Efektifitas Metronidazol Berbasis Kitosan Terhadap Daya Hambat Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Porphyromonas gingivalis, Fusobacterium nucleatum Secara In Vitro

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Etiologi Penyakit Periodontal
Penyakit Periodontal merupakan salah satu penyakit infeksi dan inflamasi yang

sering pada orang dewasa, berasal dari bakteri yang mempengaruhi jaringan
pendukung gigi. Ada dua jenis utama penyakit periodontal : Gingivitis dan
Periodontitis. Gingivitis melibatkan inflamasi yang terbatas pada gingiva tidak cekat,
dan merupakan kondisi yang relatif umum dan reversibel. Sebaliknya, Periodontitis
ditandai dengan inflamasi menyeluruh pada jaringan periodontal, yang mengarah
pada migrasi epitel junctional ke apikal sepanjang permukaan akar dan kerusakan
progresif ligamen periodontal serta tulang alveolar.6,7 Pada awalnya, penyakit
periodontal dianggap berhubungan dengan usia dan merata dalam semua populasi,
dengan tingkat keparahan penyakit yang berhubungan langsung dengan tingkat plak.
Tetapi penelitian sekarang telah menunjukkan bahwa penyakit periodontal dimulai
oleh plak, tetapi keparahan dan perkembangan penyakit ditentukan oleh respon
pejamu terhadap biofilm bakteri. Meskipun plak bakteri mampu menyebabkan
kerusakan langsung pada jaringan periodontal, sekarang diakui bahwa respon imun

pejamu terhadap plak bakteri menghasilkan sitokin destruktif dan enzim yang
mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal.19

Universitas Sumatera Utara

Plak gigi adalah biofilm yang dibentuk oleh lebih dari 700 jenis bakteri. Bakteribakteri patogen tidak ada dalam isolasi rongga mulut, tetapi merupakan bagian dari
hubungan mikrobial yang menunjukkan adanya interaksi yang sinergis maupun
antagonis. Keberagaman mikrobial merupakan struktur yang berhubungan tidak
hanya dengan lokasi geografis tetapi juga dengan lingkungan. Umumnya kebanyakan
bakteri yang diidentifikasi adalah anaerob gram negatif seperti Porphyromonas
gingivalis, Provotela intermedia, Fusobacterium nucleatum (Tabel 1).20
Tabel 1. Spesies bakteri yang paling banyak ditemukan pada penyakit periodontal18
Bakteri
Aggregatibacter
actinomycetemcomitans
Campylobacter rectus
Capnocytophaga
Cryptobacterium curtum
Eikenella corrodens
Enterobacteriaceae

Eubacterium saphenum
Fusobacterium nucleatum
Micromonas
(Peptostreptococcus) micros
Mogibacterium (Eubacterium)
Timidum
Pophyromonas endodontalis
Peptostreptococcus anaerobius
Porphyromonas gingivalis
Prevotella intermedia
Slackia (Eubacterium) exigua
Tannerella forsythia
Treponema amylovorum
Treponema denticola
Treponema lecithinolyticum
Treponema maltophilum
Treponema medium

Gingivitis


Periodontitis
Kronis
+

+
+
+

+

Periodontitis Agresif
Lokalisata Generealisata
+
+

+
+
+
+
+

+
+
+

+
+

+
+
+

+
+

+

+

+
+

+
+
+
+
+
+

+

+
+

+
+
+

+

+
+

+
+
+
+

Universitas Sumatera Utara

Treponema pectinovorum
Treponema socranskii
Treponema vincentii
Veillonella parvula

2.1.1

+
+
+
+

+

+
+

+
+
+

Aggregatibacter actinomycetemcomitans (A.actinomycetemcomitans)
A.actinomycetemcomitans pertama pertama kali diisolasi oleh seorang ahli

mikrobiologi asal Jerman bernama Klinger pada tahun 1912 dari lesi cervicofacial
actinomycosis. Mikroorganisme ini diisolasi bersama-sama dengan Actinomyces
israelli. Oleh karena itu, nama spesiesnya adalah actinomycetemcomitans yang berarti
bergabung dengan kelompok Actinomyces. Nama Genus Actinobacillus actino
mengacu pada bentuk morfologi internal koloninya seperti bintang dan bacillus
mengacu pada bentuk sel (berbentuk batang).21
A.actinomycetemcomitans

sebelumnya


bernama

Actinobacillus

actinomycetemcomitans berbentuk bulat, oval atau batang. A. actinomycetemcomitans
adalah bakteri coccobacillus gram negatif fakultatif yang tidak bergerak, yang
memiliki fimbria. Tumbuh didalam agar darah dan coklat, ada yang membentuk
koloni setelah inkubasi 48 sampai 72 jam. Bacillus anaerob ini tumbuh pada suhu 37º,
dan pada suhu 20 sampai 42º C.22 A.actinomycetemcomitans pertumbuhannya lambat
pada suhu 370C anaerobik, dalam media borth standar atau pada media padat noninhibitor

yang

tersedia

terdapat

suasana

sekitar


5%

karbon

dioksida.

A.actinomycetemcomitans didalam media cair organisme ini cenderung tumbuh
dalam butiran kecil menempel pada dinding botol. Pada agar, umumnya koloni
terlihat setelah 24 jam dan mencapai diameter sekitar 3mm setelah beberapa hari.

Universitas Sumatera Utara

Awalnya mulus, bundar dan transparan lalu menjadi bergelombang, berbentuk
bintang (Gambar 1), dan mungkin melekat pada tepi agar.22,23
A. actinomycetemcomitans dominan pada periodontitis agresif dengan frekuensi
sekitar 90 % dibanding pada periodontitis kronis yang hanya 21 % dan pada individu
sehat sekitar 17 %. Pada penelitian yang dilakukan oleh Melvin dkk, menjelaskan
adanya peningkatan prevalensi dan jumlah A.actinomycetemcomitans pada penderita
periodontitis agresif di usia muda. Pada subyek yang memiliki periodontal sehat,

A.actinomycetemcomitans hanya dideteksi di satu sisi (0,90%). Pada pasien
periodontitis agresif, prevalensi daerah yang mengalami periodontitis (33,62%),
secara signifikan, lebih tinggi dibandingkan dengan pada daerah yang sehat (0,90%);
insiden tersebut mengalami penurunan seiring dengan pertambahan usia pasien;
paling tinggi dalam kelompok usia 20-35 tahun (44,12%), kemudian dalam kelompok
usia 36-55 tahun (36,36%) dan kelompok usia 56-75 tahun (22,73%).24

Gambar 1. Aggregatibacter actinomycetemcomitans.22

2.1.2

Porphyromonas gingivalis

Universitas Sumatera Utara

Pada akhir tahun 1970 an, telah diketahui adanya bakteri berpigmen hitam yang
merupakan

suatu


asaccharolytic

(P.gingivalis).

Porphyromonas

gingivalis

merupakan suatu bakteri gram negatif anaerob berbentuk batang dan non-motil yang
memproduksi pigmen hitam.21 Mekanisme virulensi Porphyromonas gingivalis yang
telah diidentifikasi yaitu memiliki kapsul karbohidrat pada permukaan luarnya yang
mencegah opsonisasi oleh komplemen dan menghambat fagositosis dan kematian
oleh neutrofil. Lipopolisakarida yang dihasilkan tidak terlalu kuat, tetapi bisa
menghambat kemotaksis dan kematian oleh leukosit. Organisme ini diduga memiliki
beberapa faktor virulensi (termasuk protease yang mendegradasi imunoglobulin,
komplemen, serat kolagen, asam hialuronat; adhesi, endotoksin, dan sitotoksin) yang
langsung dapat mempengaruhi periodonsium atau menimbulkan gangguan pada
pejamu sehingga mengakibatkan kerusakan pada jaringan gingiva dan tulang yang
merupakan ciri dari penyakit periodontal.1
Porphyromonas gingivalis ditemukan pada pasien periodontitis agresif lokalisata
sebesar 37 – 63%. Organisme ini jarang ditemukan pada tahap awal penyakit dan
hanya ditemukan sebagian kecil mikrobiota. Sebaliknya, Porphyromonas gingivalis
adalah organisme yang umumnya ditemukan pada periodontitis agresif generalisata
dan merupakan patogen yang penting pada penyakit tersebut. Pada dewasa dengan
periodonsium yang sehat atau penyakit periodontal yang ringan didapati
Porphyromonas gingivalis pada subgingiva kurang dari 10% pada sisi yang diteliti.
Bakteri ini terdapat pada 40 - 100% pasien dengan periodontitis kronis.3

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. Porphyromonas gingivalis.1

2.1.3

Fusobacterium nucleatum (F.nucleatum)

Fusobacterium nucleatum merupakan genus Fusobacterium yang tidak mampu
membentuk spora, nonmotil, dan gram negatif turunan Bacteroides serta merupakan
bakteri yang dominan didalam periodonsium. Merupakan bakteri yang dominan di
dalam biofilm plak dental dan sangat penting di dalam ekologi biofilm. Dental plak
merupakan hubungan mikrobial yang sangat dinamis dan rumit yang membentuk
biofilm pada gigi dan terdapat sekitar 400 spesies yang berbeda secara in vivo.
Bakteri ini bersifat anaerob tetapi mampu tumbuh pada kondisi dengan oksigen lebih
dari 6%. Bakteri ini memproduksi asam butarat yang merupakan produk utama
fermentasi glukosa dan pepton, hal ini yang membedakan bakteri Fusobacterium
nucleatum dari bakteri anaerob gram negatif berbentuk batang yang tidak mampu
memproduksi spora. Fusobacterium nucleatum tidak memiliki aktivitas sialidase.
Pada beberapa kasus Fusobacterium nucleatum berasal dari gigi yang terinfeksi. 25,26
Fusobacterium nucleatum dikaitkan dengan penyakit periodontal karena
kemampuannya sebagai berikut:27

Universitas Sumatera Utara

i.

F. nucleatum ditemukan lebih tinggi pada periodontitis kronis dibandingkan
dengan gingivitis dan periodontal yang sehat.

ii.

F. nucleatum memiliki peranan penting dalam pembentukan biofilm,
menjembatani antara koloni awal, terutama Streptococcus dan Actinomyces,
serta koloni akhir, yaitu berbagai bakteri gram negatif. Koloni akhir yaitu
patogen periodontal yang termasuk dalam "kompleks merah": Phorpyromonas
gingivalis, Tannerella forsythia dan Treponema denticola , yang berkaitan
erat dengan lesi periodontal. F.nucleatum berkoagregasi dengan sejumlah
macam bakteri dimediasi oleh adhesins, yang merupakan protein membran
luar (OMPs).

iii.

F. nucleatum memilki peran dalam memproduksi diantara obligat anaerob.
Hubungan antara F. nucleatum dan P. gingivalis menghasilkan toleransi
oksigen yang sangat tinggi, meningkatkan pembentukan biofilm dan
meningkatkan sifat patogen sehingga akan menimbulkan kerusakan yang
lebih besar pada jaringan lunak dan tulang alveolar. F. nucleatum dapat
membantu kolonisasi P. intermedia didalam poket periodontal. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa P. intermedia tidak pernah terdeteksi pada sisi
tanpa F. nucleatum. Hubungan antara F. nucleatum, P. intermedia, dan C.
rectus terdeteksi di sisi dengan infeksi periodontal.

iv.

Memiliki faktor virulensi yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan
periodontal.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Fusobacteria nucleatum.27

2.2

Antibiotik Lokal Sebagai Perawatan Penunjang Penyakit Periodontal
Perawatan penyakit periodontal bertujuan untuk mempertahankan kesehatan

sulkus gingiva, memperoleh perlekatan baru dan menghambat aktivitas patogen di
dalam plak gingiva dan menurunkan jumlahnya. Perawatan inisial secara mekanis
yang digabungkan dengan oral hygiene yang adekuat dapat efesien dan mencegah
kehilangan perlekatan periodontal yang lebih jauh. Ada juga keadaan klinis dimana
hasil diperoleh setelah perawatan mekanis tidak begitu baik karena beberapa
permukaan akar tidak dapat diakses atau karena kompleksitas dari patogen didalam
plak. Keefektifan perawatan periodontal mungkin terjadi oleh karena kemampuan
penyembuhan dari jaringan periodontal. Terapi periodontal dapat mengembalikan
keadaan gingiva yang terinflamasi secara kronis.28
Secara mikrobiologis konsep untuk merawat poket periodontal yaitu dengan
perawatan mekanis untuk menyingkirkan plak subgingiva, kemudian diikuti dengan
penghantaran antimikroba secara lokal. Pemberian antibiotik secara lokal dengan

Universitas Sumatera Utara

konsentrasi yang lebih besar dari sistemik akan membantu menyingkirkan sisa bakteri
pada sisi yang spesifik. Tereasiklin, Doksisiklin, Minosiklin, dan Metronidazol telah
digunakan untuk local drug delivery dan telah ada secara komersial untuk praktisi.13
Local drug delivery pertama kali diperkenalkan oleh Goodson dkk pada tahun
1979 untuk perawatan periodontitis. Keefektifan dari bentuk terapi ini adalah terapi
ini mampu mencapai dasar dari poket periodontal dan mempertahankan efek
antimikrobial dalam waktu yang adekuat. Poket periodontal memiliki satu tempat
yang natural dan memiliki cairan sulkus gingiva sehingga penempatan delivery device
menjadi lebih mudah. Sistim penyampaian ini juga dinamakan sustained release,
controlled-release, prolonged release, timed release, slow release, sustained action,
prolonged action atau extended action. Ada perbedaan fase rencana perawatan
periodontal jika dental praktisi menggunakan perawatan dengan sustained release
device, yaitu: untuk membantu skeling dan root planing, untuk fase pemeliharaan
periodontal, perawatan untuk pasien yang menolak pembedahan, merupakan pilihan
perawatan yang paling tidak invasif dan memerlukan waktu perawatan yang paling
sedikit jika dibandingkan dengan perawatan bedah.10,11
Sediaan yang telah digunakan untuk pemberian secara lokal pada perawatan
periodontitis adalah

fiber, film, strips and compacts, injectable systems, gels,

vesicular systems, microparticle system, nanoparticle system.9,10

2.2.1

Gel Metronidazol

Metronidazol diperkenalkan dalam perawatan infeksi periodontal karena obat ini
terakumulasi oleh bakteri anaerob dan menyebabkan kematian sel dengan

Universitas Sumatera Utara

mengganggu sintesis asam nukleat (Gambar 4). Metronidazol efektif terhadap Gram
positif dan anaerob Gram negatif, termasuk P.intermedia, P.gingivalis, dan
Fusobacterium sp. Metronidazol bertindak dengan menghambat sintesis DNA.8,30

Gambar 4. Rumus bangun Metronidazol.29

Pada tahun 2000, Pedrazzoli melakukan penelitian untuk membandingkan efek
klinis dan mikrobiologis aplikasi topikal subgingiva gel Metronidazol 25% pada gigi
dan skeling dalam perawatan periodontitis kronis. Studi ini menunjukkan bahwa
perawatan dengan Metronidazol secara lokal secara signifikan dapat merubah flora
subgingiva sehingga lebih kompatibel untuk kesehatan dan dapat dibandingkan
dengan hasil yang diperoleh dengan debridemen secara mekanis. Jumlah dari bakteri
anaerob berpigmen hitam termasuk beberapa jenis Spirochete akan menurun secara
signifikan setelah perawatan. Jumlah Aggregatibacter actinomycetemcomitans
meningkat secara signifikan setelah skeling dan ini dapat dicegah dengan perawatan
Metronidazol.11
Metronidazol adalah senyawa antimikroba dengan spektrum luas yang
aktivitasnya melawan infeksi protozoa dan bateri anaerob. Metronidazol pertama kali
diperkenalkan untuk merawat Trichomoniasis pada akhir tahun 1950, selanjutnya

Universitas Sumatera Utara

obat ini dikembangkan untuk mengobati infeksi bakteri anaerob. Metronidazol
tersedia dalam sediaan tablet, rektal dan intravena. Obat ini baik diabsorbsi setelah
pemberian secara oral dan konsentrasi plasma tertinggi dihasilkan pada 1-2 jam,
dengan waktu paruh 8 jam. Metronidazol dengan tanpa perubahan dari obat dapat
berpenetrasi ke dalam jaringan tubuh dan cairan, dan di metabolisme dalam hati serta
diekskresi melalui urine.31 Sudah lama diketahui bahwa Metronidazol lebih efektif
kepada Aggregatibacter actinomycetemcomitans secara in vitro dan apabila
dibandingkan dengan Tetrasiklin, Metronidazol sedikit lebih efektif dibandingkan
dengan Tetrasiklin.8 Saat ini, gel Metronidazol yang dijual di Indonesia adalah gel
Metronidazol 25%. Metronidazol dapat bertahan hidup dalam cairan sulkular gingiva
hanya untuk 24 jam.32
Elyzol topikal adalah dental gel yang mengandung Metronidazol 25% yang
berbasis minyak (gliseril mono-oleat dan minyak wijen). Penelitian menunjukkan
bahwa gel Metronidazol ini sama dengan prosedur SRP, tetapi pada SRP tidak
menunjukkan kentungan tambahan. Setelah pemberian Elyzol 25%, konsentrasi
Metronidazol dibawah 100µ/ml telah diukur dalam poket periodontal selama lebih
kurang 8 jam dan konsentrasi dibawah 1 µ/ml dijumpai pada 36 jam.33 Pada
penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Hung dan Douglass mengevaluasi efek
perawatan dari gel Metronidazol 25% pada 11 penelitian dan satu penelitian
dilakukan dengan gel Metronidazol 15%. Meskipun perawatan gel Metronidazol saja
tidak menunjukkan kemajuan yang lebih baik dibandingkan dengan SRP, kebanyakan
penelitian menunjukkan bahwa ada diperoleh keuntungan tambahan dari kombinasi
perawatan gel Metronidazol 25% dengan SRP.29

Universitas Sumatera Utara

2.3

Polimer Hidrogel Sebagai Media Penghantar Obat
Hidrogel adalah material yang banyak mengandung air dan diperoleh dari cross-

linked polimer yang dapat mempertahankan LDD berbagai agen terapeutik. Hidrogel
bisa menyerap air hampir 10-20 kali berat molekul. Afinitasnya untuk menyerap air
dikaitkan dengan kehadiran kelompok-kelompok hidrofilik seperti -OH, -CONH-, CONH2-, dan -SO3H polimer yang membentuk struktur hidrogel. Hidrogel
diklasifikasi sebagai bahan-bahan alami maupun sintetik tergantung asal dari polimer
tersebut.34
Hidrogel memiliki biokompatibilitas yang sangat baik. Ini karena hidrogel
memiliki beberapa sifat unik yang membuat mereka sangat biokompatibel. Pertama,
hidrogel memiliki tegangan antarmuka yang rendah dengan cairan biologis dan
jaringan disekitarnya. Ini menurunkan gaya yang digunakan untuk adsorpsi pelarut
dan gaya adhesi sel. Kedua, kandungan airnya sangat tinggi karena permukaan
hidrogel sangat hidrofilik dan mampu menstimulasi beberapa sifat jaringan dari alam
dengan kadar air yang tinggi. Hal ini membuatnya sangat biokompatibel. Ketiga
adalah sifatnya yang lunak dapat meminimalkan iritasi mekanik dan gesekan pada
jaringan di sekitarnya.35 Dengan demikian, hidrogel sangat potensial untuk membawa
makromolekul bioaktif dalam keadaan mengembangnya, sehingga hidrogel juga
dapat digunakan untuk aplikasi di berbagai bidang kesehatan. Sifat fisik termasuk
pembesaran, perembesan, kekuatan mekanis dan ciri-ciri permukaan dapat
dimodulasi melalui modifikasi struktural. Hidrogel yang berasal dari polimer alami

Universitas Sumatera Utara

sekarang ini diterima sebagai bahan yang baik dan dapat mengontrol penghantaran
bioaktif dan tissue engineering.36
Penggunaan polimer alami kitosan sebagai perancah dalam hidrogel telah banyak
digunakan karena biokompatibilitas, toksisitas dan biodegradasi yang rendah.
Perkembangan hidrogel kitosan mengarah pada sistem pelepasan obat dengan
stimulus lingkungan yang bervariasi.37

2.3.1 Kitosan
Kitosan adalah polisakarida yang diekstraksi dari cangkang krustasea, seperti
udang, kepiting dan krustasea laut lainnya, termasuk pandalus borealis dan dinding
sel jamur. Nama kimianya adalah 2-amino-2-deoxy-b-D-glucopyranose. Rumus
molekularnya yaitu (C6H11O4N)n.38
Kitosan telah diterima sebagai penghantar obat pada beberapa dekade belakangan
ini oleh karena kitosan memiliki sifat biokompabilitas, non-toksik baik pada aplikasi
konvensional maupun aplikasi berulang.38 Kitosan juga memiliki gugus fungsi yang
dapat digunakan sebagai ligan untuk berkoordinasi dan bereaksi. Selain karena
karakteristik kitosan yang istimewa, pemanfaatan kitosan juga didukung oleh bahan
baku yang berlimpah keberadaannya di alam. Kitosan juga bersifat polielektrolit
sehingga dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti
protein. Kitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan
dan industri kesehatan daripada kitin.39 Pada awal tahun 1980, kitosan diusulkan
sebagai eksipien yang berguna untuk mempertahankan pelepasan obat yang larut
dalam air atau meningkatkan bioavailabilitas senyawa larut dalam air.36

Universitas Sumatera Utara

Kitosan mewakili nama sebagian atau secara keseluruhan kitin yang terdeasetilasi,
sehingga secara garis besar kitosan adalah kopolimer yang terdiri dari senyawa
glukosamin dan Nasetilglukosamin. Ini sangat penting bahwa kitosan tidak terbentuk
dari struktur satu senyawa yang sama sehingga kitosan memiliki berat molekul dan
derajat deasetilasi yang berbeda. Keistimewaan dari struktur kitosan yang unik adalah
adanya amina primer pada posisi C-2 glukosamin.40
Kitosan dibuat dari konversi kitin melalui proses enzimatis atau diasetilasi alkali.
Metode yang kedua merupakan metode yang umum digunakan untuk produksi
kitosan, yaitu dengan diasetilasi kitin dengan menggunakan NaOH berlebih sebagai
reagen dan air sebagai pelarut. Selama proses diasetilasi, bagian ikatan N-asetil dalam
polimer kitosan diputus dengan pembentukan gugus D-glukosamin, yang terdiri dari
gugus amina bebas sehingga meningkatkan kelarutan polimer tersebut dalam air.
Metode ini biasanya memberikan hasil (yield) sampai 98%.41
Kitosan dapat dikarakterisasi dalam hal kualitasnya, sifat intrinsiknya (kemurnian,
berat molekul, viskositas, dan derajat deasetilasi), dan sifat fisiknya.42 Kualitas
produk kitosan berbeda-beda karena banyak faktor proses pengolahannya yang
mempengaruhi karakter produk akhir kitosan. Variasi dalam metode preparasi kitosan
menghasilkan perbedaan dalam derajat deasetilasi, distribusi gugus asetil, viskositas,
dan berat molekulnya. Kitosan dapat dilarutkan dalam asam organik seperti asam
laktat dan asam asetat sebelum dibentuk menjadi film. Kitosan memiliki kemampuan
untuk membentuk film, hal tersebut memungkinkan penggunaan yang luas dalam
aplikasi pada bidang kesehatan seperti pada sisem pengantar obat.41

Universitas Sumatera Utara

Proses diasetilisasi ialah eliminasi gugus asetil dari gugus fungsi amida pada
rantai molekul kitin, menghasilkan molekul (kitosan) dengan derajat gugus amino
(NH2) reaktif yang tinggi. Pemanfaatan kitosan sangat bergantung pada tingginya
derajat gugus amino yang reaktif ini. Hal ini menjadikan derajat diasetilisasi (DD)
sifat yang penting dalam produksi kitosan karena DD mempengaruhi sifat fisikokimia
dan sifat biodegradabilitas serta berkaitan dengan pengaruh kinerjanya pada aplikasi
di berbagai bidang. Derajat diasetilisasi dapat digunakan untuk membedakan kitin
dan kitosan karena DD menentukan langsung jumlah gugus amino bebas dalam
polimer tersebut.43
Derajat diasetilisasi kitosan bervariasi mulai dari 56-99%, dengan rata-rata sekitar
80%, bergantung pada hewan crustacean yang menjadi sumber kitin dan metode
preparasinya. Semakin tinggi nilai DD, artinya semakin banyak gugus amida yang
gugus asetilnya tereliminasi, yang berarti juga semakin banyak gugus amino bebas
dalam kitosan tersebut. Biasanya kitin dengan DD diatas 75% disebut sebagai
kitosan.43

Gambar 5. Struktur kimia kitosan 38

2.3.2

Gel Metronidazol berbasis kitosan

Universitas Sumatera Utara

Penelitian yang dilakukan oleh Yellanki S, dkk mengenai gel Metronidazol
berbasis kitosan, bahwa kitosan merupakan suatu penghantar obat yang sangat baik,
mudah dibuat, harga murah, kepatuhan pasien tinggi, zona hambat yang terbentuk
juga memuaskan. Metronidazol berbasis natural polimer seperti kitosan akan
mengurangi frekuensi pemberian dosis dan meningkatkan bioavailabiliti serta
mengurangi efek samping Metronidazol.44
Berdasarkan penelitian Popa L mengenai Metronidazol berbasis kitosan, bahwa
gel kitosan mempunyai karakteristik tertentu yang menjadikannya suatu sistem yang
adekuat untuk pemberian secara lokal, intra poket. Setelah diinjeksikan, formulasi gel
tidak berubah bentuk sehingga efek klinisnya tergantung kepada kandungannya.
Setelah pemberian, gel seharusnya tetap berada dalam poket untuk mengontrol
pelepasan bahan antibiotik/antimikroba ke cairan krevikular. Peningkatan konsentrasi
kitosan secara bertahap akan menurunkan pelepasan obat. Konsentrasi gel kitosan 3%
merupakan konsentrasi yang paling baik untuk pelepasan Metronidazol sehingga
menjadi faktor keberhasilan perawatan periodontitis secara lokal.18

2.4

Uji Sensitivitas Antibakteri
Banyak mikroorganisme yang menunjukkan perbedaan yang besar dalam hal

kepekaanya terhadap antibiotika dan zat kemoterapeutik, terutama pada bakteri
Staphylococcus aureus dan banyak basil gram negatif. Oleh karena itu, penting untuk
menentukan kepekaan isolat mikroorganisme terhadap antibiotika yang sering
digunakan dalam pengobatan.45

Universitas Sumatera Utara

Pada uji antibakteri dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode difusi dan
dilusi. Metode difusi (Diffusion Test) untuk menentukan daya hambat dari bahan
antibakteri. Sedangkan metode dilusi (Dillution Test) digunakan untuk mengetahui
MIC (Minimum Inhibitory Concentration) dan MBC (Minimum bactericidal
Concentration) pada bahan antibakteri. Minimum Inhibitory Concentration
merupakan konsentrasi terendah bahan antibakteri yang dapat

menghambat

pertumbuhan sedangkan Minimum bactericidal Concentration adalah konsentrasi
terendah bahan antibakteri yang dapat membunuh mikroorganisme.45

2.4.1 Metode dilusi
Pada metode ini, konsentrasi terkecil antibiotik yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri atau dinamakan kadar hambat minimum (KHM) dapat
ditentukan. Bakteri yang diisolasi dimasukkan ke dalam beberapa konsentrasi dilusi
antibiotik. Dilusi antibiotik tertinggi yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
dipertimbangkan sebagai kadar hambat minimum. Metode ini dapat dilakukan baik
pada borth maupun agar.46
1. Broth dilution methods dibagi 2:
a. Macrobroth dilution
b. Microbroth dilution
Macrobroth dilution, terdapat 2 dilusi antibiotik yang diletakkan didalam tabung
coba dengan konsentrasi 0 sampai maksimum yang secara in vivo tidak toksik pada
pasien. Densitas inoculum bakteri yang diisolasi disesuaikan dengan standar 0,5
McFarland agar dapat dilakukan percobaan. Suspensi harus memiliki inokulum

Universitas Sumatera Utara

bakteri akhir sbesar 5x105 CFU/ml. 1 ml suspensi bakteri yang ditambahkan kedalam
larutan antibiotik kemudian diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam. Kadar
hambat minimum yang diperoleh merupakan konsentrasi terendah dari antibiotik
yang dapat menghambat bakteri secara keseluruhan (tidak ada turbiditas).46
Microbroth dilution, wadah tray yang terbuat dari polystyrene mengandung 80
sumuran yang diisi 2 dilusi antibiotik yang berbeda dengan volume kecil. Suspense
inoculum distandarisasi sesuai dengan standar McFarland, inokulum bakteri
kemudian diinokulasikan kedalam sumuran dan diinkunbasikan pada suhu 37°C
selama 24 jam. Penentuan kadar hambat minimum mirip dengan metode macrobroth
dilution.46
2. Agar dilution method
Dua dilusi antibiotik dipersiapkan dalam MHA (Mueller-Hinton Agar), inokulum
bakteri distandarisasi sesuai dengan standar McFarland. Loop kalibrasi dengan
volume 0,001 - 0,002 ml digunakan untuk menginokulasi permukaan agar dan
kemudian diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam. Kadar hambat minimum
(KHM) yang diperoleh merupakan konsentrasi terendah dari antibiotik yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dipermukaan agar.46

2.4.2 Metode difusi
Metode difusi pada awalnya dikembangkan oleh Baur dkk (1966) menggunakan
Muller Hinton Agar, sehingga metode difusi sering disebut sebagai Kirby-Bauer test.
Kemudian metode ini dikembangkan oleh National Committe for Clinical Laboratory
Standars dan Manual of Antimicrobial Susceptibility Testing guidelines.47

Universitas Sumatera Utara

Uji difusi disk atau disc diffusion tes dilakukan dengan mengukur diameter zona
bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan
pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak. Syarat jumlah
bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105 - 108 CFU/mL. Metode difusi
merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode difusi dapat dilakukan
dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode lubang/sumuran dan metode kertas
cakram. Dalam prosedur cakram, kertas cakram (berdiameter +6 mm) yang
mengandung senyawa uji ditempatkan pada permukaan agar yang sebelumnya
diinokulasi dengan mikroorganisme uji. Jumlah dan letak kertas disesuaikan dengan
tujuan penelitian, kemudian kertas cakram diinjeksikan dengan bahan yang akan
diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada
tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang.48
Daya hambat dapat diukur secara langsung dengan mengukur diameter zona
bening yang dibentuk ke milimeter terdekat dengan menggunakan penggaris atau
kaliper. Pengukuran zona hambat dapat juga dilakukan dari belakang piring dengan
menggunakan cahaya yang dipantulkan dengan cara menahan plate beberapa inci di
atas permukaan yang tidak di pantulkan akan berwarna hitam.49 Penggunaan lampu
dapat dilakukan untuk bakteri Enterobacteriaceae, seperti E. coli, batang Gram
negatif lainnya seperti Staphylococci, Enterococci serta penggunaan lampu juga
digunakan ketika mengukur zona pada media MHA.50

Universitas Sumatera Utara

2.5 Kerangka Teori

Antimikroba

Topikal

Gel Metronidazol berbasis kitosan

Metronidazol
• Melawan infeksi protozoa dan bakteri anaerob
• Dapat berpenetrasi ke dalam jaringan tubuh dan
cairan, dan di metabolisme dalam hati serta
diekskresi melalui urine
Kitosan
• Sebagai reservoir obat.
• Bersifat: Biodegradabel, Biokompatibel, Non toksik,
Non alergik, Dapat diresopsi tubuh

Efektif menghambat bakteri patogen periodontal

Universitas Sumatera Utara

2.6 Kerangka Konsep
Variabel Bebas:
- Gel Metronidazol 0,125%
berbasis kitosan.
- Gel Metronidazol 0,25% berbasis
kitosan.
- Gel Metronidazol 0,5% berbasis
kitosan.
- Gel Metronidazol 1% berbasis
kitosan.
- Gel Metronidazol 2% berbasis
kitosan.
- Gel Metronidazol 0,25% dalam
media agar.
- Gel Metronidazol komersil.
- Gel kitosan tanpa Metronidazol

Variabel Tergantung:
- Diameter daya hambat dari gel
Metronidazol berbasis kitosan
terhadap bakteri Aggregatibacter
actinomycetemcomitans,
Porphyromonas gingivalis dan
Fusobacterium nucleatum untuk
mendapatkan konsentrasi terapeutik

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Efektivitas Ekstrak Teh Hijau (Camellia Sinensis) Terhadap Bakteri Porphyromonas Gingivalis Secara In Vitro

5 107 49

Efektivitas Ekstrak Kunyit (Curcoma longa) Terhadap Bakteri Porphyromonas gingivalis Secara In Vitro

1 10 70

PENDAHULUAN Perbedaan Pengaruh Antara Probiotik A, B, Dan C Terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans (Kajian In Vitro).

0 2 5

Efektivitas Ekstrak Kunyit (Curcoma longa) Terhadap Bakteri Porphyromonas gingivalis Secara In Vitro

0 0 12

Efektifitas Metronidazol Berbasis Kitosan Terhadap Daya Hambat Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Porphyromonas gingivalis, Fusobacterium nucleatum Secara In Vitro

2 10 19

Efektifitas Metronidazol Berbasis Kitosan Terhadap Daya Hambat Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Porphyromonas gingivalis, Fusobacterium nucleatum Secara In Vitro

0 0 2

Efektifitas Metronidazol Berbasis Kitosan Terhadap Daya Hambat Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Porphyromonas gingivalis, Fusobacterium nucleatum Secara In Vitro

0 3 7

Efektifitas Metronidazol Berbasis Kitosan Terhadap Daya Hambat Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Porphyromonas gingivalis, Fusobacterium nucleatum Secara In Vitro Chapter III VI

0 0 32

Efektifitas Metronidazol Berbasis Kitosan Terhadap Daya Hambat Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Porphyromonas gingivalis, Fusobacterium nucleatum Secara In Vitro

0 0 5

PERBEDAAN DAYA HAMBAT OBAT ANESTESI LOKAL LIDOCAINE 2 DAN ARTICAINE 4 TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Porphyromonas gingivalis SECARA IN VITRO

0 3 9