Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Forum Jurnalis Salatiga dengan Pemerintah Kota Salatiga T1 362009602 BAB V

(1)

BAB V

POLA KOMUNIKASI ANTARA FORUM JURNALIS SALATIGA

DENGAN PEMERINTAH KOTA SALATIGA

5. 1. Pola Komunikasi FJS dan Pemerintah Kota Salatiga

Kebebasan Pers secara subtansif tidak saja dijadikan indikator atau cermin tingkat kebebasan yang dimilki masyarakat yang bersangkutan, namun ia juga merupakan cermin tingkat kematangan dan kedewasaan politik yang telah mereka perjuangkan. Indikator tingkat kematangan dan kedewasaan politik ini oleh sementara kalangan, khususnya oleh mereka yang digolongkan dalam kelompok- kelompok yang memegang peranan penting di dalam masyarakat dimanapun, seperti para wartawan, cendikiawan, para professional maupun para politisi sendiri menganggap sangat penting didalam menjamin bergulirnya roda suatu pemerintahan yang demokratis.

Pada dasarnya citra suatu lembaga dibangun melalui kinerja yang ditunjukkan oleh seluruh komponen yang ada dalam lembaga tersebut. Namun kinerja saja tidak cukup, karena keberhasilan tanpa diketahui publik dapat merupakan suatu kegiatan yang dianggap sia-sia. Karena untuk berprestasi, membangun citra dan reputasi diperlukan dukungan publik, sebab publik itulah sesungguhnya pasar yang selalu menguji, menilai dan memberi penghargaan kepada suatu lembaga.


(2)

Terkait dengan itu, media massa/pers memiliki peran yang sangat penting dalam terbangunnya citra suatu lembaga, karena media massa memiliki kemampuan untuk menjangkau publik. Sifat keserempakan yang menjadi ciri media massa memungkin kan publik yang jumlahnya ratusan ribu, bahkan jutaan pada saat yang sama secara bersama-sama memperhatikan suatu pesan yang disampai kan oleh media massa sehingga mampu membentuk opini publik dan menimbulkan citra pihak-pihak yang diberitakannya.

Masalahnya, opini dan citra yang muncul bisa sangat positif, tetapi bisa pula sangat negatif. Adalah realitas, berapa banyak institusi yang kedodoran oleh hantaman media massa yang menyuguhkan informasi yang tidak akurat, tidak bertanggungjawab dan salah. Akibatnya, citra suatu lembaga bisa menjadi sangat negatif, walau dalam kenyataannya mungkin berbeda atau bahkan justru kebalikannya. Kondisi ini lebih banyak disebabkan karena ”sikap defensif” lembaga tersebut pada media massa sehingga ”dimanfaatkan” pihak-pihak lain. Karenanya, dalam dinamika liberalisasi saat ini dimana pengaruh media massa sangat besar, membangun kemitraan dengan media massa tidak terhindarkan.

Dalam konteks Salatiga, FJS memiliki peranan yang penting dalam rangka keberlanjutan tata kelola pemerintahan di Salatiga. Tak jarang dalam komunikasinya FJS mengambil peran yang cukup signifikan di mana mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah kota melalui pembentukan opini publik.


(3)

Dalam beberapa pemberitaan, kami biasanya berkoordinasi dengan bagian Humas Pemkot Salatiga terkait dengan isu yang berkembang mengenai kebijakan pemerintah di Salatiga.

Beberapa hal yang membutuhkan konfirmasi dengan pejabat terkait, kami dihubungkan melalui bagian humas dan apabila bisa bertemu langsung dengan pejabat yang dimaksud, kami langsung melakukan konfirmasi. (Wawancara dengan Kundori, wartawan Suara Merdeka)

Melihat uraian diatas, maka fokus yang diamati tidak lain adalah masalah hubungan antara pemerintah kota Salatiga dan pers dalam hal ini FJS serta posisi masyarakat diantaranya. Hubungan itu tidak jarang menimbulkan distorsi karena masing–masing pihak mencoba mempertahankan posisinya terhadap kepentingan umum. Apabila FJS menggunakan pendekatan yang dilandasi atas prinsip–prinsip kebebasaan, seperti apa yang diperjuangkan oleh sebagian besar insan pers, maka FJS menyadari sepenuhnya bahwa pada akhirnya beban tanggung jawab politik atas esensi dari arti kepentingan umum itu ternyata harus pula dipikul oleh para penyelenggara pemerintahan negara dalam hal ini Pemkot Salatiga.

Pemberitaan–pemberitaan dalam media massa yang banyak menyangkut masalah–masalah kesukuan, agama dan ras (sara) pada dasarnya juga tidak lepas dari kepentingan umum. Dan pemberitaan semacam itu akhirnya akan menjadi sajian berita yang memiliki kepekaan politik dan sosial dengan kadar yang tinggi.


(4)

Dengan demikian bila berita–berita yang semacam ini muncul dimedia massa dan bila penanganannya didasarkan atas pertimbangan keamanan semata-mata maka sesungguhnya pemecahannya tidaklah terlalu rumit karena penyelesainya cukup menggunakan pertimbangan politik saja. Akan tetapi sesungguhnya masalah yang ada tidaklah sesederhana itu, karena apabila kepentingan umum terlibat di dalamnya maka tinjauan dari sudut filosofis maupun analisis secara kontekstual ternyata sangat dibutuhkan, dengan demikian jenis pemberitaan yang bermuatan SARA tidaklah semata–mata hanya masalah keamanan dan ketertiban saja melainkan juga merupakan masalah strategis yang akan memakan waktu lama, hal ini berarti bahwa setiap pemberitaan yang terbuka (trasnparan) dan dapat dipertanggung jawabkan, tidak lain merupakan bagian dari tindakan politik yang tidak saja akan memperhatikan tetapi juga akan menunjang prinsip–prinsip stabilitas pertumbuhan ekonomi maupun efesiensi. Itu sebabnya pers Indonesia dan pers dimana saja dituntut untuk berani berjuang pada tingkat pemikiran filosofis dan mampu meyakinkan para pelaksana kekuasaan pemerintah Negara, bahwa setiap upaya pemantapan suatu keadaan tertentu, misalnya masalah-masalah yang peka dimata masyarakat maupun pemerintah, acapkali pers harus mengambil jalan dengan resiko tinggi.

Soal pemberitaan yang berpotensi menimbulkan sentimen kesukuan, agama dan RAS serta antar golongan, kami biasanya menghindari hal itu.


(5)

Ini karena beberapa wartawan memang tinggal di Salatiga sehingga rasa memiliki Salatiga juga tinggi. Pemberitaan yang memicu konflik biasanya dikemas dengan sehalus mungkin sehingga tidak menimbulkan polemik di kemudian hari. (Wawancara dengan Yulianto, wartawan SCTV)

Forum Jurnalis Salatiga dalam hubungannya dengan pemerintah kota Salatiga seringkali mengalami hal-hal yang bersifat gesekan komunikasi. Hal ini menjadi wajar dengan adanya kepentingan-kepentingan politis di lingkungan FJS dan pemerintah kota. Hal ini kemudian diatasi dengan pengelolaan komunikasi yang diprakarsai oleh FJS itu sendiri dengan bagian humas Pemkot Salatiga. Politisasi pemberitaan juga seringkali menjadi letupan konflik antara FJS dengan pemerintah kota. Namun demikian, konflik yang dimaksud tidak seperti yang dibayangkan melainkan hanya dengan munculnya gangguan komunikasi.

Beberapa kali memang terjadi kesalahpahaman antara awak media dan Pemkot Salatiga. Biasanya hal ini terjadi karena kurangnya koordinasi misal dari pihak wartawan kurang konfirmasi dengan pejabat terkait, atau sebaliknya dari pihak pejabat justru enggan memberikan konfirmasi.

Padahal bagi kami di Humas, apapun isu yang berkembang, konfirmasi adalah hal utama. Jika tidak ada konfirmasi maka berita akan bersifat liar karena wartawan bisa saja mencari narasumber lainnya. (Wawancara dengan Kabag Humas Pemkot Salatiga, Adi Setiarso)


(6)

Hal inilah kemudian yang memunculkan gagasan untuk lebih memberikan ikatan erat dalam kerangka komunikasi untuk mencairkan suasana antara pemerintah kota dengan FJS itu sendiri. Membangun komunikasi yang lebih efektif merupakan cara untuk meredakan ketegangan komunikasi antara FJS dengan Pemkot Salatiga.

Dalam tulisan ini, ditemukan fakta bahwa proses komunikasi antara FJS dengan Pemkot Salatiga tidak selalu berjalan dengan mulus. Terdapat sejumlah hambatan memang beberapakali terjadi serta dapat segera diatasi. Hal inilah kemudian menjadi sebuah fakta unik bahwa diantara dua lembaga yakni Pemkot Salatiga dan kalangan jurnalis menjadi aktor komunikasi yang saling bertukar pendapat yang terkadang membuat hubungan diantara keduanya sedikit terganggu.

5.2. Mengatasi Hambatan Komunikasi Antara FJS dengan Pemkot Salatiga

Komunikasi efektif adalah komunikasi yang bertujuan agar komunikan dapat memahami pesan yang disampaikan oleh komunikator dan komunikan memberikan umpan balik yang sesuai dengan pesan. Umpan balik yang sesuai dengan pesan tidak selalu berupa persetujuan. Komunikan dapat saja memberikan umpan balik berupa ketidaksetujuan terhadap pesan, yang terpenting adalah dimengertinya pesan dengan benar oleh komunikan dan komunikator memperoleh umpan balik yang menandakan bahwa pesannya telah dimengerti oleh komunikan.


(7)

Sebagai contoh, auditor meminta data anggaran kepada auditan. Auditan mengerti permintaan auditor, tetapi menolak memberikan data tersebut, komunikasi yang terjadi telah efektif. Komunikasi tersebut efektif, meskipun umpan balik tidak sesuai keinginan auditor, karena pesan telah dimengerti dengan benar dan diberikan umpan balik. Keselarasan elemen-elemen komunikasi dengan pesan. Elemen-elemen komunikasi harus mendukung isi pesan. Elemen-Elemen-elemen komunikasi tersebut adalah komunikator, encoding, saluran, decoding, dan komunikannya. Komunikasi akan efektif jika terdapat keselarasan isi pesan dengan elemen-elemen lain dari proses komunikasi.

Minimalisasi hambatan komunikasi. Komunikasi akan efektif jika hambatan berhasil diminimalkan. Hambatan komunikasi dapat terjadi pada tiap elemen komunikasi termasuk pada situasi komunikasi antara FJS dengan Pemerintah Kota Salatiga. Dalam kondisi seperti ini, hambatan komunikasi perlu diperhatikan sebagai sebuah kendala yang nantinya dapat berdampak pada jalinan relasi yang buruk pula.

5.2.1. Komunikasi Formal antara FJS dengan Pemkot Salatiga

Dalam konteks Salatiga, Bagian Humas Pemkot Salatiga melalui hasil wawancara dengan Kabag Humas Pemkot, Adi Setiarso, telah melakukan berbagai hal untuk meminimalkan hambatan komunikasi antara FJS dengan Pemkot Salatiga.


(8)

Beberapa diantaranya adalah melakukan pertemuan rutin, jumpa pers berkala serta mengadakan pres tour dengan mengajak awak media untuk mengikuti kunjungan kerja Pemkot Salatiga ke luar daerah. Hubungan baik dibangun melalui jalur formal dengan misalnya mengadakan sejumlah kegiatan atas nama lembaga seperti jumpa pers dan kegiatan presstour. Pertemuan secara kelembagaan juga menjadi bagian penting dalam mengatasi hambatan komunikasi, setiap kegiatan yang berhubungan dengan komunikasi, FJS dan Pemkot Salatiga dilakukan secara berkala dengan mengedepankan sisi formalitas antara pemangku pemerintahan dengan awak media yang ada di Salatiga.

Kami berusaha membina hubungan baik dengan awak media yang bertugas di Salatiga. Beberapa hal kami agendakan antara lain dengan menggelar jumpa pers secara rutin dan kegiatan kunjungan media dalam rangka kunjungan kerja ke berbagai daerah di luar kota Salatiga. Hal ini kami rasa cukup efektif guna menjaga hubungan antara wartawan dengan Pemkot Salatiga. (Wawancara dengan Kabag Humas Pemkot Salatiga, Adi Setiarso).

Para awak media, dalam konteks penelitian ini, memiliki posisi tawar yang cukup tinggi di mata Pemkot Salatiga. Hal inilah yang dirasa penting guna membina hubungan baik diantara keduanya melalui kegiatan kehumasan. Sejumlah awak media mengakui, jalinan hubungan baik tersebut dapat menjadikan potensi konflik akan mencair sehingga iklim pemberitaan media massa yang berkaitan dengan Pemkot Salatiga, meskipun tetap menjaga


(9)

Kalau soal fakta dan pemberitaan yang benar, kami tetap menjaga hal tersebut. Meskipun nantinya kontrol atas tulisan yang baik dan berimbang harus kami jaga. Kami tidak menutup mata dengan komunikasi yang baik antara Pemkot dengan awak media, namun demikian sebagai insan media, kami tetap harus menjaga independensi. (Wawancara dengan Arie Widiarto, wartawan Suara Merdeka)

Dalam hubungan ini maka Humas Pemkot Salatiga telah menjalankan pola komunikasi formal yang merupakan pola yang terstruktur dan sistematis serta diatur berdasarkan hierarki dan aturan-aturan tertentu. Pola komunikasi formal biasanya digunakan dalam sebuah institusi negara maupun perusahaan non pemerintah. Dalam pola komunikasi ini juga diatur bagaimana komunikasi dilakukan berdasarkan peringkat jabatan atau pangkat tertentu dalam institusi tersebut. Hal ini diwujudkan dalam kegiatan jumpa pers secara resmi dengan menghadirkan narasumber baik pejabat kedinasan maupun pimpinan daerah seperti walikota atau wakil walikota. Oleh sebab itu maka ciri pola komunikasi formal yang terjadi antara FJS dengan Pemkot Salatiga ialah :

- Pertemuan rutin melalui jumpa pers yang dilakukan dengan jadwal yang telah ditentukan oleh Kabag Humas Pemkot Salatiga, 3x (tiga kali) pertemuan dalam dua bulan.


(10)

- Presstour yang dilaksanakan 2x (dua kali) dalam setahun.

- Ada berita acara pertemuan yang harus dibuat yang dilengkapi dengan tanda hadir (tandatangan) para peserta.

- Tempat acara pertemuan antara lain, kantor pemkot/ dinas, rumah makan, daerah dimana menjadi tujuan presstour.

5.2.2. Komunikasi Informal antara FJS dengan Pemkot Salatiga

Seperti dibahas sebelumnya, komunikasi informal merupakan sebuah proses komunikasi di mana tidak ada batasan dan hierarki yang mengaturnya. Komunikasi informal mengedepankan kesamaan dan tidak memperhitung kan adanya aturan-aturan tertulis. Biasanya, dalam pola komunikasi ini, hubungan antar pelaku komunikasi lebih cair dan terbuka. Berbeda dengan pola komunikasi formal, komunikasi informal lebih mengutamakan prinsip kesamaan tujuan dari pada memperhatikan peringkat sosial dalam sebuah organisasi.

Sejumlah fakta yang diutarakan oleh beberapa anggota FJS, menunjukkan bahwa hubungan personal atara awak media dan pejabat Pemkot Salatiga menjadi salah satu indikator adanya kedekatan komunikasi di luar kelembagaan.


(11)

Beberapa diantaranya bahkan memperlihatkan seakan tidak ada jarak social yang terjadi. Keberadaan awak media yang hampir setiap hari menempati ruangan media yang disediakan Pemkot Salatiga juga menjadi salah satu faktor kedekatan personal yang terbangun antara nara sumber dengan pejabat Pemkot. Seringkali diskusi mengenai berita dan data terkait dengan kebijakan pemerintah kota justru terlontarkan dalam kondisi informal. Sehingga ciri pola komunikasi informal yang terjadi antara FJS dengan Pemkot Salatiga ialah :

- Tidak dikoordinir atau tidak melalui Bagian Humas Pemkot Salatiga, bisa secara individu dari nara sumber atau individu masing-masing awak media. - Tidak terjadwal, artinya waktunya bisa setiap saat. - Tempat terjadinya komunikasi dimana saja.

- Tidak diperlukan berita acara pertemuan dan tanda hadir baik dari nara sumber maupun awak media.


(1)

Hal inilah kemudian yang memunculkan gagasan untuk lebih memberikan ikatan erat dalam kerangka komunikasi untuk mencairkan suasana antara pemerintah kota dengan FJS itu sendiri. Membangun komunikasi yang lebih efektif merupakan cara untuk meredakan ketegangan komunikasi antara FJS dengan Pemkot Salatiga.

Dalam tulisan ini, ditemukan fakta bahwa proses komunikasi antara FJS dengan Pemkot Salatiga tidak selalu berjalan dengan mulus. Terdapat sejumlah hambatan memang beberapakali terjadi serta dapat segera diatasi. Hal inilah kemudian menjadi sebuah fakta unik bahwa diantara dua lembaga yakni Pemkot Salatiga dan kalangan jurnalis menjadi aktor komunikasi yang saling bertukar pendapat yang terkadang membuat hubungan diantara keduanya sedikit terganggu.

5.2. Mengatasi Hambatan Komunikasi Antara FJS dengan Pemkot Salatiga

Komunikasi efektif adalah komunikasi yang bertujuan agar komunikan dapat memahami pesan yang disampaikan oleh komunikator dan komunikan memberikan umpan balik yang sesuai dengan pesan. Umpan balik yang sesuai dengan pesan tidak selalu berupa persetujuan. Komunikan dapat saja memberikan umpan balik berupa ketidaksetujuan terhadap pesan, yang terpenting adalah dimengertinya pesan dengan benar oleh komunikan dan komunikator memperoleh umpan balik yang menandakan bahwa pesannya telah dimengerti oleh komunikan.


(2)

Sebagai contoh, auditor meminta data anggaran kepada auditan. Auditan mengerti permintaan auditor, tetapi menolak memberikan data tersebut, komunikasi yang terjadi telah efektif. Komunikasi tersebut efektif, meskipun umpan balik tidak sesuai keinginan auditor, karena pesan telah dimengerti dengan benar dan diberikan umpan balik. Keselarasan elemen-elemen komunikasi dengan pesan. Elemen-elemen komunikasi harus mendukung isi pesan. Elemen-Elemen-elemen komunikasi tersebut adalah komunikator, encoding, saluran, decoding, dan komunikannya. Komunikasi akan efektif jika terdapat keselarasan isi pesan dengan elemen-elemen lain dari proses komunikasi.

Minimalisasi hambatan komunikasi. Komunikasi akan efektif jika hambatan berhasil diminimalkan. Hambatan komunikasi dapat terjadi pada tiap elemen komunikasi termasuk pada situasi komunikasi antara FJS dengan Pemerintah Kota Salatiga. Dalam kondisi seperti ini, hambatan komunikasi perlu diperhatikan sebagai sebuah kendala yang nantinya dapat berdampak pada jalinan relasi yang buruk pula.

5.2.1. Komunikasi Formal antara FJS dengan Pemkot Salatiga

Dalam konteks Salatiga, Bagian Humas Pemkot Salatiga melalui hasil wawancara dengan Kabag Humas Pemkot, Adi Setiarso, telah melakukan berbagai hal untuk meminimalkan hambatan komunikasi antara FJS dengan Pemkot Salatiga.


(3)

Beberapa diantaranya adalah melakukan pertemuan rutin, jumpa pers berkala serta mengadakan pres tour dengan mengajak awak media untuk mengikuti kunjungan kerja Pemkot Salatiga ke luar daerah. Hubungan baik dibangun melalui jalur formal dengan misalnya mengadakan sejumlah kegiatan atas nama lembaga seperti jumpa pers dan kegiatan presstour. Pertemuan secara kelembagaan juga menjadi bagian penting dalam mengatasi hambatan komunikasi, setiap kegiatan yang berhubungan dengan komunikasi, FJS dan Pemkot Salatiga dilakukan secara berkala dengan mengedepankan sisi formalitas antara pemangku pemerintahan dengan awak media yang ada di Salatiga.

Kami berusaha membina hubungan baik dengan awak media yang bertugas di Salatiga. Beberapa hal kami agendakan antara lain dengan menggelar jumpa pers secara rutin dan kegiatan kunjungan media dalam rangka kunjungan kerja ke berbagai daerah di luar kota Salatiga. Hal ini kami rasa cukup efektif guna menjaga hubungan antara wartawan dengan Pemkot Salatiga. (Wawancara dengan Kabag Humas Pemkot Salatiga, Adi Setiarso).

Para awak media, dalam konteks penelitian ini, memiliki posisi tawar yang cukup tinggi di mata Pemkot Salatiga. Hal inilah yang dirasa penting guna membina hubungan baik diantara keduanya melalui kegiatan kehumasan. Sejumlah awak media mengakui, jalinan hubungan baik tersebut dapat menjadikan potensi konflik akan mencair sehingga iklim pemberitaan media massa yang berkaitan dengan Pemkot Salatiga, meskipun tetap menjaga


(4)

Kalau soal fakta dan pemberitaan yang benar, kami tetap menjaga hal tersebut. Meskipun nantinya kontrol atas tulisan yang baik dan berimbang harus kami jaga. Kami tidak menutup mata dengan komunikasi yang baik antara Pemkot dengan awak media, namun demikian sebagai insan media, kami tetap harus menjaga independensi. (Wawancara dengan Arie Widiarto, wartawan Suara Merdeka)

Dalam hubungan ini maka Humas Pemkot Salatiga telah menjalankan pola komunikasi formal yang merupakan pola yang terstruktur dan sistematis serta diatur berdasarkan hierarki dan aturan-aturan tertentu. Pola komunikasi formal biasanya digunakan dalam sebuah institusi negara maupun perusahaan non pemerintah. Dalam pola komunikasi ini juga diatur bagaimana komunikasi dilakukan berdasarkan peringkat jabatan atau pangkat tertentu dalam institusi tersebut. Hal ini diwujudkan dalam kegiatan jumpa pers secara resmi dengan menghadirkan narasumber baik pejabat kedinasan maupun pimpinan daerah seperti walikota atau wakil walikota. Oleh sebab itu maka ciri pola komunikasi formal yang terjadi antara FJS dengan Pemkot Salatiga ialah :

- Pertemuan rutin melalui jumpa pers yang dilakukan dengan jadwal yang telah ditentukan oleh Kabag Humas Pemkot Salatiga, 3x (tiga kali) pertemuan dalam dua bulan.


(5)

- Presstour yang dilaksanakan 2x (dua kali) dalam setahun.

- Ada berita acara pertemuan yang harus dibuat yang dilengkapi dengan tanda hadir (tandatangan) para peserta.

- Tempat acara pertemuan antara lain, kantor pemkot/ dinas, rumah makan, daerah dimana menjadi tujuan presstour.

5.2.2. Komunikasi Informal antara FJS dengan Pemkot Salatiga

Seperti dibahas sebelumnya, komunikasi informal merupakan sebuah proses komunikasi di mana tidak ada batasan dan hierarki yang mengaturnya. Komunikasi informal mengedepankan kesamaan dan tidak memperhitung kan adanya aturan-aturan tertulis. Biasanya, dalam pola komunikasi ini, hubungan antar pelaku komunikasi lebih cair dan terbuka. Berbeda dengan pola komunikasi formal, komunikasi informal lebih mengutamakan prinsip kesamaan tujuan dari pada memperhatikan peringkat sosial dalam sebuah organisasi.

Sejumlah fakta yang diutarakan oleh beberapa anggota FJS, menunjukkan bahwa hubungan personal atara awak media dan pejabat Pemkot Salatiga menjadi salah satu


(6)

Beberapa diantaranya bahkan memperlihatkan seakan tidak ada jarak social yang terjadi. Keberadaan awak media yang hampir setiap hari menempati ruangan media yang disediakan Pemkot Salatiga juga menjadi salah satu faktor kedekatan personal yang terbangun antara nara sumber dengan pejabat Pemkot. Seringkali diskusi mengenai berita dan data terkait dengan kebijakan pemerintah kota justru terlontarkan dalam kondisi informal. Sehingga ciri pola komunikasi informal yang terjadi antara FJS dengan Pemkot Salatiga ialah :

- Tidak dikoordinir atau tidak melalui Bagian Humas Pemkot Salatiga, bisa secara individu dari nara sumber atau individu masing-masing awak media. - Tidak terjadwal, artinya waktunya bisa setiap saat. - Tempat terjadinya komunikasi dimana saja.

- Tidak diperlukan berita acara pertemuan dan tanda hadir baik dari nara sumber maupun awak media.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Forum Jurnalis Salatiga dengan Pemerintah Kota Salatiga T1 362009602 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Forum Jurnalis Salatiga dengan Pemerintah Kota Salatiga T1 362009602 BAB II

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Forum Jurnalis Salatiga dengan Pemerintah Kota Salatiga T1 362009602 BAB IV

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Forum Jurnalis Salatiga dengan Pemerintah Kota Salatiga T1 362009602 BAB VI

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Forum Jurnalis Salatiga dengan Pemerintah Kota Salatiga

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi LKM Sebagai Media Komunikasi di Kota Salatiga T1 362007030 BAB V

0 0 11

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengelolaan Parkir di Salatiga T1 BAB V

0 0 38

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pergaulan Multikultural di Kota Salatiga: Studi Peran Forum Persaudaraan antar Etnis Salatiga dalam Pengelolaan Pergaulan Multikultural di Kota Salatiga T1 BAB V

0 1 29

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Komunitas Futsal Youthkrew Premier League dalam Eksistensi di Kota Salatiga T1 BAB V

0 0 23

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Proses Pemasaran Produk Vaporizer Menggunakan Komunikasi Word of Mouth di Kota Salatiga T1 BAB V

0 0 3