Gambaran Tersangka Penderita Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Malaria
Malaria adalah penyakit yang telah lama diketahui sejak zaman Yunani.
Penyakit ini memiliki tanda yang khas yaitu demam yang naik turun dan teratur
disertai menggigil. Febris tersiana dan febris kuartana telah dikenal pada masa itu.
Selain menyebabkan limpa membesar dan mengeras atau Splenomegali, malaria
dahulu disebut demam kura (Sorontou, 2013 ).
Walaupun malaria telah lama dikenal, namun penyebab malaria belum di
ketahui. Dahulu, penyakit malaria diduga disebabkan oleh kutukan dewa seiring
wabah yang terjadi pada waktu itu disekitar Kota Roma. Penyakit malaria banyak
ditemukan di daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk disekitarnya.
Sehingga menjadi dasar penamaan malaria. Malaria berasal dari bahasa Italia
yaitu mal (buruk) dan area (udara) sehingga diartikan bahwa malaria adalah udara
buruk atau penyakit yang sering terjadi pada daerah dengan udara buruk akibat
lingkungan yang buruk (Zulkoni, 2010).
Abad ke-19 Laveran menemukan “bentuk pisang”dalam darah seorang
penderita malaria, setelah itu diketahui bahwa malaria disebabkan oleh
Plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk. Pada tahun 1898, siklus hidup
Plasmodium di dalam tubuh dipelajari oleh Ross dan Binagmi. Pada tahun 1900


Manson membuktikan bahwa nyamuk adalah vektor yang menularkan penyakit
malaria. Tahun 1984-1954, siklus plasmodium diteliti secara mendalam dan
ditemukan bahwa malaria pada manusia disebabkan oleh empat spesies

7
Universitas Sumatera Utara

8

Plasmodium, yaitu plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium
ovale, dan plasmodium malariae (Sembel, 2009).

Malaria adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa
obligat intraseluler dari genus plasmodium, Penyakit ini secara alami ditularkan
oleh gigitan nyamuk Anopheles betina (Arsin, 2012). Plasmodium malaria hidup
dan berkembang dalam sel darah merah (eritrosit), menyerang semua orang baik
laki-laki ataupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan
orang dewasa. Parasit ini ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui
gigitan nyamuk Anopheles betina (Kemenkes R.I, 2014).
2.2


Etiologi Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh Plasmodium sp yang merupakan parasit

dari kelompok Protozoa , genus Plasmodium, family Plasmodiidae, ordo
Coccidiidae. Plasmodium dengan spesies yang menginfeksi manusia adalah
Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium
ovale (Arsin, 2012). Baru-baru ini melalui metode Polymerase Chain Reaction

(PCR) ditemukan jenis Plasmodium lain yaitu Plasmodium knowlesi. Plasmodium
ini masih dalam proses penelitian dan ditemukan pertama kali di Sabah.
Reservoar utama Plasmodium ini adalah kera ekor panjang atau Macaca Sp

(Kemenkes R.I, 2014).
Morfologi Plasmodium dalam darah manusia memilki sitoplasma dengan
bentuk tidak teratur pada berbagai stadium pertumbuhan dan mengandung
kromatin, pigmen dan granula. Pigmen malaria adalah suatu komplek yang terdiri
dari protein yang telah di denaturasi, yaitu hamozoin atau hamatin, suatu hasil

Universitas Sumatera Utara


9

metabolisme parasit dengan bahan-bahan dari eritrosit, dan pigmen ini tidak ada
pada parasit eksoerotrositik yang terdapat dalam sel hati. Gametosit dapat
dibedakan dari tropozoit tua karena sitoplasma lebih padat, tidak ada pembelahan
kromatin dan pigmen yang tersebar dibagian tepi.
Tropozoit muda tampak sebagai cincin dengan inti pada satu sisi, sehingga

merupakan cincin stempel, bila tropozoit tumbuh maka bentuknya tidak teratur
dan setelah 36 jam tropozoit mengisi sel darah merah (eritrosit), setengah sel
darah merah akan membesar dan intinya membelah menjadi skizon. Setelah 48
jam skizon mengisi sel darah hingga penuh dan mencapai ukuran 8-10 mikron dan
mengalami segmentasi. Pigmen berkumpul dipinggir, inti yang membelah dengan
bagian-bagian sitoplasma membentuk 16-18 sel berbentuk bulat atau lonjong,
berdiameter 1,5 mikron dan disebut merozoit (Arsin, 2012).
Plasmodium ditemukan di dalam sel-sel

parenkim hati adalah skizon


preeritrositik dengan ukuran dan jumlah merozoit di dalamnya yang berbeda.
Skizon preeritrositik pada Plasmodium vivax berisi 12.000 merozoit yang

berukuran sekitar 42 mikron, Plasmodium falciparum 40.000 merozoit berukuran
60x30 mikron, Plasmodium ovale memiliki 15.000 berukuran 75x45 mikron dan
Plasmodium malariae skizon preeritrositik belum pernah ditemukan (Sorontou,

2013).
2.3 Siklus Hidup Plasmodium
Plasmodium malaria mempunyai dua host untuk siklus hidupnya, yaitu

manusia dan nyamuk Anopheles betina. Siklus Aseksual berlangsung dalam

Universitas Sumatera Utara

10

tubuh manusia yang disebut Skizogoni, dan siklus Seksual yang membentuk
Sporozoit berlangsung dalam tubuh nyamuk disebut Sporogoni (Arsin, 2012).


2.3.1 Siklus Seksual (Sporogoni)
Siklus sporogoni

disebut siklus seksual karena menghasilkan bentuk

sporozoit yang siap ditularkan ke manusia, terjadi dalam tubuh nyamuk. Siklus ini

disebut juga siklus ekstrinsik karena masuknya gametosit ke dalam tubuh nyamuk
hingga menjadi sporozoit yang terdapat di dalam kelenjar ludah nyamuk.
Gametosit yang masuk ke dalam bersama darah, tidak dicernakan bersama darah
lain. Dalam waktu 12 sampai 24 jam setelah nyamuk mengisap darah, zigot
berubah bentuk menjadi ookinet yang dapat menembus dinding lambung dan akan
berubah menjadi ookista yang besarnya lima kali lebih besar dari ookinet. Di
dalam ookista dibentuk ribuan sporozoit, dengan pecahnya ookista, sprozoit
dilepaskan ke dalam rongga badan dan bergerak ke seluruh jaringan nyamuk.
Ketika nyamuk sedang menusuk manusia, sporozoit masuk ke dalam darah dan
jaringan dan awal terjadinya siklus eritrositik (Susana, 2010).
2.3.2

Siklus Aseksual (Skizogoni)

Siklus aseksual (Skizogoni) terjadi dalam tubuh manusia. Siklus aseksual

terbagi menjadi dua siklus, yaitu siklus dalam sel darah merah (Skizogoni
Eritrosit) dan siklus dalam parenkim hati (Skizogoni Eksoeritrosit).

1) Fase Hati (Skizogoni Eksoeritrosit)
Sporozoit infektif dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles akan masuk ke
dalam aliran darah manusia, dalam waktu 30 menit sprozoit akan memasuki sel
parenkim hati disebut siklus eksoeritrositik. Di dalam sel hati parasit tumbuh

Universitas Sumatera Utara

11

menjadi skizon dan mengalami pembelahan yang menghasilkan merozoit di
dalam satu sel hati (Susana, 2010). Dalam waktu 7-21 hari parasit akan tumbuh
dan berkembang biak, sehingga memenuhi seluruh sel hati. Selanjutnya sel hati
pecah dan parasit masuk ke aliran darah, menginfeksi sel darah merah (eritrosit).
Hal ini berlaku untuk infeksi Plasmodium falciparum dan
malariae. Pada infeksi Plasmodium vivax dan


Plasmodium

Plasmodium ovale, sejumlah

parasit tetap berada dalam hati dan tidak berkembang (dorman). Parasit yang
dorman ini dapat menyebabkan kekambuhan pada pasien dengan infeksi
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale (Kemenkes R.I, 2011).

2) Fase Sel darah merah (Skizogoni Eritrosit)
Pada saat merozoit dalam sel

hati pecah, maka akan membebaskan

Tropozoit yang akan menginfeksi sel darah merah dan tumbuh menjadi skizon

muda. Skizon muda akan matang dan membelah menjadi banyak merozoit.
Kemudian sel darah merah pecah dan merozoit, pigmen dan residu keluar serta
masuk ke dalam plasma darah. Parasit ada yang masuk sel darah merah lagi untuk
mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoit yang memasuki eritrosit tidak

membentuk skizon, tetapi membentuk gametosit yaitu stadium seksual. Parasit
malaria yang masuk ke dalam tubuh manusia dalam bentuk sporozoit dan apabila
terhisap oleh nyamuk Anopheles sp betina siap melakukan perkembangbiakan
seksual di dalam tubuh nyamuk (Kemenkes R.I, 2011 dan Susana, 2010).

Universitas Sumatera Utara

12

Gambar 2.3 Siklus Hidup Plasmodium Malaria
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai
timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Sedangkan masa prepaten
adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat di deteksi dalam
darah yaitu dengan melakukan pemeriksaan mikroskopik (Kemenkes R.I, 2008).
Masa inkubasi bervariasi pada setiap Plasmodium, untuk Plasmodium
falciparum sekitar 9-14 hari, Plasmodium vivax sekitar 12-17 hari, Plasmodium
ovale sekitar 16-18 hari,Plasmodium malariae sekitar 18-40 hari (Harijanto,2009)

2.4 Cara Penularan Malaria
Penularan malaria terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang

infektif, dimulai masuknya sprozoit Plasmodium ke dalam tubuh penderita.
Malaria ditularkan melalui dua cara yaitu, penularan secara alamiah dan penularan
secara tidak alamiah (Soedarto, 2009).

Universitas Sumatera Utara

13

2.4.1 Penularan Secara Alamiah
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang
infektif. Saat nyamuk menggigit orang yang sakit malaria, maka parasit akan ikut
terhisap bersama darah penderita malaria. Di dalam tubuh nyamuk parasit
berkembang dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat dan
melalui gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain (Achmadi, 2008).
Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles dari orang sakit
kepada orang yang sehat, orang yang sakit malaria dapat menjadi sumber
penularan penyakit malaria (Kemenkes R.I, 2011).
2.4.2 Penularan Secara Tidak Alamiah
Penularan penyakit malaria terjadi tidak langsung melalui gigitan nyamuk
Anopheles infektif kepada manusia, tetapi dengan cara yaitu:

a. Malaria Bawaan (Kongenital)
Penularan terjadi pada bayi yang dilahirkan melalui

tali pusat dan

plasenta. Plasenta berfungsi sebagai sumber makanan bagi janin, juga mempunyai
fungsi sebagai protective barrier dari berbagai kelainan yang terdapat dalam
darah ibu sehingga parasit malaria akan ditemukan di plasenta bagian maternal
dan hanya dapat masuk ke sirkulasi janin bila terdapat kerusakan plasenta
(Suparman, 2005).
Prevalensi malaria plasenta biasanya ditemukan lebih tinggi daripada
malaria pada sediaan darah tepi wanita hamil, hal ini karena plasenta merupakan
tempat parasit bermultiplikasi. Disebabkan karena ibunya menderita malaria dan
adanya kelainan pada sawar plasenta yang mengakibatkan tidak adanya

Universitas Sumatera Utara

14

penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya. Malaria kongenital

lebih sering terjadi pada kehamilan pertama pada kelompok masyarakat yang
imunitasnya rendah (Harijanto, 2009 dan Soedarto, 2009).
b. Malaria Mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik. Penularan
melalui transfusi darah sering terjadi di daerah-daerah endemik. Sebagian besar
infeksi terjadi pada kasus transfusi darah yang disimpan selama 2 minggu. Plasma yang beku
tidak diketahui apakah dapat menularkan malaria. Darah yang didonorkan dapat
diuji secara tidak langsung dengan tes antibody flurescent atau ELISA, dan
pemeriksaan langsung dari darah untuk parasite tidak membantu. Untuk daerah
endemik, program pemberian klorokuin adalah cara yang aman untuk semua
penerima transfusi darah (Susana, 2010).
Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi diantara pengguna narkoba
yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril. Infeksi malaria melalui
transfusi darah hanya menghasilkan siklus eritrositer karena tidak melalui
sporozoit yang memerlukan siklus hati sehingga dapat diobati dengan mudah.

Penularan secara oral atau melalui mulut, biasanya terjadi pada binatang
dan pernah dibuktikan pada ayam (Plasmodium gallinasium), burung dara
(Plasmodium relection), dan monyet (Plasmodium knowlessi) (Harijanto, 2009).
Pada umumnya, sumber infeksi malaria pada manusia adalah manusia
lain yang menderita malaria dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Intensitas
Penularan bergantung pada beberapa faktor yang saling berhubungan, yaitu

Universitas Sumatera Utara

15

parasit, vektor, manusia, dan lingkungan. Penularan juga bergantung pada kondisi
iklim yang secara langsung dapat mempengaruhi jumlah dan kelangsungan hidup
nyamuk, seperti pola curah hujan, suhu, dan kelembapan (Harijanto, 2009 dan
Soedarto, 2009 ).
2.5

Gejala Klinis Malaria
Gejala klinis malaria meliputi keluhan dan tanda klinis yang tampak dari

penderita malaria dan merupakan petunjuk yang penting dalam diagnosa malaria.
Gejala klinis dipengaruhi oleh starain Plasmodium, imunitas tubuh manusia dan
jumlah parasit yang menginfeksi (Harijanto, 2009). Gejala klinis yang disebabkan
oleh parasit Plasmodium malaria adalah demam, anemia, splenomegali. Demam
merupakan gejala awal yang muncul dari penderita malaria (Sorontou, 2013).
2.5.1 Demam
Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan
demam dengan interval tertentu (paroksismal), yang diselingi oleh suatu periode
laten yaitu penderita belum terjadi demam. Sebelum demam penderita mengalami
keluhan lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang (punggung) nyeri pada tulang
atau otot, anoreksia, mual atau muntah.
Suatu paroksismal terdiri atas tiga stadium yang berurutan, yaitu stadium
dingin (cold stage), stadium demam (hot stage), stadium berkeringat (sweating
stage) (Zulkoni, 2010 dan Asrin, 2012).

1) Stadium Dingin (Cold Stage)
Stadium dingin atau stadium menggigil dimulai dengan dengan perasaan
dingin sekali, sehingga penderita menutupi seluruh tubuhnya dengan baju tebal

Universitas Sumatera Utara

16

dan selimut. Saat menggigil seluruh tubuh sering bergemetar, gigi-gigi saling
terantuk, pucat, nadi penderita cepat namun lemah, bibir dan

jemari tangan

kebiru-biruan (sianotik). Jika penderitanya anak-anak akan disertai kejang.
Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya
temperatur.
2) Stadium Demam (Hot Stage)
Stadium demam atau stadium puncak demam, dimulai saat penderita
merasa dingin sekali, kemudian berubah menjadi panas. Wajah menjadi merah,
kulit kering terasa panas seperti terbakar, sakit kepala semakin hebat, disertai
mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut keras. Perasaan haus sekali, terutama
pada saat suhu tubuh naik 41oC atau lebih. Demam ini disebabkan oleh pecahnya
skizon darah yang telah matang dan masuk merozoit darah ke dalam aliran darah.

Periode ini berlangsung selama 2 sampai 6 jam.
3) Stadium Berkeringat (Sweating Stage)
Stadium berkeringat dimulai dengan penderita akan berkeringat banyak
sehingga tempat tidur penderita basah. Suhu tubuh turun dengan cepat, kadangkadang sampai dibawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak
dan saat terbangun, penderita merasa lemah. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4
jam. Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan
berlangsung 8-12 jam. Setelah itu, terjadi stadium menggigil atau

apireksia.

Lama serangan dari demam ini untuk spesies malaria tidak sama. Gejala infeksi
yang muncul kembali setelah serangan pertama biasanya disebut relaps.

Universitas Sumatera Utara

17

Trias malaria atau Paroksisme secara keseluruhan dapat berlangsung 6-10
jam, lebih sering terjadi pada infeksi Plasmodium vivax. Pada Plasmodium
falciparum menggigil dapat berlangsung berat atau tidak ada. Stadium berkeringat

berlangsung 12 jam pada Plasmodium falciparum, 36 jam pada Plasmodium
vivax dan Plasmodium ovale, 60 jam pada Plasmodium malariae (Sorontou,

2013).
2.5.2 Anemia
Anemia adalah gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria, lebih
sering pada penderita malaria yang tinggal di daerah endemik malaria. Anemia
pada penderita Malaria terjadi karena pecahnya sel darah merah (eritrosit) yang
terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale
hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya 2,5 dari seluruh jumlah
sel darah merah. Sedangkan Plasmodium malariae menginfeksi sel darah merah
tua yang jumlahnya hanya 1% dari sel darah merah. Anemia yang disebabkan
Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae umumnya terjadi

pada keadaan kronis (Harijanto, 2009).
Jenis anemia yang disebabkan malaria adalah anemia hemolitik yaitu suatu
kondisi tidak cukup sel darah merah dalam darah, karena kerusakan dini sel darah
merah. Anemia normokrom, anemia normositik. Pada serangan akut, kadar
hemoglobin turun secara mendadak.

Menurut Sorontou (2013) anemia disebabkan beberapa faktor yaitu:
1) Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan tidak mengandung
parasit terjadi dalam limpa yang sangat dipengaruhi oleh faktor autoimun.

Universitas Sumatera Utara

18

2) Reduce Survival Time atau eritrosit normal yang tidak mengandung parasit
yang tidak dapat hidup lama.
3) Diseritropoiesis atau gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi
eritropoiesis dalam sumsum tulang, retikulosit tidak dilepaskan dalam
peredaran darah tepi atau perifer.
2.5.3

Splenomegali
Limpa merupakan organ retikuloendotelial. Plasmodium yang menginfeksi

organ ini dapat di fagosit oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel
radang ini dapat menyebabkan limpa membesar. Pembesaran limpa merupakan
gejala khas terutama pada malaria kronis, limpa mengeras, hitam, karena pigmen
banyak ditimbun dalam eritrosit dan banyak mengandung parasit (Sorontou, 2013
dan Zulkoni, 2010).
Menurut Kemenkes RI tahun 2011, gejala klinis yang sering dijumpai
pada penderita malaria yaitu demam, sakit kepala, menggigil, nyeri di seluruh
tubuh. Pada beberapa kasus dapat disertai gejala mual/ muntah, batuk dan diare,
gejala tersebut hampir menyerupai dengan gejala-gejala penyakit lainnya dan
perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan diagnosa pasti.
2.6 Epidemiologi Malaria
2.6.1 Distribusi dan Frekuensi
a. Orang
Malaria dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko
tinggi yaitu bayi, balita, anak, dan ibu hamil. Setiap orang dapat terkena penyakit
malaria, perbedaan prevalensi menurut umur, jenis kelamin, ras dan riwayat

Universitas Sumatera Utara

19

malaria sebelumnya, berkaitan dengan perbedaan tingkat kekebalan karena variasi
keterpaparan terhadap gigitan nyamuk (Arsin, 2012).
World Malaria Report tahun 2011 menyebutkan bahwa malaria terjadi di

106 Negara bahkan 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular
malaria. Jumlah kasus malaria di dunia sebanyak 216 juta kasus, dimana 28 juta
kasus terjadi di ASEAN. Setiap tahunnya sebanyak 660 ribu orang meninggal
dunia karena malaria terutama anak balita (86%), 320 ribu diantaranya berada di
Asia Tenggara termasuk Indonesia (Kemenkes R.I, 2014).
Menurut Riskesdas 2013, prevalensi menurut karakteristik umur pada
penderita malaria paling tinggi adalah umur 25-34 yaitu 1,6%, kemudian umur 3544 yaitu 1,6 %, umur 15-24 yaitu 1,3% dan paling rendah adalah kelompok umur
10 parasit dalam 1 LPB/ lapangan pandang
b. Kuantitatif
Jumlah parasit di hitung per mikro liter darah pada sedian darah tebal
(leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).

Universitas Sumatera Utara

34

2. Tes diagnostik cepat atau Rapid Test Diagnostic Test (RDT)
Tes diagnostik cepat atau RDT adalah pemeriksaan yang dilakukan
berdasarkan antigen parasit malaria dengan imunokromatografi dalam bentuk
dipstic. Test ini digunakan pada waktu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) atau

untuk memeriksa malaria pada daerah terpencil yang tidak ada tersedia sarana
laboratorium. Dibandingkan uji mikroskopis, tes ini mempunyai kelebihan yaitu
hasil pengujian cepat diperoleh, akan tetapi RDT sebaiknya menggunakan tingkat
sensitivity dan specificity lebih dari 95% (Kemenkes R.I, 2008).
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita,
meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematocrit, jumlah leukosit dan
trombosit, pemeriksaan kimia darah seperti Glukosa, serum bilirubin, albumin
atau globulin.
2.9 Upaya pencegahan Malaria
Pencegahan malaria dilakukan terhadap perorangan maupun masyarakat,
dengan cara sebagai berikut:
2.9.1 Pencegahan Primer
Upaya yang dilakukan untuk mempertahankan orang sehat agar tetap
sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
a. Pencegahan Terhadap Parasit (Pengobatan)
Pemberian obat pencegahan (profilaksis) malaria bertujuan untuk
mencegah infeksi dan timbulnya gejala-gejala malaria. Hal ini sebaiknya
dilakukan pada orang-orang yang melaksanakan perjalanan ke daerah endemis

Universitas Sumatera Utara

35

malaria. Pengobatan perorangan memerlukan pencegahan terhadap malaria
selama berada di daerah endemis malaria dan beberapa waktu sesudah
meninggalkan daerah tersebut (Sorontou, 2013)
Jenis obat yang digunakan menurut Departemen Kesehatan RI ( DepKes
RI) ada dua jenis: yaitu klorokuin dan sulfadoksin atau pirimetamin. Pencegahan
Plasmodium vivax dilakukan dengan minum klorokuin 5 mg/kg/minggu diminum

setiap minggu sebelum berangkat ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah
kembali dan dianjurkan tidak menggunakan klorokuin lebih dari 3-6 bulan.
Pencegahan Plasmodium falciparum dapat digunakan doksisklin. Dosis
doksisklin 1,5 mg/kg/hari selama tidak lebih dari 4-6 minggu, dan tidak dapat

diberikan kepada anak-anak umur kurang dari 8 tahun dan ibu hamil. Sedangkan
sulfadoksin atau pirimetamin diberikan apabila memasuki daerah resisten
klorokuin (Depkes R.I, 2008 ).
b. Pencegahan terhadap vektor/gigitan nyamuk
Pencegahan terhadap vektor nyamuk, antara lain:
1) Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk penyebab malaria dengan cara
tidur dengan menggunakan kelambu, tidak keluar rumah pada malam hari
kecuali untuk keperluan tertentu. memakai lotion anti nyamuk, memasang
kawat kasa pada jendela.
2) Membersihkan tempat sarang nyamuk, dengan cara membersihkan semak
belukar disekitar rumah, tidak menggantungkan pakaian kotor

di dalam

kamar, mengalirkan genangan-genangan air yang dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk anopheles.

Universitas Sumatera Utara

36

3) Membunuh jentik-jentik nyamuk dengan menebar ikan pemakan jentik dan
membunuh jentik dengan menyemprot larvasida.
2.9.2 Pencegahan Sekunder
Upaya untuk mencegah orang yang sakit agar sembuh, Menghambat
progresifitas penyakit dan menghindari komplikasi. Kegiatan meliputi: pencarian
penderita secara aktif melalui skrining dan secara pasif dengan melakukan
pencatatan dan pelaporan kunjungan penderita malaria, diagnosa dini dan
pengobatan yang memenuhi syarat dan memperbaiki status gizi guna membantu
proses penyembuhan (Budiarto, 2003 dalam Sulistya, 2012).
1. Pencarian Penderita Malaria
Salah satu cara untuk memutuskan penyebaran malaria adalah dengan cara
menemukan penderita sedini mungkin yang dilakukan secara aktif (Active Case
Detection) oleh petugas khusus yang mengunjungi rumah secara teratur maupun

dilakukan secara pasif (passive Case Detection) yaitu memeriksa semua pasien
yang berkunjung ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), yaitu Polindes, Pustu,
Puskesmas dan Rumah Sakit baik swasta maupun pemerintahan yang
menunjukkan gejala klinis malaria, kemudian diambil sampel darah untuk
pemeriksaan parasitologi dilaboratorium untuk memastikan penderita malaria.
2.

Pengobatan Penderita Malaria
Ada beberapa cara pengobatan malaria dan jenis pengobatan terhadap

tersangka maupun penderita malaria:
a. Pengobatan malaria klinis adalah pengobatan yang diberikan berdasarkan
gejala klinis dengan tujuan menyembuhkan gejala klinis malaria.

Universitas Sumatera Utara

37

b. Pengobatan Radikal adalah pengobatan yang diberikan kepada penderita
malaria dengan pemeriksaan laboratorium positif malaria. Pengobatan ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya relaps malaria.
c. Pengobatan massal/ MDA (Mass Drug Administration ) adalah pemberian
pengobatan malaria klinis kepada semua penduduk (>80% penduduk) di
daerah KLB sebagai bagian dari upaya penanggulangan KLB malaria.
d. Pengobatan kepada penderita demam /MFT (Mass Fever Treatment ) adalah
dilakukan untuk mencegah KLB dan melanjutkan penanggulangan KLB, yaitu
diulang setiap 2 minggu setelah pengobatan MDA sampai penyemprotan
selesai.
Secara global WHO telah menetapkan pengobatan malaria dengan
memakai obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan
artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam
mengatasi Plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin
juga bekerja membunuh Plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit.
Juga efektif terhadap semua spesies, Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax
maupun lainnya. Laporan kegagalan terhadap ART belum dilaporkan saat ini
(Depkes R.I, 2008).
Golongan obat yang termasuk ACT adalah Artesunat, Artemeter,
Artemisin, Dihidroartemisinin, Artheether

dan asam artelinik Artesunat,

Artemeter , Artemisin, Dihidroartemisinin, Artheether dan Asam artelinik. Untuk

pemakaian

obat

golongan

artemisinin

harus

disertai/dibuktikan

dengan

pemeriksaan parasit yang positif. Apabila malaria klinis/tidak ada hasil

Universitas Sumatera Utara

38

pemeriksaan parasitologik yang tetap maka menggunakan obat non-ACT (Depkes
R.I, 2008).
Golongan obat yang termasuk non-ACT yaitu Klorokuin Difosfat/sulfat,
Sulfadoksin-pirimetamisin, Kina sulfat, Primakuin . Penggunaan obat-obat non-

ACT terhadap malaria dilaporkan telah resisten di seluruh provinsi di Indonesia,
namun beberapa daerah masih cukup efektif dengan obat-obat non-ACT seperti
klorokuin dan Sulfadoksin pirimetamin (kegagalannya masih kurang 25%).

Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi, dan belum
tersedianya obat golongan artemisinin dapat menggunakan obat standar yang
dikombinasikan.
Contoh kombinasi ini adalah sebagai berikut: Kombinasi klorokuin +
sulfadoksin-pirimetamin (SP), kombinasi SP + kina , kombinasi klorokuin +
doksisiklin/tetrasiklin , kombinasi SP + doksisiklin/tetrasiklin , kombinasi kina +
doksisiklin/tetrasiklin . Pemakaian obat-obat kombinasi ini juga harus dilakukan

monitoring respon pengobatan sebab perkembangan resistensi terhadap obat
malaria berlangsung cepat dan meluas. (Harijanto, 2009 dan Sudoyo, 2006).
2.9.3 Pencegahan Tersier
Upaya untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi.
Kegiatannya meliputi penanganan akibat lanjutan dari komplikasi malaria,dan
rehabilitasi mental/psikologi.
Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria dapat dilakukan melalui
beberapa kegiatan, yaitu dengan pemberian obat malaria yang efektif sedini
mungkin, penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialysis terhadap

Universitas Sumatera Utara

39

gangguan fungsi ginjal, pemasangan ventilator pada gagal napas, dan tindakan
suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital.
Rehabilitasi mental/psikologis dapat dilakukan dengan cara memberikan
dukungan moril kepada penderita dan keluarga penderita, serta melaksanakan
rujukan pada penderita yang memerlukan pelayanan tingkat lanjut.
2.10 Kerangka Konsep
Berdasarkan latar belakang dan penelusuran pustaka diatas, maka
kerangka konsep dari penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Karakteristik Penderita Malaria
1. Sosiodemografi:
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Pekerjaan
d. Tempat Tinggal
2. Jenis Diagnosa Malaria
3. Jenis Parasit Malaria
4. Gejala Malaria
5. Jenis Pengobatan Malaria.

Universitas Sumatera Utara