5. Standarisasi Metadata Digital Sumber Informasi Hukum dalam rangka Integrasi JDIHN BPHN
Standarisasi Vocabulary Metadata Digital Sumber
Informasi Hukum dalam rangka Integrasi JDIHN
Ari Nugraha
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak :
Metadata sebagai representasi singkat dari sumber informasi merupakan hal yang penting
untuk diperhatikan dalam pengelolaan sumber informasi. Pembuatan metadata dengan
struktur yang terstandar akan memudahkan dalam proses pertukaran data antar institusi.
Seiring dengan perkembangan teknologi Internet, metadata dalam bentuk digital menjadi
semakin penting karena sistem pengelolaan dokumen digital dan sistem automasi
perpustakaan telah banyak diterapkan. JDIHN sebagai simpul utama dari integrasi sumber
informasi hukum nasional perlu memikirkan pemanfaatan standar konten dan pengkodean
metadata dan vocabulary metadata untuk lebih mempermudah integrasi sumber informasi
hukum nasional.
Kata kunci : metadata, standar metadata, encoding
Pendahuluan
Metadata bisa diartikan secara sederhana sebagai data tentang data. Definisi yang mungkin
lebih lengkap tentang metadata adalah metadata merupakan sebuah representasi singkat
mengenai suatu sumber daya informasi yang lebih besar. Perkembangan Internet dan World
Wide Web yang sangat cepat, diiringi dengan ledakan informasi dalam bentuk digital
semakin menguatkan peran metadata dalam merepresentasikan sumber informasi digital.
Menurut Riley (Riley, 2017), Metadata merupakan fungsionalitas utama pada sistem-sistem
yang mengelola sumber informasi, karena memungkin orang-orang atau pengguna untuk
menemukan sumber informasi yang mereka butuhkan, mencatat informasi penting mengenai
sumber informasi tersebut dan memungkinkan penyebaran informasi kepada orang lain. Dari
pernyataan tersebut bisa dilihat bahwa metadata memegang peranan penting dalam sebuah
sistem simpan dan temu kembali informasi, seperti sistem automasi perpustakaan yang
terdapat katalog online di dalamnya. Dengan kebutuhan informasi hukum yang bergerak
menuju arah digital, maka penerapan metadata digital yang baik dan terstandarisasi akan
memudahkan dalam proses integrasi metadata sumber informasi hukum, khususnya di
JDIHN.
Vocabulary Metadata
Menurut Patel (Patel, 2002) dalam presentasinya yang berjudul “Metadata vocabularies and
ontologies”, vocabulary metadata atau bisa juga disebut sebagai skema metadata
mendeklarasikan sekumpulan konsep atau istilah beserta dengan definsi dan relasi-nya
masing-masing. Konsep atau istilah dalam vocabulary metadata sering juga disebut sebagai
elemen, atribut atau penjelas. Biasanya elemen-elemen atau atribut-atribut secara semantik
bisa mudah dimengerti baik oleh manusia ataupun mesin.
Dengan menggunakan standar vocabulary minimal yang sama maka integrasi metadata
sumber informasi JDIHN bisa lebih mudah tercapai karena telah tercapai interoperabilitas
pada tingkat semantik. Menurut NISO (NISO, 2004) salah satu fungsi utama metadata adalah
untuk
memfasilitasi interoperabilitas yang menurut (Gasser & Palfrey, 2007),
interoperabilitas adalah kemampuan untuk mentransfer dan menciptakan data yang
bermanfaat dan informasi lain pada sistem yang berbeda-beda (bisa juga berbeda organisasi),
aplikasi, atau komponen. Pemanfaatan metadata yang telah terstandar akan memfasilitasi
interoperabilitas, sehingga pertukaran metadata antar anggota JDIHN bisa terlaksana dengan
lebih mudah.
Beberapa skema metadata digital yang bisa digunakan untuk mendeskripsikan sumber
informasi antara lain adalah:
1. Dublin Core Metadata Terms
2. Encoded Archival Description
3. Metadata Object Description Schema
Skema metadata Dublin Core saat ini banyak digunakan untuk mendeskripsikan sumbersumber informasi digital karena kemudahan dalam implementasinya. Vocabulary untuk
elemen-elemen dalam Dublin Core dibuat sesederhana mungkin untuk mempermudah
implementasi ke sistem yang sudah ada, contohnya elemen-elemen seperti creator, title,
contributor, format, coverage dan lainnya lebih mudah dimengerti oleh banyak orang.
Metadata JDIHN
Permasalahan yang ditemukan saat ini adalah adanya perbedaan penggunaan vocabulary
metadata antar anggota JDIHN yang berbeda-beda dalam mendeskripsikan sumber
informasi hukum. Vocabulary dalam pengertian yang lebih sederhana adalah istilah-istilah
yang digunakan pada ruas-ruas deskripsi metadata. Beberapa Kementerian dan Lembaga
yang telah menjadi anggota JDIHN yang sempat penulis observasi menggunakan vocabulary
metadata yang berbeda sehingga menyulitkan dalam proses integrase. Kendala lain yang
ditemukan adalah vocabulary metadata sumber informasi hukum pada lingkungan JDIHN
belum menggunakan standar vocabulary yang berlaku secara internasional. Dengan
penerapan standar vocabulary metadata internasional maka peluang integrasi tidak hanya
akan terjadi pada tingkat lokal, tetapi juga pada tingkat internasional. Pada tulisan ini penulis
melakukan pengamatan pada 4 aplikasi web JDIH yang bisa diakses melalui World Wide
Web yaitu aplikasi web JDIH Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, JDIH DKI Jakarta,
JDIH Kementerian Perhubungan dan JDIHN Perpustakaan BPHN. Tidak ada kriteria pada
pemilihan sample web JDIH, penulis hanya memilih secara random dari hasil teratas halaman
pertama pencarian melalui mesin pencari Google.
Gambar 1. Detail Metadata pada Web JDIH Kemdikbud
Pada gambar 1 kita bisa melihat bahwa detail metadata pada Web JDIH Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) memiliki vocabulary metadata terdiri atas 8
elemen, mulai dari Nomor hingga Lampiran.
Gambar 2. Detail Metadata pada Web JDIH DKI
Sedangkan pada gambar 2 kita bisa melihat bahwa detail metadata pada Web JDIH DKI
Jakarta memiliki vocabulary metadata yang terdiri atas hanya 2 elemen saja yaitu Produk
Hukum dan Tentang. Detail metadata yang sangat sederhana ini mungkin terlihat mudah
bagi pengguna tertentu tetapi akan sangat menyulitkan ketika harus diintegrasikan dengan
metadata yang lebih kompleks. Pada gambar 3 kita bisa melihat Web JDIH Kementerian
Perhubungan (Kemenhub) juga memiliki vocabulary metadata yang terdiri atas 9 elemen
mulai Judul hingga Status.
Gambar 3. Detail metadata pada JDIH Kemenhub
BPHN sebagai lembaga Pembina JDIH juga memiliki vocabulary metadata yang berbeda yang
tercermin pada katalog online aplikasi perpustakaan BPHN seperti terlihat pada gambar 4.
Perpustakaan BPHN menerapkan standar metadata International Standard for Bibliographic
Description (ISBD) dengan beberapa tambahan elemen.
Gambar 4. Detail metadata JDIHN BPHN dengan standar metadata ISBD
Dari hasil tangkapan detail pada empat instansi anggota JDIH sebelumnya kita bisa melihat
bahwa belum adanya kesepakatan terkait standar vocabulary metadata yang digunakan yang
tentunya akan menyulitkan proses integrasi metadata sumber informasi JDIHN. Salah satu
hal penting terkait dengan integrasi metadata adalah kesepakatan penggunaan vocabulary
metadata yang sama. Diperlukan standar vocabulary minimal yang sebaiknya diadopsi oleh
masing-masing sistem pengelola informasi anggota JDIH. Untuk lebih jelasnya mengenai
perbedaan vocabulary yang digunakan oleh masing-masing anggota JDIH kita bisa melihat
pada tabulasi vocabulary berikut ini:
Tabel 1. Perbandingan vocabulary metadata antar anggota JDIH
Elemen / Atribut
JDIH Kemdikbud
JDIH DKI Jakarta
JDIH Kemenhub
JDIHN BPHN
Judul
V
V
V
V
Nomor
V
X
V
V
Kategori
V
X
V
V
Masalah
V
X
X
X
Bidang
V
X
X
V
Tentang
V
V
X
X
Catatan
V
X
X
V
Abstrak
X
X
V
X
Hasil Uji Materil
X
X
V
X
Status
X
X
V
V
Subyek
X
X
X
V
Penerbit
X
X
X
V
Tanggal
Pengesahan
V
X
X
X
Tahun Terbit
X
X
X
V
Tempat Terbit
X
X
X
V
Deskripsi Fisik
X
X
X
V
Klasifikasi
X
X
X
V
Pencipta
X
X
X
V
Lampiran Berkas
V
X
V
V
Dari tabel perbandingan antar skema metadata yang digunakan oleh masing-masing anggota
JDIH dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan dan juga persamaan penggunaan elemen
metadata. Sayangnya elemen metadata antara satu anggota JDIH dengan JDIH lainnya lebih
banyak perbedaannya, dibandingkan dengan kemiripannya. Hal ini akan mempersulit proses
integrase terutama bagi lembaga yang memiliki skema metadata sangat sederhana seperti
JDIH DKI Jakarta. Untuk lebih mempermudah integrase metadata secara digital nantinya
maka perlu dilakukan proses semantic mappings. Menurut (Pierre & LaPlant, Jr., 1998),
semantic mappings adalah kegiatan menyamakan konsep-konsep dari vocabulary metadata
yang ada saat ini ke target skema metadata yang baru. Pada contoh ini penulis menggunakan
Dublin Core sebagai target skema metadata untuk standarisasi vocabulary metadata JDIHN.
Sebelum melakukan semantice mappings, maka ada baiknya kita memberikan definisi
terlebih dahulu terhadap setiap elemen metadata anggota JDIH. Dikarenakan data dari
tulisan ini hanya sebatas observasi awal saja, maka definisi dari setiap elemen merupakan
asumsi dari penulis dan belum tentu merupakan definisi yang tepat.
Tabel 2. Definisi untuk setiap elemen metadata JDIH
Elemen / Atribut
Definisi
Judul
Judul dari sumber informasi
Nomor
Nomor dari sumber informasi, dalam konteks JDIH bisa diasumsikan terkait dengan
nomor peraturan tertentu
Kategori
Konsep atau istilah yang digunakan untuk tujuan klasifikasi data
Masalah
Konsep atau fenomena yang dibahas dalam sumber informasi
Bidang
Konsep atau fenomena yang dibahas dalam sumber informasi
Tentang
Deskripsi ringkas terkait isi sumber informasi
Catatan
Catatan yang penting untuk diketahui oleh pengguna data
Abstrak
Isi ringkas dari sumber informasi
Hasil Uji Materil
Apakah sumber informasi tersebut telah melalui proses atau merupakan sebuah
Hasil Uji Materil
Status
Status dari sumber informasi hukum terkait, apakah peraturan A mencabut B atau
sebaliknya
Subyek
Konsep atau fenomena yang dibahas dalam sumber informasi
Penerbit
Lembaga yang menerbitkan dokumen sumber informasi
Tanggal
Pengesahan
Bagi sumber informasi hukum dalam bentuk peraturan, terkait dengan tanggal
kapan peraturan disahkan
Tahun Terbit
Tahun sumber informasi diterbitkan
Tempat Terbit
Tempat atau lokasi sumber informasi diterbitkan
Deskripsi Fisik
Deskripsi fisik dari sumber informasi tersebut seperti jumlah halaman, besar file,
dsb.
Klasifikasi
Kode klasifikasi yang diambil dari standar tertentu seperti DDC, UDC, dan lainnya
Pencipta
Orang, lembaga, atau pertemuan yang menciptakan sumber informasi
Lampiran Berkas
Tautan atau URL dari berkas soft copy atau digital dari sumber informasi
Setelah kita membuat definisi dari masing-masing elemen yang ada pada metadata JDIH,
maka kita akan lebih mudah dalam melakukan proses semantic mappings ke istilah-istilah yang
digunakan oleh Dublin Core Metadata Terms (Dublin Core Metadata Initiative, 2012). Hasil
dari proses semantic mappings bisa kita lihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Semantic mappings elemen metadata JDIH ke Dublin Core Metadata Terms
Elemen / Atribut
Dublin Core Metadata Terms
Judul
dc:title
Nomor
dc:identifier
Kategori
dc:subject
Masalah
dc:subject
Bidang
dc:subject
Tentang
dc:description
Catatan
dc:description
Abstrak
dc:abstract
Hasil Uji Materil
dc:description
Status
dc:subject
Subyek
dc:subject
Penerbit
dc:publisher
Tanggal
Pengesahan
dc:date
Tahun Terbit
dc:date
Tempat Terbit
dc:spatial
Deskripsi Fisik
dc:extent
Klasifikasi
dc:subject
Pencipta
dc:creator
Lampiran Berkas
dc:source
Dari hasil pemetaan ke Dublin Core bisa kita lihat bahwa beberapa elemen Dublin Core
muncul berulang kali untuk beberapa elemen yang berbeda, hal ini merupakan salah satu
kelemahan dan juga kelebihan dari Dublin Core. Kelemahan dari Dublin Core adalah
semantik elemen yang sederhana tidak bisa mewakili semantik elemen asli yang lebih spesifik
seperti Kategori, Masalah dan Bidang yang hanya bisa diwakili oleh dc:subject. Di sisi yang
lain kelebihan dari Dublin Core adalah setiap elemen bisa dimunculkan berulang kali
sebanyak apapun tergantung kebutuhan.
Dengan adanya skema pemetaan ini paling tidak interoperabilitas di level semantik bisa
dicapai oleh JDIHN ketika metadata dipertukarkan, yang perlu dipikirkan kemudian adalah
bagaimana merancang qualifier atau penjelas untuk masing-masing elemen yang masih belum
terwakili.
Kesimpulan
Tulisan ini mencoba memberikan contoh transformasi vocabulary metadata dari yang sudah
ada ke skema metadata internasional Dublin Core. Tentunya Dublin Core dengan segala
kesederhanaan dan kemudahannya tidak bisa mewakili seluruh elemen vocabulary data
JDIHN, diperlukan pengembangan ontologi bidang hukum untuk pengembangan
standarisasi vocabulary metadata hukum yang lebih baik. BPHN sebagai Pembina JDIHN saat
ini perlu memikirkan standarisasi vocabulary metadata sumber informasi hukum ini agar citacita integrase bisa segera diwujudkan.
Referensi
Dublin Core Metadata Initiative. (2012, 06 14). Dublin Core Metadata Terms. Retrieved 09 15,
2017,
from
Dublin
Core
Metadata
Initiative:
http://www.dublincore.org/documents/dcmi-terms/
Gasser, U., & Palfrey, J. (2007). When and How ICT Interoperability Drives Innovation.
Cambridge, MA, United States.
Riley, J. (2017). Understanding Metadata: What Is Metadata, and What is it for? Baltimore, MD,
United States: National Information Standards Organization (NISO).
NISO. (2004). Understanding Metadata. Bethesda, MD, United States: NISO.
Patel, M. (2002, 09 09). Metadata vocabularies and ontologies. In: Ontologies &
Communications Working Group Meeting, Agentcities Information Day 2. Opus:
University of Bath Online Publication Store.
Pierre, M., & LaPlant, Jr., W. (1998). Issues in Crosswalking Content Metadata Standards.
NISO.
Informasi Hukum dalam rangka Integrasi JDIHN
Ari Nugraha
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak :
Metadata sebagai representasi singkat dari sumber informasi merupakan hal yang penting
untuk diperhatikan dalam pengelolaan sumber informasi. Pembuatan metadata dengan
struktur yang terstandar akan memudahkan dalam proses pertukaran data antar institusi.
Seiring dengan perkembangan teknologi Internet, metadata dalam bentuk digital menjadi
semakin penting karena sistem pengelolaan dokumen digital dan sistem automasi
perpustakaan telah banyak diterapkan. JDIHN sebagai simpul utama dari integrasi sumber
informasi hukum nasional perlu memikirkan pemanfaatan standar konten dan pengkodean
metadata dan vocabulary metadata untuk lebih mempermudah integrasi sumber informasi
hukum nasional.
Kata kunci : metadata, standar metadata, encoding
Pendahuluan
Metadata bisa diartikan secara sederhana sebagai data tentang data. Definisi yang mungkin
lebih lengkap tentang metadata adalah metadata merupakan sebuah representasi singkat
mengenai suatu sumber daya informasi yang lebih besar. Perkembangan Internet dan World
Wide Web yang sangat cepat, diiringi dengan ledakan informasi dalam bentuk digital
semakin menguatkan peran metadata dalam merepresentasikan sumber informasi digital.
Menurut Riley (Riley, 2017), Metadata merupakan fungsionalitas utama pada sistem-sistem
yang mengelola sumber informasi, karena memungkin orang-orang atau pengguna untuk
menemukan sumber informasi yang mereka butuhkan, mencatat informasi penting mengenai
sumber informasi tersebut dan memungkinkan penyebaran informasi kepada orang lain. Dari
pernyataan tersebut bisa dilihat bahwa metadata memegang peranan penting dalam sebuah
sistem simpan dan temu kembali informasi, seperti sistem automasi perpustakaan yang
terdapat katalog online di dalamnya. Dengan kebutuhan informasi hukum yang bergerak
menuju arah digital, maka penerapan metadata digital yang baik dan terstandarisasi akan
memudahkan dalam proses integrasi metadata sumber informasi hukum, khususnya di
JDIHN.
Vocabulary Metadata
Menurut Patel (Patel, 2002) dalam presentasinya yang berjudul “Metadata vocabularies and
ontologies”, vocabulary metadata atau bisa juga disebut sebagai skema metadata
mendeklarasikan sekumpulan konsep atau istilah beserta dengan definsi dan relasi-nya
masing-masing. Konsep atau istilah dalam vocabulary metadata sering juga disebut sebagai
elemen, atribut atau penjelas. Biasanya elemen-elemen atau atribut-atribut secara semantik
bisa mudah dimengerti baik oleh manusia ataupun mesin.
Dengan menggunakan standar vocabulary minimal yang sama maka integrasi metadata
sumber informasi JDIHN bisa lebih mudah tercapai karena telah tercapai interoperabilitas
pada tingkat semantik. Menurut NISO (NISO, 2004) salah satu fungsi utama metadata adalah
untuk
memfasilitasi interoperabilitas yang menurut (Gasser & Palfrey, 2007),
interoperabilitas adalah kemampuan untuk mentransfer dan menciptakan data yang
bermanfaat dan informasi lain pada sistem yang berbeda-beda (bisa juga berbeda organisasi),
aplikasi, atau komponen. Pemanfaatan metadata yang telah terstandar akan memfasilitasi
interoperabilitas, sehingga pertukaran metadata antar anggota JDIHN bisa terlaksana dengan
lebih mudah.
Beberapa skema metadata digital yang bisa digunakan untuk mendeskripsikan sumber
informasi antara lain adalah:
1. Dublin Core Metadata Terms
2. Encoded Archival Description
3. Metadata Object Description Schema
Skema metadata Dublin Core saat ini banyak digunakan untuk mendeskripsikan sumbersumber informasi digital karena kemudahan dalam implementasinya. Vocabulary untuk
elemen-elemen dalam Dublin Core dibuat sesederhana mungkin untuk mempermudah
implementasi ke sistem yang sudah ada, contohnya elemen-elemen seperti creator, title,
contributor, format, coverage dan lainnya lebih mudah dimengerti oleh banyak orang.
Metadata JDIHN
Permasalahan yang ditemukan saat ini adalah adanya perbedaan penggunaan vocabulary
metadata antar anggota JDIHN yang berbeda-beda dalam mendeskripsikan sumber
informasi hukum. Vocabulary dalam pengertian yang lebih sederhana adalah istilah-istilah
yang digunakan pada ruas-ruas deskripsi metadata. Beberapa Kementerian dan Lembaga
yang telah menjadi anggota JDIHN yang sempat penulis observasi menggunakan vocabulary
metadata yang berbeda sehingga menyulitkan dalam proses integrase. Kendala lain yang
ditemukan adalah vocabulary metadata sumber informasi hukum pada lingkungan JDIHN
belum menggunakan standar vocabulary yang berlaku secara internasional. Dengan
penerapan standar vocabulary metadata internasional maka peluang integrasi tidak hanya
akan terjadi pada tingkat lokal, tetapi juga pada tingkat internasional. Pada tulisan ini penulis
melakukan pengamatan pada 4 aplikasi web JDIH yang bisa diakses melalui World Wide
Web yaitu aplikasi web JDIH Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, JDIH DKI Jakarta,
JDIH Kementerian Perhubungan dan JDIHN Perpustakaan BPHN. Tidak ada kriteria pada
pemilihan sample web JDIH, penulis hanya memilih secara random dari hasil teratas halaman
pertama pencarian melalui mesin pencari Google.
Gambar 1. Detail Metadata pada Web JDIH Kemdikbud
Pada gambar 1 kita bisa melihat bahwa detail metadata pada Web JDIH Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) memiliki vocabulary metadata terdiri atas 8
elemen, mulai dari Nomor hingga Lampiran.
Gambar 2. Detail Metadata pada Web JDIH DKI
Sedangkan pada gambar 2 kita bisa melihat bahwa detail metadata pada Web JDIH DKI
Jakarta memiliki vocabulary metadata yang terdiri atas hanya 2 elemen saja yaitu Produk
Hukum dan Tentang. Detail metadata yang sangat sederhana ini mungkin terlihat mudah
bagi pengguna tertentu tetapi akan sangat menyulitkan ketika harus diintegrasikan dengan
metadata yang lebih kompleks. Pada gambar 3 kita bisa melihat Web JDIH Kementerian
Perhubungan (Kemenhub) juga memiliki vocabulary metadata yang terdiri atas 9 elemen
mulai Judul hingga Status.
Gambar 3. Detail metadata pada JDIH Kemenhub
BPHN sebagai lembaga Pembina JDIH juga memiliki vocabulary metadata yang berbeda yang
tercermin pada katalog online aplikasi perpustakaan BPHN seperti terlihat pada gambar 4.
Perpustakaan BPHN menerapkan standar metadata International Standard for Bibliographic
Description (ISBD) dengan beberapa tambahan elemen.
Gambar 4. Detail metadata JDIHN BPHN dengan standar metadata ISBD
Dari hasil tangkapan detail pada empat instansi anggota JDIH sebelumnya kita bisa melihat
bahwa belum adanya kesepakatan terkait standar vocabulary metadata yang digunakan yang
tentunya akan menyulitkan proses integrasi metadata sumber informasi JDIHN. Salah satu
hal penting terkait dengan integrasi metadata adalah kesepakatan penggunaan vocabulary
metadata yang sama. Diperlukan standar vocabulary minimal yang sebaiknya diadopsi oleh
masing-masing sistem pengelola informasi anggota JDIH. Untuk lebih jelasnya mengenai
perbedaan vocabulary yang digunakan oleh masing-masing anggota JDIH kita bisa melihat
pada tabulasi vocabulary berikut ini:
Tabel 1. Perbandingan vocabulary metadata antar anggota JDIH
Elemen / Atribut
JDIH Kemdikbud
JDIH DKI Jakarta
JDIH Kemenhub
JDIHN BPHN
Judul
V
V
V
V
Nomor
V
X
V
V
Kategori
V
X
V
V
Masalah
V
X
X
X
Bidang
V
X
X
V
Tentang
V
V
X
X
Catatan
V
X
X
V
Abstrak
X
X
V
X
Hasil Uji Materil
X
X
V
X
Status
X
X
V
V
Subyek
X
X
X
V
Penerbit
X
X
X
V
Tanggal
Pengesahan
V
X
X
X
Tahun Terbit
X
X
X
V
Tempat Terbit
X
X
X
V
Deskripsi Fisik
X
X
X
V
Klasifikasi
X
X
X
V
Pencipta
X
X
X
V
Lampiran Berkas
V
X
V
V
Dari tabel perbandingan antar skema metadata yang digunakan oleh masing-masing anggota
JDIH dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan dan juga persamaan penggunaan elemen
metadata. Sayangnya elemen metadata antara satu anggota JDIH dengan JDIH lainnya lebih
banyak perbedaannya, dibandingkan dengan kemiripannya. Hal ini akan mempersulit proses
integrase terutama bagi lembaga yang memiliki skema metadata sangat sederhana seperti
JDIH DKI Jakarta. Untuk lebih mempermudah integrase metadata secara digital nantinya
maka perlu dilakukan proses semantic mappings. Menurut (Pierre & LaPlant, Jr., 1998),
semantic mappings adalah kegiatan menyamakan konsep-konsep dari vocabulary metadata
yang ada saat ini ke target skema metadata yang baru. Pada contoh ini penulis menggunakan
Dublin Core sebagai target skema metadata untuk standarisasi vocabulary metadata JDIHN.
Sebelum melakukan semantice mappings, maka ada baiknya kita memberikan definisi
terlebih dahulu terhadap setiap elemen metadata anggota JDIH. Dikarenakan data dari
tulisan ini hanya sebatas observasi awal saja, maka definisi dari setiap elemen merupakan
asumsi dari penulis dan belum tentu merupakan definisi yang tepat.
Tabel 2. Definisi untuk setiap elemen metadata JDIH
Elemen / Atribut
Definisi
Judul
Judul dari sumber informasi
Nomor
Nomor dari sumber informasi, dalam konteks JDIH bisa diasumsikan terkait dengan
nomor peraturan tertentu
Kategori
Konsep atau istilah yang digunakan untuk tujuan klasifikasi data
Masalah
Konsep atau fenomena yang dibahas dalam sumber informasi
Bidang
Konsep atau fenomena yang dibahas dalam sumber informasi
Tentang
Deskripsi ringkas terkait isi sumber informasi
Catatan
Catatan yang penting untuk diketahui oleh pengguna data
Abstrak
Isi ringkas dari sumber informasi
Hasil Uji Materil
Apakah sumber informasi tersebut telah melalui proses atau merupakan sebuah
Hasil Uji Materil
Status
Status dari sumber informasi hukum terkait, apakah peraturan A mencabut B atau
sebaliknya
Subyek
Konsep atau fenomena yang dibahas dalam sumber informasi
Penerbit
Lembaga yang menerbitkan dokumen sumber informasi
Tanggal
Pengesahan
Bagi sumber informasi hukum dalam bentuk peraturan, terkait dengan tanggal
kapan peraturan disahkan
Tahun Terbit
Tahun sumber informasi diterbitkan
Tempat Terbit
Tempat atau lokasi sumber informasi diterbitkan
Deskripsi Fisik
Deskripsi fisik dari sumber informasi tersebut seperti jumlah halaman, besar file,
dsb.
Klasifikasi
Kode klasifikasi yang diambil dari standar tertentu seperti DDC, UDC, dan lainnya
Pencipta
Orang, lembaga, atau pertemuan yang menciptakan sumber informasi
Lampiran Berkas
Tautan atau URL dari berkas soft copy atau digital dari sumber informasi
Setelah kita membuat definisi dari masing-masing elemen yang ada pada metadata JDIH,
maka kita akan lebih mudah dalam melakukan proses semantic mappings ke istilah-istilah yang
digunakan oleh Dublin Core Metadata Terms (Dublin Core Metadata Initiative, 2012). Hasil
dari proses semantic mappings bisa kita lihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Semantic mappings elemen metadata JDIH ke Dublin Core Metadata Terms
Elemen / Atribut
Dublin Core Metadata Terms
Judul
dc:title
Nomor
dc:identifier
Kategori
dc:subject
Masalah
dc:subject
Bidang
dc:subject
Tentang
dc:description
Catatan
dc:description
Abstrak
dc:abstract
Hasil Uji Materil
dc:description
Status
dc:subject
Subyek
dc:subject
Penerbit
dc:publisher
Tanggal
Pengesahan
dc:date
Tahun Terbit
dc:date
Tempat Terbit
dc:spatial
Deskripsi Fisik
dc:extent
Klasifikasi
dc:subject
Pencipta
dc:creator
Lampiran Berkas
dc:source
Dari hasil pemetaan ke Dublin Core bisa kita lihat bahwa beberapa elemen Dublin Core
muncul berulang kali untuk beberapa elemen yang berbeda, hal ini merupakan salah satu
kelemahan dan juga kelebihan dari Dublin Core. Kelemahan dari Dublin Core adalah
semantik elemen yang sederhana tidak bisa mewakili semantik elemen asli yang lebih spesifik
seperti Kategori, Masalah dan Bidang yang hanya bisa diwakili oleh dc:subject. Di sisi yang
lain kelebihan dari Dublin Core adalah setiap elemen bisa dimunculkan berulang kali
sebanyak apapun tergantung kebutuhan.
Dengan adanya skema pemetaan ini paling tidak interoperabilitas di level semantik bisa
dicapai oleh JDIHN ketika metadata dipertukarkan, yang perlu dipikirkan kemudian adalah
bagaimana merancang qualifier atau penjelas untuk masing-masing elemen yang masih belum
terwakili.
Kesimpulan
Tulisan ini mencoba memberikan contoh transformasi vocabulary metadata dari yang sudah
ada ke skema metadata internasional Dublin Core. Tentunya Dublin Core dengan segala
kesederhanaan dan kemudahannya tidak bisa mewakili seluruh elemen vocabulary data
JDIHN, diperlukan pengembangan ontologi bidang hukum untuk pengembangan
standarisasi vocabulary metadata hukum yang lebih baik. BPHN sebagai Pembina JDIHN saat
ini perlu memikirkan standarisasi vocabulary metadata sumber informasi hukum ini agar citacita integrase bisa segera diwujudkan.
Referensi
Dublin Core Metadata Initiative. (2012, 06 14). Dublin Core Metadata Terms. Retrieved 09 15,
2017,
from
Dublin
Core
Metadata
Initiative:
http://www.dublincore.org/documents/dcmi-terms/
Gasser, U., & Palfrey, J. (2007). When and How ICT Interoperability Drives Innovation.
Cambridge, MA, United States.
Riley, J. (2017). Understanding Metadata: What Is Metadata, and What is it for? Baltimore, MD,
United States: National Information Standards Organization (NISO).
NISO. (2004). Understanding Metadata. Bethesda, MD, United States: NISO.
Patel, M. (2002, 09 09). Metadata vocabularies and ontologies. In: Ontologies &
Communications Working Group Meeting, Agentcities Information Day 2. Opus:
University of Bath Online Publication Store.
Pierre, M., & LaPlant, Jr., W. (1998). Issues in Crosswalking Content Metadata Standards.
NISO.