Studi Deskriptif Mengenai Self-Regulation Akademik Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2008 Universitas "X" Bandung.
i Universitas Kristen Maranatha
Abstrak
Judul penelitian ini adalah Studi Deskriptif Mengenai self-regulation akademik mahasiswa fakultas Psikologi angkatan 2008 Universitas “X” Bandung. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kemampuan self-regulation dalam bidang akademik pada mahasiswa fakultas Psikologi angkatan 2008 di Universitas “X” Bandung. Self-regulation adalah thought(pikiran) yang terus berkembang, feeling(perasaan) dan action(tindakan) seseorang yang terencana dan secara berulang-ulang dalam upaya melakukan adaptasi untuk pencapaian tujuan pribadi. Dalam self-regulation terdapat 3 fase dalam pelaksanaannya. Fase pertama adalah forethought (perencanaan kegiatan belajar), fase kedua adalah performance atau volitional (fase pelaksanaan) dan fase ketiga adalah self-reflection (fase refleksi diri atau evaluasi).
Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menggunakan teknik survei. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dari populasi mahasiswa fakultas Psikologi angkatan 2008, dengan jumlah sampel yang berhasil didapatkan sebanyak 196 orang. Alat ukur yang digunakan untuk menjaring informasi tentang kemampuan self regulation dalam bidang akademik adalah kuesioner self regulation dalam bidang akadmeik yang dikonstruksi oleh peneliti berdasarkan teori Self-Regulation dari Zimmerman. Jumlah item keseluruhan adalah 37 yang mewakili 3 aspek self regulation dalam bidang akademik. Data yang diperoleh dari alat ukur tersebut kemudian diolah dengan menggunakan analisa statistik dalam bentuk persentase lalu ditabulasi silang dengan data penunjang.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada mahasiswa fakultas Psikologi angkatan 2008 persentase terbesar menunjukkan bahwa mereka mampu dalam melakukan self regulation dalam bidang akademik di mana mereka mampu dalam ketiga aspek self-regulation yaitu forethought, performance / volitional control, dan self-reflection. Selain itu mereka juga mendapatkan dukungan dari orangtua, dosen dan teman.
Data yang diperoleh peneliti mengenai kemampuan self-regulation mahasiswa dapat digunakan oleh dosen wali untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa meregulasi diri dalam bidang akademik di masa yang akan datang dengan mengadakan training dan pelatihan bagi mahasiswa yang membutuhkan. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti hubungan antara variabel self-regulation dalam bidang akademik dengan variabel lainnya, seperti dukungan orangtua dan teman.
(2)
iv Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
Abstrak --- i
Kata Pengantar --- ii
Daftar Isi --- iv
Daftar Bagan --- vii
Daftar Tabel --- ix
Daftar Lampiran --- x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah --- 1
1.2 Identifikasi Masalah --- 8
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian --- 8
1.3.1 Maksud Penelitian --- 8
1.3.2 Tujuan Penelitian --- 8
1.4 Kegunaan Penelitian --- 8
1.4.1 Kegunaan Ilmiah --- 8
1.4.2 Kegunaan Praktis --- 9
1.5 Kerangka Pemikiran --- 9
(3)
v Universitas Kristen Maranatha BAB II Tinjauan Teori
2.1. Self regulation--- 20
2.1.1. Pengertian Self Regulation --- 20
2.1.2. Struktur Self Regulation --- 21
2.1.3. Pengaruh Sosial dan Lingkungan Terhadap Self Regulation--- 30
2.1.4. Disfungsi Self Regulation --- 32
2.2 Remaja Akhir --- 33
2.2.1. Pengertian Remaja Akhir --- 33
2.2.2. Perkembangan kognitif --- 34
2.2.3. Perkembangan identitas --- 34
2.2.4 Perkembangan Sosial --- 35
2.2.5 Tugas Perkembangan Remaja Akhir ---36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian --- 37
3.2 Bagan Rancangan Penelitian --- 37
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional --- 37
3.3.1 Variabel Penelitian --- 37
3.2.2 Definisi Operasional --- 38
3.4 Alat Ukur --- 39
(4)
vi Universitas Kristen Maranatha
3.4.2 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur --- 44
3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel --- 47
3.5.1 Populasi Sasaran --- 47
3.5.2 Karakteristik Populasi --- 47
3.5.3 Teknik Pengambilan Sampel --- 47
3.6 Teknik Analisis Data --- 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Sampel --- 49
4.2 Hasil penelitian --- 50
4.3 Pembahasan --- 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan --- 57
5.2 Saran --- 58
5.2.1 Saran Praktis --- 58
5.2.2 Saran Teoritis --- 58
Daftar Pustaka --- 59
Daftar rujukan --- 60
(5)
vii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Skema Kerangka Pemikir --- 18
Bagan 2.1 Skema Eviromental self-regulation --- 21
Bagan 2.2 Skema siklus self-regulation --- 22
(6)
viii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Alat Ukur Self Regulation --- 40 Tabel 3.2. Keterangan Skor Option Item --- 43 Tabel 4.1. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin --- Tabel 4.2. Tabel Persentase Self Regulation akademik --- Tabel.4.2.1. Tabel Persentase fase Forethought, fase Performance/Volitional Control, dan fase Self Reflection ---
(7)
ix Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kata Pengantar Lampiran 2 Data Penunjang
Lampiran 3 Alat Ukur Self-regulation
Lampiran 4 Reliabilitas dan Validitas Alat Ukur Self-regulation Lampiran 5 Data Self-regulation Setiap Responden Per-Aspek Lampiran 6 Data Self-regulation Setiap Responden Per-Indikator Lampiran 7 Hasil Data Penunjang
(8)
1 Universitas Kristen Maranatha PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang masalah
Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi di era globalisasi yang menuntut mahasiswa untuk terus belajar. Pendidikan penting untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa. Pendidikan juga penting untuk mengembangkan potensi mahasiswa supaya menjadi manusia yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dapat berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Pendidikan di Indonesia tidak hanya ingin mencetak sumber daya manusia (SDM) pekerja di perusahaan-perusahaan yang melayani kepentingan pemilik modal tapi juga ingin mencetak enterpreneur, pemilik modal, akademis, peneliti, profesional dan wartawan. Lebih lanjut diungkapkan
“semua jenis manusia” yang dibutuhkan di Indonesia ini ingin dicetak melalui pendidikan dan bukan hanya perkerja saja, begitu penuturan Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo. (www.depdiknas.co.id)
Pendidikan untuk mencetak SDM yang baik memerlukan waktu yang cukup lama, dimulai dari kecil hingga dewasa, dan terdiri dari beberapa macam jenis pendidikan yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Pendidikan formal adalah jenis pendidikan yang terencana, tersusun
(9)
2
Universitas Kristen Maranatha
secara sistematis dan dilaksanakan di sekolah. Pendidikan nonformal adalah jenis pendidikan yang terencana dalam batas-batas tertentu, dilaksanakan di luar sekolah misalnya lembaga kursus, kelompok belajar, lembaga pelatihan. Pendidikan informal adalah jenis pendidikan yang tidak terencana dan tidak tersusun secara sistematis yang dilaksanakan di luar sekolah, terutama dalam keluarga.
Jalur-jalur pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar (SD, SMP), pendidikan menengah (SMA, SMK) dan pendidikan tinggi (PT). Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas (www.depdiknas.co.id).
Pendidikan di perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk lebih mandiri karena mahasiswa harus mampu mengatur cara belajarnya sendiri. Pendidikan di perguruan tinggi juga menuntut mahasiswa untuk lebih aktif mencari materi pelajaran sendiri dan juga dalam mengembangkan pengetahuan serta kemampuan mereka. Banyak tantangan yang harus dihadapi dan dijalankan oleh mahasiswa, terutama mahasiswa baru. Mereka harus menghadapi cara belajar di perguruan tinggi yang berbeda dengan cara belajar di SMA.
Sistem pendidikan di perguruan tinggi di Indonesia mempunyai kurikulum dan sistem kredit semester (SKS). Kurikulum adalah rencana kegiatan akademik untuk membantu mahasiswa dalam upaya memperoleh seperangkat kemampuan
(10)
Universitas Kristen Maranatha
yang dapat dipakai sebagai bekal untuk kehidupan di masyarakat. Sedangkan sistem kredit semester (SKS) adalah suatu sistem penyelenggaraan pendidikan untuk mengatur beban studi mahasiswa. Sistem kredit semester dalam pendidikan perguruan tinggi di Indonesia memungkinkan mahasiswa mengatur sendiri studi mereka setiap semesternya dan juga mengatur waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan studi di perguruan tinggi, dengan demikian mahasiswa dituntut lebih mandiri baik dalam mengerjakan tugas-tugas kuliah, menguasai menteri yang diberikan, maupun cara belajar dalam menghadapi ujian-ujian sebagai evaluasi.
Ad Roosijakkers (1994, dalam Maria Ike, S.L.1999) menyatakan bahwa dalam belajar hendaknya mahasiswa mengikuti jadwal tertentu yang telah dibuat. Beliau juga menyarankan agar mahasiswa mengerjakan tugas secepat mungkin, segera setelah tugas itu diberikan agar memudahkan mahasiswa untuk mengingat bagaimana cara mengerjakannya dan dapat menghemat waktu mahasiswa, tetapi pada kenyataannya tidak semua mahasiswa memiliki sikap demikian dalam belajar dan mengerjakan tugas-tugas perkuliahannya. Ada mahasiswa yang kurang bisa mengatur kegiatan perkuliahan dengan kegiatan lainnya, kurang bisa memanfaatkan waktu yang ada untuk belajar dan mengerjakan tugas perkuliahan secara efektif dan efisien, terlambat masuk kuliah bahkan membolos. Sistem
“SKS” bagi mahasiswa diartikan sebagai “sistem kebut semalam”, mahasiswa mengerjakan tugas atau belajar untuk ujian hanya dalam waktu semalam sebelum tugas itu dikumpulkan atau sebelum ujian tersebut berlangsung, sehingga hasil yang diperoleh tidak optimal.
(11)
4
Universitas Kristen Maranatha
Mahasiswa yang baru memasuki dunia kuliah sebagian besar berusia antara 18-20 tahun. Pada usia tersebut mahasiswa memasuki tahap perkembangan remaja akhir. Pada masa remaja akhir perkembangan kognitif mahasiswa berubah dari pemikiran operasional konkrit menjadi oprasional formal. Pemikiran oprasional formal lebih abstrak, indentitas dan logis daripada pemikiran oprasional konkrit. Karakteristik dari cara berpikir formal operasional adalah pemikiran abtrak, yaitu tidak terbatas pada sesuatu yang nyata dan dapat membanyangkan dalam pikiran sesuatu yang masih berupa hipotetis. Tugas perkembangan pada masa ini adalah mencapai kemandirian, mempersiapkan diri untuk benar-benar lepas dari orang tua, mempersiapkan karir ekonomi, dan membentuk ideoligi pribadi. Salah satu tugas pekembangan pada masa remaja akhir ini adalah mempersiapkan karir ekonomi oleh sebab itu prestasi menjadi hal yang sangat penting bagi mahasiswa dimana mereka mulai menyadari bahwa saat inilah mereka dituntut untuk menghadapi kehidupan yang sebenarnya. Mereka mulai melihat kesuksesan atau kegagalan di masa kini untuk meramalkan keberhasilan mereka di masa yang akan datang sebagai orang dewasa (Santrock, 2004)
Prestasi akademis mahasiswa dapat dilihat dari nilai IPK (indeks prestasi kumulatif). Mahasiswa yang dikategorikan berprestasi dan memenuhi syarat bekerja apabila memiliki nilai IPK di atas 2,75. Pada kenyatannya banyak mahasiswa yang masih memiliki nilai IPK di bawah 2,75. Berdasarkan keterangan dari Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas “X”. Dari 249 mahasiswa angkatan 2008, terdapat 125 mahasiswa dengan IPK < 2,75 (50,2 %) dan 124 mahasiswa yang memiliki IPK di atas 2,75 (49,8 %). Dengan demikian
(12)
Universitas Kristen Maranatha
menunjukkan masih banyak mahasiswa psikologi angkatan 2008 yang kurang berprestasi.
Menurut D.H.Schunk & Zimmerman (1998, dalam Boekaerts, 2000), salah satu faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam mencapai prestasi belajar yaitu kemampuan untuk mengatur diri dalam kegiatan belajarnya yang oleh Boekaerts disebut sebagai self-regulation akademik. Boekaerts mengungkapkan bahwa keberhasilan akademik dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa meregulasi diri dalam kegiatan belajar. Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 yang kurang mampu melakukan self-regulation maka prestasinya akan lebih buruk dan kurang mampu menyesuaikan diri dalam menghadapi tantangan cara belajar di perguruan tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang mampu melakukan self-regulation. Self-regulation terdiri atas tiga fase yang saling berhubungan. Fase pertama dari self-regulation adalah perencanaan kegiatan belajar (forethought), yaitu mahasiswa diharapkan menetapkan target yang ingin dicapai dalam belajar di perguruan tinggi misalnya menetapkan waktu untuk menyelesaikan perkuliahan, menetapkan target nilai ujian dan IPK, menetapkan strategi belajar untuk meraih target tersebut, di antaranya dengan membuat jadwal belajar dan tekad untuk belajar dengan rajin.
Fase kedua adalah pelaksanaan kegiatan belajar (performance or volitional control), yaitu mahasiswa diharapkan mengendalikan diri untuk melaksanakan strategi belajar yang telah ditetapkan sebelumnya, menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan lain yang kurang penting dan mendahulukan hal-hal akademik. Fase selanjutnya adalah refleksi diri (self-reflection), pada fase ini
(13)
6
Universitas Kristen Maranatha
mahasiswa diharapkan melakukan evaluasi diri terhadap usaha yang telah ia lakukan untuk mencapai target yang telah ditetapkan,mahasiswa membandingkan usaha yang dilakukan dengan target yang ia capai, kemudian mahasiswa menghubungkan usaha yang telah dilakukan dengan nilaiyang ia capai, apakah ia puas atau tidak atas hasil yang telah ia capai, sertamenentukan langkah apa yang akan ia ambil selanjutnya, apakah meneruskanstrategi yang telah ia jalankan atau menggantinya dengan strategi lain yangmenurutnya lebih efektif.
Berdasarkan hasil survei kepada 20 mahasiswa, diperoleh gambaran 13 (65%) mahasiswa menetapkan target yang ingin dicapai dalam belajar di perguruan tinggi, dengan menetapkan target nilai ujian dan IPK, juga menetapkan strategi belajar untuk meraih target tersebut dengan membuat jadwal belajar. Sedangkan 7 (35%) mahasiswa tidak menetapkan target yang ingin dicapai, dengan tidak menetapkan target nilai ujian dan IPK yang ingin dicapai dan juga tidak menetapkan strategi belajar, dengan tidak membuat jadwal belajar. Mereka mengatakan hanya belajar saat sehari sebelum ujian bahkan kadang-kadang beberapa jam sebelum ujian dan mengerjakan tugas semalam sebelum tugas dikumpulkan.
Dari 13 (65%) mahasiswa yang menetapkan target nilai dan membuat strategi belajar, 6 (30%) mahasiswa mengendalikan diri untuk melaksanakan perencanaan, dengan melaksanakan jadwal belajar yang telah dibuat, sedangkan 7 (35%) tidak melaksanakan jadwal belajar yang telah dibuat. Mereka mengatakan sering merasa malas, sering menunda-nunda dan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berkumpul bersama teman-teman, bermain, jalan-jalan sehingga
(14)
Universitas Kristen Maranatha
tidak melaksanakan jadwal belajar yang telah dibuat. Kemudian 7 (35%) mahasiswa yang tidak menetapkan target nilai dan strategi belajar, maka mereka juga tidak melaksanakan strategi belajar.
Dari 6 (30%) mahasiswa yang menetapkan target nilai, membuat strategi belajar dan melaksanakan perencanaan, mereka mampu melakukan evaluasi diri dengan membandingkan usaha yang dilakukan dengan target yang ia capai. Mereka mengatakan usaha yang dilakukan sudah optimal dan merasa puas dengan nilai yang telah dicapai, serta akan meneruskan strategi yang telah ia jalankan. Sedangkan 7 (35%) mahasiswa yang menetapkan target nilai, membuat strategi belajar tetapi tidak melaksanakan perencanaan, 2 (10%) melakukan evaluasi diri dengan membandingkan usaha yang dilakukan dengan target nilai yang dicapai. Mereka mengatakan usaha yang dilakukan belum maksimal dan merasa tidak puas dengan nilai yang telah dicapai, kemudian akan mengganti strategi belajar yang menurutnya lebih efektif, dan 5 (25%) mahasiswa tidak melakukan evaluasi diri mereka tidak membandingkan usaha yang dilakukan dengan target yang dicapai. Kemudian 7(35%) mahasiswa yang tidak menetapkan target nilai dan membuat strategi belajar, maka mereka tidak melaksanakan strategi belajar dan juga tidak melakukan evaluasi diri.
Jadi hasil survei menunjukkan 6 (30%) mahasiswa mampu melakukan regulation dan sebanyak 14 (70%) mahasiswa kurang mampu melakukan self-regulation. Berdasarkan keadaan di atas peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai self-regulation pada mahasiswa psikologi angkatan 2008.
(15)
8
Universitas Kristen Maranatha
1.2. Identifikasi masalah
Sejauhmana kemampuan self-regulation akademik mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di Universitas “X” Bandung.
1.3. Maksud dan tujuan penelitian 1.3.1. Maksud penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran self-regulation akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di Universitas “X” Bandung.
1.3.2. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang self-regulation akademik dihubungkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulation akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di Universitas “X” Bandung.
1.4. Kegunaan penelitian 1.4.1. Kegunaan ilmiah
Memberikan informasi tambahan pada bidang psikologi pendidikan Memberi informasi bagi peneliti selanjutnya, khususnya yang tertarik
meneliti self-regulation akademik. 1.4.2. Kegunaan praktis
Memberikan informasi kepada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di universitas “X” Bandung mengenai self-regulation akademik,
(16)
Universitas Kristen Maranatha
dalam rangka pemahaman yang lebih baik tentang kemampuan self-regulation akademik diharapkan dapat memperoleh hasil yang optimal dibidang akademiknya.
Memberikan informasi kepada dosen wali untuk mengetahui sejauh mana kemampuan self-regulation akademik mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di universitas “X” Bandung.
1.5 Kerangka pikir
Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 yang saat ini berusia antara 19-20 tahun memasuki masa remaja akhir. Masa remaja akhir adalah saat individu menjalani transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa ini perkembangan kognitif mahasiswa berubah dari pemikiran oprasional konkrit menjadi oprasional formal. Pemikiran oprasional formal lebih abstrak, indentitas dan logis daripada pemikiran oprasional konkrit. Karakteristik dari cara berpikir formal operasional adalah pemikiran abtrak, yaitu tidak terbatas pada sesuatu yang nyata dan dapat membanyangkan dalam pikiran sesuatu yang masih berupa hipotetis. Berpikir hipotetis-deduktif, yaitu kemampuan kognitif untuk mengembangkan hipotesis, memprediksi kemungkinan buruk, dan cara-cara untuk menyelesaikan masalah seperti penggunaan persamaan aljabar. Mahasiswa mulai meninggalkan perasaan ketergantungan pada masa anak-anak, tetapi juga belum sepenuhnya menunjukkan tanggung jawab dan kemandirian yang merupakan ciri khas orang
(17)
10
Universitas Kristen Maranatha
dewasa. Pada masa ini, prestasi menjadi hal yang sangat penting bagi remaja. Remaja mulai menyadari bahwa saat inilah mereka dituntut untuk menghadapi kehidupan yang sebenarnya. Remaja juga mulai melihat kesuksesan atau kegagalan di masa kini untuk meramalkan keberhasilan mereka di masa yang akan datang sebagai orang dewasa (Santrock, 2004). Oleh karena itu, prestasi yang diraih pada masa kuliah menjadi hal yang sangat penting bagi seorang mahasiswa.
Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 yang menjalani dunia kuliah, diharapkan mampu menyesuaikan diri dalam menghadapi tantangan cara belajar diperguruan tinggi yang berbeda dengan cara belajar SMA. Untuk dapat menyesuaikan diri dan menghadapi tantangan mahasiswa membutuhkan kemampuan self-regulation. Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 berada pada tahap perkembangan remaja akhir memiliki kemampuan berpikir formal operasional dan berpikir hipotetis-deduktif, dengan kemampuan tersebut diharapkan mahasiswa memiliki kemampuan self-regulation.
Self-regulation terdiri atas usaha-usaha mahasiswa untuk mengontrol perilakunya dalam jangka panjang agar bisa menyesuaikan diri dan menghadapi tantangan belajar diperguruan tinggi. Self-regulation adalah thought (pikiran) yang terus berkembang, feeling (perasaan) dan action (tindakan) seseorang yang terencana dan secara berulang-ulang dalam upaya melakukan adaptasi untuk pencapaian tujuan pribadi (Zimmerman dalam Boekaerts, 2000).
Dalam self-regulation terdapat tiga fase (Zimmerman dalam Boekaerts,2000). Fase pertama adalah forethought (perencanaan kegiatan
(18)
Universitas Kristen Maranatha
belajar), fase kedua adalah performance atau volitional control (fase pelaksanaan) dan fase ketiga adalah self-reflection (fase refleksi diri atau evaluasi). Fase forethought (perencanaan kegiatan belajar), yaitu mahasiswa merencanakan stategi-strategi untuk mencapai tujuan atau goalnya. Mahasiswa dikatakan mampu meregulasi diri bila dalam fase forethought ia mampu untuk menentukan secara jelas dan terorganisasi tujuan belajar yang ingin ia capai dengan lulus tepat waktu dan menetapkan target nilai yang ingin dicapai (goal setting). Kemudian ia juga dapat menentukan strategi belajar yang tepat yang akan ia gunakan untuk mencapai tujuan tersebut, dengan membuat jadwal belajarnya (strategic planning). Mahasiswa yang mampu meregulasi diri juga memiliki keyakinan dalam dirinya bahwa ia mampu menyesuaikan diri dengan cara belajar diperguruan tinggi, mampu mencapai target nilai yang di inginkan dan mampu melaksanakan jadwal belajar yang telah dibuat (self-efficacy) dan ia juga harus merasa yakin bahwa ia dapat meraih hasil yang ia inginkan, dapat memperoleh nilai yang bagus sehingga dapat lulus kuliah tepat waktu. (outcome expectation)
Dengan memiliki keyakinan akan kemampuannya, maka ia dapat menetapkan tujuan yang tinggi. Bahkan jika ia gagal meraih tujuan yang diinginkan, mahasiswa yang memiliki keyakinan dalam dirinya (self-efficacy) akan meningkatkan usahanya. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan memandang pengetahuan yang ia miliki juga memiliki nilai yang berarti bagi dirinya, tidak hanya sekedar meraih nilai yang yang tinggi atau sekedar lulus (intrinsic interest / value). Tercapainya tujuan yang diinginkan akan memotivasi mahasiswa dan meningkatkan pencapaian prestasi. Kemudian mahasiswa juga tidak hanya
(19)
12
Universitas Kristen Maranatha
mengejar nilai yang tinggi serta sekedar lulus, tetapi juga menganggap penting proses belajar yang mereka alami selama kuliah (goal orientation).
Fase kedua adalah performance atau volitional control (fase pelaksanaan),yaitu mengendalikan diri untuk melaksanakan tindakan-tindakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan pada fase pertama. Mahasiswa yang mampu meregulasi diri, ia mengendalikan dirinya untuk melaksanakan strategi belajar yang telah ia tetapkan pada fase sebelumnya (self-instruction). Selain itu, untuk dapat meningkatkan usahanya, mahasiswa dapat membayangkan keberhasilan yang akan dicapai. Hal ini dapat membantu meningkatkan performance mereka (imagery). Kemudian mahasiswa juga berusaha untuk tetap fokus dalam melaksanakan strategi belajar yang telah ia tetapkan dan mengesampingkan hal-hal lain yang kurang berkaitan dengan prestasi belajar misalnya menolak teman yang mengajak nonton pada saat mengerjakan tugas, berusaha mendengarkan penjelasan dosen meskipun suasana kelas ribut (attention focusing). Mahasiswa juga berusaha menyederhanakan strategi belajar menjadi bagian-bagian yang penting dan menyusun kembali bagian-bagian tersebut secara bermakna, dengan membuat ringkasan pelajaran, mencatat inti dari penjelasan dosen (task strategies). Setelah itu, mahasiswa juga mampu mengingat kembali apa yang menghambat dan menunjang proses belajar mereka dalam meraih tujuan yang diinginkan sehingga pada saat melaksanakan strategi belajar, mereka dapat menghindari apa yang menghambat proses belajar mereka, misalnya seorang mahasiswa menyadari bahwa ia akan terganggu belajarnya jika ada orang lain disekitarnya, maka ia akan masuk kekamar dan mengunci pintu agar ia dapat
(20)
Universitas Kristen Maranatha
belajar dengan tenang (self-recording). Mahasiswa juga dapat bereksperimen untuk memudahkan proses belajar dalam mencapai tujuannya, misalnya mencoba belajar bersama temannya, membuat kelompok belajar (self-experimentation).
Fase ketiga adalah self-reflection (fase refleksi diri atau evaluasi). Pada fase ini, mahasiswa menilai apakah yang dilakukan oleh dirinya sudah mencapai tujuan atau belum. Mahasiswa yang mampu meregulasi diri, ia mampu membandingkan nilai yang diraih setelah menggunakan strategi yang ditetapkan, apakah sesuai atau tidak (self-evaluation). Kemudian ia juga mampu menghubungkan usaha belajar yang sudah dilakukannya dengan hasil yang ia peroleh, jika ternyata ia tidak mampu meraih nilai yang diinginkan, ia dapat menilai apakah hal itu disebabkan karena kemampuannya yang terbatas atau strategi belajar yang dijalankannya kurang tepat (causal attribution). Setelah itu mahasiswa juga diharapkan mampu untuk memiliki persepsi apakah hasil tersebut memuaskan atau tidak bagi dirinya (self-satisfaction). Jika mahasiswa merasa tidak puas dengan nilai yang diperoleh, ia akan mengarahkan dirinya pada bentuk performance self-regulation yang baru, seperti dengan menyusun target yang lebih teratur atau strategi belajar yang lebih efektif di masa yang akan datang (adaptive / defensive inferences).
Sebaliknya seorang mahasiswa yang kurang mampu meregulasi diri jika dalam fase forethought ia kurang mampu untuk menentukan secara jelas tujuan belajarnya, dengan kapan harus lulus dan tidak menetapkan target nilai yang ingin dicapai (goal setting). Ia juga tidak mampu menentukan strategi belajar yang tepat yang akan ia gunakan untuk mencapai tujuannya, tidak membuat jadwal belajar
(21)
14
Universitas Kristen Maranatha
(strategic planning). Kemudian mahasiswa tersebut juga merasa ragu-ragu bahwa ia mampu meraih tujuan tersebut (self-efficacy) dan mahasiswa menganggap nilai IPK tinggi tidak terlalu penting, asalkan ia dapat lulus (outcome expectation), sehigga ketika ia gagal meraih tujuan yang diinginkan, ia akan cenderung cuek/menghindar. Selain itu, mahasiswa yang kurang mampu meregulasi diri juga memandang pengetahuan yang ia peroleh melalui perkuliahan memiliki nilai yang kurang berarti, ia hanya akan mengejar sekedar lulus dari suatu mata kuliah tanpa mengindahkan nilai pengetahuan yang ia peroleh melalui mata kuliah tersebut (intrinsic interest / value). Mahasiswa yang kurang mampu meregulasi diri juga menganggap tidak penting proses belajar yang mereka alami selama kuliah, mereka hanya mengejar nilai untuk sekedar lulus (goal orientation).
Pada fase selanjutnya, yaitu performance / volitional control, karena pada fase sebelumnya ia tidak memiliki tujuan yang jelas (goal setting) dan tidak memiliki strategi yang jelas dan tepat untuk dilaksanakan (strategic planning), maka mahasiswa tidak memiliki strategi belajarnya untuk meraih tujuan (self-instruction). Ia juga tidak memiliki bayangan akan keberhasilan yang akan di capai, jika ia meningkatkan performance-nya (imagery). Saat belajar ia juga tidak berusaha fokus, perhatiannya sering teralih pada hal-hal lain yang kurang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar misalnya mengikuti teman yang mengajak nonton pada saat mengerjakan tugas, menanggapi teman yang mengajak berbicara pada saat dosen menjelaskan (attention focusing). Lalu, ia juga kurang mampu untuk membuat ringkasan pelajaran dan kurang mampu menangkap inti dari pelajaran yang disampaikan oleh dosen (task strategies). Di samping itu, ia
(22)
Universitas Kristen Maranatha
juga kurang mampu untuk mengingat kembali apa yang menghambat dan menunjang proses belajar mereka dalam meraih target yang diinginkan sehingga pada saat melaksanakan strategi belajar, mereka tidak dapat menghindari apa yang menghambat proses belajar mereka, seorang mahasiswa yang mudah terganggu saat belajar jika ada orang lain disekitarnya. Namun karena ia tidak mengenal pola fungsi yang ada dalam dirinya, maka ia tetap berada diruangan atau bahkan ia ngobrol dengan orang yang berada disekitarnya. (self-recording). Saat mahasiswa mengalami kesulitan dalam belajar, maka ia tidak membuat berbagai hipotesis, apakah hal ini disebabkan karena ia sedang lelah, karena tidak mengerti pelajaran dan tidak mencoba cara-cara belajar yang baru untuk memudahkan proses belajar (self-experimentation).
Pada fase yang terakhir, yaitu fase self-reflection, seorang mahasiswa yang kurang mampu meregulasi diri, karena ia tidak memiliki tujuan yang jelas (goal setting), maka ia tidak dapat membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan yang seharusnya ia capai (self-evaluation). Kemudian ia kurang mampu untuk menghubungkan usaha belajar yang sudah ia lakukan dengan nilai yang diperolehnya (causal attribution). Karena merasa pengetahuan kurang memiliki nilai penting, maka mahasiswa akan menerima dan merasa puas berapapun nilai yang ia peroleh (self-satisfaction).
Dalam pelaksanaan self-regulation terdapat dua faktor yang mempengaruhi yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik adalah sesuatu yang dapat mengingatkan mahasiswa untuk dapat mencapai prestasi yang telah ditargetkan, misalnya dengan membuat papan jadwal kegiatan
(23)
16
Universitas Kristen Maranatha
belajar, suasana dan ruangan belajar yang menunjang. Lingkungan fisik seperti papan jadwal kegiatan belajar dapat mempengaruhi pada fase performance mahasiswa dalam mengingat dan memotivasi mahasiswa untuk belajar. Sedangkan mahasiswa yang tidak membuat papan jadwal kegiatan belajar, suasana dan ruangan belajar yang tidak menunjang, akan menyebabkan mahasiswa menjadi lupa, malas dan tidak memiliki motivasi untuk belajar.
Lingkungan sosial yaitu individu-individu yang memberikan penghargaan terhadap pencapaian prestasi pada mahasiswa seperti orang tua, dosen dan teman. Mahasiswa yang mendapat dorongan dan penghargaan akan lebih berhasil dalam bidang akademik dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mendapatkan dorongan dan penghargaan dari lingkungan sosialnya.
Lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi self-regulation mahasiswa pertama-tama adalah orang tua, mahasiswa dapat melihat model atau contoh dari hasil prestasi belajar orang tuanya. Mahasiswa yang berprestasi seringkali berasal dari keluarga yang orang tuanya sukses atau memiliki standar-standar performance dan evaluasi diri yang tinggi (Zimmerman 2000 dalam Boekaerts, 2002). Dorongan yang diberikan oleh orang tua juga akan mempengaruhi self-regulation mahasiswa pada fase performance, orang tua yang memberikan dukungan kepada mahasiswa akan membantu dengan mengingatkan jadwal belajar, menyediakan barang-barang yang dapat mendukung mahasiswa untuk belajar. Orang tua yang tidak memberikan dukungan akan membuat mahasiswa kesulitan dalam melakukan fase performance. Faktor sosial kedua yang dapat mempengaruhi self-regulation mahasiswa baru adalah peran dosen yang
(24)
Universitas Kristen Maranatha
membimbing mahasiswa baru selama kuliah. Cara dosen mengajar dapat meningkatkan self-regulation mahasiswa dapat berupa memberikan feedback terhadap tugas mahasiswa, memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya/berdiskusi. Dengan dukungan yang diberikan dosen dapat membantu mahasiswa pada fase performance, dosen yang memberikan feedback dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya akan memudahkan mahasiswa dalam proses belajarnya. Sedangkan dosen yang tidak memberikan feedback dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya akan membuat mahasiswa kesulitan dalam proses belajarnya.
Faktor sosial ketiga yang dapat mempengaruhi self-regulation mahasiswa adalah teman-teman mahasiswa yang bersangkutan. Mahasiswa berada pada tahap perkembangan remaja, teman sebaya berperan penting dalam kehidupannya. Teman sebaya menjadi orang yang paling dekat untuk berbagi cerita, bermain dan belajar. Teman sebaya dapat mempengaruhi self-regulation pada fase performance, apabila mahasiswa bergaul dengan teman yang memiliki perencanaan kegiatan belajar dengan adanya tujuan dan target akan membuat mahasiswa terpengaruh menjadi lebih mampu melakukan self-regulation. Sebaliknya jika mahasiswa angkatan baru bergaul dengan teman yang tidak memiliki minat untuk belajar akan membuat mahasiswa terpengaruh menjadi kurang mampu melakukan self-regulation akademiknya (Zimmerman dkk, dalam Boekaerts, 2000).
(25)
18
Universitas Kristen Maranatha
1.1 Skema kerangka pikir Self-Regulation
Fase forethought Task analysis
Goalsetting
Strategic planning Self-motivation belief
Self-efficacy
Outcome expectation Intrinsic interest Goal orientation
Fase performance/ volitional control
Self-control
Self-instruction Imagery
Attention focusing Task strategies Self-observation Self-recording Self-experimentation Fase self-reflection Self-judgement Self-evaluation Causal attribution Self-reaction
Self-satisfaction Adaptive inference
Mampu
Kurang mampu Mahasiswa Fakultas
Psikologi Angkatan 2008
Faktor sosial Orang tua Dosen Teman
(26)
Universitas Kristen Maranatha I.6 Asumsi
- Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di Universitas “X” Bandung memiliki self-regulation akademik yang meliputi Fase forethought, performance or volitional control, dan self-reflection.
- Kemampuan self-regulation akademik dipengaruhi oleh faktor sosial Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di Universitas “X” Bandung yaitu orangtua, dosen dan teman.
- Kemampuan self-regulation akademik Mahasiswa Fakultas Psikologi
angkatan 2008 di Universitas “X” Bandung dapat dikelompokkan pada kategori mampu, dan kurang mampu
(27)
57 Universitas Kristen Maranatha BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan mengenai self-regulation pada Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Sebagian besar Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 (63,5%) mampu melaksanakan self-regulation akademik dan sisanya (36,5%) kurang mampu melaksanakan self-regulation akademik.
2. Mahasiswa yang mampu melaksanakan self-regulation juga sebagian besar mampu untuk melaksanakan Fase forethought, Fase performance, dan reflection. Sedangkan mahasiswa yang kurang mampu melaksanakan self-regulation juga kurang mampu untuk melaksanakan Fase forethought, Fase performance, dan self-reflection
3. Kemampuan self-regulation akademik Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 kurang dipengaruhi oleh faktor sosial yaitu orangtua, dosen dan teman.
(28)
Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran
5.2.1. Saran Praktis
1. Bagi Mahasiswa Fakultas Psikologi dan dosen wali, disarankan untuk menggunakan hasil penelitian ini untuk pengenalan dan pengembangan diri mahasiswa, seperti dengan mengadakan training untuk mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2008 yang memiliki self-regulation rendah supaya mereka dapat meningkatkan self-regulation pada mahasiswa agar mereka dapat lebih efektif dalam melakukan proses belajar.
2. Bagi Mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008, disarankan untuk menggunakan hasil penelitian ini sebagai media untuk pengenalan dan pengembangan diri agar mereka dapat lebih optimal dalam mengembangkan kemampuan self-regulation akademik sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal.
5.2.2 Saran Teoritis
1. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan untuk meneliti hubungan antara variabel self-regulation akademik ini dengan variabel lainnya, seperti dukungan orangtua, dukungan guru, dan dukungan teman sebaya.
(29)
59 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Boekaerts, Monique ; Pintrich, paul ; Zeidner, Mosche (2000) Handbook of self-regulation. California, USA : Academic Press
Santrock, John W. 2004. Life span Development – 5 th ed : Perkembangan masa hidup, edisi 5 jilid II. Jakarta : Erlangga.
Suryabrata, Sumandi. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Hadi, Sutrisno 1987. Metodologi Research, Yogyakarta. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UKM.
(30)
59 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN
Menteri pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo September 2007. Tujuan Pendidikan. (http://www.Depdiknas.co.id)
Jenis-jenis pendidikan (http://www.Depdiknas.co.id) Visi Misi (http://Maranatha.edu)
Tim penyusun panduan mentor 2009. Draf buku mentor versi 1.0. Welcome 2 Maranatha Universitas Kristen Maranatha 2009.
(1)
Universitas Kristen Maranatha 1.1 Skema kerangka pikir
Self-Regulation
Fase forethought Task analysis
Goalsetting
Strategic planning Self-motivation belief
Self-efficacy
Outcome expectation
Intrinsic interest
Goal orientation
Fase performance/ volitional control
Self-control
Self-instruction Imagery
Attention focusing Task strategies Self-observation Self-recording Self-experimentation Fase self-reflection Self-judgement Self-evaluation Causal attribution Self-reaction
Self-satisfaction Adaptive inference
Mampu
Kurang mampu Mahasiswa Fakultas
Psikologi Angkatan 2008
Faktor sosial Orang tua Dosen Teman
(2)
19
Universitas Kristen Maranatha I.6 Asumsi
- Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di Universitas “X” Bandung memiliki self-regulation akademik yang meliputi Fase forethought, performance or volitional control, dan self-reflection.
- Kemampuan self-regulation akademik dipengaruhi oleh faktor sosial Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di Universitas “X” Bandung yaitu orangtua, dosen dan teman.
- Kemampuan self-regulation akademik Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 di Universitas “X” Bandung dapat dikelompokkan pada kategori mampu, dan kurang mampu
(3)
57 Universitas Kristen Maranatha BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan mengenai self-regulation pada Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Sebagian besar Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 (63,5%) mampu melaksanakan self-regulation akademik dan sisanya (36,5%) kurang mampu melaksanakan self-regulation akademik.
2. Mahasiswa yang mampu melaksanakan self-regulation juga sebagian besar mampu untuk melaksanakan Fase forethought, Fase performance, dan reflection. Sedangkan mahasiswa yang kurang mampu melaksanakan self-regulation juga kurang mampu untuk melaksanakan Fase forethought, Fase performance, dan self-reflection
3. Kemampuan self-regulation akademik Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 kurang dipengaruhi oleh faktor sosial yaitu orangtua, dosen dan teman.
(4)
58
Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran
5.2.1. Saran Praktis
1. Bagi Mahasiswa Fakultas Psikologi dan dosen wali, disarankan untuk menggunakan hasil penelitian ini untuk pengenalan dan pengembangan diri mahasiswa, seperti dengan mengadakan training untuk mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2008 yang memiliki self-regulation rendah supaya mereka dapat meningkatkan self-regulation pada mahasiswa agar mereka dapat lebih efektif dalam melakukan proses belajar.
2. Bagi Mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2008, disarankan untuk menggunakan hasil penelitian ini sebagai media untuk pengenalan dan pengembangan diri agar mereka dapat lebih optimal dalam mengembangkan kemampuan self-regulation akademik sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal.
5.2.2 Saran Teoritis
1. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan untuk meneliti hubungan antara variabel self-regulation akademik ini dengan variabel lainnya, seperti dukungan orangtua, dukungan guru, dan dukungan teman sebaya.
(5)
59 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Boekaerts, Monique ; Pintrich, paul ; Zeidner, Mosche (2000) Handbook of self-regulation. California, USA : Academic Press
Santrock, John W. 2004. Life span Development – 5 th ed : Perkembangan masa hidup, edisi 5 jilid II. Jakarta : Erlangga.
Suryabrata, Sumandi. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Hadi, Sutrisno 1987. Metodologi Research, Yogyakarta. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UKM.
(6)
59 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN
Menteri pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo September 2007. Tujuan Pendidikan. (http://www.Depdiknas.co.id)
Jenis-jenis pendidikan (http://www.Depdiknas.co.id) Visi Misi (http://Maranatha.edu)
Tim penyusun panduan mentor 2009. Draf buku mentor versi 1.0. Welcome 2 Maranatha Universitas Kristen Maranatha 2009.