PENGARUH KONSENTRASI PROPILENGLIKOL TERHADAP PROFIL PENETRASI PERKUTAN PIROKSIKAM DALAM BASIS GEL CARBOPOL SECARA IN VITRO

  ffii'vpitaySb'

SKRIPSI :

  

I MADE DARMAWAN

P ENGA R UH K ONSENT R A SI P R OP I L ENGL I K OL

T ER H A DA P P R OF I L P ENET R A SI P ER K UT A N P I R OK SI K A M

DA L A M BA SI S GEL CA R BOP OL SECA R A IN VI T R O

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

1 9 9 1

  

PENGARUH KONSENTRASI PROPI LENGLI KOL

TERHADAP PROFI L PENETRASI PERKUTAN PIROKSI KAM

DALAM BASI S GEL CARBOPOL SECARA IN VI TRO

  SKRIPSI DIBUAT UNTUK MEMENUHI SYARAT MENCAPAI GELAH

  • * 4

  SARJANA FARMASI PADA FAKULTAS F A R M A S I * UNIVERSITAS AIRLANGGA

  1991 OLEH

  I MADE DARMAWAN 058510729

  i PERSEMBAHAN ILMU PENGETAHUAN LEBIH MULIA DARIPADA PERSEMBAHAN MATERI DALAM KESELURUHANNYA SEMUA KERJA INI AKAN MENDAPAT APA YANG DIINGINKAN DALAM ILMU PENGETAHUAN

KATA-PENGANTAR Kami mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang

  Maha Kuasa atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga pe- nyusunan skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi sya- ; rat mencapai gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

  Pada kesempatan ini perkenankanlah kami mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :

  • Bapak D r s .Soegiharto H,Apt, Bapak D r s ,Sadono,Apt ,

  Drs.Roesjdi Gawai, Apt,SU sebagai pembimbing kami yang bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk, pengarahan-pengarahan yang sangat ber- harga serta dorongan moril selama peneiitian hing- ga selesainya skripsi ini.

  • Seluruh staf Laboratorium Preskripsi - Formulasi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga yang telah banyak membantu k a m i .
  • PT Surya Dermato Medica Lab. yang telah memberikan bantuan bahan-bahan yang diperlukan dalam peneii­ tian ini .
  • Ayah, Ibu dan saudara-saudaraku sentua atas segala dukungan baik moril roaupun material selama melaku- kan peneiitian hingga terselesainya skripsi ini.
  • Sahabat-sahabat serta semua pihak yang tidak mung- kin kami sebutkan satu persatu, yang telah mem-
berikan dorongan dan bantuan sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata kami sampaikan ucapan terima kasih kepada panitia skripsi yang telah berkenan memeriksa skripsi ini. Kepada almamater Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, skripsi ini dipersembahkan dengan harapan dapat berguna bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

  Surabaya Januari 1991 Penyusun

  DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................ ii

  1.3.2. Fisiologi kulit ................... 13

  III. BAHAN, ALAT DAN METODA KERJA ..................... 21

  4. Hipotesis........................................ 20

  3.2. Khasiat dan penggunaan ................... 19

  3.1. Sifat fisika dan kimia ................... 19

  3. Piroksikam ......................................18

  2.1. Basis gel ................................. 17

  2. Sediaan gel ..................................... 16

  1.3.3. Bahan pembawa ..................... 15

  1.3.1. Sifat fisiko kimia dari zat aktif..l0

  DAFTAR ISI ................................................ iv DAFTAR TABEL ............................................. vii

  1.3. Faktor - faktor yang mempengaruhi penetra si perkutan ............................... 10

  1.2. Jalur penetrasi perkutan .................. 8

  1.1. Anatomi dan fisiologi kulit ............... 4

  1. Absorpsi perkutan ............................... 4

  II. TINJAUAN PUSTAKA ................................... 4

  I. PENDAHULUAN ......................................... 1

  DAFTAR GAMBAR ....... ..................................... ix DAFTAR LAMPIRAN............................................. x RINGKASAN ......................................... ........ xi BAB

  s

  1. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ...21 i v

  2. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian..... 21

  3.6. Uji homogenitas sediaan .................. 26

  3. Karakteristik sediaan .......................... 36

  2. Uji kualitatif propilenglikol ................. 36

  1. Uji kualitatif piroksikam ......................32

  6. Analisa Data ....................................31 HASIL PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA .............. 32

  5. Uji kelarutan jenuh piroksikam dalam media pe- nerima (NaCl 0,9%) .............................. 31

  4. Uji kelarutan piroksikam dalam propilenglikol..30

  3.8. Penentuan kadar piroksikam dalam cupli kan ........................................ 29

  3.7. Penyiapan perangkat uji penetrasi perku tan ........................................ 27

  3.5.3. Pembuatan kurva baku piroksikam.... 25

  3. Tahapan kerja ...................................22

  3.5.2. Penentuan panjang gelombang maksi mum ................................ 25

  3.5.1. Pembuatan larutan baku induk ..... 25

  3.5. Penetapan kadar piroksikam ............... 25

  3.4. Karakteristik sediaan .................... 24

  3.3.2. Formula yang digunakan dalam pene­ litian ............................. 23

  3.3.1. Formula dasar yang digunakan dalam penelitian ......................... 23

  3.3. Pembuatan sediaan gel .....................23

  3.2. Uji kualitatif propilenglikol ............ 23

  3.1. Uji kualitatif piroksikam ................ 22

  3.1. Penampilan ................................ 36

  3.2. Pengukuran pH sediaan .................... 36

  3.3. Pengukuran viskositas sediaan ............38

  4. Penentuan panjang gelombang maksimum ......... 39

  5. Pembuatan kurva baku piroksikam ............... 42

  6. Uji homogenitas sediaan ........................44

  7. Pembuatan kurva profil penetrasi perkutan pi­ roksikam ........................................ 45

  8. Perbedaan luas area di bawah kurva antar for­ mula ............................................ 47

  9. Perbedaan

  efisiensi pelepasan antar formula ...48

  10. Uji kelarutan piroksikam dal am.propilenglikol..50

  11. Uji kelarutan jenuh piroksikam dalam media pe- nerima (NaCl 0,9^) ............................. 52

  12. Perhitungan korelasi/regresi antara penambahan- propilenglikol dengan AUC penetrasi piroksikam.52

  V. PEMBAHASAN ......................................... 54

  VI. KESIMPULAN ......................................... 58

  VII. SARAN ............................................... 59

  VIII. DAFTAR PUSTAKA ..................................... 60 vi

  DAFTAR TABEL

  X. Kadar piroksikam dalam beberapa cuplikan sediaan dari formula A, B, C dan D ........................44

  XVI. Ringkasan ANAVA dengan rancangan acak lengkap efisiensi pelepasan dari formula ................ 49

  XV. Efisiensi pelepasan dari formula A, B, C dan D ...49

  XIV. Selisih luas area rata-rata di bawah kurva dari formula A, B, C dan D ............................. 48

  XIII. Ringkasan ANAVA dengan rancangan acak lengkap AUC pelepasan piroksikam dari formula ............ 47

  XII. Luas area di bawah kurva dari formula A, B, C dan D .............................................. 47

  XI. Kadar rata-rata piroksikam dalam cuplikan tiap waktu tertentu dari sediaan dengan formula A, B, C dan D ............................................ 45

  IX. Nilai serapan larutan baku piroksikam dengan ber- bagai kadar pada panjang gelombang maksimum ..... 42

  I. Formula sediaan ....................................24

  VIII. Nilai serapan larutan baku piroksikam dengan ka- dar 8,096 mcg/ml, 10,120 mcg/ml dan 20,240 mcg/ml.40

  VII. Viskositas sediaan dari masing-masing formula ....39

  VI. Ringkasan ANAVA dengan rancangan acak lengkap viskositas dari formula ........................... 38

  V. Selisih pH rata-rata dari masing-masing formula ..37

  IV. Ringkasan ANAVA dengan rancangan acak lengkap pH dari formula ................................... 37

  III. Nilai pH sediaan dari masing-masing formula ..... 36

  II. Hasil uji kualitatif piroksikam .................. 32

  XVII. Selisih efisiensi pelepasan rata-rata dari for­ mula A, B, C dan D ................................ 50 Tabel halaman vi i

  XVIII. Uji kelarutan piroksikam dalam propilenglikol ....51

  XIX. Ringkasan ANAVA dengan rancangan acak lengkap uji kelarutan piroksikam dalam propilenglikol ....51

  XX. Selisih kelarutan piroksikam rata-rata dalam pro- pilenglikol ........................................ 52

  XXI. Perhitungan korelasi/regresi ..................... 53 vi i i

  DAFTAR GAMBAR Gambar halaman

  1. Anatomi kulit ...................................... 5

  2. Jalur penetrasi perkutan . . . ................ ....... 8

  3. Rangkaian alat uji penetrasi .................... 28

  4. Termogram DSC piroksikam ......................... 33

  5. Spektra infra merah piroksikam percobaan ....... 34

  6. Spektra infra merah piroksikam dalam pustaka ....35

  7. Kurva nilai serapan vs panjang gelombang larutan baku piroksikam untuk menentukan panjang gelom­ bang maksimum ..................................... 41

  8. Kurva baku piroksikam pada panjang gelombang 249 nm ............................................ 43

  9. Kurva profil penetrasi perkutan piroksikam anta- ra kadar rata-rata vs waktu ..................... 46 ix

  DAFTAR LAMPIRAN

  I. Perhitungan statistic ......................... 63

  II. Tabel harga r r pada derajat kepercayaan 5% dan

  1 %

  ........................................ 6 8

  III. Tabel F. 95 ....................................69

  IV. Tabel K ........................................ 70

  V. Sertifikat analisa piroksikam ................ 71 Lampiran halaman x

  RINGKASAN Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi, maka diharapkan membuat suatu sediaan far- masi yang mempunyai efek teraputik sesuai dengan yang di- r inginkan, dengan efek samping yang minimal serta mudah da­ lam penggunaannya.

  Banyak bahan-bahan yang ditambahkan dalam suatu se­ diaan farmasi, yang dapat meningkatkan efek terputiknya. Propilenglikol misalnya banyak digunakan dalam pengobatan karena disamping kurang toksis dibandingkan golongan glikol yang lainnya, juga dapat meningkatkan kelarutan bahan obat dalam air.

  Piroksikam merupakan obat anti inflamasi non steroid yang banyak digunakan akhir-akhir ini. Efek samping terse- ring penggunaan piroksikam adalah gangguan saluran cerna.

  Penambahan propilenglikol ke dalam gel piroksikam dengan basis carbopol diharapkan mampu meningkatkan kelaru­ tan piroksikam. Piroksikam yang berada dalam keadaan terla- rut akan berpenetrasi menembus m e mbran.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan propilenglikol terhadap profil penetrasi perku­ tan piroksikam dengan bahan pembentuk gel carbopol 934 se- cara in vitro. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbe- daan profil penetrasi perkutan piroksikam antar formula.

  Sediaan dengan konsentrasi propilenglikol 30% memberikan profil penetrasi perkutan yang paling baik.

  BAB I PENDAHULUAN Ketersediaan obat aktif dalam tubuh tergantung pada formulas! suatu sediaan farmasi. Sediaan farmasi yang bermutu adalah yang memenuhi, kriteria aman, efektif, stabil dan nyaman. Untuk meraenuhi kriteria tersebut, obat d iformu1asikan sedemikian rupa sehingga obat aktif dapat mencapai tempat kerjanya, memberikan efek farmakologis yang diinginkan dengan efek samping minimal serta mempunyai stabilitas sediaan dan kenyamanan dalam pemakaiannya. Dengan membuat suatu rancangan formulasi dan dengan memilih rute tertentu pemberian obat, maka bioavailabi1itas obat aktif dapat diubah dari absorpsi yang sangat lambat menjadi cepat atau bahkan tidak terjadi absorpsi sama sekali (1).

  Agar sediaan topikal dapat memberikan efek farmakolo- gi, bahan aktif dalam sediaan harus mengalami penetrasi menembus kulit dan mencapai reseptor. Salah satu bentuk sediaan topikal yang kini sering digunakan adalah bentuk gel. Gel merupakan sediaan dasar berupa lembekan sistim dispersi, terdiri dari partikel anorganik submikroskopis atau organik makromolekul yang tersuspensi atau terbungkus dan terbacam dalam cairan, yang bercorak dari transparan atau transluen hingga buram opak. Sistim dispersi gel merupakan sistim koloid (2). Gel mudah dalam penggunaannya untuk sediaan luar. mudah merata jika dioleskan pada kulit

  1

  2 sekalipun tanpa penekanan (2).

  Banyak bahan yang digunakan sebagai basis gel yaitu etil selulosa, alginat, bentonit dan carbopol. Keuntungan pemakaian carbopol dibandingkan bahan yang lain adalah sifatnya yang mudah didispersikan dalam air, dengan konsen- trasi kecil mempunyai kekentalan yang cukup sebagai pemba- w a . Gel carbopol merupakan gel hidrofilik sehingga mudah tercuci oleh air, tanpa meninggalkan rasa lengket di kulit (3,4).

  Untuk meningkatkan penetrasi bahan obat ke dalam kulit dapat ditambahkan bahan-bahan tertentu ke dalam basis sediaan luar. Menurut penelitian Mollgaard dan Hoelgaard bahan-bahan tersebut antara lain senyawa-senyawa golongan glikol misalnya propi1englikol dan etilenglikol (5). Adanya bahan-bahan tersebut dapat meningkatkan kelarutan bahan obat dalam pembawa sehingga dapat meningkatkan penetrasi bahan obat ke dalam kulit. Penggunaan propilenglikol dalam sediaan luar cukup banyak jika dibandingkan terhadap golo­ ngan glikol yang lain, karena toksisitasnya rendah.

  Obat-obat antiinf 1amasi dibedakan menjadi dua golo­ ngan yaitu obat antiinflamasi steroid dan obat antiinflama- si non steroid. Obat antiinf1amasi non steroid akhir-ak- hir ini banyak digunakan. Secara umum obat antiinf 1amasi non steroid merupakan iritan mukosa lambung. Masing-masing obat itu mempunyai perbedaan daya iritasi antara obat satu dengan lainnya. Salah satu obat antiinflamasi non steroid

  3 adalah piroksikam, yang akhir-akhir ini digunakan sebagai sediaan topikal dalam bentuk gel piroksikam (7,8).

  Berdasarkan uraian di atas timbul permasalahan apa- kah penambahan propilenglikol dengan kadar tertentu akan mempengaruhi profil penetrasi perkutan piroksikam secara in vitro ?.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan propilenglikol terhadap profil penetrasi perku­ tan piroksikam dalam basis gel carbopol secara in vitro.

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11.1. Absorpsi perkutan. Kulit juga merupakan bagian penting untuk terja- dinya absorpsi selain organ lain seperti usus (9). Untuk obat-obat yang dilepas secara transdermal maka absorpsi melalui kulit memegang peranan yang pen­ ting. Absorpsi melalui kulit dari suatu sediaan akan terjadi bila zat aktif dilepaskan dari pembawanya, kemudian berpenetrasi ke lapisan kulit yang lebih dalam dan akhirnya menembus pembuluh darah kapiler dan masuk ke dalam aliran darah (10).

  Untuk mengetahui lebih jauh tentang absorpsi perkutan, diperlukan pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi kulit, penetrasi perkutan serta faktor- faktor yang mempengaruhi penetrasi perkutan (11).

  11.1.1. Anatomi dan fisiologi kulit.

  Kulit merupakan organ tubuh yang paling besar meliputi lebih kurang 15 % dari berat tubuh total (12). Pada orang dewasa berat kulit rata-rata lebih kurang 8 pound ( tidak termasuk lemak ). Permukaan mukosal, konjungtiva atau kornea mata tidak dianggap sebagai bagian dari kulit (13). Kulit menutupi permukaan tubuh seluas 20.000 cm

  4

  5 yang tersusun dari tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan lapisan lemak subkutan (14).

  Secara histologis, epidermis diklasifikasikan menjadi lima lapisan, mulai yang terluar (15) :

  1. Stratum korneum

  2. Stratum lusidum

  3. Stratum granulosum

  4. Stratum spinosum

  5. Stratum germinativum ST R A T U M C O R N E U M - ^ - : * : S T R A T U M G R A N U L O SU M ST R A T U M L U C I O U M S W E A T - G L A N D C X J C T O F E P I D E R M I S S E B A C E O U S G L A N D . * H A i R T O L L » C L E - A R T E R Y - V E I N ' SUBCUT ANEOUS D E R M I S T i S S U E P A P I L L A O F H A I R S W E A T G L A N O \\ A R T E R Y A D I P O S E C E L L S W I T H

  Gambar 1. Anatomi kulit (15)

  6 Epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit, dengan ketebalan bervariasi mulai dari lebih kurang 1 mm pada telapak tangan dan kaki sampai 0,1 mm atau kurang pada bagian tertentu dari wajah dan tubuh (11). Epidermis ini mempunyai fungsi sebagai barier pelindung untuk melawan bakteri, zat-zat kimia yang mengirit&si, alergen dan sebagainya (15).

  Lapisan terluar dari epidermis adalah stratum corneum yang terdiri dari sel-sel keratin yang sudah mati dan kompak dengan densitas 1,55. Tebal stratum corneum pada permukaan tubuh berbeda-beda

  (14). Paling tebal pada telapak kaki dan tangan (0,6 - 0,8) dan lebih tipis pada bagian wajah (11). Komposisi kimia dari stratum korneum adalah: protein 85% (hampir 15% larut air, 65% keratin atau protein sitoplasma dan 5% protein membran), lemak 7-9%, lain-lain 6-8% (mukopolisakarida, karbihidrat, musin, asam amino, dll). Stratum korneum dilapisi oleh lapisan tipis lemak yang mempunyai PH 4,5-6,5 dan disebut mantel asam. Mantel asam ini mempunyai fungsi yang penting dalam pertahanan terhadap pengaruh-pengaruh dari luar, misalnya : serangan bakteri. Karena stratum korneum sebagian besar terdiri dari keratin, protein sehingga mempunyai daya absorpsi yang

  7 besar terhadap air dan bahan-bahan yang bersifat polar lainnya (11).

  Stratum lusidum merupakan lapisan perantara stratum korneum dan lapisan granular. Lapisan ini disebut zona barier karena hanya terdapat pada telapak tangan dan kaki yang diketahui bersifat kurang permiabel dibandingkan bagian tubuh lainnya

  (15). Stratum lusidum terlihat jelas pada irisan melintang kulit tangan atau kaki dan mempunyai ketebalan yang cukup, sel-selnya tidak berinti dan fungsinya dalam proses keratinisasi belum jelas

  (13) .

  Stratum granulosum memegang peranan yang penting dalam proses keratinisasi kulit. walaupun mekanisme yang pasti masih .belum jelas (15). Lapisan ini terdiri sel-sel yang datar. sel-sel granular kasar, menonjol dalam lapisan geminal sebagai sel-sel berinti dan berbentuk kolom (15) . Dengan adanya granul-granul keratohialin pada lapisan ini. stratum corneum bersifat basofilik

  (mengasorbsi zat-zat yang bersifat basa) (13).

  Lapisan terdalam dari epidermis adalah stratum germinativum, merupakan lapisan yang reproduktif. Pada lapisan ini. sel-sel mengadakan mitosis, sel-sel anak secara bertahap pindah ke permukaan kulit. Selama sel-sel berpindah, terjadi perubahan

  8

  bentuk dan komposisi sampai menjadi sel-sel kera­ tin pada stratum corneum (11).

  Lapisan dermis, atau kulit sebenarnya. berbeda secara morfologis dengan lapisan epidermis. Dermis terdiri dari jaringan fibrus rapat yang terdapat bersama-sama dengan pembuluh darah dan limfe, folikel rambut, kelenjar sebaseus, kelenjar kerin- gat, serabut syaraf dan otot (11). Dermis tersusun dari lebih kurang 80% protein yang terikat pada matriks mukopolisakarida (14).

  Stratum spinosum dan stratum germinativum disebut lapisan malpighi (15).

  II.1.2. Jalur penetrasi perkutan (15) Penetrasi perkutan dapat melalui beberapa B e t w e e n t h e C e l l * jalur antara lain : T h r o u g h t h e C e l l * S t r o t u m C o r n e u m . o f t h e H a i r F o l l i c l e T h r o u g h t h e W o l l * T h r o u g h t h e o f t h e T h r o u g h t h e S e b a c e o u s G l a n d S t r a t u m C o r n e u m . o f t h e S w e o t . G l a n d

  Gambar 2. Jalur penetrasi perkutan (15)

  9

  1. Diantara sel-sel stratum corneum

  2. Melalui dinding folikel rambut

  3. Melalui kelenjar keringat

  4. Melalui kelenjar sebaseus

  5. Menembus sel-sel stratum corneum Untuk bahan-bahan yang diabsorpsi perkutan, rute transepidermal memegang peranan yang penting

  (16). Tregear menyimpulkan bahwa masuknya bahan- bahan ke dalam kulit adalah melalui epidermis (menembus sel-sel stratum corneum atau lewat diantara sel-sel stratum corneum) dari pada mela­ lui folikel rambut dan kelenjar keringat (11). Disamping melalui rute ini, absorpsi perkutan juga melalui kelenjar keringat, dinding folikel rambut dan kelenjar sebaseus, tetapi hal ini relatif keci1, k a r e n a :

  1. Jumlah kelenjar keringat brvariasi untuk tiap- tiap bagian tubuh dan spesies. Pada manusia bagian perut dan lengan mempunyai densitas kelenjar keringat 210-220 cm sedangkan folikel rambut mempunyai densitas 40-100 cm (17). Kelenjar keringat dan folikel rambut ini letak- nya tersebar dan menempati 0,1-1,0 % dari luas permukaan kulit, sedangkan luas area epidermis

  10 100-1000 kali lebih luas (17). Sehingga pene­ trasi melalui rute ini menjadi tidak berarti karena luas area relatif kecil dibandingkan de­ ngan luas kulit secara total.

  2. Adanya bukti bahwa absorpsi perkutan melalui telapak tangan dan kaki kecil sekali, padahal bagian tersebut jumlah kelenjar keringat persa- tuan luas tiga kali lebih besar dibandingkan dengan bagian lain (17). Ini menunjukkan bahwa absorpsi perkutan melalui jalur ini tidak penting.

  II.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi perku­ tan .

  Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penetrasi perkutan antara lain: sifat fisiko kimia dari zat aktif,fisiologi kulit dan sifat bahan pembawa.

  II.1.3.1. Sifat fisiko kimia dari zat aktif (1,10,16)

  a. Kelarutan obat Makin banyak obat yang tersedia dalam keadaan terlarut maka makin besar pula obat yang menembus membran (1). Karakteristik kelarutan obat baik dalam media air maupun dalam lemak sangat mempengaruhi kemampuannya menembus membran biologis. Menurut teori

  11 Meyer-Overten dikatakan bahwa sel membran epidermis terdiri dari molekul-molekul lemak dan protein, sehingga obat yang larut dalam lemak akan melalui membran epidermis karena kandungan lemak dari membran tersebut. Se­ dangkan untuk obat yang larut dalam air akan melalui membran epidermis setelah sebelumnya terjadi proses hidrasi. Sehingga koefisien partisi memegang peranan yang penting. Makin besar koefisien partisi , maka makin besar jumlah zat yang menetrasi kulit (10).

  b. Konsentrasi obat Makin besar konsentrasi obat dalam sediaan, maka makin besar tersedia obat untuk terjadinya penetrasi melalui kulit, sesuai dengan hukum Fick (10)

  Km. D . Q = --------- A ( Cs - Cmk ) h keterangan :

  Q = jumlah zat aktif yang menetrasi kulit. Km = koefisien partisi zat aktif. D = konstanta difusi zat aktif. A = luas pemakaian. Cs = konsentrasi zat aktif dalam sediaan

  Cmk= konsentrasi zat aktif dalam mem­ bran kulit. h = tebal membran kulit. Si fat thermodinamik

  Sifat thermodinamik di sini meliputi aktivitas thermodinamika. Aktivitas thermodi- namika zat aktif dalam sediaan berbanding terbalik dengan afinitas zat aktif dengan bahan pembawa. Hal ini dapat diterangkan menurut Higuchi (10) :

  As. D. A.

  G = ------------

  h . amk keterangan : Q = jumlah zat aktif yang menetrasi kulit.

  As = aktifitas thermodinamik zat aktif dalam sediaan. D « konstanta difusi zat aktif. A = luas pemakaian. h = tebal membran. amk= konstanta aktifitas zat aktif dalam membran kulit.

  13

  d. Konstanta difusi Konstanta difusi menunjukkan kemampuan dari zat aktif untuk mengadakan difusi mele- wati kulit. Makin besar konstanta difusi suatu zat aktif maka makin besar jumlah zat aktif yang menetrasi kulit. Hal ini dapat ditunjukkan dengan hukum Fick (10).

  e. Karakteristik molekul Yang termasuk dalam karakteristik molekul ini adalah ukuran/berat molekul dan bentuk molekul. Molekul-molekul kecil akan lebih cepat diabsorpsi dibandingkan molekul besar, tetapi tidak ada korelasi yang jelas antara ukuran/berat molekul dengan kecepatan penetrasi (16).

  II.1.3.2. Fisiologis kulit

  a. Kondisi kulit Kulit yang sehat merupakan barier yang baik terhadap penetrasi bahan melalui kulit.

  Apabila kulit mengalami trauma, maka penetra­ si melalui kulit akan meningkat (11).

  b. Umur kulit Semakin bertambah umur kulit, semakin kurang permiabel kulit tersebut. Hal ini disebabkan oleh terjadinya proses dehidrasi

  14 dari epdermis, sehingga akan menghambat penetrasi perkutan (18).

  c. Variasi spesies Spesies yang berlainan mempunyai perbe­ daan yang besar pada karakteristik fisik dari kulit, misalnya antara manusia dengan bina- tang. Perbedaan fisik seperti : ketebalan dan juga jumlah lubang appendiks persatuan luas. Perbedaan-perbedaan ini akan mempengaruhi penetrasi obat melalui kulit (18).

  d. Lokasi kulit Kulit mempunyai ketebalan yang berbeda pada lokasi yang berbeda.Stratum corneum m i ­ salnya mempunyai ketebalan yang berbeda pada telapak tangan dan. kaki dibandingkan dengan bagian wajah atau tempat lain (11). Kulit de­ ngan stratum corneum yang tipis mudah ditem- bus oleh obat.

  e. Aliran darah Apabila aliran darah yang melalui pembuluh darah pada dermis meningkat maka kecepatan penetrasi akan semakin meningkat.

  Hal ini disebabkan karena klirens dari bahan obat yang masuk ke sistim sistemik semakin meningkat. Sebaliknya apabila aliran darah terjadi penurunan misalnya dalam keadaan

  15 vasokontriksi, akan menurunkan kecepatan penetrasi melalui kulit (18).

  f. Hidrasi Hidrasi merupakan suatu proses pengika- tan air oleh protein yang terdapat pada kulit bagian luar (17). Hidrasi mempengaruhi pene­ trasi, hal ini disebabkan karena hidrasi mempengaruhi jaringan kulit secara fisis dan juga akan merubah koefisien difusi dari bahan obat sehingga meningkatkan kecepatan penetra­ si bahan obat tersebut (17).

  g. Temperatur kulit Temperatur kulit berubah dalam rentang yang sempit. Terjadi peningkatan absorpsi perkutan aspirin dan kortikosteroid yang ber- makna dengan meningkatnya temperatur kulit.

  II.1.3.3. Bahan pembawa Pemilihan jenis dan komposisi bahan pemba­ wa sediaan kulit diharapkan dapat memperbaiki kecepatan dan jumlah difusi zat aktifnya, sesuai dengan tujuan pembuatan sediaan tersebut. afini- tas pembawa dengan obat memegang peranan yang penting dalam proses penetrasi, hal ini disebab­ kan karena apabila afinitas pembawa dengan obat besar, maka obat akan dilepas dalam jumlah

  16 kecil bahkan tidak dilepas samasekali. Dimana diketahui bahwa jumlah zat aktif yang diabsorpsi kulit sebanding dengan pelepasan zat aktif dari sediaan (10). Viskositas pembawa juga dapat mempengaruhi pelepasan obat dari pembawa, aki- batnya tidak tersedia obat bebas untuk diabsorp­ si. Hal ini disebabkan oleh viscositas dari pembawa terlalu besar. Misalnya dalam krim M/A dengan obat hidrocortison yang mengandung asam stearat, menunjukkan kecepatan difusi yang lebih rendah dibandingkan dengan kecepatan hidrocorti­ son dari suspensi dalam campuran propilenglikol- air ( 10 : 90 ) (10). Disamping juga sifat dari pembawa yang dapat menghambat penetrasi melalui kulit.

  I I .2. Sediaan gel Gel adalah sediaan dasar berupa lembekan sistim dispersi, terdiri dari partikel organik submikroskopis atau organik makromolekul yang ter- suspensi atau terbungkus dan terbacam dalam cairan, yang bercorak dari transparan atau transluen hingga buram opak. Sistim dispersi gel merupakan sistim koloid yang dibedakan menjadi gel sistim fase tung- gal dan gel sistim fase rangkap. Jika masa gel terdiri dari gumpalan masa kecil, gel demikian disebut gel fase rangkap, dan sering disebut lumer-

  17 an. Jika masa gel terdiri dari makromolekul yang seragam dan tersebar merata keseluruh cairan sedemi- kian rupa sehingga tidak tampak lagi batas yang jelas antara molekul yang terdisper dengan cairan, gel demikian disebut gel fase tunggal, dan lebih lazim disebut lendiran (2).

  Gel yang bercorak transparan atau transluen lazim disebut jeli. Namun demikian pengertian gel dan jeli masih belum disepakati oleh para ahli dan produsen, terutama dibidang kosmetika. Gel lebih condong digunakan untuk kentalan yang dibuat dari zat gel anorganik, sedangkan jeli dimaksudkan untuk kentalan yang dibuat dari zat gel organik (2).

  Bahan untuk pembentuk gel diperlukan bahan dasar dan bahan tambahan. Bahan dasar pembentuk gel seperti tragakan, natrium alginat, pektin, karbomer, dan lain-lain (19). Dalam banyak hal sering diguna­ kan minyak dan sejenisnya yang dimaksudkan sebagai pelicin, pelarut, atau zat manfaat. Diantara zat tambahan yang paling sering digunakan adalah zat pengawet dan parfum (2).

  I I .2.1. Basis gel Secara garis besar basis gel dapat digo- longkan menjadi dua yaitu basis gel hidrofilik dan basis gel hidrofobik (3).

  18 A. Basis gel hidrofilik Basis gel hidrofilik mempunyai sifat mudah larut dalam air, sehingga dalam penggu- naannya mudah dicuci dengan air dan tidak berlemak. Sehingga dalam penggunannya lebih disukai.

  Basis gel hidrofilik biasanya mengan- dung air, gliserol, atau propilenglikol dengan bahan pembentuk gel seperti carbopol, tragakan, turunan selulosa dan lain-lain (3). Disamping sebagai basis gel hidrofilik, carbopol juga mempunyai viskositas yang tinggi.

  B. Basis gel hidrofobik Mempunyai sifat sukar larut dalam air. sehingga sulit dihilangkan dari permukaan kulit dan berminyak. Tetapi mempunyai bebera- pa kelebihan dibandingkan basis gel hidrofi­ lik, yaitu memungkinkan untuk penambahan minyak dari jenis dan viskositas (2).

  II.3. Piroksikam Sinonim • .

  2 H-l, 2-benzothiazine-3-carboxamide,4-hy droxy-2-methyl-N-2-pyridini1-1,1-doxide

  19 4-Hydroxy-2-methyl-N-2-pyridyl^2 H-l, 2- benzo- thiazin-3-carboxamide-l,1-dioxide

  • 3,4-dihydro-2-methyl-4-OXO-N-2- pyridyl-2

  H - l ,2- benzothiazi ne-3-carboxamide-l,1- dioxide

  II.3.1. Sifat fisika dan kimia (20,21) Rumus bangun Rumus molekul : C H N O S 15 13 3 4

  Berat molekul : 331,35 Pemerian : serbuk halus, putih. tidak berbau dan tidak berasa.

  Kelarutan : sukar larut dalam air. asam en- cer dan beberapa pelarut organik, sedikit larut dalam larutan alkali dan alkohol (1:1000). : 198 - 200 C

  Titik leleh

  II.3.2. Khasiat dan penggunaan (6) Piroksikam mempunyai khasiat sebagai analge- sik. antipiretik dan anti inf 1amasi, banyak diguna­ kan pada pengobatan penyakit reumatik.

  20 II.4. Hipotesis Propilenglikol mempengaruhi penetrasi perku­ tan piroksikam dalam basis gel carbopol secara in vitro, makin meningkat kadar propilenglikol, makin ; meningkat pula penetrasi piroksikam.

  21 BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA KERJA

  III.l. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ada­ lah : 1 .

  Piroksikam p.g ( Secifarma dari Coronet

  Crown )

  2. Carbopol 934 p.g ( dari Surya Dermato Me dica Lab )

  3. Isopropi1alkohol p.g ( dari Surya Dermato Me dica Lab )

  4. Propilenglikol ( Dow Chemical Pacific p.g

  Ltd )

  5. Natrium hidroksida p.g Surya Dermato Me ( dari dica Lab )

  6. Natrium Clorida p.a ( E Merk )

  7. Metanol p.a ( E Merk )

  8. Air suling

  III.2. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini ada­ lah :

  1. Rangkaian alat untuk uji penetrasi perkutan (22)

  2. Double Beam Spectrophotometer UV-VIS Shimadzu tipe 140-02

  3. Infra Red Spectrophotometer shimadzu tipe IR-02

  4. Differential Scanning Calorimetry (DSC) Shi­ madzu tipe D-30

  2 1

  22

  5. PH-meter Corning Scientific Instrument Model 5

  6. Rion Viscoteste-r tipe VT-04

  7. Timbangan analitik Sartorius tipe JP - 160

  8. Membran Filter Cellulose Acetate Sartorius 0,8 um

  9. Membran Filter Cellulose Acetate Sartorius 0,45um

  10. Alat-alat gelas

  III.3. Tahapan kerja

  III.3.1. Uji kualitatif piroksikam

  A. Kemurnian piroksikam diperiksa berdasarkan penentuan titik lelehnya dengan memakai alat Differential Scaning Calorimetry (DSC).

  B. Spektrum serapan infra merah dari piroksikam yang dibuat pelet dengan KBr diamati. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan literatur (23) .

  C. Reaksi warna (23)

  1. Koppanyi-Zwikker Pereaksi : Larutan Co Nitrat 1

  % dalam etanol

  Cara : Sampel dilarutkan dalam 1 ml eta­ nol ditambah 1 tetes pereaksi dan d i a d u k . Hasil positip : terjadi warna jingga.

  2. Liebermann's test Pereaksi : 5 gr NaNO dalam 50 ml H SO da- 2 2 4 lam keadaan dingin, diaduk untuk

  p r r . ^ t * U S E ' A X . A A N v . , : T A S A l R L A N G G A " M 1 L 1 K. '$ ■ ■ , ;:\

  23 I i\ ,fi' /* y A membebaskan gas coklat.

  Cara : Sampel ditambah 2 atau 3 tetes pe reaksi pada papan tetes, kadang- kadang perlu dilakukan dalam tabung dan dipanaskan dalam pena- ngas air pada suhu 100 C. Hasil positip : terjadi warna kuning. 111.3.2. Uji kualitatif propilenglikol (24) Pereaksi : dengan kalium Bisulfat.

  Hasil positip : terjadi uap yang berbau enak. 111.3.3. Pembuatan sediaan gel piroksikam. 111.3.3.1. Formula dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah (3) :

  R/ Piroksikam 0,5 Carbopol 934 0,5

  Isopropilalkohol

  5 Propilenglikol

  20 Larutan NaOH 10% 1,2 Air suling sampai 100

  111.3.3.2. Tabel formula dari sediaan yang digunakan dalam p e n e 1i ti a n .

  A. Penampilan

  10

  III.3.4. Karakteristik sediaan yang dilakukan meliputi :

  6. Simpan dalam wadah tertutup rapat.

  4. Piroksikam + (3) sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen. 5. (4) + air suling sampai beratnya 100 gram.

  1. Carbopol 934 ditambahkan pada campuran pro- pilenglikol dan air suling, diaduk sampai terbentuk larutan yang jernih. 2. (1) + isopropilalkohol, diaduk sampai homogen 3. (2) + larutan NaOH 10%, diaduk dengan hati- hati untuk menghindari terbentuknya gelembung u d a r a .

  Air Suling sampai 100 100 100 100 Cara pembuatan :

  30 Larutan NaOH 10% 1,2 1,2 1,2 1,2

  20

  5 Propilenglikol -

  24 TABEL I Formula sediaan formu1 a

  5

  5

  5

  Isopropilalkohol

  0.5 0,5

  Carbopol 934 0,5 0,5

  0,5 0.5 0,5 0,5

  A B C D Piroksikam

  • Bentuk

  25

  • Warna - Bau

  B. Pengukuran PH sediaan (25) Pengukuran pH masing-masing sediaan dilakukan t dengan pH-meter ( Corning Scientific Instru­ ments Model 5 ).

  Cara : 10 gram sediaan + 50 ml air suling yang bebas CO

  2 C. Pengukuran viskositas sediaan. Masing-masing sediaan diukur viskositasnya de­ ngan Rion Viscotester tipe VT 04.

  III.3.5. Penetapan kadar piroksikam (20,21) 111.3.5.1. Pembuatan larutan baku induk piroksikam 100 m c g / m l .

  Ditimbang saksama 50 mg piroksikam, dilarutkan dalam metanol sampai volume 500 ml. 111.3.5.2. Penentuan panjang gelombang maksimum.

  Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan menggunakan larutan baku kerja piroksikam kadar 8, 10, dan 20 mcg/ml. Nilai serapan tiap-tiap kadar diamati pada rentang panjang gelombang 235-265 nm, kemudian dibuat kurva serapan versus panjang gelombang sehingga panjang gelombang maksimum dapat ditentukan. 111.3.5.3. Pembuatan kurva baku piroksikam.

  26 Dibuat larutan dengan kadar : 1; 2; 4; 8; 10; 15 dan 20 mcg/ml dari pengenceran baku induk.

  Larutan ini kemudian ditentukan serapannya pada panjang gelombang maksimum. Dibuat kurva serapan versus kadar larutan. Cara pengukuran serapan : 3,0 ml larutan baku kerja + 3,0 ml larutan NaCl 0,9% dan dicampur homogen, kemudian diamati serapannya.

  III.3.6. Uji homogenitas sediaan.

  50 mg gel piroksikam dilarutkan dalam metanol sampai 25 ml dalam labu ukur. Diambil 5 ml dan disaring dengan membran filter cellulose acetate Sartorius ukuran 0,45 um. 3,0 ml hasil saringan + 3,0 ml larutan NaCl 0,9% dikocok sampai homogen dan diamati serapannya pada panjang gelombang mak­ simum. Cuplikan sediaan diambil dari beberapa tem- pat yang berbeda. Untuk mendapatkan serapan dari piroksikam, maka serapan dari sediaan dengan bahan obat dikurangi dengan serapan dari sediaan tanpa bahan obat (ba­ sis) . Cara pengukuran serapan dari basis sama de­ ngan cara pengukuran serapan dari sediaan dengan bahan obat. Larutan blanko : metanol + NaCl 0,9% dalam jumlah yang sama.

  27 III.3.7. Penyiapan perangkat uji penetrasi perkutan (22).

  Alat yang digunakan merupakan modifikasi dari Zuber M. et a l . Alat ini dirancang sehingga me- mungkinkan adanya penetrasi piroksikam.

  Rangkaian alat dapat dilihat pada gambar 3. Keterangan alat :

  A - Sediaan ( 2 gram ) 8 = Membran Filter Cellulose Acetate Sarto- rius 0,8 um. C = Kawat kasa 40 mesh

  D = Penahan membran filter E = Suatu penyangga berlubang untuk menahan membran filter yang terbuat dari teflon

  F = Tempat pengambilan cuplikan G = Tabung gelas dengan diameter 2.3 cm H = Termometer

  I = Penangas air ( suhu 37 C ) J = Stirer magnet ( panjang 5 cm ) K = Beaker 600 ml dengan diameter 8,3 cm berisi NaCl 0,9% (sebagai larutan pene- rima )

  L = Pengaduk magnetik 1. Alat dirangkai seperti pada gambar.

  2. Beaker 600 ml (K) dalam alat diisi dengan NaCl 0,9% sebanyak 400 ml. Penangas air (I) di- atur suhunya 37 C, pengaduk magnetik (L) dija-

  28 Gambar 3. Rangkaian alat uji penetrasi

  29 lankan dengan kecepatan 70 ± 5 rpm.

  3. Membran Filter Cellulose Acetate Sartorius 0,8 urn (B), kawat kasa 40 mesh (C) dan cincin pena- han membran (D) dipasang pada penyangga (E).

  Sediaan sebanyak 2 gr (A) diletakkan di atas membran (B), kemudian tabung (G) dipasang pada penyangga (E). Sediaan dalam tabung diratakan dengan batang pengaduk.

  4. Tabung (G) dicelupkan ke dalam larutan dalam be- ker (K) sedalam 1,8 cm.

  5. Cuplikan diambil dengan syringe dalam waktu- waktu tertentu melalui tempat pengambilan cu- plikan (F).

  III.3.8. Penentuan kadar piroksikam dalam cuplikan.

  Cuplikan diambil dari wadah (K) melalui (F) seba­ nyak 5 ml pada jam ke : 0,5; 1; 1,5; 2; 3; 4; 5; 6; 7; dan 8 , diamati serapannya pada panjang gelombang maksimum. Kadar piroksikam dalam cuplikan dihitung berdasarkan persamaan kurva baku piroksikam. Kemudian dibuat kurva kadar piroksikam dalam sampel terhadap waktu. Cara pengukuran serapan : Cuplikan yang diambil dari wadah (D) sebanyak 5 ml disaring terlebih dahulu dengan membran filter cellulose acetate Sartorius 0,45 um, kemudian cu- plikan yang sudah disaring diambil sebanyak 3,0 ml

  • 3,0 ml metanol, dicampur homogen. Serapannya diamati pada spektrofotometer pada panjang ge­ lombang maksimum.

  Bl-anko : 3,0 ml larutan NaCl 0,9% + 3,0 ml metanol III.4. Uji kelarutan piroksikam dalam propilenglikol.

  Uji . kelarutan piroksikam dalam propilenglikol de­ ngan konsentrasi yang berbeda-beda, sesuai dengan konsentrasi propilenglikol masing-masing formula. Formula A : konsentrasi propi leng’ likol. 0% Formula B : konsentrasi propilenglikol 10% Formula C : konsentrasi propilenglikol 20% Formula D : konsentrasi propi1englikol 30% Cara pengukuran :

  1,0 ml sampel ( dalam keadaan jenuh ) yang sudah di­ saring dengan membran filter cellulose acetate Sartorius 0,45 um + 1,0 ml metanol, diencerkan d e ­ ngan campuran metanol - NaCl 0,9% dalam perbandi- ngan sama sampai volume 25 ml dalam labu ukur. Kemu- dian diukur serapannya di spektrofotometer pada pan­ jang gelombang maksimum. Blanko : 1,0 ml media disolusi + 1,0 metanol, d i ­ encerkan dengan metanol - NaCl 0,9% per- bandingan sama, sampai 25 m l . ( diberlaku- kan sama dengan sampel ).

  31 111.5. Uji kelarutan jenuh piroksikam dalam media penerima ( NaCl 0,9% ).

  Piroksikam dilarutkan dalam media penerima ( NaCl 0,9% ) sampai jenuh. Kemudian serapannya diamati di spektrofo.tometer pada panjang gelombang maksimum.

  Cara pengukuran : 1,0 ml sampel ( dalam keadaan jenuh ) yang sudah di- saring dengan membran filter cellulose acetate Sartorius 0,45 um + 1,0 ml metanol, diencerkan de­ ngan metanol - NaCl 0,9% dalam perbandingan sama sampai 25.0 ml. Diukur serapannya di spektrofotome- ter pada panjang gelombang maksimum.

  Blanko : Campuran NaCl 0,9% - metanol perbandingan s a m a .

  111.6. Analisa data (26,27) Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan uji anava, kemudian dilanjutkan dengan uji HSD ( Ho­ nestly Significant Difference ) apabila diperlukan. Kurva yang diperoleh dari hasil percobaan ditentukan efisiensi pelepasan bahan aktif menurut metoda Khan.

  BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA ,

  IV.1 Uji kualitatif piroksikam

  A. Hasil pemeriksaan reaksi warna piroksikam dan suhu lebur dengan DSC dapat dilihat pada tabel II di bawah ini.

  TABEL II Hasil uji kualitatif piroksikam reaksi warna hasi 1 pustaka ( 23 )

  Koppanyi - Zwi- jingga jingga kker-test Liebermann's kuning kuning test suhu lebur 199,28 C 198 - 200 C Hasil termogram DSC dapat dilihat pada gambar 4.

  B. Pemeriksaan spektra infra merah piroksikam dengan tehnik KBr menghasilkan spektra seperti tertera pada gambar 5. Spektra yang'didapat dibandingkan dengan spektra yang terdapat dalam pustaka , se­ perti pada gambar 6. Hasil yang diperoleh me- nunjukkan bahwa spektra infra merah piroksikam i- dentik dengan spektra infra merah piroksikam dalam pustaka.

  32

  T (C ) Gambar 4. Termogram DSC piroksikam