T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengelolaan Parkir di Salatiga T1 BAB V

BAB V SISTEM PENGELOLAAN PARKIR DI KOTA SALATIGA

5.1 Kebijakan Dinas Perhubungan dan Peran UPT Perparkiran

  Menurut pakar ilmu kebijakan publik Edward III tahap penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi hanya dianggap berupa pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah olah tahap ini tidak begitu penting. Namun pada kenyataannya jika melihat tahap yang dipaparkan oleh William Dunn implementasi berfungsi sebagai “ Pemantauan hasil dan dampak yang diperoleh dari kebijakan”. Apabila meninggalkan dan tidak menganggap penting tahap implementasi maka suatu tujuan atau kebijakan tidak dapat dilihat prosesnya dan dampak akhir kebijakan tersebut. Pada tahap ini harusnya kebijakan dilaksanakan secara maksimal sehingga tujuan dan dampak akhir akan terlihat memuaskan sesuai harapan.

  Pada kota Salatiga, pemerintah daerah mengeluarkan produk kebijakan yang mengatur bab perparkiran dalam peraturan daerah No 12 Tentang Retribusi Jasa umum. Peraturan tersebut berlaku sejak tanggal 1 Januari 2012. Maka kebijakan ini yang harus menjadi dasar untuk mencapai sebuah tujuan. Penulis menggunakan teori Edward III dalam melihat implementasi Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor: 12 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum Bab Perparkiran Kota Salatiga. Berikut penulis akan memaparkan uraian mengenai pengimplementasian Peraturan Daerah Retribusi Jasa Umum khususnya Bab Perparkiran :

  1. Undang – undang No 12 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum Bab Perparkiran di bahas pada pasal 33 bab VII

  2. Undang – undang tersebut hanya membahas besaran retribusi, dan cara penghitungan restribusi

  Kegiatan awal yang dilakukan dalam manajemen parkir di kota Salatiga adalah perencanaan. Dalam merencanakan sesuatu tidak boleh asal, tetapi melihat pertimbangan pertimbangan yang ada. Perencanaan dalam pengelolaan Kegiatan awal yang dilakukan dalam manajemen parkir di kota Salatiga adalah perencanaan. Dalam merencanakan sesuatu tidak boleh asal, tetapi melihat pertimbangan pertimbangan yang ada. Perencanaan dalam pengelolaan

  melaksanakan tugasnya 1 .

  Pelaksanaan parkir dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan kota Salatiga melalui perpanjangan UPT Perparkiran yang khusus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan di lapangan. Pengelolaan parkir diserahkan kepada paguyuban atau koordinator lapangan ditentukan oleh Dinas Perhubungan. Dalam perencanaan pengelolaan parkir di tepi jalan umum, sistem yang digunakan adalah Sistem Langsung yang dilakukan pemerintah daerah.

  Petugas parkir dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada petugas UPT Perparkiran terhadap setoran parkir, kelancaran lalu lintas kendaraan, keamanan dan kenyamanan. Hal tersebut juga diharapkan memberikan kenyaman dan keamanan bagi pengguna jasa parkir selama berada di tempat parkir. Kemudian juru parkir menerima uang retribusi dari pengguna jasa parkir sesuai dengan tarif yang ditentukan. Dalam pengaturan kendaraan, setiap parkir dituntut untuk mengatur kendaraan agar tidak mengganggu lalu lintas jalan.

  Lokasi-lokasi parkir resmi sudah ditentukan oleh UPT Perparkiran kurang lebih sebanyak 107 titik parkir 2 . Lokasi tersebut tentunya mendapatkan

  persetujuan dari pengaju lokasi dan tindak lanjut dari UPT Perparkiran.

5.1.1 Kebijakan Tentang Parkir Dan Juru Parkir

  Setiap kota atau daerah memiliki produk kebijakan yang mengatur perparkiran. Kota Salatiga mengeluarkan kebijakan tentang parkir diatur dalam peraturan daerah No 12 Tahun 2011 Bab VII pasal 33 Tentang Retribusi Jasa Umum Bab Perparkiran yang bertuliskan :

  Dengan nama retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum dipungut retribusi atas pelayanan parkir di tepi jalan umum yang disediakan pemerintah

  2 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 Bab IV, poin 4.5.1 Perparkiran Berizin

  Kebijakan ini hanya mengatur bahwa adanya biaya untuk masyarakat yang menggunakan pelayanan parkir tepi jalan umum. Sedangkan, kebijakan juru parkir dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan melalui UPT Perparkiran dalam bentuk lembaran Surat Izin Juru Parkir.

  Kewenangan UPT Perparkiran adalah melegitimasi mereka dengan Surat Izin Juru Parkir. Produk yang dikeluarkan adalah selebaran Surat Izin Juru Parkir. Isi surat izin juru parkir (lampiran) adalah mengatur bagaimana tugas dan fungsi menjadi juru parkir berizin. Surat tersebut dibuat oleh UPT Perparkiran dengan berbagai rujukan peraturan daerah lainnya seperti :

  1. UU No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

  2. Peraturan Daerah Kota Salatiga No : 8 Tahun 2011 Tentang Organisasi daan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Salatiga

  3. Peraturan Walikota Salatiga No 55 Tahun 2011 Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kota Salatiga

  4. Peraturan Daerah Kota Salatiga No 11 Tahun 2011 Tahun 2012 Tentang Pajak Retribusi

  5. Peraturan Daerah Kota Salatiga No 12 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum dan,

  6. Surat permohonan menjadi Juru Parkir Sifat dari surat izin tersebut tidak berlaku lama, hanya berlaku 1 tahun dari tanggal permohonan. Apabila juru parkir masih ingin bekerja,

  maka para juru parkir harus memperpanjang surat izin tersebut 3 . Surat izin tersebut dikeluarkan ketika seseorang mengajukan menjadi petugas

  parkir. Menjadi juru parkir tidak begitu sulit. Persyaratan tidak jauh berbeda ketika membuat lamaran pekerjaan lainnya 4 . Proses – proses

  4 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 4 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

5.1.2 Pelaksanaan Peran UPT Perparkiran Dalam Implementasi

Kebijakan Perparkirn

  Pelaksanaan peran UPT Perparkiran dalam mengelola parkir menggunakan dasar UU No 12 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum Bab Perparkiran. Peran tersebut dapat dijelaskan dengan k omunikasi yang dibangun antara UPT Perparkiran dengan juru parkir dan juru parkir dengan masyarakat. Komunikasi yang dibangun merupakan hal penting dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan seperti apa yang dikatakan oleh Edwards III.

  Hal utama dalam menjelaskan implementasi adalah komunikasi sang implementator. Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group), sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Dijelaskan oleh Edwards III bahwa komunikasi merupakan hal terpenting dalam mengimplentasikan peraturan daerah. Komunikasi sendiri memiliki tiga aspek yang berkaitan, dimensi transmisi, kejelasan dan konsistensi. Sebenarnya analisis implementasi yang berkaitan dengan komunikasi tidak lepas dari sumber daya manusianya. Berbicara mengenai komunikasi, berbicara juga mengenai sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas dan kompeten dalam bidangnya akan memperlancar proses implementasi peraturan daerah. Sifat – sifat implementator tidak jauh dari komitmen, kejujuran dan sifat demokratis.

  Beberapa aspek didalamnya. Pertama, implementasi berkaitan dengan komunikasi, impelementator diharuskan memiliki komitmen yang baik. Kedua, implementasi berkaitan dengan kejujuran sang implementator, kejujuran yang dimaksudkan adalah sikap individu atau Beberapa aspek didalamnya. Pertama, implementasi berkaitan dengan komunikasi, impelementator diharuskan memiliki komitmen yang baik. Kedua, implementasi berkaitan dengan kejujuran sang implementator, kejujuran yang dimaksudkan adalah sikap individu atau

  Dalam hal komunikasi, informasi merupakan hal yang paling utama. Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan baik perancangan peraturan masyarakat. Agar pemerintah dan masyarakat mampu bersinergi pada sebuah tujuan kebijakan. Pada kasus tentang peraturan daerah ini Dinas Perhubungan melakukan sosialisasi peraturan daerah

  terkait perparkiran hanya melalui tingkat RW 5 dan situs online salatiga.go.id. Melihat realita dilapangan, pemberitahuan informasi

  tentang peraturan daerah ini dirasa tidak memberikan efek yang berlebih dikarenakan pada dasarnya masyarakat sudah mengetahui bahwa ketika mereka menggunakan fasilitas parkir akan dikenakan biaya retribusi. Hal ini didapat oleh penulis dari petikan wawancara dengan salah satu

  informan 6 :

  “wah kalo peraturan parkir tepi jalan umum itu ya memang kewajiban kita sebagai pengguna parkir. Ga diberi karcis sama juru parkir pun kita udah tau kewajiban membayar. Itukan juga bisa buat pendapatan kota”

  Dari pernyataan diatas beberapa pengguna fasilitas parkir menyadari tentang peraturan daerah ini. Mereka menyadari bahwa retribusi yang dibayarkan merupakan pendapatan kota. Tetapi pada sisi lainnya Dinas Perhubungan kota Salatiga terutama UPT Perparkiran kurang memberikan informasi dan pengertian lebih kepada masyarakat

  5 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

  6 Petikan obrolan dengan Mas Agus salah satu pengguna fasilitas parkir di titik Ada Baru pada tanggal 29 Mei 2017 6 Petikan obrolan dengan Mas Agus salah satu pengguna fasilitas parkir di titik Ada Baru pada tanggal 29 Mei 2017

5.1.2.1 Kesiapan Staf Dalam Mengimplementasikan Kebijakan

  Perparkiran

  Ketersedian jumlah staf yang cukup menjadi faktor penentu suatu kebijakan. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh karena staff yang tidak mencukupi, tidak memadai, ataupun tidak kompeten di bidangnya. Namun jumlah staff yang memadai belum menjami keberhasilan implementasi suatu kebijakan, staff harus mempunyai ketrampilan dan kompetensi dibidangnya masing – masing.

  Jumlah pegawai Dinas Perhubungan Kota Salatiga terkhusus pada UPT Perparkiran adalah 4 orang 7 . Dengan

  jumlah pegawai yang terbatas, para pegawai seluruhnya terlibat dalam mengimplementasikan peraturan daerah tersebut karena UPT Perparkiran terfokus di pengelolaan parkir baik dari proses pengadaan juru parkir hingga bab retribusi. Hal ini dijelaskan

  oleh Bapak Agus Nur sebagai berikut 8 :

  “Kita memang hanya berjumlah 4 orang saja. Ini membuat kita semakin bekerja keras. Kerja keras

  dalam masalah penarikan retribusi kepada juru parkir dan juga biasanya dalam pembinaan juru parkir. Kita tidak pernah lupa untuk mengambil setoran mas, cuaca seperti apapun kita pasti tarik’i.”

  Dari pernyataan yang diberikan, menjelaskan bahwa dengan kuantitas yang terbatas UPT Perparkiran masih melakukan

  8 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 8 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

  Dalam proses kegiatan parkir tentunya ada beberapa permaslahan yang selalu datang. Permasalahan seperti laporan laporan yang datang dari masyarakat akan melihatkan kinerja struktur birokasi. Kesiapan staf UPT Perparkiran dalam menanggapi permasalahan dapat dilihat dari pernyataan yang di utarakan oleh Kepala UPT Perparkiran sebagai berikut :

  “Kalo ada masalah tentang parkir, baik parkir liar atau jukir tidak bekerja secara enak masyarakat kita tunggu untuk melapor, kalo ga lapor kita mau gimana, bisa lapor ke kami. Kita bakalan tindak tegas apabila ada jukir yang masih ngawur. Tapi harus berdasar bukti dan laporan.”

  Struktur birokasi dalam menerima laporan dan menindaklanjuti laporannya dirasa bagus dikarenakan masih saja banyaknya keluhan-keluhan tentang parkir oleh masyarakat lewat media sosial yang tidak ditindaklanjuti. Seharusnya, proses pengawasan berjalan terus menerus, dan tidak semata- mata memikirkan masalah setoran retribusi saja. Pengawasan bisa saja lewat sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh juru parkir kepada pengguna parkir.

5.1.2.2 Kerja Sama Antara UPT Perparkiran Dengan Dinas Lain

  Kerja sama disini adalah kerja sama antar dinas yang telah diminta bantuan oleh UPT Perparkiran. Kerja sama yang dijalin berupa dua aspek yaitu penegakan peraturan daerah dan Kerja sama disini adalah kerja sama antar dinas yang telah diminta bantuan oleh UPT Perparkiran. Kerja sama yang dijalin berupa dua aspek yaitu penegakan peraturan daerah dan

  Minimnya jumlah personil yang dimiliki UPT Perparkiran tidak menjadi halangan dalam mengelola perparkiran di kota Salatiga. Pengelolaan parkir bukan hanya masalah retribusi saja melainkan penertiban terhadap parkir liar dan pembinaan maupun sosialisasi kepada juru parkir. Dengan minimnya jumlah personil yang dimiliki, UPT Perparkiran bekerja sama dengan dinas – dinas lainnya, seperti Satpol PP dan Polres kota Salatiga ikut terlibat sebagai pelaksana lapangan (razia titik parkir liar). Bukan hanya razia saja tetapi juga ini sesuai cuplikan wawancara dengan salah satu staff UPT Perparkiran

  Bapak Ludi sebagai berikut 9 :

  “Untuk masalah penegakan tidak kita saja mas, terkadang kita dibantu sama polres atau satpol pp, kalo sekarang ada pkl pasti ada parkir. Kita juga bekerja sama dengan polres untuk sosialisasi dalam penegakan perda dan peraturan bekerja”

  Pernyataan diatas juga diperkuat oleh Mas Handa juru parkir resmi yang bekerja di titik cungkup Jalan Yos Sudarso

  sebagai berikut 10 :

  “Kadang kadang didatangkan semua, jadi satu memberi pembinaan kepada juru parkir bagaimana cara yang benar. Orang – orang terpilih diberi pelatihan tersendiri. Khususnya yang muda muda yang baru baru, kalo dulu kita pertama kali pelatihan itu di Poltas dikarenakan hubungannya langsung sama lalu lintas. Itu cuma sekali.“

  10 Wawancara dengan Bapak Ludi pada tanggal 10 Mei 2017

  Wawancara dengan Mas Handa pada tanggal 28 April 2017

  Dimensi transmisi menghendaki agar informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Kita ketahui dalam pembuatan peraturan daerah ini melalui banyak fase, baik dari fase perumusan hingga fase pengesahan. Melalui penjelasan ini kita dapat menyimpulkan bahwa suatu peraturan daerah dari proses penyusunan sampai pada tahap pengesahan melalui beberapa tahap yang panjang sehingga tidak ada alasan lagi bagi instansi terkait untuk tidak mengetahui dan memahami maksud dan tujuan Peraturan Daerah No 12 Tahun 2011 ini dibuat. Hal tersebut lebih dijelaskan oleh Kepala UPT Perparkiran sebagai

  berikut 11 .

  “Berkaitan dengan kerja sama dengan instansi lain untuk menunjang pekerjaan kita, kita dibantu oleh Satpol PP dan Polres Salatiga. Dinas dinas tersebut sudah tahu dan mengerti waktu kita ada public hearing.

  Menurut penuturan dari kepala UPT Perparkiran dalam mengelola parparkiran di Salatiga memang bekerja sama dengan pihak – pihak lainnya. Pengelolaan bukan hanya soal retribusi, tetapi pengelolaan sumber daya manusia atau juru parkirnya juga harus diperhatikan. Dengan jumlah personil yang hanya 4 orang memang kesulitan dalam menjangkau semua. Contoh parkir liar biasanya UPT diberitahu oleh Satpol PP dan Polres. Pada tahun ini juga UPT Perparkiran mendapat info dari Satpol

  PP dan Polres tentang lokasi yang dijadikan parkir 12 . Sehingga dengan bantuan dari dinas lain membantu UPT Perparkiran

  menemukan lokasi baru yang berpotensi menjadi pendapatan kota.

  12 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

  Gambar 4

  Pembekalan dan pengarahan dari Polisi Lalu lintas

5.2 Model Pengelolaan Parkir Berizin di Kota Salatiga

  Parkir berizin merupakan parkir paling kuat dalam hal legitimasi, dikarenakan langsung dibawah kendali pemerintah kota atau UPT Perparkiran. Parkir berizin ini berada pada 256 titik yang tersebar di berbagai lokasi. Biasanya, lokasi parkir ini berada di pusat kota. Hal ini penulis mengambil contoh di sepanjang jalan Jendral Sudirman dan Jalan Sukowati. Pada dasarnya parkir merupakan sebuah sumber pendapatan asli daerah. Apabila parkir ingin dijadikan sumber utama pendapatan kota Salatiga, maka dari itu parkir harus beroperasi pada lingkup kota. Pernyataan tersebut yang diungkapkan oleh bapak Agus Nur sebagai kepala UPT Perparkiran bahwa parkir yang harus dikelola berada di jalan milik kota, bukan jalan provinsi. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut 13 :

  “Kalau parkir itu, disemua wilayah kota Salatiga, bahkan jalan kecil pun bisa buat jadi pemasukan jika melaporkan. Kecuali jalan provinsi dan jalan nasional karna jalan provinsi dan jalan nasional itu dilarang untuk parkir karena untuk kelancaran lalu lintas.”

  13 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

  Pernyataan diatas menyatakan bahwa parkir dapat dijadikan sumber pendapatan kota apabila lokasi tersebut melapor ke UPT Perparkiran. Kemudian jika lokasi dan juru parkir terdaftar di UPT Perparkiran sudah dipastikan bahwa memiliki status yang berizin dan resmi. Salah satu tanda atau bukti bahwa parkir tersebut berizin atau tidak bisa dilihat dari atribut juru

  parkirnya dengan memakai id card atau tanda pengenal 14 .

  Gambar 5

  Juru parkir resmi kumpul di Dinas Perhubungan Kota Salatiga

5.2.1 Legitimasi Juru Parkir Berizin Oleh Struktur Birokrasi dan Masyarakat Kota Salatiga

  Legitimasi parkir berizin ini bermula dari laporan-laporan lokasi dan pengajuan juru parkir baru. Laporan – laporan tersebut dalam bentuk surat lamaran pekerjaan dan pemberitahuan tentang lokasi. Kemudian pihak UPT Perparkiran melegitimasi mereka dengan Surat Izin Parkir. Dalam proses mendapatkan legitimasi dari struktur birokrasi tidak begitu sulit. Juru parkir diwajibkan mengirim lamaran atau proposal ke UPT Parkir seperti yang dijelaskan mas Handa sebagai berikut :

  14 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

  “Kita harus punya lahan dulu, yang mau diparkiri itu yang mana, trus kita membikin proposal atau seperti lamaran kerja ke dinas perhubungan. Dengan syarat syarat, fotocopy KTP surat lamaran kerja sama SKCK. Kalo sudah dibikin kartu anggota sama SK itu baru

  kita bisa kerja dititikyang kita tuju 15 ”

  Persyaratan-persyaratan diatas sangat mudah untuk mendapatkan legitimasi dari pemerintah daerah. Persyaratan tersebut memudahkan para juru parkir baru yang ingin mendapatkan perlindungan hukum dari pemerintah daerah. Proses legitimasi berlanjut pada pembuatan Surat Izin Juru Parkir yang dikeluarkan oleh UPT Perparkiran. Dari pernyataan diatas, surat tersebut berlaku kurang lebih selama 1 tahun dari waktu yang ditetapkan. Struktur birokasi tersebut sangat memudahkan bagi juru parkir yang ingin membantu mengimplementasikan peraturan daerah.

  Mengingat bentuk legitimasi yang dikeluarkan oleh UPT Perparkiran adalah dengan Surat Izin Juru Parkir tentunya bentuk legitimasi lain berasal dari masyarakat atau pengguna jasa dan fasilitas umum tersebut. Bentuk - bentuk legitimasi tersebut bisa berupa anggapan masyarakat terhadap lokasi yang digunakan aktivitas parkir. Bukan hanya lokasi yang digunakan tetapi wujud legitimasi yang muncul adalah anggapan pada penggunaan atribut – atribut yang digunakan oleh juru parkir. Hal tersebut diungkapkan oleh beberapa konsumen diberbagai lokasi parkir sebagai berikut :

  “Pengertian saya ketika melihat bapak juru parkir tersebut memakai rompi dishub ya saya

  pikir dia resmi. Paling gampang kan kalo tidak terdaftar resmi ga mungkin dapat rompi itu. Lagipula lokasinya juga di tepi jalan umum. Oh iya, itu dia juga ada idcard. Kalau untuk masalah karcis yaa....mungkin kebiasaan

  15 Wawancara dengan Mas Handa pada tanggal 26 April 2017 15 Wawancara dengan Mas Handa pada tanggal 26 April 2017

  saya tolak juga hehehe... 16 ”

  Dari pernyataan diatas menjelaskan bahwa adanya pengakuan dari masyarakat bahwa juru parkir yang menggunakan atribut seperti memakai rompi dan karcis merupakan parkir resmi yang dikelola oleh Dinas Perhubungan. Pengakuan pengguna parkir merupakan legitimasi yang tidak begitu kuat seperti legitimasi yang diberikan UPT Perparkiran. Namun legitimasi seperti itu dibutuhkan untuk menguatkan keberadaan juru parkir ketika bekerja. Penggunaan atribut seperti rompi dan Idcard untuk menghilangkan anggapan masyarakat yang menganggap parkir tersebut adalah parkir ilegal.

5.2.2 Mekanisme Pengelolaan Parkir Berizin

  Pengelolaan parkir berizin ini tentunya dilakukan oleh UPT Perparkiran. Perencanaan yang matang dalam eksekusinya sebenarnya juga menjadi hal penting dalam mengimplementasikan peraturan daerah No 12 Tahun 2011. Sebagaimana dituliskan diawal, perencanaan merupakan langkah awal setelah keluarnya peraturan daerah. Dalam peraturan daerah kota Salatiga tidak menyebutkan bagaimana seharusnya dalam mengelola parkir dan juru parkirnya, tetapi hanya membahas besaran retribusi.

  Kegiatan awal yang dilakukan dalam manajemen parkir berizin di kota Salatiga adalah perencanaan. Dalam merencanakan sesuatu tidak boleh asal, tetapi melihat pertimbangan – pertimbangan yang ditakutkan nanti memunculkan hambatan dalam implementasi. Perencanaan dalam pengelolaan parkir meliputi penyelenggaraan parkir, target retribusi

  16 Wawancara dengan Achmad Nur Wahid sebagai pengguna parkir lokasi Cungkup pada tanggal

  29 April 2017 29 April 2017

  Juru parkir merupakan implementator kebijakan selain stafpegawai UPT Perparkiran. Tanpa juru parkir implementasi kebijakan ini tidak akan berjalan sesuai harapan. Para juru parkir diharapkan memiliki kualitas bekerja pada bidangnya. Untuk segi kuantitas, mengalami peningkatan dari tahun ketahun dikarenakan

  mudahnya dari segi mendaftar menjadi juru parkir resmi 17 .

  Dalam hasil wawancara yang diperoleh dari Kepala UPT Perparkiran maupun beberapa juru parkir, untuk segi kualitas dalam bekerja Kepala UPT Perparkiran mengakui bahwa sumber daya yang dimiliki juru parkir masih kurang dalam mengimplementasikan kebijakan. Salah satu cuplikan dari wawancara tersebut sebagai

  berikut 18 :

  “Jadi jukir itu gini, SDM nya cara berpikirnya gini, kalo kita lupa untuk menarik retribusi hari

  ini, ndak ditariki, dan dia pulang, ga ada ganti. Klo ditanya pagi hari, udah ilang dompet kosong. Itu bukan sering, tapi kebiasaan hehe... karena kan gini, pulang digagapi bojone ge blonjo sedino entek”

  Bukan hanya masalah setoran atau retribusi, para juru parkir juga melalaikan keselamatan bekerja diri sendiri dan orang lain. Seperti halnya ungkapan dari mas Heri yang bekerja di Ramayana. Hasil

  wawancara tersebut sebagai berikut 19 :

  “Ga ada, ya cuma berbekal naluri aja, tinggal kerja udah itu tok. Kerja kan gampang, kalo motor kurang rapi tinggal angkat sama geser,

  beda kalo mobil jawane itu pakulinan (terbiasa)”

  17 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

  19 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 Wawancara dengan Bapak Heri pada tanggal 28 April 2017w

  Tak hanya itu, fakta yang sama ditemukan penulis dari berita online yang diterbitkan oleh www.harian7.com. Dalam berita tersebut

  menuliskan 20 :

  “Tujuan kegiatan ini, untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan juru parkir dalam bertugas di jalan demi keselamtan bersama. Harapan kami, para jukir ikut berperan dalam menjaga kelancaran arus lalu lintas dan ketertiban jalan – AKP Edy Sutrisno”

  Pernyataan diatas dipertegas oleh Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi Kebudayaan dan Pariwisata dalam berita yang diposting

  oleh salatigakota.go.id. Cuplikan berita tersebut sebagai berikut 21 :

  “Kepala Dishubkombudpar mengingatkan supaya juru parkir mengarahkan pengguna parkir mulai sebelum sampai meninggalkan tempat parkir. “Parkir terutama di Jl Jendral Sudirman sering dikeluhkan oleh masyarakat lewat media sosial. Oleh karena itu saya menghimbau supaya juru parkir benar benar melaksanakan tugas dengan baik, yaitu mengarahkan tke tempat parkir sampai meninggalkan tempat parkir, jangan hanya menarik retribusi terus ditinggal.”

  Pada proses implementasi baik keselamatan atau kelancaran bekerja yang dilakukan oleh juru parkir, masih saja ada kelalaian. Sikap bekerja tersebut melenceng dari apa yang sudah dihimbaukan dan yang sudah diatur dinas UPT Perparkiran maupun langsung dari kepala Dinas Perhubungan.

  Pengorganisasian merupakan kegiatan mendasar dari manajemen. Dilaksanakan untuk mengatur sumber daya yang dimiliki termasuk unsur manusia. Pengorganisasian merupakan suatu fungsi untuk mempermudah

  20 www.harian7.com201604sebanyak-45-juru-parkir-di-salatiga.html diakses pada tanggal 30 April 2017 pukul 16.00 WIB

  21 www.salatigakota.go.idInfoBerita.phpid=1592 diakses pada tanggal 30 April 2017 pukul 1

  5.00 WIB 5.00 WIB

  Dalam penarikan retribusi tiap harinya, anggota UPT Perparkiran melakukan pekerjaan keliling ke setiap lokasi parkir. Bukan hanya pembagian tugas saja pada internal UPT Perparkiran, tapi pengelolaan agar efektif dan efisien dalam bekerja juga diterapkan pada juru parkir. Dalam membantu UPT Perparkiran, setiap lokasi parkir wilayah di Salatiga memiliki paguyuban dengan beberapa koordinator lapangan.

  Bagan 5.1 Bagan Koordinator Tiap Wilayah

  UPT PERPARKIRAN

  Koordinator Wilayah

  Koordinator Wilayah

  Koordinator Wilayah

  Juru Parkir

  Juru Parkir

  Sumber : Analisis Data Primer

  Bisa disimpulkan bahwa dalam pengorganisasian yang dilakukan UPT Perparkiran bukan hanya pada sisi internal saja, tetapi pengorganisasian juga dilakukan dilapangan untuk mengatasi berbagai problematika atau hambatan dalam bekerja. Pembagian kerja yang efektif dan efisien telah dilakukan oleh UPT Perparkiran kota Salatiga.

  Pengawasan merupakan pengendalian dari awal, baik mulai perencanaan, pengorganisasian dan penggerakan. Pengawasan sangat penting untuk proses pengelolaan sendiri. Dengan demikian control mempunyai fungsi untuk mengawasi segala kegiatan agar tertuju kepada sasarannya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dalam melakukan pengawasan parkir, UPT Parkir kota Salatiga biasanya melakukan pembekalan pembekalan yang sifatnya insidentil ataupun sudah direncanakan dan masuk anggaran. Hal tersebut dijelaskan oleh Kepala UPT Parkir sebagai berikut.

  ”Kita insidentil, baik itu yang masuk anggaran, itu contohnya pengawasan tanggal 17 oktober Tahun kemarin, kemudian bulan puasa seperti ini.”

  Kemudian pengawasan dilakukan oleh UPT Parkir lewat aduan - aduan langsung dari masyarakat. hal ini diperjelas dari petikan obrolan

  yang menjelaskan bahwa 22 :

  “Kalo tidak ada aduan dari masyarakat langsung kita mau gimana mas, kalo hanya lewat sosial media contohnya facebook kita juga capek. Disamping personil terbatas, apalagi tidak langsung. Seperti kurang jelas informasinya. Nanti kita lagi yang kena.”

  Pengawasan juga dilakukan biasanya pada bulan ramadhan. Hal ini sering kali terjadi kenakalan dari juru parkir sendiri, baik menaikkan

  harga karcis. hal tersebut diceritakan oleh Bapak Didik sebagai berikut 23 :

  “Karo pertengahan bulan romadon nak arep hari raya. Itu pasti alasannya apa? Ya pertama dari temen temenku sendiri, temenku kurang

  memahami kurang halus melayani konsumen. Istilahnya memanfaatkan kesempatan dalam

  23 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 Wawancara dengan Bapak Didik Rahmanto pada tanggal 27 April 2017 23 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 Wawancara dengan Bapak Didik Rahmanto pada tanggal 27 April 2017

  Untuk pengelolaan tahap controlling, UPT Parkir sudah semaksimal mungkin. Pengawasan tersebut dilakukan baik langsung atau tidak langsung. Pengawasan tidak langsung bisa melalui sosial media dan laporan – laporan masyarakat. Kemudian pengawasan langsung dilakukan dengan cara langsung turun ke lapangan dan mencari tahu apakah ada penyelewengan yang dilakukan oleh juru parkir. Pada tahap pengawasan, implementator melakukan dengan baik. UPT Perparkiran tidak lupa untuk mengingatkan dan memberi pengarahan kurang lebih 3 bulan sekali baik dari Dinas Perhubungan maupun dinas dinas lainnya.

5.2.3 Alur Pengelolaan Retribusi

  Rencana awal tiap tahunnya adalah penentuan lokasi baru, mengingat dari tahun ke tahun meningkat. Ini merupakan sumber-sumber pendapatan daerah. Penentuan lokasi baru mempertimbangkan banyak

  hal. Hal ini disampaikan oleh Kepala UPT Perparkiran sebagai berikut 24 :

  “Yang pertama tujuan pendapatan, nah yang sulit, pertahun targetnya itu nambah terus. Pertama, rame yang jelas, bukan rame pengunjung tetapi rame yang menggunakan fasilitas parkir. Kedua, kalau masyarakat mengajukan ya bisa kita kelola”

  Penentuan lokasi parkir ternyata tidak mudah, mengingat adanya problematika seperti yang dikatakan Bapak Agus Nur selaku Kepala UPT Perparkiran. Masalah lokasi parkir tidak hanya tentang ramai dan mampu stabil berbulan – bulan. Salah satu contoh masalah penentuan parkir adalah sebagai berikut :

  24 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

  “Memang ada beberapa kasus seperti contoh Singkong Keju D9, dia memiliki lahan sendiri, tetapi parkirnya meluap hingga jalan kampung, nah dari sini ada 2 kewajiban sebenarnya, baik itu membayar pajak dan retribusi, tapi kebanyakan kalau sudah membayar pajak retribusi mundur. Coba saja dek tanya juru parkirnya, sudah setor kesini belum, itu sampai sekarang sepengetahuan saya belum setor, memang juru parkirnya resmi”

  Dari hasil wawancara dengan kepala UPT Perparkiran diatas bisa disimpulkan bahwa perencanaan tentang lokasi baru untuk parkir cukup matang dengan mempertimbangkan beberapa aspek, sehingga UPT Perparkiran tidak gegabah dalam menentukan lokasi parkir baru.

  Perencanaan lokasi baru tidak lepas dari dari perencanaan penentuan target harian. Penentuan target tiap lokasi besarnya berbeda-beda. Ada beberapa alasan yang menjadikan target harian berbeda seperti halnya di lokasi parkir jalan Yos Sudarso (Cungkup). Pernyataan tersebut

  disampaikan oleh mas Handa sebagai berikut 25 :

  “Kalo untuk titik ini target dari perhubungan itu sebesar 25 ribu dibagi 3 tempat. Untuk pojok barat itu kan sepi, itu Cuma 5 rb perhari,

  tempat saya dan dhawet itu 10 rb”

  Pernyataan tersebut hampir sama maknanya dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak Didik yang bekerja di Jalan Jendral Sudirman 26 .

  “Satu orang ditarget oleh dishub, itu macem- macem eneng sing sedino 50, sedino 26 yo ono, sing sedino 20 yo ono. Maksutnya itu dibagi per shift, misal setoran 20 ribu shift pagi

  10 ribu shift siang 10 ribu.”

  26 Wawancara dengan mas Handa pada tanggal 26 April 2017 Wawancara dengan Bapak Didik Rahmanto Pada Tanggal 27 April 2017

  Untuk lokasi wilayah selatan di Jalan Sukowati, Bapak Sepanjang Mulya juga mengungkapkan demikian 27 .

  “Kalau untuk roda 2 itu per shift ya pagi sama siang itu 23 ribu. Kalau malam dari jam 5 sampai jam 9 itu 29 ribu. Untuk mobil 26 ribu itu pagi dan siang sorenya 34 ribu. “

  Dari ketiga tempat yang berbeda, bisa disimpulkan adanya faktor yang mempengaruhi perbedaan tarif perhari yang disetorkan ke UPT Perparkiran. Pernyataan ini didukung oleh Kepala UPT Perparkiran sebagai berikut :

  “keramaian utama, unsur manusianya kita perhitungkan, kalo hanya menimbang hasil brutonya saja kasihan para juru parkir.”

  Dari setiap pernyataan yang penulis temukan dalam penelitian, dapat disimpulkan planing dalam mengelola lokasi baru untuk parkir berizin tidak lepas dari perencanaan atau penentuan target harian. Dalam hal ini planning tentang penentuan target yang ditunjukan oleh UPT Perparkiran dalam mengelola parkir cukup bagus, karena mempertimbangkan unsur kemanusiaan dan tidak memikirkan hasil bruto saja.

  Dalam penyetoran retribusi parkir kota Salatiga, juru parkir bertugas menarik retribusi dari masyarakat yang menggunakan fasilitas parkir baik yang menggunakan fasilitas parkir tepi jalan umum maupun parkir khusus. Dari penarikan retribusi tersebut, juru parkir menyetorkan hasil tersebut kepada petugas UPT Perparkiran sesuai dengan target harian yang sudah ditentukan. Kemudian setelah diterima UPT Perparkiran langkah selanjutnya adalah menjumlah retribusi tiap harinya.

  Pada realisasinya, juru parkir tetap stay dilokasi parkir dan petugas dari UPT Perparkiran berkeliling dengan tugas masing – masing sesuai zona wilayah yang sebelumnya ditentukan. UPT Perparkiran melakukan

  27 Wawancara dengan Bapak Sepanjang Mulya pada Tanggal 30 April 2017 27 Wawancara dengan Bapak Sepanjang Mulya pada Tanggal 30 April 2017

  ”Kita ini tugasnya kan yang ambil setoran, kita cuma berempat. bukan juru parkir yang setor ke kita, kalo untuk pekerjaan ambil setoran dari juru parkir ini kadang kita agak mengalami kesulitan, kita ambil itu jam 10 pagi , jam 2 siang, sama jam 8 malam mas. Kita harus keliling walau cuaca ga mendukung. Dan kita ini keliling kurang lebih 70 titik. Tapi dari atasan ga mau tau yang jelas kita pagi jam 8

  setor ke kantor utama hasil hari kemarin 28 ”

  Berikut ini adalah bagan alur penarikan retribusi pada model parkir berizin

  Bagan 5.2 Alur Penarikan Retribusi

  UPT Perparkiran

  Kas Daerah Kota Salatiga

  Juru Parkir

  Sumber : Analisis data Primer

  Bagan diatas menggambarkan alur retribusi yang berasal dari juru parkir. Pada realitanya, juru parkir menunggu staff UPT Perparkiran datang untuk menarik retribusi. Kemudian pagi hari staff UPT Perparkiran melakukan penghitungan dan mencatat hasil untuk disetorkan ke kas daerah. Terkadang staff perparkiran menemukan berberapa hambatan seperti target yang masih kurang, kemudian waktu penarikan

  28 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 28 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

  adalah meminta kembali kekurangan setoran di hari berikutnya 29 .

5.2.4 Relasi Juru Parkir Dengan UPT Perparkiran

  Mengingat adanya pengorganisasian pada parkir berizin berarti ada pula koordinator yang memudahkan dalam pekerjan, baik menghadapi permasalahan atau membantu dalam mengelola parkir. Koordinator per wilayah ini memiliki fungsi sebagai jembatan dalam menghubungkan juru parkir dengan UPT Perparkiran. Hal ini dipaparkan oleh sekretaris

  paguyuban wilayah selatan Bapak Didik Rahmanto 30 .

  “Apabila itu ada orang yang selalu menyeleweng, setoran minus minus terus, paling ketua parkir ngehubungine ke ketua paguyuban, iki pie personilmu kok ngene kerjane.

  Hubungan antara juru parkir dengan UPT Perparkiran dapat digambarkan sebagai berikut :

  Bagan 5.3

  Hubungan Juru Parkir dengan UPT Perparkiran

  UPT Perparkiran

  Koordinator

  Juru Parkir

  Juru Parkir

  Juru Parkir

  Sumber : Analisis Data Primer

  30 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 Wawancara dengan Bapak Didik Rahmanto pada tanggal 27 April 2017

  Keterangan :

  : hubungan secara langsung

  -----

  : hubungan secara tidak langsung

  Melihat alur relasi diatas dapat dijelaskan bahwa hubungan antara juru parkir dengan UPT Perparkiran digambarkan dengan garis putus – putus yang berarti relasi antara kedua subjek ini antara langsung dan tidak langsung. Sebagai contoh konkrit adalah pengawasan langsung terhadap juru parkir ketika bekerja. Untuk garis langsung (bukan putus – putus) dapat dijelaskan dengan contoh ketika melakukan pendataan juru parkir, pengambilan aspirasi dari juru parkir.

  Dilihat dari bagan diatas tentunya juga memiliki konsekwensi dalam berelasi. Ada masalah-masalah yang muncul seperti lokasi, retribusi atau masalah lainnya. Masalah retribusi terkadang terjadi pada hubungan langsung Kepala UPT Perparkiran dengan juru parkir melakukan negosiasi ulang tentang target apabila lokasi tersebut dirasa mampu melebihi target harian dan sebaliknya. Tetapi masalah retribusi ini juru parkir tetap bersikukuh mempertahankan target harian dengan berbagai alasan, seperti contoh di lokasi wilayah Salatiga tengah. Adapula ingin menurunkan target harian yang dirasa terlalu tinggi, salah satu juru parkir wilayah salatiga selatan melakukan negosiasi dengan UPT Perparkiran yang melewati koordinator wilayah tetapi tidak menemukan hasil bagi juru parkir.

5.3 Sistem Pengelolaan Parkir Warga Dengan Izin UPT Perparkiran

  Model kedua untuk sistem pengelolaan parkir di Salatiga adalah parkir warga dengan izin UPT Perparkiran. Pada bagian ini akan membahas tentang model lainnya yaitu parkir yang di kelola oleh warga tetapi memiliki izin dari UPT Perparkiran. Maksut dari model ini adalah, secara legalitas baik untuk lokasi dan juru parkir terdaftar di UPT Perparkiran tetapi pengelolaan dikelola Model kedua untuk sistem pengelolaan parkir di Salatiga adalah parkir warga dengan izin UPT Perparkiran. Pada bagian ini akan membahas tentang model lainnya yaitu parkir yang di kelola oleh warga tetapi memiliki izin dari UPT Perparkiran. Maksut dari model ini adalah, secara legalitas baik untuk lokasi dan juru parkir terdaftar di UPT Perparkiran tetapi pengelolaan dikelola

5.3.1 Mekanisme Pengelolaan

  Pengelolaan parkir warga dengan izin UPT Perparkiran ini tentunya dilakukan oleh warga dan UPT Perparkiran. Sebagaimana dituliskan diawal, pengelolaan ini melibatkan dua lapisan, baik warga setempat dan pemerintah kota atau UPT perparkiran. Terdapat dua lokasi yang akan dianalisis pada bagian ini yakni : jalan Monginsidi dan jalan Yos Soedarso.

  Jalan Monginsidi merupakan model parkir warga yang memiliki izin dari UPT Perparkiran. Perencanaan yang dilakukan oleh warga dan UPT Perparkiran untuk parkir ini tidak begitu rumit. Pertama perencanaan soal lokasi yang dilakukan oleh warga dengan memiliki inisiatif sendiri untuk melaporkan bahwa akan ada lokasi baru untuk kegiatan parkir. Kedua untuk perencanaan target harian untuk disetorkan ke UPT Perparkiran dan retribusi untuk warga setempat.

  Sepanjang jalan Monginsidi, kegiatan parkir dikelola warga setempat (lokasi kiri jalan dari perempatan jalan Diponegoro). Hal tersebut diutarakan oleh bapak Tri Wahyudi sebagai Ketua RT 03 yang sekaligus berperan sebagai pengelola retribusi parkir. Awal mula lokasi tersebut dapat dikelola oleh warga dijelaskan oleh bapak Tri Wahyudi

  sebagai berikut 31 :

  “Pengelolaanya disini tidak khusus dan tidak ribet. Mungkin nek kulo critakke ngeten, kulo

  31 Wawancara dengan bapak Tri Wahyudi pada tanggal 27 April 2017 31 Wawancara dengan bapak Tri Wahyudi pada tanggal 27 April 2017

  10. Nggih ngei keterangan dari dinas perhubungan. Nah dari situ kita minta apa njaluk, kanggo warga warga sing nganggur nganggur kui. Awale ngoten.”

  Perencanaan awal menjadikan lokasi baru untuk parkir yang dikelola oleh warga merupakan mempunyai tujuan untuk memberikan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar yang sedang tidak memiliki pekerjaan. Ada proses yang dilewati oleh warga sekitar untuk mendapatkan izin dari UPT Perparkiran adalah dengan mencoba bernegosiasi. Hal tersebut dipaparkan oleh bapak Tri Wahyudi sebagai

  berikut 32 :

  “Emang kudu mriko ting dinas perhubungan njaluk, tulung nyuwun niki dikelola dengan

  konsekwensi kita mendapatkan sedikit retribusi untuk kas. Kami membuat proposal dan dikirimkan kesana.”

  Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa, perjuangan warga untuk mengelola parkir dapat diterima oleh UPT Perparkiran. Sikap sikap demokratis yang ditunjukan oleh UPT Perparkiran melihatkan bahwa

  32 Wawancara dengan bapak Tri Wahyudi pada tanggal 27 April 2017 32 Wawancara dengan bapak Tri Wahyudi pada tanggal 27 April 2017

  Kemudian lokasi kedua adalah Jalan Yos Sudarso. Pada titik ini penulis menemui mas Handa yang setiap harinya bekerja menjadi juru parkir. Mas handa bekerja sejak tahun 2006 kurang lebih 11 tahun berprofesi menjadi juru parkir. Mas Handa bercerita banyak tentang awal mula bekerja menjadi juru parkir. Baik dari membuka titik parkir hingga sekarang. Menurut penuturan Mas Handa total juru parkir yang bekerja di lokasi tersebut berjumlah 8 orang.

  Penulis menemukan realitas tentang sistem kerja yang diterapkan di titik tersebut. Sistem kerja diberlakukan untuk lokasi ini. Sistem kerja dibuat oleh juru parkir sendiri dengan kesepakatan bersama. Adanya sistem kerja yang sudah diatur tentu ada sistem setoran yang bisa dilihat di lokasi Cungkup. Juru parkir memiliki 2 tanggung jawab yaitu Pertama, kewajiban harian untuk pemasukan pemerintah daerah. Kedua, kontribusi untuk kampung. Hal tersebut dijelaskan oleh Mas Handa sebagai

  berikut 33 :

  “Untuk sistem kerja, karena disini sistem swadaya kita kerjanya gantian, tidak ada shift, contohnya sehari kerja sehari libur, itu untuk wilayah saya, 2 warung (andalan kita, sama pakman). Tempatnya Coklat sama Dhawet, itu pagi dan sore itu yang kerja 2 orang, trus untuk warung yang sebelah barat warung ayam goreng itu, kerjanfa 2 orang juga cuman seminggu kerja seminggu libur. Kalo untuk setoran, target sudah ditentukan oleh dishub sendiri. Kalo diwilayah cungkup ini setoran atau target perharinya sebesar 25 rb, itu khusus pemerintah. Ada lagi RT sama RW nominal untuk RT dan RW itu sama, 1000 rupiah perhari. Minimal 30 rb per bulan. Jadi kalo dikatakan rata rata penghasilan pehari, 70 rb sampai 80 rb itukan dibagi 2. Sehari hanya 40

  33 Wawancara dengan mas Handa pada tanggal 26 April 2017 33 Wawancara dengan mas Handa pada tanggal 26 April 2017

  Tak lepas dari segi ekonomi yang mengharuskan untuk bekerja. Para juru parkir juga memikirkan segi sosial. Realitas tersebut ditunjukkan oleh Mas Handa dan juru parkir lainnya. Hal tersebut

  diungkapkan sebagai berikut 34 :

  “Ini kesadaran kita karena diberi lahan pekerjaan. Kita dari juru parkir sepakat untuk memberikan kontribusi ke kampung. Tarif - tarif itu, berlaku buat 2 bulan sebelumnya, untuk bulan ini belum ada, karena ada pergantian RW. katanya akan dibawa ke rapat RW apakah ada penentuan untuk kontribusi atau tidak. Jika ada berapa nominalnya dan jika tidak kita pasti memberikan kontribusi kekampung atas dasar kesadaran kita.”

  Pada mekanisme pengelolaan parkir warga yang berizin ini tidak jauh berbeda seperti parkir berizin yang dikelola pemerintah. Hanya saja, bentuk pengelolaan sumber daya juru parkir tidak seperti pemerintah daerah yang memberikan program penyuluhan, sosialiasi bekerja dan sebagainya.

5.3.2 Legitimasi Kebijakan Pengelolaan dan Relasi

  Pada awalnya pemahaman masyarakat akan perparkiran begitu kurang. Seakan akan siapa yang menggunakan wilayah tersebut harus masuk ke RW atau RT setempat. Mereka ingin mendapatkan hasil perparkiran yang berada di wilayah mereka walaupun seharusnya dipegang penuh oleh UPT Perparkiran. Biasanya, pemahaman dari warga

  34 Wawancara dengan mas Handa pada tanggal 26 April 2017 34 Wawancara dengan mas Handa pada tanggal 26 April 2017

  “Jadi salah persepsi, aturan itu dibuat buat dilaksanakan. Yang salah persepsi itu RT sama RW, kenapa mumpet - mumpet, itu lho kadang menjadi faktor yang menghambat untuk menambah PAD. Lha wong duit ke pemerintah nanti juga baliknya ke masyarakat lagi. Nah kalo itu masih berpikiran bukan kekeliruan sampai kapanpun ya tetep aja stagnan seperti ini”

  Langkah berikut yang ditempuh oleh UPT Perparkiran adalah dengan cara sosialisasi di tingkat RW. Izin yang diperoleh dari UPT Perparkiran memberikan angin segar untuk masyarakat setempat. Bentuk legitimasi dari UPT Perparkiran hanya sebuah kesepakatan dan hanya sebatas mengetahui. Selain itu aturan dari UPT Perparkiran tidak boleh

  diganggu 35 .

5.3.3 Alur Pengelolaan dan Konsekwensi Retribusi

  Alur retribusi pada model perparkiran ini memiliki 2 tanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab ke UPT Perparkiran dengan target harian yang ditentukan. Kedua, bertanggung jawab kepada warga setempat dengan kesepakatan bersama. Alur retribusi ke UPT Perparkiran tidak berbeda dengan parkir model berizin.

  Jalan Monginsidi

  Sistem setoran pada lokasi ini, juru parkir memiliki 2 tanggung jawab, baik setoran perhari untuk UPT Perparkiran, dan perbulan untuk

  35 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 35 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017

  “Kulo mboten menerapkan adminsitrasi sing rumit. Tapi setiap orang, menyisikan 1 motor, per hari 1000 rp. Setiap tanggal 10 mereka kontribusi ke kita dan itu dititipkan lewat saya. Itu tidak masuk RW hanya untuk kas RT saja.

  Dari pernyataan diatas bisa dijelaskan bahwa di Jalan Monginsidi menerima kontribusi parkir adalah kurang lebih tiga puluh ribu rupiah perbulannya. Di monginsidi sendiri memiliki 3 titik parkir yang menyetorkan retribusinya.

  Jalan Yos Sudarso Cungkup

  Sistem setoran lokasi Cungkup ini untuk 2 pihak. Pertama, kewajiban harian untuk pemasukan pemerintah daerah. Kedua, kontribusi untuk kampung. Hal ini ditemukan dari hasil wawancara dengan Mas

  Handa sebagai berikut 37 :

  “Kalo untuk setoran, target sudah ditentukan oleh dishub sendiri. Kalo diwilayah cungkup ini setoran atau target perharinya sebesar 25 rb,

  itu khusus pemerintah. Ada lagi RT sama RW nominal untuk RT dan RW itu sama, 1000 rupiah perhari. Minimal 30 rb per bulan. Jadi kalo dikatakan rata rata penghasilan pehari, 70 rb sampai 80 rb itukan dibagi 2. Sehari hanya

  40 rb itu juga sudah dipotong setoran. Kalo untuk titik ini target dari perhubungan itu sebesar 25 ribu dibagi 3 tempat. Untuk pojok barat itu kan sepi, itu Cuma 5 rb perhari, tempat saya dan dhawet itu 10 rb.”

  37 Wawancara dengan Bapak Tri Wahyudi pada tanggal 27 April 2017 Wawancara dengan mas Handa pada tanggal 26 April 2017

  Tak lepas dari segi ekonomi yang mengharuskan untuk bekerja. Para juru parkir juga memikirkan segi sosial. Realitas tersebut ditunjukkan oleh Mas Handa dan juru parkir lainnya. Hal tersebut

  diungkapkan sebagai berikut 38 :

  “Ini kesadaran kita karena diberi lahan pekerjaan. Kita dari juru parkir sepakat untuk memberikan

  kontribusi ke kampung. Tarif - tarif itu, berlaku buat 2 bulan sebelumnya, untuk bulan ini belum ada, karena ada pergantian RW. katanya akan dibawa ke rapat RW apakah ada penentuan untuk kontribusi atau tidak. Jika ada berapa nominalnya dan jika tidak kita pasti memberikan kontribusi kekampung atas dasar kesadaran kita.”

  Dari hasil data diatas alur pengelolaan dan konsekwensi retribusi dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut :

  Bagan 5.4

  Alur Pengelolaan dan Konsekwensi Retribusi Parkir Warga Dengan

  Izin UPT

  UPT Perparkiran

  WargaLingkungan

  Juru Parkir

  Sumber : Analisa data primer

  Ada hubungan antara warga atau lingkungan kepada UPT Perparkian, biasanya sesorang yang memiliki power seperti ketua RW dan pengelola titik tersebut. Hubungan-hubungan tersebut dapat dicontohkan pada kasus Jalan Monginsidi yang bekerja sama dengan UPT Perparkiran untuk memberikan masukan atau penyuluhan tentang

  38 Wawancara dengan Handa pada tanggal 26 April 2017 38 Wawancara dengan Handa pada tanggal 26 April 2017

5.4 Sistem Pengelolaan Parkir Warga Tanpa Izin UPT Perparkiran