Pengaruh Pemberian Vitamin D Terhadap Perbaikan Foto Toraks Pada Pasien TB Paru Etnik Batak Di Kota Medan Dihubungkan Dengan Polimorfisme ApaI Gen Reseptor Vitamin D Chapter III VI

63

- OAT +
Plasebo
AA

Aa

aa

Polimorsime Apa I gen
RVD
Keterangan:
= Variabel bebas
= Variabel terikat
= Variabel antara
Bagan 2.10. Skema Kerangka Konsep

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.


Jenis penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah Design blinded randomized controlled
trial untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin D terhadap perbaikan foto toraks
pada penderita TB paru etnik batak dihubungkan dengan polimorfisme gen RVD ApaI.

Universitas Sumatera Utara

64
3.2.

Lokasi dan waktu penelitian
3.2.1.

Lokasi

penelitian

adalah


pengambilan

sampel

penelitian

dilakukan

di

dipuskesmas Helvetia Medan, Puskesmas Teladan Medan, Puskesmas Amplas
Medan, Puskesmas Medan Johor, Puskesmas Delitua, Puskesmas Patumbak,
Puskesmas Mulyorejo untuk pemeriksaan foto toraks dan sampel serum darah.
Pemeriksaan kadar vitamin D dan polimorfisme gen RVD ApaI dilakukan di
Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.2.2.

Waktu penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai dengan Januari
2016


3.3.

Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi dalam penelitian ini adalah populasi wilayah (Area Population) yaitu

seluruh pasien yang terdaftar menderita penyakit tuberkulosis paru BTA (+) dan
foto toraks positif bersuku Batak yang berobat ke puskesmas sesuai lokasi pada
bulan Januari sampai dengan Desember 2014. Populasi dibagi menjadi 2 (dua)
kelompok, kelompok intervensi diberi perlakuan OAT dan vitamin D oral dan
kelompok pembanding diberi OAT dan plasebo.
3.3.2.

Sampel
1) Kelompok intervensi diberi perlakuan OAT dan vitami D oral
Kelompok intervensi adalah penderita tuberkulosis paru positif berdasarkan
pemeriksaan sputum dan rongent yang berusia 18 tahun keatas, yang
bertempat tinggal di wilayah sumatera utara yang memiliki identitas diri suku

Universitas Sumatera Utara


65

batak. Kelompok intervensi akan diberikan vitamin D dengan 100.000 IU per
oral setara dengan 2,5 mg pada hari 0, 14, 28 dan 42
2) Kelompok pembanding diberi Oat dan plasebo
Kelompok pembanding

adalah penderita tuberkulosis paru positif

berdasarkan pemeriksaan sputum dan rongent yang berusia 18 tahun keatas,
yang bertempat tinggal di wilayah sumatera utara yang memiliki identitas diri
suku batak. Kelompok pembanding akan diberikan placebo oral pada hari 0,
14, 28 dan 42
3.3.3.

Kriteria Sampel Penelitian
1) Kriteria inklusi :
a. Penderita TB paru baru positif dari pemeriksaan sputum dan foto toraks
sudah minum OAT maksimal 1 minggu

b. Etnis batak dari 2 generasi sebelumnya (kakek-nenek, ayah-ibu)
c. Usia > 18 tahun
d. BMI > (Body Mage Indeks) 18,5
e. Bersedia untuk menjadi sampel penelitian dan menandatangani inform
concent.
2) Kriteria eksklusi :
a. Pasien TB, HIV positif
b. Pasien dengan riwayat Diabetes Melitus, transplantasi organ, gangguan
fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, keganasan, pengobatan dengan
steroid, penderita TB ekstra paru, dan alergi dengan vitamin D yang
diketahui dari wawancara dengan pasien,

Universitas Sumatera Utara

66
3.3.4.

Besaran sampel
Adapun besar sampel dihitung dengan pendekatan sebagai berikut:
n1 = n2 =


((Zα√P(1-P) + Z √p1(1-p1)+p2(1-p2))2
(p1 – p2) 2

dimana :
n = besar sampel


= deviat baku α (α = 0,05, Zα =1,960)

Z

= deviat baku

( = 10%, Z

= 0.842)

P = p1+p2/2
p1 = nilai proporsi kelompok perlakuan = 0,67 (siswanto at al, 2009)

p2 = nilai proporsi kelompok kontrol = 0,18 (siswanto at al, 2009)

Menurut penelitian (siswanto at al, 2009) dari nilai proporsi perlakuan maka jumlah n = 15,
perhitungan droup out 10 % maka sampel dibutuhkan kelompok perlakuan sebanyak 36 orang, 1
kelompok 18 kelompok intervensi dan 18 orang kelompok pembanding.
3.4.

Metode Pemilihan Sampel
Pemilihan sampel penelitian ini dilakukan dengan menggunakan prinsip non probability
sampling dengan teknik consecutive sampling, dimana sampel yang sesuai dengan kriteria
inklusi dipilih dan dilakukan secara acak dengan tabel random. TB aktif yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi akan digunakan sebagai sampel. Dari hasil foto toraks pasien
dikelompokkan menjadi 2 yaitu: pasien dengan cavitas dan non kavitas. Pada masingmasing kelompok foto toraks tersebut pasien akan dikelompokkan menjadi pasien yang
mendapat vitamin D dan placebo. Pengambilan sampel akan dihentikan apabila jumlah

Universitas Sumatera Utara

67

sampel sudah mencukupi pembagian sampel atas kelompok perlakuan dan pembanding

dilakukan secara acak.

3.5.

Variabel Penelitian
Variabel bebas yaitu kadar vitamin D pada suku batak
Variabel terikat yaitu perbaikan foto toraks
Variabel antara yaitu Polimorfisme gen ApaI

3.6.

Defenisi operasional

No

Variabel

1

TB Paru


2

3.

Defenisi

Alat
Ukur
Pyakit menular Foto
bersifat droplet
toraks

Cara Ukur

Kadar
vitamin
D

Kadar

25(OH) ELISA
vitamin D dalam kit
serum

Melakukan
pemeriksaan
kadar vit D

Suku
batak

Merupak
salah Diagram Wawancara
satu suku batak ,
mempunyai
kuisione

Melakukan
foto torak


Hasil Ukur

Skala
Pengukuran
TB paru dan tidak Nominal
TB paru
Insefusiency,
defisiency
Nilai kadar
vitamin D dalam
(ng/ml)
10-20 deficiency
21-29
insufficiency
> 30 sufficiency

Kategorik dan
numerik

Suku batak

Nominal

Universitas Sumatera Utara

68
No

Variabel

Defenisi
identitas
diturunkan
yg
dikategorik
sebagai
subjek
mempunyai
nenek, kakek, yg
murni suku batak
3 generasi

Alat
Ukur
r

Cara Ukur

Hasil Ukur

Skala
Pengukuran

Ordinal:
-AA (1)
-Aa (2)
-aa (3)

4

Suatu
Polimor- polimorfisme
PCRfisme gen merupkan fariasi RFLP
ApaI
genetik gen yg
pada gen sama
pada
reseptor
Transisi T ke G
vitamin
melihat
D pada polimorfisme
etnik
dengan
teknik
batak
PCR-RFLP pada
pasien baru TB
kategori 1 etnis
batak
dengan
mengguna-kan
enzim pemotong
(restriction
enzyme) ApaI

Visualisasi
band (pita)
amplifikasi
pada geldoc
menunjukkan
genotip
polimorfisme
yang ada

Homozigot
AA menghasilkan
band pada 745 bp
Homozigot
aa
menghasilkan band
pada 531 bp dan
214 bp
Heterozigot
Aa
menghasilkan
band pada 745 bp,
531 bp dan 214
bp.

4.

Perbaika Perubahan hasil Hasil
n
foto foto
thoraks pemerik
thoraks
setelah 2 bulan saan
pemberian
foto
vitamin d
toraks

Menganalisa
hasil
pemeriksaan
foto toraks

Menganalisa
Kategorik dan
berapa zona paru numerik
yang
terlibat/
mengalami
kerusakan:
0= tidak ada zona
yang
terlibat/bersih
1 = ada 1 zona
yang terlibat
2= ada 2 zona
yang terlibat
3= ada 3 zona
yang terlibat
4 = ada 4 zona
yang terlibat
5 = ada 5 zona
yang terlibat

Melihat berapa
jona paru yg
mengalami
kerusakan
dan
perbaikan setelah
pemberian
vitamn d atau
perlakuan yang
dinilai
oleh
dokter spesialis
paru dan spesialis
radiologi

Universitas Sumatera Utara

69
No

Variabel

Defenisi

Alat
Ukur

Cara Ukur

Hasil Ukur

Skala
Pengukuran

6= ada 6 zona
yang terlibat

3.7.

Kerangka Operasional
Meminta persetujuan Majelis Komite Etik Penelitian (Ethical Clearance)

Menentukan sampel penelitian
n = 36
pasien baru TB paru
etnis
batak
(kuesioner)
Mengumpulkan data sampel penelitian
Mencatat data sampel penelitian dari rekam medik hasil anamnesis, hasil imaging (foto
rontgen toraks), pengisin pedigree
Mengambil sampel darah

Universitas Sumatera Utara

70

INTERVENSI

PEMBANDING

OAT
+
VITAMIN D

OAT
+
PLASEBO

Sentrifugasi

Melakukan pemeriksaan rongent pertama terdiagnosa
TBC

Melakukan pemeriksaan rongent setelah penderita
mendapatkan perlakuan obat selama 2 (dua) bulan

Pemeriksaan polimorfisme gen
VDR Apa 1 dengan PCR-RFLP

pemeriksaan kadar vitamin D
dengan teknik ELISA
Analisa data

PERBAIKAN RADIOLOGI

Bagan 3.1. Skema kerangka operasional

3.8.

Metode penelitian
3.8.1.

Pemeriksaan kadar vitamin D
1) Alat dan Bahan
i)

elisa kit vitamin D

ii) sentrifuge
iii) vortex
iv)

mikropipet (10-200µl, 100-1000µl)

v)

tabung eppendorf

Universitas Sumatera Utara

71

vi) freezer
vii) rak tabung eppendorf.
2) Bahan

3.8.2.

i)

serum plasma darah sampel penelitian

ii)

aquades steril dan bahan yang telah tersedia dalam elisa kit vitamin D

ELISA kit Vitamin D
1)

Alat

digunakan dalam mengukur kadar vitamin D dalam serum sampel

penelitian diperiksa dengan menggunakan 25-OH Vitamin D ELISA essay
kit. Memiliki ukuran 1x96 wells, sensitifitas 1,6 ng/ml, dynamic range 4-120
ng/ml, dengan sampel 20µl serum plasma.
3.8.3.

Isolasi DNA
1) Alat yang digunakan adalah mikropipet (1-10 μL), ice pack, vortex, spin
down, PCR-RFLP.
2) Bahan yang digunakan adalah 5x Reaction buffer, nuclease free water,
enzyme mix, spike in (sp6), tips mikropipet (1-10 μL).

3.8.4.

PCR-RFLP
1) Alat yang digunakan adalah mikropipet (1-10 μL; 100-1000 μL), vortex,
tabung ependorf, tabung PCR, PCR-RFLP.
2) Bahan yang digunakan adalah Primer

TaqI, master mix, agarose, DNA

leader, TAE buffer, tips mikropipet ((10-200µl, 100-1000µl).
3.9.

Prosedur Kerja
3.9.1.

Pengurusan ethical clearance

Universitas Sumatera Utara

72

Pengurusan ethical clearance melalui komisi etik FK USU dilakukan sebelum
pelaksanaan penelitian. Setelah diterbitkannya ethical clearance dan izin
penelitian dari instansi terkait, maka dilakukan proses seleksi sampel penelitian
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
3.9.2.

Persiapan sampel
Sampel pada penelitian ini adalah suku batak yang telah terdiagnosa TB paru
dari hasil pemeriksaan BTA dan rongent, sampel darah diambil 3 cc kemudian
disentrifugasi untuk memisahkan serum dari selnya dan dimasukkan dalam ice
box kemudian dibawa kelaboratorium disimpan dalam freezer suhu -20oC untuk
diperiksa kadar vitamin D. Serum plasma disimpan dalam freezer kemudian
diukur kadar vitamin D awal dan polimorfisme ApaI gen reseptor vitamin D di
laboratorium FK USU. Pasien dirandomisasi menjadi 2 (dua) kelompok
intervensi (kontorl) dan pembanding (plasebo). Kelompok intervensi diberi OAT
sesuai program DOTS dan vitamin D oral dengan dosis 2,5 mg dengan 4 (empat)
kali pemberian pada minggu ke-2, 4, 6

dan minggu ke-8. Kelompok

pembanding diberi OAT dan plasebo (Salahuddin et al, 2009). Pasien diikuti
perkembangannya kemudian setelah pemberian obat minggu ke-8 dilakukan
pengambilan darah 3 cc untuk mengukur kadar vitamin D dan pemeriksaan paru
dengan rongent.
Polimorfisme ApaI gen RVD diperiksa dengan teknik PCR-RFLP dari sampel
darah setiap pasien kedua kelompok intervensi dan pembanding. Genotip hasil
PCR-RFLP homozigot AA menghasilkan 1 band pada 745 bp; aa menghasilkan

Universitas Sumatera Utara

73

2 band pada 531 bp dan 214 bp; dan heterozigot Aa menghasilkan 3 band pada
745 bp, 531 bp, 214 bp (Sinaga, 2014).
3.9.3.

Pemeriksaan kadar vitamin D
Kadar vitamin D yang diukur adalah kadar 25(OH) serum. Pemeriksaan kadar
25(OH)D serum mempergunakan metode enzyme linked immunosorbent assay
(ELISA). Hasil pemeriksaan dalam satuan nmol/L. deficiency vitamin D
dinyatakan bila kadar 25 (OH)D serum 10-20 nmol/L insufficiency vitamin D
dinyatakan bila kadar 25 (OH)D serum 21-29 nmol/L, sufficiency vitamin D
dinyatakan bila kadar 25 (OH)D serum > 30.
1. Masukkan sebanyak 25 ul larutan standard, kontrol dan sampel yang akan
diperiksa ke dalam vial, dengan ujung mikropipet yang baru setiap kali
2. Masukkan sebanyak 50 ul buffer denaturasi ke dalam masing-masing vial
3. Tutup vial dan inkubasi selama 30 menit pada suhu 370C
4. Tambahkan 200 ul buffer netralisasi ke dalam vial
5. Tambahkan 50 ul enzim konjugasi ke dalam vial
6. Tambahkan 50 ul enzim kompleks ke dalam vial
7. Campurkan larutan dalam masing-masing vial selama 10 detik
8. Gunakan sebanyak 200 ul larutan dari vial untuk proses selanjutnya
9. Masukkan 200 ul larutan standard, kontrol dan sampel, ke dalam sumur plate
10. Tutup vial dan inkubasi selama 60 menit pada suhu 370C
11. Kocok cepat sumur plate, cuci sebanyak 4x dengan wash solution (300 ul per
sumur). Ketokkan sumur pada kertas absorben untuk menghilangkan sisa
residual

Universitas Sumatera Utara

74

12. Tambahkan 200 ul substrate solution ke dalam masing-masing sumur
13. Inkubasi selama 15 menit dalam suhu kamar
14. Hentikan reaksi enzimatik dengan menambahkan 100 ul stop solution ke
dalam sumur
15. Tentukan absorbansi masing-masing sumur dengan pembacaan pada panjang
gelombang 450±10 nm. Direkomendasikan pembacaan dilakukan dalam 10
menit sete lah penambahan stop solution.

3.9.4.

Pemeriksaan rongent
Pemeriksaan paru dengan rongent sampel dilakukan pada kedua kelompok
intervensi dan pembanding pada pre (awal sebelum diberikan vitamin D)
intervensi dan post intervensi (setelah selesai pemberian vitamin D) oleh bagian
rongent di rumah sakit maupun dipuskesma.

3.9.5.

Isolasi DNA
Isolasi DNA dari darah pasien baru TB paru positif dilakukan di Laboratorium
Terpadu Fakultas Kedokteran USU Medan, dengan cara kerja sebagai berikut :
1. Diambil darah dan dimasukkan dalam tabung EDTA lebih kurang 3 cc.
2. Darah dimasukkan ke tabung EDTA dengan diinjeksikan perlahan-lahan
3. Darah EDTA dibolak – balik perlahan supaya tercampur
4. Darah EDTA disentrifus pada 3000 rpm dalam 10 – 15 menit
5. Dipisahkan plasmanya dan diambil leukositnya sebanyak 300 µl pada tabung
microcentrifuge 1,5 ml (waktu mengambil leukosit, ujung mikropipet
dipotong sedikit) lalu ditambahkan EL Buffer 900 µl, dibolak – balik
perlahan.
6. Diinkubasi kira – kira 10 menit dalam kulkas lalu disentrifus pada 13.000
rpm selama 3 menit.

Universitas Sumatera Utara

75

7. Supernatan dibuang, saat buang supernatant dilakukan dengan hati-hati dan
perlahan jangan sampai endapannya ikut terbuang (diulangi bisa sampai 5
kali), sampai warna supernatant jernih dan endapan sudah berwarna putih.
8. Endapan divortex selama 20 detik.
9. Ditambahkan 300 µl, Nucleic Lysis Solution dan dicampurkan dengan bolakbalik
10. Ditambahkan 100 uL Protein Precipitation dan divortex selama 20 menit
11. Disentrifuse 13.000 rpm selama 3 menit pada temperature ruang.
12. Supernatan dibuang ke dalam tabung microsentrifuge 1,5 ml steril yang telah
berisi 300 µl isopropanolol. Kemudian tabung divortex tapi tidak lama kirakira 3 detik atau dibolak-balik sampai terlihat benang-benang DNA.
13. Disentrifugasi 13.000 rpm selama 1 menit, dan tampak pellet putih.
14. Supernatan dibuang dan ditambahkan 300 µl Etanol 70%.
15. Disentrifugasi 13.000 rpm selama 1 menit.
16. Dengan hati-hati diaspirasikan etanol dengan menggunakan pipet (biasanya
dituang pelan-pelan dan disisakan sedikit di tabung) dan dikeringkan sampai
1 jam.
17. Ditambahkan 100 µl DNA Rehydration Solution dan disimpan pada suhu
4°C selama 1 malam. Setelah itu baru disimpan di freezer (-20°C).
3.9.6.

Pemeriksaan polimorfisme ApaI gen RVD
Bahan yang digunakan dalam PCR - RFLP adalah master mix, primer ApaI
Forward

5’-

AGAGCATGGACAGGGAGCAAG-γ’,

reverse

5’-

GCAACTCCTCATGGCTGAGGTCTCA -γ’, MgCl2 (2 mM) dNTPs (400 µM),
reaction buffer pH 8,5 dan Taq DNA polymerase, enzim restriksi ApaI (10 U
37ºC), 2% agarose gel(Rashedi et al, 2015).
1. Reaksi campuran terdiri dari 1 µl primer reverse dan 1 µl primer forward
dengan konsentrasi masing – masing 10 µM, 2 µl DNA template, nuclease
free water 8,5 µl dan 12,5 µl Go Taq green master mix 2x dengan total reaksi

Universitas Sumatera Utara

76

25 µl. Go Taq green master mix isinya adalah reaction buffer pH 8,5 masing
– masing 400 µM dATP, dGTP, dCTP, dTPP, 2mM MgCl2,Taq DNA
polymerase, dan loadng dye (Promega, USA).
2. Dilakukan optimasi suhu anneling didapat suhu optimal, didapat 60°C.
3. Sampel DNA diamplifikasi dengan parameter bersiklus berikut :
Tabel 3.2 Parameter proses amplifikasi DNA
Hot start
94°C
5 min
Initial denaturation
94°C
30 sec
60°C
Anneling
30 sec
72°C
Extension
30 sec
Final extension
2 min

40 cycle

4. Hasil amplifikasi (PCR) dielektroforesis menggunakan agar 2% didapat
pita 745 bp.
5. Setelah amplifikasi sisi inisiasi terjemahan gen reseptor vitamin D dideteksi
dengan

cara

RFLP

(Restriction

Fragment

Length

Polymorphism)

menggunakan enzim restriksi endonuklease ApaI (Promega, USA) pada suhu
65°C selama 1 jam.
6. Fragmen restriksi yang dicerna dipisahkan pada 2%(w/v) gel agarose
(Promega, USA)
7. Fragmen dideteksi dengan pewarnaan etidium bromide.
8. Pita divisualisasikan pada sebuah alat Gel Document System.
9. Genotip yang dihasilkan tergantung dari pola hasil cerna. Homozigot AA
untuk tidak adanya sisi ApaI yang dicerna dengan band 745 bp; homozigot aa
untuk adanya ApaI yang dicerna sempurna menjadi pita 531 bp dan 214 bp
dan heterozigot Aa jika terdapat tiga pita (745 bp, 531 bp, dan 214 bp).
3.10. Analisa data

Universitas Sumatera Utara

77
3.10.1. Analisis univariat untuk mengetahui deskripsi variabel penelitian.
3.10.2. Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara dua variabel dengan

menggunakan uji statistic Wilxocson
Apabila data distribusi normal dilakukan uji parametrik uji t, tetapi bila distribusi tidak
normal dilakukan uji non parametrik uji Wilxocson. Untuk menilai hubungan pemberian
vitamin D terhadap perbaikan foto toraks maka digunakan Uji Fisher’s Exact Test
dianggap bermakna apabila p 30 ng/ml
(Optimal)
Kadar vitamin D
Mean
SD
Riwayat Perokok
Pre
Prokok
Tidak Perokok
Post
Perokok
Tidak perokok
Jumlah

Vitamin D
n
%

Intervensi
Plasebo
n
%

Total
n
%

3

14.3

2

9.5

5

11.9

6

28.6

8

38.1

14

33.3

12

57.1

11

52.4

23

54.7

21

30.93
8.78

21

29.81
8.65

21

11
10

52.4
47.6

21

11
10

52.4
47.6

22
20

3
18
21

14.3
85.7
100

21

2
19
100

9.5
90.5
42

5
37
100

21

Berdasarkan tabel 4.1. diketahui bahwa frekuensi umur terbanyak 35-52 tahun 22
orang (52.4%), frekuensi jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki dengan jumlah
27 orang (62.5%), perempuan 15 orang (37.5%), frekuensi status vitamin D
terbanyak > 30 ng/ml (Optimal) 23 orang (54.7%), rerata mean kadar vitamin D
pada kelompok yang diberikan vitamin D 30.93 ng/ml, pada kelompok plasebo
29.81 ng/ml, fekuensi terbanyak yang merokok sebelum perlakuan sebanyak 22
orang (52.4%) setelah perlakuan sebanyak 37 (90.5%) orang tidak merokok.

4.1.2. Distribusi polimorfisme gen RVD ApaI pada penderita TB paru
Hasil elektroforesis polimorfisme ApaI pasien TB paru beretnis Batak pada gel
agarosa 2% sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

80

745 bp

Gambar 4.1.1 Foto RFLP polimorfisme ApaI gen RVD
Keterangan: M
: Marker
UC
: negative control
Hasil amplifikasi PCR dipotong dengan enzim restriksi ApaI, homozigot AA merupakan
pita pada 745 bp, homozigot aa pada 531 bp dan 214 bp, dan heterozigot Aa pada 745 bp,
531 bp dan 214 bp. Gambar diatas menunjukkan ketiga pita baik homozigot dan
heterozigot.
Tabel 4.2. Distribusi Berdasarkan Karakteristik Polimorfisme Responden Penderita TB
Paru
Intervensi
Karakteristik
Vitamin D
Plasebo
Total
n
%
n
%
n
%
Polimorfisme
AA
1
4.8
3
14.3
4
9.5
Aa
8
38.1
7
33.3
15
35.7
Aa
12
57.1
11
52.4
23
54.8

Berdasarkan tabel 4.2. Karekteristik polimorfisme yang terbanyak adalah polimorfisme aa
sebanyak 23 orang (54.8%), diikuti polimorfisme Aa sebanyak 15 orang (35.7%), dan AA
sebanyak 4 orang (9.5%).

Universitas Sumatera Utara

81

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Terhadap Jumlah Zona Pada Kelompok Vitamin D dan
Plasebo
Vitamin D

Jumlah
Zona
0
1
2
3
4
5
6
Jumlah

Pre
n
2
6
8
2
3
21

Berdasarkan tabel 4.3,

Plasebo
Post

%
9.5
28.6
38
9.5
14.2
100

n
2
5
7
5
1
1
21

%
9.5
28.8
33.3
23.8
4.8
4.8
100

Pre
n
1
5
2
2
8
3
21

%
4.8
23.8
9.5
9.5
38.1
14.3
100

Post
n
1
1
7
2
2
6
2
21

%
4.8
4.8
33.3.
9.5
9.5
28.6
9.5
100

Perbedaan frekuensi pada kedua kelompok perlakuan adalah

sebelum diberikan vitamin D 1 zona sebanyak 1 orang (4.8%), 2 zona sebanyak 5 orang
(23.8%), 3 zona sebanyak 2 orang (9.5%), 4 zona sebanyak 2 orang (9.5%), 5 zona
sebanyak 8 orang (38.1%) , 6 zona sebanyak 2 orang (9.5%) sedangkan frekuensi setelah
diberikan vitamin D bersih 2 orang (9.5%) 1 zona sebanyak 1 orang (4.8%), 2 zona
sebanyak 6 orang (28.6%), 3 zona sebanyak 2 orang (9.5%), 4 zona sebanyak 2 orang
(9.5%), 5 zona sebanyak 6 orang (28.6%) , 6 zona sebanyak 2 orang (9.5%) sedangkan
perbedaan frekuensi pada kelompok yang diberikan plasebo adalah 2 zona sebanyak 2
orang (9.5%), 3 zona sebanyak 6 orang (28.6%), 4 zona sebanyak 8 orang (38.1%), 5 zona
sebanyak 2 orang (9.5%), 6 zona sebanyak 8 orang (38.1%) , 6 zona sebanyak 3 orang
(14.3%) sedangkan perbedaan frekuensi setelah diberikan plasebo 1 zona sebanyak 2
orang (9.5%), 2 zona sebanyak 5 orang (23.8%), 3 zona sebanyak 7 orang (33.3%), 4 zona
sebanyak 5 orang (23.8%), 5 zona sebanyak 1 orang (4.8%), 6 zona sebanyak 1 orang
(4.8%)

Universitas Sumatera Utara

82

4.1.3. Kadar vitamin D pada pasien TB paru etnik batak sebelum dan sesudah perlakuan
selama 8 minggu pada kelompok yang diberi vitamin D

Tabel

4.4. Analisis Kadar Vitamin D Pada Pasien TB Paru Kelompok yang
Diberikan Vitamin D
Vitamin D
Perbedaan
Kelompok
n
Mean + sd
P* Value
rerata
Sebelum perlakuan vit D
21 31.35 + 1.99
29.27+22
0.000
Sesudah perlakuan vit D
21 60.62 + 4.63
* Uji T Berpasangan
Berdasarkan tabel 4.4, terdapat perbedaan rerata kadar vitamin D sebelum dan
sesudah pemberian vitamin D p= 0.000 (p0.05 rerata perbedaan kadar vitamin D sebelum dan sesudah adalah
1.36 ng/ml dengan standar deviasi 5.53 ng/ml.

4.1.5.

Perbandingan

kadar vitamin D pada pasien TB paru beretnis Batak pada kedua

kelompok

Universitas Sumatera Utara

83

Tabel 4.6. Rata-rata Kadar Vitamin D Subjek Penelitian Sebelum dan Sesudah Perlakuan
pada Kedua Kelompok
N
Mean± SD
Mean±SD
Perbedaan
P*value
Kelompok
Sebelum
Sesudah
rerata
Vitamin D
21
31,35±1.99 60,62±4.63
29,27±22
0,00
Plasebo
21
29,81±7,54 31,18±8,23
1,36±5,53
0,27
* Uji t berpasangan

Berdasarkan tabel tabel 4.6, bahwa kelompok yang diberi vitamin D terdapat kenaikan
sebanyak 33,3%. Perbedaan rata-rata kadar vitamin D sebelum dan sesudah pengobatan
pada kelompok vitamin D adalah 29,27 ng/ml (SD= 22), sedangkan pada kelompok
plasebo adalah 1,39 ng/ml (SD=5,53). Pada uji t-berpasangan didapat hasil p=0,00 pada
kelompok vitamin D yang berarti ada kenaikan bermakna dari rata-rata kadar vitamin D
sebelum dan sesudah pengobatan. Pada uji yang sama untuk kelompok plasebo didapati
p=0,27 yang berarti tidak ada kenaikan yang bermakna dari kadar rata-rata vitamin D
sebelum dan sesudah pengobatan.

4.1.6.

Perbedaan foto toraks pada kedua kelompok yang diberikan vitamin D dan plasebo
berdasarkan frekuensi pasien
1) Berdasarkan jumlah zona yang mengalami perbaikan
Tabel: 4.7. Perbedaan Jumlah Perbaikan Zona Foto Thoraks pada kedua Kelompok
Jumlah
Vitamin D
Plasebo
P*value
Perbaikan
n
%
n
%
Zona
0
7
33,33
13
61,9
0,12
1
10
47,6
3
14,3
2
4
19
4
19
3
0
0
1
4,8
* uji Chi-square

Universitas Sumatera Utara

84

Berdasarkan tabel 4.7, penilaian perbaikan pada zona paru dalam penelitian ini
adalah jika setelah perlakukan selama dua bulan ada yang bersih. Pengurangan
kepadatan zona yang rusak tidak dikategorikan sebagai perbaikan. Penelitian ini
terdiri dari 4 kategori yaitu (0) tidak ada perbaikan, (1) jika ada perbaikan pada 1
zona, (2) jika ada perbaikan pada 2 zona dan (3) jika ada perbaikan pada 3 zona.
Berdasarkan zona lapangan paru yang mengalami perbaikan pada foto thoraks
kelompok vitamin D adalah 7 orang (33.3%) tidak mengalami perbaikan, 10 orang
(47,6%) mengalami perbaikan 1 zona, 4 orang (19%) mengalami perbaikan 2 zona
sedangkan pada kelompok plasebo tidak mengalami perbaikan 14 orang (66.7%), 3
orang (14.3%) mengalami perbaikan 1 zona, 3 orang (14.3%) mengalami perbaikan
pada 2 zona. 1 orang (4.8%)

mengalami perbaikan sejumlah 3 zona yang

dinyatakan bersih. Pemberian vitamin D menunjukkan jumlah total perbaikan yang
lebih banyak dari pada plasebo (66,7%) dibandingkan dengan (33.3%). Namun
pada uji chi-square menunjukkan p=0.06 berarti tidak ada hubungan yang bermakna
antara pemberian vitamin D dengan perbaikan foto thoraks pada pasien TB paru
beretnis batak.
2) Berdasarkan Luas Lesi Foto Thoraks Sebelum Perlakuan
Tabel. 4.8. Distribusi frekuensi Berdasarkan Luas Lesi Foto Thoraks Sebelum
Perlakuan pada Kedua Kelompok
Vitamin D
Plasebo
Total
Luas Lesi
n
%
n
%
n
%
Minimal
Moderate
Far advance

0
11
10

0
52.4
52.6

1
11
9

4.8
52.4
47.4

1
22
19

2,4
52,4
45,2

Universitas Sumatera Utara

85

Berdasarkan tabel 4.8, Foto thoraks dapat dikategorikan menjadi 4 berdasarkan luas
lesi yaitu minimal, moderate dan far advance. Pada kelompok vitamin D tidak
dijumpai subjek dengan luas lesi minimal, sedangkan kelompok plasebo ada 1
orang (4,8%). Luas lesi moderate sebanyak 11 orang (52,4%) kelompok vitamin D
dan plasebo. Luas lesi far advance sebanyak 10 orang (52,6%) pada kelompok
vitamin D dan 9 orang (47,4%) pada kelompok plasebo.

3) Berdasarkan Luas Lesi Sesudah Perlakuan
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perubahan Luas Lesi Foto Toraks
Sesudah Perlakuan pada Kedua Kelompok
Vitamin D
Plasebo
Total
Perubahan Luas Lesi
n
%
n
%
n
%
Moderate
Minimal
Far Advance
Moderate
Far advance
Minimal
Far advance
Negatif
Tidak ada Perubahan

7
5
1
0
8

33,3
23.8
4,8
0
38,1

1
4
0
1
15

4.8
19
0
4,8
71,4

8
9
1
1
23

19
21,4
2,4
2,4
54,8

Berdasarkan tabel 4.9, bahwa perubahan luas lesi sesudah perlakuan ada 5 kategori
perubahan yaitu perubahan dari moderate menjadi minimal, far advance menjadi
moderate, far advance menjadi minimal, far advance menjadi negatif. Pada kelompok
perlakuan vitamin D ada 7 orang (33,3%) yang mengalami perubahan luas lesi moderate
menjadi minimal sedangkan pada kelompok plasebo ada 1 orang (4,8%). 5 orang
(23,8%) yang mengalami perubahan dari lesi far advance menjadi luas moderate, pada
kelompok Vitamin D dan sebanyak 4 orang (19%) pada kelompok plasebo. 1 orang
(4,8%) yang mengalami perubahan foto dari far advance menjadi lesi minimal dan 1
orang (4,8%) pada kelompok plasebo yang mengalami perubahan foto dari far advance

Universitas Sumatera Utara

86

menjadi negative. Pada kelompok vitamin D 8 orang (19%) tidak mengalami perubahan
dan kelompok plasebo 15 orang tidak mengalami perubahan.
4.1.7. Perbaikan foto toraks pada kedua kelompok berdasarkan polimorfisme Apa1 gen reseptor
Vitamin D.
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Perbaikan
Berdasarkan Polimorfisme
Vitamin D
Perubahan Luas Lesi
AA
Aa
n (%) n(%)
Tidak ada perubahan
0
4(19)
Moderate
Minimal
0
2(9.5)
Far Advance
Moderate 1(4.7) 2(9.5)
Far advance
Negatif
0
0

Foto Toraks Pada kedua Kelompok

Aa
n(%)
4(19)
5(29)
3(14)
0

AA
n(%)
2(9.5)
0
1(4.7)
0

Plasebo
Aa
aa
n(%)
n(%)
6(29) 8(38)
0
0
1(4.7) 2(9.5)
0
1(4.7)

Berdasarkan tabel 4.10, perubahan luas lesi pada foto toraks sesudah pengobatan pada
kelompok yang diberikan vitamin D yang

tidak mengalami perubahan pada

polimorfisme Aa sebanyak 4 orang (19%), aa sebanyak 4 orang (19%), mengalami
perubahan moderate ke minimal aa sebanya Aa sebanyak 2 orang (9.5%), aa sebanyak 5
orang (29%), far advance ke moderate AA sebanyak 1 orang (4.7%), Aa sebanyak 2
orang (9.5%) dan aa sebanyak 3 orang (14%) sedangkan pada kelompok plasebo yang
tidak mengalami perubahan AA sebanyak 2 orang (9.5%), Aa sebanyak 6 orang (29%)
aa sebanyak 8 orang (38%), far advance ke moderate AA sebanyak 1 orang (4.7%), Aa
sebanyak 1 orang (4.7%) dan aa sebanyak 2 orang (9.5%) dan far advance ke negatif
dinyatakan bersih aa sebanyak 1 orang (4.7%).
Tabel 4.11. Distribusi dan Analisis Hubungan Proposi Genotif Polimorfisme Gen RVD
Apa1 dengan Perbaikan Foto Thoraks
Polimorfisme
Tidak perbaikan
Perbaikan

Vitamin D
AA+Aa
Aa
n
%
n
%
3 33.3 4 33.3
6 66.7 8 66.7

P*
Value
1.000

Plasebo
AA+Aa
aa
n
%
n
%
5
50
8
72.7
5
50
3
27.3

P*
Value
0.387

Universitas Sumatera Utara

87

Jumlah

9

100

12

100

10

100

11

100

* Uji Fisher’s Exact Test
Berdasarkan tabel 4.11, bahwa perbedaan jumlah jerbaikan foto toraks pada kelompok
vitamin D berdasarkan polimorfisme AA+Aa sebanyak 6 orang (66.7%), aa sebanyak 8
orang (66,7%)
berdasarkan
(72.7%)

sedangkan pada kelompok plasebo yang mengalami perbaikan

polimorfisme AA+Aa sebanyak 5 orang (50%) aa sebanyak 8 orang

sedangkan yang tidak mengalami perbaikan pada kelompok vitamin D

polimorfisme AA+Aa sebanyak 3 orang (33.3%), aa sebanyak 4 orang (33.3%)
sedangkan pada kelompok plasebo yang tidak mengalami perbaikan berdasarkan
polimorfisme AA+Aa sebanyak 5 orang (50%) aa sebanyak 3 orang (27.3%). Pada uji
Fisher’s Exact Test

kelompok yang diberikan vitamin D p=1.00 sedangkan pada

kelompok yang diberikan plasebo p=0.387 diketahui bahwa tidak terdapat hubungan
antara polimorfisme gen RVD Apa1 dengan perbaikan foto toraks pada pasien TB paru
etnik Batak.
BAB 5

PEMBAHASAN

Pengaruh pemberian vitamin D terhadap perbaikan foto toraks pada pasien TB paru etnik
Batak di Kota Medan dan sekitarnya. Subjek penelitian berjumlah 42 orang pasien TB paru
dengan BTA positif yang dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan yaitu kelompok Vitamin D dan
kelompok plasebo. Gambaran radiologi paru terjadi akibat infeksi laten yang terbawa dari aliran
darah apeks ke segmen posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah. Perbaikan foto
toraks diamati setelah 2 bulan diberikan vitamin D dan plasebo dengan mengukur beberapa zona

Universitas Sumatera Utara

88

yang terlibat. (Kemenkes 2014). Sampel penelitian adalah sebanyak 42 penderita TB paru
dengan karakteristik yang berbeda-beda dari segi umur, Jenis kelamin, pekerjaan.

5.1.

Frekuensi TB paru Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, status vitamin D dan merokok
Berdasarkan usia subyek penelitian bahwa frekuensi umur terbanyak 35-52 tahun
22 orang (52.4%) Data Kemenkes, 2014 mencatat usia pasien TB paru di Indonesia
paling banyak 25 – 34 tahun sebesar 21,40%, usia 35 – 44 tahun sebesar 19,41% dan usia
45 – 54 tahun 19,39%. Proporsi berdasarkan umur pada penelitian ini terdapat perbedaan
frekuensi umur yang ditetapkan peneliti dengan data Kemenkes dan laporan WHO karena
peneliti mengambil rentang umur berdasarkan jumlah rata rata semua sampel.
Berdasarkan frekuensi jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki dengan jumlah
27 orang (62.5%), Hal ini sejalan dengan data pada Riskesda tahun 2013 yang mencatat
prevalensi TB paru laki-laki sebesar 0,4% lebih tinggi dari TB perempuan 0,3%.
Penelitian sebelumnya Selvaraj, 2008, Haddad, 2014 dan Davila, et al., 2008 menyatakan
TB pada jenis kelamin laki-laki lebih rentan dibandingkan pada pasien jenis kelamin
perempuan dan adanya hubungan yang kuat antara kerentanan terhadap TB pada jenis
kelamin laki-laki dibandingkan perempuan pada varian missense. Status vitamin D
terbanyak > 30 ng/ml (Optimal) 23 orang (54.7%), rerata mean kadar vitamin D pada
kelompok yang diberikan vitamin D 30.93 ng/ml, pada kelompok plasebo 29.81 ng/ml.

5.2.

Polimorfisme gen RVD ApaI pada pasien TB paru etnis Batak
Polimorfisme gen RVD ApaI pada pasien TB paru beretnis Batak belum pernah
dilakukan sebelumnya. Hasil elektroforesis tampak pita genotif homozigot AA dan aa

Universitas Sumatera Utara

89

serta heterozigot Aa pada gel doc. Ketiga genotif polimorfisme ApaI dijumpai pada
penelitian ini dengan frekuensi AA 4 orang (9.5%), aa 23 orang (54.8%) dan Aa 15
orang (35.7%).
Polimorfisme ApaI dan BsmI gen RVD terjadi pada intron antara ekson 8 dan 9.
Polimorfisme yang dihasilkan tidak mengubah asam amino struktur protein RVD tetapi
mempengaruhi Ilinkage disequilibrium dimana ekspresi gen RVD ini mengatur
polimorfisme fungsional yang lain. LD yang kuat menjelaskan hubungan polimorfisme
ApaI, BsmI dan TaqI dalam pengaturan ekspresi khususnya stabilitas VDR – mRNA
(Lee et al, 2016).
Tabel 5.1. Hasil penelitian tentang polimorfisme di Indonesia dan Luar Negeri
Frekuensi
Penelitian
Negara
Pasien TB
AA
Aa
aa
Indonesia (Sumut)
4
15
23
Seri (2016)
Iran/Tabriz
29
42
13
Rashedi (2015)
Syrian
33
37
8
Haddad (2014)
Romania
19
49
0
Simon (2013)
Indonesia/Makassar
63
50
10
Laida, Ida (2012)
India/Tamil
24
19
8
Selvaraz (2008)
Indian
53
66
30
Hemant K (2005)

Etnis yang sama di Afrika pada negara yang berbeda didapatkan hasil yang
berbeda (Gambia = signifikan; Afrika Selatan dan Tanzania = tidak signifikan).
Heterogenitas genetik pada pasien TB paru berbeda pada populasi yang berbeda. Ada
tidaknya hubungan polimorfisme dengan kerentanan terhadap TB paru juga dipengaruhi
perbedaan klinis pasien TB pada setiap etnis dan populasi. Pada penelitian ini didapatkan
genotip yang terbanyak adalah aa berbeda dengan luar negeri bahwa genotip yang
terbanyak adalah Aa. Populasi Romania Simon et al, genotif aa berhubungan dengan

Universitas Sumatera Utara

90

resistensi terhadap perkembangan TB, sedangkan genotif Aa lebih rentan terhadap TB.
Dari hasil penelitian luar negeri dan Indonesia terdapat perbedaan distribusi frekuensi
genotip Apa1 pada tiap Negara/etnik yang berbeda. Pada masyarakat makasar ditemukan
yang rentan terkena TB paru adalah genotif AA sebesar 63.4% dibandingkan pada
penelitian ini yang rentan terkena TB paru adalah genotip aa sebesar 23 orang (54.8%),
perbedaan genotip yang rentan terhadap TB didukung oleh kadar vitamin D. Adanya
perbedaan genotif pada setiap negara Asia maupun Eropa diikuti dengan adanya
perbedaan kadar vitamin D hal ini kemungkinan yang menjadi hubungan polimorfisme
pada etnik batak, bahwa polimorfisme gen RVD ApaI memiliki jumlah yang berbeda
pada setiap penelitian sebelumnya.

5.3.

Kadar Vitamin D Pasien TB Paru Etnis Batak
Kadar vitamin D sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok yang diberi
vitamin D mengalami peningkatan. Rerata kadar vitamin D sebelum dan sesudah
perlakuan pada kelompok yang diberikan vitamin D adalah 31,35± 1,99 ng/ml dan
60,62±4.63 ng/ml, rerata perbedaan sesudah diberikan vitamin D adalah 29.27 ng/ml.
Kadar vitamin D sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok yang diberikan
plasebo juga mengalami peningkatan. Rerata kadar vitamin D sebelum dan sesudah
perlakuan pada kelompok vitamin D adalah 29,81±7,54 ng/ml dan 31,18±8,23 ng/ml,
rerata perbedaan kadar vitamin D 1.36 ng/ml.
Analisa data dengan uji statistik kadar vitamin D sebelum dan sesudah perlakuan
terdapat perbedaan bermakna sebelum dan sesudah 2 bulan pemberian vitamin D dengan

Universitas Sumatera Utara

91

jumlah pasien 21 orang nilai p=0.000 (p