BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurami ( Osphronemus gouramy) 2.1.1 Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) - EFEKTIVITAS EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica ) UNTUK MENGOBATI IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydroph

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Gurami ( Osphronemus gouramy)

2.1.1 Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

  Menurut Saanin jilid 2 (1995), klasifikasi ikan gurami (Osphronemus gouramy) adalah sebagai berikut :

  Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Familia : Ospluronnemidae Genus : Osphronemus Spesies : Osphronemus gouramy

Gambar 2.1 Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

2.1.2 Ciri – Ciri Morfologi Ikan Gurami

  Gurami memiliki bentuk fisik khas, badannya pipih agak kesamping alias gepeng ,dan lebar. Badan ikan gurami tertutup sisik yang kuat dengan tepi agak kasar. Mulutnya kecil, letaknya miring tidak tepat di bawah ujung moncong. Bibir bawah terlihat menonjol sedikit dibandingkan bibir atas. Ujung mulut dapat disembulkan sehingga tampak monyong. Penampilan gurami dewasa berbeda dengan yang masih muda.

  Perbedaan itu dapat diamati berdasarkan ukuran tubuh, warna, bentuk kepala dan dahi.

  Pada tubuh ikan muda terdapat delapan buah garis tegak, yang tidak ditemukan pada ikan-ikan yang sudah berumur. Di sekitar sirip dubur terdapat bintik gelap yang dilingkari warna kuning atau keperakan, sedangkan pada dasar sirip dada terdapat bintik warna hitam. Seiring dengan bertambahnya umurnya, jari-jari sirip punggung dan sirip dubur pada gurami akan bertambah besar dan bertambah kuat. Gurami juga mempunyai alat detektor yang berfungsi sebagai alat peraba. Sepasang peraba yang terletak pada bagian dadanya merupakan sirip perut yang telah mengalami modifikasi menjadi sepasang benang yang panjang. Selain sirip punggung dan sirip dubur (anal), ternyata sirip ekor dan sirip perut (yang telah mengalami modifikasi) juga mempunyai jari-jari keras, sedangkan sirip dada mempunyai dua buah jari-jari lemah yang mengeras. Jari-jari keras tidak berbuku-buku, pejal (tidak berlubang), keras dan tidak dapat dibengkokkan (Heru, 1987).

2.1.3Hama dan Penyakit Ikan Gurami

2.1.3.1 Hama

  Hama merupakan hewan yang berukuran lebih besar dan mampu menimbulkan gangguan pada ikan. Hama dapat dibagi menjadi dua kelompok (Afrianto & Liviawaty, 2004) sebagai berikut .

  1. Predator Predator merupakan hama yang bersifat memangsa ikan, misalnya hewan pemangsa seperti linsang, ular atau burung.

  2. Kompetitor Kompetitor merupakan organisme yang menimbulkan persaingan dalam mendapatkan oksigen, pakan, dan ruang gerak.

  Kompetitor yang sering menyebabkan terjadinya persaingan dalam memperoleh makanan adalah ikan mujair (Tilapia mossambica). Spesies ikan ini selain rakus juga mudah berkembangbiak, sehingga populasinya dalam ikan akan meningkat dengan cepat. Masuknya jenis organisme lain ke dalam kolam pemeliharaan merupakan kompetitor yang dapat menyebabkan terjadinya persaingan untuk mendapatkan makan juga akan menyebabkan terjadinya kompetisi untuk memperoleh oksigen maupun ruang gerak.

2.1.4 Penyakit Ikan Gurami

  Penyakit yang sering menyerang ikan dapat diklasifikasikan sebagai penyakit menular dan penyakit tidak menular. Penyakit menular disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur atau protozoa. Penyakit menular sering juga disebut juga parasit, yaitu suatu cara mikroorganisme untuk hidup di dalam tubuh ikan (inang). Semua organisme dapat berperan sebagai parasit, tetapi pengertian parasit di dalam ilmu penyakit ikan sering dibatasi pada mikroorganisme yang termasuk dalam protozoa, nematoda, termatoda dan copepoda. Pengaruh serangan parasit terhadap ikan tidak saja tergantung dari jenis dan jumlah mikroorganisme yang menyerang, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan daya tahan tubuh. Penyakit yang tidak menular, yaitu penyakit yang disebabkan bukan oleh mikroorganisme melainkan hal lain, misalnya karena kekurangan pakan, keracunan, konsentrasi air rendah, atau penyakit gelembung udara.

2.2 Bakteri Aeromonas hydrophila

2.2.1 Klasifikasi Aeromonas hydrophila

  Klasifikasi Aeromonas hydrophila menurut Holt et al. (1998) adalah sebagai berikut : Filum : Protophyta Kelas : Schizomycettes Ordo : Pseudanonadeles Famili : Fribionaceaceae

  Genus : Aeromonas Spesies : Aeromonas hydrophila

Gambar 2.2 A. hydrophila dengan pewarnaan Gram (Hayes, 2000)

2.2.2 Karakteristik Aeromonas hydrophila

  Bakteri Aeromonas hydrophila umumnya hidup di air tawar, terutama yang mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama bakteri

  Aeromonas hydrophila adalah bentuknya seperti batang, bersifat Gram

  negatif, fakultatif aerobik (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora, bersifat motil karena mempunyai satu flagel yang keluar dari salah satu kutubnya, senang hidup pada lingkungan bersuhu 15-30 dan pH 5,5-9 (Afrianto & Liviawaty, 2004). Aeromonas hydrophila dapat menyerang semua jenis ikan air tawar dan jenis penyakitnya disebut dengan Motil Aeromonas Septicemia (MAS). Serangan bakteri ini bersifat laten (berkepanjangan), jadi tidak memperlihatkan gejala penyakit meskipun telah dijumpai pada tubuh ikan.

  Infeksi Aeromonas hydrophila dapat terjadi akibat perubahan kondisi lingkungan, stres, perubahan temperatur, air yang terkontaminasi dan terinfeksi oleh virus, bakteri atau parasit lainnya (infeksi sekunder). Oleh karena itu bakteri ini disebut dengan bakteri yang bersifat patogen oportunistik, sehingga sangat umum dijumpai di air dan memiliki beragam serotipe yang berbeda tingkat virulensinya. Pada umumnya penyebaran terjadi secara horizontal lewat kontak langsung dengan air maupun hewan yang sakit.

2.2.3 Serangan Bakteri Aeromonas hydrophila Pada Ikan Gurami

  Aeromonas hydrophila dapat menyerang semua jenis ikan air tawar

  salah satunya yaitu ikan gurami dan jenis penyakitnya disebut Motil

  Aeromonas Septicemia (MAS) atau sering disebut juga dengan Hemorrhage septicemia . Serangan bakteri ini bersifat laten

  (berkepanjangan), jadi tidak memperlihatkan gejala penyakit meskipun telah dijumpai pada tubuh ikan. Serangan bakteri ini baru terlihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stres yang disebabkan oleh penurunan kualitas air, kekurangan pakan atau penanganan yang kurang cermat (Samsundari, 2006).

  Pencegahan timbulnya serangan penyakit bakterial, upaya antisipasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain : dengan cara imunisasi yang diberikan langsung pada benih maupun pada induk, dan vaksinasi (Sularto, 2005).

  Ikan yang terserang bakteri Aeromonas hydrophila biasanya akan memperlihatkan gejala berupa warna tubuhnya berubah menjadi agak gelap, kulitnya menjadi kasat dan timbul pendarahan yang selanjutnya akan menjadi borok (hemorrhage). Kemapuan berenangnya menurun dan sering megap-megap di permukaan air karena insangnya rusak sehingga sulit bernafas. Sering terjadi pendarahan pada organ bagian dalam seperti hati, ginjal, maupun limpa. Seluruh siripnya rusak dan insangnya menjadi berwarna keputih-putihan. Mata rusak dan agak menonjol (exopthalmia) (Afrianto & Liviawaty, 2004).

  Bakteri Aeromonas hydrophila memperbanyak diri di dalam usus, sehingga menyebabkan suatu radang haemorrhagic mucuous-

  

desquamative (pengeluaran lendir yang berlebihan). Bakteri Aeromonas

hydrophila akan menyebar secara cepat pada ikan dengan padat penebaran

  tinggi dan bisa mengakibatkan kematian benih hingga 90 % - 100% (Mulia, 2012).

2.3 Kunyit (Curcuma domestica)

2.3.1 Klasifikasi Kunyit

  Kedudukan tanaman kunyit dalam sistematika tumbuhan (Cronquist 1981 ) sebagai berikut :

  Divisio : Magnoliophyta Classis : Liliopsida Ordo : Zingiberales Familia : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma domestica

Gambar 2.3 Kunyit (Curcuma domestica)

  2.3.2 Deskripsi Kunyit ( Curcuma domestica)

  Kunyit adalah tanaman rempah dan obat yang tumbuh sepanjang tahun. Tanaman kunyit tumbuh bercabang dan membentuk rumpun.

  Batangnya basah, daun berlekuk, akarnya tunggang, daun kunyit berwarna hijau pucat dan pangkal daunnya runcing dengan permukaan yang sedikit kasar. Bagian dari kulit luar dari rimpang berwarna jingga kecoklatan sedangkan daging buah berwarna merah jingga kekuning-kuningan.

  Aroma dari kunyit wangi dan banyak mengandung air (Backer & van Den Brink, 1965).

  2.3.3 Kandungan Kimia Rimpang Kunyit

  Kunyit merupakan jenis temu-temuan yang mengandung senyawa kimia, yaitu kurkuminoid (Muchtaromah, 2010). Kunyit mengandung zat aktif yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri, Selain itu komposisi kimiawi dari kunyit tersusun atas komponen utama berupa pati, abu, serat, zat kuning atau kurkuminoid, serta minyak atsiri. Zat kuning pada rimpang kunyit bersifat antibakteri dan antiinflamasi (antiperadangan) sementara komponen seperti pati, serat, abu, dan zat- zat gizi lain akan membatasi proses metabolisme dan fisiologi organ tubuh guna memulihkan kondisi tubuh. Kurkumin mempunyai antihepatoksik, meningkatkan sekresi empedu dan pankreas, menurunkan kadar kolesterol darah dan sel hati, serta mampu menurunkan tekanan darah, bersifat antibakteri serta mampu mencegah timbulnya perlemakan dalam sel hati ( Samsundari, 2006).

  Beberapa grup senyawa kimia utama yang bersifat antimikroba adalah fenol dan senyawa fenoli, alkohol, logam berat, dan senyawanya.

  Kurkumin adalah suatu senyawa fenolitik maka mekanisme kerjanya sebagai antimikroba akan mirip dengan persenyawa fenol lainnya.

  Aktivitas kurkumin dengan cara menghambat poliferasi sel (Warhaini, 2011). Zat kurkumin mempunyai khasiat antibakteri dan dapat merangsang dinding kantong empedu sehingga dapat memperlancar metabolisme lemak. Kurkumin mempunyai efek antiperadangan, antioksida, antibakteri dan imun. Oleh karena alasan tersebut, beberapa penelitian, baik fitokimia maupun farmakologi lebih ditekankan pada kurkumin (Muchtaromah, 2010).

2.3.4 Metabolit Sekunder

  Tanaman mempunyai kemampuan mensintesis berbagai senyawa yang digolongkan atas metabolit sekunder dan metabolit primer. Metabolit primer meliputi karbohidrat, protein, lemak, dan asam nukleat. Metabolit primer terlibat dalam proses fisiologi utama dengan mekanisme yang sudah diketahui. Metabolit sekunder merupakan bahan kimia non nutrisi yang mengontrol spesies biologi dalam lingkungan. Metabolit sekunder dapat dibagi menjadi tiga kelompok bahan kimia, yaitu terpen atau terpenoid, senyawa fenolik, dan senyawa yang mengandung nitrogen (Robinson, 1995).

  a. Terpenoid Terpenoid merupakan senyawa yang terbentuk dari suatu isoprena, tanpa memperhatikan gugus fungsi yang ada. Terpenoid berperan sebagai pelindung terhadap serangga (Robinson, 1995). Senyawa yang tergolong terpenoid adalah saponin. Saponin adalah senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah merah (Harborne, 1987).

  b. Senyawa Fenolik Senyawa fenolik merupakan senyawa metabolit sekunder dari tumbuhan yang mengandung fenol. Senyawa fenol berperan sebagai alat pertahanan tumbuhan dari hewan pemakan tumbuhan dari organisme patogen. Senyawa yang termasuk fenolik antara lain lignin, tanin, dan flavonoid (Robinson, 1995).

  c. Senyawa yang Mengandung Nitrogen Senyawa yang mengandung nitrogen merupakan senyawa metabolit sekunder dari tumbuhan yang mengandung nitrogen sebagai unsur pembentukannya. Senyawa metabolit sekunder yang mengandung nitrogen contohnya alkaloid (Robinson, 1995).

  2.3.5 Ekstrak

  Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati, atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan. Ekstrak adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan larutan penyaring (Depkes RI, 2000). Pembuatan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat, sedangkan kadar zat berkhasiat dalam simplisia sukar didapat.

  2.3.6 Pengobatan Penyakit Ikan

  Langkah pertama yang harus dilakukan dalam mengatasi serangan penyakit adalah dengan menentukan penyebab penyakit tersebut dan selanjutnya menetapkan senyawa kimia dan cara paling efektif untuk memberantasnya. Dengan meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan perikanan, tindakan untuk mengatasi berbagai serangan penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara (Afrianto & Liviawaty,2004).

  a. Pengaliran Air Pengaliran merupakan salah satu cara untuk mengatasi serangan penyakit ikan di kolam, yang disebabkan oleh senyawa beracun atau kualitas air yang kurang memenuhi syarat. Adanya aliran air yang lancar akan menghanyutkan sisa pakan dan hasil ekskresi, sehingga tidak terdapat senyawa beracun hasil dekomposisi bahan tersebut. Pada kolam yang tidak mengalir, temperatur air sering meningkat terutama pada siang hari, sehingga pertumbuhan organisme penyakit menjadi lebih cepat. Pada saat yang sama konsentrasi oksigen juga akan menurun, sehingga ikan bertambah stres karena sulit bernafas.

  b. Pencucian Kolam Sering dijumpai kematian ikan di kolam disebabkan masuknya senyawa racun ke dalam kolam baik disengaja maupun tidak sengaja.

  Penggunaan insektisida untuk pertanian maupun buangan limbah industri yang tidak dilakukan secara hati-hati dapat menyebabkan masuknya senyawa beracun tersebut ke dalam kolam dan menimbulkan masalah penyakit.

  Untuk mengatasi kematian ikan secara masal karena keracunan, sebaiknya dilakukan penutupan saluran pemasukan air dan memindahkan ikan yang terkena racun secepat mungkin kekolam lain. Tindakan selanjut nya adalah dengan mengeringkan kolam selama beberapa hari agar daya racun dari senyawa tersebut menjadi lemah.

  c. Perendaman Untuk mengobati ikan yang terserang penyakit di bagian luar tubuhnya (ektoparasit), sebaiknya dilakukan tindakan perendaman dalam senyawa kimia tertentu. Apabila ikan yang terkena penyakit hanya beberapa ekor, perendaman dapat dilakukan di dalam bak atau wadah kecil. d. Melalui Pakan Ikan yang telah terserang penyakit dapat juga disembuhkan dengan pengobatan melalui pakan, terutama terhadap serangan yang tidak mengakibatkan kematian secara tiba-tiba. Pengobatan melalui pakan sebaiknya segera dilakukan pada tahap awal terjadi serangan, sebab pada saat itu ikan masih mempunyai nafsu makan.

  e. Penyuntikan Pengobatan melalui penyuntikan dilakukan untuk mengobati ikan yang terserang penyakit berupa parasit. Tindakan pengobatan melalui penyuntikan hanya efektif digunakan jika ikan yang terserang jumlahnya relatif sedikit. Jika jumlahnya terlalu banyak, maka dibutuhkan tenaga, waktu dan peralatan yang lebih banyak, sehingga kurang efisien.

2.3.7 Kualitas Air

  Air merupakan media paling vital bagi kehidupan ikan. Suplai air yang memadai akan memecahkan berbagai masalah dalam budidaya ikan secara intensif, yaitu dengan cara menghanyutkan kumpulan dari buangan dan bahan beracun, sehingga kondisi air optimal tetap terpelihara (Kordi & Ghoufron, 2004).

  Ada beberapa parameter air yang biasanya diamati untuk menentukan kualitas suatu perairan yaitu Derajat keasaman (pH), dan oksigen ( Afrianto, 2004).

  a. Derajat Keasaman (pH)

  Sebagian besar ikan dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairan yang mempunyai derajat keasaman (pH) berkisar antara 5-9. Untuk sebagian besar spesies air tawar, pH yang cocok berkisaran antara 6,5-7,5, sedangkan untuk ikan laut 8,3.

  b. Oksigen Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas penting dalam budidaya ikan. Meskipun beberapa jenis ikan masih mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm, tetapi konsentrasi minimum masih dapat diterima oleh sebagian besar spesies ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm.

Dokumen yang terkait

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pada Organ Tubuh Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Akibat Infestasi Ektoparasit Argulus sp.

5 125 70

Efektivitas Ekstrak Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) Sebagai Antibakteri untuk Mencegah Serangan Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

8 111 70

KLONING PROMOTER βββββ-AKTIN DARI IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)

0 0 9

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pada Organ Tubuh Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Akibat Infestasi Ektoparasit Argulus sp.

0 0 14

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pada Organ Tubuh Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Akibat Infestasi Ektoparasit Argulus sp.

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Gurami - Identifikasi dan Prevalensi Parasit pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) di Desa Lantasan Lama Kecamatan Patumbak Sumatera Utara

0 0 9

Identifikasi dan Prevalensi Parasit pada Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) di Desa Lantasan Lama Kecamatan Patumbak Sumatera Utara

0 0 13

Efektivitas Ekstrak Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) Sebagai Antibakteri untuk Mencegah Serangan Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

0 1 14

Efektivitas Ekstrak Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) Sebagai Antibakteri untuk Mencegah Serangan Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Ikan Gurami (Oshpronemus gouramy) - PRASETYATI WIRIANTI BAB II

0 1 18