PERBEDAAN PENINGKATAN MOTIVASI DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK ANTARA KELAS INDOOR DAN OUTDOOR LEARNING PADA PEMBELAJARAN IPA BERBASIS MASALAH DI SMP N 2 KALASAN.

(1)

i PERBEDAAN PENINGKATAN MOTIVASI DAN KETERAMPILAN

BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK ANTARA KELAS INDOOR DAN OUTDOOR LEARNINGPADA PEMBELAJARAN IPA

BERBASIS MASALAH DI SMP N 2 KALASAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Sains

Oleh:

ISNAHURIYAWATI NIM 12312241001

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul “PERBEDAAN PENINGKATAN MOTIVASI DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK ANTARA KELAS INDOOR DAN OUTDOOR LEARNING PADA PEMBELAJARAN IPA BERBASIS MASALAH DI SMP N 2 KALASAN” yang disusun oleh Isnahuriyawati, NIM 12312241001 ini telah disetujui pembimbing untuk diujikan.

Yogyakarta, Maret 2016 Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Joko Sudomo, MA. Putri Anjarsari, S.Si, M.Pd.


(3)

iii PERSETUJUAN

Artikel jurnal yang berjudul “PERBEDAAN PENINGKATAN MOTIVASI DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK ANTARA KELAS INDOOR DAN OUTDOOR LEARNING PADA PEMBELAJARAN IPA BERBASIS MASALAH DI SMP N 2 KALASAN” yang disusun oleh Isnahuriyawati, NIM 12312241001, Prodi Pendidikan IPA ini telah disetujui oleh dosen penguji I dan pembimbing I untuk dipublikasikan.

Yogyakarta, Maret 2016

Penguji I, Pembimbing I,

Ir. Ekosari Roektiningroem, M.P. NIP. 19611031 198902 2 001

Drs. Joko Sudomo, MA. NIP. 19590716 198702 1 001


(4)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuna saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, Maret 2016 Yang menyatakan,

Isnahuriyawati NIM. 12312241001


(5)

v PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “PERBEDAAN PENINGKATAN MOTIVASI DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK ANTARA KELAS INDOOR DAN OUTDOOR LEARNING PADA PEMBELAJARAN IPA BERBASIS MASALAH DI SMP N 2 KALASAN”, yang disusun oleh Isnahuriyawati, NIM 12312241001, ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal ….. Maret 2016 dan dinyatakan lulus.

DEWAN PENGUJI

Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal

Drs. Joko Sudomo, MA.

NIP. 19590716 198702 1 001 Ketua Penguji ……….. ………... Putri Anjarsari, S.Si, M.Pd.

NIP. 19870720 201212 2 001 Sekretaris Penguji ……….. ………... Ir. Ekosari Roektiningroem,

M.P.

NIP. 19611031 198902 2 001 Penguji I (Utama) ……….. ………... Drs. Al Maryanto, M. Pd

NIP. 19600117 198703 1 002 Penguji II

(Pendamping) ……….. ………...

Yogyakarta, Maret 2016 Fakutas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. Hartono


(6)

MOTTO

Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Q.S. Al-Baqarah: 286)

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka

mengubah diri mereka sendiri .


(7)

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini, saya persembahkan kepada:

 Alm. Bapak Asyhari yang telah memberikan inspirasi, bimbingan, doa, dan selalu menyertai pada setiap langkah saya.

 Ibuk saya tercinta, ibuk Sri Wiyanti yang sampai saat ini tak henti-henti mendoakan, memberi motivasi, memberi pundak ternyaman disaat kepala ini berat dengan masalah, dan memberi ridha pada setiap langkah yang akan saya lewati.

 Adik saya tersayang Dwi Farihan M. yang memberikan motivasi dan semangat untuk terus menyelesaikan tugas akhir ini.

 Simbah saya yang telah memberikan doa dan selalu tidak pernah lupa untuk mengingatkan makan.

 Sahabat saya Anis Setyawati, Ardya Fatma Winarni, Denok Lukmanasari yang selama hampir 4 tahun telah memberikan warna, selalu sepenuh hati merawat saya saat tepar karena Disminore, dan membantu saat kesulitan.


(8)

PERBEDAAN PENINGKATAN MOTIVASI DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK ANTARA KELAS INDOOR

DAN OUTDOOR LEARNINGPADA PEMBELAJARAN IPA BERBASIS MASALAH DI SMP N 2 KALASAN

Oleh Isnahuriyawati NIM 12312241001

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan motivasi dan keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang menggunakan metode outdoor learning dan indoor learning pada pembelajaran IPA berbasis masalah. (2) perbedaan peningkatan motivasi dan keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang menggunakan metode outdoor learning dan indoor learning pada pembelajaran IPA berbasis masalah.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen semu dengan Pretest Postest Non Equivalent Control Group Design. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling. Sampel penelitian terdiri dari kelas eksperimen-1 yang menggunakan metode outdoor learning dan kelas eksperimen-2 yang menggunakan metode indoor learning. Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data keterampilan berpikir kritis melalui pretest-posttest dan observasi dan data motivasi belajar melalui observasi. Hasil penelitian menunjukkan posttest keterampilan berpikir kritis memiliki signifikansi 0,000. Hasil observasi keterampilan berpikir kritis memiliki signifikansi 0,002. Hasil observasi motivasi belajar memiliki signifikansi 0,021. Hasil uji-Gain pada kelas eksperimen-1 0,456 dan pada kelas eksperimen-2 0,243. Motivasi peserta didik pada kelas eksperimen-1 nilai pertemuan 1 adalah 49,375; pertemuan 2 adalah 53,125; pertemuan 3 adalah 63,75 dan kelas eksperimen-2 pertemuan-1 adalah 49,22; pertemuan 2 adalah 49,84; dan pertemuan 3 adalah 52,187.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) ada perbedaan signifikan pada motivasi belajar dan keterampilan berpikir kritis antara kelas dengan metode outdoor learning dan indoor learning; (2) ada perbedaan peningkatan motivasi belajar dan keterampilan berpikir kritis antara kelas dengan metode outdoor learning dan indoor learning.

Kata kunci: motivasi belajar, keterampilan berpikir kritis, pembelajaran berbasis masalah, metode outdoor learning, dan metode indoor learning.


(9)

ix DIFFERENCES BETWEEN MOTIVATION IMPROVEMENT AND CRITICAL THINKING SKILL OF STUDENTS BY USING INDOOR

LEARNING AND OUTDOOR LEARNING METHOD IN SCIENCE PROBLEM-BASE LEARNING ACTIVITY AT SMP N 2 KALASAN

By Isnahuriyawati

12312241001 Abstract

The research aims are to find out: (1) The differences between students’ motivation and critical thinking skill by using indoor and outdoor learning method in science problem base learning activity, (2) The differences between students’ motivation improvement and critical thinking skill by using indoor learning and outdoor learning method in science problem base learning activity.

This research is a type of quasi-experiment by using Pretest Posttest Non Equivalent Control Group Design and using Cluster Random Sampling for data collection. The sample components are an experiment class 1 of outdoor learning method and another one is experiment class 2 of indoor learning method. Type of data collections are critical thinking skill through pretest, posttest and observation also learning motivation data through observation. The research result showed that the posttest critical thinking skill has 0,000 significance, while the result of critical thinking skill observation had 0,002 significance. The other result of learning motivation observation bore 0,021. Gain-test of experiment class 1 was 0,456 as for experiment class 2 was 0,243. Students’ motivation of experiment class 1 in the first meeting was 49,375, second meeting was 53, 125 and the third one was 63,75; on the other hand, experiment class 2 gained 49,22, second was 49,84, and the last was 52,187.

The conclusions are (1) there is significance in learning motivation and critical thinking in which outdoor learning and indoor learning administered, (2) the improvement level of learning motivation is available and variance in critical thinking skill.

Key words: learning motivation, critical thinking skill, problem-base learning activity, outdoor learning method, and indoor learning method.


(10)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun tugas akhir skripsi dengan judul Perbedaan Peningkatan Motivasi dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII SMP Antara Kelas Menggunakan Metode Indoor Learning dan Outdoor Learning pada Pembelajaran IPA Berbasis Masalah. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kita sebagai umatnya.

Keberhasilan penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari adanya bimbingan, kerja sama, dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Joko Sudomo, MA., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusuan skripsi ini.

2. Putri Anjarsari, S.Si., M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusuan skripsi ini

3. Nurul Wahidah, S.Pd., selaku kepala SMP Negeri 2 Kalasan yang telah memberikan izin melakukan penelitian di SMP Negeri 2 Kalasan

4. Titin Harwiyanti, S.Pd., selaku guru IPA SMP Negeri 2 Kalasan yang telah memberikan bimbingan selama penulis melakukan penelitian ini.

5. Peserta didik kelas VIII A dan VIII F SMP Negeri 2 Kalasan, yang telah mendukung dan berpartisipasi dalam penelitian ini.

6. Semua pihak yang telah membantu hingga selesainya penelitian dan penyusunan skripsi ini.


(11)

xi Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan pada penelitian selanjutnya. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, Maret 2016 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7


(13)

xiii Halaman BAB II KAJIAN PUSTAKA

A.Kajian Teori ... 9

1. Hakikat sains ... 9

2. Pembelajaran Berbasis Masalah ... 10

3. Metode Outdoor dan Indoor learning ... 18

4. Motivasi Belajar Peserta Didik ... 24

5. Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik ... 29

6. Materi Fotosintesis ... 35

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 39

C. Kerangka Berpikir ... 40

D. Definisi Operasional Variabel ... 42

E. Hipotesis ... 44

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ... 45

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 48

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 49

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 51

E. Teknik Analisis Data ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 62

1. Deskripsi Uji Coba Instrumen ... 63


(14)

Halaman

3. Data Hasil Observasi Keterlaksanaan Metode Pembelajaran ... 67

4. Data Hasil Observasi Motivasi Peserta Didik ... 70

5. Data Hasil Observasi keterampilan Berpikir Kritis ... 73

6. Data Nilai Postest Peserta Didik ... 76

7. Hasil pengujian Prasyarat Hipotesis... 77

8. Hasil pengujian Hipotesis... . 80

B. Pembahasan ... 84

1. Keterlaksanaan Pembelajaran IPA Berbasis Masalah... 90

2. Perbedaaan Motivasi antara Kelas Outdoor learning dan Indoor learning ... 91

3. Perbedaan Keterampilan Berpikir Kritis Antara Kelas Outdoor learning dan Indoor learning ... 96

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan ... 104

B. Keterbatasan Penelitian ... 105

C.Saran ... 105


(15)

xv DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Langkah-Langkah Pembeajaran Berbasis Masalah menurt Arends

... 13

Tabel 2. Fase Pembelajaran Berbasis Masalah menurut Eggen ... 14

Tabel 3. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah menurut Taufiq Amir ... 15

Tabel 4. Langkah-Langkah pembelajaran Berbasis Masalah Berdasarkan Sintesis Peneliti ... 16

Tabel 5. Teori yang melandasi Pembelajaran Berbasis Masalah menurut Rusman ... 18

Tabel 6. Definisi Operasional Aspek keterampilan berpikir kritis ... 34

Tabel 7. Desain penelitian ... ... 47

Tabel 8. Jadwal Penelitian ... 50

Tabel 9. Klasifikasi Koefisien Validitas ... 58

Tabel 10. Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 58

Tabel 11. Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran ... 60

Tabel 12. Interpretasi Skor N-gain ... 62

Tabel 13. Hasil Analisis Validitas Butir Soal ... 65

Tabel 14. Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 65

Tabel 15. Data Nilai Pretest Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 66

Tabel 16. Hasil Uji t (independent sample t-test) Pretest Peserta Didik ... 67

Tabel 17. Data Nilai Keterlaksanaan Pembelajaran IPA Berbasis Masalah dengan Metode Outdoor Learning ... 69


(16)

Tabel 18. Data Nilai Keterlaksanaan Pembelajaran IPA Berbasis Masalah

dengan Metode indoor Learning. ... 69

Tabel 19. Data Hasil Observasi Motivasi Belajar Peserta didik ... 71

Tabel 20. Skor Rata-rata Tiap Aspek Motivasi Belajar Siswa ... 72

Tabel 21. Data Hasil Observasi Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 74

Tabel 22. Rata-rata Skor Penguasaan Tiap Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Peserta didik ... 76

Tabel 23. Data Nilai Postest Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 77

Tabel 24. Data Uji Normalitas Terhadap Pretest-Postest, Observasi Motivasi, dan Observasi Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. ... 79

Tabel 25. Uji Homogenitas Data ... 80

Tabel 26. Nilai Rata-Rata Antara Kelas Eksperimen-1 dan Eksperimen-2 .... 80


(17)

xvii DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Lokasi Fotosintesis Berlangsung ... 36

Gambar 2. Panjang Gelombang Dan Frekuensi Sektrum Cahaya ... 39

Gambar 3. Kerangka Berpikir ... 42

Gambar 4. Alur Penelitian ... 48

Gambar 5. Diagram Nilai Pretest Keterampilan Berpikir Kritis ... 66

Gambar 6. Diagram Keterlaksanaan Pembelajaran IPA Berbasis Masalah Dengan Metode Outdoor Learning Dan Indoor Learning ... 70

Gambar 7. Diagram Data Hasil Observasi Motivasi Belajar Siswa ... 71

Gambar 8. Skor Rata-rata Tiap Aspek Motivasi Belajar Siswa ... 73

Gambar 9. Diagram Data Hasil Observasi Keterampilan Berpikir Kritis ... 74

Gambar 10. Diagram Rata-rata Skor Penguasaan Tiap Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Peserta didik ... 76


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pemetaan Konsep IPA ... 113

Lampiran 2. Silabus ... 116

Lampiran 3. RPP Pertemuan 1 ... 118

Lampiran 4. RPP Pertemuan 2 ... 132

Lampiran 5. RPP Pertemuan 3 ... 143

Lampiran 6. LKPD 1 ... 153

Lampiran 7. LKPD 2 ... 162

Lampiran 8. LKPD 3 ... 170

Lampiran 9. Kisi-kisi Soal pretest-postest Setelah Validasi ... 178

Lampiran 10. Soal Pretest-postest setelah validasi ... 180

Lampiran 11. Kisi-kisi Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 183

Lampiran 12. Kisi-kisi Lembar Observasi Motivasi Belajar ... 185

Lampiran 13. Lembar Observasi Motivasi Belajar ... 188

Lampiran 14. Kisi-kisiLembar Observasi Keterampilan Berpikir Kritis ... 190

Lampiran 15. Lembar Observasi Keterampilan Berikir Kritis ... 192

Lampiran 16. Data Uji Validitas dan Reliabilitas Soal ... 195

Lampiran 17. Hasil Uji Validitas soal ... 197

Lampiran 18. Hasil Uji Reliabilitas soal ... 198

Lampiran 19. Data Nilai Pretet Kelas Eksperimen-1 ... 199


(19)

xix

Lampiran 21. Data Keterlaksanaan Pembelajaran ... 201

Lampiran 22. Data Observasi Motivasi belajar Kelas Eksperimen-1 ... 205

Lampiran 23. Data Observasi Motivasi belajar Kelas Eksperimen-2 ... 211

Lampiran 24. Data Nilai Observasi Keterampilan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen-1 ... 217

Lampiran 25. Data Nilai Observasi Keterampilan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen-2... 223

Lampiran 26. Data Nilai Postest Kelas Eksperimen-1 ... 229

Lampiran 27. Data Nilai Postest Kelas Eksperimen-2 ... 230

Lampiran 28. Hasil Statistik Deskriptif Outdoor Learning ... 231

Lampiran 29. Hasil Statistik Deskriptif indoor Learning ... 232

Lampiran 30. Hasil Uji Homogenitas... 233

Lampiran 31. Hasil Uji-t ... 234

Lampiran 32. Hasil Uji Gain ... 235

Lampiran 33. Nilai UAS IPA Kelas VIII ... 236

Lampiran 34. Uji Homogenitas Nilai UAS IPA Kelas VIII ... 241

Lampiran 35. Dokumentasi ... 242

Lampiran 36. Instrumen Hasil Validasi ... 244

Lampiran 37. Surat Keterangan Penelitian... 265


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tantangan dalam dunia pendidikan semakin besar di era globalisasi saat ini. Tantangan tersebut mendorong pemerintah dan guru untuk memperbaiki kualitas pendidikan sehingga dapat membentuk generasi-generasi yang dapat bersaing di masa depan. Untuk menghadapi tantangan masa depan, peserta didik akan membutuhkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki peserta didik adalah keterampilan berpikir kritis. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Wowo Sunaryo (2013: 23) bahwa keterampilan berpikir kritis mempengaruhi peningkatan mutu pendidikan. Keterampilan berpikir kritis merupakan aspek strategis dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yang berorientasi pada tercapainya tujuan pembelajaran.

Keterampilan berpikir kritis dapat muncul jika peserta didik mendapatkan fasilitas dan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya. Pembelajaran dengan pendekatan yang berpusat pada peserta didik akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya. Pada pembelajaran dengan pendekatan yang berpusat pada peserta didik tugas seorang guru bukanlah mentransfer pengetahuan namun memfasilitasi peserta didik untuk membangun sendiri pengetahuannya.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan selama 1 bulan di SMP N 2 Kalasan menunjukkan bahwa pada pembelajaran IPA guru masih menerapkan pendekatan yang berpusat pada guru, peran guru di kelas masih sangat dominan,


(21)

2 yaitu mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, sehingga peserta didik kurang aktif dalam pembelajaran dan belum terfasilitasi untuk mengembangkan pemikirannya sehingga keterampilan berpikir kritis peserta didik belum muncul dalam pembelajaran.

Pembelajaran yang dapat memunculkan keterampilan berpikir kritis peserta didik merujuk pada strategi dan metode khusus. Pembelajaran yang dilakukan hendaknya dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis mereka. Tugas seorang guru adalah memberikan fasilitas belajar kepada peserta didik sehingga keterampilan berpikir kritis peserta didik dapat tertuang dalam bentuk tulisan ataupun lisan. Keterampilan berpikir kritis peserta didik dapat muncul jika peserta didik tersebut dihadapkan pada suatu permasalahan, sehingga dapat memancing rasa ingin tahu peserta didik untuk berpikir dan meneliti lebih dalam lagi.

Model pembelajaran berbasis masalah dipandang cocok untuk memfasilitasi keterampilan berpikir kritis peserta didik. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Arends (2008: 52) bahwa pembelajaran berbasis masalah memperkenalkan murid-murid dengan situasi permasalahan yang asli dan penuh arti. Pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai batu loncatan untuk penyelidikan dan investigasi. Model pembelajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya.

Pembelajaran berbasis masalah akan lebih baik jika peserta didik dihadapkan dengan situasi yang autentik, hal ini berarti bahwa masalahnya harus dikaitkan pada kehidupan riil peserta didik; masalah tersebut bermakna bagi


(22)

peserta didik dan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya; masalah tersebut luas, sehingga dapat memenuhi tujuan instruksionalnya namun tetap dalam batas yang fisibel (waktu, ruang, dan keterbatasan sumber daya); masalah yang dapat mengembangkan usaha kelompok; dan masalah tersebut dapat menciptakan misteri, sehingga permasalahan yang muncul dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, sehingga rasa ingin tahu peserta didik muncul untuk berpikir dan melakukan investigasi lebih dalam lagi mengenai permasalahan yang mereka temukan.

Menurut Eggen (2012: 67) motivasi merupakan perubahan energi pada diri tiap individu, munculnya motivasi dapat diidentifikasi dengan munculnya rasa, sehingga motivasi menyangkut dengan keadaan psikis yang dapat menentukan tingkah laku seseorang. Motivasi belajar peserta didik dapat berubah-ubah, motivasi belajar dapat muncul dari diri peserta didik (motivasi intrinsik) dan dapat muncul karena adanya motivasi dari luar (motivasi ekstrinsik).

Faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik diantaranya adalah pemberian tantangan sehingga membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik. Motivasi intrinsik peserta didik dapat ditumbuhkan dengan perlakuan maupun upaya yang diberikan kepada peserta didik tersebut. Upaya yang dilakukan untuk menumbuhkan motivasi belajar peserta didik yaitu dengan membuat pembelajaran IPA menjadi menarik. Pembelajaran yang menarik yaitu pembalajaran yang membuat peserta didik termotivasi untuk belajar sehingga rasa ingin tahu untuk berpikir dan meneliti lebih dalam lagi dapat muncul. Pembelajaran tersebut bisa dilakukan dengan pembelajaran yang menyuguhkan permasalahan kepada peserta


(23)

4 didik untuk dipecahkan dengan melakukan investigasi. Investigasi yang dilakukan siswa bisa melalui metode pengamatan langsung di alam (outdoor learning) dan bisa melalui suatu video sehingga peserta didik tidak perlu melakukan pengamatan langsung (indoor learning).

Kedua metode tersebut sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode outdoor learning adalah peserta didik bisa melihat dan menyelidiki langsung objek yang akan diamati sehingga pembelajaran IPA dapat bermakna, tetapi dalam pelaksanaan pembelajaran outdoor learning perlu melakukan persiapan yang matang sebelum pembelajaran. Persiapan tersebut diantaranya adalah memperhatikan materi yang akan dipelajari apakah benar-benar sesuai dengan pembelajaran yang akan dilakukan, membutuhkkan tempat yang sesuai, dan yang paling penting adalah memperhatikan keselamatan kerja peserta didik jika berada di luar ruangan. Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMP N 2 Kalasan, sekolah memiliki fasilitas yaitu kebun biologi, halaman yang luas, dan apotik hidup, tetapi fasilitas tersebut belum dimanfaatkan secara optimal pada pembelajaran IPA.

Metode indoor learning merupakan metode pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas, peserta didik tidak perlu keluar ruangan untuk melakukan investigasi, peserta didik disuguhkan objek yang dikemas dalam bentuk video untuk diamati dan diselidiki. Penerapan metode indoor learning memudahkan guru karena pada metode indoor learning peserta didik lebih mudah dikondisikan dan guru tidak perlu terlalu mengkhawatirkan keselamatan kerja peserta didik.


(24)

Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang baik dalam menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan motivasi belajar peserta didik. Pembelajaran berbasis masalah dapat dilakukan dengan metode indoor learning maupun outdoor learning, sehingga menghasilkan motivasi belajar dan keterampilan berpikir kritis peserta didik yang berbeda, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan motivasi belajar dan keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelas indoor learning dan outdoor learning dan untuk mengetahui perbedaan peningkatan motivasi dan keterampilan berpikir kritis antara kelas indoor learning dan outdoor learning pada materi fotosintesis kelas VIII semester 2 di SMP N 2 Kalasan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, terdapat beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, yaitu :

1. Tantangan dalam dunia pendidikan semakin tinggi untuk memperbaiki kualitas pendidikan di era globalisasi.

2. Pembelajaran IPA masih menggunakan pendekatan yang berpusat pada guru sehingga peran peserta didik kurang aktif.

3. Belum digunakan model pembelajaran yang sesuai sehingga keterampilan berpikir kritis peserta didik belum berkembang.

4. Sumber belajar alam dan lingkungan peserta didik belum dimanfaatkan secara optimal.


(25)

6 C. Batasan Masalah

Mengacu pada hasil identifikasi masalah, maka penelitian ini dibatasi pada permasalahan nomor 2, 3, dan 4, yaitu :

2. Pembelajaran IPA masih menggunakan pendekatan yang terpusat pada guru sehingga peran peserta didik dalam pembelajaran kurang aktif.

3. Belum digunakan model pembelajaran yang sesuai sehingga keterampilan berpikir kritis peserta didik belum berkembang.

4. Sumber belajar alam dan lingkungan peserta didik belum dimanfaatkan secara optimal.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut

1. Apakah terdapat perbedaan motivasi dan keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang menggunakan metode outdoor learning dan indoor learning pada pembelajaran IPA berbasis masalah?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan motivasi dan keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang menggunakan metode outdoor learning dan indoor learning pada pembelajaran IPA berbasis masalah?


(26)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui perbedaan motivasi dan keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang menggunakan metode outdoor learning dan indoor learning pada pembelajaran IPA berbasis masalah.

2. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan motivasi dan keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang menggunakan metode outdoor learning dan indoor learning pada pembelajaran IPA berbasis masalah.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan peneliti setelah dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti

Sebagai sarana yang dapat melatih keprofesionalan peneliti sebagai calon guru dan sebagai kajian untuk menambah wawasan sehingga diharapkan kelak lebih inovatif dalam mengajar.

2. Bagi peserta didik

Diharapkan peserta dapat mengerti bahwa guru bukanlah satu-satunya pusat informasi, peserta didik dapat membangun sendiri pengetahuannya, peserta didik dapat mengerti bahwa belajar dapat dilakukan dimana saja, dan seluruh benda yang berada di lingkungan peserta didik bisa digunakan sebagai objek belajar.


(27)

8 3. Bagi guru

Sebagai referensi mapun inovasi guru dalam melakukan pembelajaran IPA dan memahami peran seorang guru adalah bagaimana membelajarkan peserta didik sehingga peserta didik lebih aktif dalam membangun pengetahuan mereka sendiri.

4. Bagi sekolah

Sebagai referensi untuk mengembangkan sekolah dengan melahirkan peserta didik yang memiliki keterampilan berpikir kritis sehingga siap untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

5. Bagi pemerintah

Sebagai referensi maupun inovasi untuk membantu pemerintah memperbaiki sistem pembalajaran di Indonesia.


(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Hakikat Sains

Kata “Sains” biasa diterjemahkan dengan Ilmu Pengetahuan Alam yang berasal dari kata natural science. Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Sehingga science secara harfiah berarti imu yang mempelajari mengenai alam atau mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Patta Bundu, 2006: 9).

Menurut Chiappetta (2010: 109) Ilmu pengetahuan alam pada hakikatnya merupakan

a. Science as a Way of Thinking

IPA sebagai jalan berpikir yang meliputi kepercayaan, keingintahuan, imajinasi, dan alasan.

b. Science as a Way of Investigating

Cara melakukan investigasi meliputi (1) pengamatan (2) mengumpulkan data (3) merumuskan hipotesis (4) eksperimen (5) menyimpulkan.

c. Science as a body of knowledge

Merupakan kumpulan pengetahuan yang terdiri dari (1) Fakta, (2) Konsep, (3) Hukum dan prinsip, (4) Teori, (5) Model.

d. Science and Interactions with Technology and Society

Memiliki arti bahwa IPA, teknlogi, dan masyarakat saling mempengaruhi satu sama lain, banyak karya ilmiah yang dilakukan oleh ilmuan yang dipengaruhi oleh masyarakat dan ketersediaan teknologi.


(29)

10 Berdasarkan pendapat Patta Bundu dan Chiappetta IPA merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai objek dan fenomena yang ada di alam. Pada hakikatnya IPA merupakan suatau jalan bagi peserta didik untuk berpikir dan melakukan investigasi terhadap fenomena ataupun objek yang ditemukan, selanjutnya peserta didik menemukan fakta dari investigasi yang dilakukan sehingga konsep dapat dikembangkan. Masyarakat dan teknologi berperan penting dalam kegiatan investigasi.

2. Pembelajaran Berbasis Masalah

Banyak model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran IPA SMP, salah satunya adalah model pembelajaran berbasis masalah. Problem Bassed Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang memberikan berbagai situasi yang authentik dan bermakna bagi siswa, yang berfungsi sebagai batu loncatan untuk melakukan investigasi. Pembelajaran berbasis masalah menggunakan berbagai macam jenis keterampilan, diantaranya adalah keterampilan untuk belajar secara mandiri, keterampilan penyelidikan dan pemecahan masalah, dan keterampilan sosial (Arends, 2008: 43).

Teori yang melandasi model pembelajaran ini adalah teori kontruktivisme yang dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang dapat diselesaikan dengan kerjasama antar siswa. Tugas guru dalam pelaksanaan model ini sebagai pemandu siswa dalam menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, guru memberikan contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang diperlukan agar


(30)

tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Diharapkan guru dapat menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyeledikan oleh siswa.

Hal yang sangat penting yang harus diketahui para pendidik adalah kemampuan memecahkan masalah merupakan bagian yang menyatu dengan proses pertumbuhan. Pertumbuhan intelektual dan emosional anak didorong oleh proses pemecahan masalah. Aunurrahman (2013:106) mengemukakan bahwa untuk menghadapi tantangan masa depan, siswa akan membutuhkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai, sehingga jelas bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kompetensi yang harus diajarkan kepada siswa. Dalam praktik pembelajaran, mengajarkan anak memecahkan masalah akan lebih baik bilamana sekaligus diajarkan cara-cara berpikir sistematis.

Menurut Arends (2008: 42) pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik khusus, diantaranya adalah

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah

Pembelajaran berdasarkan masalah mengutamakan pertanyaan dan masalah yang keduanya merupakan hal sosial yang penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Siswa diharapkan banyak memberikan solusi pada fenomena ataupun permasalahan yang terdapat disekelilingnya.

b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin

Meskipun yang dipelajari hanya berpusat pada pelajaran IPA, namun siswa diharapkan dapat mengembangkan pola pikirnya dengan mengaitkan dengan bidang pelajaran lain sebagai penyelesaian.


(31)

12 c. Penyelidikan autentik

Penyelidikan autentik yang harus dilakukan siswa dalam menanggapi masalah meliputi analisis dan identifikasi masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.

d. Menghasilkan produk dan memamerkannya

Bentuk penyelesaian masalah dari anak-anak bermacam-macam, salah satunya adalah dengan menghasilkan produk (karya nyata) yang memiliki berbagai macam jenis. Produk mereka didemonstrasikan didepan teman-temannya mengenai apa yang sudah mereka pelajari dan produk berperan sebagai solusinya.

e. Kolaborasi

Kerja sama antar siswa satu dengan yang lain dalam melakukan penyelesaian masalah merupakan salah satu bentuk dari pembelajaran berbasis masalah. Dalam pembelajaran, tugas guru adalah membantu siswa merumuskan tugas-tugas bukan menyelesaikan tugas-tugas pelajaran, dan objek pelajaran yang dipelajari siswa bukan berasal dari guru, namun berasal dari alam ataupun lingkungan sekitar peserta didik. Pembelajaran berbasis masalah memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pembelajaran berbasis masalah adalah realistic dengan kehidupan siswa, konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, memupuk sifat inkuiri siswa, dan menumbuh kembangkan kemampuan problem solving. Sedangkan kekurangan dari pembelajaran berbasis masalah meliputi persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep)


(32)

yang kompleks, sulitnya mencari problem yang relevan, sering terjadi miss-konsepsi dan konsumsi waktu (waktu yang digunakan harus cukup dalam proses penyelidikian).

Pembelajaran berdasarkan masalah berdasarkan kajian teori diatas merupakan suatu pembelajaran yang melatih keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa seperti berpikir kritis dan inkuiri melalui masalah-masalah autentik yang terdapat pada lingkungan sekitar siswa. Siswa diminta untuk mencari pemecahan masalah secara berkelompok dari masalah yang telah disepakati. Tugas guru dalam pelaksanaan model ini sebagai pemandu siswa dalam menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, guru memberikan contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang diperlukan agar tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Pembelajaran berbasis masalah ini lebih menekankan pada pembelajaran mengenai alam sekitar siswa, menemukan fenomena-fenomena dan fakta yang terdapat di alam, mencari permasalahan dan menemukan solusi terhadap permasalahan yang diambil.

Menurut Arends (2008: 57) fase-fase dalam menerapkan pelajaran untuk pembelajaran berbasis masalah disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah No Fase Sintaks Perilaku guru 1. Fase 1 Memberikan orientasi

tentang permasalahannya kepada siswa

Guru membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi-masalah.


(33)

14 No Fase Sintaks Perilaku guru

untuk meneliti mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.

3. Fase 3 Membantu invetigasi mandiri dan kelompok

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi. 4. Fase 4 Mengembangkan dan

mempresentasikan artefak dan exhibit

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model, dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.

5. Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

Menurut Eggen (2012:311) fase-fase dalam menerapkan pelajaran untuk pembelajaran berbasis masalah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Fase Pembelajaran Berbasis Masalah

No Fase Deskripsi

1 Fase 1 : mereview dan menyajikan masalah, guru mereview pengetahuan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah dan memberi siswa masalah spesifik dan konkret untuk dipecahkan.

a. Menarik perhatian siswa dan menarik mereka ke dalam pelajaran

b. Secara informal menilai pengetahuan awal

c. Memberikan fokus konkret untuk pelajaran

2 Fase 2 : menyusun strategi, siswa menyususn strategi untuk memecahkan masalah dan guru memberi mereka umpan balik soal strategi.

a. Memastikan sebisa mungkin bahwa siswa menggunakan metode berguna untuk memecahkan masalah

3 Fase 3: menerapkan strategi, siswa menerapkan strategi-strategi mereka, guru secara cermat memonitor upaya mereka dan memberikan umpan balik

a. Memberi siswa pengalaman untuk memecahkan masalah

4 Fase 4: membahas dan mengevaluasi hasil.

Guru membimbing diskusi tentang upaya siswa dan hasil yang mereka dapatkan

a. Memebri siswa umpan balik tentang upaya mereka


(34)

Menurut Taufiq Amir (2010: 24) langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah No Langkah Indikator Tingkah laku guru 1 1 Mengklarifikasi

istilah dan konsep yang belum jelas

Memastikan siswa paham dengan istilah dan konsep yang ada dalam masalah.

2 2 Merumuskan

masalah

Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan yang terjadi diantara fenomena tersebut.

3 3 Menganalisis masalah

Siswa mengeluarkan pengetahuan terkait masalah yang sudah didapatkan melalui diskusi.

4 4 Menata gagasan

secara sistematis

Menganalisis gagasan dan melihat keterkaitan satu sama lain, mana yang saling menunjuang, mana ang saling menunjang dan mana yang saling bertentangan.

5 5 Memformulasikan tujuan pembelajaran

Siswa merumuskan tujuan pembelajaran dari pengetahuan yang belum jelas dan belum tau. Selanjutnya tujuan tersebut dikaitkan dengan analisis masalah. 6 6 Mencari informasi

tambahan dari sumber yang lain

Siswa mencari informasi tambahanterkait apa yang mereka kurang tau dan kurang jelas.

7 7 Mesintesa

(menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan memnbuat laporan

Selanjutnya hasil dskusi dipresentasikan.

Ketiga sumber tersebut menyebutkan langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah, langkah-langkah tersebut disintesis menjadi lima langkah yang disajikan pada Tabel 4.


(35)

16 Tabel 4. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah Berdasarkan

Sintesis Peneliti

No Fase Sintaks Keterangan 1. Fase 1 Memberikan orientasi

tentang permasalahannya kepada siswa

Penyampaian tujuan pembelajaran, memotivasi siswa untuk menyelidiki permasalahan 2. Fase 2 Mengorganisasikan siswa

untuk meneliti

Melakukan persiapan penelitian, dengan membentuk kelompok penelitian, membagikan lembar kerja, memfokuskan siswa untuk meneliti masalah tertentu

3. Fase 3 Membantu invetigasi mandiri dan kelompok

Siswa mencari informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.

4. Fase 4 Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit

Siswa membuat laporan hasil penyelidikan dengan bimbingan guru

5. Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

Siswa melakukan refleksi atas investigasi yang telah dilakukan.

Arends (2008: 399-401) mengemukakan dukungan teoritis dan empiris mengenai pembelajaran berbasis masalah, sebagai berikut

a. Dewey dan Kelas Berorientasi-Masalah

Dewey mendeskripsikan pandangan tentang pendidikan sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas akan menjadi laboratorium untuk penyelidikan dan pengatasan-masalah nyata.

Piaget membenarkan bahwa anak-anak memiliki sifat bawaan ingin tahu dan terus berusaha memahami dunia di sekitarnya. Menurut piaget, Keingintahuan ini, memotivasi mereka untuk mengkonstruksikan secara aktif representasi-representasi di benaknya tentang lingkungan yang mereka alami. Perspektif kognitif-konstruktivis, perspektif ini mengatakan, seperti yang juga dikatakan oleh piaget, bahwa pelajar


(36)

dengan umur berapapun terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengonstruksi pengetahuannya sendiri.

Lev Vygotsky percaya bahwa intelek berkembang ketika individu menghadapi pengalaman baru dan membingungkan. Dalam usaha menemukan pemahaman ini, individu menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya dan mengkonstruksikan makna baru. b. Bruner dan Discovery Learning

Sebuah model pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa untuk memahami struktur ide-ide kunci suatu disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi melalui personal discovery (penemuan pribadi).

Rusman (2011: 244) menyebutkan berbagai teori belajar yang melandasi pembelajaran berbasis masalah disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Teori yang Melandasi Pembelajaran Berbasis Masalah No Teori belajar Keterangan

1 Teori belajar bermakna dari David Ausubel

Pembelajaran bermakna merupakan suatu pemberian informasi baru yang dihubungkan dengan pengalaman yang sudah dimiliki oleh siswa tersebut.

2 Teori belajar Vigotsky Siswa dapat berkembang secara intelektual ketika siswa tersebut diberi pengalaman baru dan menantang, kemudian siswa berusaha untuk memecahkan masalah dengan mengaitkan pengalaman baru dengan pengalaman yang telah didapatkan peserta didik.

3 Teori belajar Jerome S. Bruner

Dimana siswa benar-benar menemukan pengetahuan baru, dan siswa belajar berdasarkan penemuannya secara aktif, berusaha mencari sendiri permasalahan yang didukung oleh pengetahuan yang bermakana.


(37)

18 Berdasarkan beberapa teori yang telah dijabarkan di atas, membenarkan bahwa anak-anak memiliki sifat bawaan ingin tahu dan terus berusaha memahami dunia di sekitarnya. Keingintahuan ini, memotivasi mereka untuk mengkonstruksikan secara aktif di benaknya tentang peristiwa-peristiwa yang terlihat di lingkungan alam. Pada proses tersebut peserta didik terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengonstruksi pengetahuannya sendiri.

3. Metode Outdoor dan Indoor learning

Keberhasilan suatu proses belajar mengajar siswa sangat dipengaruhi oleh strategi yang digunakan, strategi tersebut dapat berupa sumber belajar yang digunakan. Sumber belajar tersebut bisa berasal dari dalam maupun luar kelas. Pembelajaran di luar kelas merupakan suatu penguatan mengenai pembelajaran yang telah dilakukan di dalam kelas. Tugas guru pada pelaksanaan pembelajaran di luar kelas yaitu mengondisikan siswa agar benar-benar melakukan kegiatan yang telah dirancang (Nenden Sri Lengkanawati, 2007 : 82).

Menurut Rudi Susila (2009: 176) pembelajaran merupakan suatu kegiatan belajar mengajar yang melibatkan siswa dan guru dengan menggunakan berbagai sumber belajar baik dari dalam kelas maupun luar kelas. Dalam pembelajaran pasti akan selalu digunakan media pembelajaran yang mendukung, dalam penggunaannya terdapat teknik tersendiri pada metode outdoor learning maupun indoor learning. Penggunaan media di dalam kelas dapat menunjang tercapainya tujuan tertentu dan penggunaannya


(38)

dipadukan dengan proses pembelajarannya. Pemanfaatan media tersebut harus disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai baik dari segi materi strategi maupun media yang digunakan dalam pembelajaran tersebut. Inti pada pembelajaran ini adalah disediakannya ruang kelas dimana guru dan siswa dapat berinteraksi secara langsung, media yang digunakan tentunya suatu media yang ekonomis dan mudah digunakan di dalam kelas oleh siswa mupun guru.

Yuni Wibowo (2010: 04) menjelaskan bahwa pembelajaran outdoor learning merupakan pembelajaran meaningful, pembelajaran meaningful adalah proses pembelajaran yang membangun makna (input), kemudian prosesnya melalui struktur kognitif sehingga akan berkesan lama dalam ingatan/memori (terjadi rekonstruksi). Sementara itu, menurut John Dewey, pembelajaran sejati adalah lebih berdasar pada penjelajahan yang terbimbing dengan pendampingan daripada sekedar transmisi pengetahuan. Pembelajaran sains meaningful harus memperhatikan hakikat sains. Sains berkaitan dengan cara memahami alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep, prinsip-prinsip tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Berdasarkan hakikatnya maka pembelajaran sains merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh siswa bukan sesuatu yang dilakukan pada siswa.

Pembelajaran menggunakan media diluar kelas dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu penggunaan media secara terprogram dan penggunaan media secara tidak terprogram. Media yang tidak terprogram ini erat kaitannya


(39)

20 dengan msyarakat luas, seperti misalnya media massa berupa penggunaan CD/DVD, penggunaan media ini bersifat bebas karena tidak terprogram sesuai dengan tuntutan kurikulum yang diberikan. Penggunaan media ini dituntut untuk mencapai tingkat pemahaman tertentu, mereka tidak harus memberikan umpan balik kepada siapapun dan juga tidak mengikuti tes sehingga media didasarkan pada inisiatif sendiri tanpa disuruh oleh pihak sekolah, medianyapun dapat diperoleh dimana saja. Penggunaan media secara terprogram, berbeda dengan sebelumnya media terprogram ini media digunakan dalam suatu rangkaian kegiatan yang sistematik dan sesuai dengan tujuan tertentu dan disesuaikan dengan tuntutan kurikulum yang berlaku .

Ford dan Phyllis dalam Journal Outdoor Education: Definition and Philosophy (1986) (03) menjelaskan bahwa, Terdapat banyak definisi dari pembelajaran luar kelas, yang paling luas salah satunya “Pembelajaran di luar kelas adalah pembelajaran „di‟, „tentang‟, dan „untuk‟, luar kelas.” Definisi ini membicarakan tempat, materi, dan tujuan dari pembelajaran luar kelas. „Di‟ menjelaskan kepada kita bahwa pembelajaran luar kelas dapat terjadi pada bermacam-macam outdoor setting dari halaman sekolah pada lingkungan industri sampai sebuah hutan, rawa, padang rumput, hutan, pantai, danau, padang rumput yang luas, gurun, muara sungai, dan pada lingkungan yang lain. Pembelajaran di luar kelas sering mengambil tempat sembari berjalan mengelilingi blok, atau mengunjungi makam, pertambangan batu, atau area pembaruan. Jenis lokasi tersebut bagus bagi peneleti pemula, untuk


(40)

berinteraksi langsung dengan materi, dan untuk mendukung interaksi dan sosialisasi.

Tentang menjelaskan bahwa materinya adalah pembelajaran luar kelas itu sendiri dan aspek kebuadayaan berkaitan dengan lingkungan alam. Materi yang dibelajarakan mengenai matematika, biologi, geologi, komunikasi, sejarah, politik, seni, ataupun olahraga olahraga. Tetapi pembelajaran yang terjadi harus terkait dengan konteks pembelajaran di luar kelas. Tanah, air, hewan, dan tumbuhan merupakan dasar untuk belajar, tetapi murid-murid boleh belajar dan mempraktikan aktifitas belajar luar kelas jika terdapat waktu yang cukup, atau mungkin menginvestigasi perubahan manusia dari ekosistem ; namun, topik pembelajaran tetap berhubungan dengan lingkungan alam. Terminologi yang paling luas, materi adalah hubungan timbal balik dari manusia dan sumber alam yang dipercaya masyarakat. Dengan tujuan membuat siswa berpikir. „Untuk‟ menjelaskan bahwa tujuan dari pembelajaran luar kelas adalah mengimplementasikan domain kognitif, psikomotor, dan affektif pada pemebelajaran ekosistem. Hal tersebut berarti memahami, menggunakan, dan mengapresiasi sumber alam untuk pelestarian.

Priest dalam Journal Environmetal Education (1986) 17 (3) menjelaskan bahwa pembelajaran luar kelas yang paling utama adalah pada pemilihan tempat, tapi tidak semata-mata pembelajaaran tersebut dilakukan di luar kelas, beberapa aspek yang mungkin terjadi di kelas sebagai pembelajaran konsep dasar sebelum melakukan perjalanan keluar kelas. Persiapan materi untuk mempelajari lingkungan, melihat penjelasan dari guru, dan merencanakan


(41)

22 kebutuhan logistik untuk pembelajaran di luar kelas. Meskipun di luar telah disediakan tempat, pokok bahasan, dan inspirasi untuk belajar.

Pembelajaran berdasarkan pengalaman sangat membutuhkan kegunaan dari enam indera (penglihatan, pendengaran, perasa, pembau, peraba, dan naluri (intuition)) yang melibatkan 3 domain (kognitif, afektif, dan psikomotor) dari pembelajaran. Pembelajaran luar kelas memiliki suatu dasar hubungan timbal balik suatu persoalan. Hal tersebut berarti “ sebuah metode untuk mencapai tujuan dan sasaran kurikulum. Yang paling penting, pembelajaran luar kelas adalah sebuah persoalan dari berbagai hubungan. Hubungan tersebut tidak hanya memperhatikan sumber alam, tetapi juga masyarakat sekitar. Empat kategori dari suatu hubungan adalah : interpersonal, intrapersonal, ecosystemic, dan ekistic. Interpersonal berarti suatu hubungan yang terjadi diantara orang: bagaimana berkelompok, komunikasi, dan percaya kepada anggota lain selama interaksi group.

Intrapersonal berarti bagaimana satu menghubungkan dengan lainnya; tingkatan pribadi mereka, konsep pribadi mereka, dan pendapat kesanggupan dan keterbatasan mereka. Ecosystem berarti daya gerak dan ketergantungan dari semua bagian dari ekosistem; bagaimana energi memancar secara terus menerus pada jaring-jaring makanan, bagaimana alam menyembunyikan terus proses penggantian setelah kebakaran hutan. Ekistic berarti interaksi antara orang dengan apa yang terdapat pada sekeliling mereka, bagaimana akibat masyarakat pada sumber alam dan bagaimana tenaga memiliki efek timbal balik, dengan kualitas dari pengaruh daratan pada kehidupan masyarakat.


(42)

Berdasarkan teori-teori diatas pembelajaran outdoor learning merupakan pembelajaran yang memanfaaatkan media pembelajaran diluar kelas khususnya di alam untuk memperjelas apa yang telah dipelajari didalam kelas, outdoor learning merupakan suatu metode pembelajaran yang jarang digunakan karena tidak semua konten materi dapat dibelajarkan menggunakan strategi tersebut, namun dengan pembelajaran outdoor learning ini siswa mendapatkan pengalaman belajar yang berkesan karena ditunjukkan fenomena-fenomena alam secara langsung, sehingga dapat memotivasi siswa untuk lebih tertarik dan mengikuti pengajaran yang berlangsung. Pembelajaran outdoor learning ini jauh dari kesan monoton karena pembelajaran ini tidak stagnan disitu saja, pembelajaran ini bersifat dinamis mengikuti apa yang terjadi pada alam semesesta secara langsung. 4. Motivasi Belajar Peserta Didik

Motivasi merupakan suatu hal yang menjadi syarat suatu proses belajar dan mengajar dapat terlaksana. Menurut Eggen (2012: 67) motivasi merupakan suatu awal dari sebuah perubahan energi pada diri tiap individu, perkembangan motivasi akan membawa perubahan energi yang yang ada pada diri individu. Motivasi muncul dapat diidentifikasi dengan munculnya rasa atau feeling, sehingga motivasi lebih menyangkut dengan keadaan psikis seseorang yang dapat menentukan tingkah laku manusia.

Terdapat dua jenis motivasi, motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul karena terdapat keyakinan dari dirinya sendiri bahwa memang pembelajaran tersebut sangat berguna dan memang diperlukan bagi hidupnya, sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan


(43)

24 motivasi yang timbul karena adanya faktor luar yang mendorong siswa untuk melakukan pembelajaran, baik itu dari orang-orang terdekat maupun dari lingkungan sekitarnya Oemar Hamalik (2011: 158) .

Berdasarkan teori diatas, motivasi merupakan suatu semangat ataupun dorongan yang timbul pada diri siswa yang dapat dibagi secara ekstrinsik maupun intrinsik. Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang timbul akibat adanya pengaruh dari orang terdekat maupun lingkungan sekitar peserta didik. Sedangkan motivasi intrinsik merupakan suatu motivasi yang timbul dari diri siswa sendiri karena siswa tersebut sadar bahwa pembelajaran yang diberikan merupakan pembelajaran yang berguna bagi kehidupannya. Sehingga, motivasi yang dapat terus melekat dan dapat tahan lama adalah motivasi intrinsik, namun banyak faktor-faktor luar juga yang mempengaruhi motivasi intrinsik, salah satunya adalah dari guru dalam perlakuannya ketika proses pembelajaran berlangsung.

Sadirman (2001: 74) menjelaskan motivasi yang terdapat pada diri seseorang itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut

1. Tekun menghadapi tugas, dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai.

2. Tidak mudah putus asa, tidak memerlukan dorongan dari luar untuk melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya.

3. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah, berusaha mencari masalah baru untuk diselesaikan.

4. Lebih senang bekerja mandiri, berusaha menyelesaikan permasalahannya sendiri.


(44)

5. Cepat mengalami kebosanan terhadap tugas-tugas yang rutin, hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, kurang kreatif.

6. Memepertahankan pendapatnya, tidak mudah melepaskan apa yang telah diyakininya

7. Senang mencari dan memecahkan masalah (soal-soal), siswa antusias dalam pencarian jawaban atas persoalan yang di berikan.

Oemar Hamalik (2011: 159) menjelaskan bahwa komponen motivasi meliputi komponen dalam dan komponen luar. Komponen dalam terdiri dari keadaan merasa tidak puas dan ketegangan psikologis, sedangkan komponen luar adalah apa yang diinginkan seseorang, tujuan yang menjadi arah kelakuannya. Menurut Frandscen (dalam A.M. Sadirman 1996: 40) beberapa hal yang mendorong siswa untuk belajar, yakni:

1. Adanya sifat ingin tahu 2. Adanya sifat yang kreatif

3. Adanya keinginan untuk mendapat simpati 4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan

5. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pembelajaran

6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pemmbelajaran

Maslow (dalam A.M. Sadirman 1996: 40) menjelaskan dorongan untuk belajar adalah sebagai berikut

1. Adanya kebutuhan fisik


(45)

26 3. Adanya kebutuhan akan kevintaan

4. Adanya kebutuhan untuk mendapatkan kehormatan 5. Mengemukakan dan mengetengahkan diri

Beberapa kajian di atas mengenai aspek motivasi belajar peserta didik, peneliti mensintesis aspek motivasi belajar peserta didik menjadi sebagai berikut

1. Tekun menghadapi tugas, dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai.

2. Tidak mudah putus asa, tidak memerlukan dorongan dari luar untuk melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya.

3. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah, berusaha mencari masalah baru untuk diselesaikan.

4. Lebih senang bekerja mandiri, berusaha menyelesaikan permasalahannya sendiri.

5. Cepat mengalami kebosanan terhadap tugas-tugas yang rutin, hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, kurang kreatif. 6. Mempertahankan pendapatnya, tidak mudah melepaskan apa yang telah

diyakininya

Fungsi motivasi dalam belajar adalah sebagai penggerak (motor) dari setiap pekerjaan yang dikerjakan siswa sehingga fungsi utama motivasi sebagai pendorong untuk melakukan tindakan, motivasi bertindak sebagai petunjuk untuk memfokuskan kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran, dan sebagai penyaring, penyaring ini dimaksudkan untuk menyaring


(46)

perbuatan-perbuatan yang perlu dilakukan dan yang tidak dilakukan, dan yang terakhir fungsi utama motivasi sebagai pendorong dalam pencapaian prestasi (Sadirman, 2001: 74).

Eggen (2012: 68) menjelaskan antara motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik adalah dua hal yang berbeda dan tidak dapat disatukan, semakin tinggi motivasi intrinsik maka motivasi ekstrinsik akan semakin rendah dan begitu sebaliknya. Motivasi merupakan suatu hal yang konstektual dan dapat berubah seiring berjalannya waktu. Berikut adalah hal-hal yang dapat meningkatkan motivasi siswa secara intrinsik

a. Memberikan tantangan

Tantangan dapat muncul dengan memberikan tujuan yang sulit dan berbeda dari biasanya sehingga belum bisa dipastikan jawabannya, sehingga akan timbul kepuasan secara emosional ketika tantangan tersebut dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang diberikan.

b. Mendorong perasaan otonomi siswa

Murid akan lebih termotivasi jika mereka dapat melibatkan perasaan mereka sendiri dalam melakukan kegiatan pembelajaran, sehingga guru perlu membangun dan membatasi perasaan otonomi siswa sehingga pembelajaran tetap berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan siswa tetap mengembangkan perasaan otonominya.

c. Membangkitkan rasa ingin tahu

Rasa ingin tahu dapat muncul dari pengalaman siswa yang aneh, yang sebelumnya belum pernah ia lihat, dan mengejutkan siswa.


(47)

28 d. Melibatkan kreativitas dan fantasi

Imajinasi merupkan suatu hal yang diperlukan dalam point ini sehingga pembelajaran dapat berjalan lebih personal.

e. Memberikan investasi pribadi

Investasi pribadi akan lebih mudah dilakukan oleh guru yang lebih berpengalaman, karena mereka dapat menyadarkan siswa bahwa pelajaran tersebut merupakan suatu investasi untuk masa depan siswanya.

Berdasarkan teori yang telah djelaskan, motivasi memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran, Fungsi motivasi dalam belajar adalah sebagai penggerak dari setiap pekerjaan yang dikerjakan siswa sehingga fungsi utama motivasi sebagai pendorong untuk melakukan tindakan, motivasi bertindak sebagai petunjuk untuk memfokuskan kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran.

5. Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilan berpikir merupakan aspek strategis dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian hasil yang terstandar. Pembelajaran keterampilan berpikir merujuk pada metode melalui strategi khusus dan prosedur yang bisa dilaksanakan, serta dapat digunakan oleh peserta didik dengan cara yang terkontrol dan sadar untuk membuat mereka belajar lebih efektif. Sedangkan kemampuan berpikir mengisyaratkan bahwa situasi belajar mengajar yang dapat mendorong proses-proses yang menghasilkan mental yang diinginkan dari kegiatan (Wowo Sunaryo, 2011: 24).


(48)

Berpikir kritis merupakan satu diantara beberapa istilah penting yang harus ada pada pendidikan. Tugas seorang guru diantaranya adalah menumbuhkan suatu ketrampilan berpikir kritis dari dalam diri siswa. Wowo Sunaryo (2013: 24) mendefinisikan bahwa metode ketrampilan berpikir sebagai kegiatan yang terorganisasi untuk mengidentifikasi proses mental peserta didik, atau peserta didik yang perlu merencanakan, mendeskripsikan, dan mengevaluasi proses berpikir dan belajar. Berpikir kritis ini menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan.

Dewey (dalam Fisher, 2009: 3) menjelaskan berpikir kritis secara esensial merupakan sebuah proses aktif, proses dimana seseorang memikirkan berbagai hal secara lebih mendalam untuk diri seseorang tersebut, mengajukan pertanyaan, menemukan informasi yang relevan untuk diri orang tersebut, dibandingkan dengan hanya menerima semua informasi dari orang lain (pasif). Glaser (dalam Fisher, 2009: 3) mendefinisikan keterampilan bepikir kritis sebagai suatu sikap keinginan untuk berpikir secara lebih mendalam mengenai masalah-masalah dan hal-hal yang berbeda dalam jangkauan pengalaman seseorang yang berhubungan dengan pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis dan memerlukan keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut.

Berdasarkan teori yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis merupakan suatu kemampuan siswa yang mencakup hasil belajar pada ranah kognitif proses, berpikir kritis adalah merupakan suatu proses aktif dimana seseorang memikirkan hal yang lebih mendalam dengan pengajuan beberapa


(49)

30 pertanyaan-pertanyaan sehingga meningkatkan sikap keingintahuan seseorang untuk mencari informasi mengenai pertanyaan-pertanyaan yang muncul yang berhubungan dengan pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis dan memerlukan keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis ini menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkan.

Wowo Sunaryo (2013: 24) menjelaskan bahwa syarat terlaksananya kemampuan berpikir kritis adalah terdapatnya situasi belajar dan mengajar yang dapat mendorong proses-proses sehingga dapat menghasilkan mental yang diinginkan dari kegiatan, hal tersebut dapat diperkuat dengan penilaian mengenai pemikiran yang dapat ditingkatkan melalui campur tangan seorang guru dan mensyaratkan adanya penggunaan proses mental untuk merencanakan, mendeskripsikan, dan mengevaluasi proses berpikir dan belajar.

Fisher (2009: 9) mengemukakan keterampilan berpikir kritis yang sangat penting meliputi

1. Mengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan, khususnya alasan dan kesimpulan

2. Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi-asumsi

3. Mengklarifikasi dan menginterpretasi pertanyaan-pertanyaan dan gagasan-gagasan

4. Menilai akseptabilitas khususnya kredebilitas, klaim-klaim 5. Mengevaluasi argumen-argumen yang beragam jenisnya


(50)

6. Menganalisis, mengevaluasi, dan menghasilkan penjelasan-penjelasan 7. Menganalisis, mengevaluasi, dan membuat keputusan-keputusan 8. Menarik inferensi-inferensi

9. Menghasilkan argumen-argumen

Muh. Tawil dan Liliasari (2013: 12) menjelaskan indikator-indikator keterampilan berpikir kritis ini disesuaikan dengan karakter materi pembelajaran IPA. Indikator-indikator tersebut mencangkup

1. Mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan atau masalah

2. Mengidentifikasi kesimpulan, mengidentifikasi alasan yang dikemukakan, mengidentifikasi alasan yang tidak dikemukakan, menemukan persamaan dan perbedaan, mengidentifikasi hal yang relevan, menemukan struktur/rumus, merangkum.

3. Menjawab pertanyaan mengapa dan menjawab pertanyaan tentang alasan utama

4. Menyesuaikan dengan sumber, memberi alasan, kebiasaan berhati-hati, 5. Melaporkan berdasarkan pengamatan, melaporkan generalisasi eksperimen,

mempertegas pemikiran, mengkondisikan cara yang baik. 6. Menginterpretasikan pertanyaan

7. Menggeneralisasikan, meneliti

8. Menerapkan prinsip/rumus, mempertimbangkan alternatif

9. Menentukan strategi terdefinisi, menentukan definisi materi subjek

10.Mengidentifikasi asumsi dari alasan yang tidak dikemukakan, mengkonstruksi pertanyaan.


(51)

32 11. Merumuskan masalah, memilih kriteria untuk mempertimbangkan penyelesaian, menetukan hal yang dilakukan secara tentatif, merangkum dengan mempertimbangkan situasi lalu memutuskan

12. Menggunakan strategi logis.

Menurut Nitko dan Susan (2011: 233) aspek keterampilan berpikir kritis meliputi

1. Mengidentifikasi masalah 2. Mendemonstrasikan pemahaman

3. Mengidentifikasi penyimpangan (ketidak tepatan) 4. Memisahkan atau mengelompokkan masalah 5. Mengidentifikasi asumsi

6. Mendeskribsikan lebih dari satu solusi 7. Memodelkan masalah

8. Mengidentifikasi hambatan

9. Membenarkan atau memastikan solusi 10.Menarik inferensi

11.Membenarkan atau memastikan strategi yang digunakan 12.Menginntegrasikan data

Berdasarkan kajian di atas mengenai aspek keterampilan berpikir kritis dapat dirangkum beserta definisi operasional pada Tabel 6.


(52)

Tabel 6. Tabel definisi operasional aspek keterampilan berpikir kritis No Aspek

Keterampilan Berpikir Menurut Fisher (2009: 9)

Aspek Keterampilan Berpikir Menurut Nitko (2011: 233)

Aspek Keterampilan Berpikir Menurut Muh. Tawil dan Liliasari (2013: 12)

Definisi operasional

1. Mengenal permasalahan

Mengidentifikasi masalah

Merumuskan

pertanyaan atau masalah

Mengidentifikasi permasalahan sesuai maksud/tujuan suatu pernyataan.

2. Menginterpretasi pertanyaan-pertanyaan dan gagasan-gagasan Mendemonstrasikan pemahaman Menjawab pertanyaan tentang fakta Merumuskan

hipotesis yang sesuai dengan permasalahan dan hubungan antar variabel yang terlibat.

3. Mengklarifikasi dan

menginterpretasi pertanyaan-pertanyaan dan gagasan-gagasan

Mengidentifikasi penyimpangan (ketidak tepatan)

Melaporkan berdasarkan pengamatan

Mengumpulkan data/informasi dengan benar dan menggunakan strategi yang sesuai. 4. Menilai

akseptabilitas khususnya kredebilitas, klaim-klaim

Memisahkan atau mengelompokkan masalah

Menyesuaikan

dengan sumber, memberi alasan

Mengumpulkan data/informasi dengan benar dan menggunakan strategi yang sesuai 5. Menarik

inferensi-inferensi Menentukan inferensi Menggunakan strategi logis. Membuat

kesimpulan yang beralasan sesuai dengan teori yang mendukung.

6. Menganalisis, mengevaluasi, dan membuat keputusan-keputusan

Membenarkan atau memastikan strategi yang digunakan

Mengidentifikasi asumsi dari alasan

yang tidak

dikemukakan, mengkonstruksi pertanyaan

Membuat pertimbangan

disertai alasan-alasan yang

mendukung/menolak suatu pernyataan

6. Materi Fotosintesis a. Pengertian Fotosintesis

Fotosintesis merupakan proses pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia yang disimpan dalam gula dan molekul-molekul organik. Kloroplas tumbuhan menangkap energi cahaya yang telah menempuh 150


(53)

34 juta kilometer dari matahari. Hampir semua tumbuhan merupakan autotrof, autotrof mempertahankan hidupnya sendiri tanpa memakan apapun dari makhluk hidup lain. Autotrof membuat molekul organiknya dari CO2 dan bahan mentah anorganik lain dari lingkungan. Organisme autrotofik mengandung senyawa organik untuk organisme non-autrotofik, sehingga autrotofik disebut sebagai produsen biosfer oleh ahli biologi (Campbell, 2010: 200).

b. Tempat Fotosintesis pada Tumbuhan

Seluruh bagian hijau tumbuhan termasuk batang, daun, dan buah yang belum masak, memiliki kloroplas, namun tempat utama untuk melakukan fotosisntesis adalah pada daun. Ada sekitar setengah juta kloroplas per milieter persegi pada permukaan daun. Pada kloroplas terdapat klorofil (zat hijau daun) yang memberi warna pada daun. Energi cahaya diserap oleh klorofil sehingga menggerakkan sintesis molekul organik pada kloroplas. Klooplas banyak ditemukan pada sel mesofil daun. Sel mesofil biasanya memiliki 30 sampai 40 kloroplas yang masing-masing berukuran sekitar 2-4 µm kali 4-7 µm. Selaput yang trdiri dari dua membran menyelubungi stroma, stroma merupakan cairan kental yang tedapat pada kloroplas. Tilakoid memisahkan stroma dari kompartemen lain yaitu interior tilakoid atau ruang tilkoid. Pada beberapa tempat kantong-kantong tilakoid bertumpuk membentuk grana, jika tunggal dinamakan granum. Klorofil berada pada membran tilakoid (Campbell, 2010: 202). Lokasi fotosintesis pada tumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1.


(54)

Gambar 1. Lokasi Fotosintesis Berlangsung

Sumber: http://image.slidesharecdn.com/metabolismeselfotosintesisws c. Proses Fotosintesis

1) Reaksi Terang ( Light Reaction)

Reaksi terang merupakan tahap-tahap fotosintesis yang mengubah enegi surya menjadi energi kimia. Air dipecah sebagai sumber elektron dari atom-atom hidrogen dan melepaskan O2 sebagai produk sampingan yang dilepaskan ke atmosfer. Cahaya yang diserap oleh klorofil menggerakkan transfer elektron dan ion hidrogen dari air menuju penerima yaitu NADP+ (Nikotinamida adenin dinukleotida fosfat), tempat penyimpanan partikel-partikel tersebut untuk sementara. Penerima elektron NADP+ adalah NAD+, yang beerfungsi sebagai pembawa elektron dalam respirasi selular. Kedua molekul tersebut hanya berbeda dalam hal keberadaan satu gugus fosfat ekstra dalam mlekul NADP+.

Reaksi terang menggunakan tenaga surya untuk mereduksi NADP+ menjadi NADPH dengan cara menambah elektron bersama-sama dengan H+. Reaksi terang juga menghasilkan ATP mengunakan kemiosmosis untuk memberikan tenaga bagi penambahan gugus fosfat ke ADP, proses tersebut dinamakan fosforilasi (photophosphorylation). Dengan demikian,

Lokasi fotosintesis


(55)

36 energi cahaya awalnya diubah menjadi energi kimia dalam bentuk dua senyawa yaitu NADPH dan ATP. Reaksi terang tidak menghasilkan gula, pembentukan gula terjadi pada tahap selanjutnya, yaitu siklus Calvin (Campbell, 2010: 203).

2) Reaksi Gelap (Siklus Calvin)

Siklus Calvin diawali dengan penggabungan CO2 dari udara kedalam molekul organik yang sudah ada dalam kloroplas. Pengabungan karbon ke dalam senyawa organik pada awal siklus ini disebut fiksasi karbon (carbon fixation). Siklus calvin kemudian mereduksi karbon yang terfiksasi menjadi karbohidrat melalui penambahan elektron. Tenaga pereduksi disediakan oleh NADPH yang menerima muatan elektronnya dalam raksi terang. Untuk mengubah CO2 menjadi karbohidrat, siklus alvin juga membutuhkan energi kimia dalam bentuk ATP, yang juga dibentuk melalui reaksi terang. Dengan demikian siklus calvinlah yangmembuat gula sedangkan reaksi terang menghaslkan NADPH dan ATP untuk melakukan siklus calvin tersebut (Campbell, 2010: 204). 3) Pigmen Fotosintetik

Ketika cahaya bertemu materi, cahaya mungkin dipantulkan, diteruskan, atau diserap. Zat yang menyerap cahaya tampak disebut sebagai pigmen. Pigmen-pigmen yag berbeda menyerap cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda pula, dan panjang gelombang yang diserap pun menghilang. Jika pigmen disoroti dengan cahaya putih, warna yang kita lihat adalah warna yang paling banyak dipantulkan oleh


(56)

pigmen tersebut. Jika sutu pigmen menyerap semua panjang gelombang maka pigmen tersebut berwarna hitam. Daftar pigmen warna beserta panjang gelombang dan frekuensi yang dimiliki ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 2. Panjang Gelombang dan Frekuensi Sektrum Cahaya Sumber: Campbell et al. (1999: 205)


(57)

38 B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini relevan dengan penelitian berikut

1. Ari Fendianto 2013 yang berjudul “Penerapan Metode Outdoor Study dengan Memanfaatkan Lingkungan Sekolah sebagai Sumber Belajar untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar IPA Biologi Siswa Kelas VII B SMP

Negeri 3 Tempel” Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Outdoor Study

dapat diterapkan pada pembelajaran IPA Biologi materi Ekosistem pada siswa kelas VII B SMP Negeri 3 Tempel tahun pelajaran 2012/2013. Metode Outdoor Study juga dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa kelas VII B semester II SMP Negeri 3 Tempel.

2. Agus Budi Susilo, dkk. Mengenai ketrampilan berfikir kritis Hasil belajar kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen mengalami peningkatan dari 61,53 menjadi 80,24. Motivasi belajar siswa dalam pembelajaran PBL mengalami peningkatan dari pretest ke postest. Hasil analisis data menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran IPA Berbasis Masalah mampu meningkatkan motivasi dan kemampuan berpikir kritis siswa.

3. Dewi Anjani pada tahun 2014 mengenai Pengaruh Problem Based Learning (PBL) Pada Mata Pelajaran Ipa terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII Smp Ta‟mirul Islam Surakarta Semester Genap” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII SMP Ta‟mirul Islam Surakarta. Penelitian ini dilakukan di SMP Ta‟mirul Islam Surakarta khususnya kelas VIII. dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh PBL terhadap kemampuan


(58)

berpikir kritis siswa kelas VIII SMP Ta‟mirul Islam Surakarta semester genap tahun ajaran 2013/2014.

4. Yeni Rahayu 2014 mengenai “Penerapan Outdoor Learning Pada Siswa Kelas

VIII SMP Negeri 8 Pontianak”. Pada penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan motivasi dan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan metode outdoor learning dengan siswa yang diajar menggunakan metode indoor learning pada materi zat aditif makanan kelas VIII SMP Negeri 8 Pontianak.

C. Kerangka Berpikir

IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, jujur, terbuka, dan lain sebagainya. Selama ini proses belajar hanya menghafal, prinsip, dan teori saja, oleh karena itu perlu diterapkan model pembelajaran IPA yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran agar siswa menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri, sehingga siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya. Guru hanya memberi tangga yang membantu siswa untuk mencapai tingkat pemahaman siswa, namun harus diupayakan agar siswa dapat menaiki tangga tersebut.

Keterampilan berpikir kritis pada siswa perlu ditingkatkan sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu kegiatan dimana siswa disajikan suatu masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk


(59)

40 melakukan penyelidikan dan inkuiri. Pada model pembelajaran berdasarkan masalah, kelompok-kelompok kecil siswa bekerja sama memecahkan suatu masalah yang telah disepakati oleh siswa dan guru.

Pembelajaran berbasis masalah dapat dilakukan dengan dua metode yaitu membawa masalah ke dalam kelas (indoor learning) atau membawa siswa untuk melihat secara langsung permasalahan yang timbul di luar kelas (outdoor learning). Setelah melakukan kajian teori di BAB II dapat diketahui kecenderungan meningkatnya motivasi belajar siswa dan keterampilan berpikir kritis siswa yaitu ketika pembelajaran IPA berbasis masalah dilakukan dengan metode outdoor learning. Kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kerangka Berpikir Model pembelajaran berbasis

masalah dengan metode indoor learning

Dibandingkan

Peningkatan motivasi belajar dan keterampilan berpikir kritis peserta didik

Peningkatan motivasi belajar dan keterampilan berpikir kritis peserta didik

Model pembelajaran berbasis masalah dengan metode outdoor learning

menghasilkan

Masalah : Pembelajaran masih berpusat pada Guru. Keterampilan berpikir kritis peserta didik belum dikembangkan.

menghasilkan Pembelajaran

dilakukan menggunakan


(60)

D. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Pembelajaran berbasis masalah

Pembelajaran berdasarkan masalah berdasarkan kajian teori diatas merupakan suatu pembelajaran yang melatih keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa seperti berpikir kritis dan inkuiri melalui masalah-masalah autentik yang terdapat pada lingkungan sekitar siswa. Siswa diminta untuk mencari pemecahan masalah secara berkelompok dari masalah yang telah disepakati. Tugas guru dalam pelaksanaan model ini sebagai pemandu siswa dalam menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, guru memberikan contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang diperlukan agar tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan.

2. Metode Outdoor Learning

Metode oudoor learning adalah metode pembelajaran yang mencakup 3 aspek dalam pelaksanaan pembelajarannya, meliputi pembelajaran tersebut dilakukan dimana, pembelajaran tersebut membahas mengenai apa atau menggunakan sumber apa dan apa tujuan pembelajaran tersebut. Pembelajaran dengan metode outdoor learning memanfaatkan alam sekitar peserta didik sebagai sumber belajar untuk melakukan investigasi mengenai permasalahan ataupun fenomena alam yang terjadi.


(1)

kategori menurut Guilford (Erman Suherman, 2003:113) yang disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Klasifikasi Koefisien Validitas

Nilai Interpretasi

0,90 ≤ rxy ≤ 1,00 Validitas sangat tinggi 0,70 ≤ rxy ≤ 0,90 Validitas tinggi 0,40 ≤ rxy ≤ 0,70 Validitas sedang 0,20 ≤ rxy ≤ 0,40 Validitas rendah 0,00 ≤ rxy ≤ 0,20 Validitas sangat rendah

rxy ≤ 0,90 Tidak valid

Sumber : Erman Suherman (2003:113)

Suatu item dikatakan valid apabila item tersebut memiliki

signifikansi < 0,05 (α= 5%). Item tersebut juga bisa dikatakan valid apabila rhitung> rtabel, pada penelitian ini jumlah responden yang digunakan adalah 60 sehingga rTabel untuk N=60 sebesar 0,254 (Sugiyono, 2012 : 373).

b. Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah instrumen tersebut reliabel atau tidak. Tes dikatakan reliabel jika memberikan hasil yang tetap atau ajeg apabila diteskan berkali-kali. Setelah diperoleh harga r11 kemudian dikonsultasikan dengan tabel r product moment. Apabila r11 lebih besar dari rtabel dikatakan instrumen tersebut reliabel. Hasil ini menurut Suharsini Arikunto (2006: 108) diinterpretasikan dengan tingkat keterandaian instrumen, digunakan patokan yang disajikan pada Tabel 10.


(2)

Tabel 10. Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Indeks Reliabel Kualifikasi Hasil

0,91 – 1,00 Sangat Tinggi

0,71 – 0,90 Tinggi

0,41 – 0,70 Cukup

0,21 – 0,40 Rendah

0,00 – 0,20 Sangat Rendah

Sumber : Suharsini Arikunto (2006: 108)

E. Teknik Analisis Data

Data yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif adalah skor hasil tes pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa. Data kualitatif yakni data lembar observasi dengan menggunakan skala sikap siswa. Data kualitatif ini kemudian dikuantitatifkan sehingga dapat diolah secara kuantitatif. Capaian motivasi belajar dan keterampilan berpikir kritis peserta didik berupa skor rerata pretest-posttest.

1. Uji Prasyarat Hipotesis

a. Uji Normalitas

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data postest kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Suatu data membentuk distribusi normal jika jumlah data di atas dan di bawah rata-rata adalah sama demikian juga dengan simpangan bakunya (Sugiyono, 2012 : 76). Suatu data dapat dikatakan normal jika memenuhi kriteria sebagai berikut :

1) Jika taraf signifikansi >0,05 maka data tersebut terdistribusi normal 2) Jika KSZ (Z hitung) < 1,960 (Z tabel) maka data tersebut


(3)

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah data motivasi belajar peserta didik dan keterampilan berpikir kritis dari dua kelompok sampel mempunyai varians yang homogen (seragam) atau tidak. Uji homogenitas menggunakan program SPSS versi 16. Suatu data dapat dikatakan hmogen jika memenuhi kritria menurut Sofyan Yamin (2009: 67) sebagai berikut :

1) Jika nilai signifikansi > 0,05 maka suata data tersebut dikatakan homogen (seragam), begitu juga sebaliknya jika nilai signifikansi < 0,05 maka data tersebut tidak homogen (ada beda)

2) Jika F hitung (levene statistic) < F tabel (4, 02) maka data tersebut homogen (seragam).

2. Analisis Keterlaksanaan Pembelajaran

Informasi keterlaksanaan pembelajaran IPA berbasis masalah yang diperoleh melalui pengamatan yang dilakukan seorang observer, selanjutnya informasi tersebut dianalisis menggunakan persamaan berikut:

%

Presentase keterlaksanaan selanjutnya diubah menjadi data kualitatif dengan menggunakan kriteria seperti pada Tabel 11.


(4)

Tabel 11. Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran

No Persentase

(%)

Kategori

1. 80 ≤ X ≤

100

Sangat Baik 2. 60 ≤ X ≤

80

Baik

3. 40 ≤ X ≤

60

Cukup

4. 20 ≤ X ≤

40

Kurang

5. 0 ≤ X ≤ 20 Sangat

Kurang Sumber: Eko Putro Widoyoko (2009: 242)

3. Uji Hipotesis

a. Uji t

Jika data telah memenuhi uji prasyarat hipotesis yaitu data tersebut terdistribusi normal dan homogen maka selanjutnya dilakukan analisis untuk membuktikan hipotesis menggunakan Uji-t sampel independen (independent-samples t test) program SPSS versi 16. Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata motivasi belajar peserta didik dan keterampilan berpikir kritis antara kelas bermetode outdoor learning dan indoor learning pada pembelajaran IPA berbasis masalah. Hipotesis yang akan diuji terlebih dahulu dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik yaitu :

H01 : Tidak ada perbedaan yang signifikan dari motivasi belajar peserta didik antara kelas yang bermetode outdoor learning dan kelas yang berpendakatan indor learning.


(5)

Ha1 : Ada perbedaan yang signifikan dari motivasi belajar peserta didik antara kelas yang bermetode outdoor learning dan kelas yang berpendakatan indoor learning.

H02 : Tidak ada perbedaan yang signifikan dari keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang bermetode outdoor learning dan kelas yang berpendakatan indoor learning.

Ha2 : Ada perbedaan yang signifikan dari keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelas yang bermetode outdoor learning dan kelas yang berpendakatan indoor learning.

Hipotesis tersebut selanjutnya dianalisis dengan kriteria menurut Jonathan Sarwono (2009: 128) sebagai berikut :

1) nilai P-value (signifikasi) (2-tailed) ≥ α, dimana α = 0,05, maka H0 diterima dan diinterpretasikan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada capaian motivasi belajar dan keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelas 1 dan kelas eksperimen-2. Namun, jika nilai P-value (signifikasi) (2-tailed) < α, dimana α = 0,05, maka H0 tidak diterima dan diinterpretasikan terdapat perbedaan yang signifikan pada capaian motivasi belajar peserta didik dan keterampilan berpikir kritis peserta didik antara kelas eksperimen-1 dan kelas eksperimen-2.

2) Jika t hitung ≥ t tabel (2,000) maka dapat diinterpretasikan bahwa H0 ditolak . dan sebaliknya Jika thitung ≤ tTabel maka H0 diterima.


(6)

Besar peningkatan variabel yang akan diteliti dapat diketahui dengan menggunakan uji gain score. Uji gain score dapat dianalisis menggunakan SPSS. Berikut merupakan kriteria hasil analisis peningkatan variabel menurut Hake (1999: 1). Kriteria perolehan skor N-gain dapat dilihat pada Tabel. 12

Tabel. 12 Interpretasi Skor N-gain

No Besar

presentase

Interpretasi

1 (g) > 0,7 Tinggi

2 0,3 < (g) < 0,7 Sedang

3 (g) < 0,3 Rendah


Dokumen yang terkait

Pengembangan Modul IPA Berbasis Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas VII SMP Pada Materi Kalor.

0 0 19

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN IPA TERPADU BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) MATERI BUNYI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP KELAS VIII.

0 0 17

PENGEMBANGAN MODUL IPA BERBASIS MODEL PROJECT BASED LEARNING PADA POKOK BAHASAN PERUBAHAN BENDA-BENDA DI SEKITAR KITA UNTUK MENUMBUHKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK SMP KELAS VII.

0 0 113

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) OUTDOOR LEARNING SYSTEM BERBASIS PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS TEMA “KERUSAKAN LINGKUNGAN” PADA PEMBELAJARAN IPA.

0 1 79

PERBEDAAN PENINGKATAN PENGUASAAN MATERI FISIKA DAN BERPIKIR KRITIS ANTARA PEMBELAJARAN BERBASIS OUTBOUND DAN KONVENSIONAL PADA PESERTA DIDIK KELAS XI MAN YOGYAKARTA II.

0 0 2

PERBEDAAN PENINGKATAN PENGUASAAN MATERI FISIKA DAN BERPIKIR KRITIS ANTARA PEMBELAJARAN BERBASIS OUTBOUND DAN KONVENSIONAL PADA PESERTA DIDIK KELAS XI MAN YOGYAKARTA II.

0 0 2

Pengembangan Model Pembelajaran Fisika berbasis Malcom’s Modeling Method untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Motivasi Belajar Peserta Didik.

1 6 2

Keefektifan Pendekatan Sains, Teknologi, dan Masyarakat (STM) dalam Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik SMP.

0 0 2

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS VIII1 SMP NEGERI 11 PAREPARE IMPLEMENTATION OF PROBLEM-BASED LEARNING MODEL TO IMPROVE STUDENTS' CRITICAL THINKING

0 0 13

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK KELAS XII SMA MELALUI PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI BIOTEKNOLOGI

0 2 19