut 7, dan seterusnya.
Singkatnya RBP kependekan ragam bahasa pramuwisata; huruf A, B, K

merupakan inisial (huruf awal) nama pramuwisata yang bertugas; angka .4, 7
merupakan nomor urut mjukan kalimat tuturan pramuwisata,
d. Penafsiran Data

Penafsiran data dilakukan setelah pemilahan dan penganalisisan data

selesai dilaksanakan. Penafsiran data akan meliputi dua kategori yaitu
penafsiran data rekaman dan penafsiran data nilai mahasiswa dalam praktik
memandu wisatawan.

Dari dua kategori penafsiran (data rekaman dan nilai mahasiswa) itu

diharapkan dapat diperoleh gambaran umum-lengkap mengenai kemampuan

73

bertutur mahasiswa dalam kegiatan pemanduan dan gambaran umum tentang
karakteristik ragam bahasa pramuwisata mahasiswa STPB.
Gambaran

kemampuan

mahasiswa

dalam

memandu

wisatawan

dinyatakan berdasarkan nilai yang diperoleh para mahasiswa dalam kegiatan
memandu wisatawan. Penilaiannya dilakukann atas tiga aspek yaitu aspek

kemampuan bertutur/berbicara, kemampuan penguasaan informasi objek
wisata, dan penguasaan teknik pemanduan. Sementara itu, karakteristik ragam
bahasa pramuwisata akan dicerminkan dengan kekhasan fonologi, morfologi,

diksi, dan sintaksis ragam bahasa pramuwisata mahasisw? STPB, dilengkapi
dengan gambaran umum tentang sistematika isi/pesan pemanduan dan fungsi
kemunikasi pemanduan.

Hal ini dilakukan karena fokus penelitian adalah ragam bahasa

pramuwisata yaitu kajian atas bahasa lisan mahasiswa STP Bandung dalam

kegiatan memandu wisatawan. Mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata (STP)
Bandung dalam hal ini pramuwisata praktikan.

BAB 5

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan

Simpulan yang dikemukakan dalam tesis berjudul Kajian Bahasa Tutur

Ragam

Pramuwisata

Penggunaan

Bahasa

Mahasiswa
Indonesia

STP

Bandung

(Studi

Deskriptif

dalam

Kegiatan

Praktik

Memandu

Wisatawan Mahasiswa Program Studi Usaha Perjalanan Tahun 1996/1997)
ini, berkaitan erat dengan pertanyaan penelitian yaitu: (1) bagaimanakah
kemampuan mahasiswa STP Bandung dalam memandu wisatawan; (2)
bagaimana karakteristik/kekhasan ragam bahasa pramuwisata mahasiswa

STPB;

(3) bagaimana fungsi

komunikasi ragam bahasa

pramuwisata

mahasiswa STP Bandung adalah sebagai berikut.

Pertama, penyimpulan atas kemampuan mahasiswa STPB dalam praktik
memandu wisatawan dapat dikemukakan dari tiga aspek yang terkait. Yaitu dari

segi kemampuan para mahasiswa dalam: berbicara, penguasaan informasi

objek/atraksi wisata, dan penguasaan teknik pemanduan, karena pada
dasarnya kegiatan memandu wisatawan itu merupakan perpaduan antara
penguasaan teknik

pemandu,

keterampilan berbicara, dan

penguasaan

informasi objek/atraksi wisata. Secara umum kemampuan memandu yang
dimiliki para mahasiswa tergolong baik, dengan sebaran 3 orang (12,5%)

169

170

mendapat nilai sangat baik, 9 orang (37,5%) mendapat nilai baik, 7 orang

(29.2%) mendapat nilai cukup, dan 5 orang (20,8%) mendapat nilai kurang.
Rincian berdasarkan ketiga aspek yang dinilai, kemampuan para mahasiswa itu
adalah sebagai berikut.

Dilihat dari segi keterampilan berbicara para mahasiswa STPB dalam

kegiatan memandu wisatawan dapat disimpulkan bahwa pada umumnya para
mahasiswa memiliki keterampilan berbicara yang baik. Hal ini terutama terlihat

dari sebaran nilai yang diperoleh para mahasiswa. Berdasarkan penilaian yang
dilakukan oleh tim penilai, diketahui ada 3 orang

(12,5%) mahasiswa

mendapat nilai sangat baik; 10 orang (41,7%) mendapat nilai baik; dan 5 orang

(20,8%) mahasiswa mendapat nilai cukup; dan sisanya 6 orang (25%)
mendapat nilai kurang; sedangkan apabila dilihat dari aspek penguasaan

informasi objek/atraksi wisata oleh para mahasiswa, dapat disimpulkan bahwa
penguasaan informasi objek/atraksi wisata oleh para mahasiswa sudah cukup
baik. Hal ini terlihat dari sebaran nilai yang diperoleh para mahasiswa. Ada 2
orang (8,3%) mendapat nilai sangat baik, 12 orang (50%) mendapat nilai baik,

dan 6 orang (25%) mahasiswa yang mendapat nilai cukup, serta sisanya ada 4
orang (16,7%) mendapat nilai kurang.

Kemampuan para mahasiswa STPB dilihat dari sepek penguasaan

teknik pemanduan, dapat disimpulkan masih kurang. Ini terlihat dari 2 orang
(8,3%) mahasiswa yang mendapat nilai

sangat baik, 7 orang (29,1%)

171

mahasiswa mendapat nilai baik. dan 10 orang (41,6%) mendapa nilai cukup,
serta sisanya 4 orang (16,6%) mendapat nilai kurang. Jadi, dari ketiga aspek
penilaian itu yang dinilai masih kurang adalah kemampuan mahasiswa dalam
penguasaan teknik pemanduan.

Kedua, berkaitan dengan karakteristik atau kekhasan ragam bahasa
pramuwisata mahasiswa STPB

penulis simpulkan

bahwa

ragam bahasa

pramuwisata merupakan salah satu ragam yang digunakan oleh para penutur

bahasa yang terikat kuat pada. situasi dan objek/pokok pembicaraan di seputar
rute perjalanan atau objek wisata. Perbedaan atau kekhasan ragam bahasa
pramuwisata tampak pada penggunaan diksi/pilihan kata dan suasana/situasi

pemanduan. Secara lebih detil kekhasan ragam bahasa pramuwisata penulis
jeiaskan sebagai berikut.

a. Rdgam bahasa pramuwisata mahasiswa diwarnai ragam bahasa santai
yang sangat dominan. Hal ini dapat dipahami mengingat, pertama, suasana

berwisata merupakan suasana orang untuk bersantai

sehingga

penggunaan bahasa ragam santai sangat memungkinkan terjadi: kedua,

karena para pramuwisata yang terdiri dari para mahasiswa yang tergolong
mewakili remaja perkotaan maka dengan sendirinya pemakaian bahasa

khas remaja atau anak muda perkotaan akan dengan sendirinya susah
mereka hindari.

172

b. Secara khusus dari aspek fonologi, morfologi, dan disksi RBP dapat
dijelaskan bahwa secara fonologis ditemukan variasi pelafalan /ai/ menjadi
lel seperti pada kata-kata ramai, sampai. ...yang adakalanya dilafalkan

[rame], [sampe], [nyampe]; variasi pelafalan kata-kata bervokal lal yang
dilafalkan lel seperti pada kata-kata [bener], [denger], [macem-macem],

[garem] yang seharusnya dilafalkan [benar], [dengar], [macam-macam],
[garam];

variasi pelafalan fonem /u/ menjadi lol seperti pada kata-kata

[gedung] / [gedong], [berubah]/ [berobah], [perjuanganl/ [perjoangan]
c. dari aspek morfologi ditemukan variasi pembentukan kata dengan
menggunakan imbuhan -in, seperti pada kata-kata [lanjutin], [melanjutin],
dengan frekuensi yang cukup tinggi..

d. berdasarkan diksi/leksis ragam bahasa pramuwisata ditemukan variasi (1)
pemakaian kata sapaan anda dan saudara yang digunakan secara

simultan dalam satu tuturan; (2) penggunaan kata daripada, di mana,
yang mana yang tidak tepat: (3) penggunaan ragam bahasa cakapan khas

anak muda seperti nggak, pengennya, aja. doyan, diresmiin, makasih; (4)
pemakaian kosa

kata asing dan ragam cakapan secara simultan,

contohonya: [melanjutin guiding], [ guide anda], [ shoping] , [flower
market-nya], [muiai start].

Ketiga, berkaitan dengan fungsi komunikasi ragam bahasa pramuwisata
dapat dikemukakan bahwa fungsi komunikasi pemanduan

yang dominan

173

adalah memerikan/mendeskripsikan objek yang dilewati dan dikunjungi;
argumentasi/meyakinkan peserta tur agar mereka

mencobanya sekali lagi

secara bersengaja untuk secara khusus menikmati keindahan/kekhasan objek
wisata yang dikunjungi. Dari aspek komunikasi, ragam bahasa pramuwisata ini
mengusung beberapa fungsi, yakni fungsi informatif dan deskriptif. Artinya,

sebagian besar pramuwisata menginformasikan berbagai hal yang berkaitan
dengan objek: sejarah, kekhasan objek, tokoh di balik nama objek. Selain itu

juga diketahui bahwa para- pramuwisata umumnya mendeskripsikan objek apa
adanya. Misalnya, menjelaskan nama-nama bangunan: toko, hotel, bank,
rumah makan, apotek, dan sebagainya yang ada di kiri -kanan jalan. Selain itu,

fungsi komuniksi ragam bahasa pramuwisata ini dapat digolongkan pada empat
funcsi yakni: fungsi pembuka yang meliputi salam, sapaan, dan perkenalan;
fungsi paparan, penyampaian informasi dan fakta; fungsi penyegar suasana;

fungsi mengetahui respons/tanggapan orang lain; fungsi mengarahkan/
mengendalikan orang lain; dan fungsi penutup pemanduan yang ditandai
dengan ungkapan permohonan maaf dan ucapan selamat berwisata atau

selamat menikmati objek wisata berikutnya, serta salam penutup: selamat pagi,

selamat siang, atau selamat sore, disesuaikan dengan waktu berlangsungnya
pemanduan.

174

5.2 Implikasi

Implikasi penelitian ini terutama bagi pengembangan materi pelajaran
bahasa Indonesia pada jurusan Manajemen Usaha Perjalanan Wisata STP

Bandung, khususnya diarahkan pada keterampilan berbahasa aktif, yakni
berbicara dalam konteks pemanduan atau memandu wisatawan.

Keterampilan berbicara hanya mungkin dikuasai apabila porsi latihan
cukup intensif. Konsekuensi logis dari pendekatan bahwa berbahasa adalah

kegiatan berkomunikasi secara langsung maka berbagai pengetahuan dan
keterampilan komunikasi harus tercermin pada proses pembelajaran bahasa.
Bila tidak, maka pembelajaran bahasa akan terjerumus pada kebiasaan lama

yaitu mengajarkan teori-teoh atau pengetahuan bahasa dan bukan praktik
berbahasa.

Implikasi dari pendekatan bahwa berbahasa adalah berkomunikasi dan

berkomunikasi adalah aplikasi berbahasa maka pendekatan komunikatif dalam
pembelajaran bahasa perlu mendapat perhatian para pengajar bahasa, baik

para pengajar bahasa Indonesia, bahasa Jepang, Inggris, maupun pengajar
bahasa Perancis.

Apabila pendekatan komunikatif yang dipilih sekaligus sebagai landasan
atau pegangan guru dalam mengajarkan berbahasa maka kesenjangan atara
teori dan keterampilan berbahasa tidak akan terlalu lebar. Lebih dari itu,
pembelajaran bahasa akan menarik minat para siswa dan mahasiswa dalam

175

setiap pertemuannya, karena mereka merasa perlu akan pemanfatan bahasa

secara langsung. Berbahasa bukanlah penghapalan teori bahasa semata tetapi
bagaimana bahasa itu digunakan dalam kenyataan dan situasi kontak sosial
penggunaan bahasa yang sebenarnya. misalnya dalam praktik memandu
wisatawan.

5.3 Rekomendasi

Penelitian ini merupakan penelitian awal, karena itu direkomendasikan

kepada peneliti selanjutnya agar dilakukan penelitian lanjutan yang lebih luas
ruang lingkupnya. Kepada STP Bandung, peneliti merekomendasikan agar
mata pelajaran banasa Indonesia di jurusan Manajemen Usaha Perjalanan
Wisata diberikan dalam tiga semester dengan masing-masing berbobot dua

SKS. Ini perlu untuk memberi keleluasaan kepada gum dalam mengemas
materi pelajaran dan improvisasi pembelajarannya.

177

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. C. (1985) Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa

Badudu, J.S. (1986). Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II. Jakarta: PT
Gramedia.

Badudu,J.S. (1992). Cakrawala Bahasa Indonesia I. Jakarta: PT Gramedia.

Corder.S.P. (1981). Error Analysis and Interlangu