Identifikasi kandungan tanin dalam ekstrak etanolik daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dari kebun tanaman obat Universitas Sanata Dharma dengan metode KLT-densitometri - USD Repository

  IDENTIFIKASI KANDUNGAN TANIN DALAM EKSTRAK ETANOLIK DAUN JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) DARI KEBUN TANAMAN OBAT UNIVERSITAS SANATA DHARMA DENGAN METODE KLT-DENSITOMETRI SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

  Program Studi Ilmu Farmasi Diajukan oleh:

  Monica Dini Puspita NIM : 068114003

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  

IDENTIFIKASI KANDUNGAN TANIN DALAM EKSTRAK ETANOLIK

DAUN JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) DARI KEBUN

TANAMAN OBAT UNIVERSITAS SANATA DHARMA DENGAN

METODE KLT-DENSITOMETRI

  

SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

  Program Studi Ilmu Farmasi Diajukan oleh:

  Monica Dini Puspita NIM : 068114003

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  ” Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri” (Amsal 3: 5)

  Kupersembahkan untuk Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, Bapak, Ibu, keluarga besarku yang kucintai, sahabat, teman-teman dan almamaterku

  

PRAKATA

  Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, penyertaan, cinta dan kasih-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Kandungan Tanin Dalam Ekstrak Etanolik Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dari Kebun Tanaman Obat Universitas Sanata Dharma dengan Metode KLT-Densitometri”.

  Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan Program Studi Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

  1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  2. Ibu Erna Tri Wulandari M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan waktu, bimbingan, saran dan kesabaran yang sangat berguna demi terselesaikannya skripsi ini.

  3. Bapak Yohanes Dwiatmaka M.Si., selaku dosen penguji atas waktu, bimbingan dan pengarahan yang diberikan.

  4. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas waktu, bimbingan dan saran yang telah diberikan.

  5. Seluruh staff laboratorium Farmakognosi Fitokimia dan Laboratorium Kimia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta: Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Bimo, Mas Parlan, Mas Kunto, yang telah menemani, membantu dan memberikan saran selama penelitian ini.

  6. Bapak dan Ibu yang terkasih, atas doa, dukungan, semangat yang tiada habisnya untuk penulis.

  7. Pak Pudjono dan Pak Jeffri atas ilmu yang telah diberikan.

  8. Rico Aditya, Iren Anindya, Mas Fian, Uti atas semangat, dukungan, saran dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

  9. Adik-adikku, Dora dan Theo serta keluarga besarku yang kusayangi atas doa, dukungan, semangat dan perhatian yang selalu diberikan kepada penulis.

  10. Teman-teman tim penelitian dan sahabatku yang kucintai, Inge Maria Wibowo, Grace Litad, Ayu Widya Sari, Winny Listyarini Hardi atas semangat, dukungan, kerjasama dan kebersamaannya selama ini.

  11. Teman-teman seperjuangan FKK 06: Yuni, Tiara, Yenni, Priska, Siska, Veni, Amel, Aroma, Gessy, Manik, Chibi, Meli, Della, Helen, Esti, dan semuanya atas dukungan yang diberikan kepada penulis.

  12. Keluargaku di kos Difa yang kusayangi Mba Tiwi, Mba Galih, Mba Livi, Ina, Oki, Ayu Tegal, Rizza, Putri, Jojo, Melan, Evina, Eka, Sari, Sheila, Jesty atas kebersamaan, keceriaan, dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu terwujudnya skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari segenap pembaca, semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam hal penelitian di bidang Farmakognosi.

  Penulis

  

INTISARI

  Daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) telah lama dikenal oleh masyarakat sebagai tanaman obat. Berbagai khasiat daun jati belanda di antaranya yaitu sebagai obat pelangsing tubuh, penurun kolesterol, penyakit jantung dan diare. Tanin merupakan salah satu kandungan kimia utama dalam daun jati belanda. Pada daun jati belanda, senyawa tanin dapat mengurangi penyerapan makanan sehingga proses obesitas (kelebihan berat badan) dapat dihambat. Secara kimia, terdapat dua jenis tanin yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tanin yang terkandung dalam ekstrak etanolik daun jati belanda dan reprodusibilitas proses ekstraksi menggunakan cairan penyari etanol melalui pengukuran AUC (Area Under Curve) tanin.

  Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental. Tahap awal penelitian yaitu identifikasi tanin secara kualitatif dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan fase gerak etil asetat : asam formiat : asam asetat : air (100 : 11 : 11 : 27) v/v, selanjutnya diidentifikasi jenis tanin, apakah termasuk tanin terhidrolisis atau tanin terkondensasi. Tahap selanjutnya dilakukan pengukuran AUC tanin dengan metode KLT-densitometri.

  Penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Hasil identifikasi tanin secara kualitatif dengan metode KLT diperoleh bahwa sampel ekstrak etanolik daun jati belanda diduga mengandung tanin terkondensasi. Nilai AUC rata-rata sebesar 10835,9667 ± 173,8401 dan nilai CV sebesar 1,6043% menunjukkan bahwa proses ekstraksi dengan cairan penyari etanol adalah reprodusibel.

    Kata kunci: tanin, ekstrak etanolik daun jati belanda, KLT, KLT-densitometri

  

ABSTRACT

  Bastard cedar’s leaves already known as medicinal herbs. Various benefits of bastard cedar’s leaves are slimming drugs, lowering cholesterol, heart disease and diarrhea. Tannin is the main chemical content in bastard cedar’s leaves. In bastard cedar’s leaves, tannin decreased the absorbtion of food in order to delayed obesity process. Chemically, there are two kinds of tannins, they are hydrolisable tannins and condensed tannins . This research aims to find out the kind of tannins in bastard cedar’s leaves ethanolic extract and extraction process reproducibility using etanol by the measurement of AUC (Area Under Curve) tannins.

  This is a non experimental research. The first step of the research are qualitative identification by Thin Layer Chromatography (TLC) method using mobile phase ethyl acetate : formic acid : acetic acid : water ( 100 : 11 : 11 : 27) v/v and then continued identification the kind of tannins including are hydrolisable tannins or condensed tannins. The next step, is measurement of AUC tannins by TLC-densitometry method.

  This research were analyzed descriptively. The results of qualitative identification tannin with TLC method in bastard cedar’s leaves ethanolic extract sample suspected contain condensed tannins. AUC rate score 10835,9667 ± 173,8401 and CV score 1.6043% shown the extraction process using ethanol is reproducible.

  Key words: tannin, bastard cedar’s leaves ethanolic extract, TLC, TLC- densitometry

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................ v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................... vi PRAKATA ............................................................................................................ vii

  INTISARI .............................................................................................................. x

  

ABSTRACT ............................................................................................................ xi

  DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xix

  BAB I PENGANTAR .......................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................................ 1

  1. Perumusan masalah ................................................................................... 4

  2. Keaslian penelitian .................................................................................... 4

  3. Manfaat penelitian ..................................................................................... 5

  B. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6

  BAB II PENELAAHAN PUSTAKA................................................................... 7

  2. Nama daerah.............................................................................................. 7 3.

  Deskripsi ................................................................................................... 8 4. Kandungan Kimia ..................................................................................... 8 5. Tanin ......................................................................................................... 9 B. Pembuatan Simplisia ....................................................................................... 14 1.

  Pengumpulan bahan baku ......................................................................... 14 2. Sortasi basah ............................................................................................. 15 3. Pencucian .................................................................................................. 15 4. Pengeringan ............................................................................................... 16

  5. Sortasi kering ............................................................................................ 17

  C. Ekstrak ............................................................................................................ 17

  1. Definisi ...................................................................................................... 17

  2. Metode ekstraksi ....................................................................................... 18

  3. Penguapan ................................................................................................. 20

  D. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) .................................................................... 21

  E. Densitometri .................................................................................................... 25

  F. Keterangan Empiris ......................................................................................... 27

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 28 A. Jenis Penelitian ................................................................................................ 28 B. Definisi Operasional ....................................................................................... 28 C. Alat dan Bahan ................................................................................................ 29

  1. Alat penelitian ........................................................................................... 29

  D.

  Tata Cara Penelitian ........................................................................................ 30 1.

  Pengumpulan bahan .................................................................................. 30 2. Determinasi tanaman ................................................................................. 30 3. Pembuatan simplisia daun jati belanda ..................................................... 30 4. Pembuatan serbuk daun jati belanda ......................................................... 31 5. Pembuatan ekstrak etanolik daun jati belanda .......................................... 31 6. Identifikasi tanin secara kualitatif dengan KLT ........................................ 31 7. Pengukuran AUC tanin dengan KLT-densitometri ................................... 32 E. Analisis Hasil .................................................................................................. 33

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 34 A. Pengumpulan Bahan ....................................................................................... 34 B. Determinasi Tanaman ..................................................................................... 34 C. Pembuatan Simplisia Daun Jati Belanda ........................................................ 35 D. Pembuatan Serbuk Daun Jati Belanda ............................................................ 36 E. Pembuatan Ekstrak Etanolik Daun Jati Belanda ............................................. 38 F. Identifikasi Tanin secara Kualitatif dengan KLT ............................................ 41 G. Pengukuran AUC Tanin dengan KLT-Densitometri ....................................... 56

  1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum..................................56

  2. Pengukuran AUC bercak sampel...............................................................57

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 58 A. Kesimpulan ..................................................................................................... 58 B. Saran ................................................................................................................ 58

  DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 59 LAMPIRAN .......................................................................................................... 63 BIOGRAFI PENULIS .......................................................................................... 78

  DAFTAR TABEL

  Tabel I. Hasil ekstraksi daun jati belanda................................................... 40 Tabel II. Harga R dan warna bercak sampel dengan KLT sebelum

  f

  disemprot pereaksi besi (III) klorida ............................................. 48 Tabel III. Harga R dan warna bercak sampel dengan KLT setelah

  f

  disemprot pereaksi besi (III) klorida ............................................. 55 Tabel IV. Nilai AUC bercak sampel ............................................................. 57

  

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Struktur kimia tanin terkondensasi ................................................... 10 Gambar 2. Struktur kimia tanin terhidrolisis ..................................................... 10 Gambar 3. Struktur kimia asam galat (a) dan asam tanat (b) ............................. 12 Gambar 5. Struktur silika gel ............................................................................. 22 Gambar 5. Ekstrak cair (a) dan ekstrak kental daun jati belanda (b) ................. 40 Gambar 6. Bercak standar asam tanat dan sampel ekstrak etanolik daun jati belanda dengan deteksi UV 254 nm................................................. 44 Gambar 7. Gugus kromofor dan ausokrom pada struktur asam tanat (a) dan tanin terkondensasi (b) .............................................................. 45 Gambar 8. Bercak standar asam tanat dan sampel ekstrak etanolik daun jati belanda dengan deteksi UV 365 nm .......................................... 47 Gambar 9. Interaksi antar komposisi fase gerak ................................................ 49 Gambar 10. Interaksi asam tanat dengan fase gerak ............................................ 50 Gambar 11. Interaksi tanin terkondensasi dengan fase gerak .............................. 50 Gambar 12. Bercak standar asam tanat dan sampel ekstrak etanolik daun jati belanda dengan deteksi menggunakan pereaksi semprot besi (III) klorida ............................................................................... 53

  Gambar 13. Reaksi tanin terkondensasi dengan pereaksi semprot besi (III) klorida .............................................................................................. 54 Gambar 14. Hasil scanning panjang gelombang serapan maksimum pada bercak sampel dengan TLC Densitometry Scanner ......................... 56

  DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Surat keterangan determinasi ........................................................ 64 Lampiran 2. Foto bahan pada proses pengentalan ekstrak etanolik daun jati belanda ....................................................................................

  65 Lampiran 3. Data pengentalan ekstrak etanolik daun jati belanda .................... 66 Lampiran 4. Perhitungan perolehan ekstrak kental daun jati belanda ............... 67 Lampiran 5. Foto hasil identifikasi tanin secara kualitatif dengan KLT ........... 69 Lampiran 6. Hasil pengukuran AUC bercak sampel dengan

  TLC Densitometry Scanner ........................................................... 72

  Lampiran 7. Perhitungan hasil pengukuran AUC bercak sampel ...................... 76

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Tanaman obat merupakan jenis tanaman yang dipercaya oleh masyarakat

  memiliki khasiat dan digunakan sebagai bahan obat tradisional. Jati belanda merupakan sekian dari banyak tanaman obat di Indonesia yang mempunyai nilai jual tinggi. Salah satu bagian tanaman pada jati belanda yang berkhasiat sebagai obat adalah daunnya. Berbagai khasiat daun jati belanda di antaranya yaitu sebagai obat pelangsing tubuh, penurun kolesterol, penyakit jantung dan diare (Sulaksana dan Jayusman, 2005).

  Beberapa penelitian telah membuktikan adanya khasiat dalam daun jati belanda, di antaranya yaitu pemberian ekstrak daun jati belanda dengan konsentrasi yang semakin meningkat dapat menurunkan kadar kolesterol total serum kelinci (Monica, 2000); daun jati belanda bisa meningkatkan aktivitas in

  

vitro enzim lipase yang berfungsi menghidrolisis lemak setelah mengalami

  emulsifikasi (Joshita, 2000); pemberian lendir daun jati belanda secara oral dengan dosis 350 mg/kg berat badan menunjukkan adanya penghambatan kenaikan bobot badan tikus dibandingkan dengan pemberian air suling sebagai kontrol (Pramono, 2000) dan masih banyak lagi penelitian yang membuktikan khasiat dari daun jati belanda.

  Tanin merupakan salah satu kandungan kimia utama dalam daun jati usus halus, senyawa tanin berikatan dengan protein dalam sel epitel mukosa menghasilkan ikatan silang (Mills dan Bone, 2000). Ikatan silang protein-tanin ini membentuk ikatan yang rapat dan kurang permeabel sehingga menyebabkan makanan yang akan diabsorbsi oleh usus halus menjadi terhambat. Secara kimia, terdapat dua jenis tanin yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi memiliki khasiat sebagai astringen, antiinflamatori, antimikrobial, antidiare dan antioksidan. Tanin terkondensasi diketahui memiliki khasiat yang lain yaitu sebagai hipokolesterolemik (Mills dan Bone, 2000).

  Menurut Xuepin (2003), tanin terhidrolisis lebih bersifat toksik dibandingkan dengan tanin terkondensasi karena pembentuk tanin terhidrolisis mudah dihidrolisis menjadi asam galat. Asam galat tersebut dapat membentuk kelat dengan ion logam. Pembentukan kelat ini menyebabkan hilangnya ion logam dari dalam tubuh di mana ion logam tersebut dibutuhkan terutama untuk proses pembentukan energi. Salah satu ion logam yang sangat dibutuhkan oleh tubuh adalah zat besi (Fe). Sebagian besar Fe disimpan dalam hati, limpa, dan sumsum

  

tulang. Fe berperan dalam pembentukan sel darah merah. Bila cadangan besi tidak

mencukupi dan berlangsung terus menerus maka pembentukan sel darah merah

berkurang dan selanjutnya menurunkan aktivitas tubuh sehingga mudah lelah

(Arifin, 2008). Menurut Clinton (2009), tanin terhidrolisis dapat menghambat

penyerapan zat besi sehingga menyebabkan anemia. Penghambatan penyerapan

ini terjadi melalui pembentukan kelat dengan besi sehingga mengurangi

  

menghambat penyerapan dari zat besi sehingga lebih aman digunakan.

  Berdasarkan perbedaan kedua jenis tanin tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai identifikasi tanin dalam ekstrak etanolik daun jati belanda yang berasal dari kebun tanaman obat Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

  Pada penelitian ini ingin diketahui jenis tanin yang terkandung dalam ekstrak etanolik daun jati belanda dan reprodusibilitas proses ekstraksi melalui pengukuran AUC (Area Under Curve) tanin. Proses ekstraksi yang baik diharapkan dapat digunakan untuk mendapatkan kualitas ekstrak yang baik pula.

  Reprodusibilitas proses ekstraksi dapat teramati dengan nilai AUC tersebut. Cara penyarian menggunakan metode maserasi dengan cairan penyari etanol karena tanin dapat larut dalam pelarut organik polar seperti etanol. Daun jati belanda yang digunakan berasal dari kebun tanaman obat Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta karena belum pernah dilakukan identifikasi tanin menggunakan bahan baku yang berasal dari kebun tanaman obat tersebut.

  Identifikasi kandungan tanin dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk mengetahui jenis tanin yang terkandung dalam ekstrak etanolik daun jati belanda, apakah termasuk tanin tehidrolisis atau tanin terkondensasi. Reprodusibilitas proses ektraksi dilakukan dengan pengukuran AUC tanin dengan metode KLT-densitometri.

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat mengenai keberadaan dan jenis tanin yang terkandung dalam ekstrak etanolik daun jati masyarakat mengenai adanya kemungkinan efek daun jati belanda yang dapat digunakan sebagai obat pelangsing tubuh, penurun kolesterol, penyakit jantung dan diare.

  1. Perumusan masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas timbul permasalahan, yaitu: a. Jenis tanin apakah yang terdapat dalam ekstrak etanolik daun jati belanda? b.

  Bagaimana reprodusibilitas proses ekstraksi menggunakan cairan penyari etanol melalui pengukuran AUC tanin?

  2. Keaslian Penelitian

  Sejauh pengetahuan penulis penelitian mengenai identifikasi kandungan tanin dalam ekstrak etanolik daun jati belanda dari kebun tanaman obat Universitas Sanata Dharma dengan metode KLT-densitometri belum pernah dilakukan. Berdasarkan penelusuran penulis, terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap jati belanda, antara lain:

  a. Pengaruh Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan dan Gambaran Hematologik Darah Tikus Betina serta Identifikasi Komponen Lendirnya (Nurwati, 1984).

  b. Penelitian Pendahuluan Pengaruh Pemberian Seduhan Daun Guazuma

  ulmifolia Lamk terhadap Aktivitas Enzim SGOT, SGPT, SGGT Kelinci (Semedi, 1994).

  c. Ekstraksi dan Identifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometri UV Senyawa Alkaloid Tumbuhan Jati Belanda (Guazuma d.

  Pengaruh Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) terhadap Penurunan Kadar Kolesterol Darah Kelinci (Monica, 2000).

  e.

  Pengaruh Daun Jati Belanda Terhadap Kerja Enzim Lipase secara In Vitro (Joshita, 2000).

  f.

  Pengaruh Lendir Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) terhadap Bobot Badan Tikus Putih Betina (Pramono, 2000).

  g.

  Aktivitas Lipase Pankreas Rattus norvegicus Akibat Pemberian Ekstrak Etanol Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) (Rahardjo, 2005).

  h.

  Pengaruh Pemberian Infusa Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) terhadap Kadar Trigliserida Dalam Plasma Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Wijayanti, 2007).

3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keberadaan dan jenis tanin yang terkandung dalam ekstrak etanolik daun jati belanda.

  b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat mengenai kandungan daun jati belanda yang dapat digunakan sebagai obat.

  B.

  

Tujuan Penelitian

  Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah:

  1. mengetahui jenis tanin yang terdapat dalam ekstrak etanolik daun jati belanda.

  2. mengetahui reprodusibilitas proses ekstraksi menggunakan cairan penyari etanol melalui pengukuran AUC tanin.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Jati Belanda

  1. Keterangan botani Pohon jati belanda berasal dari Amerika beriklim tropis dan di Pulau

  Jawa biasanya ditanam pada ketinggian 1-800 m di atas permukaan laut (Anonim, 1986b). Tanaman ini ditanam sebagai tanaman pekarangan atau tanaman peneduh di tepi jalan. Saat ini, tanaman jati belanda hampir dapat ditemui di semua daerah di Pulau Jawa bahkan di pulau lain pun tanaman ini dijumpai tumbuh liar. Tanaman jati belanda belum dibudidayakan secara komersial (Sulaksana dan Jayusman, 2005).

  Jati belanda termasuk dalam suku Sterculiaceae dan genus Guazuma. Secara ilmiah, jati belanda memiliki spesies dengan nama Guazuma ulmifolia Lamk. (Backer dan Backhuizen van den Brink, 1963).

2. Nama Daerah

  Tanaman jati belanda mempunyai nama daerah yang berbeda-beda, di antaranya adalah: Sumatera : Jati Blanda Jawa : Jati Landa, Jatus Landi Nama asing jati belanda antara lain Bastard Cedar (Inggris), Cedre de la Jamique,

  

Orme d’Ameriqne (Perancis), Mutamba (Brazil) dan Guasima (Meksiko). Nama

  Selain nama daerah, jati belanda juga mempunyai beberapa nama lain. Nama tersebut di antaranya yaitu Bubroma guazuma, Diuroglossum rufescens,

  

Theobroma guazuma, Guazuma coriacea , G. inuira, G. polybotra, G. tomentosa

dan G. utilis (Anonim, 2004 a).

  3. Deskripsi

  Tanaman jati belanda berupa semak atau pohon, tinggi 10 m sampai 20 m, percabangan ramping. Bentuk daun bundar telur sampai lanset, panjang helai daun 4 cm sampai 22,5 cm, lebar 2 cm sampai 10 cm, pangkal menyerong berbentuk jantung, bagian ujung tajam, permukaan daun bagian atas berambut jarang, permukaan bagian bawah berambut rapat; panjang tangkai daun 5 mm sampai 25 mm, mempunyai daun penumpu berbentuk lanset atau berbentuk panjang 3 mm sampai 6 mm (Anonim, 1978).

  Tanaman jati belanda memiliki perbungaan berupa mayang, panjang 2 cm sampai 4 cm, berbunga banyak, bentuk bunga agak ramping dan berbau wangi; panjang gagang bunga lebih kurang 5 mm; kelopak bunga lebih kurang 3 mm; mahkota bunga berwarna kuning, panjang 3 mm sampai 4 mm; tajuk terbagi dalam 2 bagian, berwarna ungu tua kadang-kadang kuning tua, panjang 3 mm sampai 4 mm, bagian bawah berbentuk garis, panjang 2 mm sampai 2,5; tabung benang sari berbentuk mangkuk; bakal buah berambut, panjang buah 2 cm sampai 3,5 cm. Buah yang telah masak berwarna hitam (Anonim, 1978).

  4. Kandungan kimia

  Zat utama yang terkandung dalam seluruh bagian tanaman jati belanda terdapat hampir di semua bagian tanaman adalah β-sitosterol, kafein, friedelin-3α- asetat, friedelin-3 β-ol, terpen, triterpen (sterol), karotenoid, flavonoid, resin, glukosa, asam lemak, asam fenolat, zat pahit, karbohidrat, serta minyak lemak (Sulaksana dan Jayusman, 2005).

  Ekstrak kental daun jati belanda adalah ekstrak yang dibuat dari daun tanaman Guazuma ulmifolia Lamk., suku Sterculiaceae, mengandung flavonoid tidak kurang dari 3,2 %. Kandungan kimia yang dimiliki adalah tanin, flavonoid, friedelin-3

  α-asetat, friedelin-3β-ol dan lendir (Anonim, 2004 a). Bahan kering daun jati belanda mengandung tanin sebesar 2,4% (Powell, 1997).

5. Tanin

  Tanin adalah sejenis kandungan tanaman bersifat fenol yang memiliki rasa sepat. Tanin ini larut, setidak-tidaknya sampai batas tertentu, dalam pelarut organik yang polar, tetapi tidak larut dalam pelarut organik nonpolar seperti benzena. Kadar tanin yang tinggi mungkin mempunyai arti pertahanan bagi tanaman yaitu untuk membantu mengusir hewan pemangsa tanaman. Beberapa tanin terbukti mempunyai aktivitas antioksidan, menghambat pertumbuhan tumor, dan menghambat enzim seperti reverse transkriptase dan DNA topoisomerase (Robinson, 1995).

  Secara kimia, terdapat dua jenis utama tanin yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisiskan (Harborne, 1987). Tanin terkondensasi terjadi karena reaksi polimerisasi (kondensasi) antar flavonoid, sedangkan tanin terhidrolisis

  Gambar 1. Struktur kimia tanin terkondensasi (Heinrich, Barnes, Gibbons

dan Williamson, 2004)

  Gambar 2. Struktur kimia tanin terhidrolisis (Heinrich, Barnes, Gibbons

dan Williamson, 2004) yang lebih tinggi. Nama lain tanin terkondensasi adalah proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam dan dipanaskan, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung satuan terputus dan menghasilkan monomer antosianidin. Proantosianidin banyak dalam bentuk prosianidin dan bila direaksikan dengan asam akan menghasilkan sianidin. Pada tanin terkondensasi, tanaman dapat diekstraksi dengan metanol 50-80%. Tanin dapat dideteksi dengan sinar UV pendek berupa bercak lembayung yang bereaksi positif dengan setiap pereaksi fenol baku (Harborne, 1987).

  Tanin terhidrolisis merupakan ikatan ester antara suatu monosakarida, terutama D-glukosa di mana gugus hidroksilnya (seluruh atau sebagian) terikat dengan asam galat, digalat, trigalat dan asam heksahidroksidifenat. Tanin terhidrolisis biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis dan berwarna coklat kuning yang larut dalam air. Tanin terhidrolisis dapat diekstraksi dengan air panas atau campuran etanol-air (Robinson, 1995).

  Asam tanat sebagai salah satu contoh tanin terhidrolisis (Harborne, 1987). Asam tanat merupakan polimer asam galat dan glukosa. Asam tanat berupa serbuk amorf, berkilau, berwarna kuning putih sampai cokelat terang dan berbau khas. Asam tanat berkhasiat untuk mengobati diare. Selain itu, asam tanat memiliki efek antibakteri, antienzimatik, antioksidan dan antimutagen (Anonim, 2009).

  CO H 2 HO OH OH a.

  b.

  

Gambar 3. Struktur kimia asam galat (a) (Bruneton, 1999) dan asam tanat (b)

(Anonim, 2007)

  Tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi memiliki khasiat sebagai astringen, antiinflamatori, antimikrobial, antidiare dan antioksidan. Selain itu, terkondensasi juga memiliki khasiat yang lain yaitu hipokolesterolemik (Mills dan Bone, 2000).

  Menurut Xuepin (2003), tanin terhidrolisis lebih bersifat toksik dibandingkan dengan tanin terkondensasi karena pembentuk tanin terhidrolisis mudah dihidrolisis menjadi asam galat. Asam galat tersebut dapat membentuk kelat dengan ion logam. Pembentukan kelat ini menyebabkan hilangnya ion logam dari dalam tubuh di mana ion logam tersebut dibutuhkan terutama untuk proses pembentukan energi. Salah satu ion logam yang sangat dibutuhkan oleh tubuh adalah zat besi (Fe). Sebagian besar Fe disimpan dalam hati, limpa, dan sumsum

  

tulang. Fe berperan dalam pembentukan sel darah merah. Bila cadangan besi tidak

mencukupi dan berlangsung terus menerus maka pembentukan sel darah merah

berkurang dan selanjutnya menurunkan aktivitas tubuh sehingga mudah lelah

  

melalui pembentukan kelat dengan besi sehingga mengurangi bioavailabilitasnya

dalam gastrointestinal.

  Tanin mempunyai kemampuan mengendapkan protein, karena tanin mengandung sejumlah kelompok fungsional ikatan yang kuat dengan molekul protein dan menghasilkan ikatan silang yang besar dan kompleks yaitu protein- tannin. Terdapat tiga mekanisme reaksi antara tanin dengan protein sehingga terjadi ikatan yang cukup kuat antara keduanya yaitu ikatan hidrogen, ikatan ion dan ikatan cabang kovalen antara protein dengan tanin (Widodo, 2005). Tanin pada daun jati belanda bersifat sebagai astringen. Saat kontak dengan membran mukosa usus halus, senyawa tanin berikatan dengan protein dalam sel epitel mukosa menghasilkan ikatan silang (Mills dan Bone, 2000). Ikatan silang protein- tanin ini membentuk ikatan yang rapat sehingga menyebabkan makanan yang akan diabsorbsi oleh usus halus menjadi terhambat.

  Uji untuk membedakan tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi dapat menggunakan kromatografi lapis tipis. Bercak dapat ditunjukkan dengan memakai uap amonia dan dilihat dengan sinar UV atau dengan penyemprotan memakai besi (III) klorida (Robinson, 1995). Penyemprotan dengan besi (III) klorida pada tanin terhidrolisis menampakkan bercak berwarna biru kehitaman dan pada tanin terkodensasi menampakkan bercak berwarna hijau kecokelatan (Bruneton, 1999).

B. Pembuatan Simplisia

1. Pengumpulan bahan baku

  Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisa dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan. Simplisia harus memenuhi persyaratan minimal untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya. Faktor yang berpengaruh adalah bahan baku simplisia, proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia dan cara pengepakan dan penyimpanan simplisia (Anonim, 1985).

  Tumbuhan liar umumnya kurang baik untuk dijadikan sumber simplisia jika dibandingkan tanaman budidaya karena simplisia yang dihasilkan mutunya tidak tetap. Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen, waktu panen dan lingkungan tempat tumbuh (Anonim, 1985).

  Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif terbentuk secara maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman pada umur tertentu. Selain waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula pada saat panen dalam sehari. Simplisia yang mengandung dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari. Pada daun, cara pengumpulannya yaitu saat daun masih tua atau muda (daerah pucuk) dan dipetik dengan tangan satu persatu (Anonim, 1985).

  2. Sortasi basah

  Dalam proses pembuatan simplisia, setalah bahan baku dikumpulkan, kemudian dilakukan sortasi basah terhadap bahan baku tersebut. Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya yang terdapat pada bahan baku simplisia misalnya tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi sehingga simplisia yang dibersihkan dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal (Anonim, 1985).

  3. Pencucian

  Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang melekat pada bahan baku simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin (Anonim, 1985).

  Cara pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba awal simplisia. Jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan kandungan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan

4. Pengeringan

  Pengeringan dilakukan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Pengeringan juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya reaksi enzimatik serta pertanaman bakteri. Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau menggunakan suatu alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisa dan cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30 ° sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60

  °C. Pada dasarnya, dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan.

  a. Pengeringan alamiah. Pengeringan alamiah dilakukan dengan pengeringan dengan panas sinar matahari langsung. Pengeringan dengan cara ini memiliki kecepatan pengeringan yang sangat tergantung kepada keadaan iklim sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah yang udaranya panas atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Pengeringan ini dilakukan untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji.

  Pengeringan alamiah dapat juga dilakukan dengan diangin-angin dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Pengeringan dengan cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga, daun b. Pengeringan buatan. Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan yaitu dengan menggunakan suatu alat atau mesin pengering. Pada pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca (Anonim, 1985).

5. Sortasi kering

  Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus (Anonim, 1985).

  Sortasi kering dapat dilakukan secara mekanik terutama pada simplisia bentuk rimpang di mana jumlah akar yang melekat pada rimpang terlalu besar.

  Proses sortasi kering ini dilakukan sebelum simplisia dibungkus untuk kemudian disimpan (Anonim, 1985).

C. Ekstrak

1. Definisi

  Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau yang telah ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan sesedikit mungkin yang terkena panas (Anonim, 2000).

  Menurut Voigt (1994), ekstrak dikelompokkan menurut sifat-sifatnya menjadi: a.

  Ekstrak encer (extractum tenue). Sediaan ekstrak encer ini memiliki konsistensi madu dan mudah dituang.

  b.

  Ekstrak kental (extractum spissum). Sediaan ekstrak kental ini memiliki konsistensi liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang serta kandungan airnya berjumlah sampai 30%.

  c. Ekstrak kering (extractum siccum). Sediaan ekstrak kering ini memiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan dengan kandungan lembab tidak lebih dari 5%.

  d. Ekstrak cair (extractum fluidum). Pada ekstrak cair memiliki konsistensi cair dan mudah dituang.

2. Metode ekstraksi

  Penyarian (ekstraksi) merupakan kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Adanya zat aktif yang terkandung akan mempermudah pemilihan cairan penyari dan cara penyarian yang tepat (Anonim, 1986 a). Secara umum, penyarian dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perkolasi, destilasi uap dan sering terdapat modifikasi, seperti misalnya maserasi dapat disempurnakan dengan digesti. Masing-masing proses penyarian tersebut dapat dijelaskan di bawah ini : a. Infundasi. Infudasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan- bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh karena itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Anonim, 1986 a). Infus merupakan sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit. Pembuatan infusa adalah dengan cara bahan dimasukkan dalam panci infus dan diberi air secukupnya, panaskan di tangas air selama 15 menit terhitung mulai tercapai suhu 90 °C sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flannel, tambahkan air secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki (Anonim, 1995).

  b. Maserasi. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana (Voigt, 1994). Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia atau bahan dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke c. Perkolasi. Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan pada bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi. Selain itu, pada perkolasi, ruangan di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Kecilnya saluran kapiler tersebut menyebabkan kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi (Anonim, 1986 a).

  d. Penyarian berkesinambungan. Proses ini dengan cara penggabungan antara proses penyarian yang dilanjutkan dengan proses penguapan. Keuntungan dari penyarian berkesinambungan ini antara lain cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil yang lebih dekat. Selain itu, serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni sehingga dapat menyari zat aktif lebih banyak. Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa menambah volume cairan penyari (Anonim, 1986 a).

3. Penguapan

  Penguapan adalah proses terbentuknya uap dari permukaan cairan. Pada mendidih. Selama mendidih, uap tersebut terlepas melalui gelembung-gelembung udara yang terlepas dari cairan. Kecepatan penguapan tergantung pada kecepatan pemindahan panas. Oleh karena itu, alat penguapan dirancang agar dapat memberikan pemindahan panas yang maksimal kepada cairan. Permukaan harus seluas mungkin dan lapisan batas dikurangi. Pada pemilihan alat yang tepat harus diperhatikan sifat bahan yang akan diuapkan (Anonim, 1986 a).

  Ekstrak cair yang memiliki konsistensi cair dan kandungan pelarutnya yang masih tinggi dapat diubah menjadi bentuk ekstrak kental. Proses pengentalan ini dapat dilakukan melalui penguapan dengan menggunakan alat Vacum Rotary Evaporator (Voigt, 1994).

  Proses pengentalan dengan menggunakan Vacum Rotary Evaporator yaitu perputaran labu dalam sebuah pemanas yang berisi air pada temperatur dan kecepatan putar tertentu, akan menguapkan cairan yang terkandung dalam ekstrak. Pembesaran permukaan penguapan menyebabkan penguapan berlangsung dalam waktu lebih singkat. Pengaturan dalamnya pencelupan ke dalam penangas air, suhu penangas, hampa udara dan suhu pendingin membuat kondisi optimal dapat terpenuhi sehingga proses pengentalan ekstrak dapat berlangsung cepat (Voigt, 1994).

D. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

  Kromatografi adalah prosedur pemisahan senyawa campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi, karena adanya perbedaan koefisien dan tidak saling campur, yang disebut sebagai fase gerak (mobile phase) yang berupa zat cair atau zat gas dan fase diam (stationary phase) yang berupa zat cair atau zat padat (Noegrohati, 1994). KLT digunakan untuk pemisahan senyawa secara cepat dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada lempeng kaca (Anonim, 1979).

  Fase diam yang umum digunakan adalah silika gel, aluminium oksida, selulosa dan turunannya, poliamida dan lain-lain. Silika gel paling banyak digunakan (Stahl, 1983). Silika gel GF artinya silika tersebut mengandung