Snake-Bite with Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) and Stage II Hypertension.

Journal of Medicine and Health
Vol.1 No. 5 February 2017

Snake Bite with Disseminated..

Case Report

Snake-Bite with Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
and Stage II Hypertension
Hendra Subroto*, Leni Lismayanti**

*Clinical Pathology Department
Faculty of Medicine Maranatha Christian University
Jalan Prof. drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia
** Clinical Pathology Department
Faculty of Medicine Padjadjaran University – Hasan Sadikin Hospital
Jl. Pasteur no 38 Bandung 40161 Indonesia
Email: henzu_inter@yahoo.co.id

Abstract


Snake-bite is an important medical emergency case and caused of many hospital
admission especially in the rural area, forests, plantations and swamps. Despite its importance,
there have been fewer proper data of snake-bite incidence in Indonesia. World Health
Organization estimate that at least 421,000 envenomings and 20,000 deaths from snakebites
occur each year, especially in South and South East Asia and sub-Saharan Africa. The authors
report a case of a 76-year-old man came to Hasan Sadikin Hospital with chief complaint wound
in his right hand and right forearm from snake-bite. Snake-bites can cause DIC because the
venom activates the coagulation system and cause fibrinolysis which occurs in less than 24
hours. Laboratory results, we found abnormalities such as anemia, thrombocytopenia,
hypofibrinogenemia, and increased levels of D-dimer. Patients were treated for 8 days and then
allowed to go home. Snake-bite is an occupational disease of farmers, plantation workers,
herdsmen, fishermen, other. Snake bite cases require prompt and comprehensive management
so as to minimize the possibility of disability a nd death.
Keywords: snake bite, DIC, hypertension

486

Journal of Medicine and Health
Vol.1 No. 5 February 2017


Snake Bite with Disseminated..

Case Report

Vulnus Morsum Serpentum dengan Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC) dan Hipertensi Stage II
Hendra Subroto*, Leni Lismayanti**

*Bagian Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
Jalan Prof. drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia
**Departemen Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran-RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Jl. Pasteur no 38 Bandung Indonesia
Email: henzu_inter@yahoo.co.id

Abstrak
Kasus gigitan oleh ular termasuk kasus kegawatan yang sering dijumpai di Unit Gawat
Darurat, terutama yang berada di area persawahan, hutan, perkebunan, dan rawa. Tidak ada data
yang pasti mengenai jumlah kasus gigitan ular di Indonesia. Menurut WHO, diperkirakan

terdapat 421 ribu kasus gigitan ular, dengan 20 ribu kematian terjadi di Asia Selatan,
AsiaTenggara dan Sub Sahara Afrika setiap tahunnya. Penulis melaporkan kasus seorang lakilaki berusia 76 tahun datang ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dengan keluhan utama
luka di tangan kanan dan lengan atas kanan karena digigit ular. Gigitan ular berbisa dapat
menyebabkan DIC karena bisa ular mengaktivasi sistem koagulasi dan menyebabkan terjadinya
fibrinolisis. Secara laboratoris, ditemukan kelainan seperti anemia, trombositopenia,
hipofibrinogenemia, dan peningkatan kadar D-Dimer. Pada penderita proses ini terjadi dalam
waktu kurang dari 24 jam. Penderita dirawat selama 8 hari kemudian diperbolehkan
pulang.Laporan kasus ini dibuat untuk memperluas wawasan kita sekalian bahwa kasus gigitan
ular merupakan kasus kegawatan yang terkait pekerjaan, misalnya petani, orang yang bekerja di
perkebunan, gembala ternak, nelayan, dan lainnya. Kasus gigitan ular memerlukan
penatalaksanaan yang cepat dan komprehensif, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan
kecacatan dan kematian.
Kata kunci: vulnus morsum serpentum, DIC, hipertensi

487

Journal of Medicine and Health
Vol.1 No. 5 February 2017

Snake Bite with Disseminated..


Case Report

Pendahuluan
Kasus gigitan oleh ular termasuk kasus kegawatan yang sering dijumpai di Unit
Gawat Darurat terutama yang berada di area persawahan, hutan, perkebunan, dan rawa.
Tidak ada data yang pasti mengenai jumlah kasus gigitan ular di Indonesia. Menurut
WHO, diperkirakan terdapat 421 ribu kasus gigitan ular, dengan 20 ribu kematian
terjadi di Asia Selatan, AsiaTenggara dan Sub Sahara Afrika setiap tahunnya. 1
Angka morbiditas dan mortalitas gigitan ular bergantung dari jenis spesies ular,
jumlah dan jenis bisa yang masuk ke dalam tubuh, dan ketersediaan serum anti bisa
ular. Bisa ular beracun dapat menyebabkan kecacatan maupun kematian. Gigitan ular
dapat menjadi keadaan yang mengancam jiwa jika tidak mendapat pertolongan dengan
baik.
Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies
ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ciri-ciri ular tidak berbisa
adalah bentuk kepala segiempat panjang, gigi taring kecil, dan bekas gigitan: luka halus
berbentuk lengkungan. Ciri-ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, dua gigi
taring besar di rahang atas, dan bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring.1
Ular berbisa memiliki sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut

terdapat saluran untuk menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya secara subkutan
atau intramuskular. Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk
melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan untuk pertahanan diri. Bisa ular
dihasilkan oleh kelenjar parotid yang terletak di bagian bawah kepala belakang mata.
Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya bergantung dari spesies, ukuran
ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua
taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi.1
Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa
hemotoksik, yaitu bisa yang dapat mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah;
bisa neurotoksik, yaitu bisa yang dapat mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa
sitotoksik,yaitu bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan. Gejala dan tanda-tanda
gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang
diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda

488

Journal of Medicine and Health
Vol.1 No. 5 February 2017

Snake Bite with Disseminated..


Case Report

gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan
kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan.1
Secara laboratoris, dapat ditemukan kelainan seperti anemia karena hemolisis
intravaskular, trombositopenia, hematuria, hipofibrinogenemia, peningkatan kadar DDimer.1 Bisa ular terdiri dari 90% protein. Protein pada bisa ular terdiri dari enzim,
toksin non-enzimatik polipeptida, dan protein non toksin (nerve growth factor ).
Komposisi dan fungsi bisa ular dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Komposisi Bisa Ular
Komposisi Bisa Ular
Enzim
Hyaluronidase
Zinc metalloproteinase haemorrhagins
Enzim prokoagulan
Fosfolipase A (lechitinase)

Toksin non-enzimatik polipeptida
(neurotoksin)

a-bungarotoxin, cobrotoxin, crotoxin, taipoxin

Protein non toksin

Fungsi
Enzim proteolitik, dan sitotoksin polipeptida.
Merusak endotel pembuluh darah,
menyebabkan perdarahan.
Aktivasi faktor X, protrombin.
Merusak mitokondria, sel darah merah,
leukosit, trombosit, saraf perifer, otot lurik,
endotel pembuluh darah, menyebabkan
pelepasan histamin dan antikoagulan.

Ikatan dengan reseptor asetilkolin pada motor
end plate. Mencegah pelepasan
neurotransmitter .
Nerve growth factor

Disadur dari : Warrell1


Laporan Kasus
Seorang laki-laki berusia 76 tahun datang ke Unit Gawat Darurat RS Hasan
Sadikin Bandung pada tanggal 14 Mei 2011 dengan keluhan utama luka di tangan kanan
dan lengan atas kanan karena digigit ular. Satu hari sebelum masuk rumah sakit, tangan
kanan dan lengan atas kanan penderita digigit ular saat sedang bekerja di sawah. Ular
berwarna coklat (seperti batik), bentuk kepala segitiga, panjang 30 cm. Pada tangan
kanan dan lengan atas kanan sekitar luka tampak bengkak kemerahan dan nyeri
dirasakan menjalar sampai ke bahu. Tidak ada mimisan, tidak ada gusi berdarah, tidak
ada perdarahan di bawah kulit, tidak ada buang air besar berwarna hitam. Karena
keluhannya penderita berobat ke RSUD Subang, diberikan obat serum anti bisa ular dan
kemudian dirujuk ke RS Hasan Sadikin Bandung.

489

Journal of Medicine and Health
Vol.1 No. 5 February 2017

Snake Bite with Disseminated..


Case Report

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran penderita compos mentis, dengan
tekanan darah 160/80 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu 37,2 oC.
Pada ekstremitas didapat akral hangat, capillary refill< 2 detik. Pada regio dorsum
manus ditemukan bengkak dan nyeri sampai siku, bullae (+), hiperpigmentasi (+), nyeri
tekan (+). Pada regio 1/3 proksimal humerus ditemukan bengkak dan nyeri sampai siku.
Bullae (+), hiperpigmentasi (+), nyeri tekan (+).

Pada tanggal 14 Mei 2011, dilakukan pemeriksaan laboratorium hematologi
rutin di UGD RSUD Subang. Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium di Emergensi Umum RSUD Subang Tanggal 14
Mei 2011 (Jam Tidak Diketahui)
Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Lekosit
Hematokrit
Trombosit

RBC
MCV
MCH
MCHC

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

Interpretasi

12,5
*12.800
35
*15.000
4,33
-


12-16
4.000-10.000
35-50
150.000-450.000
3,5-6,0
-

g/dL
/mm3
%
/mm3
juta/µL
fL
pg
%

N

N

N
-

Pada tanggal 15 Mei 2011 jam 04.00, dilakukan pemeriksaan laboratorium
hematologi rutin, kimia, dan koagulasi di UGD RS Hasan Sadikin. Hasil pemeriksaan
laboratorium dapat dilihat pada tabel 3.

490

Journal of Medicine and Health
Vol.1 No. 5 February 2017

Snake Bite with Disseminated..

Case Report

Tabel 3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Di UGD RS Hasan Sadikin
Tanggal 15 Mei 2011 (Jam 04.00)
Pemeriksaan
Masa Protrombin
INR
APTT
Fibrinogen
D-Dimer Kuantitatif
Hematologi:
Hemoglobin
Hematokrit
Lekosit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Kimia
AST (SGOT)
ALT (SGPT)
Ureum
Kreatinin
Glukosa darah
sewaktu
Natrium
Kalium
Klorida

Hasil
12,9
1,09
25,5
*59,9
*1,8

Nilai Rujukan
9,8-13,8
0,83-1,17
15,9-35,9
200-300