Penelitian Deskriptif Mengenai Self-Regulation Dalam Bidang Akademik Pada Mahasiswa Semester III Fakultas Psikologi Universitas "X" Bandung.

(1)

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui derajat kemampuan self-regulation dalam bidang akademik pada mahasiswa semester III Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung. Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian ini maka rancangan penelitian yang digunakan bersifat deskriptif, dengan menggunakan teknik survey. Jumlah responden pada penelitian ini adalah 113 mahasiswa semester III Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung.

Alat ukur yang digunakan untuk melihat derajat kemampuan self-regulation dalam akademik adalah alat ukur yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori self-regulation dari Boekaerts (2000) dan terdiri dari 57 item. Uji validitas yang digunakan adalah uji korelasi Spearman dengan program SPSS 17. Analisis item dengan menggunakan uji korelasi terhadap 30 mahasiswa semester III Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung, diperoleh nilai validitas antara 0.44 (terendah) sampai 0.824 (tertinggi), dan nilai reliabilitas adalah 0.826.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, sebanyak 51.3% mahasiswa semester III Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung mampu melakukan self -regulation dalam bidang akademik, sedangkan 48.7% mahasiswa lainnya kurang mampu melakukan self-regulation dalam bidang akademik. Seluruh mahasiswa yang mampu melakukan self-regulation dalam bidang akademik, mampu melakukan fase forethought, performance/ volitional control, dan self-reflection. Mahasiswa yang kurang mampu melakukan self-regulation dalam bidang akademik, seluruhnya kurang mampu melakukan fase performance/ volitional control dan sebagian besar kurang mampu melakukan fase forethought dan self-reflection.

Faktor lingkungan sosial memiliki kecenderungan keterkaitan dengan kemampuan self-regulation dalam bidang akademik pada mahasiswa semester III Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung. Faktor lingkungan fisik yang memiliki kecenderungan keterkaitan dengan kemampuan self-regulation dalam bidang akademik pada mahasiswa semester III Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung adalah jadwal kuliah, danjadwal ujian.

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan pada peneliti lain adalah untuk melakukan penelitian korelasional antara dukungan sosial dengan kemampuan self-regulation dalam bidang akademik. Bagi para mahasiswa, diharapkan mampu mengevaluasi kemampuan self-regulation dalam bidang akademik mereka, sehingga dapat mengatur proses belajarnya dengan lebih baik dan memperoleh prestasi akademik sesuai dengan target.


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL...i

LEMBAR PENGESAHAN...ii

ABSTRAK...iii

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR GAMBAR...xi

DAFTAR LAMPIRAN...xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Identifikasi Masalah...10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian...10

1.3.1 Maksud Penelitian...10

1.3.2 Tujuan Penelitian...10

1.4 Kegunaan Penelitian...11

1.4.1 Kegunaan Teoritis...11

1.4.2 Kegunaan Praktis...11

1.5 Kerangka Pemikiran...11


(3)

2.1.1 Pengertian Self-regulation...24

2.1.2 Struktur Sistem Self-regulation...25

2.1.3 Pengaruh faktor sosial dan lingkungan terhadap self-regulation...35

2.1.4 Gangguan-gangguan di Dalam Self-regulation...36

2.2 Remaja Akhir...39

2.2.1 Pengertian Masa Remaja...39

2.2.2 Batasan Usia Masa Remaja...39

2.2.3 Perkembangan Kognitif pada Masa Remaja Akhir...40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian………42

3.2 Bagan Rancangan Penelitian………...42

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……….42

3.2.1 Variabel Penelitian………....42

3.2.2 Definisi Operasional……….43

3.4 Alat Ukur………..47

3.4.1 Alat Ukur self-regulation dalam bidang akademik………...47


(4)

3.4.2.1Data pribadi……….49

3.4.2.2 Data penunjang………49

3.4.3 Validitas dan reliabilitas alat ukur...49

3.4.3.1 Validitas alat ukur...49

3.4.3.2 Reliabilitas alat ukur...50

3.5 Populasi danTeknik Penarikan Sampel……….51

3.5.1 Populasi sasaran...51

3.5.2 Karakteristik populasi...51

3.5.3 Teknik penarikan sampel...52

3.6 Teknik Analisis Data...52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...53

4.1 Hasil Penelitian...53

4.2 Pembahasan...55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...68

5.1 Kesimpulan...68

5.2 Saran...69

5.2.1 Saran Teoretis...69

5.2.3 Saran Praktis...69

DAFTAR PUSTAKA...71

DAFTAR RUJUKAN...72 LAMPIRAN


(5)

Tabel 2.1 Struktur fase dan sub-proses self-regulation Tabel 3.1 Pembagian item dalam kuesioner self-regulation Tabel 3.2 Bobot penilaian

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi derajat kemampuan self-regulation dalam bidang akademik

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi derajat kemampuan self-regulation dalam bidang akademik berdasarkan fasenya

Tabel 4.3 Tabulasi silang antara derajat kemampuan self-regulation dalam bidang akademik dengan IPK


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir

Gambar 2.1 Triadic form of self-regulation Gambar 2.2 Siklus fase self-regulation Gambar 3.1 Bagan prosedur penelitian


(7)

Lampiran 1 Surat Persetujuan

Lampiran 2 Kuesioner Self-Regulation dalam Bidang Akademik Lampiran 3 Kuesioner data penunjang

Lampiran 4 Hasil penelitian Lampiran 5 Tabulasi silang


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Fakultas psikologi Universitas “X” Bandung, merupakan fakultas yang memiliki kesenjangan yang besar antara jumlah mahasiswa yang masuk dan jumlah mahasiswa yang lulus setiap angkatannya. Dalam setiap angkatan tidak sampai 10% dari mahasiswa yang mampu menyelesaikan kuliahnya tepat waktu, yaitu 4 tahun atau 8 semester. Tercatat dari 202 mahasiswa angkatan 2002, yang dapat menyelesaikan kuliahnya tepat waktu berjumlah 11 mahasiswa (5,44%). Pada angkatan 2003, mahasiswa yang masuk adalah 177, dan yang dapat menyelesaikan kuliah tepat waktu berjumlah 5 mahasiswa (2,82%). Mahasiswa angkatan 2004 berjumlah 241 dan yang dapat menyelesaikan kuliah tepat waktu berjumlah 16 mahasiswa (6,63%). Selain itu dari angkatan 2005 yang berjumlah 216, yang dapat menyelesaikan kuliah tepat waktu berjumlah 14 mahasiswa (6,48%). Serta dari 218 mahasiswa angkatan 2006, yang dapat menyelesaikan kuliah tepat waktu berjumlah 4 mahasiswa (1,83%) (sumber: Staf Bagian Akademik TU Fakultas Psikologi Universitas “X”, Bandung). Padahal semua mahasiswa tentunya ingin mencapai prestasi akademik yang optimal, yaitu lulus tepat waktu dengan IPK yang memuaskan.

Besarnya nilai IPK yang diperoleh mahasiswa pada setiap semester, akan berpengaruh terhadap jumlah sks mata kuliah yang dapat diambil di semester berikutnya, sehingga turut mempengaruhi waktu tempuh kuliah hingga lulus. Oleh


(9)

karena itu apabila ingin lulus dalam kurun waktu 4 tahun dan memiliki IPK yang sesuai target, mahasiswa harus mulai berusaha dengan giat dan serius dari semester awal.

Untuk memperoleh data mengenai hal-hal apa saja yang menyebabkan mahasiswa tidak dapat lulus tepat waktu serta pencapaian IPK yang kurang optimal, dilakukan wawancara terhadap 10 orang mahasiswa angkatan 2003 (semester XV), 2004 (semester XIII), dan 2005 (semester XI). Menurut 3 mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2005, 2 mahasiswa angkatan 2004, dan 1 mahasiswa angkatan 2003, mereka tidak dapat lulus dalam waktu 4 tahun dikarenakan tidak lulus mata kuliah prasyarat di semester II dan III. Mereka mengakui bahwa mereka tidak menyukai mata kuliah tersebut sehingga tidak belajar dan tidak mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh. Mata kuliah prasyarat merupakan mata kuliah yang berkelanjutan dalam beberapa semester. Apabila tidak lulus dalam mata kuliah prasyarat, mahasiswa tidak diperkenankan untuk mengambil mata kuliah lanjutan di semester berikutnya. Contohnya, pada semester III seorang dari enam mahasiswa tersebut tidak lulus dalam mata kuliah Psikologi Sosial I (dengan nilai E) karena tidak mengerjakan tugas dan tidak belajar saat menghadapi kuis maupun ujian, dengan demikian ia tidak dapat mengambil mata kuliah psikologi sosial II di semester berikutnya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa terdapat mahasiswa yang kurang dapat mengarahkan diri dalam kegiatan belajarnya, mereka lebih memilih melakukan kegiatan lainnya dibandingkan dengan belajar atau mengerjakan tugasnya.


(10)

3

Terdapat pula 1 mahasiswa angkatan 2003, 1 mahasiswa angkatan 2004, dan 2 mahasiswa angkatan 2005 yang menyatakan bahwa salah satu alasan mereka tidak dapat lulus tepat 4 tahun karena tidak lulus mata kuliah Psikodiagnostik I pada semester III. Mata kuliah Praktikum Psikodiagnostik merupakan mata kuliah prasyarat yang berkelanjutan sampai dengan psikodiagnostik VI. Dalam mata kuliah praktikum, peraturan yang ditetapkan memang lebih ketat dibandingkan dengan mata kuliah lainnya. Mahasiswa harus hadir 100%, dan tidak diperkenankan terlambat pada lebih dari tiga kali pertemuan. Dalam Psikodiagnostik I, mahasiswa akan melakukan role play instruksi setiap minggunya, dan skoring beberapa hasil tes.

Salah seorang dari keempat mahasiswa tersebut menyatakan tidak mampu mengikuti cara dosen mengajar cara skoring hasil tes, sehingga ia tidak lulus dalam ujian skoring. Lalu dua orang lainnya meninggalkan mata kuliah ini di tengah semester karena merasa malas dengan segala aturan yang dibuat dalam mata kuliah praktikum ini, dan juga malas menghafalkan instruksi untuk role play. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa terdapat beberapa mahasiswa yang kurang mampu untuk fokus dalam kegiatan belajarnya.

Karena tuntutan yang berbeda-beda pada semua mata kuliah, mahasiswa diharapkan mampu mengatur proses pembelajaran mereka. Mereka diharapkan untuk mampu membagi waktu antara bermain dan belajar, serta menetapkan jadwal belajar agar proses belajar menjadi optimal sehingga hasil belajar yang dicapai pun akan sesuai dengan yang diharapkan.


(11)

Dari 25 mahasiswa angkatan 2006 (semester IX), 2007 (Semester VII), dan juga 2008 (semester V), sebanyak 16 mahasiswa (64%) menyatakan bahwa IPK mereka menurun di semester III. Sedangkan 4 mahasiswa (16%) menyatakan bahwa nilai mereka mulai mengalami peningkatan pada semester III, dan 5 mahasiswa (20%) lainnya menyatakan bahwa IPK mereka tetap.

Mahasiswa yang mengalami penurunan IPK di semester III, mengatakan bahwa hal tersebut karena pengaruh dari teman-teman mereka, dan juga karena kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang mereka ikuti. Mereka menyatakan bahwa karena ajakan main dari teman-temannya, mereka menjadi lupa waktu sehingga melupakan waktu belajar dan melalaikan tugas-tugas yang diberikan dosen. Sedangkan tugas menjadi lebih banyak dan lebih sulit ketika memasuki semester III. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa terdapat mahasiswa yang kurang dapat memilah mana kegiatan yang penting bagi prestasi akademiknya, padahal memasuki semester III mahasiswa akan mulai diajari pembuatan laporan dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Selain itu mata kuliah yang disajikan bagi mahasiswa semester III sudah lebih spesifik di bidang psikologi. Mahasiswa dituntut untuk mempelajari banyak bahan, menghafalkan, dan memahami berbagai teori psikologi dari tokoh-tokoh yang berbeda. Sudah tidak ada lagi mata kuliah dasar umum (MKDU) seperti kewarganegaraan, agama, Pancasila, dan yang lainnya sehingga mahasiswa harus mampu lebih fokus dalam kegiatan belajarnya.

Selain pengaruh dari teman tersebut, mahasiswa yang menyatakan IPK nya menurun di semester III juga menyatakan bahwa nilai mereka menurun


(12)

5

dikarenakan banyaknya kegiatan kemahasiswaan yang mereka ikuti, seperti menjadi pengurus senat, panitia dalam acara mahasiswa, ataupun mengikuti unit kegiatan di universitas. Dari 16 mahasiswa yang mengalami penurunan IPK di semester III, 7 mahasiswa (43.7%) diantaranya merupakan anggota senat, ataupun juga anggota unit kegiatan mahasiswa di universitas. Mereka menyatakan bahwa karena menjadi panitia di beberapa acara senat, dan juga aktif di unit kegiatan mahasiswa, proses belajar mereka menjadi terbengkalai. Mereka kurang dapat membagi waktunya sehingga lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk kegiatan kemahasiswaan dibandingkan kegiatan belajar mereka. Mereka turut aktif karena ingin memperoleh pengalaman yang hanya dapat diperoleh apabila mengikuti kegiatan non-akademik. Pada saat memasuki semester III, mahasiswa Fakultas Psikologi baru diperbolehkan untuk turut aktif dalam kepengurusan senat dan kegiatan kepanitiaan lainnya (sumber: Pengurus Senat Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung) karena mahasiswa semester III telah selesai mengikuti masa psikologi bungsu (masa orientasi), dan kepengurusan senat yang baru pun mulai dibentuk. Dari fakta tersebut, dapat terlihat bahwa terdapat mahasiswa yang tidak mampu membagi waktu antara kegiatan kemahasiswaan dan kegiatan belajar.

Dari hal-hal di atas, dapat terlihat bahwa prestasi akademik mahasiswa mulai mengalami penurunan pada semester III. Mahasiswa semester III sudah dapat melihat nilai yang telah dicapainya selama 2 semester, dan dari hasil tersebut mereka diharapkan dapat mengevaluasi apakah hasil tersebut sesuai dengan target mereka atau tidak. Dengan melihat hasil tersebut, mahasiswa


(13)

diharapkan pula untuk dapat membuat target yang baru lagi, merencanakan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan prestasinya, dan melakukan yang terbaik agar dapat mencapai target. Hal tersebut merupakan suatu siklus yang harus terus menerus dilakukan dengan motivasi dan kepercayaan diri, agar dapat mencapai prestasi yang optimal sesuai target yang ditetapkan. Hal-hal yang direncanakan dan ditetapkan secara berulang-ulang untuk mencapai tujuan pribadi (personal goals) tersebut, oleh Schunk disebut dengan self-regulation (1994; Zimmerman, 1998, 1990, 2000; Zimmerman & Kitsantas, 1996, dalam Boekaerts, 2000).

Menurut Boekaerts (2000) self-regulation juga merupakan faktor yang memiliki pengaruh besar dalam pencapaian prestasi, disamping kecerdasan, lingkungan rumah, dan lingkungan sekolah. Self-regulation merupakan sebuah siklus dimana feedback dari performance yang telah dicapai dapat digunakan untuk membuat penyesuaian kembali untuk goal (tujuan) yang baru. Siklus dari self-regulation terdiri dari forethought phase, performance/ volitional control phase, dan self-reflection phase. Setiap mahasiswa dituntut untuk dapat terus melakukan siklus ini agar dapat mencapai prestasi yang optimal

Pada forethought phase (fase perencanaan), mahasiswa akan membuat target (goal setting), seperti waktu tempuh kuliah, maupun IPK yang hendak dicapai. Mahasiswa juga akan memiliki keyakinan diri bahwa mereka mampu mencapai target yang telah mereka tetapkan. (Bandura, 1991; Locke & Latham, 1990, dalam Boekaerts, 2000). Selanjutnya pada performance or volitional control phase (fase pelaksanaan), mahasiswa akan berusaha untuk mengontrol apa


(14)

7

saja yang mereka lakukan agar dapat tetap fokus pada target mereka, dan mengamati strategi belajar apa yang paling sesuai bagi diri mereka sendiri, dan terus memperbaikinya. (Zimmerman & Kitsantas, 1997, dalam Boekaerts, 2000). Sedangkan pada self-reflection phase (fase refleksi diri), mahasiswa akan mulai menilai apakah yang telah dilakukannya membuahkan hasil yang positif atau negatif, serta memberikan reaksi terhadap hasil tersebut, yaitu puas atau tidak puas. (Zimmerman & Kitsantas, 1997, dalam Boekaerts, 2000).

Ketiga fase tersebut akan terus berulang sehingga mahasiswa terbiasa untuk melakukan self-regulation, dan mampu mencapai target yang telah mereka tetapkan. Dari hasil survei awal yang dilakukan terhadap 15 mahasiswa semester III, diperoleh hasil bahwa 15 mahasiswa tersebut (100%) menetapkan target (goal setting), seperti harus lulus dalam waktu 4 tahun, tidak boleh terdapat nilai C pada semester III, lulus semua mata kuliah dengan nilai minimal B, dan juga memahami dengan baik mata kuliah yang diajarkan. Dari 15 mahasiswa tersebut terdapat 5 mahasiswa (33,4%) yang menyatakan bahwa mereka menyusun apa yang harus mereka lakukan (misalnya menetapkan jadwal belajar) dalam 1 semester untuk mencapai target mereka (strategic planning), sedangkan 10 mahasiswa (66,7%) lainnya tidak melakukan hal tersebut. Selain itu dari 15 mahasiswa ini, tedapat 7 mahasiswa (46,7%) yang merasa yakin bahwa mereka mampu bekerja keras untuk mencapai target tersebut (self-motivation beliefs). Sedangkan 8 mahasiswa (53,3%) lainnya masih merasa kurang yakin bahwa mereka mampu mencapai target yang mereka tetapkan. Menurut Zimmerman (1998 dalam Boekaerts, 2000), goal setting, strategic planning, dan


(15)

self-motivation beliefs tersebut termasuk dalam forethought phase. Dari hasil survei tersebut terlihat bahwa terdapat 4 mahasiswa (26,7%) yang mampu melakukan fase ini, sedangkan 11 mahasiswa (73,3%) lainnya kurang mampu melakukan fase ini.

Dari survei awal tersebut juga diperoleh data bahwa dari 15 mahasiswa, terdapat 4 orang (26.7%) yang memiliki jadwal belajar yang teratur dan selalu menaatinya. Keempat mahasiswa ini menyatakan bahwa mereka selalu memiliki waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas setiap harinya, walaupun tidak ada kuis atau ujian. Terdapat 5 orang (33.4%) yang walaupun tidak memiliki jadwal belajar yang teratur, namun mereka selalu berusaha untuk membaca bahan yang telah diberikan sebelum kuliah. Lalu 6 orang (40%) lainnya menyatakan bahwa mereka hanya belajar saat hendak menghadapi kuis atau ujian. Mereka juga menyatakan bahwa terkadang apabila hanya kuis, mereka pun jarang belajar. Menurut Zimmerman (1998 dalam Boekaerts, 2000) hal tersebut dinamakan dengan self-control.

Mereka juga menyatakan bahwa mereka mengamati proses belajar mereka (self-observation), namun hanya 5 mahasiswa (33,4%) yang berusaha memodifikasinya saat merasa kurang cocok. Sedangkan mahasiswa-mahasiswa lainnya menyatakan bahwa cara belajar mereka masih kurang tepat, seperti tidak pernah mencicil tugas, hanya belajar sehari sebelum ujian, serta suka membolos kuliah. Mereka menyatakan bahwa mereka sudah nyaman seperti itu dan tidak termotivasi untuk mengubahnya menjadi lebih baik. Menurut Zimmerman (1998 dalam Boekaerts, 2000), self-control dan juga self-observation merupakan bagian


(16)

9

dari performance or volitional control phase. Dari hasil survei tersebut terlihat bahwa mahasiswa semester III yang mampu melaksanakan fase ini berjumlah 4 orang (26,7%), sedangkan 11 mahasiswa (73,3%) lainnya kurang mampu melaksanakan fase ini.

Para mahasiswa semester III ini menyatakan bahwa mereka melihat hasil yang telah mereka peroleh selama 2 semester sebelumnya, dan menyadari di sebelah mana kekurangan serta kelebihan mereka (self-evaluation). Dari 15 mahasiswa tersebut, terdapat 3 mahasiswa (20%) yang menyatakan bahwa mereka tidak pandai dan memang tidak mampu belajar (self-judgment), sedangkan 12 mahasiswa (80%) lainnya menyatakan bahwa mereka tidak memiliki masalah dalam belajar. Self-judgement dan self-evaluation sangat berhubungan dengan kepuasan ataupun ketidakpuasan para mahasiswa terhadap hasil yang telah mereka peroleh. Dari 15 mahasiswa, terdapat 9 mahasiswa (60%) yang merasa puas terhadap apa yang telah mereka capai selama 2 semester (self-satisfaction), sedangkan 6 mahasiswa lainnya (40%) merasa kurang puas terhadap apa yang telah mereka capai. Apa yang telah mereka capai, dan bagaimana reaksi mereka terhadap pencapaian tersebut, sangat berpengaruh terhadap penentuan target mereka selanjutnya. Self-evaluation, self-judgment, serta self-satisfaction, termasuk dalam self-reflection phase. Dari 15 mahasiswa semester III, yang dapat melaksanakan fase ini adalah 8 mahasiswa (53,4%), sedangkan 7 mahasiswa (46,6%) lainnya kurang mampu melaksanakan fase ini.

Dari hasil survey diatas, terlihat bahwa terdapat variasi kemampuan self-regulation dalam bidang akademik pada mahasiswa semester III. Ada mahasiswa


(17)

yang mampu melakukan self-regulation, namun banyak pula mahasiswa yang hanya mampu melakukan self-regulation pada salah satu fase, dan tidak mampu melakukan fase lainnya. Sedangkan menurut kesimpulan dari hasil survey, self-regulation dibutuhkan oleh seluruh mahasiswa, terutama mahasiswa semester III. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti kemampuan self-regulation dalam bidang akademik pada mahasiswa semesterIII fakultas psikologi Universitas “X”, Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui sejauh mana derajat kemampuan self-regulation dalam bidang akademik pada mahasiswa semester III Fakultas Psikologi Universitas “X”, Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai self-regulation dalam bidang akademik pada mahasiswa semester III Fakultas Psikologi Universitas “X”, Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui derajat kemampuan self-regulation dalam bidang akademik pada mahasiswa semester III fakultas psikologi Universitas “X”, Bandung.


(18)

11

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

•Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam bidang Psikologi Pendidikan, yaitu dengan menambah informasi dan pengetahuan mengenai self-regulation dalam bidang akademik pada mahasiswa semester III di fakultas psikologi Universitas “X” di Bandung. •Sebagai masukan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian atau

membahas lebih lanjut mengenai self-regulation dalam bidang akademik 1.4.2 Kegunaan Praktis

•Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi dosen wali mengenai self-regulation dalam bidang akademik pada mahasiswa semester III, sehingga dapat membimbing para mahasiswa semester III yang memiliki masalah dalam hal tersebut agar dapat mencapai prestasi akademik yang optimal, seperti waktu tempuh kuliah dan juga pencapaian IPK.

Memberikan informasi mengenai derajat self-regulation dalam bidang akademik bagi para mahasiswa semester III sebagai bahan untuk mengevaluasi kemampuan self-regulation yang dimilikinya.

1.5 Kerangka Pemikiran

Mahasiswa semester III yang rata-rata berada dalam kisaran usia 18-21 tahun, tergolong dalam masa remaja akhir (Kagan & Coles, 1972; Keniston, 1970; Lipsitz, 1977, dalam Steinberg, 1997). Pada masa remaja akhir ini, mahasiswa


(19)

sudah berada dalam tahap berpikir formal operasional (Piaget, 1954, dalam Steinberg, 1997), dimana mahasiswa sudah mampu berpikir lebih abstrak dan logis dibandingkan masa remaja awal, bukan hanya berdasarkan pengalaman yang aktual dan konkrit saja. Sebagai bagian dari kemampuan untuk berpikir lebih abstrak, mahasiswa mengembangkan citra tentang hal-hal yang ideal. Mereka mulai berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan untuk masa depan dan prestasi apa yang mungkin mereka capai, termasuk dalam bidang akademik mereka. Mereka mulai melihat keberhasilan atau kegagalan masa kini untuk memprediksi keberhasilan di kehidupan mereka nanti sebagai orang dewasa. Oleh karena itu, kesuksesan dalam bidang akademik menjadi hal yang penting bagi seorang mahasiswa (Santrock, 2002). Dengan kemampuan berpikir mahasiswa yang lebih abstrak dan konkrit tersebut juga, mahasiswa menjadi semakin mampu untuk merencakan apa yang harus dilakukannya agar memperoleh prestasi akademis, melaksanakan dan fokus terhadap perencanaan tersebut, dan juga mengobservasi serta mengevaluasi apa telah mereka peroleh.

Dalam usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam bidang akademik, mahasiswa akan dihadapkan pada berbagai tuntutan yang lebih tinggi dibandingkan jenjang pendidikan yang sebelumnya. Mahasiswa psikologi dituntut untuk dapat mencapai prestasi akademik yang optimal, seperti lulus tepat waktu (8 semester), dan juga memperoleh IPK minimal 2,75. Untuk dapat mencapai prestasi yang optimal tersebut, dibutuhkan kemampuan untuk dapat mengatur perilaku, disertai dengan motivasi dan kepercayaan diri. Schunk menyebut hal


(20)

13

tersebut dengan self-regulation (1994; Zimmerman, 1998, 1990, 2000; Zimmerman & Kitsantas, 1996, dalam Boekaerts, 2000).

Menurut Boekaerts (2000) self-regulation juga merupakan faktor yang memiliki pengaruh besar dalam pencapaian prestasi, disamping kecerdasan, lingkungan rumah, dan lingkungan sekolah. Self-regulation merupakan sebuah siklus dimana feedback dari performance yang telah dicapai dapat digunakan untuk membuat penyesuaian kembali untuk goal (tujuan) yang baru. Siklus dari self-regulation terdiri dari forethought phase (fase perencanaan), performance/ volitional control phase (fase pelaksanaan), dan self-reflection phase (fase refleksi diri). Dimana pelaksanaan dari ketiga fase ini juga ditunjang oleh perkembangan tahap berpikir mahasiswa.

Fase pertama adalah forethought phase (fase perencanaan), yang berkaitan dengan proses-proses yang mempengaruhi usaha untuk bertindak dan menentukan langkah-langkah untuk melakukan usaha tersebut (Zimmerman, 1998 dalam Boekaerts, 2000). Fase ini terbagi atas dua kategori, yang pertama adalah task analysis, dimana mahasiswa menganalisa tugas yang harus diselesaikan dengan mengatur strategi atau langkah yang akan diambil. Task analysis ini meliputi dua hal, yaitu goal setting dan strategic planning. Goal setting berkenaan dengan menentukan hasil yang spesifik atas suatu pembelajaran atau performance (Locke dan Latham, 1990, dalam Boekaerts, 2000), misalnya memiliki target untuk dapat lulus tepat waktu, serta memiliki IPK diatas 2,75. Goal system dari mahasiswa yang memiliki kemampuan self-regulation tersusun secara hirarki, dan proses-proses goal tersebut akan dijadikan sebagai regulator (pengatur) untuk


(21)

mendapatkan tujuan atau hasil yang sama dengan yang pernah dicapai. Untuk dapat mencapai goal yang diinginkan, mahasiswa membutuhkan strategic planning, yaitu pemilihan strategi yang dapat meningkatkan performance dengan mengembangkan kognisi, mengontrol affect dan mengarahkan kegiatan motorik (Pressley dan Wolonshyn, 1995, dalam Boekaerts, 2000). Strategic planning yang dilakukan oleh mahasiswa contohnya adalah dengan membuat jadwal belajar, ataupun merencanakan pembuatan tugas, agar target yang telah ditetapkan sebelumnya dapat tercapai.

Task analysis hanya akan bernilai kecil apabila mahasiswa tidak memiliki self-motivation beliefs, yang merupakan kategori kedua dari forethought phase. Self-motivation beliefs merupakan keyakinan yang memotivasi diri mahasiswa dalam merencanakan tugas atau tujuan belajarnya. Self-motivation beliefs ini meliputi self-efficacy, outcome expectation, intrinsic interest/ valuing, serta goal orientation. Mahasiswa psikologi yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu melaksanakan strategi belajar yang telah direncanakannya, yaitu bahwa mereka mampu melaksanakan jadwal belajar yang telah mereka tetapkan. Selain self-efficacy, mahasiswa juga akan memiliki outcome expectation, yaitu keyakinan mahasiswa mengenai hasil dari strategi belajarnya. Mahasiswa yang memiliki outcome expectation akan merasa yakin bahwa apabila ia mampu lulus dalam semua mata kuliah, maka ia dapat lulus tepat pada waktunya. Mahasiswa juga harus memiliki intrinsic interest/ valuing dimana mahasiswa merasa tertarik untuk belajar di fakultas psikologi, bukan hanya untuk tujuan jangka pendek, namun demi memperoleh pengetahuan


(22)

15

mendalam di bidang psikologi. Apabila mahasiswa memiliki intrinsic interest/ valuing, mahasiswa juga akan merasa yakin dapat memotivasi dirinya untuk belajar agar memiliki performance yang lebih baik demi memperoleh hasil akhir yang diinginkan. Hal tersebut dinamakan dengan goal orientation. Semakin mampu mahasiswa mempercayai diri mereka sendiri, semakin tinggi goal-goal yang mereka kumpulkan bagi diri mereka sendiri, dan semakin kuat mereka tetap bertahan pada goal-goal tersebut (Bandura, 1991; Locke & Latham, 1990, dalam Boekaerts, 2000).

Setelah fase forethought dilakukan, mahasiswa akan melaksanakan fase kedua, yaitu fase performance/ volitional control. Fase ini merupakan fase dimana mahasiswa melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan dalam fase pertama. Fase performance/ volitional control meliputi dua hal, yaitu self-control dan self-observation. Self-control akan membantu mahasiswa untuk dapat fokus pada strategi yang telah dibuat dan mengoptimalkan usaha mereka dalam mencapai tujuan belajar. Self-control ini meliputi empat teknik, yang pertama adalah self-instruction, dimana mahasiswa akan berusaha untuk mengarahkan diri untuk dapat melaksanakan strategi belajar yang telah dibuatnya. Misalnya mahasiswa akan memilih untuk belajar saat sudah direncanakan, walaupun ada temannya yang mengajak bermain. Yang kedua adalah imagery atau pembentukan gambaran mental. Imagery ini dapat dilakukan baik dengan membayangkan proses, keberhasilan, dan juga kegagalan dalam mencapai target yang telah ditetapkan, sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa.


(23)

Teknik ketiga dari self-control adalah attention focusing, yang digunakan untuk memfokuskan perhatian dalam melaksanakan strategi belajar yang telah direncanakan. Misalnya mahasiswa akan mengabaikan gangguan dari lingkungan sekitarnya saat ia telah mengarahkan diri untuk belajar. Teknik terakhir dari self-control adalah task strategies, yaitu memilah hal yang penting dan mengorganisasikan kegiatan belajar yang harus dilakukannya sesuai dengan strategi yang telah dibuatnya. Misalnya mahasiswa akan membuat prioritas dalam mempelajari bahan ujian, apabila menurutnya lebih sulit mahasiswa akan menyediakan waktu belajar yang lebih lama, dibandingkan untuk mempelajari mata kuliah lain yang lebih mudah menurutnya.

Bentuk kedua dari fase performance/ volitional control adalah self-observation, yaitu penelusuran yang dilakukan mahasiswa terhadap askpek-aspek spesifik dari performance mereka, kondisi lingkungan saat itu, dan efek yang ditimbulkan dari hal tersebut (Zimmerman & Paulsen, 1995, dalam Boekaerts, 2000). Self-observation ini terdiri dari self-recording dan self-experimentation. Self-recording mengacu pada pengamatan mahasiswa terhadap performance-nya, dan bagaimana efek yang ditimbulkan dari hal tersebut. Misalnya mahasiswa menyadari bahwa ia tidak dapat mengerjakan ujian dengan baik karena hanya belajar beberapa jam sebelum ujian. Dengan mengetahui hal tersebut, mahasiswa dapat mengubah cara belajarnya untuk hasil yang lebih baik. Apabila setelah melakukan self-recording, mahasiswa tetap tidak menemukan mengapa ia tidak dapat mengerjakan ujian dengan baik, maka ia dapat melakukan


(24)

self-17

experimentation, yaitu mencoba mencari cara belajar apa yang paling tepat agar performance-nya meningkat.

Setelah fase kedua, mahasiswa akan memasuki fase ketiga dari self-regulation, yaitu self-reflection yang akan mempengaruhi mahasiswa dalam melakukan perencanaan berikutnya. Fase ini meliputi dua proses, yaitu self-judgment dan self-reaction. Self-self-judgment terdiri dari self-evaluation dan causal attribution. Melalui self-evaluation, mahasiswa akan membandingkan strategi belajar yang telah dilakukan dengan goal-goal atau standar yang telah ditetapkan. Apabila masih belum sesuai dengan goal yang telah ditetapkan, mahasiswa akan melakukan causal attribution, dimana mahasiswa akan mengevaluasi apakah hasil yang kurang baik dari strategi belajarnya tersebut disebabkan karena kemampuannya yang terbatas, ataukah usaha yang dilakukannya masih kurang.

Proses kedua dari self reflection adalah reaction, yang terdiri dari self-satisfaction/ affect, dan adaptive inferences. Self-self-satisfaction/ affect adalah saat mahasiswa mempersepsi kepuasan dan ketidakpuasan dari strategi belajar yang telah dilakukannya, yang mana berkaitan pula dengan nilai intrinsik atau pentingnya suatu tugas. Selanjutnya, mahasiswa akan melakukan adaptive or defensive inferences, yaitu menyimpulkan apakah mahasiswa perlu mengubah pendekatan self-regulatory pada waktu melakukan strategi belajar yang selanjutnya. Adaptive inferences merupakan hal yang penting karena dapat mengarahkan mahasiswa pada pembentukan self-regulation yang baru dan lebih baik, seperti mengubah hirarki dari goal atau memilih strategi belajar lain yang lebih efektif (Zimmerman & Martinez-Pons, 1992, dalam Boekaerts, 2000).


(25)

Sebaliknya, defensive inferences dapat melindungi mahasiswa dari ketidakpuasan dan efek bermusuhan terhadap kegiatan belajar, namun sayangnya hal ini juga dapat menghambat keberhasilan, karena akan menimbulkan perilaku penundaan, penghindaran dari tugas, dan juga apatis.

Mahasiswa yang memiliki nilai intrinsik dari kuliah di psikologi, dan menganggap belajar seluruh teori psikologi adalah hal yang penting, akan merasa tidak puas dan cemas saat strategi belajar yang dilakukannya tidak menghasilkan nilai yang baik. Derajat perasaan tidak puas ini akan berbeda dengan mahasiswa yang kurang tertarik kuliah di jurusan psikologi. Mahasiswa yang merasa tidak puas akan berusaha untuk mengubah strategi belajarnya menjadi lebih baik untuk memperoleh hasil yang lebih baik pula. Sebaliknya, kepuasan dan ketidakpuasan juga dapat mempengaruhi minat intrinsik mahasiswa. Mahasiswa yang merasa tidak puas terhadap hasil dari strategi belajar yang telah diperolehnya dapat menjadi kurang menyukai hal yang telah dikerjakannya, demikian juga mahasiswa yang memperoleh kepuasan dari hasil yang dicapainya dalam suatu tugas, dapat menjadi menyukai tugas serupa di masa yang akan datang.

Ketiga fase self-regulation tersebut, forethought, performance or volitional control, dan juga self-reflection akan terus berulang sehingga membentuk suatu siklus dalam diri mahasiswa psikologi semester III, dan dapat membantu mereka dalam mencapai prestasi akademik yang optimal. Self-regulation antara mahasiswa yang satu dan mahasiswa yang lain berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan pengaruh dari lingkungan sosial dan lingkungan fisik dari mahasiswa.


(26)

19

Pengaruh lingkungan sosial terhadap self-regulation dapat berupa standar atau modelling dari orang tua, teman sebaya, dan juga pengajar. Sebagai contoh, mahasiswa yang sukses dalam proses belajarnya dan memperoleh hasil yang baik, biasanya berasal dari keluarga dengan orang tua yang sukses pula, dan memiliki standar yang tinggi (March, 1988, dalam Boekaerts, 2000). Orang tua yang sukses dalam mencapai standar yang telah ditetapkan, akan menjadi model bagi mahasiswa mengenai bagaimana cara mereka menetapkan standar tersebut, melaksanakan strategi yang dibuat untuk dapat mencapai target, serta bagaimana bereaksi terhadap hasil yang dicapai. Peran orang tua menjadi sangat penting karena merupakan sarana awal bagi para mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan self-regulation mereka.

Pengajar, dalam hal ini adalah dosen, dapat pula membantu mahasiswa dalam menetapkan standar yang harus dicapai mahasiswa. Apabila dosen memberikan standar yang tinggi untuk kelulusan dalam suatu mata kuliah, mahasiswa akan terpacu untuk mencapainya. Mahasiswa akan membuat target yang lebih tinggi dan berusaha membuat strategi yang dapat membantunya dalam mencapai target tersebut.

Begitu pula dengan lingkungan teman-teman sebaya mahasiswa. Apabila mahasiswa bergaul dengan teman-teman yang memiliki standar tinggi dalam bidang akademik mereka, maka mahasiswa yang bersangkutan juga akan turut menetapkan standar yang tinggi dan berusaha untuk menyamai prestasi teman-temannya yang lain.


(27)

Lingkungan sosial ini dapat memberikan feedback terhadap hasil yang dicapai mahasiswa. Saat lingkungan sosial terlalu banyak memberikan kritik negatif, dan tidak menghargai usaha yang dilakukan mahasiswa, maka dapat menimbulkan perilaku penghindaran, dan juga ketidaksukaan mahasiswa terhadap kegiatan belajarnya. Hal ini juga dapat menyebabkan menurunnya kemampuan self-regulation mahasiswa dan juga menjadikan mahasiswa pesimis terhadap kemampuan belajarnya. Begitu juga sebaliknya, saat mahasiswa mendapatkan penghargaan dari lingkungan sosialnya berupa pujian saat mencapai target, serta bantuan dalam melaksanakan strategi belajar mereka, maka mahasiswa akan semakin yakin terhadap kemampuannya, dan meningkatkan kemampuan self-regulation mereka.

Lingkungan fisik yang turut mempengaruhi mahasiswa dalam proses self-regulation adalah hal-hal yang ada di sekitar mahasiswa, yang dapat membantu mengingatkan mahasiswa akan proses belajar mereka (Zimmerman & Risenberg, 1997, dalam Boekaerts, 2000). Contoh dari lingkungan fisik ini di antaranya adalah jadwal kuliah dan juga jadwal ujian yang dimiliki mahasiswa. Pada jadwal tersebut, terdapat tanggal, hari, serta waktu kuliah maupun ujian, sehingga dengan jadwal tersebut mahasiswa dapat terbantu untuk membuat perencanaan dalam proses belajarnya agar dapat mencapai hasil yang optimal dalam bidang akademiknya. Lingkungan fisik ini juga dapat berbentuk fasilitas belajar yang tersedia bagi mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki fasilitas belajar yang lengkap seperti, textbook, serta laptop atau komputer, dan juga memiliki suasana belajar


(28)

21

yang tenang disekitarnya akan membantu mahasiswa untuk dapat lebih fokus saat melaksanakan strategi belajar yang telah dibuat.

Modelling dari lingkungan sosial dan keterkaitan dengan lingkungan fisik mahasiswa juga dapat mendorong mahasiswa dalam melakukan self-administered rewards or praise, yaitu memberikan penghargaan pada diri sendiri. Misalnya setelah masa ujian berakhir, mahasiswa dapat melakukan relaksasi di tempat yang disukainya. Mahasiswa yang memberikan penghargaan terhadap pencapaian prestasi mereka sendiri, akan mendapat lebih banyak keberhasilan dibandingkan mahasiswa yang melakukan hal serupa, namun tanpa penghargaan dari diri sendiri (Bandura & Kupers, 1964, dalam Boekaerts, 2000).

Faktor lingkungan sosial dan fisik tersebut dapat meningkatkan kemampuan forethought, performance or volitional control, dan juga reflection. Hal tersebut juga akan mempengaruhi derajat kemampuan self-regulation dalam bidang akademik pada mahasiswa psikologi semester III. Mahasiswa fakultas psikologi yang dikatakan mampu melakukan self-regulation adalah mahasiswa yang mampu melakukan ketiga fase tersebut, yaitu mampu menetapkan target atau goal yang ingin dicapainya dan membuat strategi bagi dirinya, melaksanakan rencana yang telah dibuatnya, serta mampu mengevaluasi proses dari hasil pembelajarannya, yang selanjutnya dijadikan bahan pertimbangan dalam merencanakan strategi belajar berikutnya. Sebaliknya, mahasiswa dikatakan kurang mampu, saat mahasiswa tidak mampu melakukan salah satu atau keseluruhan fase tersebut. Untuk lebih jelasnya, uraian diatas dapat dilihat pada skema kerangka pikir di bawah ini:


(29)

22 U n iv e r s it a s K r is te n M a r a n a th a Mahasiswa semester III fakultas psikologi

Task analysisSelf-motivational beliefs control phase:Self-controlSelf-observation Self-reflection phase:Self-judgmentSelf-reaction

• Lingkungan sosial • Lingkungan fisik

Perkembangan kognitif

Mampu

Kurang mampu


(30)

23

1.6 Asumsi

Berdasarkan kerangka pikir diatas, maka dapat diasumsikan bahwa:

• Mahasiswa semester III Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung mampu melakukan self-regulation dalam bidang akademik apabila dapat menetapkan target atau goal yang ingin dicapainya dan membuat strategi bagi dirinya, melaksanakan rencana yang telah dibuatnya, serta dapat mengevaluasi proses dari hasil pembelajaran yang telah dicapainya.

• Mahasiswa semester III Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung kurang mampu melakukan self-regulation dalam bidang akademik apabila kurang dapat melakukan salah satu atau keseluruhan fase self-regulation.Fakor lingkungan sosial dan fisik turut mempengaruhi kemampuan

self-regulation dalam bidang akademik pada mahasiswa semester III Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung.


(31)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Mahasiswa semester III Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung yang mampu melakukan self-regulation dalam bidang akademik adalah sebanyak 51.3%, dan yang kurang mampu melakukan self-regulation dalam bidang akademik adalah sebanyak 48.7%.

2. Mahasiswa yang mampu melakukan self-regulation dalam bidang akademik, seluruhnya mampu melakukan ketiga fase dalam siklus self-regulation, yaitu fase forethought, fase performance/ volitional control, serta fase self-reflection.

3. Mahasiswa yang kurang mampu melakukan self-regulation dalam bidang akademik, seluruhnya kurang mampu melakukan fase performance/ volitional control, dan sebagian besar kurang mampu melakukan fase forethought serta fase self-reflection.

4. Faktor lingkungan sosial yang menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan kemampuan self-regulation dalam bidang akademik mahasiswa adalah faktor modelling dan feedback dari orang tua, target yang ditetapkan dosen, dan juga target teman-teman kuliah mahasiswa.


(32)

69

5. Faktor lingkungan fisik yang menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan kemampuan self-regulation dalam bidang akademik mahasiswa adalah faktor jadwal kuliah, serta jadwal ujian.

5.2 Saran

5.2.1 Saran teoretis

1. Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian lanjutan, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan jika ingin melakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap mahasiswa dari tingkatan semester yang berbeda ataupun mahasiswa dari jurusan lain.

2. Bagi penelitian selanjutnya, dapat melakukan penelitian korelasional mengenai hubungan antara dukungan sosial dengan kemampuan self-regulation dalam bidang akademik.

5.2.2 Saran praktis

1. Bagi pihak fakultas, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk dapat memberikan masukan pada para dosen wali, dan dosen pengajar yang lain untuk membangun kemampuan self-regulation dalam bidang akademik mahasiswa, seperti penetapan target nilai kelulusan suatu mata kuliah oleh dosen yang bersangkutan, yang harus dicapai oleh mahasiswa sehingga mahasiswa lebih termotivasi untuk mencapai target tersebut.


(33)

2. Bagi para mahasiswa, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi diri mengenai kemampuan self-regulation dalam bidang akademik, seperti melihat bagaimana penetapan target dan strategi belajar, pelaksanaan strategi tersebut, dan juga apakah dengan strategi tersebut target yang ditetapkan dapat tercapai. Dengan mengevaluasi kemampuan self-regulation dalam bidang akademik tersebut, diharapkan para mahasiswa dapat menyadari pentingnya kemampuan self-regulation dalam bidang akademik, dan meningkatkan kemampuan mereka untuk dapat mencapai hasil yang lebih optimal.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Boekaerts, Monique., Pintrich, Paul R., dan Zeidner, Moshe. 2000. Handbook of Self-Regulation. Academic Press

Field, Andy. 2005. Discovering Statistic Using SPSS (2nded). New Delhi: SAGE Publication India Pvt. Ltd.

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis, and Use. Boston: Copyright Allyn & Bacon

Hurlock, Elizabeth B. 1994. Psikologi Perkembangan, ed. 5. Jakarta: Gelora Aksara Pratama

Santrock, John W. 2002. Life Span Development, ed. 2. Jakarta: Erlangga

Siegel, Sidney. 1992. Statistik Non Parametrik untuk Ilmu Sosial. Alih bahasa : Zanzawi Suyuti & Landung Simatupang. Jakarta. Pt, Gramedia


(35)

Putri, Made Sudharmi. 2002. Hubungan antara Dukungan Orang Tua dengan Kemampuan Regulasi Diri dalam Bidang Akademik pada Remaja Kelas 1 SMU T Bandung. Skripsi. Universitas Kristen Maranatha


(1)

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

Berdasarkan kerangka pikir diatas, maka dapat diasumsikan bahwa:

• Mahasiswa semester III Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung mampu melakukan self-regulation dalam bidang akademik apabila dapat menetapkan target atau goal yang ingin dicapainya dan membuat strategi bagi dirinya, melaksanakan rencana yang telah dibuatnya, serta dapat mengevaluasi proses dari hasil pembelajaran yang telah dicapainya.

• Mahasiswa semester III Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung kurang mampu melakukan self-regulation dalam bidang akademik apabila kurang dapat melakukan salah satu atau keseluruhan fase self-regulation.Fakor lingkungan sosial dan fisik turut mempengaruhi kemampuan

self-regulation dalam bidang akademik pada mahasiswa semester III Fakultas


(2)

68

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Mahasiswa semester III Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung yang mampu melakukan self-regulation dalam bidang akademik adalah sebanyak 51.3%, dan yang kurang mampu melakukan self-regulation dalam bidang akademik adalah sebanyak 48.7%.

2. Mahasiswa yang mampu melakukan self-regulation dalam bidang akademik, seluruhnya mampu melakukan ketiga fase dalam siklus

self-regulation, yaitu fase forethought, fase performance/ volitional control,

serta fase self-reflection.

3. Mahasiswa yang kurang mampu melakukan self-regulation dalam bidang akademik, seluruhnya kurang mampu melakukan fase performance/

volitional control, dan sebagian besar kurang mampu melakukan fase forethought serta fase self-reflection.

4. Faktor lingkungan sosial yang menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan kemampuan self-regulation dalam bidang akademik mahasiswa adalah faktor modelling dan feedback dari orang tua, target yang ditetapkan dosen, dan juga target teman-teman kuliah mahasiswa.


(3)

69

5. Faktor lingkungan fisik yang menunjukkan kecenderungan keterkaitan dengan kemampuan self-regulation dalam bidang akademik mahasiswa adalah faktor jadwal kuliah, serta jadwal ujian.

5.2 Saran

5.2.1 Saran teoretis

1. Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian lanjutan, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan jika ingin melakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap mahasiswa dari tingkatan semester yang berbeda ataupun mahasiswa dari jurusan lain.

2. Bagi penelitian selanjutnya, dapat melakukan penelitian korelasional mengenai hubungan antara dukungan sosial dengan kemampuan

self-regulation dalam bidang akademik.

5.2.2 Saran praktis

1. Bagi pihak fakultas, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk dapat memberikan masukan pada para dosen wali, dan dosen pengajar yang lain untuk membangun kemampuan self-regulation dalam bidang akademik mahasiswa, seperti penetapan target nilai kelulusan suatu mata kuliah oleh dosen yang bersangkutan, yang harus dicapai oleh mahasiswa sehingga mahasiswa lebih termotivasi untuk mencapai target tersebut.


(4)

70

70

2. Bagi para mahasiswa, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi diri mengenai kemampuan self-regulation dalam bidang akademik, seperti melihat bagaimana penetapan target dan strategi belajar, pelaksanaan strategi tersebut, dan juga apakah dengan strategi tersebut target yang ditetapkan dapat tercapai. Dengan mengevaluasi kemampuan self-regulation dalam bidang akademik tersebut, diharapkan para mahasiswa dapat menyadari pentingnya kemampuan self-regulation dalam bidang akademik, dan meningkatkan kemampuan mereka untuk dapat mencapai hasil yang lebih optimal.


(5)

Universitas Kristen Maranatha Boekaerts, Monique., Pintrich, Paul R., dan Zeidner, Moshe. 2000. Handbook of

Self-Regulation. Academic Press

Field, Andy. 2005. Discovering Statistic Using SPSS (2nded). New Delhi: SAGE

Publication India Pvt. Ltd.

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis, and Use. Boston: Copyright Allyn & Bacon

Hurlock, Elizabeth B. 1994. Psikologi Perkembangan, ed. 5. Jakarta: Gelora Aksara Pratama

Santrock, John W. 2002. Life Span Development, ed. 2. Jakarta: Erlangga

Siegel, Sidney. 1992. Statistik Non Parametrik untuk Ilmu Sosial. Alih bahasa : Zanzawi Suyuti & Landung Simatupang. Jakarta. Pt, Gramedia


(6)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Putri, Made Sudharmi. 2002. Hubungan antara Dukungan Orang Tua dengan

Kemampuan Regulasi Diri dalam Bidang Akademik pada Remaja Kelas 1 SMU T Bandung. Skripsi. Universitas Kristen Maranatha