Campur Kode Penutur Bahasa Indonesia oleh Anak Usia 6-10 Tahun

(1)

CAMPUR KODE PENUTUR BAHASA INDONESIA

OLEH ANAK USIA 6-10 TAHUN

SKRIPSI OLEH RAPI SIHOTANG

NIM 050701002

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat hasil karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Oktober 2009


(3)

CAMPUR KODE PENUTUR BAHASA INDONESIA OLEH ANAK USIA 6-10 TAHUN

Rapi Sihotang Fakultas Sastra

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Campur Kode Penutur Bahasa Indonesia oleh Anak Usia 6-10 Tahun”. Metode yang digunakan adalah metode padan yaang alat penentunya di luar atau terlepas dan tidak jadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Data kemudian dianalisis berdasarkan teori Hudson, Chaer dan Agustina dan fasold mengenai campur kode dalam komunikasi. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk campur kode yang terjadi pada anak usia 6-10 tahun dan mengetahui penyebab terjadinya campur kode pada anak usia 6-10 tahun. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa komunikasi anak usia 6-10 tahun di Chandra Kusuma School (tempat penelitian) sangat berpotensi untuk terjadinya campur kode khususnya dalam proses pembelajaran bahasa kedua dan ketiga. Demikian juga dengan Faktor-faktor yang menyebabkan campur kode pada anak tersebut sangat bervariasi.


(4)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberi berkat dan anugerah yang melimpah kepada penulis sehinggga skripsi mengenai campur kode pada anak ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis juga hendak mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu terselesainya skripsi ini yaitu:

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M. A., Ph. D.,sebagai Dekan Fakultas Sastra USU.

2. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum., sebagai Ketua Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU.

3. Ibu Dra. Mascaya, M. Hum.,sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU.

4. Ibu Dra. Sugihana Sembiring, M. Hum., sebagai Pembimbing I dan Ibu Dra. Dardanila, M. Hum., sebagai pembimbing II yang telah bersedia membantu, membimbing dan mengajari penulis dari penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Prof. Ahmad Samin Siregar, S. S., sebagai dosen wali yang telah membimbing penulis, memberikan arahan dan dukungan moral selama masa perkuliahan yang dijalani oleh penulis.

6. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU, yang telah memberikan bekal dan pengetahuan, baik dalam bidang linguistik, sastra maupun bidang-bidang umum lainnya. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima


(5)

kasih kepada kak Ade yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU.

7. Ibu Helena Moore sebagai kepala sekolah SD Chandra Kusuma School yang banyak membantu penulis selama masa penelitian dan semua Bapak Ibu guru dan staf yang membantu penulis dalam mengumpulkan data yang penulis butuhkan.

8. Orang tua penulis, Bapak alm. W. Sihotang yang menyayangi, mendukung dan mencukupkan kebutuhan penulis sampai akhir hidupnya. Mamak D. br. Sianturi yang terus memperjuangkan penulis baik dalam segala perhatian, kasih sayang, kebutuhan maupun dalam doa.

9. Saudara-saudara penulis yakni Ito dan eda Jona, abang dan kak Sarah, abang dan kak dua, kakak Pdt. Denny Sihotang, S.Th., kakak Diak. Eleven Sihotang, Kakak Cal. Diak. Mesti Sihotang dan keponakan penulis yang ganteng-ganteng. Terima kasih buat segala dukungan, perhatian dan doa kepada penulis yang tiada henti.

10. Kakak dan sahabat PA penulis yakni kak Zuena, kak Martha, Lilis, Hervina, Eni, dan Marintan yang menjadi saudara penulis dalam suka dan duka. Adik PA penulis yakni Flora, Nurlela, Pesta, Novita, Ira, Hertina, Ida, Rida, dan Riyeni. UKM KMK USU secara khusus UP FS.

11. Kakak, abang, teman-teman dan adik-adik stambuk 2003-2009 yakni Daniel, Zakharia, Juli Artaty, Chandra, Andi, Jumadi, Jansudin, Risma, dan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

12. Teman-teman Ganefo 10 yang setia, Wati (teman sekamar dan sekaligus jadi saudara penulis), Ochi, Dora, Vera , Lila, Nova, Evlin, Marta, Marmen, Jujur,


(6)

13. Keluarga besar IMADA yakni Toman, Jefry, Pimpin, Hengki, Meylan, Jacob, Donald, Berlin, Pesta, Irvan, Debora, Juli, Marta dan lainnya semoga tetap semangat berjuang untuk Dairi yang kita cintai.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan yang membantu penulis dari awal sampai selesainya skripsi ini.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat, khususnya dapat dijadikan sumber acuan dalam penelitian mengenai campur kode selanjutnya.

Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ...1

1.1.1 Latar Belakang ...2

1.1.2 Masalah ...6

1.2 Batasan Masalah ...6

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...6

1.3.1 Tujuan Penelitian ...6

1.3.2 Manfaat Penelitian ...7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ….8 2.1 Konsep ...8

2.1.1 Campur Kode ...8

2.1.2 Penutur Bahasa Indonesia ...8

2.1.3 Anak Usia 6-10 Tahun ...9


(8)

2.2.2 Campur Kode ...11

2.3 Tinjauan Pustaka ...15

BAB III METODE PENELITIAN ...17

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...17

3.1.1 Lokasi Penelitian ...17

3.1.2 Waktu Penelitian ...17

3.2 Populasi dan Sampel ...17

3.2.1 Populasi ...17

3.2.1 Sampel ...17

3.3 Metode Penelitian ...18

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...18

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data ...20

BAB IV CAMPUR KODE PENUTUR BAHASA INDONESIA OLEH ANAK USIA 6-10 TAHUN ...22

4.1 Bentuk-Bentuk Campur Kode ...22

4.1.1 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Kata ...22

4.1.2 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Frase ...27

4.1.3 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwuju Bentuk Baster ...31


(9)

4.1.6 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Klausa ...34

4.2 Faktor-Faktor Pnyebab Terjadinya Campur Kode Penutur Bahasa Indonesia oleh Anak Usia 6-10 Tahun ...35

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...42

5.1 Simpulan ...42

5.2 Saran ...43

DAFTAR PUSTAKA ...44

LAMPIRAN I LAMPIRAN II LAMPIRAN III


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Distribusi jawaban anak yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris saat jam istirahat dan bermain dengan taman di sekolah

Tabel 2 Distribusi Jawaban Responden / Anak Apakah pernah Menggunakan Bahasa Indonesia pada Jam Pelajaran Bahasa Inggris, IPA dan Matematika

Tabel 3 Distribusi Jawaban Alasan Responden / Anak Mengunakan Bahasa Indonesia saat Berbicara dalam Ruangan Kelas di Luar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, IPS dan Agama

Tabel 4 Distribusi Jawaban Alasan Responden / Anak Mengunakan Bahasa Indonesia saat Berbicara dalam Ruangan Kelas pada Jam Pelajaran Bahasa Indonesia, IPS dan Agama

Tabel 5 Distribusi Jawaban Responden / Anak yang Menggunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris saat sedang Marah, Senang ataupun Sedih di Lingkungan Sekolah


(11)

CAMPUR KODE PENUTUR BAHASA INDONESIA OLEH ANAK USIA 6-10 TAHUN

Rapi Sihotang Fakultas Sastra

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Campur Kode Penutur Bahasa Indonesia oleh Anak Usia 6-10 Tahun”. Metode yang digunakan adalah metode padan yaang alat penentunya di luar atau terlepas dan tidak jadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Data kemudian dianalisis berdasarkan teori Hudson, Chaer dan Agustina dan fasold mengenai campur kode dalam komunikasi. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk campur kode yang terjadi pada anak usia 6-10 tahun dan mengetahui penyebab terjadinya campur kode pada anak usia 6-10 tahun. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa komunikasi anak usia 6-10 tahun di Chandra Kusuma School (tempat penelitian) sangat berpotensi untuk terjadinya campur kode khususnya dalam proses pembelajaran bahasa kedua dan ketiga. Demikian juga dengan Faktor-faktor yang menyebabkan campur kode pada anak tersebut sangat bervariasi.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang dan Masalah

1.1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia mengalami kontak dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing. Menyadari kenyataan tersebut, semakin disadari bahwa pentingnya mempelajari bahasa asing yang dirasakan berguna bagi bermacam bidang kehidupan seperti agama, ilmu pengetahuan, perdagangan maupun ekonomi.

Kajian mengenai bahasa merupakan suatu kajian yang tidak akan pernah habis untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Bahasa merupakan perwujudan tingkah laku manusia baik lisan maupun tulisan sehingga orang dapat mendengar, mengerti, serta merasakan apa yang dimaksud. Sudah sewajarnya bahasa dimiliki oleh setiap manusia di dunia ini yang secara rutin dipergunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari untuk menjalin hubungan antara sesama manusia.

Kemajuan ilmu dan teknologi juga menuntut setiap orang untuk terus menerus melakukan usaha peningkatan diri. Penguasaan bahasa asing menjadi salah satu aspek penting sebagai modal utama keunggulan sumber daya manusia berkualitas. Bahasa yang dimiliki oleh bangsa yang unggul dalam bidang ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki peluang menjadi


(13)

wahana komunikasi global. Terjadinya perubahan yang sedemikian pesat dalam dunia pendidikan dan pengaruh globalisasi, menyebabkan banyak hal yang harus dilakukan untuk mengikuti perkembangan tersebut, salah satunya yaitu mempelajari berbagai bahasa asing sebagai modal hubungan interaksi yang luas.

Dalam dunia pendidikan saat ini, kemampuan berbahasa juga semakin diasah. Anak yang masih tergolong usia pemula untuk berbahasa juga telah diperkenalkan dengan pembelajaran bahasa asing di luar bahasa ibu yang telah dikuasainya. Hal ini dilakukan mengingat usia anak yang sangat produktif untuk menangkap hal-hal baru termasuk bahasa yang belum pernah didengarnya.

Dipandang dari ilmu sosiologi, Fuller dan Jacobs (1973:168-208) mengidentifikasikan empat media sosialisasi yang menjadi jalinan kontak antara masyarakat yang satu dengan yang lain, yaitu :

1. Keluarga

Pada awal kehidupan manusia biasanya media sosialisasi terdiri atas orang tua dan saudara kandung. Bagi masyarakat yang mengenal keluarga luas media sosialisasi dapat lebih luas yang mencakup nenek, kakek, paman, bibi dan sebagainya. Dalam proses kebahasaan yang terjadi pada anak, keluarga sebagai pranata sosial yang paling kecil dalam masyarakat turut ambil bagian dalam hal ini. Anak yang dalam tahap pemerolehan bahasa akan menerima dan menggunakan bahasa ibu. Chaer dan Agustina memberi pengertian bahasa ibu yaitu suatu sistem linguistik yang pertama kali dipelajari secara alamiah dari ibu atau keluarga yang mendidik seorang anak tersebut. Dalam media sosialisasi keluarga inilah proses kebahasaan seorang anak dimulai.


(14)

2. Teman Bermain

Setelah mulai dapat bepergian, seorang anak mempunyai media sosialisasi yang lain yakni teman bermain, baik yang terdiri atas kerabat maupun tetangga dan teman sekolah. Di sini, seorang anak akan mempelajari berbagai kemampuan baru. Kalau dalam interaksi yang dipelajarinya di rumah melibatkan hubungan yang tidak sederajat (seperti antara orang tua dan anak, kakek atau nenek dengan cucu, paman atau bibi dengan kemenakan) maka dalam kelompok bermain seorang anak dapat lebih mudah berinteraksi karena merupakan teman sebaya.

3. Sekolah

Media sosial selanjutnya adalah sistem pendidikan formal. Di sini seorang anak mempelajari hal baru yang belum dipelajarinya dalam keluarga maupun dalam kelompok bermain. Pendidikan formal mempersiapkannya untuk penguasaan peran-peran baru di kemudian hari di kala seseorang tidak tergantung lagi pada orang tuanya. Dalam kebahasaannya, pendidikan formal akan memperkenalkan sesuatu yang baru yang akan menambah pengetahuan anak dalam berbahasa. Dalam pendidikan formal ini juga, seorang anak akan diajarkan kapan penggunaan bahasa itu baik digunakan.

4. Media Massa

Light, Keller, dan Calhoun (1989) mengemukakan bahwa media massa yang terdiri atas media cetak (surat kabar, majalah) maupun elektronik (radio, televisi, film, internet) merupakan bentuk komunikasi yang menjangkau sebagian besar orang. Seorang anak pada umumnya lebih tertarik dengan media massa (cetak dan elektronik) yang dapat memberikan pembelajaran daripada sesuatu


(15)

yang formal. Oleh sebab itu, tidak jarang lagi ditemukan informasi maupun hiburan-hiburan yang terdapat dalam media massa tersebut memakai beragam bahasa atau paling tidak untuk satu maupun dua kata dalam komunikasi maupun dalam penyampaian maksud dan tujuannya.

Dalam media sosialisasi di atas terdapat media sekolah sebagai salah satu media sosialisasi anak yang memegang peranan penting dalam proses perkembangan anak. Anak yang sudah berusia 6 tahun akan memasuki sekolah atau bahkan ada yang lebih awal dari usia 6 tahun dengan harapan akan mempermudah anak dalam memasuki dunia sekolah sesungguhnya baik dalam proses belajar maupun dalam bersosialisasi dengan teman-temannya. Sekolah dasar (SD) menjadi tempat seorang anak untuk bertumbuh dalam dunia pendidikan. Demikian juga dengan proses berbahasa anak akan semakin dipertajam baik melalui kegiatan membaca, menulis maupun jalinan komunikasi yang diciptakan oleh guru. Oleh karena itu guru memiliki peranan penting dalam membentuk kualitas siswa khususnya dalam bidang kebahasaannya.

Saat ini, sekolah dasar (SD) yang paling banyak diminati oleh masyarakat adalah sekolah dasar yang tidak sekedar mendidik siswa-siswanya dalam berbagai mata pelajaran akan tetapi juga dapat memberikan motivasi pada anak akan pentingnya pendidikan khususnya penguasaan bahasa asing sebagai modal utama dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menyadari dan menyikapi perkembangan tersebut, beberapa lembaga pendidikan mendirikan kursus-kursus berbahasa asing khususnya bahasa Inggris bagi anak-anak yang masih di bawah umur. Demi mengembangkan program ini, pada sebagian daerah berkembang di


(16)

Indonesia terdapat sekolah dasar yang menggunakan dua bahasa dalam proses belajar mengajarnya. Hal ini menjadi sangat menarik karena anak yag masih dalam proses pemerolehan bahasa sudah diperkenalkan dengan satu bahasa baru yang tentunya masih sangat asing baginya. Dalam kenyataan tersebut, seiring dengan kebiasan yang terjadi dalam komunikasi antara guru dan anak tersebut, akhirnya anak itu mampu menggunakan bahasa asing yakni bahasa Inggris walaupun masih sangat sederhana dan terbatas. Walaupun demikian, komunikasi antara guru dan anak tetap berlangsung dan dapat saling memahami maksud yang ingin disampaikan.

Dalam penelitian ini penulis melihat peristiwa kebahasaan yang terjadi dalam lingkungan sekolah. Penggunaan dua bahasa atau lebih secara bergantian dengan memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa lain secara konsisten yang disebut dengan campur kode. Campur kode sebagai salah satu fenomena yang terjadi pada pembelajaran B2 tidak mungkin dihindarkan. Chaer dan Agustina (1995:164-165) mengemukakan bahwa penggunaan serpihan-serpihan dari bahasa lain yang bisa berupa kata, frase, dan dalam berbahasa Indonesia menyelipkan bahasa daerahnya, bisa dikatakan telah melakukan campur kode. Peristiwa campur kode ini secara sederhana dapat terjadi pada setiap penutur bahasa yang mampu menggunakan bahasa lain diluar bahasa ibunya baik secara sempurna maupun tidak. Peristiwa ini lazim terjadi pada masarakat yang bilingual.


(17)

1.1.2 Masalah

Dalam perkembangan ilmu linguistik, penelitian tentang campur kode sudah sering ditemukan baik itu yang berhubungan dengan bahasa daerah maupun bahasa asing, dan umumnya penelitian dilakukan pada orang dewasa. Oleh karena itu, penulis merasa perlu meneliti campur kode penutur bahasa Indonesia oleh anak yang berusia 6-10 tahun yang masih dalam tahap pemerolehan bahasa.

Adapun masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah bentuk campur kode pada anak usia 6-10 tahun? 2. Apakah penyebab terjadinya campur kode pada anak usia 6-10 tahun?

1.2 Batasan Masalah

Suatu penelitian harus dibatasi supaya penelitian terarah dan tujuan penelitian tercapai. Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah campur kode yang terjadi pada anak kelas 1 sampai kelas 4 SD yang berusia 6-10 tahun di Chandra Kusuma School Medan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian Campur Kode Penutur Bahasa Indonesia oleh Anak Usia 6-10 Tahun ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui bentuk campur kode yang terjadi pada anak usia 6-10 tahun. 2. Mengetahui penyebab terjadinya campur kode pada anak usia 6-10 tahun.


(18)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai pengetahuan baru bagi masyarakat khususnya bagi mahasiswa jurusan sastra agar semakin berminat menggali kembali peristiwa kebahasaan yang terjadi di sekitar kita.

2. Sebagai perbandingan penelitian campur kode pada orang dewasa atau pada anak-anak pada masa yang akan datang.


(19)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian keadaan kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1989:32)

2.1.1 Campur Kode

Campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu kedalam bahasa lain secara konsisten. Campur kode terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Menurut Chaer dan Agustina (2004 : 116) campur kode itu dapat berupa serpihan kata, frase, dan klausa suatu bahasa di dalam bahasa lain yang digunakan. Intinya, ada satu bahasa yang digunakan, tetapi di dalamnya terdapat serpihan-serpihan dari bahasa lain. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristik penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan maupun rasa keagamaan.

2.1.2 Penutur Bahasa Indonesia

Penutur adalah orang yang bertutur; orang yang berbicara; orang yang mengucap atau mengucapkan (KBBI 2005:1231). Penutur bahasa Indonesia


(20)

adalah orang yang memiliki kemampuan mengucapkan, menggunakan, dan berbicara dengan bahasa Indonesia.

2.1.3 Anak Usia 6-10 Tahun

Anak usia 6-10 tahun merupakan usia yang sangat produktif dalam perkembangan kebahasaannya. Proses pemerolehan bahasa yang masih sangat sederhana dan cepat untuk menerima sesuatu yang baru pula. Ragam bahasa yang diperoleh setiap anak umumnya adalah ragam informal. Akan tetapi pada saat memasuki dunia pendidikan bahasa anak tersebut kemudian bercampur dengan ragam formal (Dardjowidjojo 2000 : 300). Masukan yang diterima anak terkadang rancu, tetapi anak dapat memilah-milah dan kemudian membuat hipotesa-hipotesa sendiri sehingga akhirnya terbentuklah wujud bahasa yang diterima oleh masyarakat dewasa disekitarnya.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Bilingualisme

Istilah bilingualisme dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Dari istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami yaitu berkaitan dengan penggunaan dua bahasa, sedangkan bilingual atau dwibahasawan berkaitan dengan orang yang dapat berbicara dalam dua bahasa. Menurut KBBI bilingual dapat diartikan sebagai orang yang mampu atau bisa memakai dua bahasa dengan baik. Sedangkan bilingualisme adalah pemakaian dua bahasa atau lebih oleh penutur bahasa atau oleh suatu masyarkat bahasa. Bilingualisme menyertakan


(21)

kemampuan dan psikologis penutur dan pula melibatkan konsep sosialnya. Dipandang dari ilmu Sosiolinguistik, Mackey 1962: 12, Fishman 1975:73 (dalam Chaer dan Agustina 2004:84) bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.

Nababan (1984:27) mengemukakan pendapatnya tentang bilingualisme dan bilingualitas yakni:

“Kalau kita melihat seseorang memakai dua bahasa dalam pergaulan dengan orang lain, dia berdwibahasa dalam arti dia melaksanakan kedwibahasaan yang kita akan sebut bilingualisme. Jadi, bilingualisme adalah kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang kain. Jika kita berpikir tentang kesanggupan atau kemampuan seseorang berdwibahasa, yaitu memakai dua bahasa, kita akan sebut ini bilingualitas (dari bahasa Inggris bilinguality).”

Bloomfield (dalam Chaer dan Agustina, 2004:85) mengatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Jadi, menurut Bloomfield seseorang disebut bilingual apabila dapat menggunakan bahasa pertama (B1) dan bahasa kedua (B2) dengan derajat yang sama baiknya.

Bilingualisme pada anak, Diebold tahun 1968 (dalam Chaer dan Agustina, 1995:114) menjelaskan tentang bilingualisme yang terdiri dari bilingualisme tingkat awal yaitu yang dialami oleh anak-anak yang sedang mempelajari bahasa kedua pada tahap permulaan. Pada tahap ini bilingualisme masih sangat sederhana


(22)

dan dalam tingkat rendah. Namun, tidak dapat diabaikan karena pada tahap inilah terletak dasar bilingualisme selanjutnya. Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat diambil pengertian bahwa bilingualisme merupakan satu rentetan berjenjang mulai dari penguasaan B1 (bahasa ibu) ditambah dengan pengetahuan akan B2 (bahasa lain di luar bahasa ibu).

2.2.2 Campur Kode

Campur kode merupakan peristiwa yang lazim terjadi dalam masyarakat yang bilingual atau berdwibahasa, bahkan yang multilingual. Nababan (1984 : 32) mengatakan bahwa campur kode adalah suatu keadaan berbahasa lain apabila orang mencampur dua atau lebih bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act

atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa lain yang menuntut adanya pencampuran bahasa tersebut.

Istilah campur kode juga dibedakan dengan alih kode. Berbicara mengenai alih kode dan campur kode , Hudson (1996) mengemukakan pendapatnya tentang kedua hal tersebut yaitu:

“alih kode dibatasi pada pertukaran bahasa yang sesuai untuk menyampaikan suatu maksud tertentu, dimana situasinya berubah yang disebabkan oleh pergantian bahasa yang dimilinya secara tepat. Pada kasus-kasus yang lain dimana seorang bilingual yang fasih berbicara kepada bilingual yang fasih lainnya dan mengganti bahasa tanpa menggantikannya secara keseluruhan. Jenis pergantian ini disebut campur kode”.


(23)

Menurut Chaer dan Agustina (2004 : 114) kesamaan yang ada antara alih kode dan campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam suatu masyarakat tutur. Ada banyak pendapat mengenai alih kode dan campur kode. Namun, yang jelas kalau dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar dan sengaja dengan sebab-sebab tertentu, sedangkan dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan (pieces) saja tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode.

Thelander dan Fasol (dalam Chaer dan Agustina, 2005 : 115) memberikan pendapat mengenai campur kode. Thelander menjelaskan bahwa apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid pharases) dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, peristiwa yang terjadi adalah campur kode. Sementara Fasold menjelaskan kalau seseorang menggunakan satu kata atau frase satu bahasa dan dia memasukkan kata tersebut dalam bahasa lain yang digunakannya dalam komunikasi, maka ia telah melakukan campur kode.

Hockett (1958 : 361) mengatakan bahwa :

Tulang punggung kebanyakan bahasa ditularkan umumnya melalui generasi berurutan pada usia 4-5 tahun : masa menggalaknya kompetisi anak-anak dan gengsi masa anak-anak sungguh-sungguh


(24)

banyak membentuk pola ujaran individu tertentu selama hidupnya dibandingkan dengan kontaknya dengan orang dewasa.

Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, Suwito (1985:78) membedakan campur kode menjadi beberapa macam, yaitu:

1.Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata

Pengertian kata adalah satuan bebas yang paling kecil atau dengan kata lain, setiap satu stuan bebas merupakan kata. Kata dapat dibagi atas empat bagian yaitu :

1. Kata benda atau nomina 2. Kata kerja atau verba 3. Kata sifat atau adjektiva 4. Kata tugas

2.Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frase

Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Berdasarkan jenis atau kategori frase dibagi menjadi:

1. Frase nominal 2. Frase verbal 3. Frase adjektival 4. Frase preposisi

3. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster

Penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster artinya penyisipan bentuk baster atau kata campuran menjadi serpihan dari kata yang dimasukinya.


(25)

4. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud pengulangan kata

Penyisipan unsur yang berwujud perulangan kata maksudnya penyisipan perulangan kata ke dalam bahasa inti atau bahasa utama dari suatu kalimat.

5. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom

Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom yaitu penyisipan kiasan dari suatu bahasa menjadi serpihan dari bahasa inti yang dimasukinya.

6. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa

Klausa adalah satua gramatik yang terdiri dari subjek dan predikat baik disertai objek, pelengkap, dan keterangan ataupun tidak.

Konsep campur kode yang dipakai dalam penelitian ini pada dasarnya mengacu pada konsep Hudson yang memberikan perbedaan antara alih kode dan campur kode, kemudian pendapat Chaer dan Agustina yang juga memberikan pendapat tentang perbedaan antara alih kode dan campur kode dan teori yang dikemukakan oleh Fasold mengenai campur kode dalam komunikasi. Dalam penelitian mengenai bentuk-bentuk campur kode, peneliti mengambil pendapat Suwito yang memberikan lima jenis bentuk-bentuk campur kode.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode menurut Khan (2005) adalah karena kesantaian dan faktor kebiasaan. Sedangkan menurut Priyanto (2006) campur kode disebabkan oleh faktor-faktor sosial, keterbatasan kemampuan linguistik dan alasan-alasan yang bersifat afektif.


(26)

Dari kedua pendapat di atas , maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah (1) kesantaian atau situasi informal, (2) kebiasaan, (3) faktor sosial, (4) keterbatasan kemampuan linguistik, dan (5) alasan-alasan yang bersifat afektif.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian campur kode sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, di antaranya Tarihoran (2000) dalam skripsinya yang berjudul Analisis campur Kode dalam Majalah Tempo. Dalam skripsi tersebut Tarihoran membahas bentuk-bentuk campur kode dalam majalah Tempo dan latar belakang penutur menggunakan campur kode. Dikemukakannya bahwa bentuk-bentuk campur kode yang terdapat dalam majalah Tempo berupa penyisipan unsur-unsur kebahasaan yang berbentuk kata, frase, dan klausa. Peneliti juga berpendapat bahwa peranan dan fungsi kebahasaan sangat menentukan di dalam melakukan campur kode tersebut. Peranan yang dimaksud siapa yang menggunakan bahasa itu, sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai penutur dengan tuturannya.

Peneliti yang lain yakni Siregar (2003) yang mengkaji campur kode dalam rapat organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Komisariat Universitas Sumatera Utara mengatakan bahwa unsur-unsur yang disisipkan dalam campur kode dalam rapat organisasi tersebut terdiri atas frase, bentuk blaster, dan pengulangan kata dalam bahasa Arab. Jenis kata yang disisipkan tersebut adalah kata benda (noun), kata kerja (verba), kata sifat (adjektif), dan kata ganti (pronominal).


(27)

Khan (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Alih kode dan Campur Kode dalam Masyarakat Bilingual membahas tentang batasan alih kode dan campur kode serta faktor-faktor penyebab dan tujuan melakukan alih kode dan campur kode. Ia mengemukakan bahwa alih kode dan campur kode terjadi dalam masyarakat bilingual maupun multilingual. Faktor terjadinya alih kode disebabkan oleh pribadi pembicara, kedudukan, hadirnya orang ketiga dan pokok pembiacaraan atau topik sedangkan campur kode terjadi tanpa adanya sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut adanya percampuran bahasa, tetapi juga disebabkan oleh faktor kesantaian, kebiasaan, atau tidak adanya panduan yang tepat.

Para peneliti sebelumnya membahas terjadinya campur kode akibat situasi formal dan informal,maupun akibat faktor kebiasaan. Namun, pada penelitian ini campur kode yang terjadi diteliti dari sisi keterbatasan kemampuan linguistik yang masih sangat sederhana dalam situasi formal yakni saat proses belajar mengajar di sekolah. Campur kode yang akan diteliti dikhususkan pada anak yang berumur 6-10 tahun yang duduk di bangku sekolah dasar kelas 1 sampai kelas 4. Penelitian ini akhirnya dapat menjadi perbandingan antara campur kode pada orang dewasa dengan campur kode yang terjadi pada anak-anak yang masih dalam proses pemerolehan bahasa. Peristiwa campur kode bagi seorang anak dalam proses pemerolehan bahasa terjadi akibat keterbatasan kosa kata yang dimiliki sehingga mengalami kesulitan dalam menyampaikan maksudnya.


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi adalah letak atau tempat (KBBI 2005:680). Yang menjadi lokasi penelitian penulis adalah SD Candra Kusuma Brayan Medan.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian selama dua minggu.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah sekelompok orang, benda, atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel; suatu kumpulan yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian (KBBI 2005 : 889).

Berdasarkan pendapat tersebut maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak berusia 6-10 tahun yang duduk di bangku sekolah dasar kelas satu sampai kelas empat yang jumlahnya 96 orang.

3.2.2 Sampel

Sampel penelitian menurut Suharsimi (1998:120) adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel penelitian ini ditentukan dengan menggunakan


(29)

Simple Random Sample (sampel acak sederhana). Sebuah sampel dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Jumlah populasi sebanayk 96 orang yang terbagi dalam mpat kelas yang masing masing terdiri dri 24 orang siswa. Dari empat kelas diambil secara acak tiap kelas 10 responden, sehingga sampel dalam penelitian ini adalah 20 orang siswa atau 20 orang responden.

3.3 Metode Penelitian

Metodologi berasal dari kata metode yang artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; logos yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai tujuan (Narbuko, 1991:1). Metodologi ini merupakan sesuatu yang sangat penting karena berhasil tidaknya dan tinggi rendahnya hasil penelitian sangat ditentukan oleh ketetapan peneliti dalam memilih metodologi yang digunakan.

3.3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data, data yang baik adalah data yang terjamin sepenuhnya akan kesahihannya. Dalam penelitian ini, adapun data yang dipergunakan adalah data lisan yang diperoleh berdasarkan penelitian langsung kepada anak usia 6-10 tahun. Data lain yaitu bersumber dari buku-buku yang berkaitan dengan campur kode khususnya pada anak yang sudah mulai duduk dibangku sekolah.


(30)

Dalam metode pengumpulan data ini

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

1. Metode Simak (pengamatan / observasi) dengan Teknik Simak Libat Cakap yaitu peneliti berpartisipasi sambil menyimak pembicaraan. Peneliti juga ikut serta dalam pembicaraan dengan mitra wicaranya sedangkan mitra wicara sama sekali tidak tahu bahwa yang diperhatikan bukan isi pembicaraan melainkan bahasa yang sedang digunakan. Dalam teknik ini peneliti sebagai alatnya, yaitu untuk dilibatkan langsung dalam membentuk dan memunculkan calon data. Peneliti juga dapat menyadap pola-pola perilaku partisipan yang sedang disadap, mencatat apakah perilaku itu berulang, serta apakah kondisi-kondisi yamg menyebabkan munculnya perilaku tersebut.

2. Metode Cakap dengan menggunakan Teknik cakap semuka yaitu dengan tatap muka langsung. Percakapan diarahkan sesuai dengan kepentingan peneliti yaitu memperoleh data selengkapnya. Dalam hal ini, baik diri peneliti sendiri maupun diri orang yang dipancing datanya secara bersama-sama sebagai satu kesatuan yang dapat dipandang sebagai alatnya. Orang yang dipancing bicaranya itu merupakan nara sumber bahan penelitian yang kemudian disebut informan. Informan tersebut sadar akan perannya sebagai nara sumber yang pada hakikatnya alat pemerolehan data itu. Artinya, dia tahu bahwa yang dikehendaki peneliti adalah bahasanya bukan isi wicaranya.


(31)

3. Teknik Catat. Untuk mendapatkan data yang lebih jelas baik dari metode simak maupun metode cakap diakukan pencatatan. Pencatatan terhadap tuturan itu dapat dipandang sebagai teknik lanjutan. Proses kegiatan menyimak dan mencatat tersebut dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kewajaran proses kegiatan pertuturan yang sedang terjadi.

4. Metode Survei yaitu metode penyediaan data yang dilakukan dengan penyebaran kuesioner atau daftar tanyaan yang terstruktur dan rinci untuk memperoleh informasi dari sejumlah besar informan yang dapat mewakili populasi penelitian. Kuesioner survei berisi daftar pertanyaan yang bersifat tertutup. Pertanyaan bersifat tertutup maksudnya informan memilih jawaban yang paling sesuai dari beberapa pilihan berganda.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul kemudian akan dianalisis kemudian dengan teknik atau metode yang sesuai. Dalam penelitian ini adapun teknik yang dilakukan yaitu dengan metode padan yaitu alat penentunya di luar atau terlepas dan tidak jadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Metode padan dapat dilakukan dengan metode pilah. Campur kode yang terjadi pada anak akan diketahui berkat daya pilah yang digunakan oleh peneliti.


(32)

Contoh :

1. Mis, jangan lupa bawa oleh-oleh. ‘ibu, jangan lupa bawa oleh-oleh’ 2. Aku mau gamesnya Anto. ‘Aku mau permainannya Anto ’.

Campur kode yang terjadi di atas merupakan campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur yang berupa kata dengan bahasa pertama (B1) adalah bahasa Indonesia. Kata mis dan games memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia. Kedua kata itu masing-masing telah diwakili oleh kata ‘ibu’ dan ‘permainan’ dalam bahasa Indonesia. Dalam hal ini bahasa Indonesia sebagai bahasa dasar dan bahasa Inggris sebagai bahasa yang dipasankan yang berupa serpihan-serpihan (pieces). Dengan metode padan maka dapat dilihat dari contoh di atas bahwa campur kode antara bahasa Indonesia (B1) dengan bahasa Inggris (B2) dapat dipadankan dalam 1 kalimat. Dengan teknik pilah maka setiap kata yang telah dipadankan tersebut dipilah-pilah dari bahasa pertamanya.

Daya pilah sebagai pembeda referen digunakan untuk membagi satuan lingual kata menjadi berbagai jenis, maka perbedaan referen atau sosok teracu yang ditunjuk oleh kata itu harus diketahui lebih dahulu. Untuk mengetahui perbedaan referen itu, daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh setiap peneliti harus digunakan. Dengan daya pilah itu, dapat diketahui bahwa referen itu ada yang berupa kata benda, kerja, dan sifat. Demikian juga dalam penentuan jenis frase ataupun kalimat.


(33)

BAB IV CAMPUR KODE

PENUTUR BAHASA INDONESIA OLEH ANAK USIA 6-10 TAHUN

4.1 Bentuk-Bentuk Campur Kode

Campur kode penutur bahasa Indonesia pada anak usia 6-10 tahun di Chandra Kusuma School berupa unsur-unsur yang berasal dari bahasa asing (outercode mixing), yaitu campur kode antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Berdasakan unsur-unsur kebahasaaan yang terlibat di dalamnya, campur kode dapat dibedakan jadi beberapa macam, yaitu:

4.1.1 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Kata

Dalam penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata ini, sebuah kata dari bahasa asing yakni bahasa Inggris menyisip ke dalam bahasa inti yaitu bahasa Indonesia. Jenis kata yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kata benda (nomina), kata kerja (verba), kata sifat (adjektiva). Peyisipan unsur-unsur yang berwujud kata tersebut dapat dilihat pada kata di bawah ini:

1. Kata Benda atau Nomina

Kata benda atau nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian (Hasan Alwi, 2005: 514). Kata benda atau nomina yang berasal dari bahasa Inggris banyak ditemukan dalam


(34)

komunikasi di dalam kelas saat proses belajar sedang berlangsung. Kata benda dalam komunikasi tersebut dibedakan atas beberapa macam, yaitu:

a. Kata benda atau nomina yang menyatakan sapaan Contoh:

(3 “Afina miss

(4) “saya memiliki dua orang sister di rumah.”

(5) “Daddy, menyuruh saya untuk memotong kuku dan mandi.”

Kata-kata bahasa Inggris yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas adalah kata miss ‘ibu’, sir ‘bapak’, sister ‘saudara perempuan’, daddy ‘ayah’. Kata-kata tersebut merupakan jenis nomina yang sama-sama menyatakan sapaan atau hubungan kekerabatan.

b. Kata benda atau nomina yang menyatakan pelaku atau orang yang melakukan suatu pekerjaan.

Contoh:

(6) “Ayahku seorang lawyer yang tegas dan pandai” (7) “Raymon yang jadi leader saat bermain di halaman”

(8) “Dia dipanggil ke ruangan principal karena tidak mengerjakan tugasnya” Data 6 sampai dengan data 8 terdapat penyisipan kata-kata bahasa Inggris yang termasuk kategori kata benda yang menyatakan pelaku atau orang yang melakukan suatu pekerjaan. Kata-kata tersebut adalah kata lawyer ‘pengacara’,


(35)

c. Kata benda atau nomina yang menyatakan nama benda Contoh:

(9) “Suka bumi nama Country yah ?”

(10) “Dian pergi ke sekolah naik motorcycle

(11) “Saya sudah mengerjakan sampai sepuluh sentences” (12) “ Kita membuat seperti yang di example itu kan miss ?”

Contoh 9 sampai dengan contoh 12 terdapat penyisipan kata-kata bahasa Inggris yang termasuk kategori nomina yang menyatakan nama benda. Kata-kata tersebut adalah kata country ‘negara’, motorcycle ‘sepeda motor’, sentences

‘kalimat’, dan example yang berarti contoh.

d. Kata benda atau nomina yang menyatakan hal atau proses yang dapat dilihat pada data berikut ini:

(13) “Hm. Sorry saya belum melakukannya.”

(14) “Waktu untuk lunch sudah berakhir miss, kita akan masuk ke ruangan” (15) “Sepulang sekolah Valen pergi shopping bersama ibunya”

(16) “ Jam kelima kita akan belajar science dengan sir Sinaga”

Adapun kata-kata yang menyisip pada data 13 sampai dengan data 16 adalah sorry ‘maaf’, lunch ‘makan siang’, shopping ‘belanja’, science ‘ilmu pengetahuan’.

2. Kata Kerja atau Verba

Kata kerja atau verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan (aksi), atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas (Hasan Alwi, 2005:1260).


(36)

Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti paling. Verba juga tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan kesangatan.

Kata kerja atau verba yang menyisi ke dalam bahasa Indonesia dalam penelitian ini adalah:

a. kata kerja atau verba yang menyatakan aksi atau perbuatan Contoh:

(17) “ Ini tugasku sudah finish dari semalam” (18) “Aku borrow ya”

(19) “Miss, Charles angry lagi”

Kata-kata bahasa Inggris yang menyisip pada data 17 sampai 19 adalah

finish ‘selesai’, borrow ‘meminjam’, angry ‘marah’.

b. Kata kerja atau verba yang menyatakan keadaan digunakan di dalam kalimat yang subjeknya berperan sebagai sesuatu yang tengah berada dalam situasi. Contoh:

(20) “ Nilainya Vanesa drop sejak awal semester” (21) “Dia shock dipukul Amri miss

Kata-kata bahasa Inggris yang menyisip pada data tersebut adalah drop

‘turun’ dan kata shock yang artinya terkejut. 3. Kata Sifat atau Adjektiva

Kata sifat atau adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat.


(37)

Penyisipan kata sifat dalam penelitian ini adalah: (22) “Kita juga harus menanam pohon supaya udara fresh”

(23) “Gayanya sok cool

(24) “ Jam tangannya yang berwarna pink hilang saat jam istirahat” (25) “Surprise banget dia mau datang lagi miss

Kata-kata bahasa Inggris yang menyisip dalam contoh di atas adalah fresh

‘segar’ dan cool ‘keren’ digunakan untuk menyatakan penilaian pada kata benda. Penilaian ini baik mengenai keadan sikap batin maupun keadaan lahir.

Pada data 24 terdapat kata pink yang artinya merah muda termasuk dalam adjektiva yang menyatakan warna pada kata benda. Data 25 adalah kata surprise

‘kaget’ yang menyatakan perasaan batin digunakan pada kata benda atau frase benda yang menyatakan orang atau yang diorangkan.

4. Kata Tugas

Salah satu bagian dari kata tugas adalah kata sambung atau konjungsi. Kata sambung atau konjungsi adalah kata yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata,frasa dengan frasa, atau klausa dengan klausa (Hasan Alwi dkk, 2005 : 587).

Contoh:

(26) “Inikan lagi bulan puasa. So, jangan suka bikin orang marah” (27) “Miss Dewi ga akan marah lagi. So, kita ga boleh berantam lagi.


(38)

Kata yang menyisip dalam campur kode di atas adalah kata so ‘jadi’. Kata

so merupakan jenis kata sambung atau konjungsi yang menyatakan hubungan antarkalimat yang berfungsi untuk menghubungkan, menyimpulkan dan digunakan di muka kalimat akhir dari suatu tuturan atau bagian tuturan.

(28) “Kita tidak bisa baca komik or majalah dalam kelas. Kalau ketahuan miss

bisa dimarahin nanti.

(29) “tugasnya di kumpul sebelum libur or setelah libur?” (30) “Jam kelima kita belajar science or IPS Nes ?”

Kata yang menyisip dalam campur kode di atas adalah kata or ‘atau’. Kata

or merupakan jenis kata sambung atau konjungsi koordinatif yang menyatakan hubungan pemilihan.

(31) “Charly memang tau miss.But, dia harus tetap dihukum”.

Kata yang menyisip dalam campur kode di atas adalah kata but ‘tetapi’. Kata but merupakan jenis kata sambung atau konjungsi yang menyatakan hubungan perlawanan atau pertentangan.

4.1.2. Penyisipan Unsur-Unsur yang berwujud Frase

Penyisipan yang berwujud unsur-unsur yang berwujud frase maksudnya peyisipan frase dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia yang merupakan bahasa inti. Selama masa penelitian jenis frase yang ditemukan berupa frase nominal atau benda, frase adjektival atau sifat, frase verbal atau kerja dan frase


(39)

adverbial atau keterangan . Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frase dapat di lihat pada data berikut:

1. Frase Nominal

Frase nominal adalah frase yang memiliki distribusi yang sama dengan kata nominal (Ramlan, 1995 : 158).

(32) “Vanesa mau jadi cheer leader miss.”.

(33) “Dia jadi top player di lapangan kemarin. Karena itu dia dapat bingkisan”. Pada contoh di atas terdapat penyisipan frase bahasa Inggris seperti cheer leader ‘pemimpin sorak’ dan top player yang artinya pemain andalan atau pemain terbaik. Kedua frase tersebut termasuk frase nominal yang menyatakan pelaku atau orang yang melakukan suatu pekerjaan.

Frase nominal juga dapat dibedakan atas frase nominal yang menyatakan hal yang dapat dilihat pada contoh berikut:

(34) “Aku menemuinya di english centre kemarin sore miss”. (35) “Kita kan ada tugas dari intermediate science”.

(36) “Judul karangan kita free sex di anak sekolah aja miss”.

(37) “Ga banyak teman-teman yang datang di birthday party kemarin”.

Pada contoh di atas terdapat penyisipan frase bahasa Inggris yaitu english centre ‘pusat bahasa Inggris’, intermediate science ‘ilmu pengetahuan lanjutan’,


(40)

Penyisipan frase nomina yang menyatakan nama benda atau alat dapat dilihat pada data berikut:

(38) “Tas sekolah anak-anak memang seperti travel bag miss”. (39) “Mamaku memakai hair conditioner sehabis keramas”.

Pada contoh di atas terdapat penyisipan frase bahasa Inggris yaitu travel bag ‘tas perjalanan’ dan hair conditioner yang artinya pelembab rambut.

2. Frase Adjektiva

Frase adjektiva adalah frase yang memiliki distribusi yang sama dengan kata adjektiva (Ramlan, 1995:176).

Frase adjektiva yang ditemukan pada penelitian ini dapat dilihat pada data berikut ini:

(40) “Penebangan hutan sembarangan dapat menyebabkan banjir? Oh very bad!” (41) “Ceritanya diakhiri dengan happy ending.”

(42) “Miss, kalau dia bergaya seperti spongsbob akan terlihat cute,ehm very cute”. (43) “Miss, aku dapat nilai very good sudah dua kali”.

Frase dari bahasa Inggris yang menyisip pada contoh di atas adalah very bad ‘sangat buruk’, happy ending ‘berakhir bahagia’, very cute ‘sangat manis’, dan very good yang artinya sangat baik. Keseluruhan dari contoh frase tersebut adalah frase adjektiva yang menyatakan penilaian.


(41)

3. Frase Verbal

Frase verbal adalah frase yang mempunyai distibusi yang sama dengan kata verbal (Ramlan, 1995:168).

Penyisipan jenis frase ini dapat dilihat pada data berikut: (44) “Bagaimana dengan Negative thingking Sir?”

(45) “Berarti kita harus selalu positive thingking

Frase bahasa Inggris yang terdapat dalam contoh 44 dan 45 adalah positive thingking ‘berpikir positif’ dan negative thingking ‘berpikiran negatif’ yang keduanya merupakan frase verbal yang menyatakan sikap.

4. Frase Adverbial

Frase advebial adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.

Penyisipan frase adverbial dapat dilihat pada data berikut:

(46) “Dari ribuan penduduk Indonesia at least ada setengah yang tidak memiliki tempat tinggal yang layak.

Frase bahasa Inggris yang menyisip pada data 46 tersebut adalah at least

yang artinya sekurang-kurangnya. Frase tersebut termasuk kategori frase adverbial yang menyatkan suatu keadaan yang tidak memadai derajat penilaian.


(42)

4.1.3 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Bentuk Baster

Istilah bentuk baster dalam penelitian ini mengacu pada bentuk campuran antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang digunakan dalam kalimat bahasa Indonesia yang merupakan inti. Berdasarkan data yang diperoleh, bentuk baster yang di dapat selama masa penelitian adalah sebagai berikut:

1. awalan + kata 2. awalan + frase 3. kata + enklitik 4. frase + enklitik

1. Awalan + Kata Contoh:

(47) “Kita harus men-support program pemerintah untuk menanam seribu pohon, iya kan miss?”

Bentuk baster yang menyisip pada cotoh 47 di atas adalah me-support

yang berasal dari bentuk baster dari awalan me dan kata support. Awalan me berasal dari bahasa Indonesia dan kata support ‘dukung’ berasal dari bahasa Inggr is. Jadi, arti men-support artinya mendukung.

2. Awalan + Frase Contoh:

(48) “Kalimat no satu bisa di-matching-in dengan pernyataan no empat, itu jawabanku sir.”


(43)

Pada contoh 48 dan 49 dijumpai bentuk baster dari awalan di yang berasala dari bahasa Indonesia dan frase matching-in yang artinya dipadukan dan frase make over yang artinya ubah penampilan. Jadi, di-matching-in artinya di padukan dan di-make over artinya diubah penampilannya.

3. Kata + Enklitik Contoh:

(50) “Gimana spelling-nya miss?”

(51) “Hanya sedikit teman-teman yang datang di party-nya semalam.”

Bentuk baster yang menyisip pada contoh 50 adalah kata spelling dan enklitiknya. Kata spelling ‘pengucapan’ berasal dari bahasa Inggris dan enklitik-nya berasal dari bahasa Indonesia. Kata spelling termasuk kata kerja yang menyatakan aksi atau perbuatan, sedangkan enklitiknya dalam bahasa Indonesia dalam bahasa Indonesia adalah kata ganti yang menyatakn milik/kepunyaan. Jadi,

spelling-nya artinya pengucapannya.

Pada contoh 51 juga dijumpai bentuk baster yaitu kata party-nya. Kata

party ‘pesta’ berasal dari bahasa Inggris dan enklitik nya berasal dari bahasa Indonesia. Kata party merupakan kata nomina/benda yang menyatakan hal atau proses, sedangkan enklitik nya dalam bahasa Indonesia adalah kata ganti yang menyatakan milik/kepunyaan. Jadi, party-nya artinya pestanya.


(44)

4. Frase + Enklitik Contoh:

(52) “Skate boardnya rusak sewaktu aku jatuh dari tangga itu”.

Pada data 52 dijumpai bentuk baster yang terdiri dari frase skate board dan enklitik nya. Frase skate board ‘papan luncur’ berasal dari bahasa Inggris dan akhiran nya berasal dari bahasa Indonesia. Frase skate board termsuk frase nomina yang menyatakan nama benda, sedangkan akhiran nya dalam bahasa Indonesia berfungsi sebagai kata ganti dan mengandung makna milik. Jadi, frase

skate board-nya artinya papan luncurnya.

4.1.4 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Pengulangan Kata

Dalam penyisipan ini, pengulangan kata dalam bahasa Inggris dimasukkan ke dalam kalimat bahasa Indonesia. Selama masa penelitian, hanya terdapat beberapa bentuk pengulangan kata adjektiva (kata sifat) dan kata verba (kata kerja) yang seharusnya dalam bahasa Inggris tidak digunakan. Penyisipan tersebut dapat dilihat dalam data berikut:

(53) “David angry-angry terus miss”.

(54) “Dia sering shoping-shoping bersama mama pulang sekolah”.

Pada contoh di atas terdapat campur kode antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang berbentuk pengulangn kata yaitu angry-angry ‘marah-marah’ dan

shoping-shoping ‘belanja-belanja’. Bentuk pengulangan kata di atas merupakan kosa kata bahasa Inggris dengan proses gramatikal Indonesia, karena bahasa Inggris tidak mengenal bentuk pengulangan kata seperti di atas.


(45)

4.1.5 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Ungkapan atau Idiom

Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom adalah penyisipan kiasan dari suatu bahasa menjadi serpihan dari bahasa inti yag dimasukinya (Tarihoran, 2000:9). Bentuk idiom dalam bahasa Inggris dimasukkan ke dalam kalimat bahasa Indonesia yang merupakan bahasa inti. Peyisipan tersebut dapat dilihat pada contoh berikut:

(55) “Miss,anak-anak tidak boleh ribut dalam kelas kan, kalau ribut lagi miss coret dari daftar sweet heart”.

Bentuk idiom yang menyisip pada contoh kalimat di atas adalah sweet heart ‘kesayangan’.

4.1.6 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Klausa

Klausa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari S P baik disertai O, PEL, dan KET ataupun tidak (Ramlan, 1995:89).

Contoh:

(56) “I think, semua penduduk harus rajin menanam pohon untuk mecegah banjir. Klausa Inggris yang menyisip pada contoh di atas adalah I think ‘saya pikir’. Klausa tersebut termasuk klausa verbal. Hal ini dapat dilihat dari unsur predikat yang berupa kata kerja atau verba.


(46)

4.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode Penutur Bahasa Indonesia oleh Anak Usia 6-10 Tahun

Berdasarkan konteks dan situasi berbahasa ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode yaitu:

1. Faktor kesantaian atau situasi informal

Campur kode dapat terjadi pada situasi informal yang dipengaruhi oleh tempat, waktu, topik pembicaraan, dan ragam bahasa yang sedang digunakan.

2. Faktor kebiasaan

Faktor kebiasaan maksudnya pembicara memiliki kebiasaan menggunakan bahasa tertentu yang dianggap lebih baik, atau pembicara tidak terbiasa menggunakan bahasa tertentu sejak lama.

3. Faktor sosial

Faktor sosial dapat menyebabkan terjadinya campur kode. Hal ini dapat dilihat dari latar belakang atau status sosial pembicara.

4. Faktor keterbatasan kemampuan linguistik

Faktor keterbatasan dan kemampuan linguistik maksudnya pembicara memiliki keterbatasan bahasa yang sedang digunakan atau pembicara tidak menemukan ungkapan atau padanan yang tepat dalam bahasa yang sedang digunakannya.


(47)

5. Alasan-alasan yang bersifat afektif

Alasan-alasan yang bersifat afektif ini maksudnya pembicara memiliki alasan- alasan yang berhubungan dengan perasaan, misalnya perasaan senang, sedih dan sebagainya.

Faktor-faktor terjadinya campur kode ini dapat dilihat pada analisis data dengan penyebaran kuesioner pada 20 siswa di Chandra Kusuma School sebagai berikut:

No Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode

Frekuensi %

1

2 3 4

5

Faktor kesantaian atau situasi informal

Faktor kebiasaan Faktor sosial

Faktor keterbatasan kemampuan linguistik

Alasan-alasan yang bersifat afektif 15 14 13 14 12 75% 70% 65% 70% 60%


(48)

1. Faktor kesantaian dan situasi informal

Tabel 1

Distribusi Jawaban Responden / Anak yang Menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris saat Jam Istirahat dan Bermain dengan Teman di Sekolah

No Jawaban Frekuensi %

1 2

Bahasa Indonesia Bahasa Inggris

5 15

25 75

Jumlah 20 100

Dari jawaban responden pada tabel 1 dapat dilihat bahwa anak-anak lebih banyak atau 75% yang menggunakan bahasa Inggris saat jam istirahat dan bermain dengan teman-temannya di sekolah. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor kesantaian dan situasi informal yakni keadaan di luar kelas atau di luar proses belajar mengajar yang harus menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris secara teratur. Selebihnya 25% anak yang menggunakan bahasa Indonesia. Distribusi jawaban ini, tentunya akan berpotensi untuk terjadinya campur kode dalam komunikasi anak-anak tersebut.


(49)

2. Faktor kebiasaan

Tabel 2

Distribusi Jawaban Responden / Anak Apakah pernah Menggunakan Bahasa Indonesia pada Jam Pelajaran Bahasa Inggris, IPA dan Matematika

No Jawaban Frekuensi %

1 2

Pernah Tidak pernah

14 6

70 30

Jumlah 20 100

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa kebiasaan anak mengunakan bahasa Indonesia pada mata pelajaran bahasa Indonesia, IPS dan agama sering terbawa pada mata pelajaran yang harus menggunakan bahasa Inggris. Kebiasaaan yang mengharuskan anak-anak menggunakan bahasa Inggris di sekolah dan menjadikan bahasa Inggris sebagai alat dalam komunikasi di sekolah juga membawa dampak pada anak-anak terbawa kebiasaan sehingga untuk mata pelajaran bahasa Inggris, IPA dan Matematika 70 % anak pernah menggunakan bahasa Indonesia dan tentunya menyebabkan campur kode dalam komunikasi yang dilakukannya dengan teman-teman maupun kepada guru.


(50)

3. Faktor sosial

Tabel 3

Distribusi Jawaban Responden Anak yang Menggunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris saat Berbicara dengan Guru, Pegawai, Petugas Kebersihan

maupun Satpam di Luar Jam Belajar di Sekolah

No Jawaban Frekuensi %

1 2

Bahasa Indonesia Bahasa Inggris

7 13

35 65

Jumlah 20 100

Dari tabel 3 di atas juga merupakan situasi santai atau informal. 65% anak menggunakan bahasa Inggris dan selebihnya menggunakan bahasa Indonesia saat berbicara dengan guru, pegawai, petugas kebersihan dan satpam di luar jam belajar di sekolah. Persentase anak yang menggunakan bahasa Inggris menurun disebabkan faktor sosial yang sudah berbeda dengan sebelumnya. Faktor sosial seseorang dapat mempengaruhi cara berbicara seseorang yang berhubungan dengan gaya berbicara maupun bahasa yang digunakan saat berbicara. Akibat faktor sosial yang berbeda dan penggunaan bahasa yang berbeda ini dapat menimbulkan campur kode saat komunikasi.


(51)

4. Faktor keterbatasan kemampuan linguistik

Tabel 4

Distribusi Jawaban Alasan Responden / Anak

Mengunakan Bahasa Inggris saat Berbicara dalam Ruangan Kelas pada Jam Pelajaran Bahasa Indonesia, IPS dan Agama

No Jawaban Frekuensi %

1

2

Keterbatasan kemampuan berbahasa

Ingin bergurau dengan teman

14

6

70

30

Jumlah 20 100

Peristiwa campur kode dapat terjadi akibat keterbatasan linguistik yang dialami oleh penuturnya. Tabel 4 menunjukkan jawaban responden / anak yang menyatakan adanya keterbatasan linguistik tersebut mempengaruhi komunikasi yang dilakukan oleh responden. Bahasa Inggris di campur dengan bahasa Indonesia, yang digunakan untuk menyampaikan maksudnya saat tidak dapat mengungkapkannya dalam bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya faktor ketebatasan kemampuan dalam berbahasa Indonesia Responden / anak menyebabkan adanya percampuran bahasa yang terjadi antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris.


(52)

5. Alasan-alasan yang bersifat afektif

Tabel 5

Distribusi Jawaban Responden / Anak yang

Menggunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris saat sedang Marah, Senang ataupun Sedih di Lingkungan Sekolah

No Jawaban Frekuensi %

1 2

Bahasa Indonesia Bahasa Inggris

8 12

40 60

Jumlah 20 100

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa alasan-alasan yang besifat afektif seperti yang menyangkut hal perasaan dapat menyebabkan terjadinya campur kode. Adanya kata-kata dalam bahasa Inggris yang di anggap lebih tepat untuk menyatakan maksud dan tujuan yang ingin disampaikan. Dari tabel dapat dipehatikan bahwa 60 % responden / anak menggunakan bahasa Inggris untuk hal hal yang bersifat afektif. Keadaan campur kode akibat alasan-alasan yang bersifat afektif ini juga dapat terjadi akibat adanya gengsi atau ingin menunjukkan kemampuan berbahasa yang baik. Sehingga untuk menyatakan hal-hal yang bisa di ungkapkan dalam bahasa Indonesia, diungkapkan dalam bahasa Inggris dan dianggap lebih tepat maknanya.


(53)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Sebagai masyarakat tutur yang terbuka, yang menjalin kontak dengan dengan masyarakat tutur lain tentunya akan mengalami kontak bahasa dengan segala peristiwa-peristiwa kebahasaan sebagai akibatnya. Salah satu peristiwa kebahasaan tersebut adalah campur kode.

Campur kode dapat terjadi dalam komunikasi anak yang ada di sekolah khususnya dalam proses pemerolehan bahasa kedua maupun ketiga. Keadaan campur kode ini terjadi di SD Chandra Kusuma School sebagai sekolah yang menerapkan komunikasi dan pembelajaran dalam bahasa Inggris. Bentuk –bentuk campur kode yang terjadi pada anak usia 6-10 tahun yang duduk di bangku sekolah kelas satu sampai kelas empat di SD Chandra Kusuma School yaitu penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata, penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk frase, penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster, penyisipan unsur-unsur yang berwujud pengulangan kata, penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom, dan penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa.

Faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode juga sangat bervariasi yaitu adanya faktor kesantaian atau situasi informal, faktor kebiasaan, faktor sosial, faktor keterbatasan kemampuan linguistik dan alasan-alasan yang bersifat afektif yang berhubungan dengan perasaan, sehingga peristiwa campur kode


(54)

menjadi sebuah peristiwa yang sering terjadi dalam komunikasi baik antara murid dengan murid maupun antara murid dengan guru atau staf sekolah.

5.2 Saran

Penelitian ini, khusus membahas campur kode yang terjadi pada anak dalam lingkungan sekolah yang diikat oleh berbagai peraturan. Oleh sebab itu penulis menyarankan untuk peneliti kemudian dapat meneliti campur kode yang terjadi dalam ruang lingkup yang lebih luas seperti di lingungan bermain anak. Selain itu, penelitian juga dapat dikembangkan dengan teori alih kode yang erat hubungannya dengan campur kode.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi Hasan, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesa. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Balai Pusaka.

Alwasilah Chaerdar, 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung : Penerbit Angkasa

Chaer Abdul, Leony Agustina, 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka Cipta

Dardjowidjojo Soenjono, 2000. ECHA Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indoesia

Khan, 2005. “Alih Kode dan Campur Kode dalam Masyarakat Bilingual”.

(Skripsi). Fakultas Sastra USU Medan

Mahsun, 2005. Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi ,metode dan tekniknya. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Nababan P.W.J. 1984. Sosiolinguistik : Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia

Rahardi Kunjana, 2001. Sosiolinguistik, Kode dan Alih Kode. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset

Ramlan, 1995. Sintaksis. Yogyakarta : Karyono

Siregar Sofia, 2003. “Campur Kode antara Bahasa Indonesia dengan Bahasa Arab dalam Rapat Organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Komisariat USU”. (Skripsi). Fakultas Sastra USU Medan


(56)

Sudaryanto, 1993. Metode Dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Jogjakarta : Duta Wacana University Press

Suharsimu Arikunto, 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Yogyakarta: Rineka Cipta

Sumarsono, Paina Partana, 2002. Sosiolinguistik. Jogjakarta: Sabda

Sunarto Kamanto, 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Ekonomi

Tarigan Henry Guntur, 1988. Pengajaran Kedwibahasaan. Bandung: Penerbit Angkasa

Tarihoran M. Sofiyan, 2000. “Analisis Campur Kode dalam Majalah Tempo.

(Skripsi). Fakultas Sastra USU Medan


(57)

LAMPIRAN I

Data Percakapan 1

Ibu guru : “Anak-anak, kita lanjutkan pelajatan IPS untuk hari ini. Topik kita hari ini tentang menjaga kelestarian lingkungan hidup. Hei jangan ribut, lihat dan dengarkan ke depan. Lingkungan tempat kita tinggal harus dijaga dan diliestarikan. Cara melestarikan yang paling sederhana yaitu jangan membuang sampah sembarangan. Ayo lihat, di bawah meja siapa ada sampah? Ambil dan buang pada tempatnya. Cara lain yaitu menanam pohon dan mencegah penebangan hutan yang dapat menyebabkan banjir.”

Murid : “Penebangan hutan sembarangan dapat menyebabkan banjir? Oh

very bad

Ibu guru : “Benar, kerena penebangan hutan sembarangan akan

menyebabkan erosi yaitu pengikisan tanah dan kita akan diserang banjir”

Murid : “Dari ribuan penduduk Indonesia at least ada setengahnya yang tidak memiliki tempat tinggal yang layak karena banjir”

Ibu guru : “Ya, karena banjir akan merusak semuanya termasuk rumah- rumah penduduk. Ada yang bisa mnyebutkan alasan mengapa kita harus menanam pohon?”


(58)

Murid : “I think, semua penduduk harus rajin menanam pohon untuk mencegah banjir dan kita juga harus menanam pohon supaya udara

fresh.”

Ibu guru : “Bagus, dengan demikian banjir tidak akan terjadi dan kita akan menjadi sehat karena udara segar.”

Murid : “Miss, aku dapat nilai very good sudah dua kali.”

Ibu guru : “Ya, akan saya ingat. Charles, duduk yang tenang. Nah, sekarang pertanyaannya, apa yang sudah kita lakukan untuk melestarikan l ingkungan kita?”

Murid : “Hm. Sory, saya belum melakukannya” Ibu guru : “Mengapa?”

Murid : “Miss, Charles angry lagi.”

Ibu guru : “Charles, nanti kamu saya hukum kalau begitu terus. Kita lanjutkan. Pemerintah juga perduli dengan lingkungan kita dan mencanangkan program penanaman seribu pohon.

Murid : “Kita harus men-support program pemerintah untuk menanam seribu pohon, iya kan miss?

Ibu guru : “Benar, karena itu kita harus menanam pohon untuk kelestarian lingkungan dan juga mendukung program pemerintah tersebut. Charles, berdiri di tempatmu sekarang. Letakkan bukumu. Jawab pertanyaannya, kalau tidak kamu harus dihukum

Murid : “Miss, Charles angry-angry terus. Charles memang tau miss. But,


(59)

Ibu guru : “Biarkan saja. Sekarang perhatikan latihan di bukunya dan kerjakan. Charles, kerjakan sambil berdiri”

Data Percakapan 2

Ibu guru : “Kita lanjutkan pelajaran Bahasa Indonesia tentang membuat karangan. Siapa yang sudah pernah membuat karangan?” Murid : “Saya miss.”

Ibu guru : “Tentang apa?”

Murid : “Tentang berlibur dan ceritanya diakhiri dengan happy ending” Ibu guru : “Bagus. Ada yang lain?

Murid : “ Miss, saya mengarang tentang spongsbob” Ibu guru : “Coba ceritakan”

Murid : “Miss, kalau dia bergaya seperti spongsbob akan terlihat cute, ehm very cute

Ibu guru : “Ceritakan karangannya maksud saya” Murid : “Sudah lupa miss

Ibu guru : “Ok, sekarang perhatikan bukunya dan baca. Selanjutnya perhatikan latihan di bagian bawah. Kerjakan minimal 20 kalimat. Murid : “Judul karangan kita free sex di anak sekolah aja miss

Ibu guru : “Judulnya terserah, yang penting menarik dan dapat kamu kembangkan. Ayo dikerjakan di buku latihan. Nanti masing- masing membacakan ke depan. Jangan ada yang ribut”


(60)

Murid : “Miss, kalau ribut akan dicoret dari daftar sweet heart kan?” Ibu guru : “Ya dan nanti yang tertib dan cepat selesai akan di kasi nilai yang

bagus”

Murid : “Kita membuat seperti yang di example itukan miss?” Ibu guru : “ya”

Murid : “Miss, Sukabumi nama country yah?”

Ibu guru : “Bukan, Sukabumi nama daerah di Jawa. Contoh karangan di dalam buku tentang Sukabumi yang indah. Jangan meniru seperti yang di buku lagi ya.”

Murid : “Miss, saya sudah mengerjakan sampai sepuluh sentences”

Ibu guru : “Baiklah, lanjutkan sampai dua puluh kalimat. Bagaimana dengan kamu Raymon, apa judul karanganmu”

Murid : “Mamaku memakai hair conditioner sehabis keramas”

Ibu guru : “Gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar Raymon. Hair Conditioner ganti dengan pelembab rambut. Ingat, judul karangan harus singkat, dan jelas”

Murid : “Gimana spelling-nya miss? Ibu guru : “P e l e m b a b. Oke, lanjutkan”

Data Percakapan 3

Bapak guru : “Anak-anak sebelum kita belajar kita berdoa. Ayo anak- anak,duduk yang api di tempat masing-masing. Kita akan masuk


(61)

pada topik pelajaran kita hari ini tentang kejatuhan manusia dalam dosa. Perhatikan bukunya halaman 37”

Murid : “Sir, buku saya tinggal”

Bapak guru : “Lain kali jangan sampai lupa, perhatikan ke depan, saya akan menggambarkan kejatuhan manusia dalam dosa. Nanti akan ada tugas”

Murid : “Aku borrow ya”

Bapak guru : “Tidak usah, perhatikan saja ke depan. Manusia jatuh ke dalam dosa dengan rayuan ular, akhirnya semua manusia jatuh dalam dosa tanpa terkecuali”

Murid : “Sir, sepulang sekolah Valen pergi shopping bersama ibunya. Apakah itu dosa juga?”

Bapak guru : “Anak-anak, kita harus terbiasa hidup sederhana, kalau pergi belanja, belilah seperlunya, jangan sampai berlebih dan membeli barang yang tidak perlu. Banyak lagi perbuatan-perbuatan yang sudah biasa kita lakukan tapi sebenarnya dosa”

Murid : “Bagaimana dengan negative thingking sir?

Bapak guru : “ Itu juga dosa, kita tidak boleh berpikiran jahat dengan seseorang”

Murid : “Berarti kita harus selalu posotive thingking”

Bapak guru : “ Oke, ada yang ingin di tanyakan lagi? Kerjakan latihan di bagian bawah di buku latihan”


(62)

Murid : “Kalimat no satu bisa di-matching-in dengan pertanyaan no empat, itu jawabanku sir.”

Bapak guru : “Oke, tulis saja di bukumu. Kalau ada yang sudah siap, kumpulkan ke depan. Kalau belum selesai lanjutkan di rumah dan di kumpulkan setelah libur.

Murid : “Tugasnya dikumpul sebelum or setelah libur?” Bapak guru : “Setelah libur. Oke kita akan keluar, mari kita berdoa”

Data Percakapan 4

Peneliti : “Hai,siapa namamu?” Afina : “Afina miss.”

Peneliti : “Afina kelas berapa?” Afina : “II c”

Peneliti : “Afina tinggal dimana?”

Afina : “Di jalan Rumah Potong Hewan No. 140” Peneliti : “Afina berapa bersaudara?”

Afina : “saya punya dua orang sister di rumah” Peneliti : “Apa pekerjaan ayahmu?”

Afina : “Ayahku seorang lawyer yang tegas dan pandai” Peneliti : “Apa pekerjaanmu sepulang dari sekolah?” Afina : “Istirahat, bermain dan belajar”


(63)

Afina : “Temanku Dian”

Peneliti : “Biasanya bermain apa?”

Afina : “Keliling-keliling kompleks, Dian yang bonceng” Peneliti : “Berkeliling dengan sepeda?”

Afina : “Bukan. Dian sudah pandai bawa motorcycle. Kalau sudah sore, kami pulang. Daddy akan menyuruh untuk memotong kuku dan mandi”

Peneliti : “Lalu, apa lagi kegiatanmu setelah mandi?” Afina : “Belajar”

Peneliti : “Bagaimana dengan tugas-tugasmu dari sekolah?” Afina : “Ini tugasku sudah finish dari semalam”

Peneliti : “Tugas apa?”

Afina : “Kitakan ada tugas dari intermediate science. Waktu untuk lunch sudah berakhir miss, kita akan masuk ke dalam ruangan.

Peneliti : “Ada pelajaran apa selanjutnya?”

Afina : “ Jam kelima kita belajar science or IPS Nes?”

Vanesa : “Jam kelima kita belajar science dengan sir Sinaga” Peneliti : “Vanesa, apa tugasmu sudah selesai?”

Vanesa : “ya”

Afina : “Vanesa lebih suka bermain dan latihan miss” Peneliti : “Latihan apa?”

Afina : “Vanesa mau jadi cheer leader miss. Dia pernah dipanggil ke ruangan principal karena tidak mengerjakan tugasnya”


(64)

Peneliti : “Dia di hukum?”

Afina : “Ya. Nilainya drop sejak awal semester. Kami akan masuk” Peneliti : “Terima kasih Afina”

Afina : “Oke miss

Data Percakapan 5

Peneliti : “Hai Filia, kenapa kamu tidak makan siang” Filia : “Puasa miss”

Peneliti : “Puasamu penuh setiap hari?”

Filia : “Kadang-kadang miss, tapi hari ini akan puasa penuh” Peneliti : “Jadi kamu tidak ingin bermain?”

Filia : “Ga miss, nanti aku capek” Peneliti : “Dengan Raymon sekalipun?”

Filia : “ehm..gayanya sok cool. Raymon yang jadi leader saat bermain di halaman. Dia juga jadi top player dilapangan kemarin. Karena itu dia dapat bingkisan. Tapi dia bandel miss, suka ganggu anak- anak”

Peneliti : “Jadi kamu tidak berteman denganya?” Filia : “ Berteman, tapi aku ga mau main denganya”


(65)

Data Percakan 6

Peneliti : “Hai, Albert. Kenapa kamu mengganggu Catrin?” Albert : “Bukan miss, aku hanya minta komikku”

Peneliti : “Kamu baca komik dalam kelas?”

Albert : “Kita tidak bisa baca komik or majalah dalam kelas. Kalau ketahuan miss, bisa di marahin nanti. Nanti mau ku bawa pulang” Peneliti : “Kenapa komikmu ada pada Catrin?”

Albert : “Aku menemuinya di english centre kemarin sore. Dia pinjam di sana”

Peneliti : “Tapi kalau kamu memintanya dengan cara kasar pasti dia marah”

Catrin : “Inikan lagi bulan puasa. So, jangan suka bikin orang marah” Peneliti : “Bukumu suah kembali. Jangan mengganggunya lagi”


(66)

LAMPIRAN II

Data Responden

1. Nama : Tius Kelas : I-d

Alamat : Komplek Cemara Asri 2. Nama : Cedric

Kelas : I-b

Alamat : Jln. Merbau No. 124 3. Nama : Vitto

Kelas : I-a

Alamat : Jln. Irian No. 186 4. Nama : Filia

Kelas : I-c

Alamat : Komplek Cemara Asri 5. Nama : Roy

Kelas : I-c

Alamat : Komplek Cemara Asri 6. Nama : Dian

Kelas : II-d


(67)

7. Nama : Shakira Aulia Nasution Kelas : II-b

Alamat : Jl. Makmur 8. Nama : Catherine

Kelas : II-a

Alamat : Jln. Katalia No. 15 Cemara Asri 9. Nama : Afina

Kelas : II-c

Alamat : Jln. Rumah potong hewan No. 140 10.Nama : Valencia

Kelas : II-a

Alamat : Perumahan Cemara Hijau No. 15 11.Nama : Sanderson

Kelas : III-c

Alamat : Jln. Bolvevara blok H No. 73 Cemara Asri 12.Nama : Rowena

Kelas : III-a

Alamat : Jln. Kapten Sumarsono Blok A No. 33 Graha Metropolitan 13.Nama : Jason

Kelas : III-b


(68)

14.Nama : Fiqah Kelas : III-c

Alamat : Jln. Danau Semayang No. 122 15.Nama : Ahmad Rasi Maulana

Kelas : III-a

Alamat : Jln. Grafita No. 164 Pulo Brayan 16.Nama : Edrick Albert

Kelas : IV-c

Alamat : Jln. Sunkist No. 88 17.Nama : Britney

Kelas : IV-e

Alamat : Jln. Krakatau 18.Nama : Nadya

Kelas : IV-d

Alamat : Jln. Pinus No. 130 Deli Serdang 19.Nama : Gabby

Kelas : IV-a

Alamat : Jln. Panglima Nyak Makam No. 1a 20.Nama : Rahel Lauditta

Kelas : IV-b


(69)

LAMPIRAN III

DAFTAR PERTANYAAN (ANGKET)

CAMPUR KODE PENUTUR BAHASA INDONESIA OLEH ANAK USIA 6-10 TAHUN

I. Identitas Responden Nama:

Kelas: Alamat:

II. Pertanyaan

1. Bahasa apa yang kamu gunakan pada jam istirahat saat bermain dengan teman-teman?

1. Bahasa Indonesia 2. Bahasa Inggris

2. Saat belajar Bahasa Indonesia, IPS dan Agama apakah kamu pernah menggunakan bahasa Inggris?

1. Pernah 2. Tidak


(70)

3. Jika ingin berbicara dengan orang yang bukan teman (guru,pegawai atau satpam) bahasa apa yang kamu gunakan?

1. bahasa Indonesia 2. bahasa Inggris

4. Mengapa kamu menggunakan bahasa Inggris pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPS dan Agama di dalam ruangan belajar?

1. Keterbatasan kemampuan berbahasa 2. Ingin bergurau dengan teman

5. Bahasa apa yang kamu gunakan saat sedang marah, sedih, ataupun senang saat berada dalam lingkungan sekolah?

1. Bahasa Indonesia 2. Bahasa Inggris


(1)

Data Percakan 6

Peneliti : “Hai, Albert. Kenapa kamu mengganggu Catrin?” Albert : “Bukan miss, aku hanya minta komikku”

Peneliti : “Kamu baca komik dalam kelas?”

Albert : “Kita tidak bisa baca komik or majalah dalam kelas. Kalau ketahuan miss, bisa di marahin nanti. Nanti mau ku bawa pulang” Peneliti : “Kenapa komikmu ada pada Catrin?”

Albert : “Aku menemuinya di english centre kemarin sore. Dia pinjam di sana”

Peneliti : “Tapi kalau kamu memintanya dengan cara kasar pasti dia marah”

Catrin : “Inikan lagi bulan puasa. So, jangan suka bikin orang marah” Peneliti : “Bukumu suah kembali. Jangan mengganggunya lagi”


(2)

LAMPIRAN II

Data Responden

1. Nama : Tius Kelas : I-d

Alamat : Komplek Cemara Asri 2. Nama : Cedric

Kelas : I-b

Alamat : Jln. Merbau No. 124 3. Nama : Vitto

Kelas : I-a

Alamat : Jln. Irian No. 186 4. Nama : Filia

Kelas : I-c

Alamat : Komplek Cemara Asri 5. Nama : Roy

Kelas : I-c

Alamat : Komplek Cemara Asri 6. Nama : Dian

Kelas : II-d


(3)

7. Nama : Shakira Aulia Nasution Kelas : II-b

Alamat : Jl. Makmur 8. Nama : Catherine

Kelas : II-a

Alamat : Jln. Katalia No. 15 Cemara Asri 9. Nama : Afina

Kelas : II-c

Alamat : Jln. Rumah potong hewan No. 140 10.Nama : Valencia

Kelas : II-a

Alamat : Perumahan Cemara Hijau No. 15 11.Nama : Sanderson

Kelas : III-c

Alamat : Jln. Bolvevara blok H No. 73 Cemara Asri 12.Nama : Rowena

Kelas : III-a

Alamat : Jln. Kapten Sumarsono Blok A No. 33 Graha Metropolitan 13.Nama : Jason

Kelas : III-b


(4)

14.Nama : Fiqah Kelas : III-c

Alamat : Jln. Danau Semayang No. 122 15.Nama : Ahmad Rasi Maulana

Kelas : III-a

Alamat : Jln. Grafita No. 164 Pulo Brayan 16.Nama : Edrick Albert

Kelas : IV-c

Alamat : Jln. Sunkist No. 88 17.Nama : Britney

Kelas : IV-e

Alamat : Jln. Krakatau 18.Nama : Nadya

Kelas : IV-d

Alamat : Jln. Pinus No. 130 Deli Serdang 19.Nama : Gabby

Kelas : IV-a

Alamat : Jln. Panglima Nyak Makam No. 1a 20.Nama : Rahel Lauditta

Kelas : IV-b


(5)

LAMPIRAN III

DAFTAR PERTANYAAN (ANGKET)

CAMPUR KODE PENUTUR BAHASA INDONESIA OLEH ANAK USIA 6-10 TAHUN

I. Identitas Responden Nama:

Kelas: Alamat:

II. Pertanyaan

1. Bahasa apa yang kamu gunakan pada jam istirahat saat bermain dengan teman-teman?

1. Bahasa Indonesia 2. Bahasa Inggris

2. Saat belajar Bahasa Indonesia, IPS dan Agama apakah kamu pernah menggunakan bahasa Inggris?

1. Pernah 2. Tidak


(6)

3. Jika ingin berbicara dengan orang yang bukan teman (guru,pegawai atau satpam) bahasa apa yang kamu gunakan?

1. bahasa Indonesia 2. bahasa Inggris

4. Mengapa kamu menggunakan bahasa Inggris pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPS dan Agama di dalam ruangan belajar?

1. Keterbatasan kemampuan berbahasa 2. Ingin bergurau dengan teman

5. Bahasa apa yang kamu gunakan saat sedang marah, sedih, ataupun senang saat berada dalam lingkungan sekolah?

1. Bahasa Indonesia 2. Bahasa Inggris