Analisis framing pemberitaan industri busana muslim dalam surat kabar media Indonesia

(1)

ANALISIS FRAMING

PEMBERITAAN INDUSTRI BUSANA MUSLIM

DALAM SURAT KABAR

MEDIA INDONESIA

Skripsi:

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh: Teri Anggraeni NIM: 109051000057

JURUSAN KOMUIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2013 M


(2)

ANALISIS FRAMING

PEMBERITAAII

INDUSTRI BUSANA

MUSLIM

DALAM

SURAT KABAR

MEDIA INDONESIA

Skripsi:

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan lVlqmperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Teri Anssraeni NIM: 109051000057

Dosen Pembimbing

Dr. Armawati Arbi. M.Si

NIP: 19650207 199103 2 002

JURUS$I KOMUIKASI

DAN PENYIARAN

ISLAM

FAKULTAS

ILMU

DAKWAH

DAN

ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS

ISLAM

NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 Juni 2013


(5)

i ABSTRAK TERI ANGGRAENI

Analisis Framing Pemberitaan Industri Busana Muslim dalam Surat Kabar Media Indonesia

Dewasa ini pemberitaan mengenai busana muslim ramai diperbincangkan oleh berbagai media. Surat kabar merupakan salah satu media yang mengikuti perkembangan busana muslim saat ini. Perkembangan busana muslim sangat meningkat dari tahun sebelumnya. Dengan perkembangan tersebut maka memberikan kemudahan bagi muslimah untuk mengetahui mode ataupun tren terbaru busana muslim. Untuk itu dalam beberapa bulan terakhir Media Indonesia

menyajikan berita terkait dengan industri busana muslim.

Berdasarkan pernyataan diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana Media Indonesia mengemasan berita mengenai industri busana muslim? bagaimana bingkai pemberitaan industri busana muslim dalam Robert N. Entman?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Framing model Robert N. Entman. Teknik pengumpulan datanya adalah dengan melakukan observasi yaitu dengan melakukan observasi teks yang terdapat dalam surat kabar

Media Indonesia, wawancara dengan tim redaksi surat kabar Media Indonesia dan juga dokumentasi dengan mempelajari dokumen dan arsip yang isinya sesuai dengan tujuan penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruksi sosial media massa atas realitas sosial. Dimana fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi.

Bingkai yang dilakukan oleh Media Indonesia dalam pemberitaan industri busana muslim adalah dengan menulis berita yang terkait dengan mode busana muslim di Indonesia yang berkembang pesat saat itu. Kemudian berita-berita tersebut disajikan kepada khalayak pada saat menjelang hari raya Idul Fitri. Sehingga para muslimah bisa mendapatkan informasi-informasi terbaru mengenai perkembangan industri busana muslim yang diberikan surat kabar Media Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa bingkai yang dibuat oleh Media Indonesia mengenai pemberitaan industri busana muslim adalah bahwa desainer membutuhkan media dan media membutuhkan desainer. Jadi keduanya ikut mengkonstruksi realitas. Dalam beritanya Media Indonesia

menonjolkan produk-produk busana muslim karya desainer. Pada edisi tanggal 24 Juni - 18 September 2012 mengenai pemberitaan industri busana muslim terdapat enam corak bingkai yang dilakukan oleh Media Indonesia.


(6)

ii

Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan ramhat dan rizki-Nya kepada penulis. Dalam mengerjakan skripsi ini, terkadang saya menemukan kesulitan, namun saya selalu yakin bahwa Allah SWT selalu bersama saya dan hanya kepadaNya lah saya berharap demi kelancaran skripsi ini. Sehingga skripsi yang berjudul Analisis Framing

Pemberitaan Industri Busana Muslim dalam Surat Kabar Media Indonesia telah

terselesaikan.

Shalawat serta salam penulis curahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW beserta keluarganya yang disucikan. Dengan perjuangan yang begitu berat mengeluarkan umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman yang berilmu pengetahuan. Juga beliau beserta keluarganya merupakan sosok suri tauladan yang sangat baik bagi kita untuk menjadi panutan sebagai umatnya.

Dalam kesempatan ini penulis ingin menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Bapak Drs. Mahmud Jalal, M.A, serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Bapak Drs. Study Rizal L.K, M.A.


(7)

iii

2. Bapak Drs. Jumroni, M.Si selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Ibu Umi Musyarrofah, M.A selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

3. Terimakasih kepada dosen pembimbing skripsi, Ibu Dr. Armawati Arbi, M.Si yang telah menyediakan waktunya untuk membimbing saya sehingga saya dapat menjalani proses pembuatan skripsi ini dengan baik dan lancar. 4. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi atas ilmu yang telah diberikan kepada saya.

5. Segenap staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

6. Harian umum Media Indonesia, khususnya kepada Ibu Bintang Krisanti,

yang di sela kesibukannya menyempatkan diri untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini.

7. Kedua orangtuaku tercinta, Ayahandaku Abi Wisesono dan Ibundaku Siti Nurjanah atas lautan sayang, doa dan maaf yang telah dan akan selalu diberikan selama ini.

8. Keluarga besar mbah Rahmi, terimakasih atas kasih sayang dan dukungannya.

9. Teman-teman KPI B angkatan 2009 yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu namun tidak mengurangi rasa hormat penulis.

10.Terimakasih untuk kawan-kawan “KKN CERIA 2012”, Lulu, Nisa, Fitri, Sofwah, Jesssica, Iftah, Fatimah, Zahro, Dirman, Andri, Dendi, Rifki, Dedi, Fakih, Haris, Udin, dan Yusuf.


(8)

iv

12.Semua teman-teman yang telah mendukung, mendoakan, dan membantu saya dan tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Penulis menyadari skripsi ini masih belum mencapai kesempurnaan, namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin dengan baik. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, 9 Juni 2013


(9)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Dan Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Kajian Pustaka ... 5

F. Metodologi Penelitian ... 6

G. Pedoman Penulisan ... 10

H. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Dakwah Melalui Industri Busana Muslim ... 13

1. Pengertian Industri ... 13

2. Pengertian Busana Muslim ... 13

3. Kriteria Busana Muslim ... 16

B. Konseptualisasi Berita dalam Surat Kabar ... 17

1. Pengertian Berita ... 17

2. Kategori dan Jenis Berita ... 20

3. Karakteristik Bahasa Jurnalistik Pers ... 23

4. Pengertian Surat Kabar ... 26


(10)

vi

3. Realitas Media Massa ... 30

D. Teori Tentang Framing ... 31

1. Konsep Framing ... 31

2. Framing Model Robert N. Entman ... 34

3. Efek Framing ... 36

BAB III PROFIL MEDIA INDONESIA A. Sejarah Singkat Media Indonesia ... 39

B. Visi dan Misi Media Indonesia ... 45

C. Strukturisasi Organisasi Media Indonesia ... 46

D. Profil Pembaca Media Indonesia ... 48

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Bingkai Pemberitaan Industri Busana Muslim Model Robert N. Entman ... 50

1. Media Indonesia Edisi 24 Juni 2012 ... 50

2. Media Indonesia Edisi 22 Juli 2012 ... 52

3. Media Indonesia Edisi 5 Agustus 2012 ... 54

4. Media Indonesia Edisi 14 Agustus 2012 ... 56

5. Media Indonesia Edisi 18 September 2012 ... 59

6. Media Indonesia Edisi 18 September 2012 ... 61

B. Perbedaan Bingkai Media Indonesia dalam Pemberitaan Industri Busan Muslim ... 64

1. Corak Media Indonesia Define Problems (pendefinisian masalah) ... 64

2. Corak Media Indonesia Diagnose Causes (memperkirakan penyebab masalah) ... 68


(11)

vii

3. Corak Media Indonesia Make Moral Judgement (membuat pilihan

moral) ... 72

4. Corak Media Indonesia Treatment Recommendation (manekankan penyelesaian) ... 76

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(12)

viii

1. Tabel 1.2 Pemberitaan Mengenai Industri Busana Muslim ... 8

2. Tabel 1.3 Konsep Entman ... 10

3. Tabel 2.1 Jenis Berita ... 23

4. Tabel 2.2 Definisi Framing ... 33

5. Tabel 2.3 Entman Melihat dalam Dua Dimensi ... 34

6. Tabel 2.4 Konsep Entman ... 35

7. Tabel 3.1 Struktur Organisasi Media Indonesia ... 46

8. Tabel 4.1 Bingkai Pemberitaan Entman ... 51

9. Tabel 4.2 Bingkai Pemberitaan Entman ... 53

10.Tabel 4.3 Bingkai Pemberitaan Entman ... 55

11.Tabel 4.4 Bingkai Pemberitaan Entman ... 57

12.Tabel 4.5 Bingkai Pemberitaan Entman ... 60

13.Tabel 4.6 Bingkai Pemberitaan Entman ... 62

14.Tabel 4.7 Corak Define Problems ... 64

15.Tabel 4.8 Corak Diagnose Causes ... 68

16.Tabel 4.9 Corak Make Moral Judgement ... 72


(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Dewasa ini banyak berita yang muncul dalam kehidupan manusia. Dalam suatu berita tersirat pesan yang ingin disampaikan oleh wartawan kepada pembacanya. Ada tema yang diangkat dari suatu peristiwa, dalam berita ada karakter intrinsik yang dikenal sebagai nilai berita (news value). Nilai

berita ini menjadi ukuran yang berguna atau yang biasa diterapkan untuk menentukan layak berita (newsworthy). Peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai

berita ini misalnya mengandung konflik, berencana dan kemajuan, dampak, kemasyuran, segar dan kedekatan, keganjilan, human interst, dan aneka nilai

lainnya.1

Pada dasarnya, setiap pemberitaan sebuah media mempunyai frame

tertentu. Surat kabar dapat langsung menyampaikan suatu isu yang berkembang dalam masyarakat dengan sangat cepat. Karena surat kabar dapat langsung dikonsumsi oleh khalayak, maka surat kabar dapat membentuk opini public yang bersifat ‘cash’, cepat dan berubah atau bergeser pada saat yang singkat dari satu kesimpulan yang satu kepada kesimpulan yang lainnya.2

Agama Islam mengajarkan begitu banyak hal dari yang terkecil hingga permasalah terbesar. Indonesia sebagai Negara yang mayoritas muslim atau penganut agama Islam, menjunjung tinggi nilai astetika dalam pergaulan

1

Luwi Ishwara, Seri Jurnalistik Kompas: Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar (Jakarta: penerbit Buku Kompas, 2006), h. 53.

2

Dennis Mc Quail, Teori Komunikasi Massa:Suatu Pengantar, Penerjemah Agus Dharma, dkk (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 256.


(14)

sehari-hari. Menurut Syahrul Amin berbusana yang baik tentu saja masuk ke dalam sistem ajaran Islam, karena Islam sebagai agama dakwah merupakan suatu sistem yang lengkap sesuai dengan fitrah insani.3

Menurut Didin Hafidhuddin fungsi dan kegunaan busana bagi manusia, dinyatakan dalam Al-Qur’an surat al-A’raf ayat 26, yaitu untuk menutup aurat dan untuk keindahan. Ayat ini mengisahkan Nabi Adam dan Siti Hawa ketika keduanya turun dari surga dalam keadaan tertanggal seluruh busananya. Jika dilihat dari kisah ini maka sesungguhnya masalah busana dan aurat, dalam pandangan Islam adalah masalah yang lama. Dikaitkannya fungsi busana dalam ayat ini dengan busana takwa (libaasut-taqwa) menunjukkan bahwa

antara keduanya (busana dan ketakwaan) merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.4

Sejak tahun 2010, produk-produk busana muslim makin marak di Indonesia. Dimulai dengan munculnya komunitas-komunitas, desainer-desainer, dan rumah produksi busana muslimah. Indonesia Islamic Fashion Consortium (IIFC) sendiri mencanangkan agenda menjadikan Indonesia sebagai kiblat fesyen muslim dunia pada 2020. Melalui ajang-ajang di luar negeri itu, terlihat bagaimana busana muslimah dari Indonesia memang lebih beragam.

Media Indonesia merupakan surat kabar yang sudah cukup lama

berkiprah di dunia pers Indonesia. Media Indonesia pertama kali diterbitkan

pada tanggal 19 Januari 1970. Dengan jangka waktu yang cukup lama tersebut,

3

Syahrul Amin, Menuju Persaingan Renungan Pokok Islam (Jogyakarta: Salahudin Press, 1983), h. 39.

4


(15)

3

harian Media Indonesia telah menjadi surat kabar yang banyak peminatnya dan

telah menjadi Koran nasional.

Media Indonesia adalah media konvensional. Dalam hal ini Media

Indonesia memberitakan industri busana muslim dalam rubrik pesona

kemuliaan ramadhan, dan industri syari’ah. Pada teksnya dijelaskan bahwa industri busana muslim berkembang pesat. Indonesia juga merupakan salah satu negara yang mempengaruhi tren industri busana muslim di berbagai Negara. Namun, banyak orang yang tidak sadar akan kemajuan produk negeri sendiri. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui lebih dalam dan sejauh mana

Media Indonesia mengangkat berita mengenai industri busana muslim.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka untuk mengetahui lebih jauh isi teks berita mengenai industri busana muslim dalam surat kabar Media

Indonesia serta analisis Framing dalam mengungkap berita seputar masalah

yang terkandung di dalamnya, peneliti bermaksud mengadakan penelitian ilmiah yang akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul: “Analisis Framing

Pemberitaan Industri Busana Muslim Dalam Surat Kabar Media

Indonesia”.

B.Fokus dan Rumusan Masalah

Fokus dari penelitian ini adalah pemberitaan surat kabar Media

Indonesia mengenai industri busana muslim di Indonesia hanya pada edisi

tanggal 24 Juni - 18 September 2012. Berdasarkan fokus masalah diatas, maka rumusan masalahnya, adalah:


(16)

1. Bagaimana Media Indonesia mengemasan berita mengenai industri

busana muslim?

2. Bagaimana bingkai pemberitaan industri busana muslim dalam model Robert N. Entman?

C.Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana Media Indonesia mengemasan berita

mengenai industri busana muslim.

2. Untuk mengetahui bagaimana bingkai pemberitaan industri busana muslim dalam model Robert N. Entman.

D.Manfaat penelitian

1. Manfaat Akademi

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pada pengembangan keilmuan komunikasi terutama komunikasi massa melalui pendekatan analisis framing.

2. Manfaat Praktis

Memberi kontribusi pada para praktisi media cetak dalam menganalisis berita melalui analisis framing dan juga dapat memberikan

gambaran untuk penelitian selanjutnya dalam menganalisis suatu berita dalam media dengan menggunakan framing.


(17)

5

E.Kajian Pustaka

Muhammad Rifad Syauqi menemukan tentang pengemasan berita yang dilakukan Media Indonesia terkait satu tahun pemerintahan SBY Budiono

lebih menekankan kepada evaluasi selama satu tahun pemerintahan yang dipimpin SBY dan Budiono. Terlihat dari berita yang disajikan, evaluasi tersebut menyangkut kinerja pemerintah yakni dibidang hubungan internasional, bidang ekonomi, bidang penegakan hukum dan kinerja politik. Persamaan penelitian ini terletak pada subyek penelitian yaitu sama-sama yang diteliti adalah surat kabar Media Indonesia. Perbedaan penelitian ini terletak

pada obyek penelitian yaitu meneliti tentang berita satu tahun SBY Budiono. Dalam penelitiannya menggunakan model Zhondang Pan and Gerald M. Kosicki.5

Ririn Restu Utami menemukan bahwa Republika dan Media Indonesia

mempunyai cara yang berbeda dalam mengkonstruksi kasus Gayus dalam pemberitaannya. Republika cendrung menyoroti kasus dari fakta yang ada.

Republika tidak menggembangkan dugaan yang muncul di masyarakat.

Republika terlihat mengiring pembaca untuk tidak termakan dugaan bahwa

Abu Rizal Bakrie adalah orang di balik kasus Gayus. Berbeda dengan

Republika, Media Indonesia mengkonstruk pembaca dengan dugaan-dugaan

yang di kembangkan dalam beritanya. Media Indonesia menuntut pembaca

untuk berpikir kritis terhadap kasus Gayus. Pada pemberitaannya Media

Indonesia terlihat menggiring pembaca pada kemungkinan adanya keterlibatan

Abu Rizal Bakrie. Dalam penelitiannya sama-sama menggunakan model

5

Muhammad Rifad Syauqi, “Analisis Framing Pemberitaan Satu Tahun SBY Budiono di Harian Media Indonesia,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komuniasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 82.


(18)

Robert N. Entman. Perbedaan penelitian ini terletak pada subyek dan obyek penelitian. Pada Skripsi ini subyek yang diteliti adalah surat kabar Republika

dan Media Indonesia, kemudian obyek yang diteliti pemberitaan Gayus

Tambunan.6

Maysyarah menyimpulkan bahwa pemberitaannya mengajak atau persuasif kepada pembacanya mendorong untuk menghambat persemaian terorisme. Sindo memberikan gambaran dunia mengenai aksi terorisme yaitu

sebagai aksi yang terkutuk dan tidak mengindahkan batasan-batasan perikemanusian. Persamaan penelitian ini terletak pada model framing yang digunakan yaitu model Robert N. Entman. Perbedaan penelitian ini terletak pada subyek dan obyek penelitian. Pada Skripsi ini subyek yang diteliti adalah surat kabar Sindo dan obyek yang diteliti berita-berita mengenai aksi terorisme

yang terjadi di Indonesia.7

F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitiaan

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruksionis yang menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dan gejala-gejala sosial di dalam masyarakat.

6Ririn Restu Utami, “

Analisis Framing Pemberitaan Gayus Tambunan di Republika dan Media Indonesia Periode November 2010,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komuniasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 125.

7

Maysyarah, “Analisis Framing Berita Aksi Terosisme di Indonesia dalam Surat Kabar Sindo (Seputar Indonesia),”(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komuniasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h.74.


(19)

7

Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena atau gejala sosial dengan lebih menitikberatkan pada gambaran yang lengkap tentang fenomena yang dikaji daripada memerincinya menjadi variabel-variabel yang saling terkait. Harapannya ialah diperoleh pemahaman yang mendalam tentang fenomena untuk selanjutnya dihasilkan sebuah teori. Karena tujuannya berbeda dengan penelitian kuantitatif, maka prosedur perolehan data dan jenis penelitian kualitatif juga berbeda.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analisis framing, yaitu

model Robert N. Entman di mana dalam penelitian ini akan dijelaskan mengenai pembingkaian suatu teks yang tersaji dalam rubrik khusus mengenai industri busana muslim dalam Surat Kabar Media Indonesia.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini ialah surat kabar Media Indonesia.

sedangkan yang menjadi objek dari penelitian ini ialah berita-berita mengenai industri busana muslim.

4. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di kantor berita Media Indonesia Kebon

Jeruk, Jakarta Barat. Dan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang. Sedangkan waktu penelitian yaitu terhitung dari Januari hingga Mei 2013.


(20)

5. Tahapan Penelitian a. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

1) Observasi

Dalam hal ini peneliti melakukan observasi teks. Observasi teks ini merupakan pengamatan yang bertujuan untuk menganalisa isi pesan yang terdapat dalam sebuah berita, kemudian peneliti melakukan pengamatan secara sistematis tentang fenomena yang terdapat pada surat kabar Media

Indonesia antara lain:

Tabel 1.1

Pemberitaan Mengenai Industri Busana Muslim

Tanggal Judul

24 Juni 2012 Fesyen Muslim Berselera Global 22 Juli 2012 Bergaya dengan Kerudung Rajut 5 Agustus 2012 Gaya Atraktif untuk Hijabers

14 Agustus 2012 Fesyen Muslimah Makin Trendi, Tetap Syar’i 18 September 2012 Gencar Berpromosi Jangan Mau Kalah

18 September 2012 Masih Sulit Ikut Stabilkan Neraca Perdagangan

2) Wawancara

Peneliti melakukan wawancara dengan salah satu seorang tim redaksi yaitu Redaktur Pelaksana surat kabar Media Indonesia dalam

upaya menghimpun dan mencari data yang akurat untuk keperluan pelaksanaan proses pemecahan tertentu, yang sesuai dengan data.


(21)

9

3) Dokumentasi

Teknik dokumentasi dengan cara pengumpulan data yang diperoleh menggunakan catatan tertulis pada lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang menyangkut masalah yang akan diteliti pada instansi yang terkait.

b. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh melalui instrument akan diolah dengan cara penjabaran tabel-tabel yang menggunakan model Robert N. Entman. Penerapan konsep ini adalah melihat penyajian realitas dalam sebuah surat kabar tentang suatu peristiwa yang terjadi pada masyarakat luas dan layak untuk diberitakan.

Penelitian ini mengarah pada penelitian kualitatif, pada prosesnya nanti penelitian ini akan menjelaskan tentang bagaimana surat kabar

Media Indonesia mengemas suatu kejadian yang diangkat menjadi berita.

Pemberitaan yang akan diteliti mengenai berita industri busana muslim. Berita ini menjadi layak dan pantas disediakan untuk dikonsumsi masyarakat luas dikarenakan Indonesia menjadi negara muslim terbesar di dunia.

c. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini menggunakan teknik framing yangdikemukakan

oleh Robert N. Entman. Dalam konsep framing Entman, digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing memberikan tekanan lebih pada bagaimana teks


(22)

komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan/dianggap penting oleh pembuat teks. Kata penonjolan itu sendiri dapat didefinisikan; membuat informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna, atau lebih mudah diingat oleh khalayak.

Dalam konsep Entman terdiri dari empat konsep yaitu: Tabel 1.2

Konsep Entman8

Define Problem (pendefinisian masalah)

bagaimana suatu peristiwa dilihat, sebagai apa, atau sebagai masalah apa.

Diagnoses Causes

(memperkirakan penyebab masalah)

peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa, apa yang dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah, siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab masalah.

Make Moral Judgment

(membuat pilihan moral)

nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah, nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan.

Treatment Recommendation

(menekankan penyelesaiannya)

penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah atau isu, jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah.

G.Pedoman Penulisan

Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

8

Eriyanto, Analisis Framing: Kontruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2002), Cet ke-1h. 186-189.


(23)

11

H.Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembatasan skripsi ini, secara sistematis penulisannya dibagi ke dalam lima bab, yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang masalah, fokus dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian, pedoman penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORITIS

Yaitu berupa dakwah melalui industri busana muslim, konseptualisasi berita dalam surat kabar, teori konstruksi realitas dan teori tentang framing.

BAB III : PROFIL MEDIA INDONESIA

Membahas tentang sejarah singkat Media Indonesia,

visi dan misi, struktur organisasi Media Indonesia

dan profil pembaca.

BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Mengenai bingkai pemberitaan industri busana muslim Model Entman dan perbedaan bingkai

Media Indonesia dalam pemberitaan industri busana


(24)

BAB V : PENUTUP

Berisikan kesimpulan dan saran penelitian yang telah dilakukan yang menjadi penutup dari pembahasan.


(25)

13

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A.Dakwah Melalui Industri Busana Muslim

1. Pengertian Industri

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi, barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Industri juga merupakan semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan bersifat komersial untuk memenuhi kebutuhan hidup khalayak.1

2. Pengertian Busana Muslim

Busana adalah sinonim dari kata “pakaian” yang menurut kamus diartikan sebagai “pakaian” atau “perhiasan”, serta diartikan pula sebagai

pelindung dari cuaca panas dan dingin. Adapun yang dimaksud busana itu sendiri, dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang kita pakai mulai dari kepala sampai ujung kaki, dalam hal ini termasuk:

a. Semua benda yang melekat di badan, seperti baju, celana, sarung dan kain panjang.

1

Organisasi.Org, artikel diakses pada tanggal 10 Februari 2013 pukul 19:11 dari http://organisasi.org/pengertian_definisi_macam_jenis_dan_penggolongan_industri_di_indonesia_ perekonomian_bisnis


(26)

b. Semua benda yang melengkapi pakaian yang berguna bagi si pemakai, seperti selendang, topi, sarung tangan, dan ikat pinggang. c. Semua benda yang gunanya menambah keindahan bagi si pemakai,

seperti hiasan rambut, giwang kalung bros, gelang dan cincin yang biasa dikenal dengan aksesoris.2

Sedangkan busana muslim merupakan pakaian taqwa yang terkandung dalam kaidah Islam yang berfungsi untuk menutupi aurat, seperti yang telah tertera dalam surat Al-A’raf ayat 26:

Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya kami telah menurunkan

kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk

perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu

adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Mudah-mudahan

mereka selalu ingat”.

Penjelasan ayat diatas tidak hanya busana yang menutupi badan, akan tetapi busana yang menutupi aurat.3

Ayat diatas mengisyaratkan bahwa Adam AS dan pasangannya tidak sekedar menutupi aurat mereka dengan selembar daun. Mereka

2

Nina Surtiretna, dkk., Anggun Berjilbab, Pakaian Wanita Muslimah (Bandung: Mizan, 1995), h. 27-28.

3

M. Quraisy Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. 42.


(27)

15

melakukan agar mereka benar-benar tertutup dan pakaian yang mereka kenakan tidak menjadi pakaian mini atau tembus pandang. Ini juga menunjukkan bahwa menutup aurat merupakan fitrah manusia yang diaktualkan oleh Adam AS dan istrinya pada saat kesadaran mereka muncul. Dalam ayat lain Allah SWT berfirman ketika memerintahkan sementara orang yang berthawaf tanpa mengenakan pakaian bahwa:4

Artinya :”Wahai putra-putra Adam, pakailah perhiasan kamu

(yakni pakaian kamu) di setiap (memasuki) masjid” (QS. Al-A’ raf [7]: 31).

Dalam ajaran Islam busana bukan semata-mata masalah kultur, namun lebih dari itu tindakan ritual dan sakral yang dijanjikan pahala sebagai bagian imbalan dari Allah SWT. Oleh sebab itu dalam hal pakaian, Islam menetapkan batasan-batasan tertentu untuk wanita Islam. Busana muslim adalah salah satu bagian dari wujud eksistensi konsep tersebut.

4


(28)

3. Kriteria Busana Muslim

Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan standar mode atau batasan-batasan untuk busana muslim. Beberapa kriteria standar mode busana muslim menurut Nina Surtiretna, yaitu:

a. Bagian tubuh yang boleh kelihatan hanya wajah dan telapak tangan (sampai pergelangan).

b. Tekstil yang dijadikan bahan busana tidak tipis atau tembus pandang, karena kain yang demikian memperlihatkan bayangan kulit secara remang-remang. Hadits Nabi SAW: “Dari Usman bin

Zaid ia berkata: “Aku pernah diberi oleh Rasulullah SAW sehelai qibti yang tebal yang dihadiahkan oleh Dihgah Al-Kalbi. Padanya,

lalu kuberikan kepada istriku”. Kemudian Nabi SAW bertanya, “mengapa qibti itu tidak kau pakai?” Aku menjawab “Wahai

Rasulullah, kain qibti itu kuberikan kepada istriku.” Lalu Nabi

bersabda: “suruhlah istrimu agar memberi lapisan dibawahnya,

sebab aku khawatir kalau-kalau pakaiannya memperlihatkan

bentuk tubuhnya.” (HR Ahmad)

c. Modelnya tidak ketat, karena model yang ketat akan menampakkan bentuk tubuh terutama payudara, pinggang dan panggul. Pergunakanlah potongan yang longgar agar lebih sehat, dan memberi keluasan bagi otot untuk bergerak. Salah satu hadits Nabi ada yang menjelaskan tentang hal ini. Yaitu berkata Hafsoh binti Sirin: “saya pernah bertanya kepada Nabi: “Ya Rasulullah, apakah kita berdosa apabila salah satu diantara kita (para


(29)

17

perempuan) tidak ikut pergi ketanah lapang dihari raya lantaran

tidak mempunyai baju panjang dan longgar?” Rasulullah menjawab: “Hendaklah temannya meminjamkan kepadanya

bajunya yang longgar ini” (HR. Bukhari)

d. Tidak menyerupai pakaian laki-laki maupun dalam bertingkah laku. Hadits Nabi SAW bersabda: “Dikutuk laki-laki yang memakai pakaian perempuan, dan perempuan yang memakai pakaian

laki-laki. (HR. An-Nasai)

e. Bahannya yang sebaliknya tidak terlalu mewah dan berlebihan atau menyolok mata dengan warna yang aneh-aneh hingga menarik perhatian orang. Apalagi jika sampai menimbulkan rasa angkuh dan sombong.5

B.Konseptualisasi Berita dalam Surat Kabar

1. Pengertian Berita

Secara etimologis dalam Bahasa Inggris, berita (news) berasal dari

kata new (baru). Jadi berita adalah peristiwa-peristiwa atau hal yang baru.

Sedangkan dikalangan wartawan ada yang mengartikan news sebagai singkatan dari : north (utara), east (timur), west (barat), dan south

(selatan). Mereka mengartikan berita sebagai laporan dari keempat

penjuru angin tersebut, laporan dari mana-mana, dari berbagai tempat didunia.6

5

Nina Surtiretna, Anggun Berjilbab (Bandung: PT. Al-Bayans, 1997), h. 68-69.

6

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003), h. 130.


(30)

Dr. Willard G. Bleyer mendefinisikan berita sebagai segala sesuatu yang hangat dan menarik perhatian sejumlah pembaca, dan berita yang terbaik adalah berita yang paling menarik perhatian bagi jumlah pembaca yang paling besar (Wonohito, 1960:2).7

Doug Newsom dan James A. Wollert mengatakan bahwa berita adalah apa saja yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh masyarakat. Dengan melaporkan berita, media massa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai apa yang mereka butuhkan.8

Menurut Chilton R. Bush, berita adalah laporan mengenai peristiwa yang penting diketahui masyarakat dan juga laporan peristiwa yang semata-mata menarik karena berhubungan dengan hal yang menarik dari seseorang atau sesuatu dalam situasi yang menarik.9

Berita juga merupakan hasil akhir dari proses kompleks dengan menyortir (memilah-milih) dan menentukan peristiwa dan tema dalam satu kategori tertentu.10 Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa berita adalah laporan segala sesuatu peristiwa menarik yang berhubungan langsung dengan masyarakat.

Nilai sebuah berita ditentukan oleh seberapa jauh syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Ada yang menjelaskan bahwa untuk menilai suatu kejadian memiliki nilai berita atau tidak, reporter harus dapat melihat unsur-unsur sebagai berikut:

7

Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik : Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik

(Bandung: Penerbit Nuansa, 2004), h. 103.

8

AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005), h. 64.

9

Sedia Willing Barus, Jurnalistik; Penentu Teknis Menulis Berita (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), h. 26.

10

Eriyanto, Analisis Framing: Kontruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2002), Cet ke-1 h. 102.


(31)

19

a. Penting (significance): mempunyai pengaruh yang besar terhadap

kehidupan orang banyak atau kejadiannya mempunyai akibat atau dampak yang luas terhadap kehidupan khalayak pembaca.

b. Besaran (magnitude): suatu yang besar dari segi jumlah, nilai,

atau angka yang besar hubungannya sehingga pasti menjadi sesuatu yang berarti dan menarik untuk diketahui oleh orang banyak.

c. Kebaruan (timeliness): memuat peristiwa yang baru terjadi.

Karena kejadiannya belum lama, hal ini menjadi aktual atau masih hangat dibicarakan umum. Aktual (terkini) berkaitan dengan tenggat waktu bahwa kejadian tersebut bukan berita basi atau terlambat memenuhi waktu pemuatan yang sudah ditetapkan pemimpin redaksi.

d. Kedekatan (proximity): memiliki kedekatan jarak (geografis)

ataupun emosional dengan pembaca. Termasuk kedekatan karena profesi, minat, bakat, hobi, dan perhatian pembaca.

e. Ketermukaan (prominence): hal-hal yang mencuat dari diri

seseorang atau sesuatu benda, tempat, atau kejadian. Suatu peristiwa yang menyangkut orang terkenal atau sesuatu yang dikenal masyarakat menjadi berita penting untuk diketahui oleh pembaca.

f. Sentuhan manusiawi (human interest): sesuatu yang menyentuh

rasa kemanusiaan, menggugah hati, dan minat.11

11


(32)

g. Prediksi: merupakan ulasan yang berkaitan kemungkinan dan ketidakmungkinan. Prediksi banyak dipakai untuk mengulas pertandingan olahraga, terutama sepak bola.

h. Personalisasi: peristiwa sering kali dilihat sebagai aksi individu. Ketidak cocokan antara kebijakan pemerintah dengan oposisi sering dipahami sebagai peristiwa antara pemimpin kedua partai itu.12

2. Kategori dan Jenis Berita

Munurut Eriyanto mengutip pernyataan Ruchman, secara umum wartawan memakai lima kategori berita: hard news, soft news, spot news,

developing news, dan continuing news. Kategori tersebut dipakai untuk

membedakan isi berita dan subjek peristiwa yang menjadi berita. Kelima kategori tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:13

a. Hard news: Berita mengenai peristiwa yang terjadi saat itu.

Kategori berita ini sangat dibatasi oleh waktu dan aktualitas. Semakin cepat diberitakan semakin baik. Bahkan ukuran keberhasilan dari kategori berita ini adalah sudut kecepatannya diberitakan. Kategori berita ini dipakai untuk melihat apakah informasi itu diberikan kepada khalayak dan sejauh mana informasi tersebut cepat diterima oleh khalayak. Peristiwa yang masuk dalam kategori hard news ini bisa peristiwa yang direncanakan (Sidang

Istimewa, Memorandum pemeriksaan pejabat yang dituduh

12

Nurudin, Jurnalisme Masa Kini (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2009), h. 52.

13


(33)

21

korupsi), bisa juga peristiwa yang tidak direncanakan (kerusuhan di Sampit, atau bencana alam di Lampung).

b. Soft news: Kategori berita ini berhubungan dengan kisah

manusiawi (human interst). Kalau dalam hard news, peristiwa yang

diberitakan adalah peristiwa yang terjadi saat itu dan dibatasi oleh waktu, maka soft news tidak. Ia bisa diberitakan kapan saja. Karena

yang menjadi ukuran dalam kategori berita ini bukanlah informasi dan kecepatan ketika diterima oleh khalayak, melainkan apakah informasi yang disajikan kepada khalayak tersebut menyentuh emosi dan perasaan khalayak. Kisah mengenai orang dari Kediri yang ingin sekali naik haji, sampai berani duduk di kabin pesawat Garuda, atau kisah mengenai harimau yang melahirkan, termasuk dalam kategori berita soft news. Perbedaan antara berita hard news

dan soft new terletak pada, hard news adalah cerita yang menarik

untuk manusia, sedangkan soft news adalah cerita yang menarik

karena berhubungan dengan kehidupan manusia. Hard news

berhubungan dengan peristiwa yang penting, sementara soft news

berhubungan dengan peristiwa yang menarik.

c. Spot news: Spot news adalah subklasifikasi dari berita yang

berkategori hard news. Dalam spot news, peristiwa yang akan

diliput tidak bisa direncanakan. Peristiwa kebakaran, pembunuhan, kecelakaan, gempa bumi adalah jenis-jenis peristiwa yang tidak bisa diprediksikan. Meskipun wartawan seringkali memberitakan kebakaran, ia tidak bisa memperkirakan secara spesifik di mana


(34)

dan kapan kebakaran akan terjadi. Jika kebakaran terjadi dalam tempo dan jarak yang pendek dengan keberadaan wartawan, peristiwa itu bisa diberitakan sesegera mungkin.

d. Developing news: Developing news adalah subklasifikasi lain dari

hard news. Baik spot news maupun developing news umumnya

berhubungan dengan peristiwa yang tidak terduga. Tetapi pemberitaannya terus berlanjut, ada sambungan dalam berita selanjutnya. Dalam berita pertama mungkin diberitakan nama pesawat dan lokasi kecelakaan, dilanjutkan dengan berita mengenai nama korban dan sebab-sebab kecelakaan dan seterusnya. Di sini satu berita diteruskan oleh berita lain, atau malah dikoreksi oleh berita selanjutnya.

e. Continuing news: Continuing news adalah subklasifikasi lain dari

hard news. Dalam continuing news peristiwa-peristiwa bisa

dipredisikan dan direncanakan. Perdebatan memang terjadi antara satu pendapat dengan pendapat lain, tetapi tetap masuk dalam tema dan bidang yang sama. Proses dan peristiwa tiap hari berlangsung secara kompleks, tetapi tetap berada dalam wilayah pembahasan yang sama pula. Peristiwa jatuhnya Memorandum sampai Sidang Istimewa adalah contoh dari continuing news. Satu peristiwa bisa

terjadi kompleks, dan tidak terduga tetapi mengarah pada satu tema tertentu.

Dalam buku Jurnalistik Indonesia karya AS Haris Sumadiria dijelaskan tentang delapan jenis berita, yaitu:


(35)

23

Tabel 2.1 Jenis Berita14

Straight news report Laporan langsung mengenai suatu peristiwa. Misalnya, sebuah pidato biasanya merupakan berita-berita langsung yang hanya menyajikan apa yang terjadi dalam waktu singkat.

Depth news report Laporan yang sedikit berbeda dengan straight news report. Wartawan menghimpun informasi dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri sebagai informasi tambahan.

Comprehensive news Laporan tentang fakta yang bersifat menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek.

Interpretative report Memfokuskan sebuah isu, masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial.

Feature story Penulis mencari fakta untuk menarik perhatian pembacanya. Penulis feature menyajikan suatu pengalaman pembaca yang lebih bergantung pada gaya penulisan dan humor daripada pentingnya informasi yang disajikan.

Depth reporting Pelaporan jurnalistik yang bersifat mendalam, tajam, lengkap, dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal atau aktual.

Investigative reporting

Berisikan hal-hal yang tidak jauh berbeda dengan laporan interpretatif. Namun, pada laporan ini wartawan melakukan penyelidikan untuk memperoleh fakta yang tersembunyi demi tujuan.

Editorial writing Pikiran sebuah institusi yang diuji di depan sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta dan opini yang menafsirkan berita-berita yang penting dan memengaruhi pendapat umum.

3. Karakteristik Bahasa Jurnalistik Pers

Bahasa yang lazim dipakai media cetak berkala yakni surat kabar, tabloid, dan majalah, disebut bahasa jurnalistik pers, kita juga mengenal bahasa jurnalistik radio, bahasa jurnalistik televisi, bahasa jurnalistik film, dan bahasa jurnalistik media one line internet. Sebagai salah satu ragam

14


(36)

bahasa, bahasa jurnalistik tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Ciri-ciri utama bahasa jurnalistik diantaranya sebagai berikut:15

a) Sederhana

Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca. Khalayak pembaca sifatnya sangat heterogen, baik dilihat dari tingkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan aspek psikografisnya seperti status sosial ekonomi, pekerjaan atau profesi, tempat tinggal, suku bangsa, budaya dan agama yang dianut.

b) Singkat

Singkat berarti langsung kepada pokok masalah, tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga. Ruangan yang tersedia pada kolom surat kabar sangat terbatas, sementara isinya banyak dan beraneka ragam.

c) Padat

Menurut Patmono dalam buku Jurnalistik Indonesia karya AS Haris Sumadiria dijelaskan, padat dalam bahasa jurnalistik berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragraf yang dimuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca.

15


(37)

25

d) Lugas

Lugasberarti tegas tidak ambigu, sekaligus menghindar eufisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi atau kesalahan konklusi.

e) Jelas

Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Jelas disini mengandung tiga arti, jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimat sesuai dengan kaidah SPOK, dan jelas sasaran atau maksdunya.

f) Menarik

Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca. Memicu selera baca. Membuat orang yang sedang tertidur terjaga seketika. Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip: menarik, benar dan baku.

g) Demokratis

Demokratis artinya bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana dijumpai dalam gramatika bahasa sunda dan bahasa jawa. Bahasa jurnalistuk menekankan aspek fungsional dan komunal, sehingga sama sekali tidak dikenal pendekatan feudal sabagaimana dijumpai pada masyarakat dalam lingkungan priyayi dan keraton.


(38)

4. Pengertian Surat Kabar

Menurut Y.S Gunadi, koran atau surat kabar adalah media komunikasi massa yang memuat serba-serbi pemberitaan meliput bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan. Surat kabar merupakan media komunikasi cetak yang isinya lengkap ditujukan kepada masyarakat. Di Indonesia surat kabar ada yang terbit secara harian, mingguan dan bulanan.16

Menurut Wikipedia Indonesia, surat kabar atau koran berasal dari bahasa Belanda yaitu Krant, dari bahasa Perancis courant. Surat kabar

atau koran adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran, yang berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik. Topiknya bisa berupa even politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, cuaca. Surat kabar juga biasa berisi karikatur yang biasanya dijadikan bahan sindiran lewat gambar berkenaan dengan masalah-masalah tertentu, komik, TTS dan hiburan lainnya.

Jenis surat kabar umum biasanya diterbitkan setiap hari, kecuali pada hari-hari libur. Surat kabar sore juga umum di beberapa negara. Selain itu, juga terdapat surat kabar mingguan yang biasanya lebih kecil dan kurang prestisius dibandingkan dengan surat kabar harian dan isinya biasanya lebih bersifat hiburan.

Pemilik surat kabar adalah pihak penanggung jawab dalam kaitannya dengan keberlangsungan medianya. Redaktur adalah beberapa

16


(39)

27

jurnalis yang bertanggung jawab atas rubrik tertentu. Sedang yang bertanggung jawab terhadap isi surat kabar disebut editor. Di samping kemutlakan adanya peran wartawan, pewarta atau jurnalis yang memburu berita atas instruksi dari redaktur atau pemimpin redaksi.17

C.Konstruksi Sosial Media Massa atas Realitas Sosial

1. Definisi Konstruksi Sosial Media Massa

Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cendrung apriori dan opini massa cendrung sinis. Posisi konstruksi sosial media massa adalah mengoreksi subtansi kelemahan dan melengkapi konstruksi sosial atas realitas, dengan menempatkan seluruh kelebihan media massa dan efek media pada keunggulan konstruksi sosial media massa atas konstruksi sosial atas realitas.18

Menurut Ibnu Hamad dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan istrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Seluruh isi media cetak maupun media elektronik menggunakan bahasa, baik bahasa verbal (kata-kata tertulis atau lisan) dan bahasa non verbal (gambar, foto, gerak-gerik, grafik, angka, dan tabel). Keberadaan bahasa tidak lagi

17

Wikipedia, “Koran”, artikel diakses pada tanggal 31 Januari 2013 pukul 11:00 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Koran

18

Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 194.


(40)

sebagai alat untuk menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas yang akan dimunculkan dibenak khalayak terutama dalam media massa.19

Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media, wartawan, dan berita dapat dilihat, seperti:20

1. Fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi

Realitas berita dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. 2. Media adalah agen konstruksi

Media adalah subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan bias dan pemihaknya.

3. Berita bukan refleksi realitas

Berita yang kita baca hanya konstruksi dari realitas kerja jurnalistik yang hadir dihadapan khalayak.

4. Berita bersifat subjektif atau konstruksi realitas

Opini tidak dapat dihilangkan ketika meliput, wartawan melihat dengan perspektif dan pertimbangan subjektif.

2. Substansi Kritis Teoritis

Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L.Berger bersama Thomas Luckman, yang banyak menulis karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial dan realitas. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bukan merupakan

19

Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa (Jakarta: Granit, 2004), h. 12.

20


(41)

29

peristiwa atau fakta dalam arti yang rill. Disini realitas bukan hanya dioper begitu saja sebagai berita. Ia adalah produk interaksi antara wartawan dengan fakta. Dalam proses internalisasi wartawan dilanda oleh realitas.

Realitas yang di maksud ini terdiri dari realitas obyektif, dan realitas subyektif. Realitas obyektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia obyektif yang berada di luar individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Sedangkan realitas subyektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas obyektif dan simbolis ke dalam individu melalui proses internalisasi.21

Substansi teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Berger dan Luckmann adalah pada proses simultan yang terjadi secara alamiah melalui bahasa dalam kehidupan sehari-hari pada sebuah komunitas primer dan semisekunder. Basis sosial teori dan pendekatan ini adalah masyarakat transisi-modern di Amerika sekitar tahun 1960-an di mana media massa belum menjadi sebuah fenomena yang menarik diperbincangkan. Teori konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann tidak memasukkan media massa sebagai variabel atau fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi sosial atas realitas. Pada kenyataannya konstruksi sosial atas realitas berlangsung lamban. Ketika masyarakat semakin modern, teori konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann ini memiliki kemandulan dan ketajaman atau dengan kata lain tidak mampu menjawab perubahan zaman, karena masyarakat transisi-modern di Amerika telah habis dan berubah menjadi masyarakat transisi-modern

21


(42)

dan postmodern, dengan demikian hubungan sosial antara individu dengan kelompoknya menjadi sekunder-rasional.22

3. Realitas Media Massa

Realitas media adalah realitas yang dikonstruksi oleh media dalam dua model yaitu:

a. Model peta analog: yaitu model di mana realitas sosial dikonstruksi oleh media berdasarkan sebuah model analogi sebagaimana suatu realitas itu terjadi secara rasional.

b. Model refleksi realitas: yaitu model yang merefleksikan suatu kehidupan yang terjadi dengan merefleksikan suatu kehidupan yang pernah terjadi di dalam masyarakat.

22


(43)

31

D.Teori Tentang Framing

1. Konsep Framing

Istilah framing tampaknya cendrung banyak dipakai untuk menunjuk gejala-gejala yang kendatipun sama atau mirip, namun dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda. Wicks (1992), misalnya, menggunakan istilah ini untuk menunjukkan kategori-katagori kognisi yang ada pada khalayak. Hamill dan Lodge (1986) memahami framing mirip dengan yang sering dikonsepkan dengan frame, script, atau schema.

Iyengar dan Kinder (1987) menggunakan istilah ini sama dengan istilah

agenda setting dan framing. Belakangan McCombs, shaw, dan Weaver

(1997) menyatakan bahwa bukan saja agenda setting dan framing, sebagai

pengaruh media, memiliki keterkaitan, melainkan framing sebenarnya merupakan kelanjutan dari agenda setting (Scheufele, 1999: 103).23

Scheufele (1999: 103) mengamati bahwa penelitian mengenai framing kerap kali ditandai oleh ketidak jelasan teoritis dan empiris

(theoretical and empiric vaguensess). Kenapa hal ini dapat terjadi,

menurut Scheufele, sebagian disebabkan oleh kurangnya kesempatan mengenai model teoritik serta terbatasnya alat-alat dan hasil-hasil penelitian yang dapat saling diperbandingkan. Sehubungan dengan hal itu, Scheufele lalu mencoba memberikan saran agar penelitian framing tidak hanya melacak frame media semata (frame apa atau bagaimana yang digunakan oleh media dalam melaporkan peristiwa-peristiwa) yang biasanya dilakukan dengan menggunakan content analysis (secara

23


(44)

kuantitatif ataupun kualitatif), tetapi tidak melacak dan menentukan variabel mana yang diangkat sebagai variabel independen dan mana yang disajikan variable dependen.24

Akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatul ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Dalam ranah studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi.25

Dalam hubungan ini, masing-masing dari media frame dan

audience frame dapat ditempatkan sebagai independent variabel atau

dependent variabel. Disamping itu, Scheufele juga menyarankan agar

definisi tentang framing dibuat dengan bertolak dari pandangan bahwa framing tidak lain adalah konstruksi sosial dari (atau tentang) realitas yang dibuat oleh media (dalam hal media frame) atau oleh individu khalayak (dalam hal audience frame). Bertolak dari pandangan ini maka analisis framing sebagai suatu media ilmiah sebenarnya dapat diterapkan baik dengan menggunakan pendekatan kualitatif. dengan kata lain, analisis framing tidak dengan sendirinya bersifat kuantitatif dan kualitatif.

Terdapat beberapa definisi mengenai framing, diantaranya sebagai berikut:

24

Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, h. 186.

25

Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2009), Cet ke-5, h. 162.


(45)

33

Tabel 2.2 Definisi Framing26

Robert N. Entman Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dari sisi yang lain.

William A. Gamson

Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan

(package). Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.

Todd Gitlin Strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan, dan prestasi aspek tertentu dari realitas.

David E. Snow and Robert Benford

Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa

dan kondisi yang relevan. Frame

mengorganisasikan sistem kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, anak kalimat citra tertentu, sumber informasi, dan kalimat tertentu.

Amy Binder Skema interprestasi yang digunakan oleh individu

untuk menempatkan, menafsirkan,

mengidentifikasi, dan melabeli peristiwa secara langsung atau tidak langsung. Frame mengorganisir peristiwa yang mudah dipahami dan membentu individu untuk mengerti makna peristiwa.

Zhondang Pan and Gerald M. Kosicki

Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.

26

Eriyanto, Analisis Framing: Kontruksi, Ideologi, dan Politik (Yogyakarta: LkiS, 2002), Cet ke-1 h. 67.


(46)

2. Framing Model Robert N. Entman

Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi isi media. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih diingat oleh khlayak. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas.

Tabel 2.3

Entman Melihat dalam Dua Dimensi27

Seleksi isu Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari realitas yang kompleks dan beragam itu, aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan? Dari proses ini selalu terkandung di dalamnya ada bagian berita yang dimasukkan (included), tetapi ada juga berita yang dikeluarkan (excluded). Tidak semua aspek atau bagian dari isu ditampilkan, wartawan memiliki aspek tertentu dari suatu isu. Penonjolan aspek

tertentu dari isu

Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa / isu tersebut telah dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis?

Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak.

Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang

27


(47)

35

ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa ke mana berita tersebut. Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan.

Dalam konsep Entman terdiri dari empat konsep yaitu: Tabel 2.4

Konsep Entman28

Define Problems (pendefinisian masalah)

bagaimana suatu peristiwa dilihat, sebagai apa, atau sebagai masalah apa.

Diagnose Causes

(memperkirakan penyebab masalah)

peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa, apa yang dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah, siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab masalah.

Make Moral Judgement

(membuat pilihan moral)

nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah, nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan.

Treatment Recommendation

(menekankan penyelesaiannya)

penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah atau isu, jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah.

Define problems (pendefinisian masalah) adalah elemen yang

pertama kali dapat kita lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan

master frame/bingkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana

peristiwa dipahami oleh wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami. Peristiwa yang sama dapat dipahami berbeda. Dan bingkai yang berbeda ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda.

28


(48)

Diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah), merupakan

elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Penyebab disini bisa berarti apa (what), tetapi bisa jiga

berarti siapa (who). Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan

apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber masalah. Karena itu, masalah yang dipahami secara berbeda, penyebab masalah secara tidak langsung juga akan dipahami secara berbeda pula.

Make moral Judgement (membuat pilihan moral) adalah elemen

framing yang dipakai untuk membenarkan/memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak.

Elemen framing lain adalah Treatment recommendation

(menekankan penyelesaian). Elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah.29

29


(49)

37

3. Efek Framing

Media massa pada dasarnya adalah media diskusi publik tentang suatu masalah yang melibatkan tiga pihak: wartawan, sumber berita, dan khalayak. Ketiga pihak itu mendasarkan keterlibatannya pada peran sosial masing-masing dan hubungan di antara mereka terbentuk melalui operasionalisasi teks yang mereka konstruksi. Media massa dilihat sebagai forum bertemunya pihak-pihak dengan kepentingan, latar belakang, dan sudut pandang yang berbeda-beda. Setiap pihak berusaha untuk menonjolkan basis penafsiran, klaim atau argumentasi masing-masing, berkaitan dengan persoalan yang diberitakan. Setiap pihak juga menggunakan bahasa-bahasa simbolik atau retorika dengan konotasi tertentu.

Peristiwa-peristiwa penting yang bersentuhan langsung dengan kepentingan publik selalu menarik perhatian masyarakat dan memfokuskannya pada problem sosial tertentu. Peristiwa ini umumnya mendorong kalangan media untuk menghadirkan suatu diskusi di mana semua pihak dapat menyuarakan pendapat dan penafsirannya tentang peristiwa itu sendiri dan masalah sosial yang terkandung di dalamnya.

Seleksi isu. Aspek memilih isu ini berkaitan dengan pemilihan fakta. Bagian mana yang akan diliput oleh wartawan dari suatu isu/peristiwa? Aspek memilih fakta tidak dapat dilepaskan dari bagaimana fakta dipahami oleh media. Ketika melihat peristiwa, wartawan mau tidak mau memakai kerangka konsep dan abstraksi dalam menggambarkan realitas.


(50)

Penonjolan aspek tertentu dari suatu isu sangat berkaitan dengan penulisan fakta. Proses ini mau tidak mau sangat berhubungan dengan pemakaian bahasa dalam menuliskan realitas untuk dibaca oleh khalayak. Pilihan kata-kata tertentu yang dipakai tidak sekedar teknis jurnalistik, akan tetapi sebagai politik bahasa.30

30


(51)

39

BAB III

PROFIL MEDIA INDONESIA

A.Sejarah Singkat Media Indonesia

Media Indonesia pertama kali diterbitkan pada tanggal 19 Januari 1970

dengan motto “Pembawa Suara Rakyat”, bedasarkan Surat Izin Terbit (SIT)

No. 0856/SKDir-PK/SIT/1969 tanggal 06 Desember 1969 yang dikeluarkan oleh Departemen Penerangan dengan ketentuan sebagai berikut:1

Pemimpin Umum/Redaksi Perusahaan : Teuku Yously Syah

Misi Penerbitan : Umum/ Independen

Periode Terbit : 7 x Seminggu

Jumlah Halaman : 4 (empat) halaman

Sistem Cetak : Letter Press

Bahasa : Indonesia

Pada tahun-tahun pertama penerbitan, harian umum Media Indonesia

bukanlah suatu harian politik atau bisnis, akan tetapi merupakan suatu harian yang isinya pemberitaan lebih banyak ke bidang hiburan, seperti cerita artis dan lain sebagainya. Tak heran pada saat itu harian umum Media Indonesia

dikatakan sebagai koran kuning yaitu koran yang penuh dengan cerita gossip. Dalam rangka memajukan penerbitan harian umum Media Indonesia,

ketua Badan Yayasan Penerbit telah melakukan konsolidasi dan usaha pembenahan di segala bidang untuk meningkatkan mutu penerbitan harian

1


(52)

umum Media Indonesia telah dapat meningkatkan jumlah halamannya dari 4

(empat) halaman menjadi 8 (delapan) halaman setiap hari.

Perjalanan hidup harian umum Media Indonesia seperti kehidupan pers

nasional pada umumnya waktu itu tak lepas dari berbagai kendala dan kesulitan baik dibidang sumber daya manusia maupun financial. Untuk mempertahankan hidup dari berbagai kesulitan, harian umum Media Indonesia

pernah mengambil alternative terbit secara tidak teratur.2

Selanjutnya karena jaman yang semakin kritis dan kehidupan semakin sulit. Maka harian umum Media Indonesia terpaksa harus menghentikan

penerbitannya setiap hari dan diganti dengan terbit 1 x seminggu sehingga nama yang digunakan tidak lagi surat kabar harian namun menjadi surat kabar mingguan.

Sebagai konsekuensi akibat terbit tidak teratur pada tahun 1981 Depertemen Penerangan mengeluarkan sangsi dengan menerbitkan surat pembatalan sementara terhadap Surat Izin Terbit (SIT) harian Media Indonesia

melalui suratt keputusan menteri penerangan RI No. 36/SK/Ditjen-PPG/1981, tertanggal 01 Desember 1981.

Ketua badan penerbitan berusaha mengajukan permohonan kepada Departemen Penerangan, untuk meninjau kembali pembatalan sementara Surat Izin Terbit harian umum Media Indonesia melalui surat keputusan Menteri

Penerangan RI No. 986/Ditjen-PPG/1982.

Berdasarkan keputusan Sidang Pleno XXXI Dewan Pers tahun 1988 di Pulau Batam, Riau, dalam membantu penerbit pers yang masih dalam keadaan

2


(53)

41

lemah dengan memberikan kesempatan kepada penerbit pers nasional untuk melakukan kerjasama baik dibidang teknik, manajemen maupun permodalan dengan pihak lain. Pada akhirnya tahun 1988, Teuku Yously Syah selaku ketua

yayasan penerbit “Yayasan Warta Indonesia” melakukan kerjasama dengan Surya Paloh mantan pemimpin umum harian “Prioritas” yang dibredel tahun

1986 dibidang permodalan dan manajemen baru harian umum Media

Indonesia.

Tidak lanjut kerjasama manajemen baru harian umum Media Indonesia telah ditingkatkan status badan hukum penerbit dari “Yayasan Warta Indonesia” menjadi perseroan terbatas PT. Citra Media Nusa Purnama dengan

susunan dewan direksi dan komisaris sebagai berikut:3 Komisaris Utama : Harry Kuntoro

Komisaris : Teuku Yously Syah

Direktur Utama : Surya Paloh

Direktur : Lestari Luhur

Diikuti dengan perubahan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) sebagai berikut:

Pemimpin Utama : H. Teuku Yously Syah Pemimpin Redaksi : Teuku Yously Syah Pemimpin Perusahaan : Lestary Luhur

Periode Terbit : 7 x Seminggu

Halaman : 16-20 halaman

Penerbitan : Berwarna

3


(54)

Kerjasama itu tidak hanya memberikan suntikan modal bagi berlangsungnya penerbitan harian umum Media Indonesia akan tetapi telah

memberikan dampak pada berbagai kualitas sumber daya manusia dengan merekrut tenaga-tenaga professional mud. Isi penerbitanpun disesuaikan dengan motto yaitu suara pembawa rakyat dengan berita sama besarnya atara berita politik dan ekonomi. Peningkatan kualitas produk berita dilakukan seiring dengan perubahan segmentasi pasar sasaran pembaca yaitu dari masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas.4

Kemudian pada tahun 1992, harian umum Media Indonesia melakukan

inovasi baru yang belum pernah dilakukan oleh harian yang lain yaitu menerbitkan suplemen berita Real Estate yang terbit setiap hari jumat dan kemudian disusul dengan supplemen berita keuangan, otomotif, konsumen wisata dan delik hukum. Ternyata inovasi tersebut membawa hasil dengan semakin diterimanya harian umum Media Indonesia oleh masyarakat pembaca.

Dengan keberhasilan tersebut, maka tak heran jika inovasi yang dilakukan oleh harian umum Media Indonesia diikuti oleh penerbit lain.

Pada tahun 1995, harian umum Media Indonesia memindahkan tempat

usahanya dari jalan Gondangdia Lama, Menteng, Jakarta Pusat ke jalan Pilar Mas Raya, Kedoya Selatan, Kebun Jeruk, Jakarta Barat karena seiring dengan pengembangan usaha harian umum Media Indonesia dalam bidang percetakan

sehingga diharapkan Media Indonesia menjadi suatu bisnis pers yang

terintegrasi.

4


(55)

43

Sebagai surat kabar umum pada masa itu, Media indonesia baru bisa

terbit 4 halaman dengan tiras yang amat terbatas. Berkantor di Jl. MT. Haryono, Jakarta, disitulah sejarah panjang Media Indonesia berawal. Lembaga yang menerbitkan Media Indonesia adalah Yayasan Warta Indonesia.5

Tahun 1976, surat kabar ini kemudian berkembang menjadi 8 halaman. Sementara itu perkembangan regulasi di bidang pers dan penerbitan terjadi. Salah satunya adalah perubahan SIT (Surat Izin Terbit) menjadi SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Karena perubahan ini penerbitan dihadapkan pada realitas bahwa pers tidak semata mananggung beban idealnya tapi juga harus tumbuh sebagai badan usaha.

Dengan kesadaran untuk terus maju, pada tahun 1988 Teuku Yousli Syah selaku pendiri Media Indonesia bergandeng tangan dengan Surya Paloh,

mantan pimpinan surat kabar Prioritas. Dengan kerjasama ini, dua kekuatan bersatu: kekuatan pengalaman bergandeng dengan kekuatan modal dan semangat. Maka pada tahun tersebut lahirlah Media Indonesia dengan

manajemen baru dibawah PT. Citra Media Nusa Purnama.

Surya Paloh sebagai Direktur Utama sedangkan Teuku Yousli Syah sebagai Pimpinan Umum, dan Pimpinan Perusahaan dipegang oleh Lestary Luhur. Sementara itu, markas usaha dan redaksi dipindahkan ke Jl. Gondandia Lama No. 46 Jakarta. Awal tahun 1995, bertepatan dengan usisanya ke 25 Media Indonesia menepati kantor barunya di Komplek Delta Kedoya, Jl. Pilar Mas Raya Kav.A-D, Kedoya Selatan, Jakarta Barat. Di gedung baru ini semua kegiatan di bawah satu atap, Redaksi, Usaha, Percetakan, Pusat Dokumentasi,

5


(56)

Perpustakaan, Iklan, Sirkulasi dan Distribusi serta fasilitas penunjang karyawan.

Sejarah panjang serta motto “Pembawa Suara Rakyat” yang dimiliki

oleh Media Indonesia bukan menjadi motto kosong dan sia-sia, tetapi menjadi

spirit pegangan sampai kapan pun.6

Sejak Media Indonesia ditangani oleh tim manajemen baru di bawah

paying PT Citra Media Nusa Purnama, banyak pertanyaan tentang apa yang menjadi visi harian ini dalam industri pers nasional. Terjun pertama kali dalam industri pers tahun 1986 dengan menerbitkan harian Prioritas. Namun Prioritas memang kurang bernasib baik, karena balum cukup lama menjadi koran alternatif bangsa, SIUPP-nya dibatalkan Departemen Penerangan. Antara

Prioritas dengan Media Indonesia memang ada “benang merah”, yaitu

dalam karakter kebangsaannya.

Surya Paloh sebagai penerbit harian umum Media Indonesia, tetap

gigih berjuang mempertahankan kebebasan pers. Wujud kegigihan ini ditunjukkan dengan mengajukan kasus penutupan Harian Prioritas ke pengadilan, bahkan menuntut Menteri Penerangan untuk mencabut Peraturan

Menteri No.01/84 yang dirasakan membelenggu kebebasan pers di tanah air.

Tahun 1997, Djafar H. Assegaff yang baru menyelesaikan tugasnya sebagai Duta Besar di Vietnam dan sebagai wartawan yang pernah memimpin beberapa harian dan majalah, serta menjabat sebagai Wakil Pemimpin Umum LKBN Antara, oleh Surya Paloh dipercayai untuk memimpin harian Media Indonesia sebagai Pemimpin Redaksi. Saat ini Djafar H. Assegaff dipercaya

6


(57)

45

sebagai Corporate Advisor. Para pimpinan Media Indonesia saat ini adalah :

Direktur Utama dijabat oleh Lestari Moerdijat, Direktur Pemberitaan dijabat oleh Usman Kansong dan di bidang usaha dipimpin oleh Alexander Stefanus selaku Direktur Pengembangan Bisnis.7

B.Visi dan Misi Media Indonesia

1. Visi Media Indonesia

Media Indonesia memiliki visi sebagai berikut: “ Menjadi Surat

Kabar Independen yang Inovatif, Lugas, Terpercaya, dan Paling

Berpengaruh”.

Uraian visi:

a. Independen: yaitu menjaga sikap non partisipan; dimana karyawan tidak menjadi pengurus partai politik; menolak segala bentuk pemberian yang dapat mempengaruhi objektivitas; dan mempunyai keberanian bersikap beda.

b. Inovatif: yaitu terus menerus menyempurnakan dan mengembangkan kemampuan teknologi dan sumber daya manusia; serta secara terus-menerus mengembangkan rubrik, halaman, dan penyempurnaan perwajahan.

c. Lugas: yaitu menggunakan bahasa yang terang dan langsung.

d. Terpercaya: selalu melakukan chek dan richek; meliputi berita dari dua pihak dan seimbang, serta selalu melakukan investigasi dan pendalaman.

7


(58)

e. Paling Berpengaruh: yaitu dibaca oleh para pengambil keputusan; memiliki kualitas editorial yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan; mampu membangun kemampuan antisipatif; mampu membangun network nara sumber; dan memiliki pemasaran atau

distribusi yang andal.

2. Misi Media Indonesia

a. Menyajikan informasi terpercaya secara nasional dan regional serta berpengaruh bagi pengambil keputusan.

b. Mempertajam isi yang relevan untuk pengembangan pasar.

c. Membangun sumber daya manusia dan manajemen yang professional dan unggul, mampu mengembangkan perusahaan penerbitan yang sehat dan menguntungkan.8

C.Stukturisasi Organisasi Media Indonesia Tabel 3.1

Struktur Organisasi Media Indonesia

Struktur Organisasi Media Indonesia

Pendiri Drs. H. Teuku Yousli Syah Msi (Alm)

Direktur Utama Rahni Lowhur-Schad

Direktur Pemberitaan Saur M. Hutabarat

Direktur Pengembangan Bisnis Alexander Stefanus Dewan Redaksi Media Group Elman Saragih (Ketua)

Ana Widjaya

Andy F. Noya

Bambang Eka Wijaya

Djadjat Sudradjat

Djafar H. Assegaff

8


(59)

47

Laurens Tato

Lestari Moerdijat

Rahni Lowhur Schad

Saur M. Hutabarat

Sugeng Suparwoto

Suryo Pratomo

Toeti Adhitama

Redaktur Senior Elman Saragih

Laurens Tato

Saur M. Hutabarat

Deputi Direktur Pemberitaan Usman Kansong Kepala Divisi Pemberitaan Kleden Suban Kepala Divisi Content

Enrichment Gaudensius Suhandi

Deputi Kepala Divisi

Pemberitaan Abdul Khohar

Sekretaris Redaksi Teguh Nirwahyudi

Asisten Kepala Divisi

Pemberitaan Ade Alawi

Fitriana Siregar

Haryo Prasetyo

Ono Sarwono

Rosmery C. Sihombing

Asisten Kepala Divisi Foto Hariyanto

Redaktur Agus Mulyawan

Anton Kustedja

Cri Qanon Ria Dewi

Eko Rahmawanto

Eko Suprihatno

Hapsoro Poetro

Henri Salomo Siagian

Ida Farida

Jaka Budisantosa

Mathias S. Brahmana

Mochamad Anwar Surahman

Sadyo Kristiarto

Santhy M.Sibarani


(60)

D.Profil Pembaca Media Indonesia

1. Profil pembaca pada tahun 2011

a. 87% pembaca koran Media Indonesia adalah pria dan 13% wanita.

b. Pembaca Media Indonesia dilihat pada jenjang pendidikan adalah S1

sebesar 51%, S2 sebesar 19%, D1-D3 sebesar 15%, SLTA sebesar 10%, dan S3 sebesar 5%.

c. Dominasi pembaca Media Indonesia berdasarkan umur adalah pada

usia 17-24 tahun sebesar 12%, usia 25-34 tahun sebesar 45%, usia 35-44 tahun sebesar 29%, usia 45-55 tahun sebesar 12%, usia 55 tahun sebesar 2%.

d. Pembaca Media Indonesia dilihat dari jenis pekerjaan adalah pegawai

swasta sebesar 52%, pegawai BUMN sebesar 14%, PNS sebesar 13%, Mahasiswa sebesar 11%, pengusaha sebesar 4%, TNI-Polri 1%, dan lainnya 3%.

e. Pembaca Media Indonesia dilihat dari segi pengeluaran adalah 3,5

juta sebesar 30%, 1 juta sebesar 19%, -1,5 juta sebesar 13%, 1.500.000-2.000.000 sebesar 13%, 2.000.000-2.500.000 sebesar 11%, 2.500.000-3.000.000 sebesar 7%, dan 3.000.000-3.500.000 sebesar 7%.

2. Profil pembaca pada tahun 2012

a. 82% pembaca koran Media Indonesia adalah pria dan 18% wanita.

b. Dominasi pembaca Media Indonesia berdasarkan umur adalah pada


(61)

49

c. SES pembaca Media Indonesia adalah pada kelas menengah atas (A-B)

sebesar 64%.

d. Pembaca Media Indonesia dilihat dari jenis pekerjaan terbesar adalah

pada kelompok eksekutif (managerial keatas) sebesar 33%.9

9


(1)

Indonesia mode busananya sudah bagus, sudah mengikuti perkembangan fesyen global. Jadi, sudah bisa memenuhi muslimah

bukan dalam arti syari’at tetapi juga dalam segi perkembangan

mode.

22.Bagaimana penyelesaian yang ditawarkan Media Indonesia dalam mengatasi permasalahan industri busana muslim di Indonesia?

Jawab: Secara umum permasalahan busana muslim sama dengan busana lainnya. Masalahnya ada pada promosi, bagaimana untuk bisa cepat dikenal, atau penjualannya lebih besar. Sudah banyak muslimah yang menggunakan busana muslim, pertama dari desainernya. Desainer harus menciptakan mode busana muslim yang variatif dan memenuhi kebutuhan banyak kalangan. Kebutuhan itu dalam arti kata bisa mode busananya sesuai dengan berbagai macam acara yang dibutuhkan orang. Juga dalam arti harganya, bisa banyak orang yang membeli busana muslim itu. Desainer harus menciptakan busana muslim yang aktraktif, busana

muslim bukan hanya tampil secara syari’at yang santun dan

tertutup tidak membentuk lekuk tubuh. Dari sisi desainer membuat busana muslim disesuaikan kebutuhan muslimah. Dari sisi pemerintah bisa memberikan modal, material baik juga sumber daya manusianya. Pemerintah lewat lembaga-lembaga keuangannya seperti Bank-bank pemerintah bisa memberikan kredit kepada desainer dengan bunga yang lunak sehingga mereka bisa memperbesar usahanya. Agar desainer bisa memproduksi


(2)

massal produknya. Dan untuk membantu peragaan di luar negri pemerintah harus membatunya karena peragaan itu tidak murah. 23.Apa pesan Media Indonesia terhadap perkembangan industri busana

muslim di Indonesia?

Jawab: Keinginan Media Indonesia agar perkembangan industri busana muslim terus didorong. Desainer belajar untuk membuat mode yang bagus, menarik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pemerintah juga mendukung dan mendorong, agar kreatifitas desainer bisa disalurkan, diwujudkan dan akhirnya bisa dijual ke pasar.

Interviewer Interviewee


(3)

HASIL WAWANCARA

Nama Narasumber : Bintang Krisanti

Jabatan : Editor Rubrik Pesona

Hari, Tanggal Wawancara : Selasa, 07 Mei 2013 Lokasi Wawancara : Kantor Media Indonesia

1. Bagaimana Media Indonesia mengemas berita terkait industri busana muslim?

Jawab: Kami mengemas berita industri busana muslim selayaknya kami mengemas berita lainnya, yakni sesuai fakta. Dalam hal ini fakta tentu terkait dengan besarnya industri, para pemain di industri itu, model-model busana, dll.

2. Apakah ada alasan atau penyebab masalah industri busana muslim selain mengenai desainer-desainer ingin menjadikan Indonesia sebagai acuan fesyen busana muslim yang mengglobal?

Jawab: Di pemberitaan itu tidak ada penyebab lain.

3. Apakah ada alasan atau penyebab masalah industri busana muslim selain mengenai koleksi 3 desainer top (Jenny Tjahyawati, Dian Pelangi, dan Irna mutiara)?

Jawab: Pada pemberitaan itu kami memilih koleksi dari tiga desainer tersebut karena mereka yang tampak menonjol dengan koleksi kerudung.

4. Apakah ada alasan atau penyebab masalah industri busana muslim selain mengenai desainer hadir dengan beragam koleksi busana muslim batik?


(4)

Jawab: Pemberitaan edisi ini diangkat berdasarkan adanya acara peragaan busana dari APPMI. Dari peragaan busana itu terlihat koleksi batik mendominasi sehingga batik dijadikan sudut pandang berita. Kemudian baru kami membahas gaya busana lain yang juga muncul, yakni warna cerah dan motif floral.

5. Apakah ada alasan atau penyebab masalah industri busana muslim selain mengenai produksi busana muslim dibuat masih pada skala rumahan?

Jawab: Berdasarkan pemberitaan edisi itu, permasalahan memang hanya pada skala industri yang masih bersifat rumahan.

6. Apakah ada alasan atau penyebab masalah industri busana muslim selain mengenai Indonesia kalah cepat dengan Malaysia?

Jawab: Pada pemberitaan itu sudah disebutkan bahwa Indonesia kurang serius bepromosi dan kurangnya dukungan dari pemerintah serta MUI.

7. Apakah ada alasan atau penyebab masalah industri busana muslim selain mengenai lemahnya promosi?

Jawab: Pada pemberitaan itu sudah disebutkan tentang adanya perbedaan penerbitan halal antara Indonesia dan negara tetangga.

Interviewer Interviewee


(5)

t-

?

rnrsat produhrya Dm

unr*

merrbmtu pcragaan di luan noggi

pemgimah hans mmSmm}ra lcrenaperagaan itu tidak murah"

23. Ape pccrn

Mdb

lrlbda

tcrtedrp pcrttcmfrngrn tndurff burane

mmlh

di Indonocia?

Jawab: K€inginan

Mdfa

Indopsia agar perkembangm idusfri busana

muslim tenrs didorong. Desainer belqiar rlrtuk menrbnat mode yang bagus, meoarik dan sesuai d&gan kebutrtran rnasyarakd.

Pemerinnah juga mendrrhrng

dm

nrerdorrorg; agar heatifias desairs bisa disalurkaq diwujudkm dan akhirnya bisa diiual ke

p8sar.

Inhnicrvcr

(Tert Anggrecni)

Intssicnec

m ClnA

rco[

mriA PUfrt{Ar,tA


(6)

Jawab: Pemberitaan edisi ini diangkat berdasarkan adanya acara peragaan busana dari APPMI. Dari peragarm busana itu terlihat koleksi batik mendominasi sehingga

batik

dijadikan sudut pandang berita.

Kemudian baru kami membahas gaya busana

lain

yang juga

muncul, yakni warna cerah dan motif floral,

5.

Apakah ada alasan ateu penyebab maselah industri busana muslim selnin mengenai produksi busana muslim dibuat masih pada skala

rumahan?

Jawab: Berdasarkan pemberitaan edisi itu, permasalahan memang hanya pada skala industri yang masih bersifat nrmahan.

6.

Apakah ada alasan atau penyebab masalah industri busana muslim

selain mengenai Indonesia kalah cepat dengan Malaysia?

Jawab: Pada pemberihan itu sudah disebutkan bahwa Indonesia kurang serius bepromosi dan kurangnya dukungan dari pemerintah serta MI]I.

7.

Apakah ada alasan atau penyebsb m*salah inductri busana muslim

selain mengenai lemahnyn promosi?

Jawab: Pada pemberitaan itu sudah disebutkan tentang adanya perbedaan penerbihn halal antara Indonesia dan negara tetangga.

Intervieryer Interviewee

PT CITRA UTDIA ]TUSA PURI{A},{A

(Bintang Krisanti) (Teri Anggraeni)


Dokumen yang terkait

Analisis Peningkatan Kualitas Surat Kabar Waspada Berdasarkan Penilaian Terhadap Atributnya

0 17 136

Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Surat Kabar (Studi Analisis Isi Penerapan Pasal 4 dan Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik di Rubrik Siantar Raya dalam Surat Kabar Siantar 24 Jam Edisi Januari 2013)

15 131 91

KONSTRUKSI PEMBERITAAN MUNDURNYA SRI MULYANI SEBAGAI MENKEU OLEH SURAT KABAR Analisis Framing pada harian KOMPAS dan MEDIA INDONESIA

0 5 53

Analisis Framing Pemberitaan Pelecehan Seksual Di Taman Kanak - Kanak Jakarta International School (Jis) Pada Surat Kabar Media Indonesia

2 30 138

Analisis Framing Pemberitaan pendidikan Di Surat Kabar Mingguan Garoet Pos

0 6 1

dalam Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat (Analisis Framing Pemberitaan Tim Sepakbola Persiba Bantul dalam Surat Insider Friendship dan Pemberitaan Persiba Bantul dalam Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat (Analisis Framing Pemberitaan Tim Sepakbola Per

0 2 15

RELOKASI PASAR NGASEM DALAM SURAT KABAR(Analisis Framing Pemberitaan Relokasi Pasar Ngasem Dalam Surat Kabar RELOKASI PASAR NGASEM DALAM SURAT KABAR (Analisis Framing Pemberitaan Relokasi Pasar Ngasem Dalam Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat dan Surat K

0 3 16

PENDAHULUAN RELOKASI PASAR NGASEM DALAM SURAT KABAR (Analisis Framing Pemberitaan Relokasi Pasar Ngasem Dalam Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat dan Surat Kabar Harian Jogja).

0 2 25

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN CIVIL VIOLENCE FPI DI MEDIA MASSA ( Studi Analisis Framing Media Surat Kabar Harian Solopos Terhadap Pemberitaan Civil Violence FPI di Gandekan Solo ).

0 0 11

PEMBERITAAN MENGENAI POLIGAMI DI SURAT KABAR NASIONAL (ANALISIS FRAMING TERHADAP PEMBERITAAN POLIGAMI DI SURAT KABAR HARIAN NASIONAL SEPUTAR INDONESIA EDISI DESEMBER 2006 - JANUARI 2007)

0 0 8