Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pada Organ Tubuh Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Akibat Infestasi Ektoparasit Argulus sp.

(1)

   

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PADA ORGAN

TUBUH IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) AKIBAT

INFESTASI EKTOPARASIT Argulus sp.

MUHAMMAD IRFAN MAULANA T. SYIHAB 100302024

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PADA ORGAN

TUBUH IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) AKIBAT

INFESTASI EKTOPARASIT Argulus sp.

SKRIPSI

MUHAMMAD IRFAN MAULANA T. SYIHAB 100302024

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(3)

   

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PADA ORGAN

TUBUH IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) AKIBAT

INFESTASI EKTOPARASIT Argulus sp.

SKRIPSI

MUHAMMAD IRFAN MAULANA T. SYIHAB 100302024

Skripsi Sebagai Satu diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pada Organ Tubuh Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Akibat Infestasi Ektoparasit Argulus sp.

Nama : Muhammad Irfan Maulana T. Syihab NIM : 100302024

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc Zulham Apandy Harahap, S.Kel, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si


(5)

   

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Irfan Maulana T.Syihab NIM : 100302024

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pada Organ Tubuh Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Akibat Infestasi Ektoparasit Argulus sp.”

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Februari 2015

M. Irfan Maulana T. Syihab NIM. 100302024


(6)

ABSTRAK

M. IRFAN MAULANA T.SYIHAB. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pada Organ Tubuh Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Akibat Infestasi Ektoparasit Argulus

sp. Di bawah bimbingan DWI SURYANTO dan ZULHAM APANDY HARAHAP.

Hama dan penyakit pada ikan gurami menjadi salah satu faktor yang menentukan akan keberhasilan budidaya ikan gurami. Argulus sp. adalah parasit yang berperan sebagai vektor bagi virus atau bakteri yang sering menyebabkan penyakit pada ikan dengan meninggalkan bekas luka gigitan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bakteri yang terdapat pada organ internal dan eksternal ikan gurami (Osphronemusgouramy) akibat infestasi ektoparasit Argulus

sp. Sejumlah 12 ekor Argulus sp. diinfestasikan pada ikan gurami selama 14 hari. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai September 2014 di Laboratorium Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan di Laboratorium SKIPM Kelas I Medan II. Berdasarkan pengamatan terdapat 2 spesies bakteri pada sampel ikan dan air, yaitu Corynebacterium aquaticum dan

Micrococcus luteus.


(7)

   

ABSTRACT

MUHAMMAD IRFAN MAULANA T.SYIHAB. Isolation and Identification of Bacteria in Gourami Organs (Osphronemus gouramy) as the Result of the Infestation of Ectoparasites Argulus sp. Under the guidance of DWI SURYANTO and ZULHAM APANDY HARAHAP.

Pests and diseases in gourami is one factor that determines the success of gourami farms. Argulus sp. are parasites that act as vectors for viruses or bacteria frequently causing diseases by leaving a bite scar. The purpose of this study is to investigate the bacteria contained in the internal and external organs of gourami (Osphronemus gouramy) as the result of the infestation of ectoparasites Argulus sp. Twelve Argulus sp. are infested on gourami for 14 days. This study was conducted from June to September 2014 in the Laboratory of Aquaculture, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra and in the Laboratory of SKIPM Class I Medan II. Based on the observations, there are two bacteria species on the samples of fish and water, i.e.Corynebacterium aquaticum and Micrococcus luteus.

Keywords: Osphronemus gouramy, Argulus sp. Infestation.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 8 Januari 1992 dari Ayahanda Tifham W. Syihab dan Ibunda Zanniroh Rangkuti. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal di SD Dewi Sartika Kecamatan Tanjung Beringin pada tahun 1998-2004, penulis meneruskan pendidikan menengah pertama dari tahun 2004-2007 di SMPN 1 Tanjung Beringin. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Tebing Tinggi dengan jurusan IPA pada tahun 2007-2010.

Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis melaksanakan Praktik Kerja lapangan (PKL) di Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Kelas I Medan II Belawan, Provinsi Sumatera Utara.

Selain mengikuti perkuliahan penulis juga menjadi asisten laboratorium Pencemaran Perairan dan Pengolahan Limbah tahun 2012-2013, dan Hama Penyakit Ikan tahun 2013-2014.


(9)

   

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pada Organ Tubuh Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Akibat Infestasi Ektoparasit Argulus sp.”, yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Tifham W. Syihab dan ibunda Zanniroh Rangkuti yang selalu memberi motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan kepada Bapak Zulham Apandy Harahap, S.Kel, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian usul penelitian ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan kepada Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku sekretaris Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan serta seluruh staf pengajar serta pegawai Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

Terima kasih juga penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Orbita Roiyan Dhuha, S.St.Pi selaku pembimbing penelitian di SKIPM Kelas I Medan II yang telah berjasa membantu dalam menyelesaikan penelitian. Terima kasih kepada Bapak Ir. Felix Lumban Tobing, S.Pi, M.P selaku kepala SKIPM


(10)

Kelas I Medan II, Bapak Sondang Sitorus, S.Si selaku Kasubsi Tata Pelayanan SKIPM Kelas I Medan II, Ibu Cut Rina Meutia, S.H selaku Kepala Urusan Tata Usaha SKIPM Kelas I Medan II, Bapak Diky Agung Setiawan, S.St.Pi Selaku Kasubsi Wasdalin SKIPM Kelas I Medan II, Ibu Ied Parinduri, S.Si Selaku Kepala Laboratorium SKIPM Kelas I Medan II serta seluruh staf SKIPM Kelas I Medan II yang telah memberikan dukungan baik materi maupun bantuan kepada penulis selama terlaksananya kegiatan penelitian.

Terimakasih kepada Adil Junaidi, S.Pi, Prasetia Ajitama, S.Pi, Achmad Taher Daulay, S.Pi, Pahrurrozi, Ernawati Butar-Butar, S.Pi, Madiah Handayani, S.Pi dan seluruh teman-teman seperjuangan di angkatan 2010 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Terima kasih juga sampaikan kepada M. Siddik Ekayana, S.Pd.I serta berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang manajemen sumberdaya perairan.

Medan, Februari 2015


(11)

   

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Kerangka Pemikiran Penelitian... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

Hipotesis Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gurami ... 6

Interaksi Antara Inang, Patogen dan Lingkungan ... 7

Argulus sp. ... 9

Penyakit Bakterial Pada Ikan Gurami ... 12

Isolasi Bakteri ... 17

METODE PENELITIAN Tempat dan Lokasi Penelitian ... 19

Alat dan Bahan ... 19

Pelaksaan Penelitian... 20

Luka Ikan Dengan Infestasi Argulus sp. ... 20

Luka Buatan Pada Ikan ... 21

Pengambilan Sampel air ... 21

Isolasi Bakteri Pada Organ-Organ yang Diduga Mengalami Pengaruh Oleh Infestasi Argulus sp ... 21

Isolasi Sampel Air ... 22

Karakteristik dan Identifikasi Bakteri ... 23

Pemurnian Kultur Bakteri ... 23

Pengamatan Morfologi Bakteri ... 24

Uji Biokimia... 25


(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengamatan Tingkah Laku dan Gejala Klinis Ikan Selama

Pemeliharaan ... 30

Pengamatan Organ-Organ Pada Ikan Pasca Pemeliharaan . 30 Isolasi Bakteri Pada Ikan Dan Air ... 31

Morfologi Koloni Bakteri Pada Ikan Dan Air ... 32

Morfologi Sel Bakteri Pada Ikan Dan Air ... 32

Kondisi Lingkungan... 36

Pembahasan Infestasi Argulus sp. Pada Ikan Gurami ... 36

Isolasi Bakteri Pada Ikan Dan Air ... 38

Morfologi Koloni Bakteri Pada Ikan Dan Sampel Air ... 40

Morfologi Sel Bakteri Pada Ikan Dan Sampel Air ... 40

Identifikasi Bakteri Pada Ikan Dan Sampel Air ... 41

Kualitas Air ... 41

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

   

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. ... Bagan Alur Penelitian... 4 2. ... Bentuk

Interaksi Ikan, Patogen, Lingkungan dan Penyakit ... 8 3. ... Argulus

... 10 4. ... Bentuk

koloni isolat Corynebacterium aquaticum dan Micrococcus

luteus ... 32 5. ... Bentuk sel

dari Isolat Corynebacterium aquaticu dan Micrococcus

luteus………. 33


(14)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman 1. ... Hasil Isolasi

Bakteri Pada organ dalam ikan dan air pemeliharaan ... 31 2. ... Morfologi

koloni bakteri pada ikan dan air ... 32 3. ... Hasil

pengamatan morologi sel berupa pewarnaan Gram dan uji

biokimia bakteri Corynebacterium aquaticum ... 34 4. ... Hasil

pengamatan morfologi sel berupa pewarnaan Gram dan uji


(15)

   

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman 1. ... Lokasi

Pengambilan Sampel Air, Sampel Ikan dan Argulus sp. ... 49 2. ... Infestasi

Argulus sp. Pada Ikan gurami ... 50 3. ... Pengukuran

pH dan suhu air ... 50 4. ... Isolasi

bakteri pada ikan ... 51 5. ... Karakteristi k dan identiikasi bakteri ... 51


(16)

ABSTRAK

M. IRFAN MAULANA T.SYIHAB. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pada Organ Tubuh Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Akibat Infestasi Ektoparasit Argulus

sp. Di bawah bimbingan DWI SURYANTO dan ZULHAM APANDY HARAHAP.

Hama dan penyakit pada ikan gurami menjadi salah satu faktor yang menentukan akan keberhasilan budidaya ikan gurami. Argulus sp. adalah parasit yang berperan sebagai vektor bagi virus atau bakteri yang sering menyebabkan penyakit pada ikan dengan meninggalkan bekas luka gigitan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bakteri yang terdapat pada organ internal dan eksternal ikan gurami (Osphronemusgouramy) akibat infestasi ektoparasit Argulus

sp. Sejumlah 12 ekor Argulus sp. diinfestasikan pada ikan gurami selama 14 hari. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai September 2014 di Laboratorium Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan di Laboratorium SKIPM Kelas I Medan II. Berdasarkan pengamatan terdapat 2 spesies bakteri pada sampel ikan dan air, yaitu Corynebacterium aquaticum dan

Micrococcus luteus.


(17)

   

ABSTRACT

MUHAMMAD IRFAN MAULANA T.SYIHAB. Isolation and Identification of Bacteria in Gourami Organs (Osphronemus gouramy) as the Result of the Infestation of Ectoparasites Argulus sp. Under the guidance of DWI SURYANTO and ZULHAM APANDY HARAHAP.

Pests and diseases in gourami is one factor that determines the success of gourami farms. Argulus sp. are parasites that act as vectors for viruses or bacteria frequently causing diseases by leaving a bite scar. The purpose of this study is to investigate the bacteria contained in the internal and external organs of gourami (Osphronemus gouramy) as the result of the infestation of ectoparasites Argulus sp. Twelve Argulus sp. are infested on gourami for 14 days. This study was conducted from June to September 2014 in the Laboratory of Aquaculture, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra and in the Laboratory of SKIPM Class I Medan II. Based on the observations, there are two bacteria species on the samples of fish and water, i.e.Corynebacterium aquaticum and Micrococcus luteus.

Keywords: Osphronemus gouramy, Argulus sp. Infestation.


(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha budidaya ikan gurami (Osphronemus gouramy) adalah usaha yang memiliki prospek untuk dikembangkan,hal ini dibuktikan dengan harga jual yang tinggi berkisar antara Rp. 21.000-24.000/kg ditingkat pembudidaya, dan tentunya harganya akan semakin tinggi ditingkat retailer. Budidaya ikan gurami tidak terlepas dari infeksi penyakit bakteri yang dampaknya sangat merugikan para pembudidaya (Minaka dkk., 2012).

Penyakit pada ikan dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan parasit yang terdapat di perairan. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri, selain dapat menyebabkan kematian massal juga mengganggu kualitas ikan dengan


(19)

   

menurunnya mutu daging ikan yang terinfeksi sehingga tidak disukai oleh konsumen (Gardenia dkk., 2010).

Ikan yang berada di lingkungan alam, dapat diserang berbagai macam penyakit. Demikian juga dalam pembudidayaannya, bahkan penyakit tersebut dapat menyerang ikan dalam jumlah yang besar dan dapat menyebabkan kematian ikan, sehingga kerugian yang ditimbulkan pun sangat besar. Kerugian yang ditimbulkannya bergantung pada beberapa faktor, yaitu: umur ikan yang sakit (yang terserang penyakit), persentase populasi yang terserang penyakit, parahnya penyakit dan adanya infeksi sekunder (Handajani dan Samsundari, 2005).

Penyakit dapat ditimbulkan oleh satu atau berbagai macam penyakit. Sebagai contoh, penyakit disebabkan oleh satu faktor, tetapi dibarengi oleh faktor lain. Bila terjadi semacam ini, penyakit kedua (sekunder) memanfaatkan kondisi yang disebabkan oleh penyakit pertama (penyakit primer). Menurut Pelczar dan Chan (1988) untuk dapat menimbulkan penyakit menular, suatu patogen harus dapat memasuki inang, harus bermetabolisme dan berkembang biak di dalam jaringan inang, harus dapat menahan pertahanan tubuh inang dan harus dapat merusak inang. Keempat faktor tersebut harus terpenuhi untuk menimbulkan penyakit.

Penyakit infeksi parasit merupakan salah satu kendala dalam pengembangan usaha budidaya ikan termasuk ikan hias air tawar. Penyakit parasiter menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas produk yang berimplikasi kerugian ekonomi bagi pembudidayanya (Alifuddin dkk., 2003).

Berdasarkan Laporan Tahunan Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat 1998, ektoparasit yang menyerang ikan budidaya air tawar terutama


(20)

benih ikan adalah Lernea, Saproglenia, Ichthyophthyrius, Trichodina, Dactylogyrus, Grydactylus, Argulus dan Myxobolus. Pada umumnya benih ikan yang terserangberukuran 1-3 cm atau dikenal dengan istilah kebul, kemudian yang berukuran 3-5 cm (gabar) dan berukuran 8-12 cm (ngaramo). Jenis ikan terserang ektoparasit tersebut adalah ikan mas (Cyprinus carpio), tawes (Puntius javanicus), lele (Clarias sp.), tambakan (Helostoma sp.), nila (Oreochromis niloticus), gurami (Osphronemus gouramy), dan sepat (Tricogaster sp.) (Rustikawati dkk., 2004).

Kutu ikan yang menyerang gurami berasal dari jenis Argulus sp. Hewan ini termasuk golongan udang renik yang tubuhnya berbentuk bulat pipih. Tipe serangannya adalah menempel kuat pada tubuh dan insang gurami dan meninggalkan luka gigitan dan kadang-kadang mengeluarkan darah. Akibat luka bekas gigitan tersebut, kesempatan bibit penyakit untuk masuk ke dalam tubuh ikan menjadi lebih besar. Selain menggigit kutu ikan juga menghisap darah sehingga ikan menjadi kurus dan lemah (Khairuman dan Amri, 2003).

Penelitian isolasi dan identifikasi bakteri pada luka ikan akibat infestasi

Argulus sp. sebelumnya telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan Kismiyati, dkk (2009), menemukan beberapa bakteri pada luka ikan mas koki yang diinfestasikan

Argulus sp. yaitu Aeromonas hydrophila, Pseudomonas flourescens dan

Flexibacter columnaris. Ikan gurami adalah ikan yang sering diserang oleh ektoparasit Argulus sp. sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bakteri apa saja yang terdapat pada organ tubuh ikan gurami akibat infestasi

Argulus sp.


(21)

   

Timbulnya penyakit pada ikan disebabkan oleh tiga faktor yaitu kondisi lingkungan (air), kondisi inang (ikan) dan jasad patogen. Memar dan luka salah satu sumber penyebab penyakit pada ikan. Argulus sp. berperan sebagai vektor bagi virus atau bakteri yang sering menyebabkan penyakit pada ikan dengan meninggalkan bekas luka gigitan. Dari beberapa pernyataan tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah terdapat bakteri pada organ internal dan eksternal ikan gurami (Osphronemus gouramy) akibat infestasi ektoparasit Argulus sp., luka buatan dan lingkungan (air)?

2. Bakteri apa saja yang ditemukan pada organ internal dan eksternal ikan gurami (Osphronemus gouramy) akibat infestasi ektoparasit Argulus sp., luka buatan dan lingkungan (air)?

3. Apakah ada persamaan bakteri yang ditemukan pada organ internal dan eksternal ikan gurami (Osphronemus gouramy) akibat infestasi ektoparasit

Argulus sp., luka buatan dan lingkungan (air)?

Kerangka Pemikiran Penelitian

Manusia memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya serangan penyakit pada ikan budidaya, baik dikolam, keramba, tambak, maupun di wadah budidaya lainnya, yaitu dengan menjaga cara memelihara keserasian interaksi antara tiga komponen, ikan, lingkungan dan jasad patogen. Jadi ketiga hal tersebut harus diketahui untuk dapat menghindari ikan dari penyakit contohnya oleh bakteri patogen. Berikut ini adalah kerangka pemikiran (Gambar 1) dalam melakukan penelitian ini:

Interaksi Serangan Penyakit Pada ikan Parasit

Lingkungan Inang


(22)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui bakteri yang terdapat pada organ internal dan eksternal ikan gurami (Osphronemus gouramy) akibat infestasi ektoparasit Argulus sp., luka buatan dan lingkungan (air).

2. Mengetahui keterkaitan antara bakteri yang terdapat pada organ internal dan eksternal ikan gurami (Osphronemus gouramy) akibat infestasi ektoparasit

Argulus sp., luka buatan dan lingkungan (air).

Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dengan mengetahui jenis bakteri apa saja yang sering ditemukan pada ikan gurami (Osphronemus gouramy) akibat infestasi yang disebabkan oleh ektoparasit Argulus sp. sehingga


(23)

   

dapat memberikan informasi dan manfaat bagi para pelaku budidaya ikan untuk menanggulangi serangan ektoparasit Argulus sp.

Hipotesis penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Ditemukan beberapa bakteri pada organ internal dan eksternal ikan gurami (Osphronemus gouramy) akibat infestasi ektoparasit Argulus sp., luka buatan dan lingkungan (air).

2. Adanya keterkaitan dan persamaan bakteri yang ditemukan pada organ internal dan eksternal ikan gurami (Osphronemus gouramy) akibat infestasi ektoparasit

Argulus sp., luka buatan dan lingkungan (air).

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Gurami

Gurami (Osphronemus gouramy) merupakan keluarga Anabantidae, keturunan Helostoma, dan termasuk bangsa Labyrinthici. Ikan ini mampu hidup di air yang kandungan oksigennya rendah, seperti air yang tidak mengalir dan berwarna hijau karena ledakan populasi plankton. Ikan gurami hanya dapat ditemui di perairan yang beriklim tropis, hidup dengan baik pada pH 7 dan dengan kisaran suhu 24-28 0C (Sutanto, 2013).

Ciri khas ikan gurami muda adalah berukuran seperti korek api, memiliki 8 garis tegak berwarna hitam pada kedua sisi badannya. Garis tegak itu biasanya hilang setelah ikan dewasa. Gurami muda berkepala lancip kedepan, berdahi rata. Sirip duburnya terdapat bintik gelap yang dilingkari warna kuning atau keperakan.


(24)

Sirip dadanya terdapat bintik hitam. Pada perut terdapat sirip perut. Jari-jari sirip perutnya akan mengalami perubahan menjadi sepasang benang panjang yang berfungsi sebagai alat peraba setelah ikan dewasa. Warna tubuh dan punggung gurami muda umumnya biru kehitaman dengan bagian perut putih (Sitanggang dan Sarwono, 2002).

Gurami (Osphronemus gouramy) merupakan keluarga Anabantidae, keturunan Helostoma, dan termasuk bangsa Labyrinthici. Ikan ini mampu hidup di air yang kandungan oksigennya rendah, seperti air yang tidak mengalir dan berwarna hijau karena ledakan populasi plankton. Ikan gurami hanya dapat ditemui di perairan yang beriklim tropis, hidup dengan baik pada pH 7 dan dengan kisaran suhu 24-28 0C (Sutanto, 2013).

Salah satu parasit yang paling sering menyerang gurami adalah Argulus indicus. Parasit ini tergolong crustacea tingkat rendah yang hidup sebagai ektoparasit (Sitanggang dan Sarwono, 2002). Bakteri yang dapat menyerang gurami adalah bakteri Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. bakteri ini sering dijumpai pada kolam yang tercemar bahan organik. Gejala yang timbul akibat bakteri ini adalah luka di bagian tubuh dan mengeluarkan darah, perut membesar, lendir mencair, sisik mengelupas, dan timbul borok pada tubuh ikan (Sutanto, 2013).

Interaksi Antara Inang, Patogen dan Lingkungan

Kemampuan organisme untuk menimbulkan penyakit disebut patogenisitas. Bila mikroorganisme menyerang inang yaitu bila mereka memasuki jaringan tubuh dan berkembang biak disitu, maka terjadi infeksi. Respon inang terhadap infeksi ialah terganggunya fungsi tubuh, ini disebut penyakit. Jadi patogen adalah


(25)

   

mikroorganisme atau makroorganisme mana saja yang mampu menimbulkan penyakit. Kemampuan suatu mikroorganisme patogenik untuk menyebabkan infeksi dipengaruhi tidak hanya oleh sifat-sifat mikroba itu sendiri tetapi oleh kemampuan inang untuk menahan infeksi (Pelczar dan chan 1988).

Perkembangan penyakit akan lebih cepat apabila lingkungan kualitas air menurun yaitu oksigen terlarut < 4 ppm, Biochemical Oxygen Demand (BOD) tinggi dan suhu air yang berfluktuatif (Rahayu dkk., 2009). Pada prinsipnya penyakit yang menyerang ikan tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air), kondisi inang (ikan), dan adanya jasad patogen (jasad penyakit). dengan demikian, timbulnya serangan penyakit itu merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara lingkungan, ikan, dan jasad/organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stres pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah terserang penyakit (kordi, 2004).

Bentuk interaksi ikan, lingkungan dan patogen dalam menyebabkan penyakit dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. I (Ikan), L (Lingkungan), P (Patogen) dan D (Penyakit)


(26)

Lingkungan adalah kualiatas air sedangkan organisme penyebab penyakit adalah jasad berbagai jasad patogen diantaranya parasit, bakteri, virus dan jamur. Sementara ikan adalah ikan yang dibudidayakan. Lingkungan yang tidak optimal, misalnya suhu yang tinggi dapat menyebabkan stress dan dalam kondisi demikian pertahanan tubuh ikan menjadi lemah, sehingga mudah terserang penyakit infeksi. Dengan demikian, kondisi lingkungan yang jelek merupakan sumber penyakit. Tetapi lingkungan yang jelek tadi bukan penyebab ikan mati, sebab bila ikan dikeluarkan dari lingkungan itu maka akan normal kembali. Penyakitnya yang menyebabkan ikan mati karena serangannya. Lingkungan hanya pencipta peluang terjadinya ikan terserang penyakit (Handajani dan Samsundari, 2005).

Terdapat tingkat keseimbangan antara jumlah parasit, inang yang diserang dan lingkungan tempat ikan dan parasit tersebut hidup. Selama keseimbangan itu tetap terjaga, maka ikan tidak akan mengalami sakit atau terserang penyakit, baik yang disebabkan parasit atau non parasit. Namun apabila salah satunya tidak seimbang, sebagai contoh parasit yang menyerang melebihi batas toleransi yang dapat diatasi ikan, maka ikan akan terserang penyakit parasitik (Argiono, 2012).

Lingkungan yang berbeda dapat menghambat timbulnya penyakit dengan mengurangi tumbuhnya parasit pada ikan seperti penelitian Rahayu, dkk (2009), menyatakan bahwa perlakuan perendaman benih ikan gurami yang terserang parasit Trichodina sp. Oodinium sp. dan Ichthyophthirius sp. dapat dihambat dengan salinitas 2, 4, 6 g/l. Lama waktu perlakuan berpengaruh terhadap perkembangan parasit dan penurunan intensitas parasit dapat meningkatkan kelulushidupan benih gurami.


(27)

   

Argulus berbentuk pipih dan pada bagian dorsal dilindungi oleh karapas yang menutupi hampir seluruh bagian tubuhnya. Bagian sisi karapas ini dapat sedikit digerakkan ke atas dan ke bawah seperti sayap. Pada bagian anterior terdapat dua pasang antena, sepasang mata majemuk, mulut, organ pengisap dan maxilla yang pada ujung-ujungnya terdapat pengait yang berfungsi untuk mengaitkan diri pada inangnya. Bagian posterior terdiri dari tiga segmen yang masing-masing berhubungan dengan sepasang kaki renang. Bagian perut tidak terlihat jelas, berbentuk seperti ekor (Kordi, 2004).

Gambar 3. Argulus sp. (Nagasawa dan Kawai, 2008)

Argulus adalah parasit obligat, karena itu harus mampu mencari dan melekat ke inang untuk bertahan hidup. Untuk mencari inang, Argulus harus memiliki mekanisme penemuan inang yang baik, tetapi peluang untuk menemukan inang dapat lebih besar dengan memiliki berbagai jenis spesies inang. Meskipun kisaran inang yang luas ini, beberapa spesies ikan tampaknya lebih rentan terhadap

Argulus daripada yang lain.  


(28)

Tingginya kecerahan warna ikan tidak rentan terinfeksi daripada ikan berwarna pudar, dengan menggunakan contoh bahwa ikan forel coklat sering lebih mudah terinfeksi daripada ikan forel pelangi yang berwarna cerah. Gurami dan ikan karper lebih rentan terhadap infeksi daripada ikan mas perak dan juga menemukan pada berbagai jenis ikan hias di mana jumlah Argulus meningkat dengan peningkatan panjang sirip ekor (Taylor dkk.,2005). 

Ikan-ikan yang terserang oleh Argulus sp. pada umumnya adalah ikan-ikan labyminthisi seperti gurami dan ikan gabus di Indonesia, sedangkan di Eropa dikenal sebagai carp-lice (kutu ikan mas), karena menyerang ikan-ikan carp

(Handajani dan Samsundari, 2005). Argulus sp. dapat menginfeksi ikan mas, gurami, nila, patin dan lele dengan tingkat intensitas tertinggi pada ikan mas dilanjut ikan gurami, nila, patin dan lele. Distribusi organ target inang yang paling tinggi atau yang paling dominan yaitu pada organ sirip yang terdiri dari sirip anal, caudal dan dorsal (Nurlaela, 2013).

Ektoparasit Argulus sp. menyerang ikan maskoki dengan menghisap darah, sehingga menyebabkan ikan stress, dan terjadi perubahan tingkah laku pada ikan maskoki tersebut. Perubahan tingkah laku pada ikan antara lain berenang pasif dan selera makan menjadi turun. Hal ini terjadi karena infestasi Argulus sp. yang menyerang ikan maskoki menimbulkan bekas luka akibat alat penghisap dari

Argulus sp. yang kemudian akan timbul ulcer, dalam jangka waktu yang agak lama akan terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan pada bagian luar dari kulit ikan yang terserang Argulus sp. tersebut, kemudian terjadi inflamasi (Kismiyati dkk., 2009).


(29)

   

Argulus menyerang ikan dengan menancapkan alat penusuknya ke dalam tubuh ikan dan menghisap cairan tubuh. Ikan yang diserang parasit ini menunjukkan gejala-gejala berikutnya: bobot badan menurun karena sebagian cairan tubuh dan sel-sel dihisap dan menimbulkan iritasi pada tubuh ikan. Infeksi kedua akibat Argulus oleh jamur dan bakteri yang menurunkan nilai keuntungan akibat dari parasit ikan dan ikan mas (Nurfatimah, 2001).

Serangan ektoparasit pada ikan akan menurun sejalan dengan bertambahnya umur dan ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan maka sistem ketahanan tubuh ikan akan semakin baik. Kondisi ketahanan tubuh ikan yang berukuran benih masih lemah dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga lebih mudah terserang parasit. Intensitas dan prevelensi ektoparasit yang tinggi juga dipengaruhi oleh kepadatan ikan yang tinggi pada kolam pemeliharaan. Kepadatan yang tinggi dapat menyebabkan ikan menjadi stres. Pada kolam dengan kepadatan ikan yang tinggi, ikan akan saling bergesekan satu dengan lainnya, sehingga akan terjadi penularan ektoparasit dengan cepat (Rustikawati dkk., 2004).

Penyakit Bakterial Pada Ikan Gurami

Penyakit bakteri adalah salah satu penyakit yang paling umum dalam akuakultur dengan dampak yang cukup signifikan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat patogenitas suatu bakteri salah satunya ditentukan oleh aktivitas kuorum sensing bakteri. Kuorum sensing bakteri merupakan suatu proses komunikasi yang dilakukan oleh bakteri dengan bakteri lainnya baik yang sejenis maupun berlainan jenis berupa pelepasan dan penangkapan molekul sinyal menuju dan dari lingkungan sekitar bakteri tersebut (Wiyoto dan Ekasari, 2010).


(30)

Organisme patogen dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu patogen asli (true patoge) dan patogen potensial (opportunistic patoge). Patogen asli adalah organisme patogen yang selalu menimbulkan penyakit khas apabila ada kontak dengan ikan. Patogen potensial adalah organisme patogen yang dalam keadaan normal hidup damai dengan ikan, akan tetapi jika kondisi lingkungan menunjang akan segera menjadi patogen yang membahayakan ikan (penyebab suatu penyakit) seperti bakteri Vibrio sp. yang menyerang ikan kerapu (Handajani dan Samsundari, 2005).

Bakteri patogen oportunis pada dasarnya bersifat saprofitik sehingga memungkinkan di isolasi dan ditumbuhkan pada media buatan untuk keperluan identifikasi ciri karakteristiknya. Ada sejumlah kecil bakteri yang bersifat patogen, walaupun mampu bertahan hidup sementara waktu di air tetapi tidak dapat tumbuh di luar sel inangnya, misalnya Renibacterium salmoninarum (Irianto, 2005).

Beberapa penyakit bakterial yang menginfeksi ikan adalah Aeromonas sp.

Pseudomonas sp. Staphylococcis sp. dan Streptococcussp. Bahkan pada tahun 1980, wabah penyakit yang disebabkan Aeromonas hydrophila menyebabkan kematian 82.288 ikan di Jawa Barat. Tak hanya itu, pada 2005, sebanyak 47 ton ikan gurami dan 2,1 juta ekor benih gurami yang siap dipasarkan mati disebabkan penyakit serupa di Lubuk Pandan, Sumatera Barat (KKP, 2009).

Berdasarkan penelitian Minaka, dkk (2012), Gejala klinis ikan gurami yang terserang penyakit bakteri adalah memiliki luka kemerahan pada bagian tubuh dan sirip serta terdapatnya luka yang berwarna coklat-kuning. Agensia penyebab penyakit pada ikan gurami tersebut adalah Aeromonas hydrophila, Staphylococcus saprophyticus, Aeromonas caviae dan Flavobacterium sp.


(31)

   

Beberapa bakteri yang biasa menyerang ikan gurami maupun ikan air tawar lainnya yaitu sebagai berikut : Aeromonas sp. Pseudomonas. Flavobacterium columnare. Mycobacterium spp. Streptococcus sp. Corynebacterium sp. dan

Micrococcus sp. a. Aeromonas sp.

Bakteri Aeromonas sp. termasuk dalam famili Pseudomonadaceae yang terdiri dari 3 spesies utama yaitu Aeromonaspunctata, Aeromonashydrophila, dan

Aeromonasliquiefacius yang bersifat patogen. Bakteri Aeromonas umumnya hidup di air tawar yang mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama bakteri Aeromonas

adalah bentuknya seperti batang, ukurannya 1-4 x 0,4-1 mikron, bersifat gram negatif, fakultatif aerobik (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora, bersifat motil (bergerak aktif) karena mempunyai 1 flagel (monotrichous flagella) yang keluar dari salah satu kutubnya, senang hidup di lingkungan bersuhu 15-30oC dan pH antara 5,5-9 (Kordi, 2004).

Bakteri Aeromonas sp dapat langsung menyerang berbagai jenis ikan air tawar, seperti ikan mas (Cyprinus carpio) , ikan lele (Ictalurus punctatus), ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.), dan ikan nila (Oreochromis niloticus).Ikan yang terserang dapat dilihat dari tanda-tanda klinis seperti pembusukan pada bagian sirip, terdapatnya hemoragik pada insang dan pembengkakan pada organ internal (ginjal) (Tantu dkk., 2013)

b. Pseudomonasfluorescens

Bakteri Pseudomonas fluorescens merupakan bakteri berbentuk batang pendek, motil dengan flagella polar dan bersifat gram negatif. Pseudomonas fluorescens menyerang ikan air tawar dan merupakan patogen oportunistik. Secara


(32)

umum infeksi bakteri ini hampir sama dengan Aeromonas hydrophila antara lain yaitu terjadinya hemoragik septikema, hemoragik pada insang, ekor, dan borok pada kulit (Irianto, 2005).

c. Flavobacterium columnare

Flavobacterium sp. merupakan bakteri berbentuk batang, bersifat gram negatif. Secara umum diketahui, menjadi penyebab penyakit pada ikan-ikan ornamental seperti granuloma atau penonjolan mata pada ikan molly (Mollienesia sphaenops). Ikan yang terinfeksi menjadi kurus dan pucat, terjadi nodul-nodul putif multifokal pada organ-organ dalam, retina, khoroid, dan otak. Nodul-nodul tersebut dapat bersifat keras seperti kista atau seperti butiran mineral (Irianto, 2005). Bakteri Flavobacterium columnare memiliki gejala klinis yang menandai ikan terkena bekteri ini adalah ikan lemas, nafsu makan berkurang, serta pada ikan yang berukuran kecil dapat menyebabkan sirip/insang akan rontok (Sutanto, 2013). d. Mycobacterium spp.

Mycobacterium merupakan bakteri berbentuk batang, bersifat acid fast dan gram positif. Sejumlah spesies Mycobacterium merupakan patogen pada hampir semua jenis ikan baik ikan air tawar maupun ikan air laut, spesies tersebut terutama adalah Mycobacterium marinum, Mycobacterium chelonei dan Mycobacterium fortuitum. Tingkat infeksi dalam suatu populasi dapat bervariasi dari 10% hingga 100%.

Penyakit yang ditimbulkan Mycobacterium dikenal sebagai

Mycobacteriosis. Tanda-tanda klinis Mycobacteriosis sangat bervariasi, umumnya yaitu anoreksia, emasiasi, deformitas tulang belakang, peradangan kulit, eksoptalmia, dan kehilangan warna normal. Akibat infeksi Mycobacterium dapat


(33)

   

juga terbentuk luka atau borok terbuka, ikan tidak nafsu makan, bergerak lamban, kerusakan sirip dan ekor, serta lepasnya sisik-sisik (Irianto, 2005).

e. Streptococcus sp.

Penyakit pendarahan pada mata disebabkan oleh bakteri jenis Streptococcus

sp. sehingga penyakitnya disebut streptococcis. Bakteri ini tergolong bakteri gram positif. Ikan yang terserang bakteri ini menampakkan gejala-gejala: ikan menjadi lemah, berenang tidak teratur, dan kadang-kadang terjadi.

f. Corynebacterium sp.

Penyebab penyakit ginjal pada ikan atau biasa disebut Bacterial Kidney Disease disebabkan oleh bakteri Corynebacterium sp. (Kordi, 2004).

Corynebacterium sp. juga ditemukan pada organ kulit, hati, ginjal dan usus ikan serta air akuarium (Suhendi, 2009). Menurut Baya, dkk (1992), menemukan bahwa

C. aquaticum adalah bakteri oportunistik yang bersifat patogenik pada ikan. Bakteri tersebut ditemukan pada isolasi organ ginjal ikan yang terinfeksi ektoparasit Argulus sp. dan sampel air.

g. Micrococcus sp.

salah satu bakteri penyebab penyakit cacar pada ikan gurami adalah

micrococcus sp, dengan gejala ikan terlihat lemah, nafsu makan hilang, kulit kelihatan melepuh yang selanjutnya menjadi borok (Kordi, 2004). Bakteri

Micrococcus luteus biasanya dapat menyebabkan peradangan maupun infeksi yang kronis pada ikan-ikan dewasa maupun ikan-ikan stadia larva. Efek dari patogenitas

M. luteus yang menyebabkan pendaharan pada organ tubuh bagian tertentu seperti pada hati, limfa, dan ginjal ikan (Austin dan Austin, 1999).


(34)

Isolasi bakteri

Ada berbagai cara mengisolasi mikroba. Isolasi harus memperhatikan beberapa hal penting: (1) sifat spesies mikroba yang akan di isolasi, (2) tempat hidup atau asal mikroba, (3) medium untuk pertumbuhan yang sesuai, (4) cara menanam mikroba tersebut, (5) cara inkubasi mikroba, (6) cara menguji bahwa mikroba yang di isolasi telah berupa biakan murni dan sesuai dengan yang dimaksud, dan (7) cara memelihara agar mikroba yang telah di isolasi tetap merupakan biakan murni (Waluyo, 2010).

Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk mempelajari sifat-sifat perturnbuhan, morfologi dan sifat fisiologi mikroba, maka masing-masing mikroba tersebut harus dipisahkan satu dengan yang lainnya, sehingga terbentuk kultur mumi, yaitu suatu biakan yang terdiri dari sel-sel satu spesies atau satu galur mikroba. Untuk mendapatkan isolat bakteri dari suatu bahan yang mengandung campuran mikroba dapat dilakukan isolasi dengan beberapa metode, tergantung dari jenis mikroorganismenya (Fardiaz, 1989)

Mikroorganisme yang akan diisolasi dapat berupa biakan murni atau populasi campuran. Bila biakan yang akan diidentifikasi ini tercemar, perlu dilakukan pemurnian terlebih dahulu. Pemurnian dilakukan dengan cara menggores suspensi mikroba yang akan diisolasi pada agar lempengan. Setelah diperoleh koloni terpisah, dibuat pewarnaan gram dari berbagai koloni untuk melihat kemurnian biakan (Lay, 1994)

Isolasi metode tuang dilakukan menggunakan media cair sebagai medium pengenceran mikroba. Dasar melakukan pengenceran adalah penurunan jumlah mikroorganisme, sehingga pada pengenceran terakhir akan didapatkan jumlah sel


(35)

   

yang semakin sedikit di dalam media. Oleh karena itu, dengan cara agar tuang akan diperoleh lempengan jumlah bakteri yang optimum untuk isolasi (Lay, 1994).

Penyakit infeksi bakterial pada ikan memiliki waktu inkubasi tingkat mortalitas dan tanda-tanda klinis bervariasi. Sebagian besar bakteri patogen ikan yang sudah diketahui, dapat ditumbuhkan pada medium buatan di luar tubuh inang. Hal utama yang harus disediakan yaitu media sintetis untuk pertumbuhan bakteri. Memang tidak ada satu teknik yang dapat digunakan secara umum untuk mengisolasi bakteri patogenik ikan, tetapi media pertumbuhan dasar yang biasa digunakan untuk bakteri perairan atau yang diisolasi dari hewan perairan tawar yaitu media TrypticaseSoyaAgar atau TryptoneSoyaAgar (TSA) dan BrainHeart InfusionAgar (BHIA) dan untuk bakteri perairan laut yaitu marine agar, TSA yang ditambah NaCl hingga 2%, BHIA atau variasi lainnya (Irianto, 2005).

Berdasarkan penelitian Minaka, dkk (2012), setelah melakukan isolasi dari ikan gurami yang sakit kemudian di pilih berdasarkan kriteria bentuk, warna dan ukuran koloni seragam yang tumbuh pada media NA dan GSP. Hasil isolasi yang terpilih kemudian di murnikan terlebih dahulu sebanyak 3-5 kali hingga mempunyai warna, bentuk serta ukuran koloni yang seragam. Isolat terpilih kemudian di uji biokimia dan hasilnya dicocokkan dengan buku “Bergey`s Manual of Determinative Bacteriology” oleh Holt, dkk (1994) dan “Bacteria from Fish and Other Aquatic Animals” Oleh N.B. Buller (2004).

Uji karakterisasi lain yang dapat digunakan untuk identifikasi bakteri adalah uji fisiologi. Uji fisiologi yang dapat dilakukan diantaranya uji hidrolisis pati, uji hidrolisis lemak, uji hidrolisis protein, uji fermentasi karbohidrat (laktosa, dekstrosa, dan sukrosa), uji fermentasi gula dan H2S, uji indole, uji methyl red, uji


(36)

Voges-Proskauer, uji sitrat, uji urease, uji reaksi susu litmus, uji katalase, dan uji oksidase (Cappuccino dan Sherman, 1983)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan Juni sampai bulan September 2014. Kegiatan infestasi Argulus sp. terhadap ikan gurami dilakukan di Laboratorium Budidaya Perairan, Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan identifikasi bakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Medan II.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah akuarium (ukuran 60 x 30 x 30 cm) sebanyak 9 buah, pH meter, termometer, beaker glass, jaring ikan, aerator, batu aerasi, filter, mikroskop, jarum ose, lampu Bunsen, pipet tetes, autoclave, hot plate, oven, gelas


(37)

   

ukur, magnetic stirer, timbangan analitik, cawan Petri, tabung ukur, tabung reaksi, labu Erlenmeyer, dissecting set, alat tulis, kertas label, komputer dan kamera.

Bahan yang digunakan berupa ikan gurami yang berukuran panjang 7-19 cm, Argulus sp. Tryptone Soya Agar (TSA), Triple Sugar Iron Agar (TSIA),

Lysine Iron Agar (LIA), Oksidatif / Fermentatif (O/F), gelatin, Motility Indol Ornithin (MIO), Sulfit Indol Motility (SIM), Sucrosa Citrate Agar (SCA), glukosa, sukrosa, arabinosa, inositol, manitol, sorbitol, crystal violet, lugol, aquadest, H2O2

3%, Safranin, Parafin, reagenkovage, methylred, alkohol 70% dan alkohol 95%.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dimulai dengan pengambilan air, ikan dan Argulus sp. sebagai bahan penelitian (Lampiran 1) lalu dilakukan infestasi Argulus sp. dan pembuatan luka pada ikan gurami selama 14 hari di dalam akuarium (Lampiran 2). Sebagai kontrol ditambahkan ikan tanpa perlakuan. Setelah 14 hari dilakukan tahapan isolasi pada organ-organ ikan yang diduga mengalami pengaruh akibat infestasi

Argulus sp., luka buatan, ikan tanpa perlakuan dan air pemeliharaan. Selanjutnya dilakukan identifikasi bakteri.

Luka Ikan Dengan Infestasi Argulus sp.

Ikan gurami (Osphronemus gouramy) yang telah diperoleh, dimasukkan dan diadaptasikan terlebih dahulu ke dalam akuarium penampungan yang telah diberi aerasi selama 24 jam. 3 ekor Ikan gurami diinfestasi masing-masing oleh 12 ekor Argulus sp. dengan cara infestasi buatan selama 14 hari. Penggunaan Argulus


(38)

sp. sebanyak 12 ekor dikarenakan sebelumnya telah dilakukan 3 kali infestasi

Argulus sp. kepada 3 ekor ikan gurami. Infestasi pertama digunakan 3 ekor ikan gurami yang ukurannya 7-8 cm dengan infestasi Argulus sp. sebanyak 10 ekor dan ikan mengalami kematian pada hari ke-2 setelah infestasi. Infestasi kedua digunakan 3 ekor ikan gurami yang ukurannya 7-8 cm dengan infestasi Argulus sp. sebanyak 5 ekor dan ikan mengalami kematian pada hari ke-4 setelah infestasi, dan Infestasi ketiga digunakan 3 ekor ikan gurami yang ukurannya 18-20 cm dengan infestasi Argulus sp. sebanyak 10 ekor dan ikan tidak mengalami kematian pada hari ke-7 setelah infestasi serta Argulus sp. tidak ditemukan dibagian tubuh ikan.

Infestasi buatan adalah metode penempelan Argulus sp. pada ikan gurami secara buatan dengan cara ikan dimasukkan ke dalam Becker glass berisi air sebanyak 400 ml, kemudian Argulus sp. dimasukkan ke dalam Becker glass dengan jumlah yang telah disesuaikan yaitu 12 ekor, selanjutnya dilakukan pengamatan selama 15 menit, ikan yang sudah terinfeksi oleh Argulus sp. dimasukkan kembali ke dalam akuarium. Pengamatan dilakukan dengan mengamati luka dan tingkah laku pada ikan gurami. selanjutnya akan dilakukan isolasi bakteri.

Luka Buatan pada Ikan

Untuk membuat luka pada ikan gurami (Osphronemus gouramy) secara buatan menggunakan pisau cutter steril. Pada bagian punggung di tusuk sampai mengenai daging hingga berdarah dengan panjang luka kira-kira 3-5 mm. Ikan yang luka dimasukkan ke dalam akuarium dengan kondisi lingkungan yang hampir sama dengan kondisi lingkungan akuarium pada ikan terinfeksi Argulus sp. selama 14 hari.


(39)

   

Pengambilan Sampel Air

Air yang akan diperiksa bakterinya adalah air yang terdapat pada akuarium berisi ikan yang terinfeksi Argulus sp., pada akurium yang berisi ikan dengan luka buatan dan akuarium ikan tanpa perlakuan (kontrol). Sebelumnya air telah dilakukan pengukuran suhu dan pH (Lampiran 3). Pengambilan air menggunakan botol gelas steril, setelah sampel air di ambil, lalu sampel air tersebut dibawa ke laboratorium untuk diperiksa kandungan bakterinya.

Isolasi Bakteri Pada Organ-Organ yang Diduga Mengalami Pengaruh Oleh Infestasi Argulus sp.

Isolasi bakteri bertujuan untuk mendapatkan bakteri yang menyerang pada sampel yang diduga terinfeksi bakteri. Sumber isolasi pada ikan adalah semua bagian tubuh yang mengalami kelainan patologi yang diduga disebabkan oleh penyakit bakterial dari bagian tubuh internal dan eksternal (Lampiran 4). Isolasi bakteri ini dilakukan dengan menggunakan media agar yang bersifat umum, yaitu media Triptic Soy Agar (TSA) (Balai Karantina Ikan, 2000).

Isolasi Sampel Air

Isolasi pada sampel air menggunakan metode pengenceran bertingkat dan dilanjutkan dengan teknik Spread plate. Tujuan dari pengenceran bertingkat yaitu memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan. Penentuan besarnya atau banyaknya tingkat pengenceran tergantung kepada perkiraan jumlah mikroba dalam sampel. Digunakan perbandingan 1 : 9 untuk sampel dan pengenceran pertama dan selanjutnya, sehingga pengenceran


(40)

berikutnya mengandung 1/10 sel mikroorganisme dari pengenceran sebelumnya (Waluyo, 2010)

Teknik Spread plate adalah teknik menanam dengan menyebarkan suspensi bakteri dipermukaan, agar diperoleh kultur murni. Adapun prosedur kerja yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: Ambil suspensi cairan sebanyak 0,1 ml dengan pipet ukur kemudian teteskan di atas permukaan agar yang telah memadat. Batang L atau batang drugal diambil kemudian disemprot alkohol dan dibakar di atas bunsen beberapa saat, kemudian didinginkan dan ditunggu beberapa detik. Kemudian disebarkan dengan menggosokannya pada permukaan agar supaya tetesan suspensi merata, penyebaran akan lebih efektif bila cawan ikut diputar.

Karakteristik dan Identifikasi Bakteri

Karakteristik dan identifikasi bakteri terdiri dari beberapa tahap yaitu pemurnian kultur bakteri, pengamatan morfologi, dan uji biokimia. pemurnian kultur bakteri untuk mendapatkan/memperoleh satu koloni bakteri yang sudah murni (Lampiran 5). Pengamatan morfologi akan dilihat Gram, warna, bentuk, tepian koloni dan elevasi. Uji biokimia meliputi uji katalase, oksidase, uji O/F, uji motilitas, uji indol, uji gelatin, uji LIA, uji ornithin, uji TSIA, uji citrat dan uji gula

Berdasarkan hasil uji bakteri tersebut, dilakukan upaya identifikasi bakteri sampai pada tahap definitif spesies dan apabila tidak memungkinkan pemeriksaan dilaksanakan sampai pada tahap presumtif yang mendekati definitif dengan menggunakan buku “Bergey`s Manual of Determinative Bacteriology” oleh Holt,


(41)

   

dkk (1994) dan “Bacteria from Fish and Other Aquatic Animals” Oleh N.B. Buller (2004).

1. Pemurnian Kultur Bakteri

Pemurnian kultur bakteri merupakan kelanjutan dari isolasi bakteri yang bertujuan untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab penyakit dengan cara mengambil koloni bakteri yang berbeda koloni dengan asumsi bahwa bakteri yang berbeda koloni tersebut merupakan bakteri penyebab penyakit. Media yang digunakan sama dengan media yang digunakan untuk isolasi bakteri yaitu media TSA.

Prosedur kerjanya yaitu satu koloni bakteri diambil dengan ciri-ciri yang paling dominan yang berada di dalam goresan dari media yang telah diinokulasikan dengan menggunakan jarum ose steril. Diinokulasikan kembali pada media TSA secara aseptik dengan cara menggores lalu cawan petri diletakkan dengan posisi terbalik dan diberi label keterangan. Selama ± 24 jam diinkubasikan pada temperatur 25 - 300C. Apabila setelah dilakukan pemurnian belum memperoleh koloni yang homogen (sama) dilakukan kembali pemurnian dengan langkah-langkah yang sama.

2. Pengamatan Morfologi Bakteri

Tujuan pengamatan morfologi bakteri adalah mengetahui bentuk dan Gram bakteri. pengamatan morfologi koloni bakteri dilakukan setelah mendapatkan biakan murni. Pengamatan ini meliputi warna, bentuk, tepian koloni, elevasi atau permukaan koloni dan struktur dalam koloni yang dilihat secara visual.

Uji Gram dilakukan dengan Pewarnaan Gram yang bertujuan untuk menentukan karakteristik mikroskopik setiap galur bakteri, baik reaksinya maupun


(42)

bentuk. Dalam pewarnaan Gram ini menggunakan empat jenis larutan, yaitu zat warna basa (kristal violet), mordant (lugol), pencuci zat warna (alkohol), dan zat warna lain (counterstain), yaitu larutan safranin.

Tahap-tahap pewarnaan Gram adalah sebagai berikut: mula-mula kaca obyek dibersihkan dengan kapas yang telah diberi alkohol. Selanjutya diberi kode (label). Biakan bakteri pada agar miring diambil menggunakan jarum ose steril dan dipindahkan di bagian tengah kaca obyek. Kemudian ditambahkan sedikit akuades steril. Preparat ini dibiarkan mengering di udara kemudian difiksasi di atas bunsen. Kemudian ditetesi dengan larutan kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit. Selanjutnya dibilas dengan akuades dengan cara memegang kaca obyek pada posisi miring dan dikeringkan dengan kertas tissue secara perlahan-lahan. Preparat ini ditetesi dengan larutan lugol dan dibiarkan selama 1 menit lalu dibilas dengan akuades. Kemudian preparat ditetesi larutan pemucat wama, yaitu alkohol 95 %, selanjutnya dicuci dengan larutan akuades dan dikeringkan menggunakan kertas tissue. Preparat ditetesi larutan safranin selama 10-30 detik lalu dicuci dengan akuades dan dikeringkan menggunakan kertas tissue.

Kemudian diamati bentuk selnya dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100x10. Sebelumnya preparat diteteskan dengan minyak imersi. Bakteri dinyatakan bersifat Gram positif apabila warna selnya ungu dan Gram negatif apabila warna selnya merah.

3. Uji Biokimia

Uji yang dilakukan untuk melihat ciri bakteri berdasarkan kelompok hidupnya dan melihat reaksi biokimia (ada tidaknya enzim pengurai di dalam


(43)

   

bakteri). Adapun uji biokimia adalah uji katalase, oksidase, uji O/F, uji motilitas, uji indol, uji gelatin, uji LIA, uji ornithin, uji TSIA, uji citrat, dan uji gula

a. Uji Katalase

Tujuan uji katalase adalah untuk mengetahui sifat bakteri dalam menghasilkan enzim katalase dengan menggunakan reagen hidrogen peroksida (H2O2) 3%, hidrogen peroksida bersifat toksik terhadap sel karena

menginaktifasikan enzim dalam sel. Katalase merupakan enzim yang digunakan mikroorganisme untuk menguraikan hidrogen peroksida menjadi H2O dan O2.

Adapun prosedurnya adalah ambil isolat murni bakteri dengan jarum ose steril, goreskan isolat pada slide glass, teteskan H2O2 3 % pada goresan isolat di slide

glass, amati pembentukan gelembung udara yang terjadi pada saat koloni bakteri bercampur atau bereaksi dengan H2O2 3 %. Katalase bersifat (+) akan terjadi

gelembung udara dan katalase bersifat (-) jika tidak terjadi gelembung udara.

b. Uji Oksidase

Tujuan uji oksidase adalah untuk mengetahui ada tidaknya enzim oksidase pada bakteri dengan menggunakan paper oksidase yang dapat dilihat perubahan warna yang terjadi pada paper oksidase.

c. Uji O/F (Oksidatif/Fermentatif)

Uji O/F medium (Oksidatif/Fermentatif) bertujuan untuk mengetahui sifat oksidasi atau fermentasi bakteri terhadap glukosa dengan menggunakan dua tabung media yang salah satunya ditutup dengan parafin, sehingga diharapkan di dalam media tidak terdapat udara yang dapat mendukung terjadinya fermentasi. Adapun prosedurnya adalah: Inokulasikan bakteri ke dalam media O/F secara tegak lurus,


(44)

inkubasi pada suhu ruangan selama 18-24 jam. Jika kedua larutan tetap hijau maka NR (Not Reaction) Jika yang tanpa parafin kuning maka oksidatif dan Jika kedua larutan kuning maka fermentatif.

d. Uji Motilitas

Uji motilitas bertujuan untuk mengetahui apakah bakteri tersebut motil atau tidak dan untuk mengetahui produksi indol dari Tryptophane. Uji ini menggunakan media SIM. Prosedur kerjanya Inokulasi bakteri pada media SIM dilakukan secara aseptis dengan menusukkan jarum ose steril yang mengandung isolat bakteri lurus ke dalam tabung. ( Jangan menyentuh dinding tabung). Media yang telah diinokulasi bakteri selanjutnya diinkubasi sesuai dengan temperatur masing-masing jenis bakteri. Motil (+) pertumbuhan bakteri akan menyebar menjauhi garis inokulasi/terjadi migrasi (pergerakan) sehingga media menjadi keruh. Motil (-) pertumbuhan hanya terlihat disepanjang garis inokulasi dan media tidak menjadi keruh.

e. Uji Indol

Uji Indol dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri menghasilkan indol dari asam amino triptophan. Adapun prosedurnya adalah Inokulum bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril, inokulasikan ke dalam media SIM, Inkubasikan ke dalam suhu 370C selama 24-48 jam. Pembacaan dilakukan dengan menggunakan reagent Kovack, yaitu : tambahkan reagen kovack ke dalam tabung reaksi 0,5 ml. Tes positif (+) jika pada permukaan media terbentuk cincin merah, dan tes Negatif (-) jika pada permukaan media terbentuk cincin kuning.


(45)

   

Pengujian gelatin digunakan untuk melihat kemampuan bakteri dalam mencerna atau menggunakan gelatin. Uji gelatin dapat juga digunakan untuk mendeteksi aktivitas proteolytic antara bakteri. Adapun prosedurnya adalah inokulum bakteri diambil dengan jarum ose steril. Inokulasikan ke dalam media gelatin dengan cara ditusuk tegak satu garis. media gelatin diinkubasikan pada suhu ruangan selama 24 jam. Setelah diinkubasi, masukan biakan ke dalam refrigerator/kulkas selama 10-20 menit. Reaksi positif (+) jika media mencair, dan negatif (-) jika media padat/beku.

g. Uji Lysin Iron Agar (LIA)

Uji Media Lysine Iron Agar (LIA) digunakan untuk melihat kemampuan bakteri dalam mendekarboxylase lysine yang ada pada agar/media. Reaksi lysine dekarboxylase (reaksi anaerobic alkaline) akan menetralisir asam yang dibentuk dari fermentasi glukosa. Adapun prosedur kerjanya adalah inokulum bakteri diambil dengan jarum ose steril, inokulasikan ke dalam media LIA dengan cara goresan dan tusukan dan media LIA diinkubasikan ke dalam suhu 370C selama 24-48 jam. Amati perubahan warna pada media slant (miring) dan media tusukan but (tegak). Jika berwarna ungu berarrti alkali (K) dan jika berwarna kuning berarti acid (A). Amati pula gas yang terbentuk, jika ada beri simbol G.

h. Uji Ornithin

Tujuan uji ornithin adalah mengamati pertumbuhan bakteri pada daerah anaerob. Prosedur kerjanya bakteri diinokulasikan ke dalam media MIO secara tegak lurus, Inkubasi pada suhu ruangan selama 18-24 jam. Uji ornithin (+) apabila daerah anaerob media berwarna abu-abu/ungu (tetap) dan ornithin (-) apabila daerah anaerob media menjadi kuning.


(46)

i. Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar)

Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar) bertujuan untuk membedakan jenis bakteri berdasarkan kemampuan memecahkan dextrose, laktosa, sukrosa dan pembebasan sulfida, selain itu uji TSIA berfungsi untuk mengetahui apakah bakteri tersebut menghasilkan gas H2S atau tidak. Media yang digunakan mempunyai dua

bagian, yaitu slant (miring) dan butt (tusuk).

Adapun prosedurnya adalah inokulum bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril. Inokulasikan ke dalam media TSIA dengan cara tusukan dan goresan, inkubasikan ke dalam suhu 370 C selama 24 jam dan Perubahan warna diamati pada test tube slant (miring) dan tusukan butt (tegak). warna merah berarti Alkali (K) dan jika kuning berarti Acid (A), diamati pula gas yang terbentuk, jika ada beri simbol G dan diamati pembentukan H2S yang terjadi

dengan melihat ada tidaknya warna hitam pada media.

j. Uji Citrat

Pengujian citrat dilakukan untuk membedakan Enterobacteriaceae dan bakteri gram (-) tertentu berdasarkan penggunaan citrat sebagai satu-satunya sumber karbon. Adapun prosedurnya adalah inokulum bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril. Inokulasikan ke dalam media SCA dengan cara tusukan dan goresan, inkubasikan ke dalam suhu 370 C selama 24 jam dan perubahan warna diamati pada test tube slant (miring) dan tusukan (tegak). Reaksi citrat (+) akan menghasilkan reaksi alkaline dan mengubah warna media dari hijau menjadi biru dan reaksi citrat (-) tidak terjadi perubahan warna pada media.


(47)

   

k. Uji Gula

Uji gula bertujuan untuk mendeterminasi kemampuan bakteri dalam mendegradasi gula dan menghasilkan asam organik yang berasal dari tiap-tiap jenis gula, yaitu glukosa, sukrosa, maltosa, arabinosa, manitol dan inositol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengamatan Tingkah Laku dan Gejala Klinis Ikan Selama Pemeliharaan

Pengamatan tingkah laku ikan selama pemeliharaan dengan penginfeksian parasit Argulus sp. meliputi respons gerakan tubuh tidak normal, berenang pasif, berada didasar perairan dan nafsu makan menurun, sedangkan gejala klinis yang terjadi yaitu terdapat bekas luka pada bagian sirip ekor, sirip punggung dan sirip anal. Pengamatan tingkah laku pada ikan yang diberi luka buatan dan ikan kontrol


(48)

(tidak diberi perlakuan) menunjukkan gerakan tubuh yang normal dengan nafsu makan yang tetap serta tidak terdapat luka pada bagian tubuh eksternal.

Pengamatan Organ-Organ Pada Ikan Pasca Pemeliharaan

Pengamatan pasca pemeliharaan seluruh ikan secara visual terlihat bahwa pada bagian eksternal tidak mengalami borok (luka busuk) tetapi terdapat bekas luka pada ikan akibat infestasi Argulus sp. dan luka buatan akibatnya isolasi pada bagian eksternal tidak dilakukan, sedangkan isolasi dilakukan pada organ internal yaitu hati dan ginjal baik pada ikan yang diberi perlakuan dan yang tidak diberi perlakuan untuk melihat pengaruh infestasi Argulus sp. terhadap organ dalam ikan.

Pada pemeriksaan organ dalam ikan pasca infestasi Argulus sp. terdapat gejala klinis seperti pada hati dan ginjal. Hati ikan terlihat pucat sedangkan ginjal mengalami sedikit pembengkakan. Selanjutnya pemeriksaan organ dalam ikan pasca diberi luka buatan di mana hati terlihat normal tetapi ada sedikit pembengkakan pada ginjal. Untuk pemeriksaan organ dalam ikan kontrol (tanpa perlakuan) baik hati dan ginjal terlihat normal.

Isolasi Bakteri Pada Ikan Dan Air

Bakteri yang diperoleh dari hasil isolasi hati dan ginjal ikan pasca infestasi

Argulus sp. sebanyak 2 jenis yaitu Corynebacterium aquaticum dan Micrococcus luteus, sedangkan hasil isolasi dari hati dan ginjal ikan pasca diberi luka buatan hanya diperoleh 1 jenis bakteri yaitu Micrococcus luteus dari hasil isolasi ginjal, sedangkan hati tidak ada. Untuk isolasi organ hati dan ginjal ikan kontrol (tanpa perlakuan) tidak ditemukan bakteri.


(49)

   

Pada sampel air dengan menggunakan metode pengenceran diperoleh juga 2 jenis bakteri yaitu Corynebacterium aquaticum dan Micrococcus luteus. Hasil dari isolasi bakteri ikan dan air dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Isolasi Bakteri Pada Organ dalam Ikan dan Air Pemeliharaan

Morfologi Koloni Bakteri Pada Ikan Dan Air

Bakteri yang ditemukan dapat dilihat dari morfologi koloni meliputi tepian, elevasi dan warna koloni yang dapat dilihat pada Tabel 2. berdasarkan pada Tabel 2. Dapat di jelaskan bahwa koloni bakteri C. aquaticum dan M. luteus memiliki tepian, elevasi, dan warna yang sama, tetapi warna kuning koloni bakteri M. luteus

lebih kuat. Perbedaan warna dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel 2. Morfologi Koloni Bakteri Pada Ikan dan air

Media Koloni Spesies

Tepian Elevasi Warna

TSA Rata Sedikit Cembung Kuning Corynebacterium aquaticum

TSA Rata Cembung Kuning Micrococcus luteus

Ikan Organ Bakteri yang ditemukan Infestasi Argulus sp.

Luka Buatan

Tanpa perlakuan

Ginjal Corynebacterium aquaticum

Hati Micrococcus luteus

Ginjal Micrococcus luteus

Hati - Ginjal - Hati -

Air Corynebacterium aquaticum

Micrococcus luteus


(50)

Gambar 4. A. Bentuk koloni isolat Corynebacterium aquaticum B. Bentuk koloni isolat Micrococcus luteus (pembesaran 100x)

Morfologi Sel Bakteri Pada Ikan Dan Air

Pengamatan morfologi sel dilakukan dengan pewarnaan Gram dan uji Biokimia untuk mengidentifikasi bakteri yang menginfeksi ikan gurami (O. gouramy). Pewarnaan Gram yang dilakukan secara mikroskopik dengan perbesaran 1000x didapat hasil pewarnaan Gram bakteri C. aquaticum dan M. luteus berwarna ungu yang merupakan Gram positif. Kedua bakteri tersebut memiliki bentuk yang berbeda di mana C. aquaticum memiliki bentuk basil dengan ciri khas sel membentuk formasi ‘V’ dan bakteri M. luteus memiliki bentuk coccus dengan ciri khas sel membentuk tetrad. Pewarnaan Gram bakteri tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

(a) (b)


(51)

   

Gambar 5. Bentuk sel dari Isolat (a) Corynebacterium aquaticu (b) Micrococcus luteus (pembesaran 1000x)

Hasil pengamatan morfologi sel berupa pewarnaan Gram dan uji Biokimia yang dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri yang ditemukan pada ikan dan air diduga merupakan bakteri potensial patogen, bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit pada ikan gurami (O. gouramy). Bakteri-bakteri ini juga ditemukan pada air yang merupakan tempat ikan gurami itu hidup. Hasil pengamatan morfologi sel baik pewarnaan Gram dan uji biokimia dari kedua bakteri dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Hasil pengamatan morfologi sel berupa pewarnaan Gram dan uji biokimia bakteri Corynebacterium aquaticum

Karakter Corynebacterium aquaticum Isolat Bakteri

Ikan Air

Pewarnaan Gram Bentuk Sifat Gram Basil + Basil + Basil + Uji Biokimia Oksidase Katalase Motilitas H2S

- + + - - + + - - + + -


(52)

Indol Citrat Urease LIA MIO TSIA Mr Vp O/F Gelatin - - - - - + i V - - - + + K/A + N/R - - - - + + K/A + N/R - Uji Gula-Gula Glukosa Laktosa sukrosa Inositol Maltosa Manitol Sorbitol - - - - + - - - - + - - - - Media tumbuh

TSA + + +

Keterangan: (+) positif, (-) negatif, N/R (not reaction), V (Variabel), (A) Acid, (K) Alkali, i (inert reaction)

Tabel 4. Hasil pengamatan morfologi sel berupa pewarnaan Gram dan uji biokimia bakteri Micrococcus luteus

Karakter Micrococcus luteus Isolat Bakteri

Ikan Air

Pewarnaan Gram Bentuk Sifat Gram Coccus + Coccus + Coccus +


(53)

    Uji Biokimia Oksidase Katalase Motilitas H2S

Indol Citrat Urease LIA MIO TSIA Mr Vp O/F Gelatin + + - - - - V - - - O + + + - - - - - + - A/A - O + + + - - - - - + - A/A - O - Uji Gula-Gula Glukosa Laktosa sukrosa Inositol Maltosa Manitol Sorbitol - V - V - + + + - - - + + + - - - Media tumbuh

TSA + + +

Keterangan: (+) positif, (-) negatif, O (Oksidatif), V (Variabel), (A) Acid, (K) Alkali

Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan perairan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan dan tingkat patogenitas ektoparasit Argulus sp. dalam menyerang inang. Akuarium pemeliharaan tidak terkena cahaya matahari langsung karena


(54)

berada di dalam ruangan tetapi sebagian besar dinding/tembok nya terbuka, ini menyebabkan suhu udara di dalam ruangan berfluktuasi sesuai kondisi cuaca dan mempengaruhi suhu air. kualitas air selama penelitian yaitu suhu air berkisar antara 25 – 27 °C sedangkan pH air berkisar antara 6-7.

Pembahasan

Infestasi Argulus sp. Pada Ikan Gurami

Dari hasil pengamatan pada infestasi pertama dan kedua ikan dengan ukuran 7-8 cm yang diinfestasikan Argulus sp. sebanyak 5-10 ekor mengalami kematian dalam 2-4 hari. Kismiyati, dkk (2009), menjelaskan bahwa serangan parasit lebih sering mematikan pada beberapa ikan muda yang biasanya berukuran kecil karena belum berkembangnya sistem pertahanan tubuh. Menurut Fryer (1968)

Argulus sp. biasanya tidak mengakibatkan masalah dalam lingkungan alami. Satu jenis parasit atau beberapa jenis parasit tidak mungkin mengakibatkan kerusakan yang signifikan ataupun menimbulkan kematian kecuali jika menginfeksi ikan kecil ataupun ikan yang lemah.

Dalam infestasi ketiga dengan ukuran ikan gurami 18-19 cm yang diinfestasikan Argulus sp. sebanyak 10 ekor, hanya sedikit sekali di temukan bekas luka dan Argulus sp. dalam waktu 7-10 hari hanya terlihat 2-3 ekor saja yang masih menempel pada permukaan tubuh ikan gurami. Ini menunjukkan bahwa infestasi

Argulus sp. tidak permanen tetapi dapat lepas dari tubuh inang atau Argulus sp. mengalami kematian. Hal ini sesuai dengan pendapat Olsen (1974) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan spesifik antara inang dengan parasit yang ditentukan oleh keberhasilan parasit dalam menginfeksi, menempati, dan berkembang biak pada habitat tertentu pada bagian tubuh inang.


(55)

   

Infestasi ke-4 atau infestasi terakhir dengan ukuran ikan 15-16.5 cm yang diinfestasikan Argulus sp. sebanyak 12-15 ekor, terlihat pada awal infeksi Argulus

sp. menyerang bagian permukaan tubuh ikan seperti sirip dan kepala, beberapa hari kemudian Argulus sp. hanya menyerang bagian sirip ikan. Schulter (1978) menyatakan bahwa Argulus sp. dewasa cenderung banyak ditemukan di ujung anterior ikan, sedangkan Argulus sp. remaja cenderung banyak ditemukan di ujung ekor ikan. Menurut Nurlaela (2013) menyatakan bahwa penyerangan Argulus sp. menyebar pada beberapa organ target seperti bagian sirip, kulit dan seluruh bagian tubuh inang. Jumlah infestasi Argulus sp. terbanyak terdapat pada bagian sirip yaitu sirip dorsal, caudal dan pectoral. Argulus sp. mengakibatkan ikan Mas mengalami pertumbuhan yang buruk, berenang abnormal, bahkan mengalami kematian, di mana menunjukkan adanya bintik-bintik merah kecil pada kulit, sirip caudal, dan sekitar kepala (Noaman etal. 2010)

Tingkah laku ikan selama pemeliharaan 14 hari terlihat respons gerakan tubuh tidak normal, berenang pasif, selalu berada didasar perairan dan nafsu makan menurun, ikan mempunyai reaksi yang lambat ketika disentuh tangan, dan terdapat bekas luka pada bagian sirip ikan diantaranya sirip punggung, sirip ekor dan sirip anal. Hasil penelitian Nurlaela (2013) menyatakan bahwa perubahan tingkah laku ikan akibat serangan Argulus sp. meliputi respons gerakan tubuh yang tidak normal, berenang pasif, sering berada di dasar perairan, ikan mempunyai reaksi yang lambat atau sama sekali tidak bereaksi ketika disentuh tangan, sisik mudah rontok dan tidak teratur, sirip sering mengalami kerusakan dan terlihat pendarahan pada bagian tertentu, terdapat luka baik permukaan tubuh maupun sirip ikan dan nafsu makan menurun. Menurut Hoole, dkk (2001), bahwa ikan yang terinfeksi


(56)

Argulus sp. sering menunjukkan kelainan perilaku diantaranya tubuh lemah, iritasi dan kehilangan nafsu makan. Luka yang di sebabkan serangan Argulus sp. dapat memanjang ke dalam jaringan otot ikan (Rahman, 1996).

Isolasi Bakteri Pada Ikan Dan Air

Serangan Argulus sp. tidak menimbulkan borok (luka busuk) tetapi menyebabkan ikan stres dan timbulnya beberapa bekas luka. Hal ini juga terjadi pada ikan yang diberi luka buatan di mana tidak terjadi borok dan hanya mengalami bekas luka. Sehingga isolasi dilanjutkan ke organ bagian dalam ikan yaitu hati dan ginjal ikan. Menurut Irianto (2004) menyatakan bahwa stres berpengaruh terhadap sistem perlindungan tubuh inang yaitu mukus, kerusakan kulit atau lapisan mukus akan mempermudah invasi agensia patogenik.

Dari pengamatan terhadap organ internal ikan terinfeksi Argulus sp. di mana hati ikan terlihat pucat sedangkan ginjal mengalami pembengkakan. Menurut Sudheesh dan Xu (2001), terjadinya penyakit sangat berkaitan dengan faktor-faktor patogenisitas bakteri, kecepatan perkembangbiakan patogen, maupun faktor pertahanan inang dalam melawan patogen. Bakteri yang mampu bertahan tersebut akan masuk ke dalam aliran darah sehingga menyebar ke seluruh sel tubuh inang maupun menuju organ target.

Dari hasil isolasi ikan terinfeksi Argulus sp. pada organ hati ditemukan 1 jenis bakteri yaitu Micrococcus luteus sedangkan pada organ ginjal ditemukan 2 jenis bakteri yaitu Corynebacterium aquaticum dan Micrococcus luteus. Sedangkan hasil isolasi ikan pasca diberi luka buatan hanya diperoleh 1 jenis bakteri yaitu

Micrococcus luteus yang diperoleh dari hasil isolasi ginjal, sedangkan hati tidak ada. Untuk isolasi organ hati dan ginjal ikan kontrol (tanpa perlakuan) tidak


(57)

   

ditemukan bakteri. Kedua jenis bakteri tersebut Corynebacterium aquaticum dan

Micrococcus luteus juga ditemukan pada isolasi sampel air yang diambil dari akuarium pemeliharaan. Bakteri-bakteri ini merupakan bakteri patogen penyebab penyakit pada ikan yang menyebabkan penyakit bacterial kidney disease dan

microccoccis.

Bakteri C. aquaticum merupakan bakteri gram positif yang bersifat patogenik pada ikan. Berdasarkan penelitian Baya, dkk (1992), menemukan bahwa

C. aquaticum adalah bakteri oportunistik yang bersifat patogenik pada ikan. Bakteri tersebut ditemukan pada isolasi organ ginjal ikan yang terinfeksi ektoparasit Argulus sp. dan sampel air. Corynebacterium sp. merupakan penyebab penyakit ginjal pada ikan atau biasa disebut Bacterial Kidney Disease (Kordi, 2004). Corynebacterium sp. juga ditemukan pada organ kulit, hati, ginjal dan usus ikan serta air akuarium (Suhendi, 2009).

Bakteri M. luteus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat patogenik pada ikan. Organ-organ yang diserang oleh bakteri ini adalah organ ginjal dan hati serta ditemukan pada sampel air. Menurut Aydin, dkk (2005), menyatakan bahwa bakteri M. luteus biasanya dapat menyebabkan peradangan maupun infeksi yang kronis pada ikan-ikan dewasa maupun ikan-ikan stadia larva. Efek dari patogenitas

M. luteus yang menyebabkan pendaharan pada organ tubuh bagian tertentu seperti pada hati, limfa, dan ginjal ikan (Austin dan Austin, 1999).

Dari sampel ikan di mana ditemukan bakteri M. luteus, pada saat pemeliharaan ikan terlihat lemah dan nafsu makan menurun serta terdapat bekas luka akibat serangan Argulus sp. Kordi (2004) menyatakan bahwa salah satu bakteri penyebab penyakit cacar pada ikan gurami adalah Micrococcus sp, dengan


(58)

gejala ikan terlihat lemah, nafsu makan hilang, kulit kelihatan melepuh yang selanjutnya menjadi borok.

Morfologi Koloni Bakteri Pada Ikan Dan Sampel Air

Pengamatan morfologi koloni pada bakteri C. aquaticum ditemukan memiliki tepian rata, elevasi cembung dan berwarna kuning. Menurut Baya (1992), bakteri C. aquaticum memiliki ciri-ciri morfologi dengan bentuk koloni bulat, berwarna kuning dengan diameter 1-3 mm dan tumbuh pada suhu 250C selama 48 jam.

Bakteri M. luteus memiliki bentuk koloni dengan tepian rata, elevasi cembung dan berwarna kuning. M. luteus memiliki koloni yang berwarna kuning atau orange dengan elevasi cembung dan pertumbuhan optimal pada kisaran suhu 25-370C (William dkk., 2012)

Morfologi Sel Bakteri Pada Ikan Dan Sampel Air

Hasil pengamatan morfologi sel yaitu pewarnaan Gram menunjukkan bakteri C. aquaticum dan M. luteus bersifat Gram positif karena bakteri-bakteri ini mempertahankan zat warna kristal violet. Bentuk sel kedua bakteri berbeda di mana C. aquaticum berbentuk batang sedangkan bakteri M. luteus berbentuk bulat dengan ciri khas sel membentuk formasi 4 gabungan (tetrad cocci). Isolat bakteri

M. luteus dari penyakit ikan rainbow trout memiliki morfologi sel bakteri membentuk tetrad cocci (Aydin dkk., 2005).

Identifikasi BakteriPada Ikan Dan Sampel Air

Hasil dari penelitian ini ditemukannya bakteri C. aquaticum dan M. luteus


(59)

   

sampel ikan dan air (Tabel 3) terdapat sedikit perbedaan hasil uji biokimia. Perbedaan tersebut terdapat pada media LIA dan MIO untuk bakteri C. aquaticum

sedangkan media LIA dan gelatin untuk bakteri M. luteus. Namun hasil uji tersebut tetap mengarah pada kedua bakteri tersebut.  

Teori dari identifikasi bakteri dengan teknik konvensional adalah membandingkan bakteri yang sedang diidentifikasi dengan bakteri yang telah teridentifikasi sebelumnya. Bila tidak terdapat bakteri yang ciri-cirinya 100% serupa, maka dilakukan pendekatan terhadap bakteri yang memiliki ciri-ciri yang paling menyerupai. Oleh karena itu teknik identifikasi dengan metode konvensional akan selalu menghasilkan suatu bakteri tertentu yang sudah teridentifikasi sebelumnya dan tidak akan dapat menemukan spesies baru (Cowan, 1974).

Kualitas Air

Kualitas air selama penelitian yaitu suhu air berkisar antara 25-270C dan pH air berkisar antara 6-7. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa suhu dan pH air bersifat normal. Menurut Sitanggang dan Sarwono (2002) Suhu ideal untuk pertumbuhan ikan gurami berkisar antara 24-280C

Perubahan suhu juga mempengaruhi terhadap prevelensi dan intensitas dari parasit Argulus sp., yaitu perubahan suhu yang tajam atau drastis selama musim semi dan musim dingin. Pada musim semi jumlah parasit cenderung lebih tinggi daripada pada musim dingin. Karena pada musim semi parasit tersebut dapat bereproduksi secara optimal (Ozturk, 2010).


(60)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Bakteri yang ditemukan pada organ dalam ikan gurami akibat infestasi Argulus

sp. dan air akuarium yaitu Corynebacterium aquaticum dan Micrococcus luteus, dan bakteri yang ditemukan pada organ dalam ikan gurami akibat diberi


(61)

   

luka buatan yaitu micrococcus luteus, sedangkan pada ikan gurami tanpa perlakuan tidak ditemukan bakteri.

2. Persamaan bakteri yang ditemukan baik pada ikan gurami yang di infestasi

Argulus sp., luka buatan dan air yaitu Micrococcus luteus, sedangkan bakteri

Corynebacterium aquaticum hanya ditemukan pada organ dalam ikan gurami akibat infestasi Argulus sp. dan air akuarium.

Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai adanya bakteri lain yang mungkin ditemukan pada organ tubuh ikan gurami (Osphronemus gouramy) akibat infestasi ektoparasit Argulus sp.

DAFTAR PUSTAKA

Alifuddin, M., Y. Hadiroseyani, I. Ohoiulun. 2003. Parasit Pada Ikan Hias Air Tawar (Ikan Cupang, Gapi dan Rainbow). Jurnal Akuakultur Indonesia. 2 (2): 93-100.

Argiono, S. F. 2002. Inventarisasi Parasit pada Benih Ikan Gurame Dalam Kolam Terpal Di Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(62)

Austin, B, D. A. Austin. 1999. Bacterial Fish Pathogens-Disease in Farm and Wild Fish. Third edition, Ellis Horwood, London, UK.

Aydin, S., Ciltas, A., Yetim, H., Akyurt, I. 2005. Clinical, Pathological and Haematological Effects of micrococcus luteus Infections in Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss Walbaum). Journal of Animal and Veterinary Advances. 4 (2): 167-174.

Balai Karantina Ikan. 2000. Prosedur Pemeriksaan Bakteri. Dinas Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Baya, A., B. Lupiani, I. Bandín, F. Hetrick, A. Figueras, A. Carnahan, E. May, A. Toranzo. 1992. Phenotypic and pathobiological properties of Corynebacterium aquaticum isolated from diseased striped bass. Diseases of Aquatic Organisms. 14: 115–126.

Buller, N. B. 2004. Bacteria from Fish and Other Aquatic Animals : A Practical Identification Manual. CABI Publishing. Wallingford.

Cappuccino, J. G., N. Sherman. 1983. Microbiology A Laboratory Manual. State University of New York, Rocklagd Community Collage: NewYork.

Cowan, S. T., K. J. Steel. 1993. Cowan and Steel's Manual for The Identification of Medical Bacteria. Cambridge University Press. UK.

Fardiaz, S. 1989. Petunjuk Laboratorium.Analisis Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fryer, G. 1968. The parasitic Crustacea of African freshwater fishes; their biology and distribution. Journal of Zoology. 156: 45-95.

Gardenia, L., K. Isti, S. Hambali, M. Tatik. 2010. Aplikasi Deteksi Aeromonas hydrophila Penghasil Aerolysin dengan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Jakarta.

Handajani, H., S. Samsundari. 2005. Parasit dan Penyakit ikan. UMM Press. Malang.

Holt, J. G., N. R. Krieg, P. H. A. Sneath, J. T. Staley, S. T. William. 1994. Bergey's Manual of Determinative Bacteriology. Edisi ke-9. Lippicolt Williams and Wilkins. New York.


(63)

   

Hoole, D., D. Bucke, P. Burgess, I. Wellby. 2001. Diseases of Carp and Other Cyprinid Fishes. Fishing News Books. Oxford.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Kementerian Perikanan dan Kelautan. 2009. Atasi Bakteri Ikan Dengan Tanaman Obat. Penerbit KKP. Jakarta.

Khairuman, K. Amri. 2003. Pembenihan dan Pembesaran Gurami Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Kismiyati., S. Subekti, W. N. Yusuf, R. Kusdarwati. 2009. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Gram Negatif pada Luka Ikan Maskoki (Carassius auratus) Akibat Infestasi Ektoparasit Argulus sp.. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1 (2): 129-134.

Kordi, H. K. M. G. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Rineka Cipta dan Bina Adiaksara, Jakarta.

Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba Di Laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 

Minaka, A., Sarjito, S. Hastuti. 2012. Identifikasi Agensia Penyebab dan Profil Darah Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) yang Terserang Penyakit Bakteri. Journal Of Aquaculture Management and Technology. 1 (1): 249-263.

Nagasawa, K., K. Kawai. 2008. New host record for Argulus coregoni (Crustacea: Branchiura: Argulidae), with discussion on its natural distribution in Japan. Hiroshima Univ. J. Grad. Sch. Biosp. Sci. 47: 23-28

Noaman, V., Y. Chelongar, A. H. Shahmoradi. 2010. The First Record of Argulus

foliaceus (Crustacea: Branchiura) Infestation on Lionhead Goldfish (Carassiusauratus) in Iran. Iranian J Parasitol. 5 (2): 71-76.

Nurfatimah, A. 2001. Inventarisasi Parasit Pada Ikan Hias Koral Platy (Xyphophorus maculates), Ikan Gupi Kobra (Poecilia reticulata), Ikan Red Nose Tetra (Hemigrammus rhodostomus) dan Ikan Serpe Minor (Hyphessobrycon serpae) yang Di Lalulintaskan Melalui Balai Karantina Ikan Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. [Skripsi]. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nurlaela, A. 2013. Freferensi Pemilihan inang Oleh Parasit Argulus sp. Serta Pengaruhnya Terhadap Kondisi Fisiologis Ikan. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(64)

Olsen, O.W. 1974. Animal Parasites, Their Life Cycle and Ecology. Dover Publications, Inc., University Park Press. Baltimore. US.

Ozturk, M. O. 2010. An Investigation on Argulus foliaceus Infection of Rudd, Scardinus Erythrophthalmus in Lake Manyas, Turkey. Scientific Research and Essays. 5 (23): 3756-3759.

Pelczar, M. J., E. C. S. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universita Indonesia. Terjemahan dari : Elements of Microbiology. Masyland: Mc Graw Hill Book Co.

Rahayu, N. S., D. Susanti, D. Lantiani, S. A. Wibowo, R. Diana, Murwantoko. 2009. Pengaruh Salinitas Terhadap Perkembangan Parasit Pada Benih Ikan Gurami Osphronemus goramy. Jurnal Perikanan. 11 (2): 175-182.

Rahman, M. M. 1996. Effects of a freshwater fish parasite, Argulus foliaceus

Linn. infection on common carp, Cyprinus carpio Linn. Bangladesh Journal of Zoology. 24: 57-63.

Rustikawati, I., R. Rostika, D. Iriana, E. Herlina. 2004. Intensitas dan Prevalensi Ektoparasit pada Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang Berasal Dari Kolam Tradisional dan Longyam di Desa Sukamulya Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Akuakultur Indonesia. 3 (3): 33-39.

Schluter, U. 1978. Observations about host-attacking by the common fish louse Argulus foliaceus L. (Crustacea, Branchiura). Zoologischer Anzeiger. 200: 85-91.

Sitanggang, M., B. Sarwono. 2002. Budidaya Gurami. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudheesh, P. S., H. S. Xu,. 2001. Pathogenicity of Vibrio Parahaemolyticus in Tiger Prawn Penaeus Monodon Fabricius: Possible Role of Extracelluler Proteases. Aquaculture. 196: 37-46.

Suhendi. 2009. Identifikasi dan Prevalensi Bakteri dan Cendawan yang Terseleksi Serta Parasit Pada Ikan Arwana Super Red Scleropages formosus yang Sakit. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sutanto, D. 2013. Sukses Budidaya Gurami. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Tantu, W., R. A. Tumbol, S. N. J. Longdong. 2013. Deteksi Keberadaan Bakteri Aeromonas sp. Pada Ikan Nila yang di Budidayakan di Karamba Jaring Apung Danau Tondano. Jurnal Budidaya Perairan. 1 (3): 74-80.


(65)

   

Taylor, N. G. H., C. Sommerville, R. Wootten. 2005 A Review of Argulus sp. Occurring in UK freshwaters. Science Report. Environment Agency. Institute of Aquaculture. University of Stirling. Scotland. UK.

Waluyo, L. 2010. Teknik Metode Dasar Dalam Mikrobiologi. UMM Press, Malang.

William, W., A. Parte, M. Goodfellow, P. Kampfer, H. J. Busse, M. E. Trujillo, W. Ludwig, K. I. Suzuki. 2012. Bergey's Manual of Systematic Bacteriology: Fifth Edition: The Actinobacteria. Springer Science and Business Media Publisher.

Wiyoto., J. Ekasari. 2010. Bacterial Quorum Sensing and the Role of Algae in Bacterial Diseases Control in Aquaculture. Jurnal Akuakultur Indonesia. 9 (2): 119-126.

.

 


(66)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel Air, Sampel Ikan dan Argulus sp. Lokasi Pengambilan Sampel Air


(1)

Taylor, N. G. H., C. Sommerville, R. Wootten. 2005 A Review of Argulus sp. Occurring in UK freshwaters. Science Report. Environment Agency. Institute of Aquaculture. University of Stirling. Scotland. UK.

Waluyo, L. 2010. Teknik Metode Dasar Dalam Mikrobiologi. UMM Press, Malang.

William, W., A. Parte, M. Goodfellow, P. Kampfer, H. J. Busse, M. E. Trujillo, W. Ludwig, K. I. Suzuki. 2012. Bergey's Manual of Systematic Bacteriology: Fifth Edition: The Actinobacteria. Springer Science and Business Media Publisher.

Wiyoto., J. Ekasari. 2010. Bacterial Quorum Sensing and the Role of Algae in Bacterial Diseases Control in Aquaculture. Jurnal Akuakultur Indonesia. 9 (2): 119-126.

.


(2)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel Air, Sampel Ikan dan Argulus sp.


(3)

Lokasi Pengambilan Air Akuarium Sebanyak 152 Liter, Kolam Budidaya Pembenihan Ikan Lele, Medan Tuntungan

Lokasi Pengambilan Sampel Ikan

Lokasi Pengambilan Ikan Gurami Sebanyak 9 Ekor, Kolam Budidaya Ikan Air Tawar Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang.

Lokasi Pengambilan Sampel Argulus sp.

Lokasi Pengambilan Argulus sp. sebanyak 40 ekor, Dinas Perikanan dan Kelautan Pusat Informasi dan Perkembangan Ikan Hias, Jl. Karya Wisata, Kec. Medan Johor


(4)

Argulus sp

Ikan gurami yang telah di Infestasi Argulus sp.

Lampiran 3. Pengukuran pH dan Suhu Air


(5)

a. Pengukuran panjang ikan b. Pengukuran berat ikan

c. Isolasi bakteri pada ikan

Lampiran 5. Karakteristik dan Identifikasi Bakteri

a. Pemurnian Bakteri b. melihat hasil pewarnaan Gram


(6)