UJI KORELASI TINGKAT PERTUMBUHAN PENDUDU

UJI KORELASI TINGKAT PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN KEPADATAN
PENDUDUK TERHADAP PEMANFAATAN RUANG (RTH) DI KECAMATAN
GONDOKUSUMAN KOTA YOGYAKARTA
Delina Anatya
1

Mahasiswa Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Pasundan,delinaanatya27@gmail.com

Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota – Universitas Pasundan Bandung.
Jl. Dr. Setiabudi. No. 193, Kota Bandung.

I.

Pendahuluan
Kawasan perkotaan di Indonesia mengalami permasalahan yang sama, yaitu

tingginya tingkat pertumbuhan penduduk di tiap tahunnya. Berdasarkan hasil
sensus jumlah penduduk Kota Yogyakarta tahun 2000 mencapai angka 397.398
orang yang terdiri dari 194.530 orang (48,95 persen) laki-laki dan 202.868 orang
(51,05 persen) perempuan. Jumlah penduduk berdasarkan hasil Supas tahun 2005
sebanyak 435.236 orang. Dengan demikian rata-rata pertumbuhan penduduk

periode tahun 2000-2005 sebesar 1,9 persen (BPS Kota Yogyakarta, 2011). Hal ini
tentunya dapat menyebabkan keberadaaan ruang kota menjadi padat. Kecamatan
Gondokusuman merupakan daerah perkotaan di Kota Yogyakarta yang padat akan
penduduknya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data BPS Kecamatan
Gondokusuman dalam angka yang menyebutkan bahwa terjadi peningkatan
jumlah penduduk diantara tahun 2006 hingga tahun 2009. Data di tahun 2006
menyebutkan bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Gondokusuman mencapai
76.134 jiwa, di tahun 2007 bertambah menjadi 76.664 jiwa, di tahun 2008
mencapai 80.021, dan di tahun 2009 mencapai 83.738 jiwa. Artinya peningkatan
jumlah penduduk di Kecamatan Gondokusuman sangat cepat dalam kurun waktu
tersebut. Tingkat keberhasilan suatu kota dapat dilihat dari perkembangan kota
tersebut. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan banyaknya jenis
infrastruktur menunjukkan laju perkembangan kota yang semakin padat. Aspek
penduduk jika tidak diperhatikan dan ditangani secara menyeluruh dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan wilayah setempat.
Kepadatan penduduk merupakan suatu perbandingan antara banyaknya
penduduk dengan luas wilayahnya. Satuan luas wilayah yang umumnya
digunakan adalah km^2 (baca: kilometer persegi). Kepadatan penduduk pada
suatu daerah itu tidaklah sama. Terdapat beberapa macam kepadatan penduduk,
yaitu kepadatan penduduk aritmatik, kepadatan penduduk agraris, kepadatan

penduduk fisiologis, serta kepadatan penduduk ekonomis.

Meningkatnya jumlah penduduk disetiap waktu merupakan akibat dari
tingginya arus urbanisasi menuju perkotaan. Jumlah penduduk perkotaan yang
tinggi dan terus meningkat dari waktu ke waktu tersebut akan membawa dampak
pada tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang kota. Salah satunya ialah
terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan ruang dengan jumlah penduduk yang
ada. Kebutuhan akan ruang bagi penduduk jauh lebih tinggi daripada keberadaan
ruang wilayah yang ada. Hal tersebut tentunya akan mengakibatkan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) di kawasan perkotaan yang semakin sempit karena beralih
fungsi menjadi kawasan permukiman atau gedung-gedung yang sifatnya komersil.
Sehingga penataan ruang kota kawasan perkotaan perlu mendapatkan perhatian
yang khusus, terutama terkait dengan penyediaan ruang-ruang terbuka hijau
publik (open spaces) di perkotaan. Ruang terbuka hijau kawasan perkotaan
merupakan kawasan lindung yang bersifat alami dan keberadaannya perlu
disediakan untuk mewujudkan lingkungan perkotaan yang seimbang dengan
lingkungan kawasan terbangunnya. Lingkungan perkotaan hanya berkembang
secara ekonomi, namun menurun secara ekologi. Padahal keseimbangan
lingkungan perkotaan secara ekologi sama pentingnya dengan perkembangan nilai
ekonomi kawasan perkotaan.

Kondisi demikian mengakibatkan tidak seimbangnya antara lingkungan
yang terbangun (binaan) dan lingkungan perlindungan (alami) sehingga
menurunkan mutu kualitas hidup di kawasan perkotaan. Oleh karena itu, untuk
mencapai lingkungan perkotaan yang ideal bagi seluruh kalangan masyarakat,
penataan ruang terbuka hijau dalam suatu kota menjadi pertimbangan yang serius.
Sedangkan definisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang mengacu pada UndangUndang Penataan Ruang Nasional Nomor 26 Tahun 2007 adalah merupakan area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, untuk tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun
yang sengaja ditanam. Menurut Ning Purnomohadi (2008) dalam Kajian Rencana
Aksi Ruang Terbuka Hijau Kota Yogyakarta Tahap I (Bappeda, 2010), Ruang
Terbuka Hijau adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan
yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi. Sedangkan Fandeli (2004)
menyatakan Ruang Terbuka Hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang
perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung sehingga ruang terbuka hijau
diklasifikasikan berdasarkan status kawasan, seperti kawasan hijau kota yang
terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi

kota, kawasan hijau fasilitas olahraga, dan kawasan hijau perkarangan. Ruang
terbuka hijau dikasifikasikan berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan
bentuk dan struktur vegetasinya.

Harapannya kedepan keberadaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan
semakin meningkat terutama untuk mengembalikan keseimbangan lingkungan,
terutama untuk ruang terbuka hijau di kawasan pemukiman daerah perkotaan.
Kawasan pemukiman merupakan lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian secara menyeluruh dan terpadu, yang mempunyai prasarana, sarana,
utilitas umum, serta penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau
kawasan perdesaan (Kementrian Pekerjaan Umum,2010). Manfaat pengembangan
ruang terbuka hijau pada daerah permukiman perkotaan salah satunya ialah untuk
meningkatkan cadangan oksigen dan memperbaiki iklim mikro setempat. Selain
itu juga sebagai aspek penambah estetika ruang wilayah. Menurut Peraturan
Menteri No.1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan (RTHKP) yang salah satunya jenisnya adalah Ruang terbuka hijau
taman lingkungan permukiman dan perumahan adalah merupakan taman dengan
klasifikasi yang lebih kecil dan diperuntukan untuk kebutuhan rekreasi terbatas
yang meliputi populasi/masyarakat sekitar. Taman lingkungan ini terletak disekitar
daerah permukiman dan perumahan untuk menampung kegiatan-kegiatan
warganya. Taman ini mempunyai fungsi sebagai paru-paru kota (sirkulasi udara
dan penyinaran), peredam kebisingan, menambah keindahan visual, area interaksi,
tempat bermain, dan menciptakan kenyamanan lingkungan.
Penggunaan lahan di Kecamatan Gondokusuman banyak didominasi oleh

permukiman. Di Kecamatan Gondokusuman banyak dijumpai berbagai jenis
permukiman, salah satunya permukiman perkampungan, permukiman mewah,
permukiman asrama tentara, permukiman disepanjang jalan kereta api, dan lainlain. Setiap permukiman memiliki ketersediaan ruang terbuka hijau yang
bermacam-macam. Tergantung pada banyaknya liputan vegetasi hijau yang
terdapat pada permukiman tersebut. Sebaran ruang terbuka hijau tentunya
mengikuti pola dari sebaran permukiman tersebut. Pada keterangan tersebut
dijelaskan mengenai keberadaan ruang terbuka hijau pada kawasan permukiman
di Kecamatan Gondokusuman.
Berdasarkan uraian keterangan diatas digambarkan kondisi jumlah
penduduk yang meningkat disetiap waktunya menjadi ancaman bagi keberadaan

ruang terbuka hijau di Kecamatan Gondokusuman. Pemerintah Kota seharusnya
merencanakan pengembangan dan peningkatan ketersediaan ruang terbuka hijau
yang lebih dari cukup. Dalam rangka pengadaan dan peningkatan ketersediaan
ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan ternyata Pemerintah Kota mengalami
kendala yakni kesulitan mengganti tingginya harga tanah. Berdasarkan uraian
Anonim (2012) dalam berita Harian Koran Kedaulatan Rakyat tanggal 4
Desember 2012 halaman 9, Rencana Pemerintahan Kota (PemKot) Yogyakarta
yang hendak membeli tanah warga untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik bagi
kelurahan masih tersendat prosesnya. Hal ini lantaran pemilik tanah mematok

harga yang cukup tinggi dengan di diatas Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Sebagai
contoh dalam uraian berita tersebut ialah sebidang tanah di Kelurahan Klitren
dengan luasan mencapai 731 meter persegi dengan harga dari pemilik tanah
mencapai Rp.1,5juta per meter persegi. Sementara penawaran Pemerintah Kota
hanya berani di angka Rp.600 ribu per meter perseginya. Lain lagi dengan
sebidang tanah seluas 370 meter persegi di Kelurahan Purwokinanti. Warga
pemilik tanah mematok harga jual Rp. 1,08 juta per meter persegi. Padahal sesuai
ketentuan NJOP harga tanah di sekitar daerah tersebut mencapai Rp.200 ribu per
meter persegi, sementara Pemerintah Kota menyodorkan harga sekitar Rp. 407
ribu per meter perseginya. Warga pemilik tanah belum bersedia melepas
keberadaan tanahnya dengan alasan ketidaksepakatan soal harga yang diinginkan.
Harga jual tanah yang akan dibeli pemerintah kota untuk peningkatan ruang
terbuka hijau jauh dari harapan. Ketidakmampuan dalam aspek finansial menjadi
faktor penghambat bagi pemerintah kota dalam meningkatkan ruang terbuka hijau
(RTH) di tiap Kelurahan. Sehingga ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) saat
ini belum optimal keberadaannya. Dalam Undang-Undang Penataan Ruang
Nasional Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa jumlah RTH disetiap kota
harus sebesar 30 % dari luas total kota tersebut. Proporsi ruang terbuka hijau pada
wilayah perkotaan adalah sebesar 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka publik
dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat. Apabila luas ruang terbuka hijau

baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas
lebih besar daripada peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi
tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.
Sedangkan hipotesis pada dasarnya merupakan suatu proposisi atau
anggapan yang mungkin benar, dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan
keputusan/pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut.

Hipotesis statistik ialah suatu pernyataan tentang bentuk fungsi suatu variabel atau
tentang nilai sebenarnya suatu parameter. Suatu pengujian hipotesis statistik ialah
prosedur yang memungkinkan keputusan dapat dibuat, yaitu keputusan untuk
menolak atau tidak menolak hipotesis yang sedang dipersoalkan/diuji.
Hipotesis (atau lengkapnya hipotesis statistik) merupakan suatu anggapan
atau suatu dugaan mengenai populasi. Sebelum menerima atau menolak sebuah
hipotesis, seorang peneliti harus menguji keabsahan hipotesis tersebut untuk
menentukan apakah hipotesis itu benar atau salah. H0 dapat berisikan tanda
kesamaan (equality sign) seperti : = , ≤ , atau ≥. Bilamana H0 berisi tanda
kesamaan yang tegas (strict equality sign) = , maka Ha akan berisi tanda tidak
sama (not-equality sign). Jika H0 berisikan tanda ketidaksamaan yang lemah
(weak inequality sign) ≤ , maka Ha akan berisi tanda ketidaksamaan yang kuat
(stirct inequality sign) > ; dan jika H0 berisi ≥, maka Ha akan berisi α dan Fhitung < Ftabel, maka tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel
terikat.



Jika signifikansi yang diperoleh < α dan Fhitung > Ftabel, maka tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel
terikat.
Keterangan: α merupakan taraf signifikansi, misalnya α = 0,05.

III. Uji Koefisien Korelasi
a. Pengertian
Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua
variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi
menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel
acak. Jika koefesien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan
searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula.
Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan
terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi rendah
(dan sebaliknya). Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan

hubungan antara dua variabel penulis memberikan kriteria sebagai berikut
(Sarwono:2006):


0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel



>0 – 0,25: Korelasi sangat lemah



>0,25 – 0,5: Korelasi cukup



>0,5 – 0,75: Korelasi kuat




>0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat



1: Korelasi sempurna

V.

Hasil dan Pembahasan

A Tahapan Pengerjaan

Berikut merupakan langkah-langkah dalam menggunakan Uji Koefisien
Kolerasi pada SPSS, diantaranya:
1. Buka SPSS
2. Klik Variabel View, kemudian pada bagian Name tulis saja Aksesibilitas Halte,
kemudian di baris kedua Kualitas Pelayanan dan dibaris ketiga Keputusan Pengguna,
selanjutnya pada kolom Type ubah menjadi Numeric. Pindah ke Data View dan
lengkapi data sampai seperti dibawah ini.


3. Klik menu Analyze, kemudian pilih Correlate, dan klik Bivariate

4.

Selanjutnya akan muncul kotak dengan nama Bivariate Correlation, masukkan

variabel Aksesibilitas Halte, Kualitas Pelayanan dan Keputusan Pengguna ke dalam
kolom variables. Pastikan kolom Correlation Coefficients sudah mencentang Pearson,
kemudian kolom Test Of Significance sudah mencentang Two Tailed. Dan Flag
significant correlation juga sudah dicentang

5.

Klik OK, maka akan keluar hasil sebagai berikut.

Dalam pengambilan keputusan, dapat dilihat dari nilai signifikansi dan
Pearson pada Tabel Correlation. Maka dapat dilihat 2 pertimbangan :
a. Berdasarkan nilai signifikansi : dari output diatas, diketahui antara pertumbuhan
penduduk dengan kepadatan penduduk, nilai signifiksnnya 0,011 < 0,05 yang
berarti terdapat kolerasi yang signifikan. Selanjutnya antara pertumbuhan
penduduk dengan pemanfataan ruang RTH nilai signifikannya 0,938 < 0,05 yang
berarti tidak terdapat kolerasi yang signifikan. Terakhir antara kepadatan penduduk
dengan pemanfaatan ruang RTH nilai signifikan 0,342 < 0,05 yang berarti tidak
terdapat kolerasi yang signifikan.

b. Melihat nilai Pearson Correlation : dari output diatas, diketahui bahwa Nilai
Pearson Correlation

yang dihubungkan

antara

masing-masing

variabel

mempunyai tanda bintang, ini berarti terdapat kolerasi yang signifikan antara
variabel yang dihubungkan.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/12184366/TEORI_PERTUMBUHAN_EKONOMI_MEN
URUT_PARA_AHLI (5/03/2018)
http://digilib.unila.ac.id/8129/15/BAB%20II.pdf (5/03/2018)
http://repository.petra.ac.id/14556/ (01/03/2018)
Engineering Statistics Handbook. (2009). Kolmogorov-Smirnov Goodness-of-Fit
Test. USA: NIST Semate