Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Belanja Daerah Di Provinsi Jawa Tengah 2012 -2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam masa perkembangan suatu daerah diperlukan anggaran-anggaran
untuk memajukan suatu daerah. Terdapat belanja daerah untuk membelanjai atau
mendanai semua perlengkapan dan kegiatan yang akan dilakukan oleh daerah
tersebut guna memajukan serta mengembangkan daerah tersebut.
Menurut IASC Framework (Halim, 2002 : 73), “Belanja daerah adalah
Biaya atau belanja daerah merupakan penurunan dalam manfaat ekonomi selama
periode akuntansi dalam bentuk arus keluar, atau deplasi aset, atau terjadinya
hutang yang mengakibatkan berkurangnya ekuitas dana, selain yang berkaitan
dengan distribusi kepada para peserta ekuitas dana”.
Secara umum Belanja dalam APBD dikelompokkan menjadi lima kelompok
yaitu:
a. Belanja Administrasi Umum
Belanja Administrasi Umum adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang
tidak berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Belanja administrasi
umum terdiri atas empat jenis, yaitu:
1. Belanja Pegawai, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
orang/personel yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas
atau dengan kata lain merupakan biaya tetap pegawai.
Universitas Sumatera Utara
2. Belanja Barang, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
penyediaan barang dan jasa yang tidak berhubungan langsung dengan
pelayanan publik.
3. Belanja Perjalanan Dinas, merupakan pengeluaran pemerintah untuk biaya
perjalanan pegawai dan dewan yang tidak berhubungan secara langsung
dengan pelayanan publik.
4. Belanja Pemeliharaan, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
pemeliharaan barang daerah yang tidak berhubungan secara langsung
dengan pelayanan publik.
b. Belanja Operasi, Pemeliharaan sarana dan Prasarana Publik
Belanja ini merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah yang berhubungan
dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja ini meliputi:
1. Belanja Pegawai, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
orang/personel yang berhubungan langsung dengan suatu aktivitas atau
dengan kata lain merupakan belanja pegawai yang bersifat variabel.
2. Belanja Barang, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
penyediaan barang dan jasa yang berhubungan langsung dengan pelayanan
publik.
3. Belanja Perjalanan, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
biaya perjalanan pegawai yang berhubungan langsung dengan pelayanan
publik.
Universitas Sumatera Utara
4. Belanja Pemeliharaan, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
pemeliharaan barang daerah yang mempunyai hubungan langsung dengan
pelayanan publik.
c. Belanja Modal
Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang menfaatnya
melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan
selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan
pemeliharaan. Belanja modal dibagi menjadi:
1. Belanja Publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara
langsung oleh
masyarakat
umum.
Contoh belanja publik
yaitu
pembangunan jembatan dan jalan raya, pembelian alat transportasi massa,
dan pembelian mobil ambulans.
2. Belanja aparatur yaitu belanja yang menfaatnya tidak secara langsung
dinikmati oleh masyarakat akan tetapi dirasakan secara langsung oleh
aparatur.
Contoh
belanja
aparatur:
pembelian
kendaraan
dinas,
pembangunan gedung pemerintahan, dan pembangunan rumah dinas.
d. Belanja Transfer
Belanja Transfer merupakan pengalihan uang dari pemerintah daerah kepada
pihak ketiga tanpa adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian imbalan
meupun keuntungan dari pengalihan uang tersebut. Kelompok belanja ini terdiri
atas pembayaran:
Universitas Sumatera Utara
1. Angsuran Pinjaman
2. Dana Bantuan
3. Dana Cadangan
e. Belanja Tak Tersangka
Belanja tak tersangka adalah pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah
untuk membiayai kegiatan-kegiatan tak terduga dan kejadian-kejadian luar biasa.
Perkembangan yang terjadi di Indonesia semakin pesat, seiring dengan
adanya era baru dalam melaksanakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Salah satu ketetapan MPR yaitu Tap MPR No. XV/MPR/1998 tetang
penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan
sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintahan daerah dari 35
pemerintahan daerah kabupaten / kota telah menyelenggarakan otonomi daerah
dengan lebih menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah. Pelaksanaan
otonomi daerah secara tegas dilakukan setelah ditetapkannya Undang-Undang
Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan
daerah.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang–undangan. Sedangkan
daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum
Universitas Sumatera Utara
yang mempunyai batas–batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam NKRI. Otonomi daerah secara
efektif baru diberlakukan serentak mulai 1 Januari 2001.
Di satu pihak otonomi daerah yang ditandai dengan dikeluarkannya UU
No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah, yang sekarang telah
diperbarui dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan UU No.
33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah,
memberikan harapan baru terhadap tumbuhnya kesadaran untuk membangun
daerah secara lebih optimal, tidak lagi terkosentrasi di pusat. Namun dipihak lain,
otonomi daerah menghadirkan kekhawatiran munculnya “ desentralisasi masalah”
dan “desentralisasi kemiskinan”. Artinya pelimpahan masalah dan kemiskinan
yang selama ini tidak mampu ditangani dan diselesaikan oleh pemerintah pusat.
Kewajiban pemerintah pusat dalam negara kesatuan untuk menjamin sumber
keuangan untuk membiayai otonomi tersebut.
Untuk menjaminnya sumber keuangan bagi daerah otonom, pemerintah
harus menjamin perimbangan keuangan pusat dengan daerah. Perimbangan ini
dapat ditempuh melalui salah satu dari dua metode berikut : pertama,
perimbangan keuangan yang ditempuh dengan cara penetapan persentase tertentu
bagi daerah otonom dari jenis penerimaan pusat. Dan metode kedua, perimbangan
keuangan yang ditempuh dengan cara pembagian kewenangan mencari sumber
pendapatan antar pusat dan daerah otonom (Ulum 2004:51).
Universitas Sumatera Utara
Daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk
menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan
keuangannya sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerahnya. Faktor keuangan merupakan faktor utama yang
merupakan sumber daya finansial bagi pembiayaan penyelenggaraan roda
pemerintah daerah. Keuangan daerah adalah keseluruhan tatanan, perangkat,
kelembagaan, dan kebijakan penganggaran yang meliputi pendapatan dan belanja
daerah (Tangkilisan 2005:71). Sumber-sumber penerimaan daerah terdiri atas sisa
lebih perhitungan anggaran tahun lalu, Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil
pajak dan bukan pajak, sumbangan dan bantuan, serta penerimaan pembangunan.
Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin
dikurangi, sehingga pendapatan asli daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber
keuangan terbesar yang didukung kebijakan perimbangan keuangan pusat dan
daerah sebagai persyaratan mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Dengan
dikuranginya
bantuan
dari
pemerintah
pusat,
pemerintah
daerah
lebih
memaksimalkan sumber dana dari penghasilan daerahnya masing-masing.
Berkembang dengan pesatnya pembangunan daerah yang menyangkut
perkembangan secara fiskal yang membutuhkan alokasi dana dari pemerintah
daerah mengakibatkan pembiayaan pada pos belanja yang terdiri dari pengeluaran
rutin dan pengeluaran pembangunan membutuhkan tersedianya dana yang besar
pula untuk membiayai kegiatan tersebut. Belanja (pengeluaran) pemerintah daerah
yang oleh pemerintah daerah dilaporkan dalam APBD merupakan kegiatan rutin
Universitas Sumatera Utara
pengeluaran kas daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan operasi dalam
pemerintahan.
Selama ini manajemen keuangan daerah masih memprihatinkan. Anggaran
daerah, khususnya belanja daerah belum mampu berperan sebagai insentif dalam
mendorong laju pembangunan didaerah. Disisi lain banyak ditemukan
pengalokasian anggaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan penggunaannya
tidak dilakukan secara hati-hati, sehingga kurang mencerminkan aspek ekonomi,
efesiensi dan efektifitas. Hal ini disebabkan kualitas perencanaan anggaran daerah
relatif lemah. Perencanaan anggaran yang lemah juga diikuti dengan
ketidakmampuan pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah
secara kesinambungan. Sudah merupakan suatu keharusan diera otonomi ini
pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel, sehingga akan
meningkatkan kinerja bagi pemerintah daerah.
Fenomena umum yang dihadapi oleh sebagian besar pemerintahan daerah
di Indonesia di bidang keuangan daerah adalah relatif kecilnya peranan
(kontribusi) PAD di dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Dengan kata lain peranan/kotribusi penerimaan yang berasal dari
pemerintah pusat dalam bentuk sumbangan dan bantuan, bagi hasil pajak dan
bukan pajak, mendominasi susunan APBD.
Berlakunya undang-undang No.33 th 2004 tentang perimbangan keuangan
pusat dan daerah, membawa perubahan mendasar pada sistem dan mekanisme
pengelolaan pemerintah daerah. UU ini menegaskan bahwa untuk pelaksanaan
kewenangan pemerintah daerah, pemerintahan pusat akan mentransferkan dana
Universitas Sumatera Utara
perimbangan kepada pemerintah daerah. Dana perimbangan tersebut terdiri dari
Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian daerah
dari bagi hasil pajak pusat. Disamping dana perimbangan tersebut, pemerintah
daerah juga memiliki sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah
(PAD), pinjaman daerah, maupun lain-lain penerimaan daerah yang sah.
Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada pemerintah
daerah.
Tujuan dari transfer dana perimbangan kepada pemerintah daerahadalah
untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dan menjamin
tercapainya standar pelayanan publik. Adanya transfer dana ini bagi
pemerintahdaerah
merupakan
sumber
pendanaan
dalam
melaksanakan
kewenangannya,sedangkan kekurangan pendanaan diharapkan dapat digali
melalui sumberpendanaan sendiri yaitu PAD. Namun kenyataannya, transfer dari
pemerintahpusat merupakan sumber dana utama pemerintah daerah untuk
membiayai operasiutamanya sehari-hari atau belanja daerah, yang oleh
pemerintah daerah dilaporkandiperhitungkan dalam APBD.
Adanya dana transfer tersebut berimplikasi pada APBD, yaitu padapos
penerimaan,
sebagai
konsekuensinya
adalah
bertambah
besarnya
jumlahpenerimaan daerah. Perubahan jumlah penerimaan daerah yang cukup
besartersebut harus diikuti dengan pengelolaan keuangan daerah yang efisien
danefektif dan disertai dengan peningkatan Sumber Daya Manusia. UU No. 32
th2004 tentang pemerintah daerah dan UU No. 33 th 2004 tentang
perimbangankeuangan antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah, juga dapat
Universitas Sumatera Utara
memberikanspirit bagi pemerintah daerah untuk memberdayakan sumber ekonomi
yang adasecara mandiri, ekonomis, efisien, dan efektif.
Dalam
penggunaan
semua
dana
perimbangan
tersebut
diserahkansepenuhnya kepada pemerintah daerah. Namun pemerintah daerah
harusmenggunakan transfer dari pemerintah pusat dalam bentuk Dana
Perimbangantersebut secara efektif dan efisien dalam rangka peningkatkan
standar pelayananpublik minimum serta disajikan secara transparan dan
akuntabel. Akan tetapi padapraktiknya, transfer dari pemerintah pusat seringkali
dijadikan sumber dana utamaoleh pemerintah daerah untuk membiayai operasi
utama sehari -hari, yang olehpemerintah daerah dilaporkan diperhitungan
Anggaran Pendaptan dan Belanja Daerah( APBD). Tujuan dari transfer ini adalah
untuk mengurangi kesenjangan fiskal antarpemerintah dan menjamin tercapainya
standar pelayanan publik minimum diseluruhnegeri (Simanjuntak dalam Sidik et
al dalam Maimunah M, 2006).
Semakin tinggi derajat kemandirian suatu daerah menunjukkanbahwa
daerah tersebut semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpabantuan
dari pemerintah pusat. Apabila dipadukan dengan derajat desentralisasifiskal yang
digunakan untuk melihat kontribusi pendapatan asli daerah terhadappendapatan
daerah secara keseluruhan, maka akan terlihat kinerja keuangandaerah secara
utuh. Secara umum, semakin tinggi kontribusi pendapatan aslidaerah dan semakin
tinggi kemampuan daerah untuk membiayai kemampuannyasendiri akan
menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif. Dalam hal ini,kinerja
keuangan positif dapat diartikan sebagai kemandirian keuangan daerahdalam
Universitas Sumatera Utara
membiayai kebutuhan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi daerahpada
daerah tersebut. Dalam hal ini Pendapatan Asli Daerah, khususnya berasaldari
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang saat ini merupakan salah satusumber
penerimaan yang menjadi tumpuan daerah karena 90% diantaranya adalahmenjadi
hak daerah.
Tabel 1.1
Laporan Pendapatan Asli Daerah setiap Kabupaten / Kota di Jateng
Kabupaten/Kota
2011
2012
2013
Regency/City
01.
Kab. Cilacap
173.141.334
196.673.442
278.507.546
02.
Kab. Banyumas
193.263.340
242.106.509
308.349.434
03.
Kab. Purbalingga
94.937.162
112.727.590
122.858.739
04.
Kab. Banjarnegara
71.107.053
94.271.468
98.975.320
05.
Kab. Kebumen
73.339.838
102.344.166
131.481.737
06.
Kab. Purworejo
88.941.782
98.262.003
125.756.041
07.
Kab. Wonosobo
67.397.977
82.335.296
108.729.509
08.
Kab. Magelang
90.462.631
123.722.781
173.253.652
09.
Kab. Boyolali
96.489.134
127.725.207
160.752.450
10.
Kab. Klaten
72.293.790
84.756.022
115.454.162
11.
Kab. Sukoharjo
96.166.807
164.954.319
192.971.720
12.
Kab. Wonogiri
77.141.691
100.037.192
111.592.606
13.
Kab. Karanganyar
104.080.774
116.706.893
161.724.334
14.
Kab. Sragen
94.518.999
127.695.844
146.721.550
15.
Kab. Grobogan
87.912.458
105.463.321
143.598.616
16.
Kab. Blora
67.021.770
81.987.007
95.186.717
17.
Kab. Rembang
73.931.946
102.727.487
126.808.084
Universitas Sumatera Utara
18.
Kab. Pati
134.475.562
163.733.666
169.127.416
19.
Kab. Kudus
102.621.949
113.622.250
144.995.092
20.
Kab. Jepara
103.642.014
129.076.570
133.778.055
21.
Kab. Demak
74.559.136
105.363.370
138.214.446
22.
Kab. Semarang
129.771.004
156.192.739
215.684.519
23.
Kab. Temanggung
63.328.489
76.637.673
102.080.197
24.
Kab. Kendal
93.289.527
120.162.136
132.870.703
25.
Kab. Batang
60.155.029
84.720.050
139.634.472
26.
Kab. Pekalongan
82.105.270
114.793.366
148.550.938
27.
Kab. Pemalang
79.677.543
97.951.208
136.362.282
28.
Kab. Tegal
90.133.274
118.741.620
156.244.860
29.
Kab. Brebes
78.275.852
101.806.858
135.055.402
30.
Kota Magelang
63.557.702
90.986.302
107.739.839
31.
Kota Surakarta
181.096.816
231.672.100
298.400.847
32.
Kota Salatiga
60.611.340
63.171.463
106.100.450
33.
Kota Semarang
522.925.031
786.563.412
925.919.311
34.
Kota Pekalongan
63.344.978
91.205.786
114.252.439
35.
Kota Tegal
117.244.291
156.663.028
176.377.335
3.722.963.294
4.867.560.145
.
Jumlah/Total
6.084.110.818
Sumber : Pemerintah Kabupaten/Kota
Dalam lima tahun terakhir upaya peningkatan PAD di masing-masing
pemerintah daerah terlihat pada tabel 4. Secara umum terlihat ada peningkatan
persentase PAD terhadap pendapatan daerahnya, meskipun tidak begitu besar.
Kota Yogyakarta dalam lima tahun terakhir cukup berhasil meningkatkan
persentase PADnya, dari 22,00 persen pada tahun 2010 menjadi 33,41 persen
pada tahun 2014. Namun yang terjadi dengan Kabupaten Sleman meningkat dari
Universitas Sumatera Utara
14,88 persen pada tahun 2010 menjadi 20,51 persen pada tahun 2014. Sementara
itu tiga kabupaten lainnyapeningkatan persentase PAD nya tidak sebesar Kota
Yogyakarta dan KabupatenSleman. Sebaliknya untuk Pemerintah Daerah
D.I.Yogyakarta pada dua tahun terakhirmengalami penurunan persentase PAD
setelah mengalami peningkatan yang signifikanpada tahun tahun sebelumnya.
Meskipun demikian persentase PADnya masih lebihtinggi dibandingkan
pemerintah kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu39,80 persen dari
pendapatan daerahnya.
Melihat tren dan fenomena tersebut, pemerintah daerah D.I. Yogyakarta
sewajarnya
mulai
memikirkan
dan
bertindak
guna
menggali
potensi
penerimaandaerah yang lain Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No 34 tahun
2000 yangmerupakan perubahan atas Undang-Undang No 18 Tahun 1987 tentang
PajakDaerah dan Retribusi Daerah, yang memberikan peluang dalam menggali
potensisumber-sumber keuangannya termasuk obyek pajak baru dengan
catatansepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan
aspirasimasyarakat.
Tindakan
ini
merupakan
sebuah
konsekwensi
atas
ditetapkannyaUndang-undang mengenai otonomi daerah yang menyebabkan
pemerintah daerahharus dapat mengurangi ketergantungan anggaran dari
pemerintah pusat dalambentuk DAU (Dana Alokasi Umum).
Peneliti sebelumnya seperti Mutiara Maemunah (2006) yang menelitidi
Sumatera Utara, Kesit Bambang Prakosa yang meneliti di DIY dan JawaTengah,
serta Widiyanto (2005) yang juga meneliti di DIY dan Jawa Tengahmemperoleh
hasil yaitu PAD kurang signifikan berpengaruh terhadap BelanjaDaerah.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, sumbersumberpenerimaan
daerah
selain
dari
PAD
juga
berasal
dari
Dana
Perimbangan,Pinjaman Daerah, serta Lain-lain Penerimaan yang Sah. Dana
Perimbangan terdiri dariDana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana
Alokasi Khusus (DAK).Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan bukan pajak.
Dana Bagi Hasil Pajak terdiridari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan(BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 25 dan pasal 29 Wajib Pajak OrangPribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
Sedangkan dana bagi hasil bukan pajakbersumber dari sumber daya alam
(kehutanan, pertambangan umum, perikanan,pertambangan minyak bumi, gas
bumi, dan panas bumi).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian akan melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil Terhadap Belanja Daerah Kabupaten
/ Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012-2014”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah penelitian
ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian berikut ini.
1. Apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus, dan Dana Bagi Hasil berpengaruh secara simultan dan
parsialterhadap Belanja Daerah Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2012-2014
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bukti empiris
tentang hal-hal berikut ini.
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah,
dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil terhadap
kabupaten / kota di Jawa Tengah secara simultan dan parsial
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Akademis
1) Bagi peneliti
Penelitian
pemahaman
ini
diharapkan
kepada
dapat
peneliti
memberikan
mengenai
wawasan
bagaimana
dan
pengaruh
pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan
dana bagi hasil terhadap kabupaten / kota di Jawa Tengah. Dan
sebagai suatu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana.
2) Bagi para akademisi
Penelitian ini dapat diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap akuntansi sektor publik dan dapat memberi masukan dalam
perkembangan akuntansi sektor publik.
3) Bagi Pemerintah Daerah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah masukan
terhadap perkembangan otonom di masing-masing daerah guna
Universitas Sumatera Utara
memajukan sebuah daerah menjadi lebih mandiri dalam mengelola
anggaran belanja.
1.4.2 Manfaat Praktis
1) Penelitian ini dapat diharapkan memberikan bukti empiris tentang
pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus,
dan dana bagi hasil terhadap kabupaten / kota di Jawa Tengah.
2) Penelitian ini diharapkan mampu menjadi refrensi bagi pemerintah
daerah dalam menyusun kebijakan mengenai keuangan demi
memajukan dan mensejahterakan rakyat di daerah.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam masa perkembangan suatu daerah diperlukan anggaran-anggaran
untuk memajukan suatu daerah. Terdapat belanja daerah untuk membelanjai atau
mendanai semua perlengkapan dan kegiatan yang akan dilakukan oleh daerah
tersebut guna memajukan serta mengembangkan daerah tersebut.
Menurut IASC Framework (Halim, 2002 : 73), “Belanja daerah adalah
Biaya atau belanja daerah merupakan penurunan dalam manfaat ekonomi selama
periode akuntansi dalam bentuk arus keluar, atau deplasi aset, atau terjadinya
hutang yang mengakibatkan berkurangnya ekuitas dana, selain yang berkaitan
dengan distribusi kepada para peserta ekuitas dana”.
Secara umum Belanja dalam APBD dikelompokkan menjadi lima kelompok
yaitu:
a. Belanja Administrasi Umum
Belanja Administrasi Umum adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang
tidak berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Belanja administrasi
umum terdiri atas empat jenis, yaitu:
1. Belanja Pegawai, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
orang/personel yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas
atau dengan kata lain merupakan biaya tetap pegawai.
Universitas Sumatera Utara
2. Belanja Barang, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
penyediaan barang dan jasa yang tidak berhubungan langsung dengan
pelayanan publik.
3. Belanja Perjalanan Dinas, merupakan pengeluaran pemerintah untuk biaya
perjalanan pegawai dan dewan yang tidak berhubungan secara langsung
dengan pelayanan publik.
4. Belanja Pemeliharaan, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
pemeliharaan barang daerah yang tidak berhubungan secara langsung
dengan pelayanan publik.
b. Belanja Operasi, Pemeliharaan sarana dan Prasarana Publik
Belanja ini merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah yang berhubungan
dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja ini meliputi:
1. Belanja Pegawai, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
orang/personel yang berhubungan langsung dengan suatu aktivitas atau
dengan kata lain merupakan belanja pegawai yang bersifat variabel.
2. Belanja Barang, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
penyediaan barang dan jasa yang berhubungan langsung dengan pelayanan
publik.
3. Belanja Perjalanan, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
biaya perjalanan pegawai yang berhubungan langsung dengan pelayanan
publik.
Universitas Sumatera Utara
4. Belanja Pemeliharaan, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
pemeliharaan barang daerah yang mempunyai hubungan langsung dengan
pelayanan publik.
c. Belanja Modal
Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang menfaatnya
melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan
selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan
pemeliharaan. Belanja modal dibagi menjadi:
1. Belanja Publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara
langsung oleh
masyarakat
umum.
Contoh belanja publik
yaitu
pembangunan jembatan dan jalan raya, pembelian alat transportasi massa,
dan pembelian mobil ambulans.
2. Belanja aparatur yaitu belanja yang menfaatnya tidak secara langsung
dinikmati oleh masyarakat akan tetapi dirasakan secara langsung oleh
aparatur.
Contoh
belanja
aparatur:
pembelian
kendaraan
dinas,
pembangunan gedung pemerintahan, dan pembangunan rumah dinas.
d. Belanja Transfer
Belanja Transfer merupakan pengalihan uang dari pemerintah daerah kepada
pihak ketiga tanpa adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian imbalan
meupun keuntungan dari pengalihan uang tersebut. Kelompok belanja ini terdiri
atas pembayaran:
Universitas Sumatera Utara
1. Angsuran Pinjaman
2. Dana Bantuan
3. Dana Cadangan
e. Belanja Tak Tersangka
Belanja tak tersangka adalah pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah
untuk membiayai kegiatan-kegiatan tak terduga dan kejadian-kejadian luar biasa.
Perkembangan yang terjadi di Indonesia semakin pesat, seiring dengan
adanya era baru dalam melaksanakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Salah satu ketetapan MPR yaitu Tap MPR No. XV/MPR/1998 tetang
penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan
sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintahan daerah dari 35
pemerintahan daerah kabupaten / kota telah menyelenggarakan otonomi daerah
dengan lebih menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah. Pelaksanaan
otonomi daerah secara tegas dilakukan setelah ditetapkannya Undang-Undang
Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan
daerah.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang–undangan. Sedangkan
daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum
Universitas Sumatera Utara
yang mempunyai batas–batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam NKRI. Otonomi daerah secara
efektif baru diberlakukan serentak mulai 1 Januari 2001.
Di satu pihak otonomi daerah yang ditandai dengan dikeluarkannya UU
No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah, yang sekarang telah
diperbarui dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan UU No.
33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah,
memberikan harapan baru terhadap tumbuhnya kesadaran untuk membangun
daerah secara lebih optimal, tidak lagi terkosentrasi di pusat. Namun dipihak lain,
otonomi daerah menghadirkan kekhawatiran munculnya “ desentralisasi masalah”
dan “desentralisasi kemiskinan”. Artinya pelimpahan masalah dan kemiskinan
yang selama ini tidak mampu ditangani dan diselesaikan oleh pemerintah pusat.
Kewajiban pemerintah pusat dalam negara kesatuan untuk menjamin sumber
keuangan untuk membiayai otonomi tersebut.
Untuk menjaminnya sumber keuangan bagi daerah otonom, pemerintah
harus menjamin perimbangan keuangan pusat dengan daerah. Perimbangan ini
dapat ditempuh melalui salah satu dari dua metode berikut : pertama,
perimbangan keuangan yang ditempuh dengan cara penetapan persentase tertentu
bagi daerah otonom dari jenis penerimaan pusat. Dan metode kedua, perimbangan
keuangan yang ditempuh dengan cara pembagian kewenangan mencari sumber
pendapatan antar pusat dan daerah otonom (Ulum 2004:51).
Universitas Sumatera Utara
Daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk
menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan
keuangannya sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerahnya. Faktor keuangan merupakan faktor utama yang
merupakan sumber daya finansial bagi pembiayaan penyelenggaraan roda
pemerintah daerah. Keuangan daerah adalah keseluruhan tatanan, perangkat,
kelembagaan, dan kebijakan penganggaran yang meliputi pendapatan dan belanja
daerah (Tangkilisan 2005:71). Sumber-sumber penerimaan daerah terdiri atas sisa
lebih perhitungan anggaran tahun lalu, Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil
pajak dan bukan pajak, sumbangan dan bantuan, serta penerimaan pembangunan.
Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin
dikurangi, sehingga pendapatan asli daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber
keuangan terbesar yang didukung kebijakan perimbangan keuangan pusat dan
daerah sebagai persyaratan mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Dengan
dikuranginya
bantuan
dari
pemerintah
pusat,
pemerintah
daerah
lebih
memaksimalkan sumber dana dari penghasilan daerahnya masing-masing.
Berkembang dengan pesatnya pembangunan daerah yang menyangkut
perkembangan secara fiskal yang membutuhkan alokasi dana dari pemerintah
daerah mengakibatkan pembiayaan pada pos belanja yang terdiri dari pengeluaran
rutin dan pengeluaran pembangunan membutuhkan tersedianya dana yang besar
pula untuk membiayai kegiatan tersebut. Belanja (pengeluaran) pemerintah daerah
yang oleh pemerintah daerah dilaporkan dalam APBD merupakan kegiatan rutin
Universitas Sumatera Utara
pengeluaran kas daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan operasi dalam
pemerintahan.
Selama ini manajemen keuangan daerah masih memprihatinkan. Anggaran
daerah, khususnya belanja daerah belum mampu berperan sebagai insentif dalam
mendorong laju pembangunan didaerah. Disisi lain banyak ditemukan
pengalokasian anggaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan penggunaannya
tidak dilakukan secara hati-hati, sehingga kurang mencerminkan aspek ekonomi,
efesiensi dan efektifitas. Hal ini disebabkan kualitas perencanaan anggaran daerah
relatif lemah. Perencanaan anggaran yang lemah juga diikuti dengan
ketidakmampuan pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah
secara kesinambungan. Sudah merupakan suatu keharusan diera otonomi ini
pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel, sehingga akan
meningkatkan kinerja bagi pemerintah daerah.
Fenomena umum yang dihadapi oleh sebagian besar pemerintahan daerah
di Indonesia di bidang keuangan daerah adalah relatif kecilnya peranan
(kontribusi) PAD di dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Dengan kata lain peranan/kotribusi penerimaan yang berasal dari
pemerintah pusat dalam bentuk sumbangan dan bantuan, bagi hasil pajak dan
bukan pajak, mendominasi susunan APBD.
Berlakunya undang-undang No.33 th 2004 tentang perimbangan keuangan
pusat dan daerah, membawa perubahan mendasar pada sistem dan mekanisme
pengelolaan pemerintah daerah. UU ini menegaskan bahwa untuk pelaksanaan
kewenangan pemerintah daerah, pemerintahan pusat akan mentransferkan dana
Universitas Sumatera Utara
perimbangan kepada pemerintah daerah. Dana perimbangan tersebut terdiri dari
Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian daerah
dari bagi hasil pajak pusat. Disamping dana perimbangan tersebut, pemerintah
daerah juga memiliki sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah
(PAD), pinjaman daerah, maupun lain-lain penerimaan daerah yang sah.
Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada pemerintah
daerah.
Tujuan dari transfer dana perimbangan kepada pemerintah daerahadalah
untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dan menjamin
tercapainya standar pelayanan publik. Adanya transfer dana ini bagi
pemerintahdaerah
merupakan
sumber
pendanaan
dalam
melaksanakan
kewenangannya,sedangkan kekurangan pendanaan diharapkan dapat digali
melalui sumberpendanaan sendiri yaitu PAD. Namun kenyataannya, transfer dari
pemerintahpusat merupakan sumber dana utama pemerintah daerah untuk
membiayai operasiutamanya sehari-hari atau belanja daerah, yang oleh
pemerintah daerah dilaporkandiperhitungkan dalam APBD.
Adanya dana transfer tersebut berimplikasi pada APBD, yaitu padapos
penerimaan,
sebagai
konsekuensinya
adalah
bertambah
besarnya
jumlahpenerimaan daerah. Perubahan jumlah penerimaan daerah yang cukup
besartersebut harus diikuti dengan pengelolaan keuangan daerah yang efisien
danefektif dan disertai dengan peningkatan Sumber Daya Manusia. UU No. 32
th2004 tentang pemerintah daerah dan UU No. 33 th 2004 tentang
perimbangankeuangan antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah, juga dapat
Universitas Sumatera Utara
memberikanspirit bagi pemerintah daerah untuk memberdayakan sumber ekonomi
yang adasecara mandiri, ekonomis, efisien, dan efektif.
Dalam
penggunaan
semua
dana
perimbangan
tersebut
diserahkansepenuhnya kepada pemerintah daerah. Namun pemerintah daerah
harusmenggunakan transfer dari pemerintah pusat dalam bentuk Dana
Perimbangantersebut secara efektif dan efisien dalam rangka peningkatkan
standar pelayananpublik minimum serta disajikan secara transparan dan
akuntabel. Akan tetapi padapraktiknya, transfer dari pemerintah pusat seringkali
dijadikan sumber dana utamaoleh pemerintah daerah untuk membiayai operasi
utama sehari -hari, yang olehpemerintah daerah dilaporkan diperhitungan
Anggaran Pendaptan dan Belanja Daerah( APBD). Tujuan dari transfer ini adalah
untuk mengurangi kesenjangan fiskal antarpemerintah dan menjamin tercapainya
standar pelayanan publik minimum diseluruhnegeri (Simanjuntak dalam Sidik et
al dalam Maimunah M, 2006).
Semakin tinggi derajat kemandirian suatu daerah menunjukkanbahwa
daerah tersebut semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpabantuan
dari pemerintah pusat. Apabila dipadukan dengan derajat desentralisasifiskal yang
digunakan untuk melihat kontribusi pendapatan asli daerah terhadappendapatan
daerah secara keseluruhan, maka akan terlihat kinerja keuangandaerah secara
utuh. Secara umum, semakin tinggi kontribusi pendapatan aslidaerah dan semakin
tinggi kemampuan daerah untuk membiayai kemampuannyasendiri akan
menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif. Dalam hal ini,kinerja
keuangan positif dapat diartikan sebagai kemandirian keuangan daerahdalam
Universitas Sumatera Utara
membiayai kebutuhan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi daerahpada
daerah tersebut. Dalam hal ini Pendapatan Asli Daerah, khususnya berasaldari
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang saat ini merupakan salah satusumber
penerimaan yang menjadi tumpuan daerah karena 90% diantaranya adalahmenjadi
hak daerah.
Tabel 1.1
Laporan Pendapatan Asli Daerah setiap Kabupaten / Kota di Jateng
Kabupaten/Kota
2011
2012
2013
Regency/City
01.
Kab. Cilacap
173.141.334
196.673.442
278.507.546
02.
Kab. Banyumas
193.263.340
242.106.509
308.349.434
03.
Kab. Purbalingga
94.937.162
112.727.590
122.858.739
04.
Kab. Banjarnegara
71.107.053
94.271.468
98.975.320
05.
Kab. Kebumen
73.339.838
102.344.166
131.481.737
06.
Kab. Purworejo
88.941.782
98.262.003
125.756.041
07.
Kab. Wonosobo
67.397.977
82.335.296
108.729.509
08.
Kab. Magelang
90.462.631
123.722.781
173.253.652
09.
Kab. Boyolali
96.489.134
127.725.207
160.752.450
10.
Kab. Klaten
72.293.790
84.756.022
115.454.162
11.
Kab. Sukoharjo
96.166.807
164.954.319
192.971.720
12.
Kab. Wonogiri
77.141.691
100.037.192
111.592.606
13.
Kab. Karanganyar
104.080.774
116.706.893
161.724.334
14.
Kab. Sragen
94.518.999
127.695.844
146.721.550
15.
Kab. Grobogan
87.912.458
105.463.321
143.598.616
16.
Kab. Blora
67.021.770
81.987.007
95.186.717
17.
Kab. Rembang
73.931.946
102.727.487
126.808.084
Universitas Sumatera Utara
18.
Kab. Pati
134.475.562
163.733.666
169.127.416
19.
Kab. Kudus
102.621.949
113.622.250
144.995.092
20.
Kab. Jepara
103.642.014
129.076.570
133.778.055
21.
Kab. Demak
74.559.136
105.363.370
138.214.446
22.
Kab. Semarang
129.771.004
156.192.739
215.684.519
23.
Kab. Temanggung
63.328.489
76.637.673
102.080.197
24.
Kab. Kendal
93.289.527
120.162.136
132.870.703
25.
Kab. Batang
60.155.029
84.720.050
139.634.472
26.
Kab. Pekalongan
82.105.270
114.793.366
148.550.938
27.
Kab. Pemalang
79.677.543
97.951.208
136.362.282
28.
Kab. Tegal
90.133.274
118.741.620
156.244.860
29.
Kab. Brebes
78.275.852
101.806.858
135.055.402
30.
Kota Magelang
63.557.702
90.986.302
107.739.839
31.
Kota Surakarta
181.096.816
231.672.100
298.400.847
32.
Kota Salatiga
60.611.340
63.171.463
106.100.450
33.
Kota Semarang
522.925.031
786.563.412
925.919.311
34.
Kota Pekalongan
63.344.978
91.205.786
114.252.439
35.
Kota Tegal
117.244.291
156.663.028
176.377.335
3.722.963.294
4.867.560.145
.
Jumlah/Total
6.084.110.818
Sumber : Pemerintah Kabupaten/Kota
Dalam lima tahun terakhir upaya peningkatan PAD di masing-masing
pemerintah daerah terlihat pada tabel 4. Secara umum terlihat ada peningkatan
persentase PAD terhadap pendapatan daerahnya, meskipun tidak begitu besar.
Kota Yogyakarta dalam lima tahun terakhir cukup berhasil meningkatkan
persentase PADnya, dari 22,00 persen pada tahun 2010 menjadi 33,41 persen
pada tahun 2014. Namun yang terjadi dengan Kabupaten Sleman meningkat dari
Universitas Sumatera Utara
14,88 persen pada tahun 2010 menjadi 20,51 persen pada tahun 2014. Sementara
itu tiga kabupaten lainnyapeningkatan persentase PAD nya tidak sebesar Kota
Yogyakarta dan KabupatenSleman. Sebaliknya untuk Pemerintah Daerah
D.I.Yogyakarta pada dua tahun terakhirmengalami penurunan persentase PAD
setelah mengalami peningkatan yang signifikanpada tahun tahun sebelumnya.
Meskipun demikian persentase PADnya masih lebihtinggi dibandingkan
pemerintah kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu39,80 persen dari
pendapatan daerahnya.
Melihat tren dan fenomena tersebut, pemerintah daerah D.I. Yogyakarta
sewajarnya
mulai
memikirkan
dan
bertindak
guna
menggali
potensi
penerimaandaerah yang lain Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No 34 tahun
2000 yangmerupakan perubahan atas Undang-Undang No 18 Tahun 1987 tentang
PajakDaerah dan Retribusi Daerah, yang memberikan peluang dalam menggali
potensisumber-sumber keuangannya termasuk obyek pajak baru dengan
catatansepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan
aspirasimasyarakat.
Tindakan
ini
merupakan
sebuah
konsekwensi
atas
ditetapkannyaUndang-undang mengenai otonomi daerah yang menyebabkan
pemerintah daerahharus dapat mengurangi ketergantungan anggaran dari
pemerintah pusat dalambentuk DAU (Dana Alokasi Umum).
Peneliti sebelumnya seperti Mutiara Maemunah (2006) yang menelitidi
Sumatera Utara, Kesit Bambang Prakosa yang meneliti di DIY dan JawaTengah,
serta Widiyanto (2005) yang juga meneliti di DIY dan Jawa Tengahmemperoleh
hasil yaitu PAD kurang signifikan berpengaruh terhadap BelanjaDaerah.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, sumbersumberpenerimaan
daerah
selain
dari
PAD
juga
berasal
dari
Dana
Perimbangan,Pinjaman Daerah, serta Lain-lain Penerimaan yang Sah. Dana
Perimbangan terdiri dariDana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana
Alokasi Khusus (DAK).Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan bukan pajak.
Dana Bagi Hasil Pajak terdiridari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan(BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 25 dan pasal 29 Wajib Pajak OrangPribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
Sedangkan dana bagi hasil bukan pajakbersumber dari sumber daya alam
(kehutanan, pertambangan umum, perikanan,pertambangan minyak bumi, gas
bumi, dan panas bumi).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian akan melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil Terhadap Belanja Daerah Kabupaten
/ Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012-2014”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah penelitian
ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian berikut ini.
1. Apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus, dan Dana Bagi Hasil berpengaruh secara simultan dan
parsialterhadap Belanja Daerah Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2012-2014
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bukti empiris
tentang hal-hal berikut ini.
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah,
dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil terhadap
kabupaten / kota di Jawa Tengah secara simultan dan parsial
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Akademis
1) Bagi peneliti
Penelitian
pemahaman
ini
diharapkan
kepada
dapat
peneliti
memberikan
mengenai
wawasan
bagaimana
dan
pengaruh
pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan
dana bagi hasil terhadap kabupaten / kota di Jawa Tengah. Dan
sebagai suatu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana.
2) Bagi para akademisi
Penelitian ini dapat diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap akuntansi sektor publik dan dapat memberi masukan dalam
perkembangan akuntansi sektor publik.
3) Bagi Pemerintah Daerah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah masukan
terhadap perkembangan otonom di masing-masing daerah guna
Universitas Sumatera Utara
memajukan sebuah daerah menjadi lebih mandiri dalam mengelola
anggaran belanja.
1.4.2 Manfaat Praktis
1) Penelitian ini dapat diharapkan memberikan bukti empiris tentang
pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus,
dan dana bagi hasil terhadap kabupaten / kota di Jawa Tengah.
2) Penelitian ini diharapkan mampu menjadi refrensi bagi pemerintah
daerah dalam menyusun kebijakan mengenai keuangan demi
memajukan dan mensejahterakan rakyat di daerah.
Universitas Sumatera Utara