PENGARUH JENIS KAPANG PADA FERMENTASI BAGAS TEBU TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH3 SECARA IN VITRO

(1)

ABSTRAK

PENGARUH JENIS KAPANG PADA FERMENTASI BAGAS TEBU TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH3 SECARA IN VITRO

Oleh

Dea Hernanda Putri

Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan kajian yang sangat strategis dalam upaya pemenuhan kebutuhan pakan yang berkualitas dan terjangkau oleh peternak. Limbah industri gula tebu yang secara luas telah dimanfaatkan hanya molasses, sedangkan peluang pucuk tebu dan bagas untuk subsitusi rumput gajah belum dimanfaatkan sebagai pakan kambing secara maksimal.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui pengaruh jenis kapang selulolitik pada fermentasi bagas tebu terhadap konsentrasi VFA dan konsentrasi NH3; 2) mengetahui jenis kapang selulolitik yang terbaik dalam fermentasi bagas tebu terhadap konsentrasi VFA dan konsentrasi NH3.

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Januari sampai dengan Februari 2011. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri atas lima perlakuan dengan jenis kapang yang berbeda R1: Aspergillus spp.2, R2: Aspergillus spp.3, R3: Aspergillus spp.4, R4: Penicyllium spp.1, R5: Penicyllium

spp.2. Masing-masing perlakuan diulang lima kali sehingga diperoleh dua puluh lima satuan percobaan. Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1% dan uji lanjut menggunakan uji Duncan jika ada peubah yang nyata. Hasil penelitian menunjukan bahwa : 1) terdapat pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsentrasi VFA dan NH3 pada fermentasi bagas tebu; 2) tidak ada perlakuan jenis kapang yang terbaik terhadap konsentrasi VFA dan NH3 pada fermentasi bagas tebu;


(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan kajian yang sangat strategis dalam upaya pemenuhan kebutuhan pakan yang berkualitas dan terjangkau oleh peternak. Limbah industri gula tebu yang secara luas telah dimanfaatkan hanya molasses, sedangkan peluang pucuk tebu dan bagas untuk subsitusi rumput gajah belum dimanfaatkan sebagai pakan kambing secara maksimal.

Bagas tebu adalah salah satu limbah padat dalam industri gula tebu yang terdiri dari kumpulan serat batang tebu setelah niranya diperas (Sulistianingsih, 2006). Oleh sebab itu bagas tebu yang mengandung serat mempunyai faktor pembatas, yaitu kandungan nutrisi dan kecernaannya yang sangat rendah. Telah diketahui bahwa komponen serat kasar adalah lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Ketiga senyawa ini bersama-sama membentuk serat kasar dalam susunan yang kompleks dan padat akibat adanya ikatan hydrogen dan ikatan fisik yang menyatukannya. Oleh karena itu, diperlukan rekayasa pengolahan atas perlakuan terhadap limbah sehingga dapat memperbaiki kualitas yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai pakan yang potensial.


(3)

Komposisi kimia bagas menunjukan bahwa bagas mengandung zat-zat makanan yang nilai nutrisinya sangat rendah antara lain protein kasar (1,6%), lemak (0,8%), serat kasar (46,5%) dan lignin tinggi (14,0%). Ikatan lignin tinggi tersebut

menyebabkan kecernaan bagas sangat rendah. Namun, ikatan selulosa dengan lignin (lignoselulosa) tersebut dapat diputus oleh enzim yang dihasilkan oleh isolat mikrofungi pendegradasi lignoselulosa dalam proses fermentasi. Proses fermentasi telah terbukti dapat menurunkan kadar serat kasar dan meningkatkan kadar protein kasar. Fermentasi dapat berlangsung karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Bahan utama yang diperlukan untuk berlangsungnya fermentasi adalah berbagai jenis

mikroorganisme atau enzim yang dihasilkan. Oleh karena itu, untuk

meningkatkan kandungan nutrisi pada bagas perlu dilakukan fermentasi dengan menggunakan isolat mikrofungi atau kapang selulolitik. Jenis kapang selulolitik yang dapat digunakan adalah Aspergillus spp.2, Aspergillus spp.3, Aspergillus

spp.4, Penicillium spp.1 dan Penicillium spp.2 diisolasi pada media bagas tebu. Kapang selulolitik akan menghasilkan enzim untuk mencerna serat kasar. Dengan dilakukan fermentasi diharapkan dapat meningkatkan kandungan nutrisi pada bagas tebu.

B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1) mengetahui pengaruh jenis kapang selulolitik pada fermentasi bagas tebu terhadap konsentrasi VFA dan konsentrasi NH3;


(4)

2) mengetahui jenis kapang selulolitik yang terbaik dalam fermentasi bagas tebu ter hadap konsentrasi VFA dan konsentrasi NH3.

C. Kegunaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang teknik pengolahan limbah pertanian, yaitu bagas tebu melalui proses fermentasi dengan mengguna-kan kapang untuk meningkatmengguna-kan konsentrasi VFA dan konsentasi NH3 sehingga dapat digunakan sebagai pakan alternatif.

D. Kerangka Pemikiran

Bagas tebu adalah limbah industri gula yang belum banyak dimanfaatkan untuk pakan. Kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan bagas tebu adalah nilai nutrisi yang rendah, seperti serat kasar yang tinggi dan protein kasar rendah. Menurut Ensminger et al. (1990), bagas tebu mengandung bahan kering sebesar 91% dan mempunyai komposisi nutrisi 1,6% protein, 46,5% serat kasar, 0,8% lemak, 3,1% abu, dan 48,0% BETN. Hal ini berdampak pada nilai nutrisi menjadi rendah, yang pada akhirnya dapat mengganggu penampilan ternak. Akan tetapi, pada penelitian Retnani et al (2009), didapat bahwa kandungan berupa ransum yang salah satu bahan penyusunnya adalah bagas tebu (sebanyak 20%) diperoleh kandungan serat kasarnya sebesar 13,08%. Hal ini menunjukan bahwa nilai serat kasar menjadi menurun apabila bagas tebu dimasukkan ke dalam ransum basal.

Hasil penelitian Prayuwidayati dan Widodo (2004) menunjukkan bahwa


(5)

dan cenderung menyebabkan penurunan bobot tubuh kambing (1,5—1)kg, meskipun pada saat penelitian tersebut telah dilakukan suplementasi amonium sulfat dan defaunasi untuk mendukung pertumbuhan bakteri percerna serat supaya bioproses dalam rumen dapat berlangsung dengan optimal. Hal ini mencerminkan sulitnya bagas tebu dicerna oleh ternak, sehingga untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, bagas tebu terlebih dahulu harus diberi perlakuan (pretreatment). Perlakuan pada bagas tebu untuk meningkatkan nilai nutrisi dengan dilakukannya fermentasi dengan menggunakan kapang selulolitik. Jenis kapang selulolitik yang digunakan ialah Aspergillus spp dan Penicillium spp. Menurut Palinka (2009), fermentasi lumpur sawit dengan kapang Aspergillus menghasilkan kandungan protein kasar dan serat kasar yang baik. Kandungan protein kasar meningkat dari 13,25% menjadi 35,43% dan serat kasar turun dari 16,3% menjadi 13,8%. Sedangkan pada Penicillium, fermentasi bungkil inti sawit menghasilkan kualitas kandungan dan serat kasar yang baik yaitu kandungan protein kasar meningkat dari 15,14% menjadi 28,96% dan serat kasar menurun dari 17,18% menjadi 14,35% (Harnentis, et al., 2005). Dari perbandingan kedua kapang tersebut, diperkirakan kapang selulolitik yang terbaik ialah Penicillium spp, karena dapat meningkatkan protein kasar dan menurunkan serat kasar lebih baik daripada

Aspergillus spp.

Peningkatan nilai nutrisi tersebut tercermin dari menurunnya kandungan serat kasar. Serat kasar bahan akan menurun selama proses fermentasi sebagai akibat dari kerja enzim selulase menjadi glukosa (Domach et al., 1980). Menurut Fardiaz (1988), mikroba menggunakan glukosa sebagai sumber energi yang


(6)

diperoleh dari proses perombakan senyawa karbohidrat. Melalui proses glikolisis, glukosa akan diubah menjadi komponen lain untuk menghasilkan energi

(Setiawihardja,1984). Energi yang dihasilkan akan digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhan dan metabolisme senyawa organik pada fermentasi. Selain

menurunnya kadar serat kasar, peningkatan kualitas nutrisi juga ditunjukkan dengan meningkatnya protein kasar.

Menurut Prayuwidayati dan Liman (2006) penggunaan bagas tebu terfermentasi dalam ransum domba hingga 15% tidak menganggu konsumsi dan kecernaan zat-zat makanan. Bagas tebu terfermentasi dalam ransum dapat mempengaruhi performans ternak. Komposisi daging kambing yang mengkonsumsi bagas tebu terfermentasi tidak berbeda dengan komposisi daging kambing yang

mengkonsumsi hijauan kering (hay), bahkan daging kambing yang mengkonsumsi bagas tebu terfermentasi memiliki flavor, aroma, dan kualitas daging lebih baik (Ramli et al., 2005).

Kemampuan mikrofungi mendekomposisi lignoselulosa disebabkan oleh mikrofungi mampu memproduksi enzim selulase, xilanase, dan lignoselolitik. Enzim-enzim tersebut berperan menguraikan karbohidrat komplek menjadi karbohidrat sederhana yang dapat dicerna oleh mikroba rumen pada ternak ruminansia. Laju pertumbuhan dan aktivitas enzim yang optimum dari mikrofungi sangat menentukan keberhasilan proses fermentasi.

Rusaknya ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa yang terdapat dalam tanaman, akan meningkatkan kecernaan di dalam rumen. Semakin tinggi tingkat kecernaan suatu pakan, akan semakin memungkinkan zat nutrisi yang dapat


(7)

diserap, maka semakin banyak zat yang akan di produksi oleh mikroba, yaitu VFA dan NH3.

Perlakuan fermentasi dengan bantuan kapang selulolitik, zat nutrisi bagas tebu akan diubah dari molekul yang kompleks menjadi molekul-molekul sederhana, karena kapang selulolitik ini dapat menghasilkan beberapa enzim seperti eksoglukanase, selobiase, dan kritinase (Papavizas, 1985). Hasil akhir dalam pengolahan ini akan menyediakan suatu persenyawaan yang mudah difermentasi-kan oleh mikroba rumen untuk memproduksi VFA dan akhirnya siap dimanfaat-kan oleh ternak ruminansia untuk meningkatdimanfaat-kan produktivitas ternak.

Berdasarkan pemikiran di atas, maka diharapkan fermentasi bagas tebu oleh kapang selulolitik dapat meningkatkan konsentrasi total VFA dan NH3 secara in vitro.

E. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1) terdapat pengaruh jenis kapang selulolitik pada fermentasi bagas tebu terhadap konsentrasi VFA dan konsentrasi NH3 secara in vitro pada cairan rumen kambing;

2) kapang selulolitik Penicillium spp dalam fermentasi bagas tebu akan menghasilkan konsentrasi VFA dan konsentrasi NH3 tertinggi secara in vitro pada cairan rumen kambing.


(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bagas

Ampas tebu atau yang dikenal dengan istilah bagas merupakan residu atau hasil sampingan dari proses ekstrasi (pemerahan) cairan tebu menjadi gula, yang sejauh ini masih belum banyak dimanfaatkan menjadi produk yang memiliki nilai

tambah (Samsuri et al., 2006). Batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gua pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (mollase) dan air (Wikipedia, 2011).

Bagas sebagian besar mengandung lignosellulosa. Panjang seratnya antara 1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro, sehingga bagas ini dapat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi papan-papan buatan. Bagas mengandung air 48—52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagas tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin (Husin, 2007). Menurut Ensminger et al. (1990), kadar lignin dalam bagas sangat tinggi yaitu 14%. Kandungan lignin yang cukup tinggi pada bagas


(9)

tebu menyebabkan kecernaan menjadi rendah, sehingga perlu dilakukan usaha untuk memperbaiki kecernaan. Bagas tebu dapat dipergunakan sebagai sumber serat kasar untuk ternak, sehingga dapat menggantikan sebagian hijauan pakan.

Menurut Close dan Menke (1986), bagas tebu dapat digunakan sebagai pakan alternatif pada saat kekurangan pakan. Ternak yang mendapat ransum dengan bagas tebu tanpa diberi perlakuan mempunyai rataan pertambahan berat tubuh sebesar 485,78 g/hari, setelah diberi perlakuan alkali maka rataan pertambahan berat tubuh menjadi 599,82 g/hari (Shirley,1986).

Pada hasil penelitian Prayuwidayati dan Widodo (2004) menunjukkan

penggunaan bagas tebu tanpa diberi perlakuan mempunyai nilai kecernaan rendah dan cenderung menyebabkan penurunan berat tubuh kambing 1,5—1kg, meskipun pada saat penelitian tersebut telah dilakukan suplementasi amonium sulfat dan defaunasi untuk mendukung pertumbuhan bakteri percerna serat supaya bioproses dalam rumen dapat berlangsung dengan optimal. Hal ini mencerminkan sulitnya bagas tebu dicerna oleh ternak, sehingga untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, bagas tebu terlebih dahulu harus diberi perlakuan (pretreatment).

Pretreatment terhadap bahan bagas tebu yang akan difermentasi mutlak dilakukan untuk mempercepat proses pertumbuhan mikrofungi. Isolat mikrofungi mampu mendekomposisi bagas tebu melalui proses fermentasi aerob, tetapi kemampuan masing-masing isolate mikrofungi berbeda-beda, sehingga perlu dilakukan proses seleksi untuk mendapatkan isolat yang tepat untuk bagas tebu. Kemampuan isolate mikrofungi dalam mendekomposisi bagas tebu disebabkan adanya aktivitas enzim diantaranya selulase dan xilanase. Kualitas nutrisi bagas tebu dapat


(10)

ditingkatkan melalui optimasi fermentasi media dan selanjutnya produk

fermentasi bagas dapat digunakan sebagai bahan penyusun ransum ruminansia.

Tebu terfermentasi (fermented baggasse) telah menjadi komoditi komersial untuk pakan. Bahkan Thailand memperdagangkannya melalui situs internet. Metode fermentasi bagas tebu yang dilakukan berbeda antar peneliti. Beberapa ilmuan Jepang (Iritani et al., 1996) telah berhasil mendapatkan paten untuk metode produksi bagas terfermentasi dengan menggunakan asam laktat.

Seleksi enzimatis terhadap isolat -isolat yang berasal dari bagas tebu telah dilakukan oleh Prayuwidayati (2006). Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa isolat mikrofungi memiliki aktivitas enzim lignoselulase. Hal ini dapat dilihat berdasarkan kinerja isolate tersebut dalam menurunkan kadar ligin dalam bagas tebu. Penurunan kadar lignin berimplikasi pada peningkatan nilai nutrisi yaitu penurunan kandungan serat kasar dan peningkatan protein bagas tebu.

B. Fermentasi

Fermentasi adalah perubahan kimia dari senyawa organik dalam keadaan aerob atau anaerob melalui kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba (Judoamidjojo et al., 1992). Menurut Fardiaz (1988), fermentasi adalah proses pemecahan bahan organik oleh mikroba, sehingga diperoleh bahan-bahan organik yang diinginkan. Menurut Rachman (1992) fermentasi merupakan aktivitas metabolisme

mikroorganisme baik dalam keadaan aerob maupun anaerob melalui kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba, sehingga terjadi perubahan atau tranformasi kimia dari substrat organik. Perubahan kimia akibat aktivitas enzim yang dihasilkan


(11)

oleh mikroba meliputi perubahan molekul-molukel kompleks atau senyawa-senyawa organik seperti protein,karbohidrat,dan lemak menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana, mudah larut, dan kecernaan tinggi. Enzim adalah suatu katalisator biologis yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan dapat membantu mempercepat bermacam-macam reaksi biokimia (Winarno,1981).

Pakan fermentasi biasanya mempunyai nilai zat makanan yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya (Winarno, 1981). Hal ini tidak hanya disebabkan karena mikroba bersifat katabolik atau memecah komponen-komponen yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna, tetapi mikroba juga dapat mensintesa beberapa vitamin B kompleks.

Fermentasi kapang membutuhkan waktu 2—5 hari. Waktu untuk menghasilkan enzim yang paling optimum apabila fermentasi dilakukan selama 3 hari. Bila fermentasi dilakukan selama 5 hari pH-nya akan meningkat karena terbentuknya ammonia sehingga jika berlebihan akan terjadi sporulensi serta menghasilkan aroma yang tidak diinginkan (Winarno, 1981).

Bahan-bahan yang difermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan bahan asalnya. Hal ini disebabkan mikroba bersifat katabolik atau memecah komponen-komponen yang komplek menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna (Winarno et al., 1980). Selain dapat mengubah bahan organik komplek menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana dan mudah dicerna, fermentasi juga dapat mengubah rasa dan aroma yang tidak disukai, mensintesis protein dan dalam beberapa hal tertentu menambah daya tahan bahan.


(12)

C. Kapang Selulolitik

Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai, karena bahan utama yang diperlukan untuk berlangsungnya fermentasi adalah berbagai mikroorganisme atau enzim yang dihasilkan (Winarno et al., 1980). Mikroba yang banyak digunakan dalam proses fermentasi, diantaranya kapang, khamir/yeast, ganggang, dan bakteri

(Judoamidjojo et al., 1992).

Fungi atau jamur dapat dibedakan menjadi kapang dan yeast. Kapang adalah jamur bersel banyak dan mempunyai filament (miselium) yang dapat berkembang biak secara seksual maupun aseksual. Yeast adalah jamur bersel tunggal tanpa filament yang memperbanyak diri dengan pertunasan yaitu sel kecil yang tumbuh dari sel induknya. Sebagian sel tunggal, yeast dapat tumbuh dan berkembang biak lebih cepat dibandingkan kapang yang tumbuh dengan pembentukan filamen. Kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan kapang dan yeast hampir sama, yaitu sekitar 25°—30°C (Fardiaz., 1992).

Heterotof merupakan sifat yang dimiliki oleh semua jenis fungi. Berbeda dengan organism lainnya, fungi tidak memangsa dan mencerna makanan. Fungi

menyerap zat organic dari lingkungan melalui hifa dan miselium untuk

memperoleh makanannya, dan kemudian menyimpannya dalam bentuk glikogen. Fungi bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin dan senyawa kimia lainnya yang diperoleh dari lingkungan.


(13)

Fungi selulolitik merupakan fungi yang mungkin hadir bersamaan atau setelah kelompok fungi saprofit primer. Memiliki fase perumbuhan yang lebih panjang dan mampu menggunakan struktur polimer utama seperti selulosa, hemiselulosa dan khitin atau polimer utama seperti selulosa, hemiselulosa dan khitin atau polimer lain seperti lipid, protein, pati, dan lain-lain. Fungi jenis ini mampu mempertahankan sumber makanan dari pesaing lainnya, yaitu dengan memanfaatkan kondisi makanan yang miskin (missal nitrogen) atau dengan memproduksi bahan metabolit yang menghambat fungi lain (antibiosis).

Faktor-faktor yang mempengaruhi mikroorganisme agar dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik yaitu suhu, pH, oksigen, dan air. Kapang termasuk kelompok mikro mesofilik yaitu tumbuh optimum pada kisaran suhu antara 20— 25°C (suhu kamar). Kapang dapat tumbuh pada kisaran pH sekitar 5,0 atau sedikit dibawahnya. Pada pH di atas 5,0 akan memungkinkan pertumbuhan bakteri tidak diinginkan, akan tetapi jika pH lebih rendah dari 3,4 maka pertumbuhkan kapang justru akan terhambat. Oksigen diperlukan

mikroorganisme untuk mendapatkan energy melalui oksidasi dan air (Nur,1993). Mikroorganisme tidak akan tumbuh tanpa adanya air (kelembaban). Air bertindak sebagai pelarut dan sebagian besar aktivitas metabolis dalam sel dilakukan dalam lingkungan berair. Air juga berfungsi sebagai katalis dengan cara membantu atau terlibat langsung dalam reaksi enzimatik.

1. Aspergillus sp

Aspergillus sp bersifat pathogen karena aflatoxin yang dihasilkan menimbulkan karsinogen di dalam makanan (McKandel, 1996).


(14)

Aspergillus sp tumbuh cepat pada media SGA + antibiotic yang diinkubasi pada suhu ruang tumbuh sebagai koloni berwarna hijau kelabu dengan suatu dome di tengah dari konidiofor.

Klasifikasi, Aspergillus sp adalah sebagai berikut: Divisio : Eumycetes

Classis : Deuteramycetes Ordo : Moniliales Familia: Moniliaceae Genus : Aspergillus Spesies : Aspergillus sp.

Aspergillus sp mempunyai hifa bersekat dan bercabang, pada bagian ujung hifa terutama pada bagian yang tegak membesar merupakan konidiofornya.

Konidiofora pada bagian ujungnya membulat menjadi visikel. Pada visikel terdapat batang pendek yang disebut sterigmata (Makfoeld, 1993). Sterigmata atau fialida berwarna atau tidak berwarna dan tumbuh konidia yang membentuk rantai yang berwarna hijau, coklat, atau hitam. Untuk membedakan spesies berdasarkan perbedaan warna dari konida ialah secara mikroskopis (Makfoeld, 1993).

Spesies dari Aspergillus sp diketahui terdapat dimana-mana dan tumbuh pada semua substrat (Dwijoseputro, 1985). Lebih dari 60 spesies Aspergillus secara medis patogen relevan, misalnya yang disebabkan Aspergillus sp disebut

Aspergillosis, beberapa diantaranya bersifat saprofit sebagaimana banyak ditemukan pada bahan pangan (Makfoeld, 1993). Beberapa jenis spesies


(15)

Aspergillus seperti: Aspergillus aculeatus, Aspergillus caesiellus, Aspergillus candidus, Aspergillus carneus, Aspergillus clavatus, Aspergillus deflectus,

Aspergillus egyptiacus, Aspergillus fischerianus, Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Aspergillus Glaucus, Aspergillus nidulans, Aspergillus niger,

Aspergillus ochraceus, Aspergillus oryzae, Aspergillus parasiticus, Aspergillus penicilloides, Aspergillus restrictus, Aspergillus sojae, Aspergillus sydowii,

Aspergillus tamari, Aspergillus terreus, Aspergillus ustus, Aspergillus versicolor. Pada Aspergillus niger menghasilkan gallic acid yang merupakan senyawa fenolik yang biasa digunakan dalam industri farmasi dan juga dapat menjadi substrat untuk memproduksi senyawa antioksidan dalam industri makanan.

Aspergillus niger dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam substrat, molekul sederhana yang terdapat

disekeliling hifa dapat langsung diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks harus dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan

beberapa enzim ekstra seluler seperti protease, amilase, mananase, dan α -glaktosidase.

Aspergillus flavus sangat umum pada jagung dan kacang, serta merupakan salah satu dari beberapa spesies jamur yang dikenal menghasilkan untuk aflatoksin, yang dapat menyebabkan radang hati akut, imunosupresi, dan karsinoma hepatoseluler. Enzim quercitrinase dapat ditemukan dalam Aspergillus flavus, yang merupakan enzim dalam jalur rutin katabolik.

Toxin yang dihasilkan oleh Aspergillus sp berupa mikotoksin. Mikotoksin adalah senyawa hasil sekunder metabolisme jamur (Fardiaz, 1992). Mikotoksin yang


(16)

dihasilkan oleh Aspergillus sp lebih dikenal dengan aflatoxin, dapat menyerang sistem syaraf pusat, beberapa diantaranya bersifat karsinogenik menyebabkan kanker pada hati, ginjal dan perut (Buckle, 1987).

Kemampuan jamur untuk membentuk aflatoxin tergantung pada faktor dan keadaan lingkungan secara makroskopis (subtract, kelembaban, suhu, pH) dan lamanya kontak antara jamur dengan substrat. Substrat dan kadar karbohidrat tinggi akan menguntungkan pembentukan aflatoxin dengan kadar glukosa 30% (Makfoeld, 1993).

2. Penicillium sp

Penicillium (dari bahasa latin penicillus: kuas) adalah genus jamur Ascomycetous, yang sangat penting dalam lingkungan alam serta produksi makanan dan obat.

Penicillium sp menghasilkan penisilin, sebuah molekul yang digunakan sebagai antibiotik, yang membunuh atau menghentikan pertumbuhan beberapa jenis bakteri di dalam tubuh.

Klasifikasi, Penicillium sp adalah sebagai berikut: Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota Kelas : Eurotiomycetes Order : Eurotiales Family : Trichocomaceae Genus : Penicilium

Penicillium spp biasanya terdiri dari sebuah jaringan yang sangat bercabang dari multinukleat, septate, dan hifa berwarna. Konidiofornya banyak bercabang


(17)

tumbuh pada miselia dan menanggung individual conidiospores terbatas.

Conidiospores adalah rute penyebaran utama dari jamur, dan berwarna hijau. Spesies Penicillium adalah jamur tanah di mana-mana lebih memilih iklim sejuk dan moderat, biasanya hadir di mana pun bahan organik tersedia. Saprophytic

dari spesies Penicillium dan Aspergillus adalah di antaranya yang paling terkenal dari Eurotiales dan hidup terutama pada zat organik biodegradable. Mereka umumnya dikenal sebagai cetakan dan merupakan salah satu penyebab utama pembusukan makanan. Banyak spesies yang menghasilkan mikotoksin sangat beracun. Beberapa spesies memiliki warna biru, biasanya tumbuh pada roti tua dan memberikan tekstur fuzzy biru.

Beberapa spesies dari genus Penicillium memainkan peran sentral dalam produksi keju dan berbagai produk daging, seperti Penicillium camemberti, Penicillium roqueforti danPenicillium nalgiovense. Penicillium digunakan untuk

meningkatkan rasa sosis dan daging babi, dan untuk mencegah kolonisasi oleh jamur dan bakteri lainnya. Selain pentingnya mereka dalam industri makanan, jenis Penicillium dan Aspergillus melayani dalam produksi beberapa enzim produksi biotechnologally dan makromolekul lain, seperti asam glukonat, sitrat, dan tartrat, serta beberapa pectinases, lipase, amilase, selulase, dan protease.

D. Sistem Pencernaan pada Ternak Ruminansia

Pencernaan adalah perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencernaan. Berdasarkan perubahan yang terjadi proses pencernaan dibagi menjadia tiga jenis: pencernaan mekanik yang terjadi di dalam mulut, pencernaan


(18)

hidrolitik dimana bahan makanan diuraikan oleh enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh hewan dan fermentatif dimana perombakan zat makanan

dilakukan oleh mikroba dalam alat pencernaan menjadi senyawa lain yang berbeda dari molekul zat makanan asalnya. Hasil perombakan kemudian segera dikatabolisasikan lebih lanjut yang kemudian menjadi sumber zat makanan utama bagi hewan induk semang (Sutardi, 1980).

Saluran pencernaan ruminansia dibagi menjadi empat bagian yaitu: mulut, perut, usus halus, dan organ pencernaan bagian belakang. Perut dibagi lagi menjadi empat bagian, yaitu: retikulum, rumen, omasum dan abomasum. Retikulum dan rumen tidak terpisah sempurna sehingga dipandang sebagai satu kesatuan yang disebut retikulorumen. Dalam retikulorumen terdapat mikroba dalam jumlah besar (Church, 1979). Kedua alat pencernaan tersebut merupakan alat pencernaan fermentatif (Sutardi, 1980). Menurut Church (1979) fungsi omasum masih belum jelas, tetapi pada organ tersebut terjadi penyerangan air, amonia dan VFA dan diduga juga memproduksi VFA dan amonia. Sedangkan abomasum fungsinya hampir sama dengan perut ternak monogastrik. Sutardi (1980) menjelaskan tentang abomasum bahwa mukosa perut ini terdiri atas sel-sel kelenjar yang menghasilkan HCl dan pensinogen seperti pada mamalia lain, karena itu disebut perut sejati.

E. Amonia (NH3)

Protein pakan di dalam rumen akan dirombak oleh enzim protease yang dihasilkan oleh mikroba rumen menjadi oligopeptida. Selanjutnya, oligopeptida akan


(19)

dihidrolisis menjadi asam amino. Sebagian asam amino ini akan terserap melalui dinding rumen dan sebagian lagi dideaminasi menjadi keto alfa yang

menghasilkan VFA, ammonia, CH4, dan CO2 (Sutardi, 1979). Amonia menjadi sumber utama untuk sintesis asam amino pada mikroba rumen.

Pertumbuhan mikroba dapat meningkat sejalan dengan konsentrasi N sampai batas yang bertepatan dengan konsentrasi N, ammonia 5 mg % setara dengan 3,74 mM (Satter dan Slyter, 1974). Apabila lebih dari konsentrasi tersebut maka pertumbuhan mikroba tidak dapat ditingkatkan. Pada hijauan kadar lemak tinggi cenderung menurunkan kadar NH3. Hal ini terjadi karena efek buruk lemak terhadap pencernaan serat kasar sehingga perombakan bahan pakan secara keseluruhan, termasuk protein menurun. Namun demikian, pada konsentrat terjadi kebalikannya, terutama pada konsentrat berkadar protein tinggi. Kecepatan produksi ammonia dalam rumen sering melebihi kecepatan

penggunaannya untuk sintesis protein mikroba, sehingga terjadi akumulasi dalam rumen. Kelebihan ammonia akan diserap oleh dinding rumen dan dikonversi menjadi urea. Urea yang terbentuk dan saliva yang kemudian akan menjadi sumber N bagi sintesis protein mikroba (Tillman et al., 1989). Mikroba rumen dapat menggunakan ammonia sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein mikroba dan paling efisien dalam menggunakan ammonia (Banerjee, 1987).

Kadar amoniasi dalam rumen merupakan petunjuk antara proses degradasi dan proses sintesis protein oleh mikroba rumen. Jika pakan defisien akan protein atau proteinnya tahan degradasi maka konsentrasi ammonia dalam rumen akan rendah dan pertumbuhan mikroba rumen akan lambat yang menyebabkan turunnya


(20)

kecernaan pakan (McDonald et al., 1998). Amonia merupakan sumber nitrogen utama untuk suatu hal yang perlu diperhatikan. Kadar NH3 yang membutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang maksimal adalah 4—12 mM (Sutardi, 1979) dan 3,73—15 mM (Satter dan Slyter, 1974).

Pada ternak ruminansi, protein yang masuk ke dalam rumen akan mengalami perombakan/degradasi menjadi amonia oleh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba rumen. Produksi amonia tergantung dari kelarutan protein ransum, jumlah protein ransum, lamanya makanan berada dalam rumen dan pH rumen (Orskov, 1982).

Sebagian besar mikroba rumen (82%) mengandung NH3 (amonia) untuk perbanyakan diri, terutama dalam proses sintesis selnya (Sutardi, 1979). Bryant (1974) menyatakan bahwa dalam mayoritas bakteri rumen dapat mengunakan amonia sebagai sumber nitrogen. Kadar amonia yang dibutuhkan untuk

menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang maksimal menurut Sutardi (1979) berkisar 4—12 mM.

Produksi protein mikroba rumen dapat ditingkatkan dengan menambahkan karbohidrat mudah dicerna dalam rumen (Hungate, 1966) seperti tetes tebu, pati, glukosa, fruktosa dan sukrosa. Adanya karbohidrat yang mudah difermentasi tersebut memungkinkan mikroba mendapatkan energi yang lebih baik untuk membentuk protein tubuhnya (Soewardi, 1974). Dinyatakan pula bahwa sebagian besar protein yang terdapat dalam rumen adalah protein mikroba dan 50—90% dari seluruh protein yang mencapai usus halus adalah protein mikroba.


(21)

Kadar N-amonia, VFA serta pembentukan protein mikroba merupakan beberapa tolak ukur nilai gizi dan manfaat bahan serta aktivitas di dalam rumen. Proses degradasi bahan makanan menghasilkan N-amonia yang sebagian digunakan untuk sintesis protein mikroba (Chalupa, 1977).

Pengukuran N-NH3 in vitro dapat digunakan untuk mengestimasi degradasi protein dan kegunaannya oleh mikroba. Produksi amonia dipengaruhi oleh waktu setelah makan dan umumnya produksi maksimum dicapai pada 2—4 jam setelah pemberian pakan yang bergantung kepada sumber protein yang digunakan dan mudah tidaknya protein tersebut didegradasi (Wohlt et al., 1976). Jika pakan defisien protein atau tinggi kandungan protein yang lolos degradasi, maka

konsentrasi N-NH3 rumen akan rendah (lebih rendah dari 50 mg/1 atau 3,57 mM) dan pertumbuhan organisme rumen akan lambat (Satter dan Slyter, 1974). Sebaliknya, jika degradasi protein lebih cepat daripada sintesis protein mikroba maka NH3 akan terakumulasi dan melebihi konsentrasi optimumnya. Kisaran optmum NH3 dalam rumen berkisar 85—300 mg/l 1 atau 6—21 mM (McDonald

et al., 2002).

Ranjhan (1977) menyatakan bahwa peningkatan jumlah karbohidrat yang mudah difermentasi akan mengurangi produksi amonia karena terjadi kenaikan

penggunaan amonia untuk pertumbuhan protein mikroba. Kondisi yang ideal adalah sumber energi tersebut dapat difermentasi sama cepatnya dengan

pembentukan NH3 sehingga pada saat NH3 terbentuk terdapat produksi fermentasi asal karbohidrat yang akan digunakan sebagai sumber dan kerangka karbon dari asam amino protein mikroba telah tersedia. Mikroba yang telah mati akan masuk


(22)

ke usus sebagai sumber protein bagi ternak. Protein mikroba tersebut bersama dengan protein pakan yang lolos degradasi mengalami kecernaan di dalam usus oleh enzim-enzim protease dengan hasil akhir asam amino (Sutardi, 1977).

UREA, NPN Protein

RUMEN Oligopeptida Asam amino

NH3

Asam Keto-

VFA

Protein mikroba

USUS Asam Keto- Protein Protein mikroba Asam amino Oligopeptida

G ambar 2. Proses degradasi protein dalam rumen (Sutardi, 1977).

F. Volatile Fatty Acids (VFA)

Asam lemak terbang (VFA) merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia. Menurut Ensminger et al. (1990), sumbangan energi yang berasal dari asam lemak terbang dapat mencapai 60—80% dari kebutuhan energi pada ternak ruminansia. Kadar VFA cairan rumen secara normal adalah 70—130 mM, kosentrasi VFA sangat dipengaruhi oleh kecernaan, jenis, dan kualitas pakan yang difermentasi (Tillman et al., 1989). VFA merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan sumber energi utama bagi ternak ruminansia (Parakkasi, 1999). McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa pakan yang masuk ke dalam rumen


(23)

difermentasi untuk menghasilkan produk berupa VFA, sel-sel mikroba, serta gas metan dan CO2.

Karbohidrat pakan didalam rumen mengalami dua tahap pencernaan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen. Pada tahap pertama mikroba rumen mengalami hidrolisis menjadi monosakarida, seperti glukosa, fruktosa dan pentosa. Hasil pencernaan tahap pertama masuk kejalur glikolisis Embden-Meyerhoff untuk mengalami pencernaan tahap kedua yang menghasilkan piruvat. Piruvat selanjutnya akan dirubah menjadi VFA yang umumnya terdiri dari asetat, butirat dan propionat (Arora, 1995). Piruvat merupakan produk intermedier yang segera dimetabolis menjadi produk akhir berupa asam lemak berantai pendek yang sering disebut VFA yaitu asam asetat, propionat, butirat, sejumlah kecil asam valerat dan asam lemak berantai cabang.

Banyaknya VFA yang dihasilkan di dalam rumen sangatlah bervariasi yaitu 200— 1.500 mg/100 ml cairan rumen. Hal ini tergantung pada jenis ransum yang dikonsumsi (McDonald et al., 2002). Peningkatan konsentrasi VFA mencermin-kan peningkatan mencermin-kandungan protein dan karbohidrat pamencermin-kan yang mudah larut (Davies, 1982). VFA mempunyai peran ganda yaitu sebagai sumber energi bagi ternak dan sumber kerangka karbon untuk pembentukan protein mikroba (Sutardi

et al, 1983). Kadar VFA yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang optimal adalah 80—160 mM (Sutardi, 1979).

Pada ternak ruminansia, VFA merupakan sumber energi utama yang berasal dari hasil fermentasi karbohidrat di dalam rumen (Dixon, 1985). VFA dapat


(24)

menggambarkan fermentabilitas suatu pakan sebab VFA dapat mencerminkan peningkatan karbohidrat dan protein yang mudah larut.

Lintasan Embden-meyerhoff

Lintasan Pentosa

Lintasan Akhir

Lintasan Suksinat

Gambar 1. Skema lintasan utama fermentasi karbohidrat menjadi Volatile Fatty Acids (VFA) (France dan Siddons, 1993).

G. Peran Mikroba Rumen pada Ternak Ruminansia

Mikroba rumen sangat berperan dalam mendegradasi pakan yang masuk ke dalam rumen menjadi produk-produk sederhana yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba

Heksosa Hemiselulosa

Pentosa Pektin

Selulosa, Pati

As. piruvat

Asetil CoA As. Format

Co₂+ H₂

Metan As. Asetat Butirat


(25)

maupun induk semang dimana aktifitas mikroba tersebut sangat tergantung pada ketersediaan nitrogen dan energi. Kelompok utama mikroba yang berperan dalam pencernaan tersebut terdiri dari bakteri, protozoa dan jamur yang jumlah dan komposisinya bervariasi tergantung pada pakan yang dikonsumsi ternak (Preston dan Leng 1987).

Mikroba rumen membantu ternak ruminansia dalam mencerna pakan yang mengandung serat tinggi menjadi asam lemak terbang (VFA) yaitu asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam valerat serta asam isobutirat dan asam

isovalerat. VFA diserap melalui dinding rumen dan dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh ternak. Sedangkan produk metabolis yang tidak dimanfaatkan oleh ternak yang pada umumnya berupa gas akan dikeluarkan dari rumen melalui proses eruktasi (Barry et al., 1977). Namun yang lebih penting ialah mikroba rumen itu sendiri, karena biomas mikroba yang meninggalkan rumen merupakan pasokan protein bagi ternak ruminansia. Sauvant et al. (1995) menyebutkan bahwa 2/3—3/4 bagian dari protein yang diabsorbsi oleh ternak ruminansia berasal dari protein mikroba.

Kualitas pakan yang rendah seperti yang umum terjadi di daerah tropis menyebab-kan kebutuhan protein untuk ternak ruminansia sebagian besar dipasok oleh protein mikroba rumen. Soetanto (1994) menyebutkan hampir sekitar 70 % kebutuhan protein dapat dicukupi oleh mikroba rumen. Namun McDonald (1981) menyatakan bahwa untuk memperoleh hasil produksi yang tinggi, khususnya pada fase fisiologi tertentu, misalnya pada masa pertumbuhan awal, bunting dan awal laktasi, pasok protein mikroba belum mencukupi kebutuhan ternak, sehingga


(26)

ternak memerlukan tambahan pasok protein dari pakan yang lolos fermentasi di dalam rumen.

Produk akhir fermentasi protein akan digunakan untuk pertumbuhan mikroba itu sendiri dan digunakan untuk mensintesis protein sel mikroba rumen sebagai pasok utama protein bagi ternak ruminansia. Menurut Arora (1983) sekitar 47—71% dari nitrogen yang ada di dalam rumen berada dalam bentuk protein mikroba.

H. Teknik In Vitro

Teknik in vitro merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk

mempelajari beberapa proses fermentasi yang terjadi di dalam rumen. Teknik in vitro untuk ternak ruminansia pada prinsipnya adalah meniru proses pencernaan dalam rumen. Kondisi yang distimulasikan adalah kondisi anaerob, media nutrient dan penggunaan larutan penyangga.

Percobaan in vitro meliputi fermentasi substrat yang diinokulasikan dengan mikroorganisme rumen dalam medium buffer nutrient dengan prinsip meniru proses pencernaan dalam rumen, dimana struktur karbohidrat diubah menjadi produk yang terlarut oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen pada kondisi anaerobik yang terkontrol baik pH maupun temperaturnya (Jhonson, 1996).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan teknik fermentasi adalah 1) suhu fermentasi berkisar antara 39° dan 40° C. Suhu tersebut harus diusahakan tetap karena bakteri rumen sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Perbedaan suhu 0,5° C dapat menyebabkan proses fermentasi terganggu; 2) pH optimum berkisar 6,7 dan 7,0 agar aktivitas mikroba rumen dapat berlangsung normal;


(27)

3) media fermentasi in vitro berupa cairan rumen sebagai sumber inokulum; 4) periode atau waktu fermentasi tergantung dari bahan yang diuji, karbohidrat yang mudah larut seperti gula sederhana lebih mudah difermentasikan dibanding dengan makanan lain; 5) mengalirkan gas CO2 secepatnya bersama dengan permukaan secara mekanik dilakukan dalam fermentasi anaerob, yang prinsipnya disesuaikan dengan rumen sapi yang selalu bergerak. Gerakan rumen ditiru dengan menempatkan tabung fermentor dalam shaker waterbath.


(28)

III. BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di laboratorium Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Januari sampai dengan Februari 2011.

B. Bahan dan Alat 1. Bahan

Penelitian ini menggunakan bahan bagas tebu yang berasal dari PT. Gulaku di Kecamatan Gunung Madu, Lampung Tengah. Selain itu, digunakan kapang untuk fermentasi bagas, cairan rumen kambing, larutan saliva, dan larutan merkuri chorida (HgCl2) untuk menghentikan fermentasi oleh mikroba. Hasil dari fermentasi ialah cairan supernatan untuk mengukur konsentrasi VFA dan NH3. Penelitian ini juga menggunakan larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,5N digunakan untuk menampung VFA yang telah terkondensasi, indikator

phenolptalein, HCl 0,5N yang digunakan pada saat titrasi VFA dan 1 ml larutan asam borat 2%, serta indikator red blue, larutan natrium karbonat (Na2CO3) dan H2SO4 pekat.


(29)

2. Alat

Penelitian ini menggunakan alat timbangan analitik untuk menimbang zat kimia secara teliti, gelas ukur untuk mengukur zat cair, pengaduk untuk mengaduk campuran zat kimia, tabung fermentor untuk memfermentasi cairan rumen selama di water bath shaker yang digunakan sebagai pengganti perut rumen, tang

penjepit untuk memudahkan saat mengambil tabung fermentor, dan alat sentrifuse untuk memisahkan antara supernatan dengan endapan. Selain itu juga

menggunakan erlenmeyer untuk menampung VFA saat didestilasi dan alat

destilasi uap untuk mengukur konsentrasi VFA, alat pipet tetes untuk meneteskan indikator, buret untuk titrasi, serta cawan Conway untuk mengukur konsentrasi NH3.

C. Metode Penelitian 1. Rancangan percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan kapang yang terdiri atas lima macam, yaitu:

R1: Bagas tebu difermentasi dengan Aspergillus spp.2

R2: Bagas tebu difermentasi dengan Aspergillus spp.3

R3: Bagas tebu difermentasi dengan Aspergillus spp.4

R4: Bagas tebu difermentasi dengan Penicyllium spp.1

R5: Bagas tebu difermentasi dengan Penicyllium spp.2

Masing-masing perlakuan diulang lima kali sehingga diperoleh dua puluh lima satuan percobaan.


(30)

2. Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1% yang sebelumnya diuji homogenitas, aditivitas, dan normalitas. Selanjutnya pada data tersebut dilakukan uji lanjut dengan Duncan pada taraf 5% dan atau 1% (Steel dan Torrie, 1991).

3. Pelaksanaan penelitian a. Fermentasi bahan

Penyiapan Suspensi spora yaitu isolat fungi yang telah diremajakan pada Potato Dextrose Agar (PDA) miring diinkubasi selama 3 hari. Pada masing-masing isolat tersebut dimasukkan larutan NaCl steril dan dilakukan penggojokan dengan vortex mixer hingga spora terlepas. Kemudian dilakukan pemisahan antara suspensi dengan medianya PDA sehingga diperoleh suspensi spora. Setelah itu, spora dihitung kepadatannya dengan menggunakan hemocytometer melalui mikroskop.

b. Pembuatan saliva buatan

1) Untuk membuat 1 liter cairan, masukkan ± 1 liter aquades ke dalam labu berkapasitas 1 liter kemudian berturut-turut dimasukkan ke dalamnya NaHCO3 9,8 gr, Na2PO4 7H2O 7gr; KCl 0,57 gr; NaCl; 0,47 gr; MgSO4 7H2O 0,12 gr; CaCl2 0,04 gr;

2) Ditambahkan aquades sampai volume 1 liter;


(31)

4) Kemudian pH dicek bila belum mencapai 6,8 dihembuskan kembali CO2 sampai pH 6,8.

c. Pengambilan cairan rumen kambing

1) Sebelum pengambilan cairan rumen, termos diisi dengan air panas bersuhu 39°C agar suhunya sesuai dengan suhu cairan rumen;

2) Cairan rumen diambil dari rumen kambing setelah dipotong dalam jangka waktu yang singkat setelah pemotongan;

3) Rumen berikut penampungnya dimasukkan ke dalam termos, kemudian ditutup rapat;

4) Selanjutnya air termos dibuang pada saat rumen diambil, kemudian rumen disaring dengan kain kassa untuk mendapatkan cairan rumen.

d. Pencampuran cairan rumen dan bagas dalam fermentasi

a) Satu gram sampel bagas tebu terfermentasi dimasukkan ke dalam tabung fermentor, kemudian tambahkan larutan saliva buatan sebanyak 12 ml pada shakerbath pada suhu 39°C, dan masukkan cairan rumen segar sebanyak 8 ml sebagai inokulan, lalu tabung fermentor ditutup rapat dan digoyang dengan pelan agar cairan merata, metode ini berdasarkan Tilley dan Terry (Muhtarudin

et al., 2002);

b) Tabung fermentor di inkubasi secara anaerob selama 24 jam

c) Setelah 24 jam tutup tabung dibuka dan ditambah larutan HgCl2 jenuh sebanyak 0,2 ml untuk menghentikan fermentasi oleh mikroba rumen;


(32)

d) Menyentrifuse cairan fermentasi dengan kecepatan 8.000 rpm selama 12,5 menit;

e) Memisahkan antara supernatan (cairan jernih di bagian atas) dengan endapan.

4. Peubah yang diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu konsentrasi VFA dan konsentrasi NH3 secara in vitro pada cairan rumen kambing.

a. Konsentrasi NH3

Konsentrasi NH3 ditentukan dengan teknik Microdifusi Conway menurut Muhtarudin (2002): yaitu sebanyak 1 ml larutan NaCO3 jenuh ditempatkan di sekat sebelah kanan cawan conway. Pada cawan kecil di bagian tengah diisi dengan asam borat sebanyak 1 ml dan indikator red blue, kemudian cawan

conway ditutup rapat dengan tutup bervaselin, lalu digoyang-goyang sehingga supernatan bercampur dengan larutan NaCO3 jenuh. Cawan dibiarkan selama 24 jam pada suhu ruang di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak. Amonia yang terikat dengan asam borat dititrasi dengan H2SO4 0,0143 N sampai warna berubah menjadi kemerah-merahan. Selanjutnya kadar NH3 dihitung dengan rumus: NH3= (ml titrasi x N H2SO4 x 1000) mM

b. Konsentrasi VFA

Konsentrasi VFA diukur dengan destilasi uap menurut Muhtarudin (2002), yaitu sebanyak 5 ml supernatan dimasukkan ke dalam tabung destilasi yang dipanaskan dengan uap air. Tabung segera ditutup rapat setelah ditambah 1 ml H2SO4 15%.


(33)

Uap air panas akan membawa VFA melewati tabung pendinginan, sehingga akan terkondensasi dan ditampung dengan erlenmeyer berisi 5 ml NaOH 0,5 N sampai mencapai volume sekitar 300 ml. Selanjutnya ditambahkan indikator

phenolptalein sebanyak 1 tetes dan dititrasi dengan HCl 0,5 N. Titrasi berakhir pada saat titik awal perubahan warna dari merah menjadi bening. Lakukan titrasi blanko terhadap 5 ml NaOH 0,5 N. Kadar total VFA dapat dihitung dengan rumus:

Total VFA = (B-S) x N HCl x 1000/5 Keterangan:

B: volume titran blanko N: normalitas larutan HCl S: volume titran sampel


(34)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1) kapang Aspergillus spp.2, Aspergillus spp.3, Aspergillus spp.4, Penicyllium spp.1, dan Penicyllium spp.2 tidak mempengaruhi konsentrasi VFA dan konsentrasi NH3 pada fermentasi bagas tebu;

2) tidak ada jenis kapang yang menghasilkan konsentrasi VFA dan NH3 pada hasil yang optimal maupun tertinggi pada fermentasi bagas tebu.

B. Saran


(35)

PENGARUH JENIS KAPANG PADA FERMENTASI BAGAS TEBU TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH3 SECARA IN VITRO

Oleh

DEA HERNANDA PUTRI Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(36)

PENGARUH JENIS KAPANG PADA FERMENTASI BAGAS TEBU TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH3 SECARA IN VITRO

(Skripsi)

Oleh

DEA HERNANDA PUTRI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(37)

PENGARUH JENIS KAPANG PADA FERMENTASI BAGAS TEBU TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH3 SECARA IN VITRO

(Skripsi)

Oleh

DEA HERNANDA PUTRI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(38)

PENGARUH JENIS KAPANG PADA FERMENTASI BAGAS TEBU TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH3 SECARA IN VITRO

Oleh

DEA HERNANDA PUTRI Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(39)

Judul Skripsi : PENGARUH JENIS KAPANG PADA FERMENTASI BAGAS TEBU TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH3 SECARA IN VITRO

Nama : Dea Hernanda Putri

NPM : 0714061034

Jurusan : Peternakan Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Farida Fathul, M.Sc. Ir. Nining Purwaningsih NIP 195903301983032001 NIP 195707261986032001

2. Ketua Jurusan Peternakan

Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S. NIP 196103071985031006


(40)

MENSAHKAN 1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Farida Fathul, M.Sc. ...

Sekretaris : Ir. Nining Purwaningsih ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Liman, M.Si. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001


(41)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Proses degradasi protein dalam rumen………..………. 21 2. Skema lintasan utama fermentasi karbohidrat menjadi Volatile Fatty

Acids (VFA)………... 23 3. Tata letak percobaan ...………... 47 4. Sampel fermentasi bagas tebu... 51 5. Pembuatan saliva buatan... 51 6. Lambung kambing... ... 52 7. Penyaringan cairan rumen... 52 8. Proses fermentasi di shakerbath... 53 9. Alat sentrifuse.... 53 10. Proses analisis konsentrasi VFA... 54 11. Proses analisis konsentrasi NH3... 54


(42)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... xiii

DARTAR GAMBAR ………. xiv

I. PENDAHULUAN ... 1 A.Latar Belakang ... 1 B. Tujuan Penelitian ... 2 C.Kegunaan Penelitian ... 3 D.Kerangka Pemikiran ... 3 E. Hipotesis ... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7 A. Bagas ... 7 B. Fermentasi ... 9 C. Kapang Selulolitik ... 11

1. Aspergillus sp ... 12 2. Penicillium sp ... 14

D. Sistem Pencernaan pada Ternak Ruminansia... 16 E. Amonia (NH3) ... 17 F. Volatile Fatty Acids (VFA) ... 21 G. Peran Mikroba Rumen pada Ternak Ruminansia ... 23 H. Teknik In Vitro ... 24


(43)

B. Bahan dan Alat ... 27 1. Bahan ... 27 2. Alat ... 28 C. Metode Penelitian ... 28 1. Rancangan Percobaan ... 28 2. Analisis data ... 29 3. Pelaksanaan penelitian ... 29 a. Fermentasi bahan ... 29 b. Pembuatan saliva buatan ... 29 c. Pengambilan cairan rumen kambing ... 30 d. Pencampuran cairan rumen dan bagas dalam fermentasi ... 30 4. Peubah yang diamati ... 31 a. Konsentrasi NH3 ... 31 b. Konsentrasi VFA ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…... 33 A. Pengaruh Perlakuan terhadap Ammonia (NH3)... 33 B. Pengaruh Perlakuan terhadap VFA... 36 V. SIMPULAN DAN SARAN... 39 A. Simpulan... 40 B. Saran... 40 DAFTAR PUSTAKA ... 41 LAMPIRAN ... 47


(44)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DARTAR GAMBAR ………. xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C.Kegunaan Penelitian ... 3

D.Kerangka Pemikiran ... 3

E. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Bagas ... 7

B. Fermentasi ... 9

C. Kapang Selulolitik ... 11

1. Aspergillus sp ... 12

2. Penicillium sp ... 14

D. Sistem Pencernaan pada Ternak Ruminansia... 16

E. Amonia (NH3) ... 17

F. Volatile Fatty Acids (VFA) ... 21

G. Peran Mikroba Rumen pada Ternak Ruminansia ... 23


(45)

B. Bahan dan Alat ... 27

1. Bahan ... 27

2. Alat ... 28

C. Metode Penelitian ... 28

1. Rancangan Percobaan ... 28

2. Analisis data ... 29

3. Pelaksanaan penelitian ... 29

a. Fermentasi bahan ... 29

b. Pembuatan saliva buatan ... 29

c. Pengambilan cairan rumen kambing ... 30

d. Pencampuran cairan rumen dan bagas dalam fermentasi ... 30

4. Peubah yang diamati ... 31

a. Konsentrasi NH3 ... 31

b. Konsentrasi VFA ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…... 33

A. Pengaruh Perlakuan terhadap Ammonia (NH3)... 33

B. Pengaruh Perlakuan terhadap VFA... 36

V. SIMPULAN DAN SARAN... 39

A. Simpulan... 40

B. Saran... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN ... 47


(46)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Proses degradasi protein dalam rumen………..………. 21

2. Skema lintasan utama fermentasi karbohidrat menjadi Volatile Fatty Acids (VFA)………... 23

3. Tata letak percobaan ...………... 47

4. Sampel fermentasi bagas tebu... 51

5. Pembuatan saliva buatan... 51

6. Lambung kambing... ... 52

7. Penyaringan cairan rumen... 52

8. Proses fermentasi di shakerbath... 53

9. Alat sentrifuse.... 53

10. Proses analisis konsentrasi VFA... 54


(47)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pengaruh beberapa jenis kapang pada fermentasi bagas tebu terhadap konsentrasi NH3 cairan rumen secara in vitro... 33 2. Pengaruh beberapa jenis kapang pada fermentasi bagas tebu terhadap

konsentrasi VFA cairan rumen secara in vitro... 37 3. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA... 49 4. Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi NH3... 50


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1982. “Laporan Survei Inventarisasi Limbah Pertanian”. Direktorat Bina Produksi. Dirjen Peternakan DEPTAN dan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.

Arivo, D. 2010. “Isolasi dan Uji Kemampuan Selulolitik Isolat Fungi yang Dapat Mendegradasi Bagas Untuk Pakan Ruminansia”. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Rumen. Diterjemahkan oleh Retno Murwani. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Banerjee, G.C. 1978. Animal Nutrition. Oxford & IBM Pub. Co Calcutta. Barry, Thomson, and Amstrong. 1977. Peran Mikroba Rumen pada Ternak Ruminansia. Http://Jajo66.wordpress.com. Diakses 15 maret 2011.

Bryant, M.P . 1974. “Nutritional features and ecology of prodominant anaerobic bacteria of the intestinal track”. Am. J. Clin. Nutr. 27:1313

Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Chalupa, W. 1975. “Rumen by pass and protection of protein and amino acids.

Jurnal. Dairy Sci. 58:198-204

Church, D.C. 1979. Livestock Feed and Feeding. O & B Books Inc. Corvallis Close, W. and K.H. Menke. 1986. Selected Topics in Animal Nutrition. In

Cooperation With H. Sengass and A. Troscher. The Institute of Animal Nutrition. Universitas of Hohenheim. Stuttgart

Davies, H.L. 1982. “Nutrion and Growth Manual The Australian University Internasional Development Program”. Melbourne.

Dixon, R. A. 1985. Plant Cell Culture: A Practical Approach. IRL Press Limited. Oxford, England.


(49)

Dwijoseputro, D. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta Domach, K.H., W. Gams, and T.H Anderson. 1980. Compendium of soil Fungi. Academic Press. New York

Ensminger, M. E., J.E. Oldfield and W.W. Heinemann. 1990. Feed and Nutrition. The Ensminger Publising Company, California

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT Gramedia. Jakarta

---. 1988. Fisiologi Fermentasi. Pusat antara Universitas Lembaga Sumberdaya Informasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Fathul, F dan S. Wajizah. 2010. “Penambahan mikromineral Mn dan Cu dalam

ransum terhadap aktivitas biofermentasi rumen domba secara in vitro. Jurnal. Jitv 15 (1): 9-15.

Fitria, H. 2005. “Evaluasi Kecernaan secara in Vitro pada Fermentasi Cairan Bagas Tebu Teramoniasi dan Dedak Gandum Menggunakan Kapang Trichoderma Virede”. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung

France, J. and R. C. Siddons. 1993. “Volatile fatty acid production”. J. M. Forbes and J.

France. Quantitive Aspects of Ruminant Digestion and Metabolism. C. A. B. International, London.

Georgievskii VI, B.N. Amenkov, and V.T. Samokhin. 1982. Mineral Nutrition of Animal. Butterwoths, London.

Harnentis, Mirnawati dan Mirzah. 2005. “Teknologi Pengolahan Bungkil Inti Sawit untuk Meningkatkan Daya Gunanya Sebagai Pakan”. diraasri.blogspot.com/

Google.com. Diakses 11 Maret 2011.

Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Mikrobes. Second Edition. Academic Press. New York

Husin. 2007. “Pemanfaatan Bagas sebagai Bahan Industri”. http://bioindustri

.blogspot.com/2009/11/bagassebagai-bahan-industri.html. Diakses tanggal 27 Maret 2010 pukul 13.30 wib.

Iritani, N., Katsurada, A., dan Noguchi. 1996. “Insulin glucose, pyruvate-and polyunsatura fed fatty acyd-responsive region (s) of rat fatty acid synthase gene promoter”. Biochem. MOL. Biol. Int. 38: 987-996.


(50)

Johnson, GB dan Raven, PH. 1996. Biologi. Wm. C. Brown Penerbit, 4th ed. Judoamidjojo, M., A.Z. Darwis. dan E.G Sa’id. 1992. Teknologi Fermentasi. Bali Press. Jakarta

Makfoeld, D. 1993. Mikrotoksin Pangan. Kanisius. Yogyakarta

McDonald, P., R.A. Edward, and J.F.D Green Hald. 1998. Animal Nutrition. 4 th. Longman Scientific and Technical. Copublished in the United States John Willey ang Sons, Inc., New York

---.2002. Animal Nutrition. 6 th. Prentice Hall. London.

McKandel, E, R. 1996. Long-term potentiation is reduced in mice that are doubly mutant in endothelial and neuronal nitric oxide synthase. Jurnal. Cell 87:1015-1023 Muhtarudin. 2002. “Penuntun Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak Ruminansia. Jurusan Peternakan”. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Nur, Y.S. 1993. “Pengaruh Kultur Campuran Terhadap Peningkatan Nilai Gizi Onggok Sebagai Pakan Broiler”. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Orskov, E.R. 1987. Protein Nutrion in Ruminant. Second Edition. London, Sandiego and New York

Palinka, A. 2009. “Pemanfaatan Lumpur Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger dalam Ransum Ayam Broiler”. uripsantoso.wordpress.com// pemanfaatan-lumpur-sawit-fermentasi-dengan-aspergillus-niger-dalam-ransum-ayam-broiler. Google. Com Papavizas, G.C. 1985. “Trichorderma dan Gliocladium: Biology, Ecology and

Potential for Biocontrol”. United State Departement of agriculture. Beltsville. Inggris

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press, Jakarta.

Putri, A.E. 1994. “Isolasi dan Pemanfaatan Kapang Tanah untuk Meningkatkan Mutu Nutrisi Jerami Padi Sebagai Pakan Ternak Ruminansia”. Skripsi. Fakultas

Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Prayuwidayati, M. 2006. “Studi pengaruh tingkat penggunaan dedak gandum terhadap kualitas fermentasi bagas tebu teramoniasi secara in vitro”. Jurnal.


(51)

Prayuwidayati, M, dan Y. Widodo. 2004. “Suplementasi amonium sulfat dan defaunasi rumen untuk optimalisasi ransum berbahan dasar limbah tanaman tebu”.

Jurnal Sains dan Teknologi Lampung. Vol. 1. No 1 September 2004.

Prayuwidayati, M, dan Liman. 2006. “Pengaruh pengolahan bagas tebu (amoniasi dan fermentasi) terhadap kecernaan zat-zat makanan pada ransum domba jantan lokal”.

Jurnal Sainteks Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian dan Peternakan Univ. Semarang. Vol XIII No 3 Juni 2006.

Preston, T.R and R.A.Leng. 1987. Matching Ruminant Production System with Avalaibel Resources in the Tropics. Penambul Books. Armidale

Prihandono. 2001. “Pengaruh Suplementasi Probioliti Bioplus, Lisinat Zn dan Minyak Lemuru (Sardinella Longiceps) terhadap Tingkat Penggunaan Pakan dan Produksi Fermentasi Rumen Domba”. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rachman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta

Ramli, N., R.A. Haryadi dan D. G. Dinata. 2005. “Evaluasi kualitas nutrien dedak gandum hasil olahan enzim yang diproduksi aspergillus niger dan trichoderma viride

pada ransum ayam broiler”. Jurnal Media Peternakan.Vol. 28. No. 3. hlm: 124-129. Ranjhan, S.K. 1977. Animal Nutrition and Feeding of Practice In India. Vilkan Pub. House Put. LTD. New Delhi

Retnani, Y., W. Widiarti, I. Amiroh, L. Herawati, dan K. B Satoto. 2009. “Daya simpan dan palatabilitas wafer ransum komplit pucuk dan bagas tebu untuk sapi pedet. Jurnal Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Vol. 32 No. 2.

Samsuri., M, Gozani., M, Mardias., R, Baiquni., dan Wijanarko. 2006. “Pemanfaatan selulosa bagas untuk produksi etanol melalui sakarifikasi dan fermentasi serentak dengan enzim xilanase”. Jurnal Universitas Indonesia.

Satter, L.D. & L.L. Slyter. 1974. “Effect of ammonia concentration on rumen microbial production in vitro”. Brit. Jurnal. Nutr. 32: 199-208.

Sauvant D, Dijkstra J, Mertens D. 1995. “Optimization of ruminal digestion: a

modeling approach”. In : Journet M, Grenet E, Farce M.H, Theriez M, Dermaquilly C (eds). Recent Development in the Nutrition of Herbivores. Proceeding of Fourth International Symposium on the Nutrition of Herbivores, Clemont-Ferrand, 11-15 Sep 1995. Paris : INRA. Hlm 143-165.


(52)

Scolia. 2011. “Faktor-faktor yang mempengaruhi sintesis protein mikroba’.

http://violetnineone.blogspot.com/2011/04/faktor-yang-mempengaruhi-sintesis/html. Diakses 11 Maret 2011.

Setiawihardja, B. 1984. “Fermentasi Media Padat dan Manfaatnya”. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Indonesia.

Shirley, L. 1986. Nitrogen in Animal Nutrition, Ruminants, Bioenergetics, Feeding and Feeds. Academic Press. Orlando

Sulistianingsih. 2006. “Teknik Pengomposan Limbah Padat Industri Gula dan Aplikasinya pada Lahan Pertanaman Tebu di PT. GMP. Lampung Tengah”. Laporan PU. Unila. Bandar Lampung

Sutardi, T., N. A. Sigit, dan T. Toharmat. 1983. “Standarisasi Mutu Protein Bahan Makanan Ruminansia Berdasarkan Parameter Metabolismenya oleh Mikroba Rumen”. Laporan Penelitian. Direktorat Pembinaan dan Pengabdian pada Masyarakat, Dirjen DIKTI, Depdikbud.

Sutardi, T. 1980. “Landasan Ilmu Nutrisi”. Departemen Imu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor

---. 1979. “Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh mikroba dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak”. Prosiding Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departement Pertanian. Bogor

---. 1977. “Ikhtisar Ruminologi”. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah. Kayu Ambon. Dirjen Peternakan-FAO.

Srigandono, B. 1996. Kamus Istilah Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. Gramedia. Jakarta

Soetanto. 1994. “Peran Mikroba Rumen pada Ternak Ruminansia”. Http://Jajo66.Wordpress.com. Diakses 11 Maret 2001.

Soewardi, B. 1974. Gizi Ruminansia. Volume I. Departemen Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(53)

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, dan S.

Lebdosoekojo. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Van Soest, P.J. 1982. Nutritional Ecology of The Ruminant. O and B Books Inc. Corwallis. Oregon United State of America.

Wikipedia. 2011. “Bagasse”. http:// Wikipedia.org_bagassse. Diakses 11 Maret 2011. Winarno, F.G., S. Fardiaz., dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta.

---.1981. “Bahan Pangan Terfermentasi”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Winarno, F.G. 1981. Teknologi dan Pemanfaatan Limbah Pengolahan Gula Tebu. Pusbangtepa/FTDC. IPB, Bogor.

Wohlt, J. E., C. J. Sni ffen and W. H Hoover. 1973. “Measurement of protein solubility in commen feedstuff”.Jurnal. Dairy Sci. 56: 1052-1057.


(54)

Aku telah belajar menggunakan kata mustahil dengan sangat hati-hati. (Wernher von Braun)

“Tuntutlah ilmu dan belajarlah ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu.”

(HR. ath-Thabrani)

Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) sedangkan harta terhukum. Kalau

harta itu akan berkurang apabila dibelanjakan, tetapi ilmu akan bertambah apabila dibelanjakan.

(Sayidina Ali bin Abi Thalib)

Sabar memiliki dua sisi, sisi yang satu adalah sabar, sisi yang lain adalah bersyukur kepada Allah

(Ibnu Mas’ud)

Kau memperoleh kekuatan, keberanian, dan rasa percaya diri dari setiap pengalaman yang membuatmu berhenti sejenak untuk menghadapi rasa takutmu. Kau dapat berkata pada dirimu sendiri, ”Aku telah tabah menghadapi

kengerian ini. Aku pasti mampu menghadapi hal berikutnya.” (Eleanor Roosevelt)

Hadapi kesulitan itu dengan hati lapang dan iklas,karena itu yang akan menjadikan engkau kuat dan hebat.


(55)

Judul Skripsi : PENGARUH JENIS KAPANG PADA FERMENTASI BAGAS TEBU TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH3 SECARA IN VITRO

Nama : Dea Hernanda Putri

NPM : 0714061034

Jurusan : Peternakan Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Farida Fathul, M.Sc. Ir. Nining Purwaningsih NIP 195903301983032001 NIP 195707261986032001

2. Ketua Jurusan Peternakan

Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S. NIP 196103071985031006


(56)

MENSAHKAN 1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Farida Fathul, M.Sc. ...

Sekretaris : Ir. Nining Purwaningsih ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Liman, M.Si. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001


(57)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi rabbialamin, segala puji untukmu ya Rabbi atas segala

kemudahan, limpahan rahmat, dan karunia yang engkau berikan selama ini.

Teriring doa, rasa syukur, dan segala kerendahan hati dengan segala cinta dan

kasih sayang kupersembahakan karya sederhana ini untuk orang yang akan

selalu berharga dalam hidupku:

Kedua Orang Tuaku, sosok mulia yang telah membesarkanku, mendidik,

serta mendoakanku dengan penuh kasih sayang yang tercurah tanpa batas.

Para pendidikku, atas bimbingan dan ajarannya hingga aku bisa melihat

dunia dengan ilmu.


(58)

Aku telah belajar menggunakan kata mustahil dengan sangat hati-hati. (Wernher von Braun)

“Tuntutlah ilmu dan belajarlah ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu.”

(HR. ath-Thabrani)

Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) sedangkan harta terhukum. Kalau

harta itu akan berkurang apabila dibelanjakan, tetapi ilmu akan bertambah apabila dibelanjakan.

(Sayidina Ali bin Abi Thalib)

Sabar memiliki dua sisi, sisi yang satu adalah sabar, sisi yang lain adalah bersyukur kepada Allah

(Ibnu Mas’ud)

Kau memperoleh kekuatan, keberanian, dan rasa percaya diri dari setiap pengalaman yang membuatmu berhenti sejenak untuk menghadapi rasa takutmu. Kau dapat berkata pada dirimu sendiri, ”Aku telah tabah menghadapi

kengerian ini. Aku pasti mampu menghadapi hal berikutnya.” (Eleanor Roosevelt)

Hadapi kesulitan itu dengan hati lapang dan iklas,karena itu yang akan menjadikan engkau kuat dan hebat.


(59)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi rabbialamin, segala puji untukmu ya Rabbi atas segala

kemudahan, limpahan rahmat, dan karunia yang engkau berikan selama ini.

Teriring doa, rasa syukur, dan segala kerendahan hati dengan segala cinta dan

kasih sayang kupersembahakan karya sederhana ini untuk orang yang akan

selalu berharga dalam hidupku:

Kedua Orang Tuaku, sosok mulia yang telah membesarkanku, mendidik,

serta mendoakanku dengan penuh kasih sayang yang tercurah tanpa batas.

Para pendidikku, atas bimbingan dan ajarannya hingga aku bisa melihat

dunia dengan ilmu.


(60)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang 29 Mei 1989, anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Hermansyah dan Ibu Rosna Dewi, S.Pd.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Sari Teladan pada 1995, Sekolah Dasar Negeri I Beringin Raya pada 2001, Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Bandar Lampung pada 2004, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Bandar Lampung pada 2007. Pada 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Saringan Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis melaksanakan Praktik Umum di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Jawa Barat pada Juli—Agustus 2010. Selama masa studi penulis aktif di kepengurusan Himpunan Mahasiswa Peternakan (Himapet) sebagai Anggota Bidang III Pengabdian Masyarakat 2009—2010.


(61)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Keberhasilan dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Farida Fathul, M.Sc.—selaku Pembimbing Utama—atas ide, saran, motivasi, waktu, dan kasih sayangnya yang dengan sabar dan bijaksana membimbing serta mengarahkan penulis dalam merencanakan, melaksanakan penelitian, dan menulis skripsi ini.

2. Ibu Ir. Nining Purwaningsih.—selaku Pembimbing Anggota—yang telah memberikan saran, bantuan, bimbingan, kasih sayang, dan arahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini

3. Ir. Liman, M.Si.—selaku Penguji Utama—yang selalu memotivasi,

memberikan bimbingan, saran-saran, kritik, serta koreksinya sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

4. Ibu Mucharomah Prayuwidayati, S.Pt.M.T.A—selaku pemilik penelitian— yang telah memberikan bantuan, bimbingan, saran, serta arahan selama penelitian.


(62)

Pertanian Universitas Lampung—atas izin yang telah diberikan;

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.—selaku Ketua Jurusan Peternakan— atas izin dan bimbingannya;

7. Bapak Ir. Arif Qisthon, M.Si.—selaku Sekretaris Jurusan Peternakan—atas izin dan bimbingannya;

8. Ibu Ir. Sri Suharyati, M.P.—selaku Pembimbing Akademik—atas petunjuk, bimbingan dan arahannya;

9. Seluruh Bapak/Ibu dosen Jurusan Peternakan atas ilmu, motivasi, bimbingan, dan saran yang diberikan selama ini. Terima kasih banyak atas bekal ilmunya yang bermanfaat dan tak kan pernah habis;

10. Kedua orang tuaku yang paling kucinta yang tak pernah henti-hentinya selalu berkorban, memberikan kasih sayang, nasihat, semangat, doa, serta

dukungannya untuk keberhasilan penulis;

11. Adik-adikku Dinasty Hernatiara dan M. Dino Lambang Setiawan serta seluruh keluarga besarku atas kasih sayang, bantuan, semangat,doa, dukungan, dan canda tawa selama ini, “Family is Everything”;

12. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2007—Furi, Nita, Lina, Nesti, Yuni, Tri, Evi, Eka, Atin, Diana, Ipin, Hadi, Dony, Riduan, Cecep, Noviar, Ferry P, Tian, Kundau, Ivan, Andes, Ferry W, David, Wingky, Jono, Reza, Indra, Deny, Dani, Qodhi, Suadi, Joko, Rahman, dan Gentle—atas bantuan, canda tawa, semangat, dan kebersamaannya;

13. Kakak tingkatku angkatan 2003-2006, dan adik tingkatku 2008-2011— Terima kasih atas segala dukungan dan segala bantuannya;


(63)

bantuannya. Kalian punya kesan tersendiri di hati ini.

Semoga semua yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT dan penulis berharap karya ini dapat bermanfaat. Amien.

Bandar lampung, Januari 2012 Penulis


(1)

Aku telah belajar menggunakan kata mustahil dengan sangat hati-hati. (Wernher von Braun)

“Tuntutlah ilmu dan belajarlah ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu.”

(HR. ath-Thabrani)

Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) sedangkan harta terhukum. Kalau

harta itu akan berkurang apabila dibelanjakan, tetapi ilmu akan bertambah apabila dibelanjakan.

(Sayidina Ali bin Abi Thalib)

Sabar memiliki dua sisi, sisi yang satu adalah sabar, sisi yang lain adalah bersyukur kepada Allah

(Ibnu Mas’ud)

Kau memperoleh kekuatan, keberanian, dan rasa percaya diri dari setiap pengalaman yang membuatmu berhenti sejenak untuk menghadapi rasa takutmu. Kau dapat berkata pada dirimu sendiri, ”Aku telah tabah menghadapi

kengerian ini. Aku pasti mampu menghadapi hal berikutnya.” (Eleanor Roosevelt)

Hadapi kesulitan itu dengan hati lapang dan iklas,karena itu yang akan menjadikan engkau kuat dan hebat.


(2)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi rabbialamin, segala puji untukmu ya Rabbi atas segala

kemudahan, limpahan rahmat, dan karunia yang engkau berikan selama ini.

Teriring doa, rasa syukur, dan segala kerendahan hati dengan segala cinta dan

kasih sayang kupersembahakan karya sederhana ini untuk orang yang akan

selalu berharga dalam hidupku:

Kedua Orang Tuaku, sosok mulia yang telah membesarkanku, mendidik,

serta mendoakanku dengan penuh kasih sayang yang tercurah tanpa batas.

Para pendidikku, atas bimbingan dan ajarannya hingga aku bisa melihat

dunia dengan ilmu.


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang 29 Mei 1989, anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Hermansyah dan Ibu Rosna Dewi, S.Pd.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak Sari Teladan pada 1995, Sekolah Dasar Negeri I Beringin Raya pada 2001, Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Bandar Lampung pada 2004, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Bandar Lampung pada 2007. Pada 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Saringan Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis melaksanakan Praktik Umum di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Jawa Barat pada Juli—Agustus 2010. Selama masa studi penulis aktif di kepengurusan Himpunan Mahasiswa Peternakan (Himapet) sebagai Anggota Bidang III Pengabdian Masyarakat 2009—2010.


(4)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Keberhasilan dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Farida Fathul, M.Sc.—selaku Pembimbing Utama—atas ide, saran, motivasi, waktu, dan kasih sayangnya yang dengan sabar dan bijaksana membimbing serta mengarahkan penulis dalam merencanakan, melaksanakan penelitian, dan menulis skripsi ini.

2. Ibu Ir. Nining Purwaningsih.—selaku Pembimbing Anggota—yang telah memberikan saran, bantuan, bimbingan, kasih sayang, dan arahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini

3. Ir. Liman, M.Si.—selaku Penguji Utama—yang selalu memotivasi,

memberikan bimbingan, saran-saran, kritik, serta koreksinya sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

4. Ibu Mucharomah Prayuwidayati, S.Pt.M.T.A—selaku pemilik penelitian— yang telah memberikan bantuan, bimbingan, saran, serta arahan selama penelitian.


(5)

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.—selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung—atas izin yang telah diberikan;

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.—selaku Ketua Jurusan Peternakan— atas izin dan bimbingannya;

7. Bapak Ir. Arif Qisthon, M.Si.—selaku Sekretaris Jurusan Peternakan—atas izin dan bimbingannya;

8. Ibu Ir. Sri Suharyati, M.P.—selaku Pembimbing Akademik—atas petunjuk, bimbingan dan arahannya;

9. Seluruh Bapak/Ibu dosen Jurusan Peternakan atas ilmu, motivasi, bimbingan, dan saran yang diberikan selama ini. Terima kasih banyak atas bekal ilmunya yang bermanfaat dan tak kan pernah habis;

10. Kedua orang tuaku yang paling kucinta yang tak pernah henti-hentinya selalu berkorban, memberikan kasih sayang, nasihat, semangat, doa, serta

dukungannya untuk keberhasilan penulis;

11. Adik-adikku Dinasty Hernatiara dan M. Dino Lambang Setiawan serta seluruh keluarga besarku atas kasih sayang, bantuan, semangat,doa, dukungan, dan canda tawa selama ini, “Family is Everything”;

12. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2007—Furi, Nita, Lina, Nesti, Yuni, Tri, Evi, Eka, Atin, Diana, Ipin, Hadi, Dony, Riduan, Cecep, Noviar, Ferry P, Tian, Kundau, Ivan, Andes, Ferry W, David, Wingky, Jono, Reza, Indra, Deny, Dani, Qodhi, Suadi, Joko, Rahman, dan Gentle—atas bantuan, canda tawa, semangat, dan kebersamaannya;

13. Kakak tingkatku angkatan 2003-2006, dan adik tingkatku 2008-2011— Terima kasih atas segala dukungan dan segala bantuannya;


(6)

14. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas segala bantuannya. Kalian punya kesan tersendiri di hati ini.

Semoga semua yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT dan penulis berharap karya ini dapat bermanfaat. Amien.

Bandar lampung, Januari 2012 Penulis


Dokumen yang terkait

PRODUKSI VFA (Volatile Fatty Acid) DAN KONSENTRASI NH3 JERAMI PADI SECARA IN-VITRO DENGAN PEMBERIAN ISOLAT MIKROBALIGNOLITIK PADA WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

0 19 1

PENGARUH PEMAKAIAN BERBAGAI BAHAN SUMBER KARBOHIDRAT DALAM PEMBUATAN SILASE PUCUK TEBU TERHADAP KARAKTERISTIK CAIRAN RUMEN (pH, VFA dan NH3) SECARA IN VITRO.

0 0 6

PENGARUH KONSENTRASI FILTRAT AIR ABU SEKAM DAN LAMA PERENDAMAN BAGAS TERHADAP KARAKTERISTIK CAIRAN RUMEN (pH, VFA dan NH3) SECARA IN-VITRO.

0 0 6

PENGARUH PENAMBAHAN MIKROKAPSUL MINYAK IKAN TERHADAP KARAKTERISTIK CAIRAN RUMEN (pH, VFA, NH3) SECARA IN-VITRO.

0 0 10

PENGARUH PEMBERIAN DOSIS UREA DALAM AMOMASI BATANG PISANG TERHADAP KARAKTERISTIK CAIRAN RUMEN (pH, Konsentrasi N-NH3, dan VFA) SECARA IN-VITRO.

0 0 6

PENGARUH AMOMASI DAN FERMENTASI TIGA VARIETAS JERAMI PADI TERHADAP KARAKTERISTIK CAIRAN RUMEN ( NH3, VFA DAN pH ) SECARA IN- VITRO.

0 0 6

PENGARUH PENAMBAHAN MINERAL SULFUR PADA SERBUK SABUT KELAPA FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI NH3, VFA DAN pH CAIRAN RUMEN SECARA IN-VITRO.

0 0 7

PENGARUH FERMENTASI KULIT BUAH MARKISA DENGAN KAPANG ASPERGILLUS NIGER DAN TRICHODERMA HARZIANUM TERHADAP KARAKTERISTIK CAIRAN RUMEN (pH, N-NH3, VFA) SECARA IN -VITRO.

0 0 7

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF Lactobacillus sp PADA PEMBUATAN SILASE PUCUK TEBU (Saccharum officanarum) TERHADAP KONSENTRASI NH3 DAN VFA CAIRAN RUMEN DOMBA (IN VITRO).

0 1 2

Pengaruh Peram dan Aras Urea terhadap Produksi VFa dan Konsentrasi NH3 Secara In Vitro Pada Amoniasi Ampas Sagu. - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 1