Kemampuan Fungsional Lansia Di Panti Werdha UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan.

(1)

KEMA

UPT. PE

AMPUAN

ELAYANA

W

UN

N FUNGS

AN SOSI

WILAYA

FAKUL

NIVERSIT

SIONAL L

IAL LANJ

AH BINJA

SKRIP Oleh RAHMA

091121

TAS KEP

TAS SUM

MEDA

201

LANSIA D

JUT USIA

AI DAN M

PSI h AYATI

1012

PERAWA

MATERA

AN

1

DI PANT

A DAN A

MEDAN

ATAN

A UTARA

TI WERDH

NAK BAL

HA

LITA


(2)

(3)

PRAKATA

Segala puji kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya yang telah dilimpahkan kepada Penulis sehingga skripsi ini dapat selesai tepat waktu dengan judul “ Kemampuan Fungsional Lansia di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Di dalam penyusunan skripsi ini, Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan

2. Iwan Rusdi, S.Kp. MNS, selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada Penulis

3. Ibu Cholina Trisa S, S.Kep. M.Kep. Sp.KMB, selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan Penulis dalam penyusunan skripsi ini 4. Ibu Salbiah, S.Kp. M.Kep, selaku penguji dalam sidang skripsi ini

5. Seluruh staff dan dosen yang mengajar di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

6. Kepada keluarga saya yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materil dalam proses penyusunan skripsi ini

7. Seluruh rekan yang ada di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang banyak memberikan bantuan dan dukungan kepada Penulis.


(4)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, baik dalam hal penulisan maupun isi, oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

Medan, 12 Januari 2011


(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Abstrak ...viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 5

3. Pertanyaan Penelitian ... 5

4. Tujuan Penelitian ... 6

5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 7

1. Proses Menua ... 7

2. Pengkajian Status Fungsional ... 31

3. Pelayanan Kesehatan Lansia di Panti Werdha ... 38

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 44

1. Kerangka Konseptual ... 44

2. Defenisi Operasional ... 45

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 47

1. Jenis dan Desain Penelitian ... 47

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 48

3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 48

4. Pertimbangan Etik ... 49

5. Instrumen Penelitian ... 50

6. Pengumpulan Data ... 52

7. Analisa Data ... 52

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

1. Hasil Penelitian ... 55


(6)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 66 1. Kesimpulan ... 66 2. Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Surat Izin Penelitian

2. Surat Keterangan Penelitian dari Dinas Sosial 3. Surat Persetujuan Menjadi Responden

4. Instrumen Penelitian 5. Master Data

6. Pengolahan Data dengan SPSS 7. Taksasi Dana Penelitian 8. Daftar Riwayat Hidup


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ………..……... 56 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Mandi …………... 57 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Berpakaian... 57 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional ke Toilet ……….…….... 58 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Berpindah Tempat ...….. 58 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Defekasi... 59 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Makan... 59


(8)

Judul : Kemampuan Fungsional Lansia Di Panti Werdha UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan

Nama Mahasiswa : Rahmayati

NIM : 091121012

Fakultas : S1 Keperawatan

Tahun : 2009-2010

Pengkajian kemampuan fungsional sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan pada kemampuan lansia dalam melaksanakan fungsi kehidupan sehari – harinya. Kemampuan fungsional merupakan pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara mandiri. Gangguan fisik akan membatasi kemampuan lansia untuk melakukan aktivitas. Hal ini diketahui dari data seluruh lansia di Panti UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan menderita reumatik sebanyak 40 orang, penderita diabetes militus sebanyak 86 orang, penderita hipertensi sebanyak 82 orang, penderita asma sebanyak 75 orang, dan penyakit lainnya. Tujuan penelitian untuk mengetahui tentang gambaran kemampuan fungsional lansia di Panti Werdha UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan. Jenis penelitian deskriptif. Sampel dalam penelitian sebanyak 47 orang lansia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober- Desember 2010.Di panti werdha UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan. Analisa data menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian diperoleh bahwa kemampuan fungsional lansia untuk mandi di panti werda binjai mayoritas mandiri yaitu 38 orang (80,9%), untuk berpakaian mayoritas mandiri yaitu 40 orang (85,1%). pergi ke toilet matoritas mandiri yaitu 36 orang (76,6%), untuk berpindah (jalan) mayoritas mandiri yaitu 36 orang (76,6%), untuk mengontrol BAK dan BAB mayoritas yang mandiri yaitu 44 orang (93,6%) dan untuk makan mayoritas mandiri yaitu 44 orang (93,6%).


(9)

Judul : Kemampuan Fungsional Lansia Di Panti Werdha UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan

Nama Mahasiswa : Rahmayati

NIM : 091121012

Fakultas : S1 Keperawatan

Tahun : 2009-2010

Pengkajian kemampuan fungsional sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan pada kemampuan lansia dalam melaksanakan fungsi kehidupan sehari – harinya. Kemampuan fungsional merupakan pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara mandiri. Gangguan fisik akan membatasi kemampuan lansia untuk melakukan aktivitas. Hal ini diketahui dari data seluruh lansia di Panti UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan menderita reumatik sebanyak 40 orang, penderita diabetes militus sebanyak 86 orang, penderita hipertensi sebanyak 82 orang, penderita asma sebanyak 75 orang, dan penyakit lainnya. Tujuan penelitian untuk mengetahui tentang gambaran kemampuan fungsional lansia di Panti Werdha UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan. Jenis penelitian deskriptif. Sampel dalam penelitian sebanyak 47 orang lansia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober- Desember 2010.Di panti werdha UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan. Analisa data menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian diperoleh bahwa kemampuan fungsional lansia untuk mandi di panti werda binjai mayoritas mandiri yaitu 38 orang (80,9%), untuk berpakaian mayoritas mandiri yaitu 40 orang (85,1%). pergi ke toilet matoritas mandiri yaitu 36 orang (76,6%), untuk berpindah (jalan) mayoritas mandiri yaitu 36 orang (76,6%), untuk mengontrol BAK dan BAB mayoritas yang mandiri yaitu 44 orang (93,6%) dan untuk makan mayoritas mandiri yaitu 44 orang (93,6%).


(10)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam Pembangunan Nasional, telah menunjukkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat. Saat ini diseluruh dunia jumlah lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Pertambahan orang usia lanjut di negara maju seperti Amerika Serikat diperkirakan 1000 orang perhari, pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu berganti menjadi lansia (Nugroho, 2008).

Secara demografi, menurut sensus penduduk pada tahun 1980 di Indonesia jumlah penduduk 147,3 juta. Angka tersebut terdapat perkiraan 16,3 juta orang (11%) yang berusia 50 tahun ke atas, dan perkiraan 6,3% juta orang (4,3%) berusia 60 tahun ke atas. Perkiraan dari 6,3 juta orang terdapat 822.831 orang (13,06%) tergolong jompo. Tahun 2000 diperkirakan jumlah lanjut usia meningkat menjadi 9,9% dari seluruh penduduk Indonesia (22.277.700 jiwa) dengan umur harapan hidup 65-70


(11)

tahun dan pada tahun 2002, jumlah lansia di Indonesia berjumlah 16 juta dan diprediksikan akan bertambah menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini merupakan peringkat keempat dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan sensus BPS tahun 1998 masing-masing untuk pria 63 tahun dan perempuan 67 tahun. Angka di atas berbeda dengan kajian WHO (1999), dimana usia harapan hidup orang Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke-103 dunia. Data statistik tersebut mengisyaratkan pentingnya pengembangan keperawatan gerontik di. indonesia (Palestin, 2008).

Survey awal yang dilakukan terdapat data di panti werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan adalah jumlah seluruh lansia saat ini sebanyak 157 orang, yang terdiri dari 77 orang pria dan 80 orang wanita . Seluruh lansia yang diketahui penderita reumatik sebanyak 40 orang, penderita diabetes militus sebanyak 86 orang, penderita hipertensi sebanyak 82 orang, penderita asma sebanyak 75 orang, dan penyakit lainnya.

Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan pada organisme yang menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan, merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang sudah mencapai usia lanjut (Stanlay, 2006). Proses menua bukanlah suatu penyakit tetapi suatu proses alamiah. Proses menua sulit dihindari dengan upaya apapun, namun manusia dapat berusaha memperlambat proses alami ini dan menjaga supaya sampai usia lanjut masih bisa hidup dalam keadaan sehat dan


(12)

menikmati kehidupan yang bahagia dan berkualitas. Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial ekonomi (Hardywinoto, 2004).

Proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama lain . Proses menua yang terjadi pada lansia dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran (Palestin, 2008).

Berbagai kemunduran fisik mengakibatkan kemunduran gerak fungsional baik kemampuan mobilitas maupun perawatan diri. Kemunduran fungsi mobilitas meliputi penurunan kemampuan mobilitas ditempat tidur, berpindah, jalan/ ambulasi, dan mobilitas dangan alat adaptasi. Kemunduran kemampuan perawatan diri meliputi penurunan kemampuan aktivitas makan, mandi, berpakaian, defekasi dan berkemih, merawat rambut, gigi, serta kumis dan kuku (Pudjiastuti, 2003).

Kemampuan pada lansia harus diidentifikasi, dengan kata lain apakah lansia masih dapat beraktivitas dengan mandiri dan seberapa besar kemampuan yang masih dimiliki. Kemampuan fungsional ini harus dipertahankan semandiri mungkin. Sisa kemampuan harus diperhatikan pada aspek fisik dalam melakukan kegiatan sehari-hari, sehingga perlu dilakukan pengkajian kemampuan fungsional untuk melihat kemampuan lansia dalam melakukan perawatan diri mereka sendiri yang dimulai dari aktivitas kehidupan harian. (Watson,2001).


(13)

Pengkajian kemampuan fungsional sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan pada kemampuan lansia dalam melaksanakan fungsi kehidupan sehari– harinya. Pengkajian kemampuan fungsional merupakan pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dilakukan untuk mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien, serta menciptakan pemilihan intervensi yang tepat. (Kushariadi, 2009).

Pengkajian kemampuan fungsional merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri antara lain : Mengontrol BAB dan BAK, pergi ke toilet, makan, berpakaian, mandi dan berpindah tempat. Pengkajian kemampuan fungsional penting untuk mengetahui gambaran kemandirian, dan besarnya bantuan yang diperlukan dalam aktivitas kehidupan sehari – hari (James, 2003).

Pengkajian kemampuan fungsional umumnya mengikuti indeks pengukuran yang dikembangkan oleh Barthel dan Kats . Indeks Katz dalam aktivitas kehidupan sehari-hari merupakan alat yang digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lanjut usia. Indeks ini didasarkan pada hasil evaluasi terhadap kemandirian atau keadaan sebaliknya, yaitu ketergantungan secara fungsional. Indeks Kart meliputi keadekuatan pelaksanaan dalam enam fungsi seperti : mandi, berpakaian , pergi ke toilet, berpindah tempat, mengontrol BAB dan BAK, dan makan. Kemandirian di sini dihubungkan dengan kemampuan klien dalam melakukan fungsi tanpa memerlukan supervisi, petunjuk, maupun bantuan aktif dengan pengecualian yang didasarkan pada Katz indeks. Bagi klien yang menolak untuk


(14)

melakukan sendiri suatu fungsi tertentu tetapi sebenarnya dia mampu, maka dianggap tidak bisa melakukannya (Tamher, 2008).

Permasalahan kemampuan fungsional di dalam kehidupan sehari-hari pada lansia yang berada di panti werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan, akan menimbulkan dampak yang buruk dalam menjalani hari tua. Berdasarkan alasan diatas peneliti tertarik mengangkat masalah tersebut untuk mengetahui permasalahan yang dialami oleh lanjut usia, tentang gambaran kemampuan fungsional lansia di panti werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kemampuan Fungsional Lansia di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi pertanyaan peneliti adalah bagaimana gambaran kemampuan fungsional lansia di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.


(15)

4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tentang gambaran kemampuan fungsional lansia di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

5. Manfaat Penelitian

5.1 Bagi pendidikan kesehatan

Sebagai informasi dan menambah pengetahuan bagi pendidikan kesehatan dalam melakukan pelayanan gerontik, dengan permasalahan terhadap kemampuan fungsional lansia.

5.2 Bagi Panti Werdha

Sebagai masukan bagi panti werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan dalam perawatan lansia tentang kemampuan fungsional, agar dapat semakin memandirikan lansia dalam aktivitas kehidupan sehari – hari.

5.3 Bagi penelitian selanjutnya

Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya agar penelitian tentang kemampuan fungsional lanjut usia dapat lebih sempurna.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Proses Menua

1.1 Defenisi

Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di mulai dari satu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan-gerakan lambat, dan postur tubuh yang tidak proforsional (Nugroho, 2008).

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alami. Menua bukanlah suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia. Lanjut usia akan selalu bergandengan dengan perubahan fisiologi maupun psikologi (Nugroho, 2000).


(17)

Dalam buku keperawatan gerontik dan geriatric, Wahyudi Nugroho (2008) mengatakan bahwa menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan dari jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang di derita. Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia secara perlahan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa proses menua itu merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor yang saling berkaitan yang dapat mempengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk kehidupan seksualnya.

Proses menua merupakan proses yang terus menerus/berkelanjutan secara alamiah dan umumnya di alami oleh semua makhluk hidup, misalnya, dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain, hingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Kecepatan proses menua setiap individu pada organ tubuh tidak akan sama. Adakalanya seseorang belum tergolong lanjut usia/masih muda, tetapi telah menunjukkan kekurangan yang mencolok. Adapula orang yang sudah lanjut usia, penampilannya masih sehat, segar bugar, dan badan tegap. Walaupun demikian, harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering dialami lanjut usia. Manusia secara lambat dan progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menempuh semakin banyak penyakit degeneratif (mis: hipertensi, arteriosklerosis, diabetes militus dan kanker) yang akan menyebabkan berakhirnya hidup dengan episode terminal yang dramatis,


(18)

misalnya stroke, infark miokard, koma asidotik, kanker metastatis dan sebagainya.

Proses menua merupakan kombinasi bermacam-macam faktor yang saling berkaitan. Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang proses menua yang tidak seragam. Secara umum, proses menua didefinisikan sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif, dan detrimental. Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup. Berikut akan dikemukakan bermacam-macam teori proses menua yang penting.

Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologi, psikologi dan sosial (Iknatius, 2000).

Lansia adalah Orang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak memiliki atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain(UU.No 4 tahun 1999).

Lansia menurut UU No.13 thn 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia Pasal 1 ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.

Secara ekonomis, penduduk lansia dapat diklasifikasikan atas lima klasifikasi yaitu :

1) Pralansia


(19)

2) Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

3) Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

4) Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.

5) Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada kehidupan orang lain (Maryam, 2000).

Memberdayakan penduduk lansia potensial dalam berbagai aktifitas produktif merupakan salah satu upaya penunjang kemandirian lansia, tidak saja dari aspek ekonomi tetapi sekaligus pemenuhan kebutuhan psikologi, social, budaya, dan kesehatan (Nugroho, 2000).

1.2Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan

Menurut Pudjiastuti dalam bukunya pada tahun 2002 bahwa faktor yang mempengaruhi penuaan terdiri dari : Faktor endogen adalah perubahan dimulai dari sel – jaringan – organ – sistem pada tubuh dan faktor ekstrogen, yaitu lingkungan, sosial budaya, gaya hidup.


(20)

Menurut bandiyah, 2009 faktornya terdiri dari : hereditas atau keturunan /genetik, nutrisi atau makanan , status kesehatan , pengalaman hidup , stres (Nugroho, 2000).

1.3. Teori Proses Menua

Proses menua bersifat individual:

1. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda. 2. Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda.

3. Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses menua. a. Teori Biologis

1. Teori Genetik

Teori genetik clock, teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti selnya memiliki suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar, dia akan mati.

Manusia mempunyai umur harapan hidup nomor dua terpanjang setelah bulus. Secara teoritis, memperpanjang umur mungkin terjadi,


(21)

meskipun hanya beberapa waktu dengan pengaruh dari luar, misalnya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dengan pemberian obat-obatan atau tindakan tertentu.

Teori mutasi somatic, menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus-menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau sel menjadi penyakit. Setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel (Suhana, 2000).

2. Teori nongenetik

Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory), mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Mutasi yang merusak membran sel, akan menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit auto-imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989). Proses metababolisme tubuh, memproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga


(22)

jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh, tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan autoimun.

Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory), teori radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh, karena adanya proses metabolisme atau proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat atom atau molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik, misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak dapat bergenerasi (Halliwel, 1994). Radikal bebas dianggap sebagai penyabab penting terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang terdapat dilingkungan seperti:

1. Asap kendaraan bermotor 2. Asap rokok

3. Zat pengawet makanan 4. Radiasi

5. Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua.


(23)

Teori menua akibat metabolism, telah dibuktikan dalam berbagai percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur (Darmojo, 2000).

Teori rantai silang (cross link theory), teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan pada membran plasma, yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada proses menua.

Teori fisiologis, teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik, terdiri atas teori oksidasi stres (wear and tear theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal).

b. Teori Sosiologis

Teori Sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini antara lain:

1. Teori Interaksi Sosial

Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai


(24)

masyarakat. Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan status sosial berdasarkan kemampuan bersosialisasi.

Pokok-pokok sosial exchange theory antara lain:

1. Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai tujuannya masing-masing.

2. Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan waktu.

3. Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang aktor mengeluarkan biaya.

2. Teori aktivitas atau kegiatan

a. Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial.

b. Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.

c. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup lanjut usia.

d. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan sampai lanjut usia.


(25)

3. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan teori yang disebutkan sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia. Pengalaman hidup seseorang suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat dia menjadi lanjut usia. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah, walaupun ia telah lanjut usia.

4. Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement theory)

Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya. Pokok-pokok disangagement theory

a. Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi masa pensiun. Pada wanita, terjadi pada masa peran dalam keluarga berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa dan meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.

b. Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat dari hal ini karena lanjut usia dapat merasakan tekanan sosial berkurang,


(26)

sedangkan kaum muda memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik.

c. Ada tiga aspek utama dalam teori ini yang perlu diperhatikan: 1. Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup

2. Proses tersebut tidak dapat dihindari

3. Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat.

Teori yang pertama diajukan oleh Cumming dan Henry (1961). Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia, apalagi ditambah dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia mengalami kehilangan ganda (triple loss):

1. Kehilangan peran (loss of role).

2. Hambatan kontak sosial (restriction of contact and relationship).

3. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and values)

Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami proses menua yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan


(27)

terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri menghadapi kematiannya.

Dari penyebab terjadinya proses menua tersebut, ada beberapa peluang yang memungkinkan dapat diintervensi agar proses menua dapat diperlambat.

Kemungkinan yang terbesar adalah mencegah: 1. Meningkatnya radikal bebas.

2. Memanipulasi sistem imun tubuh.

3. Melalui metabolisme/makanan, memang berbagai misteri kehidupan masih banyak yang belum bisa terungkap, proses menua merupakan salah satu misteri yang paling sulit dipecahkan. Selain itu, peranan faktor resiko yang datang dari luar (eksogen) tidak boleh dilupakan, yaitu faktor lingkungan dan budaya gaya hidup yang salah. Banyak faktor yang memengaruhi proses menua (menjadi tua), antara lain herediter/genetik, nutrisi/makanan, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan, dan stres. Proses menua/menjadi lanjut usia bukanlah suatu penyakit, karena orang meninggal bukan karena tua, orang muda pun bisa meniggal dan bayi pun bisa meninggal. Banyak mitos mengenai lanjut usia yang sering merugikan atau bernada


(28)

negatif, tetapi sangat berbeda dengan kenyataan yang dialaminya (Nugroho, 2000).

1.4 Aspek Fisiologik Dan Patologik Akibat Proses Menua

Perubahan akibat proses menua dan usia biologis, dengan makin lanjutnya usia seseorang maka kemungkinan terjadinya penurunan anatomik dan fungsional atas organ-organnya makin besar. Peneliti Andres dan Tobin (seperti di kutip oleh Kane) mengintroduksi Hukum 1% yang menyatakan bahwa fungsi organ-organ akan menurun sebanyak satu persen setiap tahunnya setelah usia 30 tahun walaupun penelitian oleh Svanborg menyatakan bahwa penurunan tersebut tidak sedramatis seperti di atas, tetapi memang terdapat penurunan yang fungsional dan nyata setelah usia 70 tahun. Sebenarnya lebih tepat bila dikatakan bahwa penurunan anatomik dan fungsi organ tersebut tidak dikaitkan dengan umur kronologik melainkan dengan umur biologiknya. Dapat disimpulkan, mungkin seseorang dengan usia kronologik baru 55 tahun sudah menunjukkan berbagai penurunan anatomik dan fungsional yang nyata akibat umur biologiknya yang sudah lanjut sebagai akibat tidak baiknya faktor nutrisi, pemeliharaan kesehatan, dan kurangnya aktivitas.

Penurunan anatomik dan fungsional dari organ-organ tersebut akan menyebabkan lebih mudah timbulnya penyakit pada organ tersebut. Batas antara penurunan fungsional dan penyakit seringkali para ahli lebih suka


(29)

menyebutnya sebagai suatu perburukan gradual yang manifestasinya pada organ tergantung pada ambang batas tertentu dari organ tersebut dan pada dasarnya tergantung atas:

1.Derajat kecepatan terjadinya perburukan atau deteriorisasi 2.Tingkat tampilan organ yang dibutuhkan

Pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa pada seorang lanjut usia, perbedaan penting dengan perkataan lain: pertanda penuaan adalah bukan pada tampilan organ atau organisme saat istrahat, akan tetapi bagaimana organ atau organisme tersebut dapat beradaptasi terhadap stres dari luar (Kane, 2001). Sebagai contoh, seorang lansia mungkin masih menunjukkan nilai gula darah normal pada saat puasa, akan tetapi mungkin menunjukkan nilai gula darah normal pada saat puasa, akan tetapi mungkin menunjkkan nilai yang abnormal tinggi dengan pembebanan glukosa. Oleh karena itu pengguna tes darah 2 jam post pradial kurang memberikan arti ketimbang nilai gula darah puasa.

Perubahan yang terjadi pada lanjut usia kadang bekerja bersama-sama untuk menghasilkan nilai fungsional yang terlihat normal pada lansia. Sebagai contoh, walaupun filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal sudah menurun, banyak lansia menunjukkan nilai kreatinin serum dalam batas normal. Ini disebabkan karena masa otot bersih dan produksi kreatinin yang sudah menurun pada usia lanjut. Oleh karena itu pada usia lanjut


(30)

kreatinin serum tidak begitu tepat uuntuk dijadikan sebagai indikator fungsi ginjal dibanding dengan pada usia muda. Oleh karena fungsi ginjal sangat penting untuk menentukan berbagai hal (pemberian obat, nutrisi, dan prognosis penyakit), maka diperlukan cara lain untuk menentukan parameter fungsi ginjal. Pada lansia oleh karenanya dianjurkan memakai formula Cocroft-gault.

1.5 Tinjauan masalah psikologik pada lansia

Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini pertama kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal ini dikenal apa yang disebut disengagement theory, yaitu berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu sama lain. Dulu hal ini diduga dapat mensukseskan proses menua. Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-pendapat sekarang, yang justru menganjurkan masih tetap ada social involvement (keterlibatan sosial) yang dianggap lebih penting dan meyakinkan. Masyarakat sendiri menyambut hal ini secara positif. Contoh yang dapat dikemukakan umpama dalam bidang pendidikan, yang masih tetap ditingkatkan pada usia lanjut ini untuk menaikkan intelegensi dan memperluas wawasannya (Broklehurst dan allen, 1987). Di negara-negara industri maju bahkan didirikan apa yang disebut university of the thrird age. Pemisahan diri (disengagement) baru dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir


(31)

kehidupan lansia saja. Para lansia yang realistis dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang baru.

Karena telah lanjut usia mereka seringkali dianggap terlalu lamban, dengan daya reaksi yang lambat dengan kesigapan dan kecepatan bertindak dan berfikir yang menurun, meskipun kinerja mereka banyak yang masih baik. Banyak contoh-contoh historis, seperti antara lain: G.Verdi, Goethe, Andre Topolev, Galilei, Laplace, Eisenhower, Churchill, R.Reagan yang masih Berjaya dan sangat produktif pada bidangnya masing-masing pada usia yang sangat lanjut (lebih dari 70 tahun).

Daya ingat (memori) mereka memang banyak yang menurun dari lupa samapai pikun dan demensia. Biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenai hal-hal yang baru terjadi. Pada lansia yang masih produktif justru banyak yang menggunakan waktu menulis buku ilmiah, maupun memorinya sendiri.

Stereotype psikologik orang lanjut usia

Biasanya sifat-sifat streotype para lansia ini sesuai dengan pembawaanya pada waktu muda. Beberapa tipe yang dikenal adalah sebagai berikut:

1. Tipe konstruktif: orang ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristis, fleksibel (luwes) dan tahu diri. Biasanya sifat-sifat ini dibawanya sejak muda. Mereka dapat menerima fakta-fakta proses menua,


(32)

mengalami pensiun dengan tenang, juga dalam menghadapi masa akhir.

2. Tipe ketergantungan (dependent): orang lansia ini masih dapat di terima ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tak berambisi, masih tahu diri, tak mempunyai inisiatif dan bertindak tidak praktis. Biasanya orang ini dikuasai istrinya. Ia senang mengalami pensiun, malahan biasanya banyak makan dan minum, tidak suka bekerja dan senang untuk berlibur.

3. Tipe defensif: orang ini biasanya dulunya mempunyai pekerjaan/jabatan tak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, sering kali emosinya tak dapat di kontrol, memegang teguh pada kebiasaanya, bersifat konfulsif aktif. Anehnya mereka takut menghadapi menjadi tua dan tak menyenangi masa pensiun.

4. Tipe bermusuhan (hostility): mereka menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalanya, selalu mengeluh, bersifat agresif, curiga. Biasanya pekerjaan waktu dulunya tidak stabil. Menjadi tua dianggapnya tidak ada hal-hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda, senang mengadu untung pada pekerjaan-pekerjaan aktif untuk menghindari masa yang sulit/buruk.

5. Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri (selfhaters): orang ini bersifat kritis terhadap dan menyalahkan diri sendiri, tak mempunyai ambisi, mengalami penurunan kondisi sosio-ekonomi. Biasanya


(33)

mempunyai perkawinan yang tidak bahagia, mempunyai sedikit hobby merasa menjadi korban dari keadaan, namun mereka menerima fakta pada proses menua, tidak iri hati pada yang berusia muda, merasa sudah cukup mempunyai apa yang ada. Mereka menganggap kematian sebagai suatu kejadian yang membebaskannya dari penderitaan. Statistik kasus bunuh diri menunjukkan angka yang lebih tinggi persentasenya pada golongan lansia pada golongan lansia ini, apalagi pada mereka yang hidup sendirian (darmojo, 2009).

1.6Program Kesehatan Lanjut Usia

Puskesmas adalah unit terdepan dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara menyeluruh, terpadu dan bermutu yang antara lain melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat, serta sebagai pusat pengembangan dan peningkatan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Saat ini Puskesmas diharapkan dapat melaksanakan berbagai macam program dalam bentuk upaya kesehatan wajib dan pengembangan. Program pembinaan kesahatan lanjut usia merupakan upaya kesehatan pengembangan puskesmas yang lebih mengutamakan upaya promotif, preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitative.

Upaya Kesehatan bagi Lanjut Usia a. Upaya Promotif


(34)

Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun masyarakat di sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang perilaku hidup sehat, gizi untuk lanjut usia, proses degeneratif seperti katarak, presbikusis dan lain-lain. Upaya peningkatan kebugaran jasmani, pemeliharaan kemandirian serta produktivitas masyarakat lanjut usia.

1. Perilaku Hidup Sehat

Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun 1998, PHBS erat kaitanya dengan pemberdayaan masyarakat karena bidang garapanya adalah membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada pemeliharaan, perubahan, atau peningkatan perilaku positif dalam bidang kesehatan. Perilaku hidup bersih dan sehat ini sesuai dengan visi promosi kesehatan dan dapat di praktekan pada masing-masing tatanan. Gaya hidup sehat untuk lansia yang terpenting seperti tidak merokok, melakukan aktivitas 30 menit sehari, personal higiene, mengatur kesehatan lingkungan seperti rumah sehat dan membuang kotoran pada tempatnya. 2. Gizi untuk Lanjut Usia

Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi lanjut usia untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit kekurangan gizi, yang seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan tujuan agar


(35)

tercapai kondisi kesehatan yang prima dan tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi seimbang adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.

1. Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok seperti beras, jagung, ubi dan lainya yang mengandung karbohidrat.

2. Sumber zat pembangun atau protein penting untuk pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang rusak, pada hewani seperti telur, ikan dan susu. Sedangkan pada nabati seperti kacang-kacangan, tempe, tahu.

3. Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai vitamin dan mineral yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ tubuh contohnya sayuran dan buah.

b. Upaya Preventif

Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit dan komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa deteksi dini dan pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di kelompok lanjut usia ( posyandu lansia ) atau Puskesmas dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat ( KMS ) lanjut usia.

c. Upaya Kuratif

Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinan dapat di lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu lansia. Pengobatan lebih lanjut ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit dapat dilakukan di fasilitas pelayanan seperti Puskesmas Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos


(36)

Kesehatan Desa. Apabila sakit yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan dengan fasilitas lebih lengkap, maka dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.

d. Upaya Rehabilitatif

Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif maupun upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia.

1.7 Pengelompokan Lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lanjut usia meliputi: usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) kelompok usia 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) kelompok usia 75 – 90 tahun, usia sangat tua (very old) kelompok usia 90 tahun.

Menurut Jos Masdani (Psikologi UI) lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa, dan menurut Koesoemato Setyonegoro pengelompokan lanjut usia sebagai berikut: usia dewasa muda (elderly adulhood) : 18 atau 20 – 25 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas : 25 – 60 atau 65 tahun ( Nugroho, 2000 ).

Batasan – batasan lanjut usia menurut WHO :

1. Usia pertengahan ( middle age ),ialah kelompok usia 45-59 thn. 2. Lanjut usia ( elderly ) = antara 60 dan 74 tahun.


(37)

4. Usia sangat tua ( very old ) = di atas 90 tahun( nugroho , 2000 ).

1.8 Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia a. Perubahan-perubahan fisik

1) Sistim persyarafan: cepatnya menurun hubungan persyarafan / kemampuan berkurang, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres, mengecilnya saraf panca indera, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecil syaraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu.

2) Sistim penglihatan: kornea lebih berbentuk sfevis (bola), lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.

3) Sistim kardiovaskuler: kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah,kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak), tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.


(38)

4) Sistim kulit: kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik, kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal. 5) Rambut : penurunan pigmen yang menyebabkan rambut berwarna abu

– abu atau putih, penipisan seiring penurunan jumlah melanosit, rambut pubik rontok akibat perubahan hormonal.

6) Telinga : Atrofi organ korti dan saraf auditorius , ketidakmampuan membedakan konsonan bernada tinggi , perubahan struktural degeneratif dalam keseluruhan sistem pendengaran.

7) Sistem meskuluskletal: Peningkatan jaringan adiposa, penurunan masa tubuh yang tidak berlemak dan kandungan mineral tubuh, penurunan pembentukan kolagen dan masa otot, penurunan viskositas cairan sinovial dan lebih banyak membran sinovial yang fibritik (Stockslager, 2003).

b. Perubahan-perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental: perubahan fisik, khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan, lingkungan.

c. Perubahan-perubahan psikososial 1) Pensiun

Seseorang pension akan mengalami kehilangan-kehilangan antara lain: kehilangan finansial (income berkurang), kehilangan status,


(39)

kehilangan teman / relasi, kehilangan pekerjaan, merasakan atau sadar akan kematian.

2) Perubahan dalam cara hidup

3) Gangguan panca indera, timbul kebutaan dan ketulian 4) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik

(Wahyudi Nugroho, 2000)

1.9Hal-Hal Yang Diperhatikan Agar Lansia Sehat a) Mandi

Pada waktu lansia memasuki kamar mandi hendaknya tubuhnya dipegang kuat oleh pengasuhnya, jika merasa oyong waktu sedang mandi segera dibaringkan tanpa bantal.

b) Kebersihan mulut

Lansia yang tidak mandiri perlu dibantu dalam membersihkan giginya, jika ada gigi palsu hendaklah dibersihkan setelah habis makan dengan sikat gigi. Menghilangkan baunya gigi palsu direndam dengan air hangat yang telah dibubuhi obat pembersih mulut beberapa tetes selama 5 – 10 menit, kemudian bilas kembali sampai bersih.

c) Cara mencuci rambut dan kulit

Kulit dan rambut pada lansia mulai mengering. Sehabis mandi, rambut harus segera dikeringkan agar tidak mudah menjadi demam, batuk, pilek dan lain-lain. d) Kuku


(40)

Waktu menggunting kuku lansia harus hati-hati agar tidak terjadi luka pada lansia, khususnya penderita diabetes melitus lebih sukar sembuh.

e) Pakaian

Pakaian lansia hendaknya terbuat dari bahan lunak, harus dijaga agar tetap rapi karena banyak lansia yang tidak peduli lagi terhadap pakaian.

f) Istirahat tidur

Biasanya pola tidur lansia hanya beberapa jam saja, kemudian terbangun lagi dan memerlukan waktu untuk dapat tidur kembali. Tercapai kesegaran jasmani dan rohani lansia sangat perlu, maka pola istirahat dan tidur harus dilakukan berulang-ulang setiap hari. Kamar tidur hendaknya mempunyai ventilasi yang baik, khususnya bagi penyakit paru.

g) Masalah buang air kecil dan besar

Lansia pria akibat pembesaran kelenjar prostat dapat menimbulkan gangguan berkemih. Lansia wanita akibat kebersihan pada daerah kemaluan dan dubur jika tidak dijaga dengan baik, maka sering sekali terjadi infeksi saluran kemih(R.Boedi – Darmojo,2003).

2. Pengkajian status fungsional.

2.1 Defenisi

Pengkajian status fungsional adalah suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan kapasitas fisik yang dimiliki guna memenuhi kewajiban hidupnya, yang berintegrasi/berinteraksi dengan lingkungan dimana ia berada.


(41)

2.2 Kewajiban hidup seorang individu terdiri atas :

a) Kewajiban melaksanakan aktifitas kehidupan sehari-hari. Aktifitas kehidupan sehari-hari ialah suatu aktifitas yang meliputi kegiatan perawatan diri, memelihara lingkungan hidupnya dan prilaku yang bermanfaat bagi dirinya sendiri.

b) Kewajiban melaksanakan aktivitas produktif. Aktifitas produktif adalah semua bentuk aktivitas baik yang menghasilkan bentuk jasa ataupun komoditi yang digunakan oleh orang lain sehingga dapat memberikan peningkatan kemampuan, ide, pemenuhan kebutuhan, dll.

c) Kewajiban melaksanakan aktivitas rekreasi. Aktivitas rekreasi adalah semua bentuk aktivitas yang dilakukan pada waktu senggang dan membuat pelakunya menjadi lebih gembira dan dapat menikmati aktivitas tersebut(http/fungsi dan pelayanan).

2.3 Kemampuan Fungsional 2.3.1 Defenisi

Kemampuan fungsional adalah suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara mandiri. Penentuan kemampuan fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga memudahkan pemilihan intervensi yang tepat.( Siti Maryam, 2008).


(42)

Beberapa sistem penilaian yang dikembangkan dalam pemeriksaan kemampuan fungsional, tersebut antara lain indeks Barthel yang dimodifikasi, indeks katz, indeks Kenny self-care, dan indeks activity daily living(ADL) 2.3.2 Jenis – jenis pengkajian kemampuan fungsional

a. Indeks Barthel yang dimodifikasi.

Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas fungsional. Penilaian meliputi makan, berpindah tempat, kebersihan diri, aktivitas di toilet, mandi, berjalan di jalan datar, naik turun tangga, berpakaian, mengontrol defekasi, mengontrol berkemih.

Cara penilaiannya antara lain : Makan, jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10. Berpindah dari kursi roda ketempat tidur dan sebaliknya termasuk duduk di tempat tidur ,Jika memerlukan bantuan di beri nilai 5-10 dan jika mandiri 15. kebersihan diri(mencuci muka ,menyisir, mencukur, menggosok gigi) Jika memerlukan bantuan di beri nilai 0 dan jika mandiri 5. Aktivitas di toilet(mengelap, menyemprot) Jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10. Mandi, Jika memerlukan bantuan di beri nilai 0 dan jika mandiri 5.Berjalan dijalan yang datar, Jika memerlukan bantuan di beri nilai 10


(43)

dan jika mandiri 15. Naik turun tangga, Jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10. Berpakaian termasuk menggunakan sepatu, Jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10. Mengontol dofekasi, Jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10. Mengontrol berkemih, Jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri diberi nilai 10.

Dengan penilaian:

0-20 : ketergantungan penuh

21-61 : ketergantungan berat/sangat tergantung 62-90 : ketergantungan moderat

91-99 : ketergantungan ringan 100 : mandiri.

b. Indeks katz

Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas kehidupan sehari – hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung dari klien dalam hal: makan,kontinen (BAB/BAK), berpindah, ke kamar mandi, mandi dan berpakaian. Menurut Pratiwi S Pongrekuns blog, Index Katz adalah pemeriksaan disimpulkan dengan system penilaian yang didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam melakukan aktifitas fungsionalnya. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur


(44)

perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.

Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz

  Mandi 

Dapat mengerjakan     sendiri 

bagian tertentu dibantu atau  seluruhnya dibantu 

2  Berpakaian  Seluruhnya tanpa 

bantuan 

bagian tertentu dibantu atau  Seluruhnya dengan bantuan 

  3  Pergi ke 

toilet 

Dapat mengerjakan  sendiri 

Memerlukan bantuan atau  Tidak dapat pergi ke WC 

4  Berpindah 

(berjalan)  Tanpa bantuan 

Dengan bantuan atau Tidak  dapat melakukan 

5  BAB dan BAK  Dapat mengontrol 

Kadang‐kadang ngompol /  defekasi di tempat tidur  atau Dibantu seluruhnya 

dengan alat 

6  Makan  Tanpa bantuan 

Perlu bantuan dalam hal‐hal  tertentu atau Seluruhnya 

dibantu Klasifikasi:

A : Mandiri, untuk 6 fungsi B : Mandiri, untuk 5 fungsi

C : Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain.


(45)

E : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain

F : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain

G : Tergantung untuk 6 fungsi.

Berdasarkan referensi yang peneliti dapatkan , untuk mempermudah penilaiannya maka klasifikasinya dimodifikasi sebagai berikut :

A : Mandiri, untuk 6 fungsi B : Mandiri, untuk 5 fungsi C : Mandiri, untuk 4 fungsi. D : Mandiri, untuk 3 fungsi E : Mandiri, untuk 2 fungsi F : Mandiri, 1untuk 1 fungsi G : Tergantung untuk 6 fungsi. Keterangan:

Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.


(46)

Gugus tugas pada evaluasi ini merupkan pertimbangan untuk menilai sarat minimal kemandirian individu di rumah atau tempat lain dengan lingkungan terbatas. Hal yang dinilai meliputi tujuh kategori yaitu aktivitas di tempat tidur(bergeser di tempat tidur, bangun dan duduk), Berpindah (duduk, berdiri), ambulasi (berjalan , naik turun tangga, penggunaan kursi roda), berpakaian (anggota atas dan trunk bagian atas), hygiene (wajah, rambut, anggota atas, Trunk, anggota bawah), defekasi, berkemih, makan.

Dengan skala penilaian : O: ketergantungan penuh 1 : perlu bantuan banyak 2: perlu bantuan sedang

3 : perlu bantuan minimal/ pengawasan 4 : mandiri penuh

Hasil kemandirian merupakan jumlah rata-rata tiap bidang kemampuan (Pudjiastuti, 2003).

d.indeks activity daily living (ADL).

Indeks ADL menilai aktivitas fungsional dalam 16 bidang kemampuan, yaitu : berpindah dari lantai ke kursi, berpindah dari kursi ke tempat tidur, berjalan dalam ruangan, berjalan diluar, naik tangga,


(47)

turun tangga, berpakaian, mencuci, mandi, menggunakan toilet, kontrol defekasi dan berkemih, berhias, menyikat gigi, menyiapkan minum teh/kopi, menggunakan kran, dan makan. Skala penilaian adalah 1(dapat melakukan tanpa bantuan), nilai 2 (dapat melakukan dengan bantuan), nilai 3(tidak dapat melakukan).

Dalam penelitian ini peneliti memakai instrumen indeks Katz sebagai alat ukur untuk mengambarkan kemampuan dan keterbatasan fungsional lansia di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan.

3. Pelayanan Kesehatan Lansia Panti Werdha

Pelayanan kesehatan adalah suatu sistem dimana pelayanan dapat diperoleh dengan mudah secara universal bagi individu dan keluarga dalam komunitas tertentu, yang disediakan pemerintah bagi mereka melalui partisipasi penuh dari mereka sendiri (Potter & Perry, 2005).

Dalam mengatasi berbagai persoalan untuk lanjut usia, pemerintah dalam Departemen Sosial mengupayakan suatu sarana untuk menampung lanjut usia pada satu institusi yang disebut Panti Werdha. Institusi ini dimaksudkan untuk menampung lanjut usia yang miskin dan terlantar untuk diberikan fasilitas yang layak mulai dari kebutuhan makan minum sampai kebutuhan aktualisasi dan bagi lanjut usia yang berkecukupan juga membutuhkannya (Mariani & Kadir, 2010).


(48)

Panti werdha (elderly-hostels) adalah suatu institusi hunian bersama dari para lansia yang secara fisik/kesehatan masih mandiri, akan tetapi mempunyai keterbatasan di bidang sosial-ekonomi. Kebutuhan hunian biasanya disediakan oleh pengurus panti, diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta. Biasanya lanjut usia

yang ditempatkan di panti werdha karena terlantar dan keluarga sudah tidak merawat lansia akibat kesibukan keluarga atau masalah ekonomi, padahal lansia sangat rentang dengan kesehatan mental dan fisik, terutama dengan fungsi kognitif, memori, masih butuh perhatian maupun motorik (Darmojo dkk, 2006).

3.1 Visi dan Misi Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan.

Visi Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan adalah terwujudnya lansia bahagia sejahtera di hari tua. Sedangkan misi dari Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan adalah:

a. Meningkatkan pelayanan fisik lanjut usia melalui pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan

b. Menumbuhkan setiap kemandirian, kesetaraan, kebersamaan dan memberikan perlindungan kepada lansia

c. Meningkatkan hubungan yang harmonis anatar sesame lansia, lansia dengan pegawai dan lansia dengan masyarakat


(49)

3.2 TUPOKSI (Tugas Pokok dan Fungsi) dan Tujuan dari Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan. Tugas pokok dari Panti, adalah:

a. Melaksanakan observasi, identifikasi, seleksi dan penerimaan calon klien b. Melaksanakan pengungkapan dan pemahaman masalah serta penyusunan

rencana pelayanan rehabilitasi terhadap lansia

c. Melaksanakan penampungan, pengasramaan, perawatan dan penyediaan bahan pangan bagi lansia

d. Melaksanakan pembinaan fisik, mental dan sosial secara individu dan kelompok bagi lansia

Fungsi dari Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan, adalah:

a. Sebagai pusat informasi, pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia yang bermasalah

b. Sebagai unit pengembangan pelayanan kesehatan sosial lanjut usia

Tujuan dari Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan, adalah:

a. Terpenuhinya kebutuhan lanjut usia kurang mampu atau terlantar melalui pemberian pelayanan dan perawatan baik jasmani maupun rohani dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup secara wajar


(50)

b. Tumbuhnya kemandirian lansia

c. Terciptanya rasa aman dan ketentraman lansia sehingga dapat menikmati hidup secara wajar

3.4 Sasaran dan Jenis Pelayanan Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan.

Sasaran pelayanan, yaitu: a. Usia minimal 60 tahun

b. Berasal dari keluarga tidak mampu dengan dibuktikan surat keterangan dari pemerintah setempat

c. Dapat mengurus diri sendiri, tidak sakit jiwa

d. Tidak mempunyai penyakit menular, dibuktikan surat keterangan dari Puskesmas atau pihak yang berwenang

e. Surat izin dari pihak keluarga atau pihak yang bertanggung jawab f. Bersedia memenuhi peraturan panti

3.5 Jenis pelayanan, yaitu:

1. Pemberian penampungan (asrama), pemberian makan dan pakaian 2. Bimbingan mental, fisik dan sosial, juga pemeliharaan kesehatan

3. Pengisian waktu luang (berkebun kerajinan tangan, beternak,berjualan, dan lain-lain), pelayanan pendampingan, konsultasi dan rekreasi


(51)

3.6Gambaran Umum Panti Werdha

3.6.1.Bagian Personalia

Jumlah pegawai negeri sipil pada UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia wilayah Binjai dan Medan sebagai berikut:

No.  Tempat Bertugas / Staf Jumlah Keterangan 

1    2  3  4  5  6  7 

Ka. UPT Pelayanan Sosial LU Wilayah Binjai  dan Medan 

Ka. Tata Usaha  Staf Tata Usaha 

Kasie Perencanaan Program  Staf Perencanaan Program   PLH. KAsie Panti ABDI  Staf Ksie Panti ABDI 

1 orang   1 orang  6 orang  1 orang  1 orang  1 orang  11 orang

 

Jumlah  22 orang  

Kegiatan dari para pengasuh kepada lansia dipanti werda adalah:

a. Memberikan bimbingan sosial dan pembinaan pada warga binaan sosial setiap hari, membantu perawat di poliklinik

b. Mengarahkan kebersihan di wisma, perkarangan dan lingkungan panti c. Mengawasi warga binaan dalam kegiatan keterampilan

d. Melaksanakan tugas sesuai jadwal yang telah ditetapkan

e. Memantau pendistribusian makanan di dapur umum dalam mengelola makanan f. Mengarahkan warga binaan sosial dalam mengikuti bimbingan mental agama

dan melatih senam pagi di lapangan Panti Werda. g. Membuat laporan sesuai tugas masing-masing


(52)

3.7Kegiatan Lansia

Kegiatan yang dilaksanakan oleh lansia dipanti werda, adalah: a. Gotong royong atau senam pagi (di dalam panti)

b. Sarapan pagi, makan siang dan makan malam

c. Kebersihan wisma, kamar dan aktivitas lain di bombing oleh petugas atau pengasuh

d. Beribadah, mengisi waktu luang e. Kegiatan keterampilan dan istirahat f. Bimbingan sosial mental atau agama g. Makan malam, ibadah, istirahat atau tidur Jam kegiatan, yaitu:

a. Senin – Kamis : pkl. 06.00 – 07.00 wib gotong royong b. Selasa – Sabtu : pkl. 07.00 – 08.00 wib senam pagi

c. Rabu – Jumat : pkl. 09.00 – 10.00 wib ceramah agama dan pengajian

d. Pemeriksaan kesehatan setiap hari : pkl. 10.00 wib

Kesehatan lansia atau jompo adalah warga binaan sosial yang menderita sakit setiap bulannya antara 80 s/d 120 orang dari warga yang berjumlah 160 orang. Penyakit yang diderita kebanyakan adalah jenis penyakit yang selalu diderita para lansia; sakit kepala, sesak nafas, demam, batuk, gatal-gatal, rematik, darah tinggi, sakit tulang, mata rabun.


(53)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka konsep

Konsep pada penelitian ini terdiri dari satu variabel, yaitu: kemampuan fungsional, dengan 6 subvariabel. Subvariabel terdiri atas: 6 kemampuan aktivitas, yaitu pergi ke toilet, berpindah tempat, mengontrol BAB dan BAK, mandi, berpakaian, dan makan (Maryam, 2008).

1.1 Bagan kerangka konsep

1.2 Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti adalah kemampuan fungsional yang memiliki 6 subvariabel. Subvariabelnya terdiri atas: makan, mengontrol defekasi dan berkemih, berpindah tempat, pergi ke toilet, mandi, berpakaian.

Kemampuan Fungsional Lansia

1. Makan 2 .Berpakaian

3. Berpindah Tempat 4. Pergi ke Toilet 5. Mandi

6. Mengontrol BAB dan BAK Lansia di panti werdha UPT.

Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.


(54)

2. Defenisi Operasional

Kemampuan Fungsional

Menurut konsep kemampuan fungsional adalah suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan kapasitas fisik yang dimiliki guna memenuhi kewajiban hidupnya, yang berintegrasi/berinteraksi dengan lingkungan dimana dia berada. Defenisi operasional bahwa kemampuan fungsional adalah penilaian terhadap kemampuan lansia yang berada di panti werda UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan dalam hal makan, mandi, berpindah tempat, pergi ke toilet, berpakaian, mengontrol defekasi dan berkemih. Menggunakan alat ukur Lembar ceklis kemampuan fungsional yang terdiri dari 6 item pernyataan, diukur dengan cara peneliti mengamati dan bertanya tentang subvariabel dari kemampuan fungsional kemudian menceklis data yang ada di dalam pernyataan sesuai dengan yang diamati dan menjumlahkan skor pada tiap-tiap pertanyaan.

2.1 Makan

Mandiri : Mengambil makanan dari piring dan menyuapkan tepat ke dalam mulut sendiri.

Bergantung : Bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan menyuapkannya, tidak makan sama sekali, dan makan parenteral (NGT).


(55)

2.2 Berpakaian

Mandiri : Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan pakaian, mengancingkan pakaian sendiri.

Tergantung : Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya sebagian.

2.3 Berpindah Tempat

Mandiri : Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi dan berjalan sendiri.

Tergantung : Bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi, tidak melakukan tanpa bantuan tongkat atau bantuan lainnya.

2.4 Pergi Ke Toilet

Mandiri : Masuk dan keluar dari toilet dan melakukan kegiatan di dalam toilet sendiri.

Tergantung : Menerima bantuan untuk masuk kamar kecil dan menggunakan pispot.

2.5 Mandi

Mandiri : Mandi sendirian sepenuhnya.

Tergantung : Bantuan mandi untuk masuk dan keluar dari kamar mandi, serta tidak mandi sendiri.

2.6 Mengontrol BAB Dan BAK

Mandiri : BAB dan BAK seluruhnya dikontrol sendiri.

Tergantung : Penggunaan kateter, pempers, pispot atau bahkan ngompol di tempat tidur.


(56)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Dan Desain Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu rancangan penelitian yang bertujuan mengetahui gambaran kemampuan fungsional lansia yang berada di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

2. Populasi Dan Sampel

2.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2003). Seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut juga dipelajari, bukan hanya objek atau subjek saja (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang berada di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan sebanyak 157 orang yang terdiri dari 77 orang pria dan 80 orang wanita .

2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti dengan karakteristik yang ada di dalam populasi (Hidayat, 2003). Sampel penelitian ini adalah lansia yang berada di panti werda UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Penentuan jumlah sampel dengan


(57)

menggunakan ketentuan yang dinyatakan oleh Polit dan Hungler (1993) (dikutip dari Nursalam, 2003) yaitu : jika besar populasi ≤ 1000, maka sampel dapat diambil 20 – 30 % dari populasi 157 orang maka besarnya sampel yang diambil sebanyak 47 orang.

2.3 Tehnik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan jenis probabilitas yang paling sederhana, yaitu dengan menggunakan teknik simple random sampling. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik random sampel yaitu pengambilan sampel secara acak (Notoatmodjo, 2002). Caranya dengan memasukkan semua nomer sebanyak jumlah populasi yand ada di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan, kemudian peneliti mengundi seluruh populasi yang ada dan mengambil sebanyak sampel yang telah ditentukan, sehingga seluruh populasi memiliki kesempatan yang sama. Nomer yang keluar akan dijadikan sampel penelitian.

3. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di panti werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Peneliti hanya mengambil pada bagian lanjut usia saja sesuai populasi yang diperlukan dalam penelitian ini. Lokasi ini dipilih karena wilayah ini memiliki populasi lanjut usia yang sesuai dengan cangkupan judul penelitian sehingga memudahkan dalam pengambilan responden penelitian. Waktu pengambilan data penelitian pada bulan Agustus – November 2010.


(58)

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan dan izin dari Dinas Sosial Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan. Setelah diberi ijin selanjutnya peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang maksud, tujuan, manfaat dan efek serta prosedur penelitian. Tindakan selanjutnya peneliti memberikan penjelasan tentang cara pengisian instrumen dan apabila bersedia menjadi responden dipersilahkan untuk menandatangani surat persetujuan. Responden berhak untuk menolak terlibat dalam penelitan ini, atau menarik kesediaannya pada proses pengumpulan data . Peneliti tidak akan memaksa dan akan tetap menghormati hak responden tersebut.

Selama pengambilan data tidak ada efek yang merugikan terhadap para lansia yang menjadi responden. Penelitian tidak menimbulkan sakit secara fisik dan tekanan psikologi pada responden yang akan diteliti. Kerahasiaan responden, akan dijaga oleh peneliti dengan tidak mencantumkan nama lengkap, tetapi hanya mencantumkan inisial nama responden atau memberi kode pada masing-masing lembar pengumpulan data. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2003).


(59)

5. Instrumen Penelitian, Validitas dan Reabilitas

5.1 Instrumen Penelitian

Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa lembar ceklis penelitian untuk memperoleh informasi dari responden. Instrumen penelitian ini terdiri dari dua bagian: Pertama tentang Karakteristik respondent yang berisi Inisial nama, Usia, Jenis Kelamin, Suku, Agama, Pendidikan Terakhir, Lama Berada Di Panti, Indikasi Penyakit , Lama Penyakit yang di tanyakan pada responden. Karakteristik calon responden bertujuan untuk mengetahui data – data tentang calon responden dan mendeskripsikan distribusi frekuensi dan persentase demografi terhadap karakteristik kemampuan fungsional lansia.

Data kedua berisi pernyataan tentang kemampuan fungsional lansia dengan menggunakan lembar ceklis yang diadopsi dari Indeks Katz (1983) dengan cara memberi tanda checklis pada instrumen. Indeks Katz untuk aktivitas kehidupan sehari – hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung dari klien. Ada 6 item yang diamati, Indeks ini memiliki enam kriteria, yaitu : mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah tempat, mengontrol defekasi dan berkemih, makan.

Menurut pratiwi, Indeks Katz adalah pemeriksaan disimpulkan dengan sistem penilaian yang didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam melakukan aktifitas fungsionalnya.


(60)

Pengukuran Indeks Katz meliputi kondisi :

1   

Mandi  Dapat  mengerjakan 

sendiri 

bagian tertentu dibantu atau seluruhnya dibantu

2  Berpakaian Seluruhnya  tanpa 

bantuan 

bagian tertentu dibantu atau seluruhnya dengan  bantuan  

3  Pergi  ke 

toilet 

Dapat  mengerjakan 

sendiri 

Memerlukan bantuan atau tidak dapat pergi ke  WC  

4  Berpindah  (berjalan) 

Tanpa bantuan Dengan bantuan atau tidak dapat melakukan 

5  BAB dan BAK Dapat mengontrol Kadang‐kadang ngompol  / defekasi di  tempat 

tidur atau dibantu seluruhnya dengan alat 

6  Makan  Dapat  mengerjakan 

sendiri seluruhnya 

Perlu  bantuan  dalam  hal‐hal  tertentu  atau  Seluruhnya dibantu 

Klasifikasinya sebagai berikut : A : Mandiri, untuk 6 fungsi B : Mandiri, untuk 5 fungsi C : Mandiri, untuk 4 fungsi. D : Mandiri, untuk 3 fungsi E : Mandiri, untuk 2 fungsi F : Mandiri, untuk 1 fungsi G : Tergantung untuk 6 fungsi.


(61)

Keterangan:

Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu. Jika mandiri diberi nilai 1 dan tidak mandiri diberi nilai 0.

5.2 Uji Reabilitas dan Validitas

Penelitian ini tidak melakukan uji validitas dan reabilitas kembali, karena peneliti megadopsi instrumen penelitian dari Indeks Katz.

6. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diambil langsung kepada sampel penelitian yang telah dipilih, dengan cara menanyakan pertanyaan yang ada pada lembar instrumen. Proses pengumpulan data yang dimulai dari mendapat izin dari pembimbing 1, kemudian mengajukan permohonan izin kepada bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah surat izin penelitian dikeluarkan dari pendidikan, maka peneliti datang ke tempat penelitian dan memperkenalkan diri sekaligus meminta persetujuan dari kepala/direktur panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan untuk meneliti di panti tersebut. Setelah mendapat izin dari bagian panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan selanjutnya peneliti memasukkan semua


(62)

nomer sebanyak jumlah populasi yang ada di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan, kemudian peneliti mengundi seluruh populasi yang ada dan mengambil sebanyak sampel yang telah ditentukan. Nomer yang keluar akan dijadikan sampel penelitian. Kemudian peneliti meminta daftar nama responden dan mencatat nama dan kamar responden yang terpilih menjadi sampel penelitian. Peneliti mendatangi kamar-kamar responden yang menjadi sampel penelitian, kemudian peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang tujuan penelitian ini, bila bersedia menjadi responden dipersilahkan untuk menandatangani surat persetujuan. Bagi respondent yang bersedia menandatangani surat persetujuan responden maka mulailah peneliti menanyakan kepada respondent pertanyaan–pertanyaan yang ada pada instrumen peneliti yang terdiri dari dua bagian. Bagian pertama yang terdiri dari pertanyaan data karakteristik respondent dan yang kedua terdiri dari pertanyaan aktivitas klien berdasarkan instrumen Indeks Katz yang diadopsi.

7. Analisa Data

Semua data yang terkumpul, akan dilakukan analisa data melalui beberapa tahapan, antara lain tahap pertama editing, yaitu mengecek nomor responden dan kelengkapannya serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk, tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa, tahap ketiga processing yaitu memasukkan data dari kueisoner ke dalam program komputer, tahap keempat adalah


(63)

melakukan cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah dientry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Langkah selanjutnya pengolahan data statistik deskriptif, data demografi akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk melihat kemampuan fungsional para lansia yang berada di panti.


(64)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Kemampuan Fungsional Lansia Di Panti Werda UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan sebanyak 47 orang didapat hasil distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, lama di panti indikasi penyakit dan lama penyakit yang dialami yang diuraikan sebagai berikut :

5.1.1. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa mayoritas lansia berusia antara 75-90 tahun (53,2%), berjenis kelamin perempuan (74,5%), bersuku Jawa (31,9%), beragama Islam (91,5%), tidak bersekolah (48,9%), Lama di panti antara 1 – 5 tahun (46,8%), mempunyai indikasi penyakit kronis (55,3%) dan lama penyakit yang dialami 1-5 tahun (72,3%).


(65)

Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Lansia Di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

Karakteristik Responden Jumlah Persentase

1. Usia

45-59 tahun 1 2,1

60-74 tahun 19 40,4

75-90 tahun 25 53,2

2. Jenis Kelamin

Laki-laki 12 25,5

3. Suku Bangsa

Batak 10 21,3

Minang 8 17,0

Karo 2 4,3

Melayu 4 8,5

4. Agama

Islam 43 91,5

Kristen 4 8,5

5. Pendidikan

Tidak Sekolah 23 36,2

SD 17 14,9

SMA 7 48.9

6. Lama di panti

< 1 tahun 4 8,5

1 – 5 tahun 22 46,8

> 5 tahun 21 44,7

7. Indikasi Penyakit

Kronis 26 55,3

Akut 12 25,5

Lainnya(flu,demam.pilek,batuk) 8 17,0

8. Lama Penyakit Yang Dialami

1 minggu – 1 tahun 9 19,1

1-5 tahun 34 72,3


(66)

5.1.2. Kemampuan Fungsional Lansia

Kemampuan fungsional lansia untuk mandi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Mandi Di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

No. Kemampuan fungsional Untuk Mandi

Jumlah Persentase (%)

1. Mandiri 38 80,9

2. Tidak Mandiri 9 19,1

Jumlah 47 100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kemampuan fungsional lansia untuk mandi mayoritas lansia mandiri (dapat mengerjakan sendiri) yaitu 38 orang (80,9%) .

Kemampuan fungsional lansia untuk berpakaian dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Berpakaian Di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

No. Kemampuan fungsional Untuk Berpakaian

Jumlah Persentase (%)

1. Mandiri 40 85,1

2. Tidak Mandiri 7 14,9

Jumlah 47 100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kemampuan fungsional lansia untuk berpakaian mayoritas lansia (seluruhnya tanpa bantuan) yaitu 40 orang (85,1%) .

Kemampuan fungsional lansia untuk pergi ke toilet dapat dilihat pada tabel berikut:


(67)

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Pergi Ke Toilet Di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

No. Kemampuan fungsional Untuk Pergi Ke Toilet

Jumlah Persentase (%)

1. Mandiri 36 76,6

2. Tidak Mandiri 11 23,4

Jumlah 47 100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kemampuan fungsional lansia untuk pergi ke toilet mayoritas mandiri (dapat mengerjakan sendiri) yaitu 36 orang (76,6%) .

Kemampuan fungsional lansia untuk berpindah (jalan) dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Berpindah (Jalan) Di Panti Werda UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

No. Kemampuan fungsional Untuk Berpindah (Jalan)

Jumlah Persentase (%)

1. Mandiri 36 76,6

2. Tidak Mandiri 11 23,4

Jumlah 47 100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kemampuan fungsional lansia untuk berpindah (jalan) mayoritas mandiri (tanpa bantuan) yaitu 36 orang (76,6%).

Kemampuan fungsional lansia untuk mengontrol BAB dan BAK dapat dilihat pada tabel berikut :


(68)

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Mengontrol BAB Dan BAK Di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

No. Kemampuan fungsional Untuk Mengontrol

BAB Dan BAK

Jumlah Persentase (%)

1. Mandiri 44 93,6

2. Tidak Mandiri 3 6,4

Jumlah 47 100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kemampuan fungsional lansia untuk mengontrol BAB dan BAK mayoritas mandiri yaitu 44 orang (93,6%).

Kemampuan fungsional lansia untuk makan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Makan Di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

No. Kemampuan fungsional Untuk Makan

Jumlah Persentase (%)

1. Mandiri 44 93,6

2. Tidak Mandiri 3 6,4

Jumlah 47 100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kemampuan fungsional lansia untuk makan mayoritas mandiri (tanpa bantuan) yaitu 44 orang (93,6%).

5.2. Pembahasan

5.2.1. Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Mandi

Pengkajian kemampuan fungsional merupakan pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dilakukan untuk mengidentifikasi kemampuan dan


(69)

keterbatasan klien, serta menciptakan pemilihan intervensi yang tepat. Kemampuan fungsional ini harus dipertahankan semandiri mungkin (Kushariadi, 2009).

Kemampuan fungsional lansia di panti werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan untuk mandi mayoritas mandiri sebanyak 38 orang (80,9%). Hal ini disebabkan karena lansia yang berada di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan memiliki kebiasaan melakukan aktivitas yang membuat anggota tubuh tidak mengalami gangguan, sehingga mempengaruhi kepadatan tulang dan sendi yang berdampak positive terhadap kemampuan fungsional lansia dalam hal mandi. Mandi merupakan rutinitas yang dianggap lansia bermanfaat untuk kesehatannya. Lansia di panti werdha ini dianggap mampu melakukan perawatan bagi dirinya sendiri, padahal diketahui mayoritas lansia berusia antara 75-90 tahun (53,2%), dan mempunyai indikasi penyakit kronis (55,3%). Lansia mandiri sewaktu mandi dikarenakan tidak ada kelainan pada gerak anggota tubuh, karena segala aktifitas di kerjakan sendiri dan lansia yang berada di panti UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.Selain itu lansia juga mendapat perhatian pemeliharaan kesehatan dari petugas poliklinik panti, Hal ini sejalan dengan pendapat Kane (2001) bahwa seseorang dengan usia kronologik baru 55 tahun, tetapi sudah menunjukkan berbagai penurunan anatomik dan fungsional yang nyata akibat umur biologiknya yang sudah lanjut sebagai akibat tidak baiknya faktor nutrisi, pemeliharaan kesehatan, dan kurangnya aktivitas. Penurunan anatomik dan fungsional dari organ-organ tersebut akan menyebabkan lebih muda timbulnya penyakit pada organ tersebut


(70)

(predileksi). Sedangkan lansia yang berada di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan mayoritas mandiri dengan umur 75-90 tahun dikarenakan adanya pemeliharaan kesehatan yang rutin dan banyaknya lansia melakukan aktivitas sendiri, sehingga tidak menimbulkan penyakit pada organ sendi dan tulang yang membuat kemampuan lansia dalam hal mandi didapat hasil mayoritas mandiri.

5.2.2. Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Berpakaian

Kemampuan fungsional lansia untuk berpakaian mayoritas yang mandiri (seluruhnya tanpa bantuan) sebanyak 40 orang (85,1%). Kemandirian lansia pada saat berpakaian merupakan hal yang dianggap lansia tidak begitu sulit, hal ini disebabkan karena kebanyakan lansia memang dapat berpakaian sendiri tetapi terkesan tidak rapi. Hal ini kemungkinan pakaian yang dikenakan lansia merupakan cara berpakaian yang seadanya, ditambah lagi adanya anggapan lansia bahwa berpakaian yang rapi tidak begitu perlu. Hal ini disebabkan karena lansia yang berada di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan memiliki kebiasaan melakukan aktivitas yang membuat anggota tubuh tidak mengalami gangguan, sehingga mempengaruhi kepadatan tulang dan sendi yang berdampak positive terhadap kemampuan fungsional lansia dalam hal berpakaian. Lansia yang berada di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan mayoritas mandiri dengan umur 75-90 tahun dikarenakan adanya pemeliharaan kesehatan yang rutin dan banyaknya lansia melakukan aktivitas sendiri, sehingga tidak menimbulkan penyakit pada organ sendi


(71)

dan tulang yang membuat kemampuan lansia dalam hal mandi didapat hasil mayoritas mandiri.

5.2.3. Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Pergi Ke Toilet

Kemampuan fungsional lansia untuk pergi ke toilet mayoritas mandiri sebanyak 36 orang (76,6%). Ada beberapa lansia yang mengalami penyakit dan mandiri untuk pergi ke toilet dikarenakan pihak panti werdha mengajarkan para lansia untuk dapat mandiri dalam mengerjakan aktivitas sehari – hari sehingga para lansia yang berada di panti menunjukkan kemampuan fungsionalnya mayoritas mandiri. Walaupun mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ, kondisi tersebut dilakukan pemantauan oleh petugas poliklinik panti sehingga mempengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut usia. Para lansia yang berada dipanti sering melakukan gotong-royong dan senam pagi sehingga mempengaruhi kemampuan fungsional lansia.Kecepatan proses menua setiap individu pada organ tubuh tidak akan sama.. Hal ini sesuai dengan pendapat Stockslager (2003) bahwa pada lansia yang terjadi penurunan fungsi sistem muskuluskletal, yaitu adanya peningkatan jaringan adiposa, penurunan masa tubuh yang tidak berlemak dan kandungan mineral tubuh, penurunan pembentukan kolagen dan masa otot, penurunan viskositas cairan sinovial dan lebih banyak membran sinovial yang fibritik dapat diminimalisasikan dengan melakukan pergerakan aktif sendi setiap hari. Lansia dapat melakukan kemampuan fungsional pergi ke toilet dikarenakan penurunan fungsi sistem


(1)

6

Makan

Tanpa bantuan

Perlu bantuan dalam hal-hal


(2)

Lampiran 6

Karakteristik

Lansia

Umur Lansia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 45 - 59 tahun 1 2.1 2.1 2.1

60 - 74 tahun 19 40.4 40.4 42.6

75 - 90 tahun 25 53.2 53.2 95.7

90 tahun keatas 2 4.3 4.3 100.0

Total 47 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-laki 12 25.5 25.5 25.5

Perempuan 35 74.5 74.5 100.0

Total 47 100.0 100.0

Suku Bangsa

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Batak 10 21.3 21.3 21.3

Minang 8 17.0 17.0 38.3

Karo 2 4.3 4.3 42.6

Melayu 4 8.5 8.5 51.1

Jawa 23 48.9 48.9 100.0


(3)

Agama

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Islam 43 91.5 91.5 91.5

Kristen 4 8.5 8.5 100.0

Total 47 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid SD 17 36.2 36.2 36.2

SMA 7 14.9 14.9 51.1

Tidak Sekolah 23 48.9 48.9 100.0

Total 47 100.0 100.0

Lama Di Panti

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid < 1 Tahun 4 8.5 8.5 8.5

1 – 5 Tahun 22 46.8 46.8 55.3

>5 Tahun 21 44.7 44.7 100.0

Total 47 100.0 100.0

Indikasi Penyakit

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kronik 26 55.3 55.3 55.3

Akut 15 31.9 31.9 87.2

Lainnya 6 12.8 12.8 100.0


(4)

Lama Penyakit Yang Dialami

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 minggu-1 tahun 9 19.1 19.1 19.1

1 – 5 Tahun 34 72.3 72.3 91.5

> 5 Tahun 4 8.5 8.5 100.0

Total 47 100.0 100.0

Kemampuan Lansia

Mandi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Mandiri 38 80.9 80.9 80.9

Tidak Mandiri 9 19.1 19.1 100.0

Total 47 100.0 100.0

Berpakaian

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Mandiri 40 85.1 85.1 85.1

Tidak Mandiri 7 14.9 14.9 100.0

Total 47 100.0 100.0

Pergi Ke Toilet

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Mandiri 36 76.6 76.6 76.6

Tidak Mandiri 11 23.4 23.4 100.0


(5)

Berpindah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Mandiri 36 76.6 76.6 76.6

Tidak Mandiri 11 23.4 23.4 100.0

Total 47 100.0 100.0

Mengontrol BAB & BAK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Mandiri 3 6.4 6.4 6.4

Mandiri 44 93.6 93.6 100.0

Total 47 100.0 100.0

Makan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Mandiri 3 6.4 6.4 6.4

Mandiri 44 93.6 93.6 100.0


(6)

Lampiran 7

Daftar Riwayat Hidup

Nama :

Rahmayati

Tempat Tanggal Lahir : Sei Balai, 11 Mei 1988

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama :

Islam

Alamat

: Jalan Nilam 19 No. 33 Perumnas Simalingkar Medan

Riwayat Pendidikan

:

1.

SD Negeri 089006 Medan

2.

SMP Perguruan Al-Azhar Medan

3.

SMAN 17 Medan