BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA 3.1. ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DAN ARAHAN PENATAAN RUANG - DOCRPIJM ab7b892377 BAB IIIBAB 3

BAB III
ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA
STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

3.1.

ARAHAN

PEMBANGUNAN

BIDANG

CIPTA

KARYA

DAN

ARAHAN

PENATAAN RUANG

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan
berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta
Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan
amanat

perencanaan

pembangunan.

Untuk

mewujudkan

keterpaduan

pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota
perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan,
pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.
Gambar 3.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur
Bidang Cipta Karya, yang membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang

Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu amanat penataan ruang/spasial,
amanat pembangunan nasional dan direktif presiden, amanat pembangunan
Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional.Dalam pelaksanaannya,
pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan pada beberapa isu
strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi
birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green
economy. Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada
masingmasing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan
RPIJM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan.
1

Gambar 3.1. Konsep Perencanaan Pembangunan
Infrastruktur Bidang Cipta Karya

3.1.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya
A.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005- 2025
RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007,


merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah
dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara
bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan
bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju,
Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal
sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:
2

a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan
penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan
terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor
terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan
jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan
kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan
(demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor
sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.
b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka
Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan
sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset
management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan

kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3)
penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan
profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam
pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.
c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan
berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk
mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih
difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana,
sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan
makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.
d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap
3

tahapan RPJMN, yaitu:
 RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan
melalui

percepatan


pembangunan

infrastruktur

dengan

lebih

meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam
pengembangan perumahan dan permukiman.
 RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh
masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan
perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel.
Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman
kumuh.
 RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud
kota tanpa permukiman kumuh.
B.


Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019
RPJMN 2015-2019 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 2 Tahun

2015, menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas
pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang
berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat Dalam rangka pemenuhan
hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai dengan UUD
1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi
masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan
prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah,
persampahan dan drainase.
4

Sasaran pembangunan kawasan permukiman yang tercantum dalam RPJMN
2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen;
2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh penduduk
Indonesia;
3. Optimalisasi penyediaan layanan air minum;
4. Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui penerapan prinsip

jaga air, hemat air dan simpan air secara nasional;
5. Penciptaan

dokumen

perencanaan

infrastruktur

permukiman

yang

mendukung;
6. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik,
sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada tingkat kebutuhan
dasar;
7. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk
keserasiannya terhadap lingkungan.


Sasaran pembangunan perkotaan yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019
adalah sebagai berikut:
1. Pembangunan 5 kawasan metropolitan baru di luar Pulau Jawa-Bali sebagai
Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang diarahkan menjadi pusat investasi dan
penggerak pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya guna mempercepat
pemerataan pembangunan di luar Pulau Jawa;
2. Peningkatan peran dan fungsi sekaligus perbaikan manajemen pembangunan
di 7 kawasan perkotaan metropolitan yang sudah ada untuk diarahkan
5

sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berskala global guna meningkatkan
daya saing dan kontribusi ekonomi;
3. Pengembangan sedikitnya 20 kota otonom di luar Pulau Jawa – Bali khususnya
di KTI yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus urbanisasi ke Pulau
Jawa yang diarahkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi bagi wilayah
sekitarnya serta menjadi percotohan (best practices) perwujudan kota
berkelanjutan;
4. Pembangunan 10 kota baru publik yang mandiri dan terpadu di sekitar kota
atau kawasan perkotaan metropolitan yang diperuntukkan bagi masyarakat
berpenghasilan menengah ke bawah serta diarahkan sebagai pengendali

(buffer) urbanisasi di kota atau kawasan perkotaan metropolitan;
5. Perwujudan 39 pusat pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat Kegiatan
Lokal (PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).
Sasaran pembangunan perkotaan yang didukung oleh infrastruktur permukiman
bidang Cipta Karya yakni diprioritaskan pada: 5 Kawasan Metropolitan Baru, 7
Kawasan Metropolitan Eksisting, 20 Kota Sedang, 39 Pusat Pertumbuhan Baru, 10
Kota Baru.

6

Gambar 3.2. Sasaran Pembangunan Perkotaan
5 Kawasan
Metropolitan
Baru

7 Kawasan
Metropolitan
Eksisting

20 Kota

Sedang

10 Kota Baru

39 Pusat
Pertumbuhan
Baru

C.

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan

pertumbuhan ekonomi 7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang
ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut
pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan
masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI).
Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur
permukiman pada KPI Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan

tersebut. Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu
atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung
dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI
7

dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas
kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas
dan SDM IPTEK yang sama.

Gambar 3.3. Peta Koridor MP3EI

D.

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia
Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu

diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk
itu, telah ditetapkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan
Kemiskinan Indonesia (MP3KI) dimana

semua upaya penanggulangan

kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan
memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di
semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan
pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:
a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh,
8

terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan
goncangan,
b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga
dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang,
c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood)
masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di
tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek.
Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan
penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan
program pemberdayaan masyarakat (PNPMPerkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas,
Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.
E.

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
UU No. 39 tahun 2009 menjelaskan bahwa kawasan ekonomi khusus adalah

kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan
memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan
yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk
menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona
ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi
pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung

9

infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan
ekonomi di KEK.
F.

Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan
Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh

Kementerian,

Gubernur,

Walikota/Bupati,

untuk

menjalankan

program

pembangunan berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk
semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki peranan
penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih
untuk rakyat dan program peningkatak\n kehidupan masyarakat perkotaan.
Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam
peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta
pengurangan permukiman kumuh.

3.1.2. Arahan Penataan Ruang
Bagian ini berisikan arahan RTRW Nasional (PP No.26 Tahun 2008), RTRW
Pulau, RTRW Provinsi, serta RTRW Kawasan Strategis Nasional (KSN). Indikasi
Program Bidang Cipta Karya pada RTRW Nasional, RTRW Pulau, RTRW Provinsi,
maupun RTRW KSN yang terkait dengan kabupaten/kota setempat dipaparkan
pada bagian ini. Tidak hanya memaparkan arahan kebijakan spasial, bagian ini
juga memaparkan kedudukan kota pada rencana pengembangan MP3EI dan KEK.
(jika termasuk dalam KPI, MP3EI dan atau kawasan pengembangan KEK).

3.1.2.1. Arahan Strategis RTRW Nasional (PP No. 26 Tahun 2008)
A. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
10

Di dalam rencana tata ruang wilayah nasional, provinsi Kalimantan
tengah didalam arahan sistem perkotaan nasional-nya terdapat pusat
kegiatan nasional (PKN) yakni Kota Palangkaraya. Pusat kegiatan nasional
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul
utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan
internasional; kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani
beberapa provinsi; dan/atau kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani
beberapa provinsi.
Sedangkan pusat kegiatan wilayah diantaranya ditetapkan di Kuala
Kapuas, Pangkalan Bun, Buntok, Muarateweh, dan Sampit. Pusat Kegiatan
Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi
sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN;
kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten;
dan/atau kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.
Untuk Kabupaten Kotawaringin Barat sendiri, belum masuk dalam
pengembangan sistem perkotaan tata ruang nasional. Namun kabupaten
ini mendukung PKW pengembangan perkotaan PKW Pangkalan Bun dan
Sampit. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) belum terdapat dalam
pengembangannya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.3.

11

Gambar 3.4. Sistem Perkotaan Nasional
di Provinsi Kalimantan Tengah

Sumber: PP 26 Tahun 2008 Tentang RTRWN

B. Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Arahan pengembangan Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan
Strategis Nasional Dengan Sudut Kepentingan Lingkungan Hidup;
Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan. Selain itu terdapat beberapa kawasan
strategis nasional lainnya yang meliputi :

12

1. Kawasan Perbatasan Darat RI dan Jantung Kalimantan (Heart of Borneo)
(Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah)
(I/E/2).
2. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Daerah Aliran Sungai
Kahayan Kapuas dan Barito (Provinsi Kalimantan Tengah) (I/A/2).
C. Kawasan Lindung Nasional
Beberapa kawasan lindung nasional yang berada di Kalimantan
Tengah meliputi Suaka Margasatwa Sungai Lamandau (Kabupaten
Kotawaringin Barat dan dan Kabupaten Sukamara); Cagar Alam Bukit Sapat
Hawung (Kab. Murung Raya); Cagar Alam Bukit Tangkiling (Kota
Palangkaraya); dan Cagar Alam Pararawen (Kabupaten Barito Utara).
Kesemua kawasan lindung nasional tersebut tidak berada dalam
pengembangan wilayah Kabupaten Seruyan. Selain itu juga terdapat Taman
Nasional Bukit Baka – Bukit Raya (Kalimantan Barat – Kalimantan Tengah);
Taman Nasional Tanjung Puting (Kabupaten Seruyan – Kabupaten
Kotawaringin Barat); Taman Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan).
Taman

Wisata

Alam

Tanjung

Keluang/Teluk

Keluang

(Kabupaten

Kotawaringin Barat).

13

3.1.2.2. Arahan Strategis Pulau Kalimanatan (RTR Pulau)
A. Sistem Perkotaan Nasional
Strategi operasionalisasi perwujudan sistem perkotaan nasional
terkait dengan wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat secara regional yakni
PKN Palangkaraya, PKW Kuala Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok,
PKW Muara Teweh, dan PKW Sampit. Beberapa strategi operasionalisasi
yang diarahkan meliputi:
1. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil
pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi yang
didukung oleh pengelolaan limbah industri terpadu yaitu pusat industri
pengolahan hasil pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan
gas bumi di PKW Muara Teweh, PKW Tanjung Redeb, PKW Sangata,
PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, PKW Malinau, dan PKW Tanah
Grogot.
2. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan lanjut
dan industri jasa hasil perkebunan kelapa sawit dan karet yang berdaya
saing dan ramah lingkungan meliputi:
a. pusat industri hilir pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan
karet di PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, dan PKN Kawasan
Perkotaan Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang; dan
b. pusat industri pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan karet di
PKW Singkawang, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW Putussibau,
PKW/PKSN Entikong, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas,
14

PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit,
PKW Amuntai, PKW Martapura, PKW Marabahan, PKW Kotabaru, PKW
Sangata, PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, PKW Tanah Grogot,
PKW Sendawar, PKW Malinau, PKSN Simanggaris, PKSN Long Midang,
dan PKSN Long Pahangai.
3. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil
hutan yang berdaya saing dan ramah lingkungan meliputi:
a. pusat industri hilir pengolahan hasil hutan di PKN Palangkaraya dan
PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang;
dan
b. pusat pengolahan hasil hutan di PKW Ketapang, PKW Putussibau,
PKW/PKSN Entikong, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas,
PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit,
PKW Tanjung Redeb, PKW Sangata, PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung
Selor, PKW Malinau, PKW Tanlumbis, dan PKW Sendawar.
4. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan
industri jasa hasil pertanian tanaman pangan dilakukan di PKN
Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKW Mempawah,
PKW Singkawang, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW/PKSN Entikong,
PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas, PKW Pangkalan Bun,
PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit, PKW Amuntai, PKW
Martapura, PKW Marabahan, dan PKW Kotabaru.
5. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan
industri jasa hasil perikanan yang ramah lingkungan dilakukan di PKN
Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan
15

Perkotaan Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang, PKN Tarakan,
PKW Mempawah, PKW Singkawang, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW
Sanggau, PKW Sintang, PKW Pangkalan Bun, PKW Kuala Kapuas, PKW
Martapura, PKW Marabahan, PKW Kotabaru, PKW Tanjung Redeb,
PKW/PKSN Nunukan, PKW Tanjung Selor, dan PKW Sangata.
6. Pengembangan PKN, PKW, dan PKSN sebagai pusat pengembangan
ekowisata dan wisata budaya meliputi:
a. pusat pengembangan ekowisata di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya,
PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan-TenggarongSamarinda-Bontang, PKW Putussibau, PKW Pangkalan Bun, PKW
Buntok, PKW Kotabaru, PKW Tanjung Redeb, PKW Tanjung Selor, PKW
Malinau, PKW Tanah Grogot, PKSN Nanga Badau, PKSN Long Midang,
PKSN Long Pahangai, dan PKSN Long Nawang; dan
b. pusat pengembangan wisata budaya di PKN Pontianak, PKN
Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan BalikpapanTenggarong-Samarinda-Bontang, PKW Mempawah, PKW Putussibau,
PKW Sintang, PKW Amuntai, PKW Sangata, PKW/PKSN Nunukan, dan
PKW Sendawar.
7. Pengembangan pusat kegiatan ekonomi di PKN dan PKW yang
berdekatan/menghadap badan air dilakukan di PKN Pontianak, PKN
Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN Kawasan Perkotaan BalikpapanTenggarong-Samarinda-Bontang, PKW Mempawah, PKW Sambas, PKW
Ketapang, PKW Putussibau, PKW Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala
Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW
16

Sampit, PKW Martapura, PKW Marabahan, PKW Tanjung Redeb, PKW
Sangata, PKW Tanjung Selor, dan PKW Tanah Grogot.
8. Pengembangan jaringan drainase di PKN dan PKW yang terintegrasi
dengan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i meliputi
pengembangan jaringan drainase di:
a. PKN Palangkaraya yang terintegrasi dengan Sungai Kahayan;
b. PKW Kuala Kapuas yang terintegrasi dengan Sungai Kapuas dan Sungai
Kahayan;
c. PKW Pangkalan Bun yang terintegrasi dengan Sungai Lamandau;
d. PKW Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Martapura, dan PKW
Marabahan yang terintegrasi dengan Sungai Barito;
e. PKW Sampit yang terintegrasi dengan Sungai Mentaya;
9. Penataan kawasan perkotaan yang adaptif terhadap ancaman bencana
banjir dilakukan di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin,
PKN Kawasan Perkotaan Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang,
PKW Mempawah, PKW Sambas, PKW Ketapang, PKW Putussibau, PKW
Sanggau, PKW Sintang, PKW Kuala Kapuas, PKW Pangkalan Bun, PKW
Buntok, PKW Muara Teweh, PKW Sampit, PKW Martapura, PKW
Marabahan, PKW Tanjung Redeb, PKW Sangata, PKW Tanjung Selor,
dan PKW Tanah Grogot.
10. Pengendalian perkembangan fisik PKN dan PKW untuk kelestarian
lahan pertanian pangan berkelanjutan dan kawasan berfungsi lindung
dilakukan di PKN Pontianak, PKN Palangkaraya, PKN Banjarmasin, PKN
Kawasan Perkotaan Balikpapan-Tenggarong-Samarinda-Bontang, PKW
Putussibau, dan PKW Malinau.
17

B. Kawasan

Yang

Memberikan

Perlindungan

Terhadap

Kawasan

Bawahannya
Strategi operasionalisasi kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya meliputi:
1. Pemertahanan luasan dan pelestarian kawasan bergambut untuk
menjaga sistem tata air alami dan ekosistem kawasan dilakukan pada
kawasan bergambut di Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Ketapang,
Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten
Seruyan,

Kabupaten

Kotawaringin

Timur,

Kabupaten

Katingan,

Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito
Timur, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Kutai Timur,
Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Nunukan.
2. Pemertahanan dan peningkatan fungsi kawasan resapan air, khususnya
pada hulu sungai dilakukan pada hulu Sungai Barito, hulu Sungai
Kahayan, hulu Sungai Katingan, hulu Sungai Kapuas, hulu Sungai
Melawi, hulu Sungai Seruyan, hulu Sungai Sesayap, hulu Sungai
Sembakung, hulu Sungai Berau, hulu Sungai Kayan dan hulu Sungai
Mahakam.
3. Pengendalian kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan resapan air
dilakukan pada hulu Sungai Barito, hulu Sungai Kahayan, hulu Sungai
Katingan, hulu Sungai Kapuas, hulu Sungai Melawi, hulu Sungai Seruyan,
hulu Sungai Sesayap, hulu Sungai Sembakung, hulu Sungai Berau, hulu
Sungai Kayan, dan hulu Sungai Mahakam.
18

C. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Setempat
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan yang memberikan
perlindungan setempat meliputi:
1. Pengendalian perkembangan kawasan terbangun yang mengganggu
dan/atau merusak fungsi sempadan sungai dilakukan di sempadan
Sungai Seruyan di WS Seruyan;
2. Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan sekitar danau atau
waduk yang berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi kawasan
sekitar danau atau waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
dilakukan pada:
 kawasan sekitar Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau
Bekuan (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Belida (Kabupaten Kapuas
Hulu), Danau Genali (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Tang
(Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Bangkau (Kabupaten Hulu Sungai
Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah), Danau Bitin (Kabupaten
Hulu Sungai Utara), Danau Cembulu (Kabupaten Seruyan), Danau
Ganting (Kabupaten Barito Selatan), Danau Bambenan (Kabupaten
Barito Selatan), Danau Limut (Kabupaten Barito Selatan), Danau
Mepara (Kabupaten Barito Selatan), Danau Raya (Kabupaten Barito
Selatan), Danau Gatel (Kabupaten Kotawaringin Barat), Danau
Kenamfui

(Kabupaten

Kotawaringin

Barat),

Danau

Terusan

(Kabupaten Kotawaringin Barat), Danau Jempang (Kabupaten Kutai
Barat), Danau Melintang (Kabupaten Kutai Kartanegara), Danau

19

Semayang

(Kabupaten

Kutai

Kartanegara),

Danau

Sembuluh

(Kabupaten Seruyan), dan Danau Tete (Kabupaten Barito Utara).
D. Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam Dan Cagar Budaya
Strategi

operasionalisasi

perwujudan

kawasan

suaka

alam,

pelestarian alam, dan cagar budaya meliputi :
1. Pemertahanan dan rehabilitasi luasan suaka margasatwa, cagar alam,
taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dilakukan
pada:
a. Taman Nasional Betung Kerihun (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman
Nasional Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional
Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang),
Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (Kabupaten Melawi,
Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Katingan), Taman Nasional
Tanjung Putting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten
Seruyan),

Taman

Nasional

Sebangau

(Kabupaten

Katingan,

Kabupaten Pulang Pisau, dan Kota Palangkaraya, Taman Nasional
Kayan Mentarang (Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan
Kabupaten Bulungan), dan Taman Nasional Kutai (Kabupaten Kutai
Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang);
b. Taman Nasional Betung Kerihun (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman
Nasional Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional
Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara-Kabupaten Ketapang),
Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (Kabupaten Melawi20

Kabupaten Sintang-Kabupaten Katingan), Taman Nasional Tanjung
Puting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan),
Taman Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang
Pisau dan Kota Palangkaraya), Taman Nasional Kayan Mentarang
(Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Bulungan),
dan Taman Nasional Kutai (Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai
Kartanegara, dan Kota Bontang).
2. Pemertahanan kawasan pantai berhutan bakau di wilayah pesisir untuk
perlindungan pantai dan kelestarian biota laut dilakukan pada kawasan
pantai berhutan bakau di wilayah pesisir Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Ketapang,
Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Kotawaringin Timur, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas,
Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu,
Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Paser,
Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten
Berau, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Nunukan.
E. Kawasan Rawan Bencana Alam
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan rawan bencana alam
dilakukan dengan mengembangkan jaringan drainase yang terintegrasi
dengan sungai pada kawasan perkotaan yang rawan banjir.
1. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun pada
kawasan rawan bencana alam geologi dilakukan pada:
21

a. kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Melawi, Kabupaten
Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Katingan, Kabupaten
Seruyan, Kabupaten Lamandau, Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai
Barat, Kota Bontang, Kabupaten Sangata, Kota Samarinda, Kabupaten
Barito Utara, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Balangan,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar,
Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru, dan Kabupaten Tanah
Bumbu; dan
2. Penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi bencana melalui
penetapan lokasi dan jalur evakuasi bencana, pembangunan prasarana
dan sarana pemantauan bencana, serta penetapan standar bangunan
gedung untuk mengurangi dampak akibat bencana alam geologi
dilakukan pada:
a. kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Melawi, Kabupaten
Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Katingan, Kabupaten
Seruyan, Kabupaten Lamandau, Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai
Barat, Kota Bontang, Kabupaten Sangata, Kota Samarinda, Kabupaten
Barito Utara, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Balangan,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar,
Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru, dan Kabupaten Tanah
Bumbu; dan
b. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun pada
kawasan imbuhan air tanah dilakukan pada kawasan imbuhan air
tanah di CAT Paloh (Kabupaten Sambas dan Negara Malaysia), CAT
Tanjung Selor (Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten
22

Bulungan, Kabupaten Nunukan, dan Negara Malaysia), CAT
Palangkaraya-Banjarmasin

(Kabupaten

Ketapang,

Kabupaten

Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin
Timur, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang
Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten
Gunung Mas, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Timur, Kota
Palangkaraya, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Banjar, Kabupaten
Tapin, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Hulu Sungai Selatan,
Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara,
Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kota Banjarmasin dan
Kota Banjar Baru), CAT Muarapayang (Kabupaten Barito Utara dan
Kabupaten Paser), dan CAT Muara Lahai (Kabupaten Kutai Barat,
Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Barito Utara).
F. Kawasan Lindung Lainnya
Strategi operasionalisasi perwujudan pengelolaan kawasan lindung
lainnya meliputi:
1. koridor ekosistem bekantan, gabon, gajah, dan orang utan yang
menghubungkan antarekosistem dataran rendah, yaitu:
a. koridor ekosistem
Lamandau

yang menghubungkan

(Kabupaten

Kotawaringin

Suaka

Barat

dan

Margasatwa
Kabupaten

Sukamara), Cagar Alam Gunung Raya Pasi (Kota Singkawang dan
Kabupaten Bengkayang), Taman Nasional Gunung Palung (Kabupaten
Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang), Taman Nasional Tanjung
23

Puting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), dan
Taman Wisata Alam Tanjung Keluang (Kabupaten Kotawaringin
Barat);
2. Pengendalian pemanfaatan ruang kegiatan budi daya dengan prinsip
berkelanjutan pada kawasan yang merupakan kawasan koridor
ekosistem dilakukan pada:
a. Suaka Margasatwa Lamandau (Kabupaten Kotawaringin Barat dan
Kabupaten Sukamara), Cagar Alam Gunung Raya Pasi (Kota
Singkawang dan Kabupaten Bengkayang), Taman Nasional Gunung
Palung (Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang), Taman
Nasional Tanjung Puting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan
Kabupaten Seruyan), dan Taman Wisata Alam Tanjung Keluang
(Kabupaten Kotawaringin Barat);
3. Pengembangan prasarana yang ramah lingkungan sebagai pendukung
koridor ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e
dilakukan pada:
a. koridor ekosistem bekantan, gabon, gajah, dan orang utan yang
menghubungkan:
i. Suaka Margasatwa Lamandau (Kabupaten Kotawaringin BaratKabupaten Sukamara), Cagar Alam Gunung Raya Pasi (Kota
Singkawang dan Kabupaten Bengkayang), Taman Nasional
Gunung Palung (Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten
Ketapang), Taman Nasional Tanjung Puting (Kabupaten
Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), dan Taman
Wisata Alam Tanjung Keluang (Kabupaten Kotawaringin Barat);
24

G. Kawasan Budi Daya Strategis Nasional
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan budi daya yang
memiliki nilai strategis nasional terdiri atas strategi operasionalisasi
perwujudan:
1. kawasan peruntukan hutan;
2. kawasan peruntukan pertanian;
3. kawasan peruntukan perikanan;
4. kawasan peruntukan pertambangan;
5. kawasan peruntukan industri;
6. kawasan peruntukan pariwisata; dan
7. kawasan peruntukan permukiman.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a meliputi:
1. Pengembangan kawasan peruntukan hutan yang didukung dengan
industry pengolahan dengan prinsip berkelanjutan dilakukan pada
kawasan peruntukan hutan di Kabupaten Sambas, Kabupaten
Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten
Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang,
Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara,
Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara,
Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau,
Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Murung Raya,
25

Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten
Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar,
Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut,
Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai
Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten
Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten
Malinau.
2. Pemertahanan kelestarian keanekaragaman hayati tumbuhan dan
satwa endemik kawasan dengan meningkatkan fungsi ekologis di
kawasan peruntukan hutan dilakukan pada kawasan peruntukan hutan
di Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak,
Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang,
Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu,
Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya,
Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin
Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten
Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten
Kapuas, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten
Barito Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten
Hulu Sungai
3. Pengendalian

perubahan

peruntukan

dan/atau

fungsi kawasan

peruntukan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilakukan pada kawasan peruntukan hutan di Kabupaten Sambas,
Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak,
26

Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sekadau,
Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi,
Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Lamandau,
Kabupaten Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten
Seruyan,

Kabupaten

Kotawaringin

Timur,

Kabupaten

Katingan,

Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kapuas,
Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito
Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu
Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin,
Kabupaten Banjar, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu,
Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser
Utara, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten
Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten
Nunukan, dan Kabupaten Malinau.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan perikanan
dilakukan di :
1. Pengembangan kegiatan perikanan budi daya dengan memperhatikan
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan pada kawasan peruntukan
perikanan

di

Kabupaten

Sambas,

Kabupaten

Pontianak,

Kota

Singkawang, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan,
Kabupaten Kapuas, Kota Banjarmasin, Kabupaten Tanah Laut,
Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Penajam
27

Paser Utara, Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Timur, dan Kabupaten
Bulungan.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan pertambangan
dilakukan di:
1. Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan mineral, batubara,
serta minyak dan gas bumi dengan memperhatikan daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup meliputi:
a. kawasan peruntukan pertambangan mineral di Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau,
Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sambas,
Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara,
Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Banjar, Kabupaten Banjarbaru,
Kota Martapura, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten
Tabalong, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tanah Bumbu,
Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten
Kapuas Hulu, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Kotawaringin Barat,
Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten
Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kota Palangkaraya, Kabupaten
Gunung Mas, Kota Muara Teweh, Kabupaten Barito Selatan,
Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten
Kapuas, Kabupaten Paser, Kabupaten Berau, Kota Samarinda,
Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten
Kutai Barat, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, dan Kota
Balikpapan;
28

b. kawasan peruntukan pertambangan batubara di Kabupaten Sintang,
Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sambas,
Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Sanggau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito
Utara, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin
Timur, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Katingan, Kota Palangkaraya,
Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Malinau,
2. Pengendalian

perkembangan

kawasan

pertambangan

yang

mengganggu kawasan berfungsi lindung meliputi:
a. kawasan peruntukan pertambangan mineral di Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau,
Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sambas,
Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara,
Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Banjar, Kabupaten Banjarbaru,
Kota Martapura, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten
Tabalong, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tanah Bumbu,
Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten
Kapuas Hulu, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Kotawaringin Barat,
Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten
Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kota Palangkaraya, Kabupaten
Gunung Mas, Kota Muara Teweh, Kabupaten Barito Selatan,
Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten
Kapuas, Kabupaten Paser, Kabupaten Berau, Kota Samarinda,
Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten
29

Kutai Barat, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, dan Kota
Balikpapan;
b. kawasan peruntukan pertambangan batubara di Kabupaten Sintang,
Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sambas,
Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Sanggau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito
Utara, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin
Timur, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Katingan, Kota Palangkaraya,
Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Malinau,
Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Berau,
Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten
Kutai Barat, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Paser,
Kabupaten Tarakan, Kota Bontang, Kota Samarinda, Kabupaten
Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten
Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Banjar, Kabupaten
Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Utara,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kota Banjarbaru; dan
3. Pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pasca tambang pada kawasan
peruntukan pertambangan untuk memulihkan kualitas lingkungan dan
ekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan pada:
a. kawasan peruntukan pertambangan mineral di Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Landak, Kota Tayan, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten
Sanggau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang, Kabupaten
Sambas, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong
30

Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Banjar, Kabupaten
Banjarbaru, Kota Martapura, Kabupaten Hulu Sungai Selatan,
Kabupaten Tabalong, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tanah
Bumbu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Kotabaru,
Kabupaten

Kapuas

Hulu,

Kabupaten

Lamandau,

Kabupaten

Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten
Katingan,

Kabupaten

Seruyan,

Kabupaten

Sukamara,

Kota

Palangkaraya, Kabupaten Gunung Mas, Kota Muara Teweh,
Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten
Murung Raya, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Paser, Kabupaten
Berau, Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten
Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Bulungan, Kabupaten
Malinau, dan Kota Balikpapan; dan
b. kawasan peruntukan pertambangan batubara di Kabupaten Sintang,
Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sambas,
Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Sanggau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito
Utara, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten
Sukamara, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin
Timur, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Katingan, Kota Palangkaraya,
Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Malinau,
Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Berau,
Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten
Kutai Barat, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Paser,
Kabupaten Tarakan, Kota Bontang, Kota Samarinda, Kabupaten
31

Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten
Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Banjar, Kabupaten
Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Utara,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kota Banjarbaru.
Kawasan andalan terdiri atas kawasan andalan dengan sektor
unggulan kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan,
industri, dan pariwisata. Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan
andalan terdiri atas strategi operasionalisasi perwujudan:
1. kawasan andalan dengan sektor unggulan kehutanan;
2. kawasan andalan dengan sektor unggulan pertanian;
3. kawasan andalan dengan sektor unggulan perkebunan;
4. kawasan andalan dengan sektor unggulan perikanan;
5. kawasan andalan dengan sektor unggulan pertambangan;
6. kawasan andalan dengan sektor unggulan industri; dan
7. kawasan andalan dengan sektor unggulan pariwisata.

Table 3.1. Strategi Operasionalisasi Kawasan Andalan
Kawan Pangkalan Terkait Pengembangan Wilayah
No.

Strategi Operasionalisasi
Bun-Sampit

1.

SU Kehutanan;

Kab. Kotawaringin Barat
Kab. Seruyan, Kab. Kotawaringin  Pengembangan kawasan untuk
Barat, Kab. Lamandau, Kab.

kegiatan

Kotawaringin Timur

kehutanan, termasuk kegiatan
industri

sektor

unggulan

pengolahan

hasil
32

Kawan Pangkalan Terkait Pengembangan Wilayah
No.

Strategi Operasionalisasi
Bun-Sampit

Kab. Kotawaringin Barat
hutan,

permukiman,

serta

jaringan prasarana dan sarana.
 Pengendalian
kegiatan

perkembangan

sektor

unggulan

kehutanan yang mengganggu
fungsi ekologis hutan
 Peningkatan keterkaitan pusat
kegiatan

sektor

unggulan

kehutanan dengan kawasan
perkotaan

nasional

sebagai

pusat pengembangan kawasan
andalan

dengan

sektor

unggulan

kehutanan,

yang

terlayani

terutama

oleh

pelabuhan
2.

SU Pertanian;

Kab. Seruyan, Kab. Kotawaringin  Pengembangan kawasan untuk
Barat, Kab. Lamandau, Kab.

kegiatan

Kotawaringin Timur

pertanian, termasuk kegiatan
industri

sektor

unggulan

pengolahan

hasil

pertanian, permukiman, serta
jaringan prasarana dan sarana;
33

Kawan Pangkalan Terkait Pengembangan Wilayah
No.

Strategi Operasionalisasi
Bun-Sampit

Kab. Kotawaringin Barat
 Pengendalian alih fungsi lahan
pada kawasan andalan dengan
sektor unggulan pertanian
 Peningkatan keterkaitan pusat
kegiatan

pertanian

kawasan

andalan

pada
dengan

kawasan perkotaan nasional
sebagai pusat pengembangan
kawasan
sektor

andalan
unggulan

dengan
pertanian,

yang terlayani terutama oleh
pelabuhan
3.

SU Perkebunan;

Kab. Seruyan, Kab. Kotawaringin  Pengembangan kawasan untuk
Barat, Kab. Lamandau, Kab.

kegiatan

Kotawaringin Timur

perkebunan,

sektor

unggulan
termasuk

kegiatan industri pengolahan
hasil

perkebunan,

permukiman, serta jaringan
prasarana dan sarana
 Peningkatan keterkaitan pusat
kegiatan perkebunan dengan
34

Kawan Pangkalan Terkait Pengembangan Wilayah
No.

Strategi Operasionalisasi
Bun-Sampit

Kab. Kotawaringin Barat
kawasan perkotaan nasional
sebagai pusat pengembangan
kawasan

andalan

dengan

sektor unggulan perkebunan,
yang terlayani terutama oleh
pelabuhan
4.

SU Perikanan;

Kab. Seruyan, Kab. Kotawaringin  Pengembangan kawasan untuk
Barat, Kab. Lamandau, Kab.

kegiatan

Kotawaringin Timur

perikanan, termasuk kegiatan

sektor

industri

unggulan

pengolahan

hasil

perikanan, permukiman, serta
jaringan prasarana dan sarana
 Peningkatan keterkaitan pusat
kegiatan

perikanan

dengan

kawasan perkotaan nasional
sebagai pusat pengembangan
kawasan
sektor

andalan
unggulan

dengan
perikanan

yang terlayani terutama oleh
bandar

udara

dan/atau

pelabuhan

35

Kawan Pangkalan Terkait Pengembangan Wilayah
No.

Strategi Operasionalisasi
Bun-Sampit

5.

Kab. Kotawaringin Barat

SU

Kab. Seruyan, Kab. Kotawaringin  Peningkatan keterkaitan pusat

Pertambangan;

Barat, Kab. Lamandau, Kab.

kegiatan

Kotawaringin Timur

dengan kawasan

pertambangan

nasional

perkotaan

sebagai

pengembangan
andalan

pusat
kawasan

dengan

sektor

unggulan pertambangan yang
terlayani

terutama

oleh

pelabuhan
6.

SU Industri; dan

Kab. Seruyan, Kab. Kotawaringin  Pengembangan kawasan untuk
Barat, Kab. Lamandau, Kab.

kegiatan

Kotawaringin Timur

permukiman, serta jaringan

industri

dan

prasarana dan sarana
 Peningkatan

keterkaitan

antarpusat kegiatan industri
dan keterkaitan pusat kegiatan
industri
perkotaan

dengan
nasional

kawasan
sebagai

pusat pengembangan kawasan
andalan
unggulan

dengan

sektor

industri

yang
36

Kawan Pangkalan Terkait Pengembangan Wilayah
No.

Strategi Operasionalisasi
Bun-Sampit

Kab. Kotawaringin Barat
terlayani terutama oleh bandar
udara atau pelabuhan

7.

SU Pariwisata

Kab. Seruyan, Kab. Kotawaringin  Pengembangan kawasan untuk
Barat, Kab. Lamandau, Kab.

kegiatan

Kotawaringin Timur

pariwisata, termasuk kegiatan

sektor

unggulan

pendukung

pariwisata,

permukiman, serta jaringan
prasarana dan sarana
 meningkatkan

keterkaitan

antarpusat kegiatan pariwisata
serta antara pusat kegiatan
pariwisata dengan kawasan
perkotaan

nasional

sebagai

pusat pengembangan kawasan
andalan

dengan

sektor

unggulan

pariwisata,

yang

terlayani

terutama

oleh

pelabuhan dan/atau bandar
udara
Sumber : Perpres No 3/2012 Tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan.

37

3.1.2.3. Arahan Strategis Rencana Tata Ruang Provinsi (RTRW) Provinsi
Kalimantan Tengah
Sistem pusat permukiman di Provinsi Kalimantan Tengah, berdasarkan
Perda No 8 Tahun 2003, menetapkan:
1. Kota Utama, meliputi Kota Palangkaraya, Kota Kuala Kapuas, Kota Sampit,
dan Kota Pangkalan Bun;
2. Kota cepat tumbuh, meliputi Kota Buntok, Muara Teweh, Puruk Cahu,
Ampah, Pulang Pisau, Kasongan, Sukamara, Nanga Bulik, Kuala Pembuang,
Tumbang Samba, Kuala Kurun, Tamiang Layang dan Pagatan;
3. Kota kecamatan yang didorong pertumbuhan dan pengembangannya
meliputi Kota Kotawaringin Lama, Kudangan, Pangkut, Tumbang Sangai,
Tumbang Senamang, Samuda, Pelantaran, Tumbang Jutuh, Bawan,
Lampeong, Kandui, Timpah, Bahaur, Palingkau, Dadahup.

Kota kota utama memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Kota Palangka Raya berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Propinsi, Pusat
Pendidikan, Kota Kebudayaan, Pusat Perdagangan dan Jasa;
2. Kota Kuala Kapuas berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Kota
Pelabuhan, Kota Industri, Agropolitan, Pusat Perdagangan dan Jasa;
3. Kota Sampit berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Kota
Pelabuhan Laut, Kota Industri, Pusat Perdagangan dan Jasa;
4. Kota Pangkalan Bun berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten, Kota
Pelabuhan Laut, Kota Industri, Pusat Perdagangan dan Jasa.
38

A. Kawasan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa
Kawasan cagar alam dan suaka margasatwa meliputi:
a. Cagar Alam Pararawen I dan Pararawen II terletak di Kabupaten
Barito Utara;
b. Cagar Alam Bukit Tangkiling terletak di Kota Palangka Raya;
c. Cagar Alam Bukit Sapat Hawung terletak di Kabupaten Murung Raya;
d. Cagar Alam Tumbang Tahai Tangkiling terletak di Kota Palangka Raya;
e. Cagar Alam Air Terjun Molau Besar terletak di Kabupaten Barito
Utara;
f. Cagar Alain Bukit Bakitap terletak di Kabupaten Murung Raya;
g. Suaka Margasatwa Sungai Lamandau di Kabupaten Kotawaringin
Barat dan Sukamara.
Suaka Alam Laut dan Perairannya yaitu Suaka Alam Laut Gosong
Sanggora di Teluk Kumai Kecamatan Arut Selatan dan Kecamatan Kumai,
Kabupaten Kotawaringin Barat. Taman Nasional dan Taman Wisata Alam,
terdiri dari :
a. Taman Nasional Tanjung Putting terletak di Kabupaten Kotawaringin
Barat dan Kabupaten Seruyan;
b. Taman Nasional Bukit Raya Bukit Baka terletak di Kabupaten
Katingan;
c. Taman Wisata Air Terjun Poran terletak di Kabupaten Barito Utara;
d. Taman Wisata Bukit Tangki1ing terletak di Kota Palangka Raya;

39

e. Taman Wisata. Tanjong Keluang terletak di Kabupaten Kotawaringin
Barat;
f. Taman Wisata Ujung Pandaran di Kabupaten Kotawringin Timur; g.
Taman Wisata Liang Saragih di Kabupaten Barito Timur.
B. Kawasan Pertambangan
Kawasan Pertambangan, terdiri dari :
1. Pertambangan emas terletak di semua kabupaten;
2. Pertambangan batubara terletak di Kabupaten Barito Selatan, Barito
Timur, Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Sukamara, Barito
Utara, Murung Raya, Kapuas, dan Gunung Mas;
3. Pertambangan gamping terletak di Kabupaten Kapuas, Barito Selatan,
Barito Timur, Barito Utara, Murung Raya, dan Gunung Mas;
4. Pertambangan granit terletak di semua kabupten dan kota;
5. Pertambangan pasir terletak di semua kabupaten dan kota;
6. Pertambangan minyak bumi terletak di Kabupaten Barito Selatan,
Barito Utara, Kapuas, dan Barito Timur;
7. Pertambangan batu permata dan setengah permata di semua
kabupaten dan kota.
C. Kawasan Industri
Kawasan Industri yang diprioritaskan pengembangannya adalah di Kota
Pangkalan Bun, Sampit, Palangka Raya, Pulang Pisau, Kuala Kapuas,
Tamiang Layang, Buntok, Muara Teweh, Puruk Cahu, Kasongan, Sukamara,
Nanga Bulik, Kuala Pembuang, dan Kota Kuala Kurun.
40

D. Kawasan Pariwisata
Kawasan Pariwisata mencakup kawasan yang memiliki potensi besar
untuk keperluan pariwisata di semua kabupaten dan kota.
E. Kawasan Permukiman
Kawasan Permukiman mencakup :
1. Kawasan Permukiman Perkotaan, yaitu kawasan ibukota propinsi,
kabupaten, dan kecamatan;
2. Kawasan Permukiman Perdesaan, yaitu kawasan permukiman
perdesaan di seluruh desa-desa di Propinsi Kalimantan Tengah;
3. Kawasan Permukiman Rawan Bencana Alam.
F. Sistem Pusat-Pusat Permukiman
Sistem Pusat-Pusat Permukiman di Propinsi Kalimantan Tengah dilihat
dalam konteks wilayah propinsi serta keterkaitannya satu sama lain, baik
secara spasial maupun fungsional, mencakup :
1. Kota Pangkalan Bun berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan
Kabupaten, Pelabuhan Laut dan Udara, Pusat Industri, Pusat
Perdagangan dan Jasa;
2. Kota Sukamara berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten,
Pusat Industri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;
3. Kota Nanga Bulik berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten,
Agro-industri dan Pusat Perdagangan dan Jasa;

41

4. Kota Sampit berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Kabupaten,
Pelabuhan Laut, A