Perbanyakan Anggrek (Cattleya trianae Lindl & Rchb.fil.) Menggunakan Beberapa Komposisi Media Padat dan Cair Secara In Vitro

17

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Sistematika bahan tanaman anggrek Cattleyamenurut Steenis (2005)
adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio :
Angiospermae, Kelas : Monocotyledoneae, Ordo : Asparagales, Famili :
Orchidaceae, Subfamili : Epidendroideae, Suku

: Epidendrea, Subsuku :

Laeliinae , Genus : Cattleya,Spesies: Cattleya trianaeLindl & Rchb.fil.
Akar anggrek pada umumnya lunak dan mudah patah dengan ujung akar
meruncing.

Akar anggrek mempunyai lapisan velamen yang bersifat spongy

(berongga) yang dibawahnya mengandung klorofil.

Pada jenis monopodial,


terdapat banyak akar aerial yaitu akar yang keluar dari batang di atas
(Gunawan, 1992).
Anggrek memiliki dua macam pola
monopodial dan simpodial.

pertumbuhan, yaitu pertumbuhan

Anggrek yang memiliki pola pertumbuhan

monopodial, batang berbentuk tunggal dengan bagian ujung batang tumbuh lurus
tidak terbatas. Vanda, Arachnis, dan Aranda merupakan anggrek yang termasuk
pola monopodial. Selain monopodial, terdapat pola pertumbuhan simpodial, pada
pola ini pertumbuhan ujung batang anggrek terbatas karena hanya akan tumbuh
hingga mencapai batas maksimum.

Pertumbuhan baru akan dilanjutkan oleh

anakan yang tumbuh di sampingnya. Pada anggrek simpodial terdapat suatu
penghubung yang disebut rizom atau batang dibawah tanah. Contoh anggrek
simpodial adalah Cattleya (Gunawan, 1992).

Daun anggrek mempunyai tulang daun sejajar dengan helaian daun. Daun
melekat pada batang dengan kedudukan satu helai tiap buku dan berhadapan

Universitas Sumatera Utara

18

dengan daun pada buku berikutnya atau berpasangan (Gunawan, 1992).
Berdasarkan pertumbuhannya, anggrek Cattleya termasuk golongan evergreen
yaitu daun tetap segar dan hijau, serta tidak gugur secara serentak. Daunnya
berbentuk lebar, tebal, dan berdaging (Widiastoety, 2005).
Bunga terdiri atas 5 bagian utama yaitu sepal (kelopak bunga), petal
(mahkota bunga), benang sari, putik dan ovari (bakal buah). Sepal merupakan
pelindung bunga terluar sewaktu bunga masih kuncup. Sepal berjumlah 3 helai
dengan letak membentuk segitiga. Setelah sepal, ada tiga helai petal yang juga
terletak dalam bentuk segitiga. Dua helai yang diatas membentuk 1200 dengan
lembar ke-3 yang lebih besar yang disebut labelum atau bibir. Labelum
membentuk semacam platform tempat serangga hinggap (Gunawan, 1992).

Petal

Anther cap
Column
Lip
Daun
Gambar 1. Struktur bunga anggrek Cattleya trianae
Sumber: Orchidswiki (2009)

Bunga anggrek Cattelya terbentuk pada pucuk tanaman. Jenis Cattleya
berdaun satu memiliki 1−2 kuntum bunga yang berukuran bes ar, sedangkan jenis
Cattleyaberdaun 2−3 mempunyai 3−8 kuntum dengan ukuran kecil.

Panjang

tangkai bunga anggrek ini termasuk pendek. Bunga Cattleya memiliki diameter 5
hingga lebih dari 16 cm, memiliki daya tahan 1-2 minggu bila tidak dipotong, atau
3-4 hari bila digunakan sebagai bunga potong (Widiastoety, 2005).

Pada

Universitas Sumatera Utara


19

dasarnya, struktur bunga pada genus Cattleya sederhana, sepal berbentuk lebar,
petal menjuntai di atas labellum yang besar, dan biasanya labellum memiliki
warna yang berbeda dengan sepal dan petal (Hawkes, 1965).

Gambar 2. Anggrek Cattleya trianae Lindl & Rchb.fil.
Sumber: Orchidswiki (2009)

Buah anggrek merupakan buah capsular (seperti butiran) yang berbelah
enam. Biji-biji anggrek di dalam buah tidak memiliki endosperm yaitu cadangan
makanan seperti biji tanaman lainnya. Cadangan makanan ini diperlukan dalam
perkecambahan dan pertumbuhan awal biji (Gunawan, 1992).
Kultur Jaringan
Kultur jaringan atau dikenal dengan kultur in vitro merupakan teknik
memisahkan bagian dari tanaman seperti tunas terminal, tunas aksilar, daun,
batang atau embrio serta menumbuhkannya di dalam media buatan dalam kondisi
aseptik sehingga membentuk tanaman lengkap. Hal ini didasari oleh adanya daya
totipotensi sel. Terbentuknya tanaman lengkap dari eksplan potongan bagian

tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: kondisi fisiologi eksplan,
genotipe eksplan, media dasar, zat pengatur tumbuh serta lingkungan kultur
seperti pencahayaan maupun kelembaban dan suhu ruangan (Pardal, 2012).

Universitas Sumatera Utara

20

Teknik kultur jaringan berkembang didasarkan pada penelitian-penelitian
Schleiden dan Schwann tentang kompetensi sel secara total yang disebut
totipotensial. Schleiden (1833) dan Schwann (1839) mengatakan, sel merupakan
unit dari struktural dan fungsional dari organisme yang dapat berkembang biak
secara otonomi. Teori ini diuji coba oleh Voching (1878) pada induksi kalus dan
akhirnya dapat bergenerasi tumbuh ke bagian atas membentuk tunas dan
ke bagian bawah membentuk akar (bipolar).
Eksplan
Eksplan adalah bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk
inisiasi suatu kultur. Eksplan yang digunakan harus dalam keadaan aseptik
melalui prosedur sterilisasi dengan berbagai bahan kimia. Dari eksplan aseptik
kemudian diperoleh kultur aseptik yaitu kultur dengan hanya satu macam

organisme yang diinginkan (Gunawan,1992).
Bermacam bagian dari tanaman dapat digunakan sebagai bahan tanam
(eksplan).Pemilihan jenis eksplan sangat menentukan pertumbuhan planlet
menjadi haploid atau diploid. Eksplan yang digunakan dapat berukuran sangat
kecil seperti kelompok sel sampai ukuran cukup besar yang sudah membentuk
organ. Eksplan yang berukuran besar mudah terkontaminasi, sedangkan eksplan
yang berukuran kecil tingkat pertumbuhannya lebih rendah. Umumnya jaringan
meristematis merupakan bagian yang penting dijadikan sebagai bahan tanam.
Pada perbanyakan mikro tanaman anggrek, bahan tanam dapat berasal protocrom
dan protocorm like bodies. Protocrom merupakan biji yang beirsi embrio yang
belum terorganisir, terdiri dari beberapa ratus sel yang selama masa
perkecambahan biji membentuk struktur berupa umbi. Sedangkan protocorm like

Universitas Sumatera Utara

21

bodies (plb)merupakan struktur yang menyerupai protocrom yang terbentuk dari
jaringan eksplan dan atau kalus dari in vitro (Yusnita,2003).
Dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, eksplan merupakan

faktor penting penentu keberhasilan. Umur fisiologis, umur ontogenetik, ukuran
eksplan, serta bagian tanaman yang diambil merupakan hal-hal yang harus
dipertimbangkan dalam memilih eksplan yang akan digunakan sebagai bahan
awal kultur. Umumnya, bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah
jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Jaringan tanaman yang masih muda
mempunyai daya regenerasi lebih tinggi, sel-sel masih aktif membelah diri, dan
relatif lebih bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan) (Yusnita, 2003).
Ada beberapa fase dalam pertumbuhan dan perkembangan biji anggrek
menjadi plantlet yang diamati pada perkecambahan biji dan perkembangan
plantlet dari tanaman anggrek. Pertama, biji (fase 0) yang berubah menjadi
protocorm (fase 1) menandakan biji berkecambah. Fase pekembangan selanjutnya
merupakan pembentukan primordia daun pada bagian atas protocorm (fase 2).
Primordia daun kemudian berkembang menjadi daun pertama (fase 3). Akhirnya,
anggrek melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan beberapa daun berkembang
(fase 4) menjadi tanaman kecil yang disebut sebagai plantlet (fase 5).
Media Kultur Jaringan
Keberhasilan dalam teknologi serta penggunaan metode in vitro terutama
disebabkan pengetahuan yang lebih baik tentang kebutuhan hara sel dan jaringan
yang dikulturkan. Hara terdiri dari komponen yang utama dan komponen
tambahan. Komponen utama meliputi garam mineral, sumber karbon, vitamin dan

zat pengatur tumbuh. Komponen lain seperti senyawa nitrogen organik, berbagai

Universitas Sumatera Utara

22

asam organik, metabolit dan ekstrak tambahan tidak mutlak, tetapi dapat
menguntungkan ketahanan sel dan perbanyakannya (Wetter dan Constabel, 1991).
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur
telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara
in vitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhkan
ditanah, meliputi hara-hara makro dan mikro (Yusnita, 2003).
Medium yang digunakan untuk kultur in vitro tanaman dapat berupa
medium padat atau cair. Medium padat digunakan untuk menghasilkan kalus yang
selanjutnya diinduksi membentuk tanaman yang lengkap (plantlet), sedangkan
medium cair biasanya digunakan untuk kultur sel. Medium yang digunakan
mengandung lima komponen utama, yaitu: senyawa anorganik, sumber karbon,
vitamin, zat pengatur tumbuh, dan suplemen organik (Yuwono, 2006).

Sistem perendaman sesaat (SPS) atau (Temporary Immersion System)
merupakan teknik kultur in vitro dalam medium cair menggunakan bioreaktor
dimana kontak antara eksplan dan medium terjadi hanya secara periodik
(Mordocco et al., 2009).Pada medium SPS, dengan perendaman medium secara
berkala, seluruh permukaan eksplan dapat berhubungan (kontak) langsung dengan
medium pada saat medium menggenangi eksplan, sehingga penyerapan nutrisi
terjadi di seluruh bagian eksplan, tidak hanya di bagian bawah saja seperti pada
medium padat. Dibandingkan dengan medium cair, pada medium SPS terjadi
transfer oksigen yang cukup. Oleh karena itu, pertumbuhan kalus menjadi lebih

Universitas Sumatera Utara

23

baik karena nutrisi dapat diserap secara bersamaan dalam proporsi seimbang
(Kasi dan Sumaryono, 2008).
Menurut Sumaryono et al.,(2007) penggunaan medium padat pada fase
proliferasi kalus tebu merupakan teknik yang umum digunakan saat ini. Namun
penggunaan medium padat dianggap tidak efisien dalam hal tingkat produksi
planlet, tenaga kerja dan ruang. Penggunaan medium cair dapat mengatasi

kelemahan tersebut dengan dimungkinkannya otomatisasi sehingga dapat
meningkatkan skala produksi secara massal (HvoslefEide et al., 2003).
Medium

padat

dapat

digunakan

untukproliferasi

kalus

karena

mempercepatpembentukan kalus sekunder dan pembentukankalus embriogenik
remah yanglebih banyak. Sementara pada SPS (sistem perendaman sesaat)
danmedium


cair,

pembentukan

kalus

embriogenikremah

relatif

sedikit,

sehinggaterbentuk lebih banyak sel embriogenikyang menunjang proses
pendewasaanmenjadi embrio somatik. Oleh karena itu, penggunaan medium cair
dan

mediumSPS

(sistem

perendaman

sesaat)

dapat

direkomendasikan

sebagaimedium tumbuh untuk pendewasaan kalusembriogenik menjadi embrio
somatik

(Kasi dan Sumaryono, 2008).

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam perbanyakan
anggrek secara in vitro adalah media tanam. Media dasar yang digunakan seperti
VW, MS dan NN yang memiliki komposisi yang berbeda.Menurut Supriati
(2010), pada penelitian multiplikasi tunas penghematan bahan kimia dapat
dilakukan dengan mengurangi konsentrasi garam makro pada media dasar MS
sampai 25% dari standar, sehingga untuk memperoleh jumlah tunas yang sama
hanya diperlukan ¼ MS. Dengan demikian dari penelitian multiplikasi ini dapat

Universitas Sumatera Utara

24

diperoleh langkah efisiensi dalam penggunaan bahan kimia untuk media dasar MS
sebagai pemicu multiplikasi tunas.
Lingkungan In vitro
Pemuliaan tanaman in vitromencakup semua teknik kultur sel dan jaringan
yang meliputi perbanyakan, pengamatan dan manipulasi genetik tanaman tanpa
melibatkan siklus seksual. Pada dasarnya kulturin vitromerupakan suatu proses
perbanyakan sel, jaringan, organ atau proptoplas dengan teknik steril (Nasir,
2002).
Pekerjaan mengisiolasi dan mentransfer bahan tanaman biasanya
diruangan

khusus

atau

didalam

lemari

dimana

mikroorganisme

dapat

dikecualikan. Lemari yang digunakan untuk isolasi dapat ditempatkan dalam
rancangan laboratorium, tetapi jauh lebih baik di ruangan inokulasi atau transfer
ruangan khusus yang disediakan. Pada saat ditempatkan di inkubator
pencahayaan, suhu dan kelembaban dapat dikontrol. Laju pertumbuhan tergantung
pada suhu dan juga pencahayaan yang diadopsi (George et al., 2007).
Kondisi lingkungan yang menentukan keberhasilan dalam pembiakan
tanaman dengan kulturjaringan meliputi cahaya, suhu, dan komponen atmosfer.
Cahaya dibutuhkan untuk mengatur proses morfogenetik tertentu. Dalam teknik
kultur jaringan, cahaya dinyatakan dengan dimensi lama penyinaran, intensitas,
dan kualitasnya. Prof Murashige menyarankan untuk mengasumsikan lama
kebutuhan penyinaran pada kultur jaringan tanaman merupakan pencerminan dari
kebutuhan periodisitas tanaman yang bersangkutan dilapangan. Kualitas cahaya
mempengaruhi diferensiasi jaringan (Yusnita, 2003).

Universitas Sumatera Utara

25

Kualitas cahaya yang baik untuk perkembangan tanaman harus
diperhatikan. Lampu flourescens jauh lebih baik dibanding lampu pijar, karena
panasnya

relatif

rendah.

Intensitas

cahaya

yang

dibutuhkan

berkisar

1000-4000 lux. Intensitas cahaya diatur menempatkan lampu dengan kekuatan
tertentu dengan jarak 40-50 cm dari tabung kultur untuk luas tertentu
(Pardal, 2012).
Suhu juga berpengaruh terhadap kesehatan tanaman yang dikulturkan.
Suhu yang umum digunakan untuk pengkulturan berbagai jenis tanaman adalah
26 ± 20C. Untuk kebanyakan tanaman, suhu yang terlalu rendah (kurang dari
200C) dapat menghambat pertumbuhan, dan suhu yang terlalu tinggi (lebih dari
320C) menyebabkan tanaman merana. Namun, pada kultur tanaman yang biasanya
memerlukan suhu rendah untuk pertumbuhan terbaiknya (Yusnita, 2003).
Zat Pengatur Tumbuh
Hormon diperlukan dalam konsentrasi yang rendah untuk mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Banyak molekul sintesis zat alami
yang telah dikenal memiliki aktivitas serupa perangsang tumbuh. Senyawa
sintesis perangsang tumbuh yang secara alami ada dikenal dengan zat pengatur
tumbuh. Dalam kultur jaringan, tambahan (exogenous) zat pengatur tumbuh
diberikan untuk memperoleh efek pertumbuhan (Pandiangan, 2011).
Istilah auksin diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki
fungsiutama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang.
Beberapaauksindihasikan

secara

alami

oleh

tumbuhan,

misalnya

IAA

(Indoleacetic acid), PAA(Phenylacetic acid), 4-chloroIAA (4-chloroindole acetic
acid) dan IBA (indolebutyricacid) dan beberapa lainnya merupakan auksin

Universitas Sumatera Utara

26

sintetik, misalnya NAA(napthaleneacetic acid), 2,4D

(2,4

dichlorophenoxyacetic acid) dan MCPA (2-methyl-4chlorophenoxyacetic acid)
(Dewi, 2008).
Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang mendorongpembelahan
(sitokinesis), pertumbuhan danperkembangan kulktur sel tanaman. Sitokininjuga
menunda penuaan daun, bunga dan buahdengan cara mengontrol dengan baik
proseskemunduran yang menyebabkan kematian sel-seltanaman. Pada tumbuhan,
efek sitokinin seringdipengaruhi oleh keberadaan auksin, misalnyajumlah akar
yang

banyak

akan

menghasilkan

sitokinin

dalam

jumlah

banyak.

Peningkatankonsentrasi sitokinin ini akan menyebabkansistem tunas membentuk
cabang dalam jumlahyang lebih banyak(Lawalata, 2011).
Auksin dan sitokinin ditambahkan dalam media kultur untuk menginduksi
perkembangan eksplan. Auksin yang umum digunakan dalam media kultur
jaringan adalah IAA (indole acetic acid), IBA (3-indolebutyric acid), 2,4D (2,4dichlorophenoxyacetic acid), dan NAA (1-naphthylacetic acid). Auksin berperan
dalam merangsang pembelahan dan pembesaran sel yang terdapat pada pucuk
tanaman, dan menyebabkan pertumbuhan pucuk-pucuk baru (Wetherell, 1982).
Sitokinin terdiri dari beberapa kelompok, yaitu: zeatin, 2-iP, kinetin dan
BAP. Zeatin dan 2-iP (N6-2-iso-pentenyladenine) adalah sitokinin alami dan
kinetin secara sintetik adalah turunan sitokinin. Sitokinin berperan dalam
pembelahan sel, meningkatkan pembentukan pucuk aksilar dan menghambat
pembentukan akar. Sitokinin juga berperan dalam morfogenesis tunas dalam
kultur jaringan tanaman terutama inisiasi tunas atau pembentukan pucuk
(Salisbury and Ross, 1992).

Universitas Sumatera Utara

27

Menurut

Wattimena

(1988)sitokinin

yang

sering

dipakai

dalamperbanyakan in vitrotanaman adalah BAP. Hal ini dikarenakan BAP lebih
stabil,tidak mahal, mudah tersedia, bisa disterilisasi, dan efektif. Menurut
Yuswanti et al.,(2014) pemberian BAP 1 ppm dapat meningkatkan pertumbuhan
plantlet anggrek Cattleyasp, yang dapat ditunjukkan pada variabel tertinggi yaitu:
tinggi plantlet (5,67 cm), jumlah daun (4,67 helai ), panjang akar (2,07 cm) ,berat
basah (0,36 g) dan berat kering oven (0,043 g).
Anggrek yang diperbanyak secara in vitro membutuhkan nutrisi yang
penting bagi pertumbuhan planlet selain nutrisi, juga dapat menambahkan hormon
tumbuh yang dibutuhkan bagi pertumbuhan planlet, sumber nutrisi yang dapat
mengantikan peran ZPT yang mahal. Sumber Nutrisi berasal dari Ekstrak buah
dan air kelapa. Ekstrak buah yang digunakan antara lain buah pisang, nenas,
tomat dan pepaya (Yanti, 2014).
Menurut (Widiastoety 1997) pemberian air kelapa pada pembuatan media
Vacin dan Went mampu menstimulasi pembelahan sel dan pertumbuhan anggrek
Bulan. Penggunaan ekstrak buah dilakukan karena ekstrak buah mengandung
karbohidrat, protein, lemak dan vitamin serta unsur hara yang berfungsi sebagai
sumber energi yang berguna untuk pertumbuhan planlet.
Air kelapa 150 ml/l pada media VW mampu mendorong pembentukan
plb(protocorm like bodies) sebagai calon tanaman. Protocorm adalah bentukan
bulat yang siap membentuk pucuk dan akar sebagai awal perkecambahan anggrek.
Air kelapa terkandung hormone sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l dan giberalin
yang dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan tanaman, berfungsi
sebagai penstimulir dalam proliferasi jaringan, memperlancar metabolisme dan

Universitas Sumatera Utara

28

respirasi. Oleh karena itu air kelapa mempunyai kemampuan besar untuk
mendorong pembelahan sel dan proses deferensiasi. Menurut Bey et al., (2006)
perlakuan tunggal air kelapa dapat mempercepat munculnya plb pada tanaman
anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis sp.).Hasil penelitian Syafi’i (2006) saat
munculnya plb lebih cepat pada perlakuan tunggal air kelapa pada konsentrasi 200
ml/l dimana plb tumbuh pada rentang waktu 14 – 18 hsp pada tanaman anggrek
bulan.
Perbanyakan Anggrek Secara Konvensional
Perbanyakan anggrek dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif.
Perbanyakan secara vegetatif dianggap kurang efektif karena jumlah anakan yang
relatif sedikit, sedangkan perbanyakan secara generatif dengan biji memerlukan
waktu tumbuh yang lama. Perbanyakan secara vegetatif dilakukan dengan cara
memisahkan tanaman anakan dari tanaman induknya. Tanaman anakan dapat
berupa tunas yang tumbuh dari pangkal batang atau dapat juga berupa keki.
Keki merupakan tunas yang tumbuh dari nodus batang atau tangkai bunga (Arditi
dan Ernst, 1994).
Menurut Bieniek et al. (2010) jumlah biji yang dihasilkan dalam satu
kapsul anggrek sangat banyak namun hanya sedikit yang dapat berkecambah dan
tumbuh di alam. Hal ini terjadi karena ukuran biji anggrek yang sangat kecil dan
ringan dengan panjang 0,25-1,2 mm dan berat 0,3-1,4 μg. Biji anggrek tidak
mempunyai endosperm sebagai cadangan makanan yang diperlukan pada awal
perkecambahan (Yusnida et al., 2006). Biji anggrek dikenal dengan sebutan
“Dust Seed” (Amilah dan Yuni, 2006), karena dalam tiap kapsul anggrek dapat
menghasilkan jutaan biji (Dutta et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara

29

Kajian Kultur Jaringan Tanaman Anggrek
Perbanyakan anggrek secara generatif lebih banyak dilakukan dalam
laboratorium secara in vitro yaitu dengan menyebar dan mengecambahkan biji
anggrek di dalam media agar yang steril (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Biji
anggrek dapat tumbuh jika ditanam pada media yang mengandung nutrisi yang
cukup untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Kultur secara in vitro
digunakan untuk perbanyakan tanaman yang endemik atau terancam punah.
Kultur biji anggrek pada media yang sesuai akan menghasilkan tanaman anggrek
yang berlimpah (Abbas et al., 2011).
Air kelapa 150 ml/l pada media VW mampu mendorong pembentukan
plb(protocorm like bodies) sebagai calon tanaman. Protocorm adalah bentukan
bulat yang siap membentuk pucuk dan akar sebagai awal perkecambahan anggrek.
Air kelapa terkandung hormone sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l dan giberalin
yang dapat menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan tanaman, berfungsi
sebagai penstimulir dalam proliferasi jaringan, memperlancar metabolisme dan
respirasi (Gunawan, 1992).
Menurut Bey et al., (2006) perlakuan tunggal air kelapa dapat
mempercepat munculnya plb pada tanaman anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis
sp.).Hasil penelitian Syafi’i (2006) saat munculnya plb lebih cepat pada perlakuan
tunggal air kelapa pada konsentrasi 200 ml/l dimana plb tumbuh pada rentang
waktu 14 – 18 hsp pada tanaman anggrek bulan. Penelitian Siska (2010) pada
anggrekD. phalaenopsis, BAP 2 ppm menghasilkan jumlah tunas 2.50. Penelitian
Muawanah (2005) menunjukkan bahwa penambahan ekstrak pisang pada media
kultur anggrek Dendrobium canayomendukung pertumbuhan tunas menjadi lebih

Universitas Sumatera Utara

30

baik, di mana konsentrasi yang optimum untuk pertumbuhan tunas adalah 100 g/l.
Menurut Arditti dan Ernst (1992) bahwa dalam buah pisang terdapat hormon
auksin dan giberalin. Giberalin berfungsi untuk menginduksi tumbuhnya mata
tunas yang dorman

(Wattimena et al., 1992).

Universitas Sumatera Utara