Perbedaan Self-Esteem Proses Penuaan Pada Lansia Pria dan Wanita Terhadap Citra Tubuh di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Binjai

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Lansia
1.1 Definisi Lansia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 dikatakan bahwa lanjut usia adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Maryam, 2010).
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang
untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis
(Effendi & Makhfudli, 2009).
Lanjut usia adalah indivdu yang berusia 60 tahun atau lebih ada
umumnya mengalami tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi
biologis, psikologis, sosial dan ekonomi (Nugroho, 2008).
1.2 Tahapan Perkembangan Pada Lansia
Berikut ini adalah tahapan perkembangan manusia pada dewasa tua
(usia lanjut) menurut beberapa teori :
a. Menurut Nasir & Muhith (2011) tahap-tahap perkembangan pada
dewasa tua yaitu :
1) Young-old, 65-74 tahun: beradaptasi dengan masa pensiun
(penurunan penghasilan), beradaptasi dengan perubahan fisik, serta
dapat berkembang penyakit kronis.


Universitas Sumatera Utara

2) Middle-old, 75-84 tahun: diperlukan adpatasi terhadap penurunan
kecepatan dalam pergerakan dan kemampuan sensori, serta
peningkatan ketergantungan terhadap oranglain.
3) Old-old, 85 tahun ke atas: terjadi peningkatan gangguan kesehatan
fisik.
b. Teori tugas perkembangan (development task theory) menurut Robert
Havinghurst pada usia lanjut yaitu :
1) Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
2) Menyesuaikan diri denngan situasi pensiun dan penghasilan yang
semakin berkurang
3) Menyesuaikan

diri

dengan

keadaan


kehilangan

pasangan

(suami/istri)
4) Membina hubungan dengan teman sesama uisa lanjut
5) Melakukan pertemuan-pertemuan sosial
6) Membangun kepuasaan kehidupan
7) Kesiapan menghadapi kematian (Potter & Perry, 2005)
c. Menurut teori perkembangan psikososial Erik H. Erickson pada
dewasa akhir yaitu : Integritas ego vs putus asa. Menjadi tua sudah
tidak menghasilkan m\keturunan, tetapi masih produktif dan kreatif
dalam hal lain, misalnya memberi perhatian/merawat generasi
penerus., seperti cucu dan remaja pada umumnya. Tahap terakhir dari
psikoseksual adalah generalisasi sensualitas beruapa memperoleh
kenikmatan dari berbagai fisik, penglihatan, pendengaran, kecapan,

Universitas Sumatera Utara

bau, pelukan, dan juga stimulasi genital. Banyak terjadi pada krisis

psikososial terakhir ini, kulaitas distonik “putus asa” yang menang.
Orang dengan kebijaksanaan yang matang, tetap mempertahankan
integritasnya ketika kemampuan fisik dan mentalnya menurun. Pada
tahap usia tua, ritualisasinya adalah integral, ungkapan kebijaksanaan
dan pemahaman makna kehidupan. Interaksi yang tidak mementingkan
keinginan dan kebutuhan duniawi.
1) Indikator positif : penerimaan kehidupan pribadi sebagai sesuatu
yang berharga dan unik. Siap menerima kematian.
2) Indikator negatif : perasaan kehilangan, jijk terhadap orang lain.
3) Masa lansia dapat melihat ke belakang dengan rasa puas serta
penerimaan hidup dan kematian.
4) Resolusi (pencapaian) yang tidak berhasil dalam krisis ini bisa
menghasilkan perasaan putus asa karena individu melihat
kehidupan sebagai bagian dari ketidakberuntungan, kekecewaan,
dan kegagalan.
d. Menurut Sullivan dengan teori nya yang terkenal adalah “interpersonal
theory of psychiatry” yang meninjau kepribadian dari kacamata
tingkat-tingkat perkembangan tertentu dengan pandangan yang bersifat
psikologisosial. Tahap dan tugas perkembangan pada fase dewasa
yaitu : Pada fase ini, tugas perkembangannya adalah belajar untuk

saling ketergantungan dan tanggung jawab terhadap oranglain. Namun,
pada fase usia lanjut (di atas 60 tahun) tugas perkembangan adalah

Universitas Sumatera Utara

menyadari sebagai individu lansia dan menerima arti kehidupan dan
kematian (Nasir & Muhith, 2011).

2. Proses Penuaan
2.1 Definisi Proses Penuaan
Proses menua (aging process) adalah proses alami yang disertai
adanya penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial
yang saling berinteraksi satu sama lain, menua bukanlah suatu penyakit
tetapi, merupakan suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh (Miller, 2009).
Proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat
dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Proses penuaan berlangsung
sejak

seseorang


menghilangnya

mencapai
secara

dewasa.

perlahan-lahan

Menua

adalah

kemampuan

suatu

proses


jaringan

untuk

memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan struktur dan
fungsi secara normal, ketahanan terhadap cedera (Mubarak, 2009).
2.2 Perubahan Akibat Proses Penuaan
Perubahan akibat proses menua yang paling menonjol pada usia tua
adalah perubahan fisik dan fungsi seperti :

Universitas Sumatera Utara

1. Sel
Menjadi Lebih sedikit jumlahnya, ukurannya lebih besar,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler,
jumlah sel otak menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu, otak
menjadi atrofi, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah,
dan hati.
2. Sistem persarafan
Menurunnya hubungan persarafan, berat otak menurun 10-20%,

respon dan waktu untuk beraksi lambat khususnya terhada stres, defisit
memori, mengecilnya saraf panca indera seperti penglihatan berkurang,
pendengaran menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih
sensitif terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap
dingin, kurang sensitif terhadap sentuhan.
3. Sistem Pendengaran
Hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam, otosklerosis
akibat membran timpani yang atrofi, terjadi pengumpulan serumen, fungsi
pendengaran

semakin

menurun

pada

lansia

yang


mengalami

ketegangan/stres.
4. Sistem penglihatan
Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih
berbentuk sferis (bola),kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak,
meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap

Universitas Sumatera Utara

kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap, Hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapangan pandang, berkurang luas
pandangannya, menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.
5. Sistem kardiovaskular
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas dinding aorta
menurun, kemampuan jantung memompa darah menurun hal ini
menyebabakan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenisasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk
ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan

pusing mendadak, tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer.
6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh.
Temperatur tubuh menurun ( hipotermia ) secara fisiologis akibat
metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak
dapat memproduksi panas akibatnya aktivitas otot menurun.
7. Sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas dari silia, alveoli ukurannya melebar dari biasa dan
jumlahnya berkurang, kemampuan untuk batuk berkurang, kemampuan
kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia
paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas
pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun,.

Universitas Sumatera Utara

8. Sistem Gastrointestinal.
Kehilangan gigi akibat Periodontal disease yang biasa terjadi
setelah umur 30 tahun dan kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk,
Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di lidah

terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit, Eosephagus melebar, Rasa
lapar menurun, asam lambung menurun, Peristaltik lemah dan biasanya
timbul konstipasi, Daya absorbsi melemah.
9. Sistem Reproduksi
Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spematozoa
meskipun ada penurunan secara berangsur-angsur, kurang lebih 75% pria
diatas 65 tahun mengalami pembesaran prostat. Pada wanita vagina
mengalami kontraktur dan mengecil, menciutnya ovari dan uterus, atrofi
payudara dan vulva, selaput lendir vagina menurun.
10. Sistem perkemihan
Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh
melalui urin, darah yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus (nefron).
Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%.
Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil
meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.
11. Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun, menurunnya aktivitas
tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate), dan menurunnya daya

Universitas Sumatera Utara


pertukaran zat, menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi
hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan testosteron.
12. Sistem integumen
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak,
permukaan kulit cenderung kusam, kasar dan bersisik karena kehilangan
proses kreatinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis, timbul
bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis tidak merata pada
permukaan kulit sehingga tampak bintik-bintik atau noda coklat, rambut
dalam hidung dan telinga menebal, kulit kepala dan rambut menipis dan
berwarna kelabu, berkurangnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan
kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras, rapuh, pudar dan kurang
bercahaya, berkurangnya jumlah dan fungsi kelenjar keringat.
13. Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan semakin rapuh, kifosis, gerakan
pinggang, lutut, jari-jari pergelangan terbatas,

tendon mengerut dan

mengalami sklerosis, aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses
menua, kekuatan dan stabilitas tulang menurun terutama vertebra,
pergelangan, dan paha sehingga insiden osteoporosis dan fraktur
meningkat, atrofi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram
dan menjadi tremor. (Potter & Perry, 2005; Nugroho, 2008)
Kemunduran yang telah disebutkan sebelumnya mempunyai
dampak terhadap tingkah laku dan perasaan orang yang memasuki lanjut
usia. Misalnya, kemunduran fisik yang berpengaruh terhadap penampilan

Universitas Sumatera Utara

seseorang. Pada umumnya, saat dewasa, seseorang dianggap tampil paling
cakap, rampan, atau paling cantik. Kemunduran fisik yang pada dirinya
membuat yang bersangkutan berkesimpulan bahwa kecantikan atau
ketampanan yang mereka miliki mulai hilang. Baginya, hal ini berarti
kehilangan daya tarik dirinya. Wanita biasanya lebih risau dan merasa
tertekan karena keadaan tersebut. Biasanya wanita dipuja orang karena
kecantikan dan keindahan fisiknya. Namun, tidak berarti pria pada masa
ini tidak mengalami atau merasakan hal serupa. Pria yang sedang
mengalami proses menua, tetap menginginkan dirinya menarik bagi lawan
jenisnya (Nugroho, 2008).
3. Citra tubuh
3.1 Definisi citra tubuh
Citra tubuh atau body image mecakup sikap individu terhadap
tubuhnya sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur, dan fungsinya.
Perasaannya meliputi hal-hal yang terkait dengan seksualitas, femininitas
dan maskulinitas, keremajaan, kesehatan, dan kekuatan (Hidayat, 2009).
Citra tubuh atau gambaran diri (Body image) adalah sikap individu
terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup
persepsi serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi
tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi
dengan persepsi dan pengalaman baru setiap individu (Stuart, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar
maupun tidak sadar, meliputi performance, potensi tubuh, fungsi tubuh serta
persepsi dan perasaan tentang ukuran tubuh dan bentuk tubuh (Sunaryo, 2004).
3.2 Komponen Citra Tubuh
Citra tubuh tediri dari beberapa komponen, yaitu :
a. Afeksi ; berhubungan dengan perasaan individu terhadap penampilan
tubuhnya yang mencakup kepuasan dan evaluasi terhadap penampilan
fisik.
b. Kognitif ; berhubungan dengan keyakinan individu mengenai bentuk
dan penampilan fisik.
c. Tingkah laku ; mencakup pada kegiatan yang dilakukan untuk
memelihar atau mempertahankan penampilan tubuhnya (Rahmania &
Yuniar, 2012)
3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi citra tubuh
a. Persepsi
Persepsi yang berasal dari pandangan pribadi tentang karakteristik
dan kemampuan fisik dan persepsi dari pandangan orang lain. Cara
individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada
aspek psikologinya. Pandangan yang realistik terhadap dirinya,
menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan membuatnya lebih
merasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan
harga diri.

Universitas Sumatera Utara

b. Pertumbuhan kogintif dan perkembangan fisik
Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan
penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh
dibandingkan dengan aspek lainnya dari dari konsep diri. Misalnya,
penuaan mencakup penurunan ketajaman pendengaran, penglihatan
dan mobilitas dapat mempengaruhi citra tubuh.
c. Sikap
Seseorang umumnya tidak mengadaptasi dengan cepat terhadap
perubahan dalam fisik tubuh. Misalnya, lansia sering mengatakan
bahwa mereka merasa tidak berbeda tetapi ketika mereka melihat diri
mereka dalam cermin, mereka terkejut dengan kulit yang keriput dan
rambut memutih (Potter & Perry, 2005).
3.4 Tanda dan gejala gangguan citra tubuh
Gangguan citra tubuh biasanya melibatkan distorsi dan persepsi
negatif tentang penampilan fisik mereka. Perasaan malu yang kuat,
kesadaran diri dan ketidaknyamanan sosial sering menyertai penafsiran ini
(Wald & Alvaro, 2004).
Citra tubuh yang negatif merupakan suatu persepsi yang salah
mengenai bentuk individu, perasan yang bertentangan dengan kondisi
tubuh individu sebenarnya. Individu merasa bahwa hanya orang lain yang
menarik dan bentuk tubuh dan ukuran tubuh individu adalah sebuah tanda
kegagalan pribadi. Individu merasakan malu, self-conscious, dan khawatir
akan badannya. Individu merasakan canggung dan gelisah terhadap

Universitas Sumatera Utara

badannya. Citra Tubuh yang positif merupakan suatu persepsi yang benar
tentang bentuk individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi
yang sebenarnya. Individu menghargai badan/tubuhnya yang alami dan
individu memahami bahwa penampilan fisik seseorang hanya berperan
kecil dalam menunjukkan karakter mereka dan nilai dari seseorang.
Individu merasakan bangga dan menerimanya bentuk badannya yang unik
dan tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat
badan, dan kalori. Individu merasakan yakin dan nyaman dengan kondisi
badannya. Adapun tanda dan gejala dari gangguan citra tubuh yaitu
menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah, tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi, menolak
penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif pada tubuh, preokupasi
dengan bagian tubuh yang hilang, mengungkapkan keputusasaan,
mengungkapkan ketakutan (Sitorus, 2011).

4. Self-Esteem
4.1 Definisi Self-Esteem
Self-esteem atau harga diri adalah penilaian terhadap hasil yang
dicapai dengan analisis, sejauh mana perilaku memenuhi ideal diri. Jika
individu selalu sukses maka cenderung harga dirinya akan tinggi dan jika
mengalami gagal cenderung harga diri menjadi rendah (Tarwoto &
wartonah, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Self-esteem atau harga diri adalah penilaian individu tentang nilai
personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai periku
dirinya dengan ideal diri (Stuart, 2007).
Self-esteem atau harga diri adalah suatu evaluasi dimana seseorang
membuat atau mempertahankan diri (Potter & Perry, 2005).
4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-Esteem
Menurut

beberapa

ahli

dikemukakan

faktor-faktor

yang

mempengaruhi gangguan harga diri, seperti :
1) Perkembangan individu
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan
orangtua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengakibatkan
anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang
lain. Pada saat berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya
pengakuan dan pujian dari orangtua dan orang yang dekat atau penting
baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk
mandiri, memutuskan sendiri akan bertanggungjawab terhadap
perilakunya. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan mengontrol,
membuat anak merasa tidak berguna.
2) Ideal diri tidak realistis
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya
hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang
tidak dapat dicapai, seperti cita-cita yang terlalu tinggi dan tidak

Universitas Sumatera Utara

realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu
menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.
3) Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluaraga merasa rendah
diri.
4) Sistem keluarga yang tidak berfungsi
Orangtua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu
membangun harga diri anak dengan baik. Orangtua memberi umpan
balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak harga diri anak.
Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan
masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap
pengalaman dan kemampuan di lingkungannya.
5) Pengalaman traumatik yang berulang misalnya akibat aniaya fisik,
emosi dan seksual
Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi,
peperangan, bencana alam, kecelakaan atau perampokan. Individu
merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau strategi
untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma, mengubah
arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya koping
yang biasa berkembang adalah depresi dan denail pada trauma.
(Salbiah, 2003)

Universitas Sumatera Utara

4.3 Karakteristik Self-esteem Tinggi dan Rendah
a. Karateristik self-esteem tinggi
Self-esteem atau harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari
penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan,
dan kegagalan, tetap merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga (Stuart,
2007).
Rosenberg dan Owens (dalam Guindon, 2010) menjabarkan lebih
lanjut karakteristik individu dengan self-esteem tinggi dan rendah, seperti
dibawah ini.
Karaktristik individu dengan self-esteem tinggi :
1. Merasa puas dengan dirinya sendiri
2. Bangga menjadi dirinya sendiri
3. Lebih sering mengalami rasa senang dan bahagia
4. Menanggapi pujian dan kritik sebagai masukan
5. Dapat menerima kegagalan dan bangkit dari kekecewaan akibat gagal
6. Memandang hidup secara positif dan dapat mengambil sisi positif dari
kejadian yang dialaminya
7. Menghargai tanggapan orang lain sebagai umpan balik untuk
memeperbaiki diri
8. Menerima peristiwa negatif yang terjadi pada diri adan berusaha
memperbaikinya
9. Mudah untuk berinteraksi, berhubungan dekat dan percaya pada orang
lain

Universitas Sumatera Utara

10. Berani mengambil resiko
11. Bersikap postif pada orang lain dengan dirinya
12. Optimis
13. Berpikir konstruktif (dapat mendorong diri sendiri)

b. Karateristik self-esteem rendah
Menurut Stuart (2009) beberapa perilaku yang berhubungan dengan
self-esteem atau harga diri rendah antara lain ;
1. Mengkritik diri sendiri
2. Penurunan produktifitas
3. Gangguan dalam berhubungan dengan orang lain
4. Perasaan tidak mampu
5. Perasaan bersalah
6. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan
7. Perasaan negatif mengenai dirinya sendiri
8. Pandangan hidup pesimis
9. Menarik diri secara sosial
10. Perasaan khawatir

Rosenberg dan Owens (dalam Guindon, 2010) menjabarkan lebih
lanjut karakteristik individu dengan self-esteem tinggi dan rendah,
seperti dibawah ini.
Karakteristik individu dengan self-esteem rendah ;

Universitas Sumatera Utara

1. Merasa tidak puas dengan dirinya
2. Ingin menjadi orang lain atau berada di posisi orang lain
3. Lebih sering mengalami emosi yang negative (stress, sedih, marah)
4. Sulit menerima pujian, tapi terganggu oleh kritik
5. Sulit menerima kegagalan dan kecewa berlebihan saat gagal
6. Memandang hidup dan berbagai kejadian dalam hidup sebagai hal
yang negatif
7. Menanggap tanggapan orang lain sebagai kritik yang mengancam
8. Membesar-besarkan peristiwa negative yang pernah dialaminya
9. Sulit untuk berinteraksi, berhubungan dekat dan percaya pada orang
lain
10. Menghindar dari resiko
11. Bersikap negatif (sinis) pada orang lain dengan dirinya
12. Pesimis
13. Berpikir yang tidak membangun (merasa tidak dapat membantu diri
sendiri)

Universitas Sumatera Utara