PERSEPSI PEREMPUAN SURABAYA TERHADAP ORANG YANG MEMAKAI BUSANA MUSLIM ( STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF TENTANG PERSEPSI PEREMPUAN SURABAYA TERHADAP ORANG YANG MEMAKAI BUSANA MUSLIM ).
PERSEPSI PEREMPUAN SURABAYA TERHADAP ORANG YANG
MEMAKAI BUSANA MUSLIM
( STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF TENTANG PERSEPSI PEREMPUAN
SURABAYA TERHADAP ORANG YANG MEMAKAI BUSANA MUSLIM )
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada
FISIP UPN : “ Veteran “ Jawa Timur
OLEH
SARASHATI HUTAMI PUTRI
NPM. 0643010066
YAYASAN KEJUANGAN PANGLIMA BESAR SUDIRMAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
2010
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, penulis panjatkan
karena dengan limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, Skripsi yang berjudul
“
PERSEPSI
PEREMPUAN
SURABAYA
TERHADAP
ORANG
YANG
MEMAKAI BUSANA MUSLIM ” dapat penulis susun dan selesai sebagai wujud
pertanggung jawaban atas terlaksananya kegiatan skripsi .
Dalam proses penyelesaian Skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada pihak-pihak berikut ini:
1.
Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor UPN “Veteran” Jatim.
2.
Dra. Hj. Suparwati, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) UPN “Veteran” Jatim.
3.
Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP
UPN “Veteran” Jatim.
4.
Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.
5.
Dra. Dyva Claretta, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis. Terima
kasih atas segala kontribusi Ibu terkait penyusunan Skripsi ini.
6.
Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun Staf Karyawan FISIP
hingga UPN “Veteran” Jatim pada umumnya.
7.
Bapak Budi Utomo, SE, Ibu Tipuk Sri Wahyuni, dan Larashati Hutami Putri,
selaku orang tua, adik, yang telah memberikan support penulis dan juga
Prudence, Terry, Darby, dan Dipstick yang selalu menyemangati penulis
ii
8.
Sahabat-sahabat luar biasa yang tak sekedar memotivasi dari sebelum
berlangsungnya proses Skripsi hingga selesainya Skripsi ini: Arini Laksmi,
Rani Zamzilfani, Agnes Sorta Anggraini, dan Sealy Rica.
9.
Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan atas keterbatasan halaman ini,
untuk segala bentuk bantuan yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa Skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, kritik maupun saran selalu peneliti harapkan demi tercapainya hal terbaik
dari skripsi ini. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak. Amin.
Surabaya, Juni, 2010
Penulis
iii
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
vii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ........................................................................
1
1.1
Latar Belakang Masalah ....................................................
1
1.2
Perumusan Masalah ..........................................................
9
1.3.
Tujuan Penelitian ..............................................................
9
1.4.
Manfaat Penelitian .............................................................
9
KAJIAN PUSTAKA ...................................................................
10
2.1
Landasan Persepsi ............................................................
10
2.1.1.
Persepsi ............................................................................
10
2.1.1.1. Jenis Persepsi ....................................................................
16
2.1.1.2 Karakteristik Persepsi ......................................................
17
2.1.1.3. Faktor Yang Berperan Dalam Persepsi .............................
18
2.1.1.4. Proses Persepsi ..................................................................
19
2.1.1.5. Proses Terjadinya Persepsi................................................
19
2.1.2.
Komunikasi Non Verbal ...................................................
21
2.1.3.
Busana ...............................................................................
22
2.1.3.1. Busana Muslim .................................................................
23
2.1.3.2. Wanita Dalam Pengertian Islam .......................................
26
iv
BAB III
BAB IV
2.2.
Teori Atribusi ....................................................................
27
2.3.
Kerangka Berpikir..............................................................
28
METODE PENELITIAN ............................................................
30
3.1
Jenis Penelitian…………………………….....................
30
3.2
Definisi Konseptual...........................................................
31
3.2.1.. Busana ................................................................................
31
3.2.1.1. Busana Muslim...................................................................
32
3.2.2.
Persepsi ............................................................................
33
3.2.3.
Wanita Dalam Pengertian Islam........................................
33
3.3.
Informan............................................................................
34
3.4.
Teknik Pengumpulan Data…………………....................
34
3.5.
Teknik Analisis Data.........................................................
36
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................
37
4.1.
Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data ..
37
4.1.1
Gambaran Umum Objek Penelitian .................................
37
4.1.1.1. Wanita Muslim di Surabaya...............................................
37
4.1.2
Penyajian Data ..................................................................
39
4.1.3
Identitas Informan .............................................................
40
4.2
Analisis Data ....................................................................
43
4.2.1
Persepsi Perempuan Surabaya Terhadap Orang Yang
Memakai Busana Muslim............................... .......................... 43
v
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
64
5.1
Kesimpulan .......................................................................
64
5.2
Saran .................................................................................
64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
ABSTRAKSI
Sarashati Hutami Putri, PERSEPSI PEREMPUAN SURABAYA TERHADAP
ORANG YANG MEMAKAI BUSANA MUSLIM ( STUDI DESKRIPTIF
KUALITATIF
TENTANG
PERSEPSI
PEREMPUAN
SURABAYA
TERHADAP ORANG YANG MEMAKAI BUSANA MUSLIM )
Penelitian ini didasarkan pada maraknya fenomena penggunaan kerudung
dengan busana yang tidak sesuai dengan kaidah Islam dan juga didasarkan pada
beberapa masyarakat yang menggunakan kerudung pada waktu – waktu tertentu saja.
Seperti yang banyak terjadi di kalangan pelajar SMP dan SMU yang menggunakan
kerudung dan pakaian berlengan panjang dan rok panjang pada waktu datang ke
sekolah saja, sedangkan pada waktu – waktu di luar jam sekolah, mereka sudah tidak
menggunakan kerudung dan busana panjang mereka. Di kalangan mahasiswi juga
terjadi fenomena penggunaan kerudung dengan busana yang cenderung ketat,
sehingga masih dapat memperlihatkan lekuk tubuh mereka. Fenomena tentang
penggunaan kerudung dan busana muslim juga terjadi di kalangan selebritis yang pada
masa pernikahan menggunakan kerudung dan busana muslim, tetapi setelah bercerai
merka melepas kerudungnya dan menggantikan busana muslimnya dengan busana
yang terbuka dan cenderung sexy.
Persepsi adalah inti dari komunikasi. Dan persepsi juga dapat diartikan
sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan – hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah
pemberian makna kepada stimulus indawi ( sensori stimuli ),. Hubungan sensasi dan
persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi, walaupun begitu
menafsirkan makna informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga
atensi, ekspektasi, motivasi, dan juga memori. Cara pandang pada penelitian ini akan
menentukan bagaimana sebenarnya persepsi masyarakat Surabaya terhadap busana
muslim. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori atribusi, yaitu
penyimpulan motif, makna, dan karakteristik orang lain dengan melihat perilakunya
yang tampak.Teori ini dikemukakan untuk mengembangkan penjelasan bagaimana
cara kita menilai seseorang yang berlainan, dan tergantung pada makna, apa yang kita
kaitkan pada perilaku tertentu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena sedalam – dalamnya melalui
pengumpulan data sedalam – dalamnya. Dan jika data yang dikumpulkan sudah
mendalam,dan dapat menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari
sampling lainnya. Yang lebih ditekankan dalam penelitian ini adalah persoalan
kedalaman ( kualitas ) data, bukannya banyaknya ( kuantitas ) data.
Dari hasil analisi penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat
Surabaya mempersepsikan busana muslim sebagai bentuk identitas bagi para wanita
yang beragama muslim dan yang lebih taat beribadah.
Keyword : persepsi, busana muslim.
BAB I
PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang Masalah
Pada zaman modern seperti sekarang ini, tidak hanya
teknologi dan informasi saja yang berkembang pesat dan jauh lebih
maju dari sebelumnya, tetapi juga dunia fashion, khususnya
perkembangan dalam hal berbusana. Itu terjadi karena sepanjang
hidupnya, manusia tidak akan pernah luput dari segala sesuatu yang
berhubungan dengan fashion, terutama dalam hal berbusana.
Semua manusia pasti membutuhkan busana dan secara tidak
langsung, setiap orang akan memilih busana tertentu yang sesuai
dengan jati diri mereka
masng –masing. Aneka ragam dan model
busana saat ini juga sangat menarik perhatian masyarakat, salah satunya
adalah busana muslim.
Di Indonesia, mayoritas penduduknya beragama muslim,
sehingga tidak sedikit wanita muslim yang memutuskan untuk
menggunakan busana muslim dalam kehidupan sehari – harinya. Secara
umum, alasan beberapa wanita menggunakan busana muslim adalah
untuk memenuhi kewajiban sebagai wanita muslim. Selain itu, busana
muslim juga digunakan untuk menutup aurat para wanita yang
memakainya, agar dapat mencegah munculnya pikiran dan juga
perbuatan yang tidak senonoh dari kaum laki – laki yang berada di
sekitarnya.
Namun ternyata banyak juga wanita yang rata – rata masih
remaja dan masih duduk dibangku sekolah menengah pertama ( SMP ),
ataupun di bangku sekolah menengah atas ( SMA ) swasta muslim yang
hanya menggunakan jilbab hanya sekedar untuk mematuhi peraturan di
sekolahnya. Mereka menggunakan kerudung setiap hari pada waktu
sekolah, setelah usai jam sekolah, dan mereka sudah menginjakkan kaki
di luar gedung sekolah, mereka langsung melepas kerudung mereka.
Selain kejadian seperti diatas, banyak juga para siswi yang bersekolah
di sekolah umum yang walaupun tidak mewajibkan mereka
menggunakan kerudung beserta seragam dengan kemeja berlengan
panjang
dan
rok
panjang,
tetapi
beberapa
diantara
mereka
menggunakan kerudung sebagai kewajiban dari orang tua mereka atau
memang sudah menjadi tradisi dari keluarga mereka masing – masing,
sehingga mereka hanya menggunakan kerudung pada waktu ada di
lsekolah, sedangkan pada waktu lain, seperti waktu bepergian bersama
teman – temannya mereka tidak mengenakan kerudungnya.
.Selain fenomena pemakaian busana muslim dari para remaja
wanita yang masih duduk di SMP atau SMA, fenomena tersebut juga
terjadi di lingkungan kampus tempat peneliti menuntut ilmu. Beberapa
mahasiswi menggunakan busana muslim sebagai busananya sehari –
hari, mereka menutup kepalanya dengan kerudung dan memadukan
warna kerudung mereka dengan kemeja lengan panjang dan rok
panjang hingga mata kaki yang longgar sehingga tidak dapat
memperlihatkan lekuk tubuh mereka. Tetapi tidak sedikit pula, para
mahasiswi yang memadukan jilbabnya dengan busana yang lebih
pantas dikenakan oleh orang yang tidak berkerudung. Mereka
mengenakan busana yang ketat, biasanya berupa kaos atau kemeja dan
juga celana yang ketat dan secara otomatis memperlihatkan lekuk tubuh
mereka dengan jelas. Cara berbsana yang seperti itu juga pasti akan
menimbulkan persepsi dari orang – orang disekitarnya. Orang – orang
akan berpikir bahwa kerudung tidak cocok dipadukan dengan busana
yang ketat, karena kerudung akan lebih indah jika dipadukan dengan
busana yang longgar dan tidak ketat. Orang – orang yang berbusana
muslim seperti itu, bisa saja dianggap tidak sepenuh hati dan setengah –
setengah dalam berbusana muslim, karena mereka hanya menutup
kepalanya dengan kerudung, tapi masih menggunakan busana yang
seharusnya dikenakan oleh wanita yang tidak berjilbab.
Fenomena semacam itu juga terjadi di dunia selebritis.
Beberapa selebritis wanita yang pada awalnya menggunakan busana
muslim tiba – tiba menanggalkan busana muslimnya setelah mengalami
suatu persoalan dalam hidupnya.
Sebagai contoh, adalah penyanyi senior Trie Utami, yang
sebelum bercerai menggunakan busana muslim yang sangat tertutup
lengkap dengan kerudung berupa sebuah kain yang dililit – lilitkan di
kepalanya. Namun, setelah kejadian perceraiannya, dia tampil beda
tanpa busanna muslim dan kerudungnya yang khas dan bahkan
menggantinya dengan pkaian – pakaian yang serba terbuka. Penampilan
baru Trie Utami tersebut, menarik perhatian dan memancing aneka
ragam persepsi dari masyarakat. Sebagian orang menilai, mengapa Trie
Utami malah meninggalkan busana muslim dan kerudungnya justru
setelah dia mengalami masalah perceraiannya, padahal untuk dapat
menghadapi masalah besar dalam hidup, bukankah lebih baik jika kita
lebih mendekatkan diri pada Tuhan, dan lebih taat beribadah, bukannya
malah menanggalkan busana muslim serta kerudung dan merubah
penampilan secara drastis dengan pakaian yang terbuka dan cenderung
sexy.
Sebagian orang lagi juga bisa saja mempersepsikan bahwa
selama ini Trie Utami menggunakan busana muslim hanya karena
tuntutan dan kewajiban dari suaminya, sehingga ketika dia resmi
berpisah dari suaminya, dia merasa bebas dan merdeka, untuk
menanggalkan busana muslimnya.
Beberapa waktu yang lalu, Okki Agustina, istri dari Pasha
“ ungu “ juga melakukan hal yang sama dengan menanggalkan busana
muslim dan kerudungnya setelah bercerai. Okki juga langsung merubah
penampilannya dengan busana yang terbuka dan sexy, dan bahkan
bermain dalam film “ Hanttu Binal Jembatan Semanggi “yang bertema
horror, dengan judul dan adegan yang tidak lepas dari unsur – unsur
pornografi.
Selain Trie Utami dan Okki Agustina, masih ada penyanyi
Reza Artamevia yang menggunakan busana muslim dan kerudung
selama berada di sebuah pesantren untuk menenangkan diri selama
proses perceraiannya, tetapi tidak lama setelah keluar dari pesantren
tersebut dia juga menanggalkan busana muslim dan kerudungnya.
Namun, selain Trie Utami, Okki Agustina, dan Reza
Artamevia, ada juga selebritis yang mengenakan busana muslim dengan
sepenuh hati dan sesuai dengan ajaran Islam, yaitu Ineke Koesherawati
dan Meidiana Hutomo.
Apa yang dilakukan Ineke Koesherawati justru sangat
berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Trie Utami, Okki Agustina,
dan juga Reza Artamevia.. Pada awalnya, Ineke dikenal sebagai artis
film “ panas “, yang selalu berbusana terbuka dan sexy, dan juga selalu
bermain dalam film – film dengan adegan yang dipenuhi unsur – unsur
pornografi.Tetapi sekarang dia berubah drastis dengan menanggalkan
busana sexynya dengan busana muslim dan kerudung yang justru
membuat dia terlihat jauh lebih cantik. Ineke juga membuktikan bahwa
meskipun dia telah menutup tubuhnya dengan busana muslim dan
menutup kepalanya dengan kerudung, dia tetap mendapat banyak
tawaran pekerjaan, yaitu dengan menjadi icon dari merk busana muslim
ternama, Shafira, menjadi model iklan dari shampoo Sunsilk yang
khusus digunakan untuk rambut wanita berjilbab, dan selain itu dia juga
tetap dipercaya untuk bermain di beberapa sinetron dan film bertema
religi berjudul “ Dibawah Langit “.
Selain
Ineke
Koesherawati,
ada
pemain
sinetron
Meidiana Hutomo yang kembali kedunia sinetron setelah lama tidak
bermain sinetron. Dia kembali kedunia sinetron karena di sinetron
terbarunya dia diperbolehkan untuk tetap menggunakan busana muslim
dan kerudungnya. Apa yang dilakukan Meidiana Hutomo tersebut,
menimbulkan persepsi yang positif dari masyarakat karena dia benar –
benar menomorsatukan dan mempertahankan prinsipnya untuk tetap
menggunakan busana muslimnya, dan hanya mau menerima pekerjaan
yang memperbolehkan dia untuk tetap menggunakan busana muslim.
Dari semua peristiwa yang sudah peneliti sebutkan, maka
dapat diketahui bahwa tidak semua wanita menggunakan busana
muslim dengan tulus dan sepenuh hati. Artinya ada beberapa wanita
yang menggunakan busana muslim karena ada dorongan dan keinginan
dari dalam hatinya, tetapi banyak juga wanita yang menggunakan
busana muslim karena kewajiban, paksaan, maupun tuntutan, sehingga
pada akhirnya mereka menggunakan kerudung tidak dengan sungguh –
sungguh dan tidak jarang menimbulkan persepsi negatif dari
masyarakat.
Persepsi sendiri merupakan inti dari komunikasi,
sedangkan penafsiran ( interpretasi ) adalah inti dari persepsi yang
identik dengan penyandian bali ( decoding ) dalam proses komunikasi.
( Mulyana, 2001 : 167 ).
Persepsi merupakan penilaian atau cara pandang individu
terhadap suatu objek yang dilatarbelakangi oleh pengalaman masing –
masing individu terhadap objek tersebut yang berbeda – beda dan
tingkat pengetahuann yang berkaitan dengan transmisi, pengetahuan,
keterampilan, dan juga kepercayaan.
Dalam seuah proses persepsi, banyak rangsangan yang
sampai pada kita melalui pancaindera kita, namun kita tidak
menyampaikan itu semua secara acak. Alih – alih kita mengenali objek
– objek tersebut secara spesifik, dan kejadian – kejadian tertentu yang
memiliki pola tertentu. Alasannya sederhana saja, karena persepsi kita
adalah suatu proses aktif yang menuntut suatu tatanan dan makna atas
berbagai rangsangan yang kita terima. ( Mulyana, 2001 : 170 ).
Atensi tidak dapat terelakkan karena sebelum kita merespon
atau menafsirkan kejadian atau rangsangan apapun, kita harus terlebih
dahulu memperhatikan kejadian atau rangsangan tersebut. Ini berarti
bahwa persepsi mensyaratkan kehadian suatu objek untuk dipersepsi,
termasuk orang lain dan juga diri sendiri. Dalam banyak kasus,
rangsangan yang menarik perhatian kita cenderung dianggap sebagai
penyeab kejadian – kejadian berikutnya. ( Mulyana, 2001 : 169 ).
Dari sekian banyak busana yang ada, salah satu busana
yang juga menarik perhatian masyarakat adalah busana muslim. Dan
sebelum mengetahui lebih jauh tentang busana muslim, perlu diketahui
lebih dulu pengertian busana itu sendiri.
Busana merupakan komponen dari komunikasi non verbal,
karena busana yang dikenakan seseorang, dapat menyampaikan makna
– makna tertentu. Oleh karena itu, sebagian orang berpandangan bahwa
pilihan seseorang atas pakaian mencerminkan kepribadiannya. Ini dapat
dilihat
dari
kecenderungan
kita
dalam
mempersepsi
dan
memperlakukan orang yang sama dengan perlakuan yang berbeda
dengan pakaian yang berbeda. ( Mulyana, 2001 : 347 ).
Beranjak dari masalah tersebut, maka peneliti tertarik
melakukan penelitian untuk mengetahui secara pasti bagaimana
persepsi masyarakat Surabaya terhadap busana muslim.. Dan peneliti
juga menitik beratkan penelitian ini pada masyarakat di kota Surabaya,
sebagai kota metropolitan, yang sarat dengan tuntutan gaya hidup,
fasilitas fashion yang banyak ditemui di berbagai tempat, seperti di
mall.
Selain karena alasan di atas, peneliti memilih kota
Surabaya karena kota Surabaya merupakan salah satu pusat penyebaran
agama Islam di tanah Jawa dengan adanya Masjid Ampel yang
didirikan pada abad ke – 15 oleh Sunan Ampel, dan juga karena
mayoritas penduduk Surabaya beragama Islam.
1,2, Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat tentang latar belakang, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini, adalah : “ Bagaimana Persepsi
Perempuan Surabaya Terhadap Orang Yang Memakai Busana
Muslim ? “.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penulis untuk melakukan penelitian ini adalah
untuk mengetahui persepsi perempuan Surabaya terhadap orang yang
memakai busana muslim.
1.4. Manfaat Penelitian
Ada 2 manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini,
yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan atau
landasan pemikiran pada ilmu komunikasi mengenai persepsi dan
komunikasi non verbal.
2. Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan wacana bagi
masyarakat tentang busana muslim..
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Persepsi
Persepsi adalah suatu proses yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh gambaran mengenai sesuatu melalui pemilihan,
pengetahuan, dan pergantian informasi tentang sesuatu tersebut.
Tindakan seseorang terhadap sesuatu hal banyak dipengaruhi oleh hal –
hal tersebut.
Persepsi menurut Deddy Mulyana ( 2001 : 167 ) adalah
proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan,
dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut
mempengaruhi perilaku kita. Persepsi merupakan inti komunikasi.
Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat,
tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepilah yang
menentukan kita memiliki suatu pesan dan mengabaikan pesan yang
lain.Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, dan
sebagai konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok
budaya atau kelompok identitas.
Selain definisi persepsi di atas, peneliti akan memberikan
beberapa definisi persepsi menurut beberapa ahli, diantaranya menurut
Brian Fellows bahwa persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu
organisasi menerima dan menganalisis informasi. Kenneth A. Sereno
dan Edward M. Bodaken berpendapat bahwa persepsi adalah sesuatu
yang memungkinkan kita memperoleh kesadaan akan sekeliling dan
lingkungan kita. Berbeda dengan Philip Goodacre dan Jennifer Follers
yang lebih berpendapat bahwa persepsi merupakan proses mental yang
digunakan untuk mengenali rangsangannya. Sedangkan menurut Joseph
A. Devito, persepsi adalah proses dengan apa kita menjadi sadar akan
banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita. ( Rakhmat, 2003 :
58 ).
Stephen P. Robins dalam bukunya Prinsip – Prinsip
Perilaku Organisasi, menjelaskan bahwa persepsi adalah :
“ Suatu proses, dimana individu mengorganisasikan dan
menginterpretasi kesan sensori mereka untuk memberi arti pada
lingkungan
mereka.
Riset
tentang
persepsi
secara
konsisten
menunjukkan bahwa individu yang berbeda dapat melihat hal yang
sama, tetapi memahaminya secara berbeda. Kenyataannya adalah
bahwa tak seorangpun dari kita melihat realitas yang kita lakukan
adalah menginterpretasikan apa yang kita lihat dan menyebutkannya
sebagai realitas “. ( Robbins, 2002 : 46 ).
Persepsi merupakan suatu proses dimana individu sangat
menyadari akan aspek lingkungannya. Persepsi akan timbul karena
adanya rangsangan dari luar yang akan
menekan saraf sensor
seseorang melalui indera penglihatan, peraba, penciuman, pengecap,
dan pendengar. Rangsangan disini akan diseleksi, diorganisir oleh
setiap individu dengan caranya sendiri dimana pengalaman dapat
diperoleh dari masa lalu atau dapat dipelajari dari orang lain sehingga
individu tersebut akan memperoleh pengalaman. Persepsi baru
terbentuk bila ada perhatian, pengertian, dan penerimaan dari individu
sesuai dengan kebutuhan individu dalam pengamatannya.
Hasil pengalaman individu tersebut akan membentuk
suatu pandangan terhadap suatu hal. Dalam keadaan yang sama,
persepsi seseorang terhadap suatu hal dapat berbeda dengan persepsi
orang lain. Hal ini dikarenakan tiap manusia mengalami proses
penerimaan ( pemahaman ), dimana seseorang menafsirkan beberapa
hal melalui panca inderanya agar dapat memberi makna pada
lingkungannya dan proses tersebut mempengaruhi perilakunya.
Menurut Ujang (2000 : 112 ), persepsi adalah bagaimana
cara kita memandang dunia sekitar kita. Karena cara atau proses
tersebut berbeda untuk tiap individu sesuai keinginan, nilai – nilai serta
harapan masing – masing individu, maka persepsi mengenai suatu hal
tersebut tentunya berbeda untuk setiap individu. Selanjutnya masing –
masing individu akan cenderung bertindak dan beraksi berdasarkan
persepsinya masing – masing.
Suatu dorongan yang sama tidak selalu menimbulkan
tindakan – tindakan yang sama pula, hal ini disebabkan oleh tanggapan
( persepsi ) yang berbeda bagi masing – masing individu. Persepsi
mampu membedakan tindakan masing – masing individu dalam proses
pemuasan
kebutuhan.
Persepsi
menjembatani
seseorang
dalam
membuktikan suatu kenyataan. Oleh karena itu, seseorang harus bisa
memilih dengan teliti busana yang pantas dan sesuai dengan jati diri
mereka, karena penampilan dapat membentuk identitas kita dan juga
dapat menimbulkan persepsi dari orang lain yang melihatnya.Persepsi
dapat juga disimpulkan sebagai proses kognitif yang menyangkut
peneriman stimulus, mengorganisir, dan mentafsirkan masukan untuk
menciptakan bentuk yang bermakna nyata.
Seseorang mempunyai persepsi yang berbeda – beda
terhadap objek rangsangan yang sama karena adanya tiga proses yang
berkenaan dengan persepsi yaitu penerimaan sumber rangsangan secara
selektif, perubahan makna informasi secara selektif yang mengingat
sesuatu yang selektif.
Menurut Desiderato, persepsi merupakan pengalaman
tentang objek, peristiwa, atau hubungan – hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah
pemberian makna kepada stimulus indrawi ( sensori stimuli ).
Hubungan sensasi dan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari
persepsi. Walaupun begitu menafsirkan makna informasi indrawi tidak
hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan
juga memori. ( Rakhmat, 2003 : 51 ).
Menurut William J. Stanton, persepsi dapat didefinisikan
sebagai makna yang kita pertahkan berdasarkan pada masa lalu, stimuli
rangsangan yang kita terima berdasarkan lima indera.
Sedangkan menurut Bilson Simamora ( 2002 : 102 ),
persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses menyeleksi,
mengorganisasikan, dan juga menginterpretasikan stimuli kedalam
suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh.
Dalam perspektif ilmu komunikasi, persepsi bisa diartikan
sebagai inti dari komunikasi itu sendiri, sedangkan penafsiran
( interpretasi ) adalah inti dari persepsi yang identik dengan penyandian
( decoding ) dalam proses komunikasi. Hal ini tampak pada definisi
dari John R. Wenburg dan juga William W. Wilmor yang mengatakan
bahwa persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organisme memberi
makna atau menutut Rudolf F. Vverderbor, bahwa persepsi adalah
proses menafsirkan informasi inderawi. ( Mulyana, 2001 : 107 )
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
untuk membentuk sebuah persepsi, konsumen melakukan proses
memilih, mengorganisasikan, dan juga menginterpretasikannya sebagai
stimuli yang diterimanya mengenai suatu hal, yang selanjutnya
mengungkapkan pandangan, pendapat, maupun tanggapan mengenai
hal tersebut.
Penilaian masyaakat terhadap sebuah produk tertentu dapat
bersifat psitif dan juga negatif. Semuanya tergantung dari individu atau
masyarakat
dalam
mempersepsikan
produk
yang
ditawarkan,
dibandingkan dengan harapan konsumen yang seharusnya mereka
terima. Jika dalam kenyataan sama dengan yang diharapkan, maka
masyarakat akan memberikan penilaian yang positif terhadap produk
tersebut, tetapi bila ternyata produk yang diterima tidak sesuai dengan
harapan konsumen yang menggunakannya, maka masyarakat akan
memberikan penilaian yang negatitif terhadap produk tersebnut.
Menurut Linda L. Davidoff yang diterjemahkan oleh Mari
Juniati, hakekat persepsi ada tiga, yaitu :
1. Persepsi bukanlah cermin realitas : orang seringkali menganggap
bahwa persepsi menyajikan atau pencerminan yang sempurna mengenai
realitas atau kenyataan. Persepsi Bukanlah cermin. Pertama, indera kita
tidak memberikan respons erhadap aspek – aspek yang ada di dalam
lingkungan. Kedua, manusia seringkali melakukan persepsi rangsang –
rangsang yang pada kenyataannya tidak ada. Ketiga, persepsi manusia
tergantung pada apa yang ia harapkan, pengalaman, motivasi.
2. Persepsi : kemampuan kognitif yang multifaset pada awal pembentukan
proses persepsi, orang telah menentukan dulu apa yang akan
diperhatikan. Setiap kali kita memusatkan perhatian, lebih besar
kemungkinannya anda akan memperoleh makna atau apa yang kita
tangkap, lalu menghubungkannya dengan pengalaman lalu, dan untuk
kemudian hari ditinggal kembali. Kesadaran dan ingatan juga dapat
mempengaruhi persepsi.
3. Atensi : peranannya pada persepsi, atensi atau perhatian adalah
keterbukaan
kita
unutk
memilih
sesuatu.
Beberapa
orang
psikolog,melihat atensi sebagai sejenis alat saring ( filter ) yang akan
menyaring semua informasi pada detik – detik yang berbeda pada
proses persepsi. ( Juariah, 2004 : 28 )
2.1.1.1. Jenis Persepsi
Persepsi manusia terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Persepsi terhadap terhadap lingkungan fisik ( objek )adalah persepsi
manusia terhadap objek melalui lambang – lambang fisik atau sifat –
sifat luar dari suatu benda. Dapat diartikan bahwa manusia dalam
menilai suatu benda mempunyai persepsi yang berbeda – beda. Dan
persepsi
terhadap
objek
bersifat
status
karena
objek
tidak
mempersiapkan manusia ketika manusia tersebut mempersiapkan objek
– objek tersebut.
2. Persepsi terhadap manuisa adalah persepsi manusia terhadap orang
melalui sifat – sifat luar dan dalam ( perasaan, motif, dan harapan ),
dapat diartikan manusia bersifat interaktif karena manusia akan
mempersiapkannya dan bersifat dinamis karena persepsi terhadap
manusia bisa berubah – ubah dari waktu ke waktu.
3. Persepsi terhadap lingkungan sosial adalah suatu proses bagaimana
seseorang menangkap arti dari objek sosial dan kejadian – kejadian
yang kita alami dari lingkungan kita. ( Mulyana, 2001 : 172 ).
2.1.1.2. Karakteristik Persepsi
Menurut Busch dan Houston ( 1985 ) yang dikutip oleh
Ujang Sumarwan ( 2000 : 113 ), karakteristik persepsi dapat
didefinisikan sebagai berikut :
1. Bersifat Selektif
Manusia mempunyai keterbatasan dalam hal kapasitas atau kemampuan
mereka dalam proses semua informasi dari lingkungan. Seseorang pasti
berhadapan dengan sub kumpulan yang terbatas dari objek – objek dan
peristiwa – peristiwa yang banyak sekali dalam lingkungan mereka.
Masyarakat
cenderung
memperhatikan
aspek
lingkungan
yang
berhubungan dengan urusan pribadi mereka. Mereka mengesampingkan
urusan – urusan lain yang tidak berkaitan dengan dengan urusan pribadi
mereka.
2. Terorganisir atau teratur
Suatu perangsang atau pendorong tidak bisa dianggap terisolasi dari
perangsang lain. Rangsangan – rangsangan dikelompokkan kedalam
suatu pola atau informasi yang membentuk keseluruhan. Jadi ketika
seseorang memperhatikan sesuatu, perangsang harus berusaha untuk
mengatur.
3. Stimulus
Stimulus adalah apa yang dirasakan, dan arti yang terdapat
didalamnyaadalah fungsi dari perangsang atau pendorong itu sendiri.
4. Subyektif
Persepsi merupakan fungsi factor pribadi hal – hal yang berasal dari
sifat penikmat attau perasa, kebutuhan, nilai – nilai, motif, pengalaman
masa lalu, pola pikir dan kepribadian seseorang dalam individu
memainkan suatu peran dalam persepsi.
2.1.1.3. Faktor Yang Berperan Dalam Persepsi
Menurut Walgito ( 2001 : 70 ) dalam persepsi stimulus
merupakan salah satu factor yang mempunyai peranan. Faktor – factor
yang berperan dalam persepsi diantaranya adalah :
1. Objek yang dipersepsikan dimana objek menimbulkan stimulus yang
mengenai alat indera. Stimulus dapat datang dari luar individu yang
bersangkutan.
Dapat
diartikan
bahwa
konsumen
dalam
mempersepsikan suatu produk dipengaruhi oleh rangsangan baik dari
dalam maupun dari luar individu.
2. Alat indera merupakan alat yang dipergunakan manusia dalam
menerima stimulus. Dengan mempunyai alat indera, maka konsumen
dapat memberikan respon terhadap suatu produk atau jasa yang
ditawarkan produsen.
3. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas
individu yang ditujukan kepada sesuatu dan sekumpulan objek.
Perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam
rangka mengadakan persepsi.
2.1.1.4. Proses Persepsi
Dalam
proses
persepsi,
terdapat
tiga
komponen,
diantaranya :
1.
Seleksi
Adalah proses penyaringan alat indera terhadap rangsangan dari luar,
intensitas, dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
2.
Interpersonal
Yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti
bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
pengalaman masa lalu, motivasi, dll. Interpretasi juga bergantung pada
kemampuan seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi
yang diterimanya.
3.
Interpretasi
dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku
sebagai reaksi.
Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan
pembulatan terhadap informasi yang samapai. ( Sobur, 2003 : 447 )
2.1.1.5. Proses Terjadinya Persepsi
Menurut Alex Sobur, ( 2003 : 449 ), proses terjadinya
persepsi terdiri dari
1.
Terjadinya
Stimulasi Alat Indera ( sensory Stimulation )
Pada tahap pertama, alat – alat indera kita akan dirangsang. Setiap
individu pasti memiliki kemampuan penginderaan untuk merasakan
stimulus ( rangsangan ), walau kadang tidak selalu digunakan.
2.
Stimulasi
Terhadap Alat Indera Diatur
Pada tahap kedua, rangsangan terhadap alat indera diatur menurut
berbagai prinsip. Salah satu prinsip yang sering digunakan adalah prisip
Proksimitas ( Proximity ) atau kemiripan, sedangkan prisip lain adalah
kelengkapan ( Closure ) atau kita mempersepsikan gambar atau pesan
yang dalam kenyataan tidak lengkap sebagai gambar atau pesan yang
lengkap. Apa yang kita persepsikan, juga kita tata kedalam suatu pola
yang bermaknabagi kita, pola ini belum tentu benar atau salah dari segi
objektif tertentu.
3.
Stimulasi
Alat Indera Ditafsirkan – Dievaluasi
Langkah ketiga adalah penafsiran dan evaluasi yang tidak semata –
mata didasarkan pada rangsangan luar, melainkan juga sangat
dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kebutuhan, keinginan, sistem
nilai, keyakinan, keadaan fisik dan emosi pada saat itu, dan sebagainya
yang ada pada diri kita. Karena walaupun kita semua sama – sama
menerima sebuah pesan, cara masing – masing orang menafsirkan –
mengevaluasinya adalah tidak sama.
1.1.2.
Komunikas
i Non Verbal
Hal terpenting dalam sebuah komunikasi adalah aspek
non verbal. aspek nonverbal atau bahasa tubuh (body language) sangat
penting kita perhatikan demi kesuksesan sebuah proses komunikasi.
Dengan kata lain, penampilan fisik dan pakaian adalah
bagian utama dari bahasa tubuh atau komunikasi nonverbal ( nonverbal
communicaton ). Kita bisa membuat orang lain nyaman atau sebaliknya
dengan penampilan kita. Cara berpakaian kita bisa membuat orang lain
percaya dan menyukai kita. Dan secara sederhana, pesan non verbal
dapat diartikan sebagai semua isyarat yang bukan kata – kata.
( http://www.romeltea.com/2010/01/28/komunikasi-nonverbal-bahasatubuh/ )
Sedangkan menurut Larry A. Samovar dan Richard E.
Porter, komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan, ( kecuali
yang sangat verbal ) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan
oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang
mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima, jadi
definisi ini mencakup perilaku yang disengaja, juga yang tidak
disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan,
dan kita mengirim banyak pesan non verbal tanpa menyadari bahwa
pesan
–
pesan
tersebut
bermakna
bagi
orang
lain.
( Mulyana, 2001 : 308 ).
2.1.3. Busana
Busana adalah istilah yang sudah tidak asing lagi bagi kita,
karena setiap manusia pasti membutuhkan busana, yang juga
merupakan salah satu kebutuhan penting dalam kehidupan sehari – hari
manusia.
Istilah busana sendiri berasal dari bahasa sanskerta yaitu
“ bhusana “ yang dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah
“ busana ”, yang artinya
“ pakaian “. Tetapi istilah busana sering
dikonotasikan sebagai “ pakaian yang bagus atau indah “, yang artinya
pakaian yang serasi, harmonis, selaras, enak di pandang, nyaman
dilihat, cocok dengan orang yang memakainya, dan sesuai dengan
kesempatan.
Pakaian adalah bagian dari busana. Dan pengertian
busana itu sendiri adalah segala sesuatu yang dipakai mulai dari kepala
sampai ujung kaki yang memberi kenyamanan dan menampilkan
keindahan bagi orang yang memakainya. Secara garis besar busana
terdiri dari :
1. Busana mutlak yaitu busana yang tergolong busana pokok seperti baju,
rok, kebaya, blus, bebe dan lain-lain, termasuk pakaian dalam seperti
singlet, bra, celana dalam dan lain sebagainya.
2. Milineris yaitu pelengkap busana yang sifatnya melengkapi busana
mutlak, serta mempunyai nilai guna disamping juga untuk keindahan
seperti sepatu, tas, topi, kaus kaki, kaca mata, selendang, scraf, shawl,
jam tangan dan lain-lain.
3. Aksesoris yaitu pelengkap busana yang sifatnya hanya untuk
menambah keindahan sipemakai seperti cincin, kalung, leontin, bross
dan lain sebagainya.
( http://okrek.blogdetik.com/pengertian‐busana‐dan‐macam‐macamnya )
Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa busana
tidak hanya terbatas pada pakaian, seperti rok, blus atau celana saja,
tetapi juga merupakan kesatuan dari keseluruhan yang kita pakai mulai
dari kepala sampai ke ujung kaki, baik yang sifatnya pokok maupun
sebagai pelengkap yang bernilai guna atau untuk perhiasan.
2.1.3.1. Busana Muslim
Secara harafiah, busana muslim dapat diartikan sebagai
busana yang longgar atau besar, sehingga dapat menutup lekuk tubuh
orang yang memakainya. Darn busana muslim identik dengan jilbab,
yang secara harafiah juga, dapat diartikan sebagai alat yang dapat
digunakan untuk menutup kepala dan rambut.
Dalam kitab Al – Mufraddt, karya Raghib Isfahani,
disebutkan bahwa jilbab adalah baju dan kerudung. Sedangkan kitab
Al- Qamus, menyatakan jilbab sebagai pakaian luar yang lebar,
sekaligus kerudung, yang biasa dipakai kaum wanita untuk menutupi
pakaian ( dalam ) mereka.Kitab Lisanul – Arab memberikan jilbab
sebagai jenis pakaian yang lebih besar daipada sekedar kerudung, dan
lebih besar daripada selendang besar yang biasa dipakai kaum wanita
untuk menutup kepala dan dada mereka.( Shahab, 2009 :85 – 86 )
Menurut Islam, laki – laki hanya diizinkan mencari
kelezatan dan kepuasan memandang dalam batas – batas keluarga dan
pernikahan, dan dilarang keras mendapatkannya di luar wilayah itu.
Tujuan pembatasan ini adalah terciptanya keluarga yang sehat,
harmonis, dan saling memercayai, sebagai sandi terwujudnya
masyarakatyang sehat, damai, berwibawa, dan menjunjung tinggi
harkat wanita. ( Shahab : 2009 : 27 ).
Terkadang, para wanita yang sudah menggunakan busana
muslim dan menutup kepalanya dengan jilbab merasa sudah cukup
aman, dimana ia sudah dapat menutupi aurat dari kaum laki – laki di
sekitarnya. Tetapi,apabila penggunaan pakaian longgar dan jilbab
tersebut masih belum atau tidak memenuhi syarat – syarat yang sesuai
dengan kaidah Islam, maka tetap saja masih akan menimbulkan fitnah.
Adapun syarat – syarat yang harus dipenuhi, diantaranya adalah :
1.
Tebal
Artinya bahan pakaian wanita muslimah tidak boleh sedemikian tipis
sehingga tak menyembunyikan warna kulit yang ditutupinya.
2.
Tidak
Mencolok dan Menarik Perhatian
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, wanita muslimah dilarang
ber – tabarruj ala jahiliyah. Didalamnya termasuk pula larangan untuk
mengenakan pakaian yang mencolok atau menarik perhatian dengan
tujuan memamerkan diri.
3.
Tidak
Menyerupai Pakaian Laki – Laki
a.
Rasulullah
melaknat laki – lakiyang bertingkah laku seperti wanita dan wanita
yang bertingkah laku seperti laki – laki.
b.
Diriwayatka
n oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah mengutuk laki – laki yang
memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki – laki.
4.
Tidak
Menyerupai Pakaian Orang – Orang Non – Muslim ataupun Kafir
a.
Allah
Berfirman :
Swt.
Hai orang – orang beriman, janganlah kamu menjadikan orang – orang
Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin ( panutan, teladan ). Sedangkan
mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa
diantara
kamu
menjadikan
mereka
sebagai
pemimpin,
maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya
Allah tak memberi petunjuk kepada orang – orang yang zalim. ( QS. Al
– Ma’idah ( 5 ) : 51 ).
b.
Rasulullah,
sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bersabda :
” Barang siapa meniru atau menyerupakan cara hidup suatu kaum,
maka sesungguhnya ia termasuk golongan mereka”.
c.
Pada
hadis
lain, yang juga diriwayatkan oleh Ibnu Umar, Rasulullah bersabda :
“Siapa yang meniru cara hidup orang musyrik, hingga matinya, maka ia
akan dibangkitkan pada Hari Akhir bersama – sama mereka “.
( Shahab, 2009 : 89 – 94 ).
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa para wanita
yang menggunakan busana muslim dan berjilbab dalam kehidupan
sehari – hari tidak perlu merasa terkekang, karena dengan memakai
jilbab, tidak berarti wanita dilarang dan dibatasi aktivitasnya. Bahkan,
Islam mewajibkan setiap muslim, baik laki – laki maupun wanita, untuk
menuntut ilmu, dan tidak hanya berpangku tangan serta memencilkan
diri di pojok – pojok rumah. ( Shahab, 2009 : 20 ).
2.1.3.2. Wanita Dalam Pengertian Islam
Menurut M.S.R. Al – Buthi, dalam bukunya “ Perempuan
Dalam Pandangan Hukum Barat dan Islam ( 2005 : 30 ), wanita adalah
insan yang memiliki kedudukan spesifik yang disebabkan oleh struktur
jasmaninya yang lebih seduktif dibandingkan dengan laki – laki.
Kebangkitan Islam sendiri menyebabkan terangkatnya kedudukan
wanita sebagai manusia yang berhargadan bermartabat sebagaimana
laki – laki, untuk selanjutnya baik laki – laki maupun wanita dihargai
sama dengan kemanusiaan mereka.
Islam juga telah mengubah realitas kaum wanita dan laki
– laki dan kemudian menciptakan sebuah bentuk hubungan yang baru
diantara keduanya yang didasarkan pada rasa saling hormat dan saling
pengertian, disertai penekanan untuk menjaga dan menghormati kaum
wanita. Posisi kaum wanita juga diangkat oleh Islam dengan
memberikan hak – hak hokum untuk melakukan kontrak ( perjanjian ),
menjelaskan bisnis dan memiliki barang serta merdeka, tidak
tergantung pada suami ataupun keluarga laki – laki mereka. ( Jawad,
2002 : 10 ).
Sejak awal, Islam relah menekankan bahwa kaum wanita
yang merupakan bagian dari masyarakat, harus diberi kesempatan yang
memungkinkan terjadinya pengembangan kemampuan alamiah yang
mereka miliki, sehingga mereka bisa berpartisipasi secara efektif dalam
pengembangan masyarakat, Islam juga menekankan bahwa kaum
wanita ( harus ) diijinkan untuk mencapai tingkat kemajuan tertinggi
dalam
hal
material,
intelektual,
dan
spiritual
mereka.
( Jawad, 2002 : 14 ).
Termasuk dalam konteks ini, Islam telah memperluas hak
– hak wanita dalam berbagai bidang seperti : sosial, politik, ekonomi,
pendidikan, keterampilan, dan kesempatan kerja. Umtuk melindungi
agar hak – hak itu tidak disalahgunakan oleh kaum laki – laki, maka
Islam memberikan upaya perlindungan hukumyang kuat terhadap hak –
hak wanita.
a.
Teori
Atribusi
Atribusi adalah proses menyimpulkan motif, maksud, dan
karakteristik orang lain dengan melihat pada perilakunya yang tampak.
( Baron dan Bryne, 1979 ) Rakhmat ( 2002 : 93 ). Teori atribusi
dikemukakan untuk mengembangkan penjelasan mengenai cara – cara
kita menilai seorang berlainan, bergantung pada makna, apa yang kita
kaitkan pada perilaku tertentu. Pada dasarnya, teori itu mengemukakan
bahwa apabila kita mengamati perilaku individu, kita berusaha
menentukan apakah perilaku tersebut disebabkan oleh factor internal
atau eksternal. Meski demikian, penentuan tersebut sebagian besar
tergantung pada tiga factor : ( a ) keunikan, ( b ) konsensus, ( c )
konsistensi. ( Robbin, 2008 : 171 – 172 ).
b. Kerangka Berpikir
Busana Muslim yang identik dapat didefinisikan sebagai
busana yang longgar atau besar yang dapat menutupi lekuk tubuh orang
yang memakainya. Sedangkan jilbab, yang selalu identik dengan jilbab
dapat didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk menutup kepala
dan rambut dari wanita muslim.
Penggunaan busana muslim dan jilbab dimaksudkan agar
para wanita muslim dapat menutup auratnya, sehingga aman dari segala
gangguan dan fitnah di lingkungan sekiar.
Persepsi adalah proses pemahaman ataupun pemberian
makna atau suatu individu terhadap stimulus. Stimulus didapat dari
proses penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan –
hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak.
Proses kognisi dimulai dari persepsi.
Adapun kerangka berpikir tersebut adalah sebagai berikut :
Busana
Muslim
Persepsi
Analisis
Kesimpulan
BAB III
METODE PENELITIAN
1.1.
Jenis
Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode
kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam
– dalamnnya melalui pengumpulan data sedalam – dalamnya. .
Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling,
bahkan populasi atau samplingnya sangat terbatas. Jika data yang
dikumpulkan sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang
diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Disini yang lebih
ditekankan adalah persoalan kedalaman ( kualitas ) data, bukannya
banyaknya ( kuantitas ), data. ( Krisyantono, 2007 : 58 ).
Menurut Rakhmat ( 2004 : 24 ), penelitian deskriptif
kualitatif ditujukan untuk beberapa hal, diantaranya adalah :
1.
Mengidentifi
kasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek – praktek yang
berlaku.
2.
Membuat
perbandingan atau evaluasi.
3.
Menumpulka
n informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada.
4.
Menentukan
apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama
dan belajar dar pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan
keputusan pada waktu yang akan datang.
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan sebuah
studi deskriptif untuk menggambarkan persepsi masyarakat terhadap
para wanita yang menggunakan busana muslim dalam kegiatan sehari –
harinya.
1.2.
Definisi
Konseptual
1.2.1.
Busana
Istilah busana sendiri berasal dari bahasa sanskerta yaitu “
bhusana “ yang dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah “
busana ”, yang artinya
“ pakaian “. Tetapi istilah busana sering
dikonotasikan sebagai “ pakaian yang bagus atau indah “, yang artinya
pakaian yang serasi, harmonis, selaras, enak di pandang, nyaman
dilihat, cocok dengan orang yang memakainya, dan sesuai dengan
kesempatan.
(
macam-macamnya).
http://okrek.blogdetik.com/pengertian-busana-dan-
Busana dalam penelitian ini adalah suatu kebutuhan
pokok bagi setiap manusia, karena setiap manusia pasti membutuhkan
busana untuk dikenakan dalam kegiatan sehari – harinya. Dalam
menggunakan busana, setiap orang harus menyesuaikan busana yang
dikenakannya dengan jati dirinya sendiri.
Kepribadian atau identitas seseorang biasanya dapat
tercermin dari busana yang dikenakannya, karena biasanya masyarakat
yang ada di sekeliling kita mempersepsikan baik atau tidaknya
seseorang yang baru pertama dilihat atau dikenanya dari busana yang
dikenakan orang tersebut.
3.2.1.1.Busana Muslim
Secara harafiah, busana muslim dapat diartikan sebagai
busana yang longgar atau besar, sehingga dapat menutup lekuk tubuh
orang yang memakainya. Darn busana muslim identik dengan
kerudung, yang secara harafiah juga, dapat diartikan sebagai alat yang
dapat digunakan untuk menutup kepala dan rambut.
Dalam kitab Al – Mufraddt, karya Raghib Isfahani,
disebutkan bahwa jilbab adalah baju dan kerudung. Sedangkan kitab
Al- Qamus, menyatakan jilbab sebagai pakaian luar yang lebar,
sekaligus kerudung, yang biasa dipakai kaum wanita untuk menutupi
pakaian ( dalam ) mereka.Kitab Lisanul – Arab memberikan jilbab
sebagai jenis pakaian yang lebih besar daipada sekedar kerudung, dan
lebih besar daripada selendang besar yang biasa dipakai kaum wanita
untuk menutup kepala dan dada mereka.( Shahab, 2009 :85 – 86 )
Dalam penelitian ini, busana muslim, khusunya busana
muslim perempuan diartikan sebagai busana yang biasa digunakan oleh
para wanita muslim untuk menutupi auratnya. Dalam kehidupan sehari
– hari, masyarakat biasanya mempersepsikan wanita yang berbusana
muslim sebagai wanita yang taat beragama dan benar – benar
menjalankan kewajibannya sebagai wanita muslim, yaitu dengan
berbusana muslim dan menutup kepalanya dengan kerudung.
1.2.2.
Persepsi
Persepsi adalah proses pemahaman apaupun pemberian
makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus didapat dari
proses penginderaan terhadap objek peristiwa, atau hubungan –
hubungan antar gejala yang selanjutna diproses oleh otak. Proses
kognisi dimulai dari persepsi.
Definisi lain dari persepsi adalah proses internal yang
memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan
tanggapan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi
perilaku kita. ( Mulyana, 2001 : 167 ).
1.2.3.
Wanita
dalam Pengertian Islam
Adanya penilaian atau tanggapan dari masyarakat tersebut
juga sangat berkaitan dengan timbulnya kesan – kesan terhadap
seseorang, khusunya seorang wanita yang menggunakan busana
muslim dalam kehidupan sehari – harin
MEMAKAI BUSANA MUSLIM
( STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF TENTANG PERSEPSI PEREMPUAN
SURABAYA TERHADAP ORANG YANG MEMAKAI BUSANA MUSLIM )
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada
FISIP UPN : “ Veteran “ Jawa Timur
OLEH
SARASHATI HUTAMI PUTRI
NPM. 0643010066
YAYASAN KEJUANGAN PANGLIMA BESAR SUDIRMAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
2010
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, penulis panjatkan
karena dengan limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, Skripsi yang berjudul
“
PERSEPSI
PEREMPUAN
SURABAYA
TERHADAP
ORANG
YANG
MEMAKAI BUSANA MUSLIM ” dapat penulis susun dan selesai sebagai wujud
pertanggung jawaban atas terlaksananya kegiatan skripsi .
Dalam proses penyelesaian Skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada pihak-pihak berikut ini:
1.
Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor UPN “Veteran” Jatim.
2.
Dra. Hj. Suparwati, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) UPN “Veteran” Jatim.
3.
Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP
UPN “Veteran” Jatim.
4.
Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.
5.
Dra. Dyva Claretta, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis. Terima
kasih atas segala kontribusi Ibu terkait penyusunan Skripsi ini.
6.
Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun Staf Karyawan FISIP
hingga UPN “Veteran” Jatim pada umumnya.
7.
Bapak Budi Utomo, SE, Ibu Tipuk Sri Wahyuni, dan Larashati Hutami Putri,
selaku orang tua, adik, yang telah memberikan support penulis dan juga
Prudence, Terry, Darby, dan Dipstick yang selalu menyemangati penulis
ii
8.
Sahabat-sahabat luar biasa yang tak sekedar memotivasi dari sebelum
berlangsungnya proses Skripsi hingga selesainya Skripsi ini: Arini Laksmi,
Rani Zamzilfani, Agnes Sorta Anggraini, dan Sealy Rica.
9.
Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan atas keterbatasan halaman ini,
untuk segala bentuk bantuan yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa Skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, kritik maupun saran selalu peneliti harapkan demi tercapainya hal terbaik
dari skripsi ini. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak. Amin.
Surabaya, Juni, 2010
Penulis
iii
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
vii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ........................................................................
1
1.1
Latar Belakang Masalah ....................................................
1
1.2
Perumusan Masalah ..........................................................
9
1.3.
Tujuan Penelitian ..............................................................
9
1.4.
Manfaat Penelitian .............................................................
9
KAJIAN PUSTAKA ...................................................................
10
2.1
Landasan Persepsi ............................................................
10
2.1.1.
Persepsi ............................................................................
10
2.1.1.1. Jenis Persepsi ....................................................................
16
2.1.1.2 Karakteristik Persepsi ......................................................
17
2.1.1.3. Faktor Yang Berperan Dalam Persepsi .............................
18
2.1.1.4. Proses Persepsi ..................................................................
19
2.1.1.5. Proses Terjadinya Persepsi................................................
19
2.1.2.
Komunikasi Non Verbal ...................................................
21
2.1.3.
Busana ...............................................................................
22
2.1.3.1. Busana Muslim .................................................................
23
2.1.3.2. Wanita Dalam Pengertian Islam .......................................
26
iv
BAB III
BAB IV
2.2.
Teori Atribusi ....................................................................
27
2.3.
Kerangka Berpikir..............................................................
28
METODE PENELITIAN ............................................................
30
3.1
Jenis Penelitian…………………………….....................
30
3.2
Definisi Konseptual...........................................................
31
3.2.1.. Busana ................................................................................
31
3.2.1.1. Busana Muslim...................................................................
32
3.2.2.
Persepsi ............................................................................
33
3.2.3.
Wanita Dalam Pengertian Islam........................................
33
3.3.
Informan............................................................................
34
3.4.
Teknik Pengumpulan Data…………………....................
34
3.5.
Teknik Analisis Data.........................................................
36
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................
37
4.1.
Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data ..
37
4.1.1
Gambaran Umum Objek Penelitian .................................
37
4.1.1.1. Wanita Muslim di Surabaya...............................................
37
4.1.2
Penyajian Data ..................................................................
39
4.1.3
Identitas Informan .............................................................
40
4.2
Analisis Data ....................................................................
43
4.2.1
Persepsi Perempuan Surabaya Terhadap Orang Yang
Memakai Busana Muslim............................... .......................... 43
v
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
64
5.1
Kesimpulan .......................................................................
64
5.2
Saran .................................................................................
64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
ABSTRAKSI
Sarashati Hutami Putri, PERSEPSI PEREMPUAN SURABAYA TERHADAP
ORANG YANG MEMAKAI BUSANA MUSLIM ( STUDI DESKRIPTIF
KUALITATIF
TENTANG
PERSEPSI
PEREMPUAN
SURABAYA
TERHADAP ORANG YANG MEMAKAI BUSANA MUSLIM )
Penelitian ini didasarkan pada maraknya fenomena penggunaan kerudung
dengan busana yang tidak sesuai dengan kaidah Islam dan juga didasarkan pada
beberapa masyarakat yang menggunakan kerudung pada waktu – waktu tertentu saja.
Seperti yang banyak terjadi di kalangan pelajar SMP dan SMU yang menggunakan
kerudung dan pakaian berlengan panjang dan rok panjang pada waktu datang ke
sekolah saja, sedangkan pada waktu – waktu di luar jam sekolah, mereka sudah tidak
menggunakan kerudung dan busana panjang mereka. Di kalangan mahasiswi juga
terjadi fenomena penggunaan kerudung dengan busana yang cenderung ketat,
sehingga masih dapat memperlihatkan lekuk tubuh mereka. Fenomena tentang
penggunaan kerudung dan busana muslim juga terjadi di kalangan selebritis yang pada
masa pernikahan menggunakan kerudung dan busana muslim, tetapi setelah bercerai
merka melepas kerudungnya dan menggantikan busana muslimnya dengan busana
yang terbuka dan cenderung sexy.
Persepsi adalah inti dari komunikasi. Dan persepsi juga dapat diartikan
sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan – hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah
pemberian makna kepada stimulus indawi ( sensori stimuli ),. Hubungan sensasi dan
persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi, walaupun begitu
menafsirkan makna informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga
atensi, ekspektasi, motivasi, dan juga memori. Cara pandang pada penelitian ini akan
menentukan bagaimana sebenarnya persepsi masyarakat Surabaya terhadap busana
muslim. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori atribusi, yaitu
penyimpulan motif, makna, dan karakteristik orang lain dengan melihat perilakunya
yang tampak.Teori ini dikemukakan untuk mengembangkan penjelasan bagaimana
cara kita menilai seseorang yang berlainan, dan tergantung pada makna, apa yang kita
kaitkan pada perilaku tertentu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena sedalam – dalamnya melalui
pengumpulan data sedalam – dalamnya. Dan jika data yang dikumpulkan sudah
mendalam,dan dapat menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari
sampling lainnya. Yang lebih ditekankan dalam penelitian ini adalah persoalan
kedalaman ( kualitas ) data, bukannya banyaknya ( kuantitas ) data.
Dari hasil analisi penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat
Surabaya mempersepsikan busana muslim sebagai bentuk identitas bagi para wanita
yang beragama muslim dan yang lebih taat beribadah.
Keyword : persepsi, busana muslim.
BAB I
PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang Masalah
Pada zaman modern seperti sekarang ini, tidak hanya
teknologi dan informasi saja yang berkembang pesat dan jauh lebih
maju dari sebelumnya, tetapi juga dunia fashion, khususnya
perkembangan dalam hal berbusana. Itu terjadi karena sepanjang
hidupnya, manusia tidak akan pernah luput dari segala sesuatu yang
berhubungan dengan fashion, terutama dalam hal berbusana.
Semua manusia pasti membutuhkan busana dan secara tidak
langsung, setiap orang akan memilih busana tertentu yang sesuai
dengan jati diri mereka
masng –masing. Aneka ragam dan model
busana saat ini juga sangat menarik perhatian masyarakat, salah satunya
adalah busana muslim.
Di Indonesia, mayoritas penduduknya beragama muslim,
sehingga tidak sedikit wanita muslim yang memutuskan untuk
menggunakan busana muslim dalam kehidupan sehari – harinya. Secara
umum, alasan beberapa wanita menggunakan busana muslim adalah
untuk memenuhi kewajiban sebagai wanita muslim. Selain itu, busana
muslim juga digunakan untuk menutup aurat para wanita yang
memakainya, agar dapat mencegah munculnya pikiran dan juga
perbuatan yang tidak senonoh dari kaum laki – laki yang berada di
sekitarnya.
Namun ternyata banyak juga wanita yang rata – rata masih
remaja dan masih duduk dibangku sekolah menengah pertama ( SMP ),
ataupun di bangku sekolah menengah atas ( SMA ) swasta muslim yang
hanya menggunakan jilbab hanya sekedar untuk mematuhi peraturan di
sekolahnya. Mereka menggunakan kerudung setiap hari pada waktu
sekolah, setelah usai jam sekolah, dan mereka sudah menginjakkan kaki
di luar gedung sekolah, mereka langsung melepas kerudung mereka.
Selain kejadian seperti diatas, banyak juga para siswi yang bersekolah
di sekolah umum yang walaupun tidak mewajibkan mereka
menggunakan kerudung beserta seragam dengan kemeja berlengan
panjang
dan
rok
panjang,
tetapi
beberapa
diantara
mereka
menggunakan kerudung sebagai kewajiban dari orang tua mereka atau
memang sudah menjadi tradisi dari keluarga mereka masing – masing,
sehingga mereka hanya menggunakan kerudung pada waktu ada di
lsekolah, sedangkan pada waktu lain, seperti waktu bepergian bersama
teman – temannya mereka tidak mengenakan kerudungnya.
.Selain fenomena pemakaian busana muslim dari para remaja
wanita yang masih duduk di SMP atau SMA, fenomena tersebut juga
terjadi di lingkungan kampus tempat peneliti menuntut ilmu. Beberapa
mahasiswi menggunakan busana muslim sebagai busananya sehari –
hari, mereka menutup kepalanya dengan kerudung dan memadukan
warna kerudung mereka dengan kemeja lengan panjang dan rok
panjang hingga mata kaki yang longgar sehingga tidak dapat
memperlihatkan lekuk tubuh mereka. Tetapi tidak sedikit pula, para
mahasiswi yang memadukan jilbabnya dengan busana yang lebih
pantas dikenakan oleh orang yang tidak berkerudung. Mereka
mengenakan busana yang ketat, biasanya berupa kaos atau kemeja dan
juga celana yang ketat dan secara otomatis memperlihatkan lekuk tubuh
mereka dengan jelas. Cara berbsana yang seperti itu juga pasti akan
menimbulkan persepsi dari orang – orang disekitarnya. Orang – orang
akan berpikir bahwa kerudung tidak cocok dipadukan dengan busana
yang ketat, karena kerudung akan lebih indah jika dipadukan dengan
busana yang longgar dan tidak ketat. Orang – orang yang berbusana
muslim seperti itu, bisa saja dianggap tidak sepenuh hati dan setengah –
setengah dalam berbusana muslim, karena mereka hanya menutup
kepalanya dengan kerudung, tapi masih menggunakan busana yang
seharusnya dikenakan oleh wanita yang tidak berjilbab.
Fenomena semacam itu juga terjadi di dunia selebritis.
Beberapa selebritis wanita yang pada awalnya menggunakan busana
muslim tiba – tiba menanggalkan busana muslimnya setelah mengalami
suatu persoalan dalam hidupnya.
Sebagai contoh, adalah penyanyi senior Trie Utami, yang
sebelum bercerai menggunakan busana muslim yang sangat tertutup
lengkap dengan kerudung berupa sebuah kain yang dililit – lilitkan di
kepalanya. Namun, setelah kejadian perceraiannya, dia tampil beda
tanpa busanna muslim dan kerudungnya yang khas dan bahkan
menggantinya dengan pkaian – pakaian yang serba terbuka. Penampilan
baru Trie Utami tersebut, menarik perhatian dan memancing aneka
ragam persepsi dari masyarakat. Sebagian orang menilai, mengapa Trie
Utami malah meninggalkan busana muslim dan kerudungnya justru
setelah dia mengalami masalah perceraiannya, padahal untuk dapat
menghadapi masalah besar dalam hidup, bukankah lebih baik jika kita
lebih mendekatkan diri pada Tuhan, dan lebih taat beribadah, bukannya
malah menanggalkan busana muslim serta kerudung dan merubah
penampilan secara drastis dengan pakaian yang terbuka dan cenderung
sexy.
Sebagian orang lagi juga bisa saja mempersepsikan bahwa
selama ini Trie Utami menggunakan busana muslim hanya karena
tuntutan dan kewajiban dari suaminya, sehingga ketika dia resmi
berpisah dari suaminya, dia merasa bebas dan merdeka, untuk
menanggalkan busana muslimnya.
Beberapa waktu yang lalu, Okki Agustina, istri dari Pasha
“ ungu “ juga melakukan hal yang sama dengan menanggalkan busana
muslim dan kerudungnya setelah bercerai. Okki juga langsung merubah
penampilannya dengan busana yang terbuka dan sexy, dan bahkan
bermain dalam film “ Hanttu Binal Jembatan Semanggi “yang bertema
horror, dengan judul dan adegan yang tidak lepas dari unsur – unsur
pornografi.
Selain Trie Utami dan Okki Agustina, masih ada penyanyi
Reza Artamevia yang menggunakan busana muslim dan kerudung
selama berada di sebuah pesantren untuk menenangkan diri selama
proses perceraiannya, tetapi tidak lama setelah keluar dari pesantren
tersebut dia juga menanggalkan busana muslim dan kerudungnya.
Namun, selain Trie Utami, Okki Agustina, dan Reza
Artamevia, ada juga selebritis yang mengenakan busana muslim dengan
sepenuh hati dan sesuai dengan ajaran Islam, yaitu Ineke Koesherawati
dan Meidiana Hutomo.
Apa yang dilakukan Ineke Koesherawati justru sangat
berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Trie Utami, Okki Agustina,
dan juga Reza Artamevia.. Pada awalnya, Ineke dikenal sebagai artis
film “ panas “, yang selalu berbusana terbuka dan sexy, dan juga selalu
bermain dalam film – film dengan adegan yang dipenuhi unsur – unsur
pornografi.Tetapi sekarang dia berubah drastis dengan menanggalkan
busana sexynya dengan busana muslim dan kerudung yang justru
membuat dia terlihat jauh lebih cantik. Ineke juga membuktikan bahwa
meskipun dia telah menutup tubuhnya dengan busana muslim dan
menutup kepalanya dengan kerudung, dia tetap mendapat banyak
tawaran pekerjaan, yaitu dengan menjadi icon dari merk busana muslim
ternama, Shafira, menjadi model iklan dari shampoo Sunsilk yang
khusus digunakan untuk rambut wanita berjilbab, dan selain itu dia juga
tetap dipercaya untuk bermain di beberapa sinetron dan film bertema
religi berjudul “ Dibawah Langit “.
Selain
Ineke
Koesherawati,
ada
pemain
sinetron
Meidiana Hutomo yang kembali kedunia sinetron setelah lama tidak
bermain sinetron. Dia kembali kedunia sinetron karena di sinetron
terbarunya dia diperbolehkan untuk tetap menggunakan busana muslim
dan kerudungnya. Apa yang dilakukan Meidiana Hutomo tersebut,
menimbulkan persepsi yang positif dari masyarakat karena dia benar –
benar menomorsatukan dan mempertahankan prinsipnya untuk tetap
menggunakan busana muslimnya, dan hanya mau menerima pekerjaan
yang memperbolehkan dia untuk tetap menggunakan busana muslim.
Dari semua peristiwa yang sudah peneliti sebutkan, maka
dapat diketahui bahwa tidak semua wanita menggunakan busana
muslim dengan tulus dan sepenuh hati. Artinya ada beberapa wanita
yang menggunakan busana muslim karena ada dorongan dan keinginan
dari dalam hatinya, tetapi banyak juga wanita yang menggunakan
busana muslim karena kewajiban, paksaan, maupun tuntutan, sehingga
pada akhirnya mereka menggunakan kerudung tidak dengan sungguh –
sungguh dan tidak jarang menimbulkan persepsi negatif dari
masyarakat.
Persepsi sendiri merupakan inti dari komunikasi,
sedangkan penafsiran ( interpretasi ) adalah inti dari persepsi yang
identik dengan penyandian bali ( decoding ) dalam proses komunikasi.
( Mulyana, 2001 : 167 ).
Persepsi merupakan penilaian atau cara pandang individu
terhadap suatu objek yang dilatarbelakangi oleh pengalaman masing –
masing individu terhadap objek tersebut yang berbeda – beda dan
tingkat pengetahuann yang berkaitan dengan transmisi, pengetahuan,
keterampilan, dan juga kepercayaan.
Dalam seuah proses persepsi, banyak rangsangan yang
sampai pada kita melalui pancaindera kita, namun kita tidak
menyampaikan itu semua secara acak. Alih – alih kita mengenali objek
– objek tersebut secara spesifik, dan kejadian – kejadian tertentu yang
memiliki pola tertentu. Alasannya sederhana saja, karena persepsi kita
adalah suatu proses aktif yang menuntut suatu tatanan dan makna atas
berbagai rangsangan yang kita terima. ( Mulyana, 2001 : 170 ).
Atensi tidak dapat terelakkan karena sebelum kita merespon
atau menafsirkan kejadian atau rangsangan apapun, kita harus terlebih
dahulu memperhatikan kejadian atau rangsangan tersebut. Ini berarti
bahwa persepsi mensyaratkan kehadian suatu objek untuk dipersepsi,
termasuk orang lain dan juga diri sendiri. Dalam banyak kasus,
rangsangan yang menarik perhatian kita cenderung dianggap sebagai
penyeab kejadian – kejadian berikutnya. ( Mulyana, 2001 : 169 ).
Dari sekian banyak busana yang ada, salah satu busana
yang juga menarik perhatian masyarakat adalah busana muslim. Dan
sebelum mengetahui lebih jauh tentang busana muslim, perlu diketahui
lebih dulu pengertian busana itu sendiri.
Busana merupakan komponen dari komunikasi non verbal,
karena busana yang dikenakan seseorang, dapat menyampaikan makna
– makna tertentu. Oleh karena itu, sebagian orang berpandangan bahwa
pilihan seseorang atas pakaian mencerminkan kepribadiannya. Ini dapat
dilihat
dari
kecenderungan
kita
dalam
mempersepsi
dan
memperlakukan orang yang sama dengan perlakuan yang berbeda
dengan pakaian yang berbeda. ( Mulyana, 2001 : 347 ).
Beranjak dari masalah tersebut, maka peneliti tertarik
melakukan penelitian untuk mengetahui secara pasti bagaimana
persepsi masyarakat Surabaya terhadap busana muslim.. Dan peneliti
juga menitik beratkan penelitian ini pada masyarakat di kota Surabaya,
sebagai kota metropolitan, yang sarat dengan tuntutan gaya hidup,
fasilitas fashion yang banyak ditemui di berbagai tempat, seperti di
mall.
Selain karena alasan di atas, peneliti memilih kota
Surabaya karena kota Surabaya merupakan salah satu pusat penyebaran
agama Islam di tanah Jawa dengan adanya Masjid Ampel yang
didirikan pada abad ke – 15 oleh Sunan Ampel, dan juga karena
mayoritas penduduk Surabaya beragama Islam.
1,2, Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat tentang latar belakang, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini, adalah : “ Bagaimana Persepsi
Perempuan Surabaya Terhadap Orang Yang Memakai Busana
Muslim ? “.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penulis untuk melakukan penelitian ini adalah
untuk mengetahui persepsi perempuan Surabaya terhadap orang yang
memakai busana muslim.
1.4. Manfaat Penelitian
Ada 2 manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini,
yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan atau
landasan pemikiran pada ilmu komunikasi mengenai persepsi dan
komunikasi non verbal.
2. Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan wacana bagi
masyarakat tentang busana muslim..
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Persepsi
Persepsi adalah suatu proses yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh gambaran mengenai sesuatu melalui pemilihan,
pengetahuan, dan pergantian informasi tentang sesuatu tersebut.
Tindakan seseorang terhadap sesuatu hal banyak dipengaruhi oleh hal –
hal tersebut.
Persepsi menurut Deddy Mulyana ( 2001 : 167 ) adalah
proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan,
dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut
mempengaruhi perilaku kita. Persepsi merupakan inti komunikasi.
Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat,
tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepilah yang
menentukan kita memiliki suatu pesan dan mengabaikan pesan yang
lain.Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, dan
sebagai konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok
budaya atau kelompok identitas.
Selain definisi persepsi di atas, peneliti akan memberikan
beberapa definisi persepsi menurut beberapa ahli, diantaranya menurut
Brian Fellows bahwa persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu
organisasi menerima dan menganalisis informasi. Kenneth A. Sereno
dan Edward M. Bodaken berpendapat bahwa persepsi adalah sesuatu
yang memungkinkan kita memperoleh kesadaan akan sekeliling dan
lingkungan kita. Berbeda dengan Philip Goodacre dan Jennifer Follers
yang lebih berpendapat bahwa persepsi merupakan proses mental yang
digunakan untuk mengenali rangsangannya. Sedangkan menurut Joseph
A. Devito, persepsi adalah proses dengan apa kita menjadi sadar akan
banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita. ( Rakhmat, 2003 :
58 ).
Stephen P. Robins dalam bukunya Prinsip – Prinsip
Perilaku Organisasi, menjelaskan bahwa persepsi adalah :
“ Suatu proses, dimana individu mengorganisasikan dan
menginterpretasi kesan sensori mereka untuk memberi arti pada
lingkungan
mereka.
Riset
tentang
persepsi
secara
konsisten
menunjukkan bahwa individu yang berbeda dapat melihat hal yang
sama, tetapi memahaminya secara berbeda. Kenyataannya adalah
bahwa tak seorangpun dari kita melihat realitas yang kita lakukan
adalah menginterpretasikan apa yang kita lihat dan menyebutkannya
sebagai realitas “. ( Robbins, 2002 : 46 ).
Persepsi merupakan suatu proses dimana individu sangat
menyadari akan aspek lingkungannya. Persepsi akan timbul karena
adanya rangsangan dari luar yang akan
menekan saraf sensor
seseorang melalui indera penglihatan, peraba, penciuman, pengecap,
dan pendengar. Rangsangan disini akan diseleksi, diorganisir oleh
setiap individu dengan caranya sendiri dimana pengalaman dapat
diperoleh dari masa lalu atau dapat dipelajari dari orang lain sehingga
individu tersebut akan memperoleh pengalaman. Persepsi baru
terbentuk bila ada perhatian, pengertian, dan penerimaan dari individu
sesuai dengan kebutuhan individu dalam pengamatannya.
Hasil pengalaman individu tersebut akan membentuk
suatu pandangan terhadap suatu hal. Dalam keadaan yang sama,
persepsi seseorang terhadap suatu hal dapat berbeda dengan persepsi
orang lain. Hal ini dikarenakan tiap manusia mengalami proses
penerimaan ( pemahaman ), dimana seseorang menafsirkan beberapa
hal melalui panca inderanya agar dapat memberi makna pada
lingkungannya dan proses tersebut mempengaruhi perilakunya.
Menurut Ujang (2000 : 112 ), persepsi adalah bagaimana
cara kita memandang dunia sekitar kita. Karena cara atau proses
tersebut berbeda untuk tiap individu sesuai keinginan, nilai – nilai serta
harapan masing – masing individu, maka persepsi mengenai suatu hal
tersebut tentunya berbeda untuk setiap individu. Selanjutnya masing –
masing individu akan cenderung bertindak dan beraksi berdasarkan
persepsinya masing – masing.
Suatu dorongan yang sama tidak selalu menimbulkan
tindakan – tindakan yang sama pula, hal ini disebabkan oleh tanggapan
( persepsi ) yang berbeda bagi masing – masing individu. Persepsi
mampu membedakan tindakan masing – masing individu dalam proses
pemuasan
kebutuhan.
Persepsi
menjembatani
seseorang
dalam
membuktikan suatu kenyataan. Oleh karena itu, seseorang harus bisa
memilih dengan teliti busana yang pantas dan sesuai dengan jati diri
mereka, karena penampilan dapat membentuk identitas kita dan juga
dapat menimbulkan persepsi dari orang lain yang melihatnya.Persepsi
dapat juga disimpulkan sebagai proses kognitif yang menyangkut
peneriman stimulus, mengorganisir, dan mentafsirkan masukan untuk
menciptakan bentuk yang bermakna nyata.
Seseorang mempunyai persepsi yang berbeda – beda
terhadap objek rangsangan yang sama karena adanya tiga proses yang
berkenaan dengan persepsi yaitu penerimaan sumber rangsangan secara
selektif, perubahan makna informasi secara selektif yang mengingat
sesuatu yang selektif.
Menurut Desiderato, persepsi merupakan pengalaman
tentang objek, peristiwa, atau hubungan – hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah
pemberian makna kepada stimulus indrawi ( sensori stimuli ).
Hubungan sensasi dan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari
persepsi. Walaupun begitu menafsirkan makna informasi indrawi tidak
hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan
juga memori. ( Rakhmat, 2003 : 51 ).
Menurut William J. Stanton, persepsi dapat didefinisikan
sebagai makna yang kita pertahkan berdasarkan pada masa lalu, stimuli
rangsangan yang kita terima berdasarkan lima indera.
Sedangkan menurut Bilson Simamora ( 2002 : 102 ),
persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses menyeleksi,
mengorganisasikan, dan juga menginterpretasikan stimuli kedalam
suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh.
Dalam perspektif ilmu komunikasi, persepsi bisa diartikan
sebagai inti dari komunikasi itu sendiri, sedangkan penafsiran
( interpretasi ) adalah inti dari persepsi yang identik dengan penyandian
( decoding ) dalam proses komunikasi. Hal ini tampak pada definisi
dari John R. Wenburg dan juga William W. Wilmor yang mengatakan
bahwa persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organisme memberi
makna atau menutut Rudolf F. Vverderbor, bahwa persepsi adalah
proses menafsirkan informasi inderawi. ( Mulyana, 2001 : 107 )
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
untuk membentuk sebuah persepsi, konsumen melakukan proses
memilih, mengorganisasikan, dan juga menginterpretasikannya sebagai
stimuli yang diterimanya mengenai suatu hal, yang selanjutnya
mengungkapkan pandangan, pendapat, maupun tanggapan mengenai
hal tersebut.
Penilaian masyaakat terhadap sebuah produk tertentu dapat
bersifat psitif dan juga negatif. Semuanya tergantung dari individu atau
masyarakat
dalam
mempersepsikan
produk
yang
ditawarkan,
dibandingkan dengan harapan konsumen yang seharusnya mereka
terima. Jika dalam kenyataan sama dengan yang diharapkan, maka
masyarakat akan memberikan penilaian yang positif terhadap produk
tersebut, tetapi bila ternyata produk yang diterima tidak sesuai dengan
harapan konsumen yang menggunakannya, maka masyarakat akan
memberikan penilaian yang negatitif terhadap produk tersebnut.
Menurut Linda L. Davidoff yang diterjemahkan oleh Mari
Juniati, hakekat persepsi ada tiga, yaitu :
1. Persepsi bukanlah cermin realitas : orang seringkali menganggap
bahwa persepsi menyajikan atau pencerminan yang sempurna mengenai
realitas atau kenyataan. Persepsi Bukanlah cermin. Pertama, indera kita
tidak memberikan respons erhadap aspek – aspek yang ada di dalam
lingkungan. Kedua, manusia seringkali melakukan persepsi rangsang –
rangsang yang pada kenyataannya tidak ada. Ketiga, persepsi manusia
tergantung pada apa yang ia harapkan, pengalaman, motivasi.
2. Persepsi : kemampuan kognitif yang multifaset pada awal pembentukan
proses persepsi, orang telah menentukan dulu apa yang akan
diperhatikan. Setiap kali kita memusatkan perhatian, lebih besar
kemungkinannya anda akan memperoleh makna atau apa yang kita
tangkap, lalu menghubungkannya dengan pengalaman lalu, dan untuk
kemudian hari ditinggal kembali. Kesadaran dan ingatan juga dapat
mempengaruhi persepsi.
3. Atensi : peranannya pada persepsi, atensi atau perhatian adalah
keterbukaan
kita
unutk
memilih
sesuatu.
Beberapa
orang
psikolog,melihat atensi sebagai sejenis alat saring ( filter ) yang akan
menyaring semua informasi pada detik – detik yang berbeda pada
proses persepsi. ( Juariah, 2004 : 28 )
2.1.1.1. Jenis Persepsi
Persepsi manusia terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Persepsi terhadap terhadap lingkungan fisik ( objek )adalah persepsi
manusia terhadap objek melalui lambang – lambang fisik atau sifat –
sifat luar dari suatu benda. Dapat diartikan bahwa manusia dalam
menilai suatu benda mempunyai persepsi yang berbeda – beda. Dan
persepsi
terhadap
objek
bersifat
status
karena
objek
tidak
mempersiapkan manusia ketika manusia tersebut mempersiapkan objek
– objek tersebut.
2. Persepsi terhadap manuisa adalah persepsi manusia terhadap orang
melalui sifat – sifat luar dan dalam ( perasaan, motif, dan harapan ),
dapat diartikan manusia bersifat interaktif karena manusia akan
mempersiapkannya dan bersifat dinamis karena persepsi terhadap
manusia bisa berubah – ubah dari waktu ke waktu.
3. Persepsi terhadap lingkungan sosial adalah suatu proses bagaimana
seseorang menangkap arti dari objek sosial dan kejadian – kejadian
yang kita alami dari lingkungan kita. ( Mulyana, 2001 : 172 ).
2.1.1.2. Karakteristik Persepsi
Menurut Busch dan Houston ( 1985 ) yang dikutip oleh
Ujang Sumarwan ( 2000 : 113 ), karakteristik persepsi dapat
didefinisikan sebagai berikut :
1. Bersifat Selektif
Manusia mempunyai keterbatasan dalam hal kapasitas atau kemampuan
mereka dalam proses semua informasi dari lingkungan. Seseorang pasti
berhadapan dengan sub kumpulan yang terbatas dari objek – objek dan
peristiwa – peristiwa yang banyak sekali dalam lingkungan mereka.
Masyarakat
cenderung
memperhatikan
aspek
lingkungan
yang
berhubungan dengan urusan pribadi mereka. Mereka mengesampingkan
urusan – urusan lain yang tidak berkaitan dengan dengan urusan pribadi
mereka.
2. Terorganisir atau teratur
Suatu perangsang atau pendorong tidak bisa dianggap terisolasi dari
perangsang lain. Rangsangan – rangsangan dikelompokkan kedalam
suatu pola atau informasi yang membentuk keseluruhan. Jadi ketika
seseorang memperhatikan sesuatu, perangsang harus berusaha untuk
mengatur.
3. Stimulus
Stimulus adalah apa yang dirasakan, dan arti yang terdapat
didalamnyaadalah fungsi dari perangsang atau pendorong itu sendiri.
4. Subyektif
Persepsi merupakan fungsi factor pribadi hal – hal yang berasal dari
sifat penikmat attau perasa, kebutuhan, nilai – nilai, motif, pengalaman
masa lalu, pola pikir dan kepribadian seseorang dalam individu
memainkan suatu peran dalam persepsi.
2.1.1.3. Faktor Yang Berperan Dalam Persepsi
Menurut Walgito ( 2001 : 70 ) dalam persepsi stimulus
merupakan salah satu factor yang mempunyai peranan. Faktor – factor
yang berperan dalam persepsi diantaranya adalah :
1. Objek yang dipersepsikan dimana objek menimbulkan stimulus yang
mengenai alat indera. Stimulus dapat datang dari luar individu yang
bersangkutan.
Dapat
diartikan
bahwa
konsumen
dalam
mempersepsikan suatu produk dipengaruhi oleh rangsangan baik dari
dalam maupun dari luar individu.
2. Alat indera merupakan alat yang dipergunakan manusia dalam
menerima stimulus. Dengan mempunyai alat indera, maka konsumen
dapat memberikan respon terhadap suatu produk atau jasa yang
ditawarkan produsen.
3. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas
individu yang ditujukan kepada sesuatu dan sekumpulan objek.
Perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam
rangka mengadakan persepsi.
2.1.1.4. Proses Persepsi
Dalam
proses
persepsi,
terdapat
tiga
komponen,
diantaranya :
1.
Seleksi
Adalah proses penyaringan alat indera terhadap rangsangan dari luar,
intensitas, dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
2.
Interpersonal
Yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti
bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
pengalaman masa lalu, motivasi, dll. Interpretasi juga bergantung pada
kemampuan seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi
yang diterimanya.
3.
Interpretasi
dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku
sebagai reaksi.
Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan
pembulatan terhadap informasi yang samapai. ( Sobur, 2003 : 447 )
2.1.1.5. Proses Terjadinya Persepsi
Menurut Alex Sobur, ( 2003 : 449 ), proses terjadinya
persepsi terdiri dari
1.
Terjadinya
Stimulasi Alat Indera ( sensory Stimulation )
Pada tahap pertama, alat – alat indera kita akan dirangsang. Setiap
individu pasti memiliki kemampuan penginderaan untuk merasakan
stimulus ( rangsangan ), walau kadang tidak selalu digunakan.
2.
Stimulasi
Terhadap Alat Indera Diatur
Pada tahap kedua, rangsangan terhadap alat indera diatur menurut
berbagai prinsip. Salah satu prinsip yang sering digunakan adalah prisip
Proksimitas ( Proximity ) atau kemiripan, sedangkan prisip lain adalah
kelengkapan ( Closure ) atau kita mempersepsikan gambar atau pesan
yang dalam kenyataan tidak lengkap sebagai gambar atau pesan yang
lengkap. Apa yang kita persepsikan, juga kita tata kedalam suatu pola
yang bermaknabagi kita, pola ini belum tentu benar atau salah dari segi
objektif tertentu.
3.
Stimulasi
Alat Indera Ditafsirkan – Dievaluasi
Langkah ketiga adalah penafsiran dan evaluasi yang tidak semata –
mata didasarkan pada rangsangan luar, melainkan juga sangat
dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kebutuhan, keinginan, sistem
nilai, keyakinan, keadaan fisik dan emosi pada saat itu, dan sebagainya
yang ada pada diri kita. Karena walaupun kita semua sama – sama
menerima sebuah pesan, cara masing – masing orang menafsirkan –
mengevaluasinya adalah tidak sama.
1.1.2.
Komunikas
i Non Verbal
Hal terpenting dalam sebuah komunikasi adalah aspek
non verbal. aspek nonverbal atau bahasa tubuh (body language) sangat
penting kita perhatikan demi kesuksesan sebuah proses komunikasi.
Dengan kata lain, penampilan fisik dan pakaian adalah
bagian utama dari bahasa tubuh atau komunikasi nonverbal ( nonverbal
communicaton ). Kita bisa membuat orang lain nyaman atau sebaliknya
dengan penampilan kita. Cara berpakaian kita bisa membuat orang lain
percaya dan menyukai kita. Dan secara sederhana, pesan non verbal
dapat diartikan sebagai semua isyarat yang bukan kata – kata.
( http://www.romeltea.com/2010/01/28/komunikasi-nonverbal-bahasatubuh/ )
Sedangkan menurut Larry A. Samovar dan Richard E.
Porter, komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan, ( kecuali
yang sangat verbal ) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan
oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang
mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima, jadi
definisi ini mencakup perilaku yang disengaja, juga yang tidak
disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan,
dan kita mengirim banyak pesan non verbal tanpa menyadari bahwa
pesan
–
pesan
tersebut
bermakna
bagi
orang
lain.
( Mulyana, 2001 : 308 ).
2.1.3. Busana
Busana adalah istilah yang sudah tidak asing lagi bagi kita,
karena setiap manusia pasti membutuhkan busana, yang juga
merupakan salah satu kebutuhan penting dalam kehidupan sehari – hari
manusia.
Istilah busana sendiri berasal dari bahasa sanskerta yaitu
“ bhusana “ yang dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah
“ busana ”, yang artinya
“ pakaian “. Tetapi istilah busana sering
dikonotasikan sebagai “ pakaian yang bagus atau indah “, yang artinya
pakaian yang serasi, harmonis, selaras, enak di pandang, nyaman
dilihat, cocok dengan orang yang memakainya, dan sesuai dengan
kesempatan.
Pakaian adalah bagian dari busana. Dan pengertian
busana itu sendiri adalah segala sesuatu yang dipakai mulai dari kepala
sampai ujung kaki yang memberi kenyamanan dan menampilkan
keindahan bagi orang yang memakainya. Secara garis besar busana
terdiri dari :
1. Busana mutlak yaitu busana yang tergolong busana pokok seperti baju,
rok, kebaya, blus, bebe dan lain-lain, termasuk pakaian dalam seperti
singlet, bra, celana dalam dan lain sebagainya.
2. Milineris yaitu pelengkap busana yang sifatnya melengkapi busana
mutlak, serta mempunyai nilai guna disamping juga untuk keindahan
seperti sepatu, tas, topi, kaus kaki, kaca mata, selendang, scraf, shawl,
jam tangan dan lain-lain.
3. Aksesoris yaitu pelengkap busana yang sifatnya hanya untuk
menambah keindahan sipemakai seperti cincin, kalung, leontin, bross
dan lain sebagainya.
( http://okrek.blogdetik.com/pengertian‐busana‐dan‐macam‐macamnya )
Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa busana
tidak hanya terbatas pada pakaian, seperti rok, blus atau celana saja,
tetapi juga merupakan kesatuan dari keseluruhan yang kita pakai mulai
dari kepala sampai ke ujung kaki, baik yang sifatnya pokok maupun
sebagai pelengkap yang bernilai guna atau untuk perhiasan.
2.1.3.1. Busana Muslim
Secara harafiah, busana muslim dapat diartikan sebagai
busana yang longgar atau besar, sehingga dapat menutup lekuk tubuh
orang yang memakainya. Darn busana muslim identik dengan jilbab,
yang secara harafiah juga, dapat diartikan sebagai alat yang dapat
digunakan untuk menutup kepala dan rambut.
Dalam kitab Al – Mufraddt, karya Raghib Isfahani,
disebutkan bahwa jilbab adalah baju dan kerudung. Sedangkan kitab
Al- Qamus, menyatakan jilbab sebagai pakaian luar yang lebar,
sekaligus kerudung, yang biasa dipakai kaum wanita untuk menutupi
pakaian ( dalam ) mereka.Kitab Lisanul – Arab memberikan jilbab
sebagai jenis pakaian yang lebih besar daipada sekedar kerudung, dan
lebih besar daripada selendang besar yang biasa dipakai kaum wanita
untuk menutup kepala dan dada mereka.( Shahab, 2009 :85 – 86 )
Menurut Islam, laki – laki hanya diizinkan mencari
kelezatan dan kepuasan memandang dalam batas – batas keluarga dan
pernikahan, dan dilarang keras mendapatkannya di luar wilayah itu.
Tujuan pembatasan ini adalah terciptanya keluarga yang sehat,
harmonis, dan saling memercayai, sebagai sandi terwujudnya
masyarakatyang sehat, damai, berwibawa, dan menjunjung tinggi
harkat wanita. ( Shahab : 2009 : 27 ).
Terkadang, para wanita yang sudah menggunakan busana
muslim dan menutup kepalanya dengan jilbab merasa sudah cukup
aman, dimana ia sudah dapat menutupi aurat dari kaum laki – laki di
sekitarnya. Tetapi,apabila penggunaan pakaian longgar dan jilbab
tersebut masih belum atau tidak memenuhi syarat – syarat yang sesuai
dengan kaidah Islam, maka tetap saja masih akan menimbulkan fitnah.
Adapun syarat – syarat yang harus dipenuhi, diantaranya adalah :
1.
Tebal
Artinya bahan pakaian wanita muslimah tidak boleh sedemikian tipis
sehingga tak menyembunyikan warna kulit yang ditutupinya.
2.
Tidak
Mencolok dan Menarik Perhatian
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, wanita muslimah dilarang
ber – tabarruj ala jahiliyah. Didalamnya termasuk pula larangan untuk
mengenakan pakaian yang mencolok atau menarik perhatian dengan
tujuan memamerkan diri.
3.
Tidak
Menyerupai Pakaian Laki – Laki
a.
Rasulullah
melaknat laki – lakiyang bertingkah laku seperti wanita dan wanita
yang bertingkah laku seperti laki – laki.
b.
Diriwayatka
n oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah mengutuk laki – laki yang
memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki – laki.
4.
Tidak
Menyerupai Pakaian Orang – Orang Non – Muslim ataupun Kafir
a.
Allah
Berfirman :
Swt.
Hai orang – orang beriman, janganlah kamu menjadikan orang – orang
Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin ( panutan, teladan ). Sedangkan
mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa
diantara
kamu
menjadikan
mereka
sebagai
pemimpin,
maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya
Allah tak memberi petunjuk kepada orang – orang yang zalim. ( QS. Al
– Ma’idah ( 5 ) : 51 ).
b.
Rasulullah,
sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bersabda :
” Barang siapa meniru atau menyerupakan cara hidup suatu kaum,
maka sesungguhnya ia termasuk golongan mereka”.
c.
Pada
hadis
lain, yang juga diriwayatkan oleh Ibnu Umar, Rasulullah bersabda :
“Siapa yang meniru cara hidup orang musyrik, hingga matinya, maka ia
akan dibangkitkan pada Hari Akhir bersama – sama mereka “.
( Shahab, 2009 : 89 – 94 ).
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa para wanita
yang menggunakan busana muslim dan berjilbab dalam kehidupan
sehari – hari tidak perlu merasa terkekang, karena dengan memakai
jilbab, tidak berarti wanita dilarang dan dibatasi aktivitasnya. Bahkan,
Islam mewajibkan setiap muslim, baik laki – laki maupun wanita, untuk
menuntut ilmu, dan tidak hanya berpangku tangan serta memencilkan
diri di pojok – pojok rumah. ( Shahab, 2009 : 20 ).
2.1.3.2. Wanita Dalam Pengertian Islam
Menurut M.S.R. Al – Buthi, dalam bukunya “ Perempuan
Dalam Pandangan Hukum Barat dan Islam ( 2005 : 30 ), wanita adalah
insan yang memiliki kedudukan spesifik yang disebabkan oleh struktur
jasmaninya yang lebih seduktif dibandingkan dengan laki – laki.
Kebangkitan Islam sendiri menyebabkan terangkatnya kedudukan
wanita sebagai manusia yang berhargadan bermartabat sebagaimana
laki – laki, untuk selanjutnya baik laki – laki maupun wanita dihargai
sama dengan kemanusiaan mereka.
Islam juga telah mengubah realitas kaum wanita dan laki
– laki dan kemudian menciptakan sebuah bentuk hubungan yang baru
diantara keduanya yang didasarkan pada rasa saling hormat dan saling
pengertian, disertai penekanan untuk menjaga dan menghormati kaum
wanita. Posisi kaum wanita juga diangkat oleh Islam dengan
memberikan hak – hak hokum untuk melakukan kontrak ( perjanjian ),
menjelaskan bisnis dan memiliki barang serta merdeka, tidak
tergantung pada suami ataupun keluarga laki – laki mereka. ( Jawad,
2002 : 10 ).
Sejak awal, Islam relah menekankan bahwa kaum wanita
yang merupakan bagian dari masyarakat, harus diberi kesempatan yang
memungkinkan terjadinya pengembangan kemampuan alamiah yang
mereka miliki, sehingga mereka bisa berpartisipasi secara efektif dalam
pengembangan masyarakat, Islam juga menekankan bahwa kaum
wanita ( harus ) diijinkan untuk mencapai tingkat kemajuan tertinggi
dalam
hal
material,
intelektual,
dan
spiritual
mereka.
( Jawad, 2002 : 14 ).
Termasuk dalam konteks ini, Islam telah memperluas hak
– hak wanita dalam berbagai bidang seperti : sosial, politik, ekonomi,
pendidikan, keterampilan, dan kesempatan kerja. Umtuk melindungi
agar hak – hak itu tidak disalahgunakan oleh kaum laki – laki, maka
Islam memberikan upaya perlindungan hukumyang kuat terhadap hak –
hak wanita.
a.
Teori
Atribusi
Atribusi adalah proses menyimpulkan motif, maksud, dan
karakteristik orang lain dengan melihat pada perilakunya yang tampak.
( Baron dan Bryne, 1979 ) Rakhmat ( 2002 : 93 ). Teori atribusi
dikemukakan untuk mengembangkan penjelasan mengenai cara – cara
kita menilai seorang berlainan, bergantung pada makna, apa yang kita
kaitkan pada perilaku tertentu. Pada dasarnya, teori itu mengemukakan
bahwa apabila kita mengamati perilaku individu, kita berusaha
menentukan apakah perilaku tersebut disebabkan oleh factor internal
atau eksternal. Meski demikian, penentuan tersebut sebagian besar
tergantung pada tiga factor : ( a ) keunikan, ( b ) konsensus, ( c )
konsistensi. ( Robbin, 2008 : 171 – 172 ).
b. Kerangka Berpikir
Busana Muslim yang identik dapat didefinisikan sebagai
busana yang longgar atau besar yang dapat menutupi lekuk tubuh orang
yang memakainya. Sedangkan jilbab, yang selalu identik dengan jilbab
dapat didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk menutup kepala
dan rambut dari wanita muslim.
Penggunaan busana muslim dan jilbab dimaksudkan agar
para wanita muslim dapat menutup auratnya, sehingga aman dari segala
gangguan dan fitnah di lingkungan sekiar.
Persepsi adalah proses pemahaman ataupun pemberian
makna atau suatu individu terhadap stimulus. Stimulus didapat dari
proses penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan –
hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak.
Proses kognisi dimulai dari persepsi.
Adapun kerangka berpikir tersebut adalah sebagai berikut :
Busana
Muslim
Persepsi
Analisis
Kesimpulan
BAB III
METODE PENELITIAN
1.1.
Jenis
Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode
kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam
– dalamnnya melalui pengumpulan data sedalam – dalamnya. .
Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling,
bahkan populasi atau samplingnya sangat terbatas. Jika data yang
dikumpulkan sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang
diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Disini yang lebih
ditekankan adalah persoalan kedalaman ( kualitas ) data, bukannya
banyaknya ( kuantitas ), data. ( Krisyantono, 2007 : 58 ).
Menurut Rakhmat ( 2004 : 24 ), penelitian deskriptif
kualitatif ditujukan untuk beberapa hal, diantaranya adalah :
1.
Mengidentifi
kasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek – praktek yang
berlaku.
2.
Membuat
perbandingan atau evaluasi.
3.
Menumpulka
n informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada.
4.
Menentukan
apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama
dan belajar dar pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan
keputusan pada waktu yang akan datang.
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan sebuah
studi deskriptif untuk menggambarkan persepsi masyarakat terhadap
para wanita yang menggunakan busana muslim dalam kegiatan sehari –
harinya.
1.2.
Definisi
Konseptual
1.2.1.
Busana
Istilah busana sendiri berasal dari bahasa sanskerta yaitu “
bhusana “ yang dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah “
busana ”, yang artinya
“ pakaian “. Tetapi istilah busana sering
dikonotasikan sebagai “ pakaian yang bagus atau indah “, yang artinya
pakaian yang serasi, harmonis, selaras, enak di pandang, nyaman
dilihat, cocok dengan orang yang memakainya, dan sesuai dengan
kesempatan.
(
macam-macamnya).
http://okrek.blogdetik.com/pengertian-busana-dan-
Busana dalam penelitian ini adalah suatu kebutuhan
pokok bagi setiap manusia, karena setiap manusia pasti membutuhkan
busana untuk dikenakan dalam kegiatan sehari – harinya. Dalam
menggunakan busana, setiap orang harus menyesuaikan busana yang
dikenakannya dengan jati dirinya sendiri.
Kepribadian atau identitas seseorang biasanya dapat
tercermin dari busana yang dikenakannya, karena biasanya masyarakat
yang ada di sekeliling kita mempersepsikan baik atau tidaknya
seseorang yang baru pertama dilihat atau dikenanya dari busana yang
dikenakan orang tersebut.
3.2.1.1.Busana Muslim
Secara harafiah, busana muslim dapat diartikan sebagai
busana yang longgar atau besar, sehingga dapat menutup lekuk tubuh
orang yang memakainya. Darn busana muslim identik dengan
kerudung, yang secara harafiah juga, dapat diartikan sebagai alat yang
dapat digunakan untuk menutup kepala dan rambut.
Dalam kitab Al – Mufraddt, karya Raghib Isfahani,
disebutkan bahwa jilbab adalah baju dan kerudung. Sedangkan kitab
Al- Qamus, menyatakan jilbab sebagai pakaian luar yang lebar,
sekaligus kerudung, yang biasa dipakai kaum wanita untuk menutupi
pakaian ( dalam ) mereka.Kitab Lisanul – Arab memberikan jilbab
sebagai jenis pakaian yang lebih besar daipada sekedar kerudung, dan
lebih besar daripada selendang besar yang biasa dipakai kaum wanita
untuk menutup kepala dan dada mereka.( Shahab, 2009 :85 – 86 )
Dalam penelitian ini, busana muslim, khusunya busana
muslim perempuan diartikan sebagai busana yang biasa digunakan oleh
para wanita muslim untuk menutupi auratnya. Dalam kehidupan sehari
– hari, masyarakat biasanya mempersepsikan wanita yang berbusana
muslim sebagai wanita yang taat beragama dan benar – benar
menjalankan kewajibannya sebagai wanita muslim, yaitu dengan
berbusana muslim dan menutup kepalanya dengan kerudung.
1.2.2.
Persepsi
Persepsi adalah proses pemahaman apaupun pemberian
makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus didapat dari
proses penginderaan terhadap objek peristiwa, atau hubungan –
hubungan antar gejala yang selanjutna diproses oleh otak. Proses
kognisi dimulai dari persepsi.
Definisi lain dari persepsi adalah proses internal yang
memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan
tanggapan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi
perilaku kita. ( Mulyana, 2001 : 167 ).
1.2.3.
Wanita
dalam Pengertian Islam
Adanya penilaian atau tanggapan dari masyarakat tersebut
juga sangat berkaitan dengan timbulnya kesan – kesan terhadap
seseorang, khusunya seorang wanita yang menggunakan busana
muslim dalam kehidupan sehari – harin