PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK MENINGKATKAN KESIAPAN DIRI MAHASISWA DALAM MENGHADAPI PERNIKAHAN DAN HIDUP BERKELUARGA : Penelitian Tindakan dengan Strategi Bimbingan kelompok Terhadap mahasiswa di Universitas Islam Sunan Gunung Djati Bandung.
DAFTAR ISI
DEWAN PEMBIMBING ………...
ABSTRAK ……….………...
PERNYATAAN ………...
KATA PENGANTAR ……….
UCAPAN TERIMAKASIH ………...
DAFTAR ISI ………
DAFTAR TABEL ………...
DAFTAR GRAFIK ……….
BAB 1 PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ………
B.
Batasan dan rumusan masalah ………
1.
Batasan Masalah ……….
2.
Rumusan Masalah ………...
C.
Tujuan Penelitian ……….
D.
Asumsi Penelitian ……….
E.
Manfaat Penelitian ………
F.
Pendekatan dan Metode Penelitian………...
G.
Populasi Subjek Penelitian………
H.
Teknik Pengumpulan data………
I.
Instrumen Pengumpul data ………
J.
SistematikaPenulisan ………
BAB II. PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK
MENINGKATKAN KESIAPAN DIRI MAHASISWA DALAM
MENGHADAPI PERNIKAHAN DAN HIDUP BERKELUARGA
A.
Mahasiswa sebagai individu fase usia dewasa awal ………
B.
Definisi dan Tugas Perkembangan Perkembangan Usia Dewasa awal
C.
Pernikahan ………....
D.
Hidup Berkeluarga ………
E.
Membangun Keluarga Sakinah ……….
F.
Bimbingan Kelompok ………..
1.
Konsep Bimbingan Kelompok ………
2.
Bentuk Bimbingan Kelompok ……….
3.
Tahapan Perkembangan Bimbingan Kelompok ………..
G.
Rancangan Program Bimbingan dan konseling untuk meningkatkan
Kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan danhidup
berkeluarga …...
i
ii
iii
v
vii
x
xi
1
13
13
13
13
14
15
16
16
16
17
17
18
28
52
60
61
61
64
66
52
73
(2)
1.
Perencanaan Program ………
2.
Rumusan Program berdasarkan Hasil Asesmen ………...
3.
Rumusan Tujuan Bimbingan Konseling ………..
4.
Komponen Program dan Strategi pengembangan ……….
a.
Kurikulum Bimbingan ………..
b.
Bimbingan Individual………
c.
Evaluasi dan Akuntabilitas ………..
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Pendekatan dan Metodologi Penelitian ………...
1.
Rencana (planning) ………...
2.
Tindakan (action) ………...
3.
Pengamatan (observation) ………
4.
Refleksi (reflection) ………...
B.
Definisi Operasional ………..
1.
Mahasiswa dengan Fase Dewasa Awal………
2.
Tugas Perkembangan Fase Dewasa Awal ….……….
3.
Kesadaran diri untuk menikah dan berkeluarga ………...
4.
Faktor-faktor Kesiapan diri mahasiswa menghadapi hidup
berkeluarga ………..
C.
Lokasi dan Subjek Penelitian ……….………..
D.
Prosedur Penelitian ………
1.
Observasi Awal ……….
2.
Tahap Refleksi ………...
3.
Tahap Penyusunan Rencana tindakan ……….
4.
Tahap Pelaksanaan Tindakan ………..
5.
Tahap Pelaksanaan Evaluasi ………
E.
Pengumpulan Data ……….
1.
Jenis data ………...
2.
Teknik pengambilan data ……….
3.
Instrument pengumpulan data ………...
4.
Kisi-kisi instrumen ………
5.
Teknik Analisis Data ………
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Hasil Penelitian ……….
1.
Gambaran kesiapan diri mahasiswa untuk menikah ditingkat
UIN……….
2.
Gambaran kesiapan diri mahasiswa untuk menikah dan hidup
berkeluarga kelas uji coba ………...
73
73
74
74
74
74
75
77
79
79
79
80
83
83
84
85
88
89
89
90
90
90
90
91
91
91
92
92
93
94
96
98
96
(3)
Meningkatkan kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan
dan hidup berkeluarga pada kelas Uji Coba ………
4.
Uji Efektifitas Program Bimbingan dan Konseling untuk Meningkatkan
kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup
berkeluarga ………...
5.
Program Bimbingan dan Konseling Untuk Meningkatkan Diri
Mahasiswa Dalam Menghadapi Pernikahan dan Hidup Berkeluarga…
B.
Pembahasan penelitian ………..
1.
Teori dan hasil penelitian yang relevan dengan program bimbingan dan
konseling untuk meningkatkan kesiapan diri mahasiswa dalam
menghadapi Pernikahan dan Hidup Berkeluarga ………..
2.
Hasil Temuan Dilapangan Mengenai Program Bimbingan dan
Konseling Untuk Meningkatkan Diri Mahasiswa Dalam Menghadapi
Pernikahan dan Hidup Berkeluarga ……….
3.
Efektifitas program bimbingan dan konseling untuk meningkatkan
kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup
berkeluarga……….
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
a.
Kesimpulan ………..
b.
Rekomondasi ………
DAFTAR PUSTAKA ………...
LAMPIRAN-LAMPIRAN ……….
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………...
101
103
105
123
123
127
129
134
136
134
139
(4)
DAFTAR TABEL
TABEL
4.1
TABEL
4.2
TABEL
4.3
TABEL
4.4
TABEL
4.5
Gambaran Kesiapan Diri Untuk Menikah dan Hidup
Berkeluarga pada Mahasiswa UIN SGD Bandung ……..
Gambaran Aspek Kesiapan Diri untuk Menikah dan Hidup
Berkeluarga pada Mahasiswa UIN SGD Bandung
Gambaran Indikator Kesiapan diri Untuk Menikah dan
Hidup Berkeluarga ……….
Gambaran Hidup Berkeluarga pada Mahasiswa UIN
SGDBandung………
Gambaran Indikator Kesiapan Menikah Mahasiswa Kelas
Uji Coba ………...
Uji T Efektifitas Program program bimbingan dan
konseling untuk meningkatkan kesiapan diri mahasiswa
dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga.
96
97
99
100
(5)
DAFTAR GRAFIK
GRAFIK 4.1
GRAFIK 4.2
GRAFIK 4.3
GRAFIK 4.4
GRAFIK 4.5
Grafik Kesiapan Menikah Mahasiswa UIN Sunan
Gunung Djati Bandung ………
Grafik Kesiapan Menikah dan Berkeluarga
Mahasiswa UIN Bandung ………
Grafik Gambaran Aspek Kesiapan Diri untuk
Menikah dan Hidup Berkeluarga pada Mahasiswa
UIN SGD Bandung
Grafik Kesiapan Menikah Mahasiswa UIN pada
Kelas Uji coba
Grafik Indikator Kesiapan diri Untuk Menikah
dan Hidup Berkeluarga pada Mahasiswa Kelas
Uji Coba ……….
96
98
99
101
(6)
(7)
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perguruan tinggi merupakan tingkat pendidikan tinggi dengan tuntutan yang
sangat berbeda dari jenjang pendidikan sebelumnya. Pencapaian pendidikan pada
jenjang ini, mahasiswa diharapkan menunjukkan kemampuan dan wawasan yang
lebih luas serta berpeluang untuk memasuki dunia kerja dan hidup bermasyarakat
sekaligus memiliki kesiapan untuk mikah dan hidup berkeluarga.
Mahasiswa adalah individu yang sedang mengalami proses berkembang atau
menjadi (becoming), yaitu berkembang kearah kematangan, kedewasaan atau
kemandirian yang terkait dengan pemaknaan dirinya sebagai makhluk yang
berdimensi bio-psikososiospiritual.
Dalam proses perkembangan individu, mahasiswa telah memasuki fase
dewasa awal, yaitu fase yang tidak hanya menuntut untuk sekedar lebih
meningkatkan kualitas pengetahuan saja, tetapi keterampilan dan kualitas pribadi
sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health hood
(18-25tahun) merupakan masa penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru
dan harapan- harapan sosial yang baru sebagai orang dewasa. Disisi lain orang
dewasa awal perlu mempersiapkan diri sebagai dalam menghadapi tangtangan dan
kesulitan dalam penyesuaian diri secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap
peran baru yang dimilikinya, baik suami, istri, pekerjaan,dan lingkungan berkeluarga.
Fase usia dewasa awal menunjukkan perilaku dan pribadi untuk mengeksplorasi
berbagai gaya hidup dan nilai-nilai, mulai tertantang secara intelektual, dan
(8)
menikmati kemandirian. Dengan kata lain, masa dewasa awal merupakan masa
penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial yang
baru sebagai orang dewasa. Konsekuensinya, orang yang memasuki fase dewasa awal
perlu mempersiapkan diri dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan dalam
melakukan penyesuaian diri secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap peran
baru yang dimiliki, baik sebagai suami, istri, pekerja maupun anggota masyarakat.
Masa dewasa awal dikatakan pula sebagai masa muda. Istilah ini seperti ditulis
oleh seorang sosiolog, Kenniston (Santrock dalam Chusaini, 1995 : 73) bahwa masa
muda merupakan periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang
merupakan masa perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi yang sementara.
Selanjutnya dia berpendapat bahwa, kawin muda tidak menetapkan
pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya suatu saat akan menentukan masa dewasanya.
Pertanyaan tentang hubungan seseorang dengan masyarakatnya, tentang pekerjaan
dan peran sosial dan gaya hidup, serta membangun pribadi yang mandiri. Selanjutnya
Kenniston mengemukakan dua kriteria penting untuk menunjukkan permulaan dari
masa dewasa awal, yaitu kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat
keputusan. Keputusan yang dimaksud adalah keputusan yang terkait dengan
penyelesaian studi, pilihan pekerjaan tentunya pula tidak terlepas dari keputusan
dalam menghadapi kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga.
Jika menyoroti isu pernikahan yang berkembang pada masa remaja akhir dan
dewasa awal, teutama bagi mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan
diperguruan tinggi, terkadang mereka dihadapkan pada pemikran dan perasaan yang
berkecamuk antara berbagai alternatif yang muncul, seperti : (1) mengambil
(9)
keputusan untuk menikah atau menunda pernikahan, bahkan tersirat atau berpikir
sementara untuk tidak menikah. (2) merencanakan waktu yang tepat untuk untuk
menikah (3) menetapkan tipe atau kriteria pasangan yang diharapkan; (5) belajar
memahami peran sebagai suami istri,(6) memahami keuntungan dan kerugian antatara
hidup sendiri atau menikah; (7) mengenal dan memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam mempersiapkan pernikahan ddan hidup berkeluarga. dan (8)
melakukan upaya yang dapat mengantisipasi terjadinya ketidak puasan dalam
membuat keputusan untuk sebuah pernikahan. (Marciatal dalam Kenedi ;2005: 2-3)
Melalui studi pendahuluan terhadap 222 mahasiswa Universitas Islam Negeri
Sunan Gunung Djati Bandung yang kuliah di semeseter tujuh tahun akademik
2007/2008 berasal dari jurusan Teknik Komputer Fakultas Sains Teknologi. Jurusan
Psikologi Umum fakultas Psikologi, jurusan Jurnalistik Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, jurusan Bimbimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, jurusan Sastra Inggris, Fakultas Adab, jurusan Tasawuf dan Psikoterapi
Fakultas Usuludin, dan jurusan Jinayah Siasah Fakultas Syariah. Menunjukkan data
sebagai berikut :
Hasil studi pendahuluan terhadap 222 mahasiswa UIN diatas, diperoleh data
222 mahasiswa dengan kesiapan menikah lebih banhyak dengan persentase 52.3%
disbanding dengan mahasiswa yang tidak siap untuk menikah dan hidup berkeluarga
dengan persentase 47.7%. Data tersebut menunjukkan bahwa beberapa aspek yang
terkait dengan masalah pernikahan, mulai dirasakan menjadi sebuah tuntutan,
harapan, sekaligus kegelisahan yang secara simultan dengan penyelesaian studi
(10)
(kuliah), serta mulai bekerja dan ingin hidup mandiri menjadi tugas perkembangan
yang ingin diselesaikan.
Gambaran kecenderungan masalah, khususnya yang dihadapi saat ini,
persentase tertinggi berada pada masalah psikis antara penyelesaian kuliah dengan
keinginan untuk mulai bekerja, namun menyisakan konflik dengan keinginan
menikah yang mulai di rasakan oleh mahasiswa. Sebagian kecil merasa didesak oleh
orang tua untuk segera menikah, walaupun masih gelisah karena belum memiliki
pasangan hidup dan masih belum menetapkan kriteria yang sesuaidengan harapan.
Kebingungan ini nampak lebih besar, jika dibandingkan dengan persiapan menyusun
skripsi yang dipandang tidak terlalu membingungkan.
Kondisi lain yang sedang dihadapi oleh mahasiswa memasuki fase dewasa awal
adalah dampak terhadap penyelesaian studi, karena pada umumnya mahasiswa
merasa jenuh dan bosan, sehingga kurang konsentrasi dalam menyelesaikan tugas
kuliah dan sering gelisah. Upaya mahasiswa untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya adalah cenderung banyak beribadah dan berdoa, berkumpul dengan
teman-teman, dan mengungkapkan perasaan pada orang tua.
Layanan Bimbingan dan konseling, khususnya bidang pranikah bagi
mahasiswa, cenderung merupakan kebutuhan yang mulai muncul dan diharapkan,
walaupun masih menunjukkan persentase yang rendah jika dibandingkan dengan
kebutuhan membuat perencanaan diri yang efektif dalam menghafapi penyusunan
tugas akhir (skripsi), penyelesaian konflik pada diri sendiri, maupun keluarga, serta
kebutuhan dalam pengembangan motif dan minat terhadap perencanaan karir.
(11)
Hasil penelitian yang berkaitan dengan mahasiswa, tidak jarang mengungkap
data yang miris, bertolak belakang dengan status yang disandangnya sebagai
mahasiswa. Kordinator kesehatan reproduksi jaringan Epidemologi Nasional, Surjadi
(Agustiar 2007) mengatakan bahwa 15 % dari 2.224 mahasiswa di 15 Universitas
Negeri dan Swasta telah biasa melakukan hubungan seks diluar nikah, sedangkan satu
hingga dua persen melakukan aborsi.
Berakitan hasil penelitian diatas, maka jika disesuaikan penulusuran
perkembangan dewasa awal yang dihadapi oleh mahasiswa, maka penulusuran teori
tersebut meliputi :
Secara lebih lengkap, berikut dikemukakan aspek-aspek perkembangan yang
sedang dihadapi fase dewasa awal (Santrock, 1995 : 91 - 100).
1.
Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik pada fase usia dewasa awal menunjukkan bahwa pada satu
sisi merupakan puncaknya, tetapi pada sisi lain adalah kecenderungan penurunan.
sehingga fase usia dewasa awal dikatakan sebagai puncak dan penurunan
perkembangan individu secara fisik. Salah satu contoh dalam sistem indera,
menunjukkan sedikit perubahan, seperti lensa mata kehilangan relastisitanya dan
menjadi kurang mampu mengubah bentuk dan fokus pada benda-benda yang berjarak
dekat. Pendengaran cenderung masih relatif konstan, dan mulai mengalami
penurunan pada akhir fase usia dewasa awal. Pada pertengahan sampai menjelang
akhir fase usia ini, jaringan lemak tubuh bertambah, kondisi kesehatan dapat
ditingkatkan dengan cara mengurangi gaya hidup yang merusak kesehatan, seperti
makan terialu banyak, nutrisi yang baik dan rutinitas dalarn berolah raga
(12)
2.
Perkembangan Seksualitas
Membahas tentang perkembangan seksualitas adalah berbicara tentang sikap
dan perilaku seksual pada individu manusia sebagai kodrat dan dampak dari
perubahan-perubahan hormon yang terjadi. Berikut dikemukakan beberapa kajian
tentang perkembangan seksualitas pada fase usia dewasa awal. Ulasan tentang sikap
dan perilaku seksual dalam uraian ini dikemukakan dalam dua tinjauan yaitu tinjauan
heteroseksual dan homoseksual.
a.
Sikap dan Perilaku Seksual secara Heteroseksual.
Dalam disertasi Dr. Nani. M Sugandi (2010) dijelaskan bahwa, berdasarkan
tinjauan secara longitudinal, dari tahun 1900-1980-an, sikap dan perilaku- -seksual
menunjukkan dua kecenderungan penting (Darling et al., 1984). Pertama, persentase
dari kaum muda yang melakukan hubungan seksual meningkat tajam; dan kedua,
proporsi perempuan yang dilaporkan dalam berhubungan seksual meningkat lebih
cepat dari kasus laki-laki, meskipun laki-laki lebih sering berhubungan seksual.
Sebelum tahun 1970-an, kurang lebih dua kali lipat jumlah mahasiswa dibandingkan
mahasiswi menyatakan pernah melakukan hubungan seksual, tetapi sejak tahun 1970
jumlah laki-laki dan perempuan menjadi seimbang. Perubahan ini menunjukkan telah
terjadinya pergeseran besar dalam standar yang mengatur perilaku seksual, yaitu
perubahan terhadap standar ganda yang menyatakan bahwa lebih tepat bagi laki-laki
daripada perempuan untuk melakukan hubungan seksual (Robinson,et al, 1991).
Aspek lain dari sikap dan perilaku heteroseksual yang penting untuk
dipertimbangkan adalah standar ganda dan hakekat seks di luar nikah. Meskipun
akhir-akhir ini terjadi situasi perempuan melakukan seks sebelum pernikahan, hal
(13)
tersebut merupakan sisa-sisa dari standar ganda masih ada (Erickson & Rapkin,1991;
Sprecher & McKinney, 1993; Wilkinson & Kitzinger, 1993).
Standar ganda juga terjadi dalam hubungan di luar pernikahan, meskipun tidak
seluas dalam tahun-tahun sebelumnya. Dalam penelitian Kinsey, sekitar separuh dari
suarni dan seperempat dari isteri, melakukan hubungan seksual dengan orang lain
yang bukan pasangannya. Dilanjutkan oleh Hunt melalui observasinya pada tahun
1970-an, garnbaran dari temuan di atas masih sama untuk laki-laki, tetapi telah
mengalami peningkatan pada perempuan, terutama pada perempuan yang labih muda.
24% isteri di bawah umur 25 tahun telah melakukan hubungan di luar pernikahan,
dan hanya 8% yang melakukannya di tahun 1940-an. Mayoritas laki-laki dan
perempuan masih menunjukkan tidak menyetujui seks di luar pernikahan, dan lebih
dari 80% menyatakan perbuatan seperti itu adalah salah.
b.
Peta dan Perilaku Seks secara Homoseksual
Sebagian besar individu berpikir bahwa heteroseksual dan homoseksual
merupakan dua pola perilaku berbeda yang mudah didefinisikan. Kenyataannya,
kecenderungan memilih pasangan seksual dari jenis kelamin yang sama atau
berlawanan, tidak selalu merupakan sebuah keputusan yang tetap, dibuat sekali dalam
seumur hidup, dan dipegang selamanya. Sebagai contoh, merupakan hal yang lazim
bagi individu, khususnya laki-laki, untuk melakukan pengalaman homoseksual pada
masa remaja tetapi tidak pada saat dewasa. Beberapa orang terlibat dalam perilaku
heteroseksual selama masa remaja, kemudian berubah ke perilaku homoseksual pada
saat dewasa.
(14)
Baik penelitian yang terdahulu (Kinsey) maupun yang baru-baru ini (Hunt),
menunjukkan bahwa 4% dari laki-laki dan 3% dari perempuan yang disurvei adalah
homoseksual. Meskipun tingkat perilaku homoseksual tidak meningkat, sikap
terhadap perilaku homoseksual menjadi lebih pennisif, paling tidak hingga saat ini.
Sebagai contoh, di tahun 1985 lebih dari 40% dari seluruh orang Amerika percaya
bahwa "hubungan homoseksual antara orang dewasa yang saling menyukai
seharusnya dianggap legal". Namun gambaran pada tahun 1986, hal itu menurun
hingga 30% (Gallup Report, 1987). Individu-individu yang bersikap negatif terhadap
homoseksual, tampaknya juga cenderung bersikap ketat untuk mengendalikan AIDS,
termasuk mengeluarkan penderita AIDS dari tempat sekolah atau pekerjaan ( Pryor et
al, 1989).
3.
Perkembangan Kognitif
Para ahli perkembangan mengemukakan bahwa pada saat memasuki fase usia
dewasa, kecenderungan individu mulai mampu mengatur pemikirannya, secara
operasional formal, merencanakan dan membuat hipotesis tentang berbagai masalah
menjadi lebih sistematis, terintegrasi, menghasilkan pembatasan-pembatasan
pragmatis yang memerlukan strategi penyesuaian diri, serta mengandalkan analisis
logis dalam memecahkan masalah.
Dalam hal ini, Perry (1970) mengemukakan bahwa perubahan-perubahan
penting tentang cara berpikir seseorang memasuki fase usia dewasa awal, mulai
matang dan menyadari perbedaan pendapat dan berbagai perspektif yang dipegang
orang lain. Mereka mulai memperluas wilayah pemikiran individualistik dan mulai
percaya, bahwa pada setiap orang memiliki pandangan pribadi masing-masing.
(15)
Gagasan Perry ini, secara luas digunakan oleh para pendidik dan konselor, baik dalam
seting akademis, maupun menyentuh seluruh aspek kehidupan individu. Meskipun
gagasan Perry ini cenderung berorientasi pada individu yang pendidikannya baik dan
cemerlang.
Sudut pandang lain tentang perkembangan kognitif pada fase usia dewasa
awal, dikemukakan oleh Schaie (1977) bahwa tahap-tahap kognitif Piaget
menggambarkan peningkatan efisiensi dalam perolehan informasi yang baru. Sebagai
contoh, pada masa dewasa awal terdapat perubahan dari mencari pengetahuan menuju
menerapkan pengetahuan, menerapkan apa yang sudah diketahui, khususnya dalam
hal penentuan karir dan mempersiapkan diri untuk menghadapi pernikahan dan hidup
berkeluarga.
4.
Perkembangan Karir
Mencari nafkah, memilih pekerjaan, membangun dan berkembang dalam
sebuah karir, merupakan tema-tema awal yang sangat penting pada fase usia dewasa
awal, yang selanjutnya berkembang secara terintegrasi dan terorganisasi dengan
kebutuhan-kebutuhan lainnya. Salah satu di antara kebutuhan yang dimaksud adalah
menghadapi kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga. Berikut pembahasan
tentang pekerjaan dan pemikahan di fase usia dewasa awal.
Siklus pekerjaan memiliki empat fase utama, yaitu : seleksi dan masuk kerja,
penyesuaian diri, pemeliharaan dan pensiun. Fase-fase tersebut telah dapat
diidentifikasikan dalam karir yang bergerak maju dan teratur serta memerlukan
beberapa bentuk penyesuaian diri kembali. Pada dua fase pertama yang terjadi pada
usia dewasa awal yaitu: seleksi dan masuk kerja, serta penyesuaian diri.
(16)
Memasuki sebuah pekerjaan menandakan dimulainya peran dan tanggung
jawab baru bagi individu. Peran karir berbeda dengan peran yang mungkin dimiliki
individu sebagai seorang pekerjaan sementara (part time) pada saat remaja. Tuntutan
peran karir terhadap kompetensi menunjukkan sangat tinggi pada fase usia dewasa
awal. Ketika individu memasuki dunia pekerjaan untuk pertama kalinya,
kecenderungan dihadapkan kepada masalah dan kondisi yang tidak mereka antisipasi
sebelumnya. Transisi diperlukan ketika individu mencoba untuk menyesuaian diri
dengan peran yang baru. Memenuhi tuntutan karir dan penyesuaian diri dengan peran
yang baru adalah penting bagi individu pada fase ini (Heise, 1991; Smither, 1988).
Penyesuaian diri (adjustment) adalah istilah kunci pada bagian kedua untuk
menghadapi gambaran kerja dalam hidup pada fase usia dewasa awal. Periode ini
disebut oleh Levinson (1978) sebagai "Transisi Usia 30 Tahun" (pada laki-laki).
Menurut Levinson, sekali individu memasuki satu pekerjaan, ia harus membangun
identitas pekerjaan yang berbeda dan menempatkan dirinya dalm dunia kerja yang
ditekuninya. Sejalan dengan hal itu, ia mungkin gagal, keluar, atau memulai jalan
baru. la mungkin tetap bertahan pada satu jalur atau mencoba beberapa arah baru
sebelum menetap secara mantap pada satu hal (satu jenis pekerjaan). Fase
penyesuaian diri ini berlangsung selama beberapa tahun. Sedangkan pada perempuan,
perubahan peran secara gender ini menunjukkan situasi dan kondisi telah sangat
berubah.
Pengaruh dari berbagai perubahan ini, menciptakan tuntutan tugas bagi laki-laki
dan perempuan yang sangat berbeda. Laki-laki tidak lagi memperoleh penghormatan
yang menguntungkan dari kekuatan fisik yang superior, sedangkan perempuan tidak
(17)
lagi terbatas hanya pada melahirkan dan merawat anak-anak serta melakukan
tugas-tugas rumah tangga.
5.
Perkembangan Sosio-Emosional
Dalam aspek perkembangan ini, diawali oleh fase usia remaja yang dikatakan
sebagai fase puncaknya emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang sangat tinggi.
Sehingga dalam mencapai kematangan emosional pada remaja merupakan tugas
perkembangan yang sangat sulit, karena proses pencapaiannya dipengaruhi oleh
kondisi sosio-emosional lingkungannya. Namun demikian, pemahaman dalam
menjalin hubungan sosial, sudah menunjukkan kecenderungan yang lebih akrab, baik
melalui jalinan persahabatan maupun percintaan.
Ketika seorang remaja melangkah dan memasuki fase berikut, yaitu fase usia
dewasa awal, maka kondisi perkembangan sosio-emosional sebelumnya akan
cenderung sangat terkait dan mempengaruhinya. Dalam menjalin hubungan sosial
dengan lingkungannya, pada fase usia dewasa awal tidak hanya sekedar mampu
menunjukkan jalinan persahabatan atau percintaan, namun lebih mengarah kepada
hubungan sosio-emosional yang terikat oleh komitmen dengan menunjukkan
hubungan dan niat untuk mempertahankan dalam mempersipkan diri menuju
kehidupan bersarna melalui pemikahan dan hidup berkeluarga.
Berdasarkan tugas perkembangan dewasa awal, maka untuk meningkatkan
kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga, maka layanan dasar bimbingan
yang diberikan merupakan layanan bimbingan yang bersifat umum untuk
memperoleh
perkembangan
yang
optimal,
dalam
mencapai
tugas-tugas
(18)
fokus layanan materi ; a) memilih calon pasangan hidup (meliputi aspek kessiapan
diri secara fisik maupun psikis,sosiokultural, pendidikan atau keilmuan, financial, dan
agama. b). belajar hidup dengan pasangan nikah (meliputi aspek-aspek kesiapan diri
untuk memahami hak suami dan isteri), (c ) aspek-aspek kesiapan diri dalam hidup
berkeluarga, (d) kesiapan diri untuk merawat dan mendidik anak ( meliputi aspek
kesiapan mendidik anak, kesiapan membesarkan anak, dan kesiapan membiayai
anak).
Tahap berikutnya sebagai pasangan baru yang telah terikat dengan pernikahan,
adalah memasuki fase menjadi orang tua dalam kehidupan berkeluarga. Dengan kata
lain, menjadi keluarga sebagai orang tua dan memiliki anak (becoming parents and
family with children) adalah fase ketiga dalam siklus kehidupan keluarga. Memasuki
fase ini menuntut orang dewasa untuk maju satu generasi dan menjadi pemberi kasih
sayang untuk generasi yang lebih muda. Untuk dapat melalui fase yang panjang ini,
dalam perjalanannya menuntut komitmen waktu sebagai peran orang dewasa menuju
peran sebagai orang tua, serta peran dalam memahami dan menyesuaikan diri sebagai
orang tua yang kompeten dan sumber teladan bagi anak.
Ditinjau dari teori tugas perkembangan usia mahasiswa semester enam, serta
kajian teori mengenai bimbingan konseling pranikahan, dan teori kajian hidup
berkeluarga, maka peneliti membutuhkan tindakan praktis dan efektif dalam
menyampaikan teori penelitian ini, yaitu dengan menggunakan strategi bimbingan
kelompok dengan rumusan masalah sebagai berikut :
(19)
B.
Batasan dan Rumusan masalah
1.
Batasan Masalah
Batasan masalah mengenai kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi
pernikahan dan hidup berkeluarga, meliputi pembahasan (a) Kesiapan diri
mahasiswa untuk menikah dan hidup berkeluarga berdasarkan tugas
perkembangan dewasa awal. (b) Pembahasan pernikahan (c). Pembahasan
Hidup berkeluarga.
2.
Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan batasan masalah, analisis kebutuhan
mahasiswa dalam mempersiapkan diri untuk perknikahan dan hidup berkeluarga
diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1.
Bagaimana gambaran umum kesiapan diri mahasiswa untuk menikah dan
hidup berkeluarga?
2.
Apakah program bimbingan dan konseling secara hipotetik efektif untuk
meningkatkan kesiapan diri mahasiswa untuk menikah dan hidup
berkeluarga ?
3.
Bagaimana efektivitas program bimbingan dan konseling dengan strategi
bimbingan kelompok untuk meningkatkan kesiapan diri mahasiswa dalam
menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan program bimbingan dan konseling ini adalah untuk
membantu mahasiswa mempersiapkan diri menghadapi pernikahan dan berkeluarga.
(20)
Secara khusus tujuan program bimbingan dan konseling perkembangan ini adalah
sebagai berikut:
1.
Memberikan
gambaran
secara
umum
kepada
mahasiswa
dalam
mempersiapkan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga.
2.
Program bimbingan dan konseling secara hipotetik efektif untuk
meningkatkan kesiapan diri mahasiswa
untuk
menikah
dan
hidup
berkeluarga.
3.
Efektifitas program bimbingan dan konseling menggunakan strategi
bimbingan kelompok, dalam mengintervensi kepada mahasiswa untuk
menikah dan hidup berkeluarga.
D.
Asumsi Penelitian
Penelitian ini didasarkan pada asumsi sebagai berikut :
1.
Dalam penelitian disartasi Nani. M Sugandi (2010) Mahasiswa pada
umumnya berada pada rentang usia 18-25 tahun. Rentangan usia ini berada
pada fase perkembangan remaja akhir (18-20 tahun), dan dewasa awal
(21-25 tahun). Pada fase perkembangan remaja akhir dan dewasa awal ini,
terdapat tugas-tugas perkembangan yang sedang dijalaninya. Salah satu
tugas perkembangan adalah berkenaan dengan pernikahan dan hidup
berkeluarga. Remaja akhir memiliki tugas perkembangan Preparing for
Marriage and family life, sedangkan pada dewasa awal memiliki tugas
pekembangan selecting a mate, learning o life with a marriage partner,
starting
a
family,
rearing
children,
and
managing
a
home
(21)
(aturan agama), menyelamatkan manusia dari praktek perzinahan,
perselingkuhan, serta pergaulan bebas. Asumsi ini merujuk kepada sabda
Rosulullah Saw :
“Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kamu mampu menafkahi
(ba’at) maka hendaklah kamu menikah. Karena menikah itu menjaga
pandangan mata, menjaga kesucian kemaluan, dan barang siapa yang
belum mampu menafkahi maka hendaklah berpuasa. Karena sesungguhnya
puasa akan menjadi obat bagimu, (menghindari nafsu syahwat)”(HR.
Muttafaqun Alaihi) dikutip dari kitab bulughul marom min Addillatik
Ahkam terjemahan dari Alhafiz Ibnu Hajar Al-Asqalan i( 773-825 ) .
2.
Bimbingan
kelompok
merupakan
strategi
pelaksanaan
dalam
mengimplementasikan teori bimbingan dan konseling kepada mahasiswa,
untuk meningkatkan kesiapan diri dalam menghadapi pernikahan dan
hidup berkeluarga, melalui simulasi dan permainan, secara bertahap.
E.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1.
Pengembangan khasanah ilmu pengetahuan, terutama ilmu-ilmu
yang berkaitan dengan psikologi serta bimbingan konseling.
2.
Memberikan sumbangan inspirasi positif bagi pengembangan teori
maupun praktik dalam konseling.
3.
Secara praktis hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai rujukan bagi
pengembangan operasional bimbingan pranikah lembaga atau intitusi.
(22)
F.
Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah mix method, yaitu pendekatan
penelitian kualitatif dan kuantitatif, pendekatan kualitatif, karena penelitian ini
mendeskripsikan atau menjelaskan kondisi objektif dari peristiwa dan kejadian masa
sekarang, kuantitatif, karena hasil penelitiannya menggunakan perhitungan statistik
untuk menentukan hasil terakhir.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Action Research. Yang
memiliki empat tahap pada setiap tahap siklusnya. Yaitu : (1) perencanaan, (2)
Pelaksanaan tindakan, (3) melakukan observasi, dan (4) melakukan refleksi, dalam
spiral kemmis dan Teggart yang terdiri dari tiga fase, yaitu perencanaan,
implementasi, dan refleksi.
G.
Populasi Subjek Penelitian
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Universutas Islam Sunan Gunung
Djati Bandung, dengan sampel mahasiswa jurusan (dan Penyuluhan Islam) semester
tujuh. Bimbingan
Subjek Penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa subjek yang dipilih
dianggap mampu memberikan informasi seluas mungkin mengenai fenomena yang
terjadi sesuai dengan fokus penelitian. Pernyataan tersebut menjadi pertimbangan
peneliti dalam menentukan sumber informasi dalam penelitian ini.
H.
Teknik Pengumpulan data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif.
Kualitatif karena data yang diperoleh yang terdiri dari : catatan observasi langsung,
(observasi partisipan), wawancara, dan perekaman yang dilakukan terhadap subjek
(23)
wawancara, pencatatan data. Sedangkan data kuantitatif meliputi data hasil
perhitungan angket menggunakan hitungan statistik.
I.
Instrumen Pengumpul data
Instrumen dalam penelitian kualitatif ini adalah peneliti sendiri sebagai
pengamat penuh dan berperan serta dalam penelitian secara penuh, yaitu kesatuan
peran dari perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir data, hingga
akhirnya sebagai pelapor dalam penelitian.
J.
Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini dilaporkan dalam bentuk tesis. Tesis yang dimaksud
disusun atas lima bab. Bab satu membahas pendahuluan yang meliputi latar
belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sekilas mengenai metode penelitian. Bab dua merupakan kajian
teoritik yang meliputi kajian bimbingan konseling untuk mempersiapkan diri
mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga, Bab tiga
membahas metode dan pelaksanaan penelitian lapangan, menentukan subjek
penelitian, melakukan analisis data, serta pengklasifikasian data primer dan skunder
dan selanjutnya disimpulkan pada Bab empat dalam bentuk uraian bahasan hasil
penelitian dan laporan gambaran program bimbingan dan koseling untuk mahasiswa
dalam mempersiapkan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga. Diakhir Bab
penyusunan tesis ini adalah kesimpulan dan rekomondasi yang termuat dalam Bab
lima. Berikut alur pikir penelitian Program bimbingan dan konseling mahasiswa
dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga, di Universitas Islam Negeri
Sunan Gunung Djati Bandung.
(24)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif dan kualitatif, pendekatan kuantitatif karena dalam penelitian ini dilakukan
pencatatan data dan pengolahan hasil penelitian secara nyata dalam bentuk angka-angka,
sehingga memudahkan analisis dan penafsiran dengan hitingan statistik. Sedangkan
penelitian kualitatif digunakan untuk memperoleh data kualitatif dari hasil wawancara
dan observasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan
(Action Research).
Penggunaan metode penelitian tindakan dalam penelitian ini, dilakukan atas
pertimbangan sebagai berikut; Seperti yang dikutip dalam Asrori ; 2008, Stephen Kemmis
dan Mc Taggart (1998). Pengertian penelitian tindakan dideferensiasi dari istilah-istilah
sebagai berkut :
Kemmis (1992): Action research as a form of self-reflective inquiry undertaken by
participants in a social (Including educational)situation in order to improve the
rationality and justice of a their social or educational practices, (b0 their understanding
of these practices are carried out
Berdasarkan penjelasan Kemmis dan McNeiff tersebut, dapat di cermati pengertian
Action research secara lebih rinci dan lengkap di definisikan sebagai suatu bentuk kajian
yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan. Tindakan tersebut dilakukan untuk
meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan
(25)
tugas sehari-hari, memperdalam tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi
dimana praktek pembelajaran dilakukan.untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, action
research dilaksanakan dalam proses berdaur (cyclical) dengan mengembangkan bagan
spiral Action research yang meliputi: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) Observasi atau
pengamatan, dan (4) refleksi.
Metode penelitian tindakan atau action research diartikan sebagai penelitian yang
berorientasi pada penerapan tindakan dengan tujuan peningkatan mutu atau pemecahan
masalah pada sekelompok subjek yang diteliti dan diamati tingkat keberhasilan attau
tindakannya, untuk kemudian diberikan tindakan lanjutan yang bersifat penyempurnaan
atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik.
karakteristik action research yang sekaligus dapat membedakannya dengan penelitian
formal adalah sebagai berikut:
1.
Merupakan prosedur penelitian dikelas yang dirancang untuk menanggulangi
masalah yang nyata dan alami.
2.
Terarah pada satu kebaikan
3.
Bersifat luwes dan mudah di adaptasi
4.
Banyak mengandalkan data yang diperoleh langsung atas refleksi peneliti sendiri.
5.
Sedikitnya ada kesamaan dengan penelitian eksperimen, dalam hal percobaan
tindakan yang segera dilakukan dan di telaah kembali efektifitasnya.
6.
Bersifat situasional dan bersifat spesifik
(26)
1.
Rencana (planning)
Rencana adalah kegiatan yang akan dilakukan peneliti dan pihak yang terlibat
dalam penelitian, merancang, mempersiapkan, dan mendiskusikan tindakan yang akan
dilakukan, antara lain: penentuan materi bimbingan, metode dan teknik bimbingan,
teknik observasi atau evaluasi serta merumuskan rencana tindakan yang akan dilakukan
untuk memperbaiki dan meningkatkan program yang telah ada. Adapun yang hrus
disiapkan dalam menyusun rencana adalah sebagai berikut:
2.
Tindakan (action)
Pada komponen ini, peneliti melaksanakan tindakan, seperti yang telah
direncanakan, sebagai upaya perbaikan dan peningkatan atau perubahan yang diinginkan.
yang berkaitan dengan materi seputar peningkatan kesiapan diri mahasiswa dalam
menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga, untuk meningkatkan kualitas materi dan
bimbingan tersebut, turut di pertimbangkan pula situasi yang dihadapi di lapangan,
sehingga menuntut peneliti untuk mampu menghadapi kendala yang muncul secara
tiba-tiba dan tak terduga sebelumnya.
3.
Pengamatan (observation)
Dalam tahap pengamatan mengamati dampak atau hasil dari tindakan yang
dilaksanakan. Apakah berdasarkan tindakan yang dilaksanakan itu memberikan pengaruh
atau tidak. Observasi itu pada dasarnya berorientasi ke masa yang akan datang, dan
hendaknya direncanakan secara cermat sehingga memperoleh dokumentasi yang dapat
dipercaya untuk melakukan refleksi berikutnya.
Observasi dilakukan peneliti setiap kali kegiatan dilaksanakan. Observasi
dilakukan uuntuk mengamati gejala-gejala yang tampak dari aspek-aspek yang hendak
(27)
diteliti. Young (1984:63) menyatakan :”Observation is sysmatic and deliberate study
trough the eye of spontaneous occurrences at they occure” artinya observasi adalah studi
yang disengaja dan sistematis dengan menggunakan (alat indra) mata tentang kejadian
secara spontan. Dengan uraian tersebut diata, maka dapat dipahami bahwa teknik
observasi sangat mempehatikan aspek
4.
Refleksi (reflection)
Refleksi adalah mengingat, merenungkan, mencermati, dan menganalisis kembali
suatu kegiatan atau tindakan yang telah dilakukan sebagaimana yang telah dicatat dalam
observasi. Refleksi dalam penelitian ini berusaha memahami proses, masalah/persoalan,
dan kendala yang nyata dalam tindakan yang telah dilakukan selama proses bimbingan.
Refleksi mempunyai fungsi evaluatif dimana peneliti mengkaji dan mempertimbangkan
secara mendalam tentang hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan dengan
mendasarkan pada berbagai kriteria yang telah diperbuat, dengan demikian peneliti dapat
menentukan cara-cara untuk meneruskan pekerjaan atau tindakan selanjutnya.dibawah ini
adalah bagan alur penelitian tindakan yang terdiri dari tiga siklus :
(28)
Bagan 3.1
Alur Penelitian Tindakan
Berikut penjelasan alur bagan pelaksanan penelitian tindakan :
1.
Perencanaan; Yang dimaksud dengan perencanaan disini adalah peneliti
melakukan berbagai persiapan, sehingga semua komponen yang direncanakan
dapat dilaksanakan dengan baik. Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini
Permasalahan Pelaksanaan
tindakan 1 Perencanaan
tindakan 1
SIKLUS 1
Hasil reflkesi tahap satu
Refleksi 1 Observasi 1
Pelaksanaan tindakan 2 Perencanaan
tindakan 2
Observasi 2
SIKLUS 2
Penyimpulan dan pemaknaan hasil Refleksi 2
Siklus 3
Lanjutkan ke siklus berikutnya Jika masalah belum tersekesaikan
(29)
adalah merancang, mempersiapkan, dan mendiskusikan tindakan yang dilakukan,
seperti melakukan assesmen terhadap subjek penelitian dan
merancang program bimbingan yang hendak dikembangkan, kemudian
menentukan materi bimbingan, rencana bimbingan yang mencakup metode/teknik
bimbingan.
2.
Pelaksanaan; Yaitu tahap implementasi dari serangkaian kegiatan yang telah
direncanakan. Pada tahap ini peneliti melaksanakan tindakan, berdasarkan semua
rencana pengembangan, sebagai upaya peningkatan diri mahasiswa kedalam
menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga.
3.
Pengamatan; Dalam pelaksanaan penelitian dilapangan, peneliti mengamati
semua peristiwa yang terjadi selama kegiatan berlangsung, dengan atau tanpa alat
bantu, seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Maka selama tindakan
berlangsung, peneliti melakukan penilaian mengenai kesesuaian atau kecocokan
tindakan-tindakan yang dilakukan, apakah tindakan yang telah berlangsung
memberikan pengaruh atau tidak.
4.
Refleksi; Pada tahap ini peneliti mengkaji dan mempertimbangkan secara
mendalam tentang hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan
berdasarkan kriteria kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan
hidup berkeluarga. Pada tahap ini penelti menganalisis dampak penyampaian
treatmen secara keseluruhan, dan hasilnya digunakan sebagai acuan siklus
berikutnya.
(30)
B.
Definisi operasional
Terdapat dua variabel dari tema penelitian ini yaitu : Program Bimbingan dan
Konseling Untuk Meningkatkan Kesadaran diri dalam Menghadapi Pernikahan
Mahasiswa, dan Kesadaran Diri Mahasiswa dalam menghadapi Pernikahan, Berikut
Definisi Operasional yang yang tercantum sebagai berikut :
1.
Mahasiswa Sebagai Fase Dewasa Awal
Masa dewasa diistilahkan oleh Sosiolog Kenningston (Chusaini, 1995: 73) yang
menguraikan bahwa masa muda merupakan periode transisi antara masa remaja dan masa
dewasa yang merupakan masa perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi yang
sementara.
Fase usia dewasa awal menunujukkan prilaku dan pribadi untuk mengeksplorasi
berbagai gaya hidup dan nilai-nilai, mulai tertantang secara intelektual, serta mulai
menikmati kemandirian. Dengan kata lain masa dewasa awal merupakan masa
penyenyesuain diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan social yang
baru sebagai orang dewasa . sebagai konsekwensinya orang dewasa awal perlu
menyesuaikan diri secara mandiri dan bertsnggung jawab terhadap peran baru yang ia
miliki, baik sebagai suami, istri, pekerja, maupun anggota masyarakat.
Secara lebih spesifik Lerner (1983: 554) mengemukakan tentang fase dewasa awal
sebagai satu fase dalam siklus kehidupan yang berbeda dengan fase-fase sebelum dan
sesudahnya, karena fase usia dewasa awal merupakan fase usia untuk komitmen pada diri
individu, khususnya membuat pilihan, terutama pilihan-pilihan yang terkait dengan
hal-hal ynag berhubungan dengan pernikahan, anak, pekerjaan, dan gaya hidup yang akan
menentukan tempat mereka difase dewasa awal.
(31)
Fase dewasa awal merupakan periode kebutuhan individu untuk membuat
komitmen dengan menciptakan suatu hubungan interpersonal yang erat dan stabil. Setiap
orang dituntut untuk mampu mengaktualisasikan diri seutuhna, terutama dalam hai
ide-ide, tujuan atau sasaran, harapan, perasaan, dan nilai-nilai agar berhasil mempertahankan
suatu hubungan yang erat dan stabil. Setiap individu tidak lagi harus berfokus pada diri
tetapi harus lebih tertarik pada pemenuhan kebutuhan orang lain sehingga memperoleh
kepuasan dari pemenuhan kebutiahn tersebut.
2.
Tugas-tugas Perkembangan pada Fase Dewasa Awal (Mahasiswa)
Tugas perkembangan fase dewasa awal cenderung lebih terpusat pada
harapan-harapan dalam hal pekerjaan, memilih seorang teman hidup, mulai belajar hidup bersama
dengan suami, anak, istri dalam membentuk membina keluarga, membesarkan anak,
mengelola rumah tangga, menerima tanggung jawab sebagai warga Negara dan
masyarakat yang tergabung dalam kelompok social yang serasi.
Tingkat penguasan tugas-tugas ini pada tahun-tahun awal masa dewasa akan
mempengaruhi tingkat keberhasilan individu ketika akan mencapai puncak keberhasilan
pada selanjutnya, yaitu fase usia setengah baya. Puncak keberhasilan yang dimaksud
adalah bidang pekerjaan, pengakuan social atau kehidupan berkeluarga.
Jika ditinjau dari uraian diatas, maka tugas perkebangan yang sedang dihadapi
adalah; a) Memilih PasanganHidup; b) belajar hidup dengan pasangan nikah; c) memulai
hidup berkeluarga; d) Memelihara anak; e) mengelola keluarga; f) mulai bekerja; g)
bertanggung jawab sebagai warga Negara; dan h) menentykan kelompok yang serasi.
(32)
Adapun tugas perkembangan mahasiswa dalam penelitian ini adalah sikap
pemahaman yang seyogianya dimiliki mahasiswa terkait dengan kesiapan diri untuk
menikah dan hidup berkeluarga.
3.
Kesiapan diri untuk menikah dan hidup Berkeluarga.
Kesadaran diri (self-readiness) didefinisikan sebagai; a) keadaan siap siaga untuk
merespon sesuatu; dan b) tingkat perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang
menguntungkan untuk mempraktikkan sesuatu. (Chaplin ; 418.2002).
Pernikahan adalah suatu ikatan yang terjalin antara laki-laki dan perempuan yang
telah memiliki komitmen untuk saling menyayangi, mengasihi, dan melindungi.
Hubungan yang terjadi diantara pasangan dalam sebuah pernikahan, merupakan hal
mendasar.
McGoldrick (1989) mengemukakan bahwa pernikahan adalah keterikatan yang
sah antara dua jenis kelaimn yang berbeda sebagai pasangan baru (new couple) dan
berasal dari keluarga serta latar belakang kehidupan bahkan kebudayaan yang berbeda.
Hidup berkeluarga adalah hidup bersama antara suami-istri, atau orang tua-anak
sebagai hasil dari ikatan penikahan. Dalam hidup berkeluarga itu, ada hak dan kewajiban
yang harus dilaksanakan oleh masing-masing anggotanya. Suami mempunyai kewajiban
untuk memberi nafkah dan memberi perawatan dan pendidikan kepada keluarganya. Dia
mempunyai hak untuk mendapat penghidinatan yang baik dari istrinya, dan
pengbormatan dari anaknya. Istri atau ibu mempunyai kewajiban untuk berhidmat
kepada suaminya, dan merawat serta mendidik anaknya. Dia pun mempunyai hak untuk
mendapat nafkah dari suaminya dan penghormatan dari suami dan anaknya. Anak
(33)
mempunyai kewajiban untuk menghormati atau mentaati perintah orang tuanya. Dia
juga mempunyai hak untuk mendapat perawatan dan pendidikan dari orang tuanya.
Ciri- ciri usia dewasa awal yang mempunyai sikap positif terhadap hidup
berkeluarga dikemukakan sebagai berikut: (a) mempunyai keinginan mempelajari hal
ihwal hidup berkeluarga; (b) mau menerima hak dan kewajiban sebagai suami atau istri,
atau sebagai orang tua; (c) meyakini bahwa hidup berkeluarga merupakan salah satu
ibadah kepada Tuhan; dan (d) meyakini bahwa dengan hidup berkeluarga masyarakat
atau negara itu akan kokoh, sejahtera, aman, tertib, maju, dan bermoral (Yusuf, 1998:
42).
Kedudukan sebagai suami dan istri merupakan peran baru yang harus dilakukan
dengan memulai kehidupan keluarga. Sebagai pasangan muda mereka akan memperoleh
banyak pengalaman baru, dimulai dari hubungan seksual pertama, hamil pertama, punya
anak pertama, mengalami sakit pertama, menghalami kecemasan atau konflik pertama,
dan interaksi sosial dengan keluarga suami atau keluarga istri. Semua pengalaman baru
ini penting bagi pasangan dan kehidupan keluarga selanjutnya banyakk ditentukan oleh
bagaimana cara pasangan melalui pengalaman pertama mereka dalam mengurangi
kehidupan pernikahan, terutama pada tahun-tahun awal pernikahan.
Dalam the Readness for Marital Competence Index (RMCI) disebutkan bahwa
individu yang memiliki tingkat kesiapan menikah ditandai oleh kesiapan untuk
memenuhi empat kebutuhan dasar, yang menjadi kompetensi asar yaitu: Cinta (love)
meliputi kualitas perasaan, optimis, keamanan, dan ketentraman emosional, kepribadian
(personality) meliputi membantu pasangan untuk mencapai potensi dan kemandirian
secara optimal, penghargaan (respect) ditandai dengan adanya untuk menghormati
(34)
pasangan, komunikasi (communication) meliputi mengekspresikan perasaan secara
benar dan tepat kepada pasangan dan menemukan solusi ketidak setujuan dengan cara
yang menyenangkan dari dua belah pihak.
Terdapat aspek kesiapan diri dalam pembentukan identifikasi diri baik secara
eksplorasi maupun komitmen khususnya pada mahasiswa yang sudah memasuki fase
usia dewasa awal, Dadang Hawari (1997 ; 211 - 215) mengemukakan aspek-aspek yang
perlu diperhatikan dalam menghadapi pernikahan sesuai dengan yang dikemukakan oleh
WHO pada tahun 1984, adalah sebagai berikut: (a) Aspek fisik-biologik. Usia yang ideal
menurut kesehatan dan juga program KB, maka usia antara. 20 -25 tahun bagi wanita
dan usia antara 25-30 bagi pria, adalah masa yang paling baik untuk berumah tangga.
Lazimnya usia pria lebih daripada usia wanita, perbedaan usia relatif sifatnya. Kondisi
fisik bagi mereka yang hendak berkeluarga sangat dianjurkan untuk menjaga kesehatan,
baik sehat jasmani maupun rohani; (b) Aspek mental-sikologis. Aspek ini terkait
dengan kematangan kepribadian, merupakan faktor utama dalarn pernikahan. Pasangan
yang berkepribadian matang dapat saling memberikan kebutuhan afeksional yang sangat
penting bagi keharmonisan keluarga; (c) Aspek psikososial dan spiritual, Agama : faktor
persamaan agama penting bagi stabilitas rumah tangga. Sementara, perbedaan agama
dalam satu keluarga dapat menimbulkan dampak yang merugikan, dan pada gilirannya
dapat mengakibatkan disfungsi pernikahan dan keluar. Latar belakang sosial keluarga
hal ini perlu diperhatikan apakah salah satu pasangan berasal dari keluarga baik-baik
atau tidak, sebab latar belakang keluarga ini berpengaruh pada kepribadian anak yang
dibesarkannya; (d) Aspek budaya adat istiadat, aspek ini perlu diperhatikan untuk
diketahui oleh masing-masing pasangan agar dapat saling menghargai dan
(35)
menyesuaikan diri. Pernikahan antar suku dan antar bangsa tidak menjadi halangan bagi
agama islam, sepanjang masing-masing seaagama islam; (e) Aspek pergaulan yaitu
nilai-nilai moral, etik, dan kaidah-kaidah agama, seperti bergaul dan juga berbusana
hendaknya tetap menjaga sopan santun dan tertutup aurat, agar tidak menimbulkan
rangsangan birahi. Kesucian pra- nikah hendaknya terpelihara, dan jangan sampai terjadi
hubungan seksual sebelum nikah; (f) Aspek pekerjaan dan kondisi materi pernikahan
aspek ini sangat penting, menginget pernikahan tidak dapat bertahan hanya dengan
ikatan cinta dan kasih sayang saja, bila tidak ada materi yang mendukungnya. Adapun
kebutuhan materi sifatnya relatif dan disesuaikan dengan taraf pendidikan dan taraf
sosial ekonomi dari masing-masing pihak.
4.
Faktor-faktor Kesiapan Diri Mahasiswa Dalam menghadapi Pernikahan Hidup
Berkeluarga.
Kesadaran untuk menikah dan hidup berkeluarga mahasiswa bersumber pada
faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi pada diri mahasiswa itu sendiri, baik internal
maupun eksternal, yang meliputi :
a.
Kematangan fisik (Physical maturation) disebut juga masa peka, yang
menunjukkan
kepada
suatu
masa
tertentu
sebagai
sartu
titik
kulminasipertumbuhan titik tolak kesiapan (readiness) dari suatu fungsi
(psikofisis) untuk menjalankan fungsinya. Misalnya : secara fisik usia 20 tahun
pada perempuan dan 25 tahun pada laki-laki merupakan usia yang matang untuk
menikah dan hidup berkeluarga.
b.
Kematangan psikologis (psychological maturation) menunjukkan kepada suatu
tuntutan serta dorongan ynang muncul menjadi sebuah kesiapan pada firi individu
(36)
itu sendiri. Dorongan ini muncul terkait dengan cita-cita dalam menempuh
pendidkan, memilih pekerjaan, serta memilih teman hidup.
c.
Sosiokulutral menujukkan kepada suatu lingkungan secara kultural, baik
lingkungan keluarga mapun lingkungan masyarakat dimana individu itu berada.
d.
Agama, menujukkan kepada suatu tuntutan norma agama sebagai falsafah hidup.
C.
Lokasi dan Subjek penelitian
Lokasi penelitian adalah Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati yang berada
di kelurahan Cipadung kota Bandung. Pertimbangan mengambil lokasi penelitian di
lokasi ini, karena berdasarkan hasil observasi awal pada mahasiswa semester enam,
diperoleh keterangan rendahnya kesadaran diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan
dan hidup berkeluarga.
Subjek penelitian adalah mahasiswa semester tujuh yang tersebar dalam lima
fakultas, dengan jumlah keseluruhan 222 mahasiswa. Dalam hal ini sampel yang dipilih
adalah mahasiswa yang memiliki kesiapan diri yang rendah untuk menikah dan hidup
berkeluarga.
D.
Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini tindakan diberikan melalui tiga siklus, setiap siklus
mempunyai penerapan dan tujuan yang berbeda. Adapun siklus yang pertama tindakan
diberikan bertujuan untuk membantu sosialisasi, penyesuaian diri dan membangun
hubungan yang baik antara mahasiswa dengan peneliti, serta menciptakan lingkungan
yang kondusif selama proses tindakan. Siklus kedua orientasi simulasimengarah pada
materi pranikah, siklus ketiga merupakan lanjutan dari hasil evaluasi dari siklus yang
(37)
pertama. Dalam setiap siklus terdapat tahapan-tahapan pelaksanaan. Tahapan tersebut
adalah sebagai berikut :
1.
Observasi awal
Pelaksanaan observasi awal bertujuan untuk memperoleh informasi tentang
kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga, dengan
melakukan penyebaran angket.
2.
Tahap refleksi
Berdasarkan temuan dari hasil observasi awal, dilakukan refleksi terhadap hasil
angket, dan respon dari mahasiswa. Hal ini dilakukan untuk menentukan tindakan yang
paling tepat untuk materi (simulasi pernikahan dan hidup berkeluarga) berikutnya.
3.
Tahap penyusunan rencana tindakan
Hal-hal yang dipersiapkan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
a.
Merumuskan materi persiapan pernikahan dan hidup berkeluarga bagi
mahasiswa
b.
dengan milih jenis simulasi yang disesuaikan dengan topik pembahasan
c.
menyusun silabus simusiyang akan diberikan
d.
menetapkan waktu dan tempat pelaksanaan materi dan simulasi
e.
mempersiapkan bahan-bahan yang mendukung selama permainan.
f.
Menetapkan langkah dan jumlah tindakan yang akan dilaksanakan. Secara
umum terdiri dari pelaksanaan tindakan, observasi tindakan, analisis hasil
observasi dan refleksi terhadap analisis tindakan.
4.
Tahap pelaksanaan tindakan
Rencana penelitian dilakukan sebanyak tiga siklus dengan enam kali
pertemuan. Pada setiap pertemuan dilakukan observasi, evaluasi dan refleksi. Observasi
terhadap mahasiswa berdasarkan penyampaian materi pernikahan dan hidup berkeluarga,
yang disampaikan melalui permainan dan simulasi, dilakukan oleh observer yaitu peneliti
(38)
sendiri, yang berpedoman pada lembar obsevasi. Hasil observasi digunakan sebagai
refleksi diri terhadap berbagai kekurangan dalam permainan yang diberikan.
Materi kesiapan diri mahasiswa untuk menikah dan berkeluarga diberikan
dengan pendekatan kelompok, melalui beragam simulasi, seperti bermain peran dyad
triad (proses pranikah sepeti tunangan, dan persiapan menikah antara dua keluarga),
manajemen konflik keluarga ala serat bawang merah, monopoli keuangan keluarga,
komunikasi berantai, serta penyampaian materi melalui film dan talk show. Seperti
menayangkan kesehatan reproduksi, proses hamil dan melahirkan, serta merawat dan
mendidik anak melalui tayangan super nany newton family.Pendekatan ini memudahkan
peneliti untuk menganalisa kesiapan diri mahasisiswa untuk menikah dan hidup berumah
tangga, melalui reaksi spontan, dan respon peserta saat mengikuti simulasi dan hasil
pengisian jurnal harian.
5.
Pelaksanaan evaluasi
a.
Tes awal dilakukan sebelum materi disampaikan, dan hasilnya dianalisa sejauh
mana mahasiswa memiliki gambaran dan tingkat kesiapan untuk menikah dan
hidup berkeluarga.
b.
Tes akhir dilakukan setelah pemberian tindakan . hal ini dilakukan untuk
mengetahui dampak yang dialami, setelah peserta diberkan tindakan.
E.
Pengumpulan Data
1.
Jenis data
Data yang menjadi kepentingan dalam penelitian ini adalah kesiapan diri
mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga, dalam mengumpulkan
(39)
data, peneliti mengumpulkan angket yang ditunjukkan kepada mahasiswa, dosen
pembimbing akademik dan pemilik kos atau penjaga kos secara langsung dan mendalam.
Untuk mendapatkan data pendukung bagi kelengkapan informasi kondisi
mahasiswa siap menikah dan hidup berkeluarga di lapangan.
Secara rinci dapat dikemukakan beberapa data yang mendukung pelaksanaan
penelitian ini, yang terdiri dari data kualitatif dan kuantitatif. Yaitu : a). hasil tes akhir
yang diberikan kepada mahasiswa (instrumen kesiapan diri menikah dan hidup
berkeluarga). b. hasil observasi terhadap prilaku mahasiswa yang menunjukkan
kematangan bersikap dalam menghadapi masalah, c). wawancara dengan dosen
pembimbing akademik.
2.
Teknik pengambilan data
a.
Data hasil tes awal diambil sebelum pemberian tindakan kepada peserta
(mahasiswa), sedangkan data tes akhir diambil setelah diberikan tindakan.
b.
Data tentang respon mahasiswa anak pada saat tindakan dilaksanakan diambil
dengan menggunakan lembar observasi dalam format kesiapan diri menikah
dan hidup berkeluarga
3.
Instrumen pengumpulan data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar kesiapan diri untuk
menikah dan daftar kesiapan diri untuk berkeluarga yang sudah divalidasi oleh Dr. Nani
M. Sugandi dalam penelitiannya terdahulu. Alasan peneliti menggunakan instrumen
tersebut, karena area penelitian yang mendekati sama.
Daftar kesadaran diri mahasiswa untuk menikah dan daftar kesadaran diri
untuk berumah tangga ditetapkan sebagai ciri- ciri usia dewasa awal yang mempunyai
(40)
sikap positif terhadap hidup berkeluarga dikemukakan sebagai berikut: (a) mempunyai
keinginan mempelajari hal ihwal hidup berkeluarga; (b) mau menerima hak dan
kewajiban sebagai suami atau istri, atau sebagai orang tua; (c) meyakini bahwa hidup
berkeluarga merupakan salah satu ibadah kepada Tuhan; dan (d) meyakini bahwa dengan
hidup berkeluarga masyarakat atau negara itu akan kokoh, sejahtera, aman, tertib, maju,
dan bermoral (Yusuf, 1998: 42).
4.
Kisi-kisi instrumen
Kisi –kisi instrumen mengumpul data dibuat untuk menyusun dua perangkat
instrumen penelitian, yaitu : (a) angket pengungkap kesiapaan diri mahasiswa untuk
menikah dan hidup berkeluarga, digunakan untuk menjaring data kesadaran diri
mahasiswa menghadapi pernikahan dan hidup berkeluargakisi-kisi instrumen disajikan
dalam tabel 3.2 berikut :
Variabel
Aspek
Indikator
No item
€Kesiapan
diri untuk
menikah
dan
membangun
relasi dalam
rumah
tangga.
Kesiapan diri
dalam memilih
pasangan
hidup
Kesiapan fisik
1-4
4
Kesiapan psikologis
5-11
7
Kesiapan
sosiokultural
12-14
3
Kesiapan pendidikan
15-20
6
Kesiapan agama
21-25
5
Kesiapan financial
26-30
5
Kesiapan diri
belajar hidup
dengan
pasangan nikah
Kesiapan diri untuk
memahami hak suami
istri
31-33
3
Kesiapan
diri untuk
hidup
berkeluarga
dan
membina
keluarga
kesiapan diri
dalam hidup
berkeluarga
Kesiapan diri untuk
memahami kewajiban
suami istri
34-35
2
Kesiapan
untuk
memahami
anggota
keluarga
36-41
6
Kesiapan diri untuk
memahami
Usia
(41)
Kesiapan diri untuk
memajami
proses
kehamilan
45-51
7
Kesiapan diri
untuk merawat
dan mendidik
anak
Kesiapan diri untuk
merawat anak
52-53
2
Kesiapan diri untuk
mendidik anak
54-56
3
Kesiapan diri untuk
mendidik anak
57-58
2
Kesiapan diri untuk
mendidik anak
59-60
2
Jumlah
60
Tabel 3.2
Kisi-kisi instrumen pengungkap kesiapan diri mahasiswa unuk menikah
dan hidup berkeluarga.
5.
Teknik analisis data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
data kualitatif dan kuantitatif. Teknik analisis data kuantitatif yang di gunakan adalah uji t
(t-tes). Uji t tersebut digunakan untuk melihat perbedaan hasil pre dan post tes yang
diberikan kepada mahasiswa.
Proses analisis data memerlukan suatu penafsiran (intervensi) terhadap data yang
berasal dari berbgai sumber. Menurut Moleong (1994), penafsiran memberikan arti yang
signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari pola hubungan
diantara dimensi-dimensi uraian.
(42)
Jenis data dalam penelitian ini tergolong ordinal, karena jawaban yang terdapat
dalam angket menggunakan alterbatif jawaban ya dan tidak yang diberi skor 1 dan 0.
Maka hal tersebut menunjukkan pada jenis data ordinal.
Untuk memperoleh data kuantitatif penelitian ini menggunakan instrumen yang
sudah divalidasi dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dr. Nani M. Sugandi,
M.Pd. hasil yang diperoleh dari instrumen dianalisa sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dari pene;itian terdahulu.pernyataan-pernyataan dalam instrumen tersebut
dikalkulasikan dalam serangkaian rumusan pengolahan data untuk memperoleh data
kesiapan diri mahasiswa untuk menikah dan hidup berkeluarga.
(43)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi secara keseluruhan, baik secara teoretis maupun
empiris hasil tentang program bimbingan dan konseling untuk meningkatkan
kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkerluarga,
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Gambaran umum mahasiswa dalam mempersiapkan diri untuk menikah dan
hidup berkeluarga adalah sebagai berikut: Hasil observasi awal menunjukkan,
bahwa dari 222 responden yang terdiri dari mahasiswa semester tujuh tahun
akademik 2007/2008 pada tingkat Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung (UIN), cenderung berada pada kategori tinggi (82,5%) atau memiliki
kesadaran untuk menikah, selanjutnya dari 222 mahasiswa tingkat Universitas
diambil dari 50 responden mahasiswa untuk mengikuti pelatihan bimbingan
pranikah (Kelas Uji Coba) yang terdiri dari mahasiswa semester tujuh jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam, sesuai dengan sampel penelitian
menunjukkan rata-rata kesiapan menikah Sebelum mengikuti pelatihan 47,86 %
dengan standar deviasi 583, kemudian kesiapan mahasiswa untuk menikah
sesudah mengikuti pelatihan adalah 40,21 dengan standar deviasi 1.09, hingga
dapat disimpulkan terjadi penurunan tingkat kesiapan diri mahasiswa untuk
menikah dan hidup berkeluarga. Penurunan skor ini kemudian disimpulkan
secara keseluruhan berdasarkan jurnal harian pelatihan pelatihan bimbingan
pranikah kelas uji coba, serta wawancara akhir dalam pembuatan rencana
(44)
individu mahasiswa, bahwa pernikahan selama ini pahami oleh mahasiswa
sebagai proses yang sederhana, tetapi setelah mengikuti pelatihan bimbingan
pranikah hingga tuntas mahasiswa kelas uji coba menyadari bahwa pernikahan
membutuhkan pesiapan diri yang harus direncanakan secara matang
danbertanggung
jawab,
agar
mencapai
keluarga
sakinah
mawadah
warohmah.singkatnya, kesiapan diri mahasiswa pada saat sebekum mengikuti
pelatihan dan sesudah mengikuti bimbingan pranikah mengubah pola pikir
mahasiswa tentang perencanaan hidup mahasiswa tentang perencanaan hidup
dan pengambilan keputusan yang matang dan bertanggung jawab.
2.
Program bimbingan dan konseling secara hipotetik efektif untuk meningkatkan
kesadaran diri mahasiswa untuk menikah dan hidup berkeluarga, berdasarkan
hasil kajian konsep dan teori kesadaran diri untuk menikah mahasiswa, dengan
memadukan teori tugas perkembangan dewasa awal Harvighurst, dengan
implikasi yang dialami mahasiswa dalam menjalani tugas perkembangan
cenderung paling dirasakan sangat menyenangkan, menarik, serta penuh dengan
kekhawatiran, disatu sisi merupakan saat-saat yang penuh dengan harapan dan
rencana seolah –olah akan mudah diraih, di sisi lain harapan dan rencana tidak
sesuai dengan kenyataan karena berbagai rintangan dan perjuangan yang harus
dihadapi, yang akhirnya berdampak kepada sikap yang masih labil dan gamang
pada saat harus megambil keputusan. Dari perpaduan temuan diatas diperoleh
rumusan program bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kesadaran diri
dalam menghadapi pernikahan mahasiswa secara sistematis.
(45)
3.
Program bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kesadaran diri dalam
menghadapi pernikahan mahasiswa, dengan strategi bimbingan kelompok
efektif dilaksanakan,dengan temuan sebagai berikut :
a.
Mempermudah bagi peneliti dalam membentuk kelompok
b.
Mempermudah peserta dalam memahami materi bimbingan pranikah, karena
materi disampaikan secara keseluruhan dalam bentuk permainan
c.
Peserta tidak merasa bosan dan mengikuti sesi dalam kondisi konsentrasi dan
ceria
d.
Waktu dalam pelaksanaan pelatihan lebih efesien
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka disampaikan rekomondasi pada
pihak-pihak berikut :
1.
Pihak pelaksana teknis Lembaga Penelitian dan Pelatihan Bimbingan dan
Penyuluhan Istisyfa (LP2BPI) Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung.
Pelaksana teknis Lembaga Penelitian dan Pelatihan Bimbingan dan
Penyuluhan Istisyfa (LP2BPI), seyogianya dapat mengimplementasikan program
bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kesadaran diri mahasiswa dalam
menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga melalui langkah-langkah berikut:
a.
Hasil penelitian ini seyogianya dapat dikembangkan sebagai program bimbingan
dan konseling pranikah untuk memberikan pelayanan bagi mahasiswa yang sedang
mengikuti perkuliahan (tingkat tiga) semester enam keatas, termasuk mahasiswa
yang sedang menyelesaikan studi akhir/penulisan skripsi(tingkat akhir).
(1)
136
3. Program bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kesadaran diri dalam
menghadapi pernikahan mahasiswa, dengan strategi bimbingan kelompok
efektif dilaksanakan,dengan temuan sebagai berikut :
a. Mempermudah bagi peneliti dalam membentuk kelompok
b. Mempermudah peserta dalam memahami materi bimbingan pranikah, karena
materi disampaikan secara keseluruhan dalam bentuk permainan
c. Peserta tidak merasa bosan dan mengikuti sesi dalam kondisi konsentrasi dan
ceria
d. Waktu dalam pelaksanaan pelatihan lebih efesien
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka disampaikan rekomondasi pada
pihak-pihak berikut :
1. Pihak pelaksana teknis Lembaga Penelitian dan Pelatihan Bimbingan dan Penyuluhan Istisyfa (LP2BPI) Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
Pelaksana teknis Lembaga Penelitian dan Pelatihan Bimbingan dan
Penyuluhan Istisyfa (LP2BPI), seyogianya dapat mengimplementasikan program
bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kesadaran diri mahasiswa dalam
menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga melalui langkah-langkah berikut:
a. Hasil penelitian ini seyogianya dapat dikembangkan sebagai program bimbingan
dan konseling pranikah untuk memberikan pelayanan bagi mahasiswa yang sedang
mengikuti perkuliahan (tingkat tiga) semester enam keatas, termasuk mahasiswa
(2)
137
b. Hasil penelitian ini seyogianya secara intensif disosialisasikan melalui pelatihan
program Bimbingan dan Konseling Pranikah bagi mahasiswa, dengan melibatkan
pihak terkait sebagai mitra, seperti lembaga pemerintah BKKBN dan BP4.
2. Pihak Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
Program studi Bimbingan dan penyuluhan islam Universitas Islam Negeri
Bandung seyogianya menindak lanjuti program bimbingan dan konseling kesiapan
diri mahasiswa untuk menikah dan hidup berkeluarga, melalui langkah-langkah
berikut :
a. Melakukan pengembangan kurikulum dengan memasukkan teori bimbingan
pranikah kedalam salah satu mata-kuliah yang berkaitan, seperti fiqih keluarga
muslim, atau Bimbingan Konseling keluarga, sehingga mahasiswa memahami
pentingnya aspek-aspek yang perlu disiapkan dalam mempersiapkan diri untuk
menikah dan hidup berkeluarga.
b. Hasil penelitian ini seyogianya mampu dipahami mahasiswa secara pribadi,
sebagai bekal meghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga di kemudian hari.
c. Hasil penelitian ini seyogianya mampu dipahami mahasiswa secara umum,sebagai
individu yang akan melakukan pelatihan atau menjadi trainer pelatihan bimbingan
Pranikah untuk meningkatkan kesadaran diri dalam menghadapi pernikahan dan
hidup berkeluarga.
3. Bagi Peneliti selanjutnya
a. Meninjau pentingnya kesadaran dan persiapan menikah bagi calon pengantin,
hendaknya peneliti bekerja sama dengan pihak penyelenggara pernikahan, yaitu
(3)
138
harus diisi calon pengantin, berkaitan dengan aspek pemahaman kesiapan menikah
dan hidup berlekuarga yang harus disadari oleh calon pengantin.
b. Menyadari tingginya peranan perencanaan hidup bagi individu dalam menata
kehidupan pribadi serta pencapaian karir, hendaknya peneliti melakukan kuisener
kepada peserta sebelum dan sesudah pelatihan, agar peserta dapat mengevaluasi
aspek-aspek yang sudah, belum atau tidak dimiliki dalam mempersiapkan diri
(4)
139
DAFTAR PUSTAKA
Halim, Abdul. (1995). Dakwah Fardiyah Metode Membentuk Pribadi Muslim. Jakarta: Gema Insani Press.
Adz-Dzaky, M.H.G. (2001). Psikoterapi dan Konseling islam. Jogjakarta: Fajar Pustaka Baru.
Alwasilah, A. (2003). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka jaya.
Arifin, H.M. (1994). Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama. Jakarta: Golden Trayon.
Arikunto, S. (1990). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
__________________ (1999). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Burhanudin, Y. (1998). Kesehatan Mental. Bandung: Pustaka Setia.
Cover, G. (1997). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Penerjemah: E, Koswara, Bandung: Eresco.
Daradjat, Z. (1986).Islam dan Kesehatan Mental Pokok-Pokok Kejiwaan. Jakarta. Jakarta: Gunung Agung.
________________ (1996). Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.
Departemen Agama RI. (1971). Alquran dan Terjemahnya Semarang: Toha Putra.
Depag. (2007). Tuntunan Keluarga Sakinah Bagi Remaja Usia Nikah. Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah.
(5)
140
Departemen Agama. (2007). Tuntunan Keluarga Sakinah Bagi Remaja Usia
Nikah. Seri Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan
Masyarakat Islam Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah.
Djumhana, H. (1995). Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi Islam. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Gurman,Alan.S.(1981). Handbook of family Therapy. NewYork: Brunner/Mazel publisher
Havighurst,RJ. (1953). Human Development and Education. New York: David Mckay
Hawari, Dadang. (2006). Marriege Counseling. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Hurlock, E. (1994). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang Rentang Kejidupan.(Alih bahasa Istidayanti dan Soedjarwo) Jakarta : Erlangga Latipun, (2008). Psikologi Konseling. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang
press.
Miller, Geri. (2003). Incorporating Spirituality in counseling and Psychotherapy Jhon Wiley & Sons Inc.
Mubarok, Achmad. (2009). Psikologi Keluarga. Jakarta: Wahana Aksara Prima.
Maramis, W.F. (1995). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Depag. Dirjen Bimas. (2008) Jakarta: Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Pusat.
Majalah Perkawinan dan Keluarga. (2002) “Kursus Calon Pengantin.” Jakarta: Modul Fasilitator.
Majalah Perkawinan dan Keluarga. (2008). Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah.
(6)
141
Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan Dan Konseling Kelompok di sekolah. (Metode dan aplikasi ) Bandung : Rizpi Press
Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan Dan Konseling Kelompok Bagi Anak Traumatis. (Metode dan aplikasi ) Bandung : Rizpi Press
Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan Dan Konseling Kelompok permainan. (game& Play) Bandung : Rizpi Press
Shihab, Quraisy. (2001). Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Remaja Rosda Karya Sudjana. (1996). Metode Statistika. Bandung : Tarsito
Sadarjoen Sawitri, Supardi. (2005). Konflik Marital, Pemahaman Konseptual, Aktual dan Alternatif Solusinya.” Bandung: Refika Aditama.
Surya, M. (2003). Psikologi Konseling Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Surya, M. (2003). Teori-teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Surya, M.(2002). Mewujudkan Bimbingan dan Konseling Profesional. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Sugiyono. (1999). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfa Beta
Save, M. (2002). Psikologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryabrata, S. (2007). Psikologi Kepribadian. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Surbakti, EB. (2008). Sudah siapkah menikah? Jakarta Alex Media Komputindo
P.Nichols, Michel & Richard C.Schwartz, (2001). Family therapy concept and methods. A Person Education Company