Ekonomi Moral dalam Usaha Ubi Kayu Orang Jawa di Pegajahan

BAB II
GAMBARAN UMUM

2.1 Kondisi Fisik, Sosial dan Keagamaan Desa Pegajahan
Daerah tempat penelitian saya ini terletak di Dusun 2 Desa Pegajahan. Jarak
tempuh dari kota Perbaungan ke tempat penelitian saya ini memakan waktu 30
menit dengan mengendarai Sepeda Motor. Keadaan jalan yang dilalui terdapat
beberapa tipe, sebagian jalan beraspal, ada juga yang di cor beton dan sebahagian
lagi masih ada jalan tanah. Jalan yang dilalui dapat dikatakan rusak karena banyak
lubang-lubang yang terdapat di sepanjang jalan.
Banyaknya jalan yang rusak disepanjang yang dilalui kalau mau ke Desa
Pegajahan awalnya disebabkan oleh truck-truck colt diesel pengangkut sawit yang
melewati jalan itu. Rusaknya jalan itu semakin diperparah dengan adanya
pembangunan jalan tol Medan-Tebing yang melintasi tanah perkebunan di Desa
Pegajahan, banyak truck-truck pengangkut material pembangunan jalan tol yang
melewatin jalan itu. Rusaknya jalan ditambah banyaknya debu-debu membuat
perjalanan yang dilalui semakin tidak bagus untuk kesehatan.
Jalanan rusak akan dirasakan sepanjang jalan masuk dari kota sampai ke
Desa Pegajahan. Desa Pegajahan sendiri terletak di sekeliling kebun PTPN II
yakni Kebun Melati. Selain sarana jalan, di Desa Pegajahan terdapat 6 jembatan
besar dan terdapat satu jembatan yang keadaannya rusak berat. Jembatan yang

rusak berat ini terletak di Dusun Karangsari, tetapi pada saat sekarang ini
jembatan yang rusak itu sedang proses pembangunan dengan material cor beton.

30
Universitas Sumatera Utara

Desa Pegajahan tidak memiliki transportasi umum seperti Bus, Mikrolet,
maupun jenis angkutan umum sejenisnya. Masyarakat yang bertempat tinggal di
Desa ini biasanya dalam kehidupan sehari-hari menggunakan transportasi sepeda
motor, maupun sepeda. Kendaraan umum yang bisa digunakan untuk menuju ke
Desa Pegajahan yaitu Becak. Banyak becak yang tersedia di Kota Perbaungan
yang bisa digunakan. Di sekeliling Desa Pegajahan terdapat berbagai macem
usaha pertanian, baik yang dimiliki pemerintah (BUMN) maupun yang dimiliki
oleh masyarakat. Usaha pertanian yang terdapat di Desa Pegajahan diantaranya
usaha pertanian perkebunan, tanaman kelapa sawit, tanaman karet, tanaman
kakao, tanaman kelapa, dan tanaman Holtikultural lainnya seperti palawija dan
singkong.
Keadaan rumah di Desa Pegajahan sebagian besar sudah termasuk bangunan
permanen. Namun ada beberapa rumah yang masih non permanen, rumah yang
non permanen ini terbuat dari kayu dengan dinding-dinding rumahnya terbuat dari

anyaman bambu (tepas). Untuk listrik Desa Pegajahan sudah tersedia jaringan
listrik PLN, sehingga hampir semua Rumah Tangga sudah menggunakan tenaga
listrik untuk memenuhi keperluan penerangan dan kebutuhan rumah tangga
lainnya. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan air, masyarakat di Desa
Pegajahan masih mengandalkan sumur airr di setiap rumah. Kualitas air yang
keluar dari sumur air di Desa Pegajahan ini sebagian besar dapat dikatakan bagus
karena untuk mandi pun segar dan tidak berbau. Listrik yang sudah ada digunakan
untuk pompa listrik yang kemudian mengambil air dari dalam sumur tadi dan hal
ini sudah banyak dipakai oleh masyarakat yang tinggal di Desa Pegajahan ini.

31
Universitas Sumatera Utara

Selama saya tinggal di sana terasa sekali keramahtamahan dan keakraban
yang terjalin diantara keluarga maupun dengan para tetangga. Hal tersebut terlihat
dari intensitas mereka saling berkumpul dan bercengrama bersama. Biasanya
orang yang suka berkumpul sore-sore dibelakang rumah adalah kaum perempuan,
namun di Dusun II laki-laki pun saling berkumpul dan berbincang mengenai
banyak hal.
Keakraban yang terjalin diantara mereka tentu bukan terjadi begitu saja.

Mereka terbiasa hidup saling menyapa satu dengan yang lainnya, bertegur sapa
dan sesekali bercanda bahkan ketika mereka saling berpapasan. hal yang sangat
menyenangkan karena hal tersebut membuat mereka saling berinteraksi secara
terus menerus.
Kehidupan mereka yang sering berkumpul bersama juga membuat mereka
saling mengenal bahkan sampai ke lain Dusun. Salah satu tema pembicaraan
ketika mereka saling berkumpul adalah kegiatan-kegiatan yang ada di Dusun
tersebut maupun di luar Dusun. Hal yang paling sering mereka bicarakan adalah
mengenai akan dilaksanakannya pesta oleh tetangga atau kenalan mereka. Dalam
cerita mereka pasti terbersit saling menanyakan kabar orang yang mereka
bicarakan secara langsung maupun tidak langsung. Kepedulian terhadap satu
dengan yang lainnya tentu akan memberikan kesan keharmonisan hubungan
masyarakat di sana.
Keadaan rumah masyarakat di sana saling berdekatan, posisi rumah di
pedesaan yang cenderung tidak beraturan tidak seperti rumah di kompleks yang
teratur dan memiliki kesamaan bentuk. Rumah mereka yang saling berdekatan

32
Universitas Sumatera Utara


membuat para tetangga saling berteriak saja untuk memanggil tetangga mereka
apabila ada keperluan. Kehidupan bertetangga memang tidak selalu baik adanya,
terkadang ada masalah yang terjadi dengan sebab-sebab yang berbeda. Begitu
pula dengan masyarakat di Pegajahan, sering terjadi perselisihan antara tetangga.
Namun berdasarkan perbincangan saya dengan Buk Lasmiem tidak ada
perselisihan yang membuat satu yang lainnya saling menyakiti atau merugi secara
ekonomi. Hal yang lumrah terjadi adalah para tetangga tidak saling berbicara
dalam waktu yang sangat lama.
Hubungan masyarakat di Pegajahan khususnya di Dusun II kebanyakan
diantara mereka bersaudara. Hubungan saudara yang terjalin diantara mereka
bukan karena tanah yang mereka tinggali merupakan milik nenek moyang mereka,
tetapi karena ada perkawinan yang terjadi diantara keluarga dengan tetangga.
Dalam hubungan kekerabatan etnis Jawa apabila ada perkawinan maka
keseluruhan keluarga akan menyatu, baik itu bibik atau uwak, keponakan dan juga
sepupu mereka juga ikut mendapat keluarga baru seperti mereka yang menikah.
Kasus tersebut juga terjadi dalam masyarakat Dusun II, dimana mereka
bersaudara karena keponakan mereka saling menikah. Bahkan ada yang mereka
merasa bersaudara jauh karena pengikat saudara mereka juga jauh. Mereka
menyebut persaudaraan yang seperti itu sebagai masih “bau-bau saudara”.
Komposisi keagamaan masyarakat Desa Pegajahan terdiri dari agama Islam,

Kristen Protestan serta Hindu. Berdasarkan data kependudukan diketahui bahwa
dari 4.274 penduduk ada 4086 jiwa yang menganut agama Islam, 156 jiwa yang
menganut agama Kriten protestan dan 32 jiwa yang menganut agama Hindu.

33
Universitas Sumatera Utara

Agama Islam merupakan agama yang paling banyak dimiliki oleh sebagian besar
masyarakat Pegajahan. Tidak begitu halnya dengan agama Kristen dan Hindu.
Hanya sebagian kecil saja masyarakat yang menganut agama Kristen dan Hindu
di sana. Persebaran agama Kristen berpusat pada Dusun IV dan Dusun V
Pegajahan. Tempat ibadah Kristen sendiri hanya ada satu di Pegajahan, yang
terletak di Dusun IV.
Gambar 2.1

Jumlah Penduduk Berdasarkan
Agama

Islam
Protestan

Hindu

Keberadaan agama Hindu di Pegajahan menjadi keunikan tersendiri yang
dimiliki Desa Pegajahan. Agama Hindu yang umumnya dianut oleh orang India
dan Bali. Penganut Hindu yang bermukim di Pegajahan merupakan orang yang
berasal dari Bali. Orang Bali yang bermukim di Pegajahan membawa kebudayaan
mereka kesini. Mereka membangun tempat ibadah mereka sendiri, rumah-rumah
mereka seperti perumahan yang ada di Bali. Hal tersebut membuat wilayah tempat
mereka bermukim disebut dengan Kampung Bali.
Saat merayakan hari besar keagamaan mereka juga tetap melakukan ritualritual keagamaan selayaknya masyarakat yang ada di Bali. Masyarakat yang lain
34
Universitas Sumatera Utara

pun mengerti dan menghargai prosesi keagaman yang sedang mereka lakukan.
Masyarakat yang lain juga tidak mengganggu ketika mereka sedang melakukan
hari raya Nyepi. Toleransi keagaman di Pegajahan terpelihara dengan baik.
Penganut agama Kristen juga mendapat perlakuan yang sama, mereka tidak
diganggu ketika merayakan natal atau ritual keagamaan yang lain. Gereja yang
ada di Dusun IV berada di wilayah para penganut agama Kristen, mereka sering
melakukan gotong royong juga untuk memperbaiki ataupun membersihkan gereja

yang hanya satu-satunya di Desa Pegajahan tersebut.
Kehidupan bertetangga para penganut agama yang satu dengan agama yang
lain pun tetap harmonis dan menjaga ketentraman dengan tidak memunculkan
sentimentil keagaman dimasyarakat. Kehidupan beragama penganut agama
Kristen terlihat dari selalu ramainya gereja pada hari minggu. Mereka juga
memiliki perkumpulan agama untuk melakukan doa bersama secara bergantian
dirumah-rumah tetangga mereka. Perilaku yang sama juga terjadi pada
masyarakat yang beragama Islam.

35
Universitas Sumatera Utara

2.2 Pengolahan Ubi Kayu di Pegajahan
2.2.1 Pengolah Ubi Kayu Di Pegajahan
Sejauh ini Kecamatan Pegajahan sudah memiliki banyak pemilik usaha
pengolahan ubi kayu. Tidak ada jumlah pasti yang diberikan oleh pihak terkait
mengenai keberadaan pengolah ubi kayu ini, pihak kelurahan Pegajahan
menyebut kegiatan pengolahan ubi kayu sebagai usaha kecil rumah tangga.
Berdasarkan informasi yang didapat dari informan para pemilik usaha olahan ubi
kayu ini sudah melakukan kegiatan ini rata-rata lebih dari 5 tahun, banyak juga

diantara mereka yang telah mencapai lebih dari sepuluh tahun.
Keberadaan pengolah ubi di Pegajahan tersebar di beberapa Desa. Ada tiga
Desa yang penduduknya banyak melakukan pengolahan yaitu Desa Pegajahan,
Desa Bingkat, dan Desa Sukasari. Kecamatan Pegajahan merupakan salah satu
Kecamatan dari Kabupaten Serdang Bedagai. Kota terdekat dari Kecamatan
Pegajahan adalah Kota Perbaungan. Untuk bisa mencapai Kecamatan Pegajahan
tepatnya tiga Desa di atas memerlukan waktu kurang lebih 30 menit dari Kota
Perbaungan, dengan keadaan jalan yang sudah di aspal namun banyak yang
berlubang.
Di Desa Pegajahan ada banyak petani yang menanam ubi kayu dikebun
mereka. Petani di Desa Pegajahan lebih banyak menanam ubi kayu daripada
menanam padi. Penjelasan mengenai topik ini akan dijelaskan pada pembahasan
selanjutnya. Banyaknya petani yang menanam ubi kayu dapat menjamin
ketersediaan ubi kayu untuk pemenuhan kebutuhan pemilik usaha. Dengan kata
lain pemilik usaha memperoleh kemudahan dengan keadaan tersebut. Kemudahan

36
Universitas Sumatera Utara

yang mereka peroleh adalah jaminan ketersediaan ubi dalam jangka waktu yang

lama. Lokasi pertanian yang dekat setidaknya membuat mereka memperoleh
harga ubi yang relatif murah. Selain itu apabila pemilik usaha merasa ada yang
perlu mereka komplen dari barang yang mereka peroleh mereka bisa langsung
menemui sumbernya.
Pengolahan ubi kayu yang dilakukan oleh masyarakat di Pegajahan masih
tergolong industri rumah tangga yang masih dilakukan oleh kurang lebih lima
sampai 6 orang dalam satu rumah produksi. Hasil olahan ubi kayu yang ada di
Pegajahan beranekaragam, seperti mie yeye, opak piring, manggleng, alen-alen,
rengginang, dll. Penjelasan mengenai jenis-jenis hasil olahan ubi kayu akan
dibahas dalam pembahasan selanjutnya.
Olahan yang tidak hanya satu jenis itu telah menggunakan beberapa
teknologi mesin untuk bisa mempermudah pengolahan yang dilakukan oleh
mereka. Meskipun ada beragam jenis hasil olahan ubi kayu di sana, namun secara
umum proses pengolahannya cenderung sama. Satu hal yang belum bisa mereka
gantikan sampai saat ini adalah tenaga sinar matahari. Mereka bergantung kepada
sinar matahari untuk bisa mengeringkan olahan mereka.
Para pemilik usaha olahan ubi kayu ini merupakan masyarakat Pegajahan
yang memiliki keadaan ekonomi menengah. Ekonomi menengah yang saya
maksud adalah kehidupan mereka tidak kaya atau pas-pasan. Sebagian dari
mereka mengandalkan sepenuhnya kebutuhan rumah tangga dari hasil olahan ubi

kayu. Sementara itu sebagian lainnya masih melakukan pekerjaan yang lain untuk
bisa dijadikan sumber mata pencaharian mereka.

37
Universitas Sumatera Utara

Kehidupan perekonomian sebagian besar masyarakat di Kecamatan
Pegajahan adalah pertanian, buruh harian, perdagangan dan hanya sebagian kecil
saja dari mereka yang termasuk ke dalam pegawai negeri. Dengan begitu saya
menyimpulkan bahwa sebagian masyarakat di sana bekerja dengan mengandalkan
tenaga yang mereka miliki, serta sebagian lainnya menggunakan pikiran dan
kreativitas mereka untuk bekerja dan mencari nafkah.
Hal tersebut senada dengan yang dikatakan oleh informan saya yang
bernama Junaidi :
“Mereka yang bekerja dengan menggunakan tenaga saja adalah
mereka yang tidak memakan bangku sekolahan, sementara mereka
yang bisa bekerja dengan menggunakan kemampuannya dalam
berkreasi sedikit banyaknya mereka sekolah dan belajar. Kalau
masyarakat sini masih jarang yang sekolahnya tinggi, apalagi
yang udah tua-tua macem saya” .

Keseluruhan pemilik usaha pengolahan ubi beragama Islam, tidak ada
satupun dari mereka yang beragama Kristen atau Hindu. Kenyataan tersebut
seakan seirama dengan kenyataan bahwa mayoritas agama yang dianut oleh
masyarakat di Pegajahan adalah agama Islam. Selain itu sebagian besar pemilik
usaha bersuku Jawa, ada sebagian kecil yang bersuku Banjar. Namun suku Jawa
menjadi suku yang paling banyak dimiliki oleh pemilik usaha.
Sebelum menjadi pengolah ubi kayu, pekerjaan yang mereka kerjakan
beranekaragam, ada yang bekerja diladang, ada pula yang menjadi buruh harian.
Tidak semua dari mereka meninggalkan pekerjaan yang lama dan fokus menjadi

38
Universitas Sumatera Utara

pengolah ubi, ada sebagian dari mereka yang masih menjadi buruh harian, ada
pula yang masih mengolah ladang yang mereka miliki. Meskipun mereka
membayar orang lain untuk mengolah lahan mereka. Namun tetap saja mereka
tidak hanya memiliki satu sumber matapencaharian.
Para Pemilik usaha kebanyakan adalah satu keluarga yaitu suami dan istri.
Namun tak jarang pula ada beberapa kasus dimana suami bekerja diluar dan
istrilah yang memanajemen usaha mereka. Namun hal tersebut tidak menjadi
persoalan yang merumitkan karena banyak orang yang bisa ikut bekerja dengan
mereka. Selain itu suami yang telah bekerja diluar, setelah mereka pulang
kerumah maka mereka pun ikut membantu pekerjaan yang belum terselesaikan.
2.2.2

Zona-Zona Hasil Olahan Ubi Kayu
Telah dikatakan sedikit bahwa pemilik usaha olahan ubi yang ada di

Kecamatan Pegajahan ini tersebar di 3 Desa yaitu Desa Pegajahan, Desa Bingkat,
dan Desa Sukasari. Ketiga Desa tersebut memiliki hasil olahan yang berbeda pula.
Walaupun ada yang sama namun hal tersebut tidak menjadi dominasi, hanya
sebagian kecil saja yang memiliki kesamaan hasil olahannya dengan Desa yang
lain.
a. Desa Pegajahan
Di Desa Pegajahan pemilik usaha olahan tersebar lagi di beberapa Dusun,
Desa Pegajahan memiliki lima Dusun. Pemilik usaha ubi ada di dua Dusun yaitu
Dusun II atau Dusun Harapan I dan Dusun IV atau Dusun Karang Sari. Di Dusun
II hasil olahan ubi yang diproduksi adalah mie rajang. Di sana ada 13 kepala
keluarga yang memproduksi mie rajang , serta 2 kepala keluarga yang

39
Universitas Sumatera Utara

memproduksi opak sayur dari 123 kepala keluarga. Bila dipersentasekan maka
ada 12% penduduk yang mengolah ubi kayu di Desa Pegajahan Dusun II.
Dari ketiga Desa yang ada pengolahan ubi kayu yaitu Desa Pegajahan, Desa
Bingkat dan Desa Sukasari, hanya Desa Pegajahan Dusun II saja yang mengolah
mie rajang. Karena banyaknya pemilik usaha yang memproduksi mie rajang maka
Dusun II Desa Pegajahan ini dikenal juga sebagai Dusun mie rajang. Mereka
menyebut nama lain dari Dusun II tersebut karena kekhasan yang dimiliki oleh
Dusun II ini.
Selanjutnya adalah Dusun IV Desa Pegajahan, di sana ada juga penduduk
yang mengolah ubi kayu menjadi berbagai penganan setengah jadi. Dari Informasi
yang diperoleh ada 369 jumlah kepala keluarga di Dusun IV Desa Pegajahan ada
28 kepala keluarga yang mengolah ubi kayu10. Bila di persentasekan maka ada 7%
penduduk Desa Pegajahan Dusun IV yang memiliki pengolahan ubi kayu. Ke-28
kepala keluarga tersebut mengolah ubi kayu menjadi olahan yang berbeda jenis.
Pemilik usaha yang ada di Dusun IV mengolah ubi kayu menjadi manggleng
(belungkuok), opak petak, dan ada satu industri rumah tangga yang memproduksi
rengginang ubi. Dari ketiga jenis olahan ubi kayu yang ada di Pegajahan dusun IV
tersebut, olahan ubi yang paling banyak adalah olahan manggleng atau
belungkuok.
b. Desa Bingkat
Desa Bingkat memiliki 10 Dusun, Dusun yang mengolah ubi kayu adalah
Dusun 10 B dan Dusun 9A. Ada beberapa industri rumah tangga yang
10

Berdasarkan wawancara dari Kepala Lorong Desa Pegajahan Lorong IV yaitu Bapak Kari yang
berusia 58 tahun.

40
Universitas Sumatera Utara

memproduksi olahan ubi kayu. Informasi yang diperoleh dari informan diketahui
bahwa ada kurang lebih 50 kepala keluarga atau 9% yang mempunyai usaha
olahan ubi dari 508 KK yang ada di dua Dusun tersebut.
Hasil olahan ubi kayu yang dihasilkan oleh pemilik usaha di Desa Bingkat
tepatnya Dusun 10B dan 9A adalah opak lidah dan opak sayur. Opak lidah
merupakan opak yang berbentuk memanjang dengan ujung yang berbentuk seperti
lidah. Opak lidah hanya diproduksi di Desa Bingkat dan berpusat di Pasar 10B.
Tidak ada Desa lain yang memproduksi opak jenis opak lidah seperti yang dibuat
oleh pemilik usaha yang ada di Bingkat.
Tidak semua pemilik usaha di Desa bingkat memproduksi opak lidah, ada
pula yang memproduksi opak sayur yang sama seperti yang di produksi di Desa
Pegajahan Dusun II. Kesamaan jenis yang diproduksi oleh mereka salah satu
sebabnya adalah mereka merupakan orang pindahan dari salah satu Desa tersebut.
Selain itu ada pula mereka yang merupakan anak dari pemilik usaha opak sayur
juga. Sehingga ilmu dan kemampuan yang mereka miliki sama, jadi ketika
mereka memutuskan untuk membuka usaha, maka mereka menggunakan
kemampuan yang telah mereka miliki di tempat mereka tinggal.
c.

Desa Sukasari
Di Desa Sukasari pemilik usaha olahan ubi tersebar di beberapa Dusun,

yaitu Dusun III dan Dusun IV. Desa Sukasari ini terdiri dari lima Dusun, dan
masing-masing Dusun terbagi lagi kedalam beberapa lorong, ada A, B dan C.
Olahan ubi kayu yang dihasilkan oleh pemilik usaha yang ada di Desa Sukasari
cukup beragam, yaitu: opak piring, opak koin, rengginang ubi, alen-alen, mie

41
Universitas Sumatera Utara

yeye, dan keripik ubi. Banyaknya hasil olahan ubi kayu di sana ada yang memiliki
zona ada pula yang bercampur. Olahan yang memiliki zona adalah opak piring.
Opak piring diproduksi di Dusun IV B, Orang yang memproduksi opak piring ini
adalah para ibu-ibu, proses pengerjaan opak piring ini dimulai pada pukul 4 pagi
dan selesai pada pukul 7 pagi, setelah itu tinggal proses penjemuran dan
penyusunan. Karena prosesnya yang pagi sekali, biasanya mereka dibantu oleh
suaminya untuk memproduksi opak piring ini. Selain itu hasil produksi yang
lainnya bercampur dan tidak memiliki zonasi, mereka menyebar di beberapa
Dusun termasuk di Dusun II.
Opak ubi yang dibuat di Sukasari ada yang berbentuk bulat sebesar piring
yang disebut opak piring, ada yang berbentuk bulat kecil disebut opak koin, ada
yang diberi campuran sayur sehingga diberinama opak sayur. Kesemua jenis opak
ini diproduksi di Sukasari. Mereka memberikan variasi kepada opak yang mereka
buat dikarenakan permintaan pasar.
Mie yeye merupakan makanan cemilan yang dibuat seperti jaring laba-laba.
Mie yeye menjadi unik karena bentuknya yang seperti jaring laba-laba. Selain mie
yeye adapula rengginang ubi, Rengginang ubi ini sendiri paling banyak
diproduksi di Sukasari, tidak seperti rengginang yang diproduksi di Pegajahan
yang hanya diproduksi oleh satu orang saja. Kalau secara umum rengginang itu
terbuat dari pulut. Maka rengginang yang dibuat oleh Pemilik usaha di Sukasari
ini terbuat dari ubi kayu yang dihancurkan kemudian dicetak dan dijemur.

42
Universitas Sumatera Utara

2.2.3

Sejarah Mie Rajang di Dusun II Desa Pegajahan
Olahan ubi kayu yang ada di Pegajahan seperti yang telah dijelaskan di atas

tidak hanya terdiri dari satu macam, dalam sub bab ini saya membahas beberapa
sejarah olahan ubi kayu secara umum. Berdasarkan informasi yang saya peroleh
ada pusat pengolahan ubi kayu di daerah lain pada tahun 1980-an. Tempat
tersebut berada di Delitua, di sana pada tahun 1980-an banyak sekali olahan ubi
yang dikelola. Seperti opak, alen-alen, dan mie yeye. Pemberian nama olahan ubi
kayu beberapa berasal dari sana. Seperti pemberian nama opak yang berdasarkan
cerita informan pemberian nama opak dikarenakan proses pembuatannya yang
menggunakan punggung piring sebagai wadah untuk membentuk opak menjadi
bulat atau seperti huruf “o”. Ketika mencetak, opak tersebut di pukul-pukul
sehingga menimbulkan bunyi “pak pak”. Karena itu olahan ubi yang berbentuk
bulat tipis disebut dengan “opak”. Selain itu pemberian nama mie yeye juga
berasal dari sana. Bentuk mie yeye yang seperti jaring laba-laba, dengan rangkarangkanya yang seperti mie (memanjang dan keriting) maka olahan tersebut diberi
nama mie, namun sebutan mie saja tidak dapat menjelaskan bagaimana fisik dari
olahan tersebut. Karena pada waktu itu musim celana yeye. Maka tercetuslah
nama mie yeye dari seorang penjual mie yeye tersebut ketika ditanya oleh
temannya apa nama produk yang dijualnya (berdasarkan informasi dari informan:
Agustrisno MSP).
Selanjutnya, karena penelitian saya lebih saya fokuskan ke olahan mie
rajang, jadi saya menceritakan bagaimana sejarah mie rajang secara khusus di sub
bab ini. Alasan mengapa saya memilih meneliti bagaimana kondisi pengolahan

43
Universitas Sumatera Utara

mie rajang di Dusun II. Hal tersebut dikarenakan berdasarkan informasi yang saya
peroleh pengolahan ubi yang pertama dilakukan adalah olahan mie rajang, saya
memperoleh informasi itu dari seorang mantan pemilik usaha mie rajang dan
beliau adalah orang yang pertama sekali membuat olahan mie rajang di
Pegajahan.
Orang yang mengerti bagaimana kisah mengenai sejarah mie rajang di
Pegajahan adalah Pak Saharudin. Kisah mengenai olahan ubi yang satu ini
berawal ketika tahun 1990-an ia bekerja nggalas di Desa Keramat Gajah. Ketika
sedang bekerja di sana Ia bertemu seorang lelaki yang mempunyai usaha seperti
itu. Ia bertanya bagaimana cara membuat mie seperti itu.
Orang tersebut yang namanya tidak lagi diingat oleh Pak Saharudin
menyarankan agar Pak Saharudin belajar untuk membuat mie tersebut. Ia
memerintahkan untuk datang kembali dan belajar selama dua hari. Akhirnya Pak
Saharudin datang dan belajar membuat mie rajang. Ketika itu alat-alat yang
digunakan sangat sederhana, sehingga hasil produksinya sedikit karena terbatas
oleh alat-alat yang tidak memungkinkan untuk memproduksi banyak dengan
jumlah tenaga kerja hanya sekeluarga.
Setelah mengerti bagaimana proses pembuatannya, Pak Saharudin
mempraktekannya dirumah bersama dengan istrinya. Awalnya ia hanya mencoba
saja dan akhirnya berhasil. Setelah berhasil ia benar-benar memproduksi mie
untuk dijual. Proses awal ia menggunakan alat alat seperti yang diajarkan oleh
gurunya. Ia menggunakan parutan kelapa yang menggunakan tangan kemudian
mengukus menggunakan dandang yang tidak terlalu besar. Setelah itu mencetak

44
Universitas Sumatera Utara

opak dengan menggunakan plastik 3 kiloan, dan memotong opak menggunakan
pisau kemudian mencetak mie dengan menggunakan ampia kecil.
Seiring berjalannya waktu ia mendapat ilmu baru dari orang lain yang dia
tidak ingat siapa untuk mengganti parutan kelapa yang menggunakan tangan
menjadi parutan kelapa yang menggunakan mesin sehingga kerjanya bisa lebih
cepat. Kemudian ia mengubah tempat pengukusan dari dandang yang tidak terlalu
besar kemudian menggunakan kuali yang besar. Kuali tersebut diatasnya dipasang
plastik besar dan transparan, plastik tersebut digantung kemudian dipinggirpinggir plastik itu di buat kain untuk menutupi ruang kosong antara kuali dan
plastik. Kain dan plastik tersebut ditujukan agar uap tidak keluar sehingga proses
pengukusan mampu menampung banyak opak dengan waktu yang relatif singkat.
Dengan perubahan-perubahan yang terjadi tersebut membuat produksi semakin
bertambah. Pak Saharudin mengaku produksi paling banyak yang pernah mereka
kerjakan yaitu 500 kg ubi.
Selain adanya kemajuan dibidang alat-alat Pak Saharudin juga belajar dari
pengalamannya sendiri selama membuat mie rajang. Ia sering kualahan dengan
cuaca yang tidak menentu, proses pembuatan mie yang memerlukan panas
matahari untuk mengeringkan opak dan mie rajang membuat Ia selalu bergantung
kepada panas matahari. Hal tersebut sering menyebabkan mereka harus merugi
karena mie rajang yang mereka buat jamuran dan tidak bisa dijual karena tidak
ada panas. Mereka pernah membuang mie rajang yang setengah kering karena
sudah jamuran dengan bahan ubi sebanyak 400 kg.

45
Universitas Sumatera Utara

Setelah ia perhatikan ternyata opak dan mie akan berjamur apabila sudah
terkena matahari, namun apabila setelah dikukus tidak langsung dijemur maka itu
tidak akan bermasalah. opak yang telah dikukus akan tahan berhari-hari asalkan
tidak terkena matahari. Penemuan itu sangat membantunya untuk menyiasati
cuaca yang tidak menentu.
Seiring berjalannya waktu para tetangga mulai melihat kelancaran usaha
Pak Saharudin dan istri. Beberapa dari mereka mulai belajar kepada Pak
Saharudin tentang bagaimana membuat mie rajang. Pak Saharudin menyarankan
supaya mereka membuat usaha yang sama seperti yang Ia buat.
Akhirnya para tetangga membuat usaha mie rajang. Dengan banyaknya
usaha mie rajang sempat ada kelompok usaha yaitu kelompok Mentari. Kelompok
tersebut dibuat karena ada dana bantuan dari Bank Sumut. Bank Sumut memberi
bantuan dana kepada kelompok Mentari tersebut. Mereka dibuat menjadi 4
kelompok yang jumlahnya berbeda-beda. Masing masing kelompok diberi
pinjaman uang dan diberi waktu untuk melunasi uang tersebut. Apabila uang
tersebut dikembalikan tepat waktu maka tahun berikutnya bantuan tersebut akan
ditambah. Suatu ketika bantuan dari bank sumut 10 juta untuk tiap kelompok dan
hanya 2 kelompok yang berhasil mengembalikan dana pinjaman tersebut.
akhirnya bank sumut menghentikan program kelompok Mentari. Hingga kini
tidak ada lagi kelompok yang terbentuk atas dasar usaha mie rajang.
Pak Saharudin menghentikan usahanya selain karena lelah, juga diakibatkan
oleh tidak adanya lagi modal usaha. Selama masih ada kelompok mentari ia masih

46
Universitas Sumatera Utara

dibantu untuk modal usaha, setelah tidak ada lagi kelompok mentari maka tidak
ada lagi yang memberi bantuan modal hingga akhirnya ia menutup usahanya.
Perajin mie rajang sekarang telah memiliki alat-alat yang canggih sehingga
produksi tidak serepot dulu. Selain itu untuk menyiasati modal usaha ada agen
tengkulak yang mau memberi bahan dasar tanpa dibayar walaupun harganya
dibawah dari perajin yang menggunakan agen ubi lepas. Namun hal tersebut
membantu perajin yang tidak mempunyai modal usaha.
Proses pemasaran sekarang juga sudah menggunakan agen, sementara Pak
Saharudin dahulu masih memasarkan sendiri hasil produksinya. Ia membawa mie
rajangnya ke Pajak Perbaungan untuk menjajahkan sendiri mie buatannya. Karena
sudah banyak yang berminat untuk mengkonsumsi mie rajang akhirnya ada
beberapa grosir yang mau menerima mie rajang. Pak Saharudin pun memasukkan
hasil produksinya ke grosir-grosir di pajak Perbaungan.
Kemudian setelah ada beberapa tetangga yang membuat mie rajang Ia
sempat menjadi agen yang menjual mie rajang dari beberapa tetangga. Hal
tersebut dilakoninya dengan modal kepercayaan dari perajin yang lain. Modal
kepercayaan tersebutlah yang bisa di andalkan karena ia tidak punya modal uang
untuk membayari mie yang ia ambil. Namun setelah mie tersebut laku Pak
Saharudin langsung memberikan uang hasil penjualan kepada perajin yang lain.
Ia tidak pernah mengambil uang mereka, sehingga mereka tetap percaya
kepadanya.
Kegiatan menjadi agen tidak lama dilakoninya karena pihak yang
menampung mie tidak langsung memberikan uang, mereka menahan uang mie

47
Universitas Sumatera Utara

sedangkan perajin perlu modal lagi untuk tetap melanjutkan usahanya. Akhirnya
Pak Saharudin tidak lagi mau menjadi agen karena itu. Ia pun kembali membantu
istrinya membuat mie ubi bersama dengan kedua anak laki-lakinya. Saat ini Pak
Saharudin tidak lagi membuat mie rajang tetapi ilmu yang diberikan kepada para
tetangganya membuat produksi mie rajang masih dilakukan hingga saat ini.
Bahkan mereka yang membuat mie rajang menggantungkan perekonomian
mereka terhadap usaha mie rajang tersebut.
2.2.4 Pentingnya Ubi Kayu Pada Masyarakat Pegajahan
Pertanian merupakan salah satu aktivitas perekonomian yang banyak
dilakukan oleh masyarakat di Pegajahan. Pertanian yang terdapat di Pegajahan
bukan hanya sawah dan sayur mayur, justru masyarakat banyak menanam ubi
kayu di ladangnya. Beberapa tahun silam masih banyak areal persawahan yang
terdapat di Pegajahan, namun saat ini banyak sawah yang telah diubah menjadi
ladang ubi kayu. Masyarakat yang mengubah sawah mereka menjadi ladang ubi
dikarenakan proses menanam padi hingga memanen yang cukup merepotkan dan
juga memerlukan banyak modal.
Menanam ubi memang memerlukan waktu yang lama untuk bisa dipanen,
namun petani tidak merasa kerepotan untuk mengurus tanaman ubi kayu ini.
Petani hanya menggemburkan tanah yang akan ditanam ubi, kemudian mencari
bibit ubi yang akan ditanam, dan langsung menanam. Petani hanya perlu memberi
pupuk sebanyak 2 atau 3 kali saja hingga ubi kayu dipanen. Bibit ubi kayu pun
tidak sulit dicari, karena setiap hari ada saja petani lain yang memanen ubi kayu
mereka. Masa tanam ubi kayu yaitu 8 sampai 10 bulan. Semakin lama waktu

48
Universitas Sumatera Utara

panen maka ubi yang dihasilkan semakin berat karena sari pati ubi telah jadi
(sudah matang).
Kemudahan tersebut tidak ada ketika mereka menanam padi, menanam padi
bagi mereka seperti memiliki bayi. Padi harus selalu dikontrol perkembangannya,
mereka harus memberi pupuk, selain itu juga padi yang sangat rentan dengan
hama harus di semprot agar hama tidak datang ke tanaman mereka. Resiko saat
menanam padi juga tinggi, mereka bergantung kepada cuaca dan hama. Kalau
cuacanya tidak baik maka kemungkinan gagal panen akan tinggi, saat musim
hujan bisa jadi sawah akan kebanjiran, begitu juga saat musim panas
kemungkinan sawah kekeringan sering mengkhawatirkan mereka.
Lain padi lain pula dengan ubi kayu, kekhawatiran gagal panen ubi kayu
tidak pernah dirasakan oleh petani ubi kayu. Seperti lirik disebuah lagu berjudul
kolam susu, “orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi
tanaman”. Lagu tersebut seperti menceritakan ubi kayu, batang ubi kayu yang
dilempar saja bisa tumbuh, apalagi ditanam dengan baik, maka sudah pasti akan
tumbuh dengan baik pula.
Ubi kayu bagi masyarakat di Desa Pegajahan bisa memberikan rejeki bagi
banyak orang. Hal tersebut dikarenakan banyak orang yang terlibat dalam proses
menanam dan pada masa panen. Ketika menanam dengan ladang yang luas, petani
biasanya meminta bantuan buruh tanam untuk membantu petani menanam ubi
kayu. Buruh tanam yang mereka panggil tentu akan mendapatkan upah, mereka
juga akan terbantu secara materi dengan adanya hal tersebut.

49
Universitas Sumatera Utara

Ketika proses pemanenan petani lebih membutuhkan banyak orang, karena
ubi sulit dicabut, hingga memerlukan tenaga yang cukup kuat untuk bisa
mengangkatnya dari tanah.Para petani akan mencari buruh pencabut di Desa
Pegajahan, banyaknya orang yang mau menjadi buruh cabut tidak menyulitkan
petani untuk mencari lagi, justru buruh akan bertanya kepadanya sebelum ubi
dicabut, buruh akan datang dan bertanya kapan ubi akan dicabut supaya ia bisa
ikut membantu proses pencabutan. Namun apabila petani mencabut ubi dengan
buruh yang disediakan olehnya sendiri maka Ia perlu mencari agen ubi kembali
untuk mengambil ubinya. Hal tersebut cukup ribet. saat ini agen ubi sudah
menyediakan buruh yang bekerja untuk mencabuut ubi, sehingga apabila petani
memanggil satu agen ubi, Ia juga mendapatkan burh yang akan mencabut ubinya.
Untuk itu petani akan bekerja sama dengan agen ubi. Agen ubi lah yang
akan menyediakan buruh cabut ubi untuk menyelesaikan tugasnya. Selain buruh
cabut, para peternak kambing juga akan terbantu dengan adanya pemanenan ubi
kayu ini, peternak kambing yang akan mengambil daun ubi untuk makanan ternak
mereka harus mengikuti aturan main yang telah ditentukan oleh pemilik dan agen
ubi. Peternak kambing harus mencabut ubi kayu dahulu sebelum mengambil
daunnya, seberapa banyak ubi kayu yang mampu mereka cabut segitu pulalah
daun ubi yang bisa mereka bawa.
Setelah ubi kayu selesai di panen, pihak lain yang turut merasakan
keuntungan dengan adanya ubi kayu adalah pemilik usaha pengolahan ubi kayu.
Mereka menggunakan ubi kayu sebagai bahan pokok produksinya. Untuk itu
mereka tentu bergantung dari keberadaan ubi kayu ini. Setelah ubi kayu dipanen

50
Universitas Sumatera Utara

maka selanjutnya agen ubi yang telah mencabut ubi bersama para buruh akan
mengantar ubi kayu yang telah mereka panen kepada pemesan ubi kayu. Pemesan
ubi kayu adalah para pengolah ubi kayu.
Pengolah ubi kayu ini masih berada di Desa Pegajahan, mereka
memanfaatkan ubi untuk bisa menambah pendapatan mereka. Lebih lanjut
kebermanfaatan ubi kayu bagi masyarakat Desa Pegajahan terdapat pada proses
pengolahan ubi kayu ini sendiri. Dalam proses pengolahan ubi kayu ternyata
memerlukan bantuan para pekerja untuk melancarkan proses pengolahannya.
Pihak-pihak yang mendapatkan manfaat selanjutnya adalah para pengupas
ubi, pencetak, bahkan penjemur opak dan mie rajang. Saya menyebut mereka
dengan kata “para” dikarenakan jumlah pengupas ubi yang ada diPegajahan cukup
banyak. Dalam tiap produksi saja pasti ada pengupas ubi minimal dua orang. Para
pencetak juga pasti ada ditiap produksi, mereka termasuk yang sangat dibutuhkan
dalam proses pengolahan. Selanjutnya adalah penjemur opak dan mie rajang,
penjemur opak dann mie ubbi memang tidak melulu ada dalam setiap produksi,
namun keberadaan mereka tetap ada. Dengan begitu para penjemur juga
mendapatkan manfaat dari keberadaan ubi kayu ini.
Banyaknya pihak-pihak yang diuntungkan dengan keberadaan ubi kayu di
Pegajahan membuat komoditas ini menjadi hal yang diperlukan bagi masyarakat
di Desa Pegajahan. Bisa saja hal yang sama juga terjadi di lain tempat, namun
Desa Pegajahan memiliki paket komplit sebagai penghasil bahan mentah, bahan
setengah jadi, bahkan ada yang menyediakan bahan jadi dari ubi kayu ini.

51
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2: Bagan jenis-jenis pekerjaan seputar ubi kayu

BURUH TANAM

PENGOLAH

AGEN UBI

PENCABUT

PENGUPAS

UBI KAYU

PETANI

PENCETAK
AGEN MIE

PENJEMUR

2.3 Suku Bangsa Jawa di Pegajahan
2.3.1 Identitas Ke-Jawa-an pada orang Jawa di Dusun II
Setiap suku bangsa pasti memiliki ke-khas-an tersendiri, ke-khas-an tersebut
yang selanjutnya menjadi identitas bagi suku bangsa. Identitas yang dimiliki oleh
suku bangsa yang satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan. Perbedaan
tersebut menjadikan setiap suku bangsa memiliki keunikan. Ciri khas dari suku
bangsa bisa dilihat dari bahasa yang digunakan, logat untuk menyempaikan
bahasa, pola pikir, bagaimana mereka bertingkah laku, hubungan kekerabatan
yang mereka miliki, hingga bagaimana kepercayaan yang mereka anut.
Dengan begitu maka suku Jawa juga memiliki keunikan selayaknya suku
bangsa yang lain. Identitas mereka tergambar dan terlihat pada tingkah laku
mereka sehari-hari. Dalam bagian ini saya menjelaskan bagaimana identitas kejawa-an pada orang Jawa di Dusun II Pegajahan, lebih khusus lagi orang Jawa
yang bekerja sebagai pengolah mie rajang.

52
Universitas Sumatera Utara

Dalam komposisi penduduk di Desa Pegajahan ada beberapa suku yang
dimiliki oleh masyarakat, ada suku bangsa Jawa, Banjar, Batak, Karo,
Mandailing, Nias, Aceh, Melayu, Bali, Sunda dan Cina. Dari beberpa suku bangsa
yang ada, 3 suku bangsa paling banyak yaitu Jawa, Batak dan Banjar. Dengan
Jumlah Suku Jawa yaitu 3306 jiwa, Batak 324 Jiwa, dan Banjar 164 Jiwa.

Jumlah Penduduk Berdasarkan
Suku Bangsa
Melayu
Batak
Karo
Mandailing
Jawa
Nias
Aceh

Gambar 2.3
Dari beberapa suku yang ada di sana, suku yang mayoritas adalah suku
Jawa, sementara suku yang lainnya hanya ada beberapa orang saja. Identitas keJawa-an terlihat dari penggunaan adat dalam memperingati suatu hal yang
dianggap penting, hal tersebut masih mereka gunakan meskipun hanya beberapa
hal saja. Seperti dalam merayakan hari pernikahan, khitanan anak, maupun
pemberian nama anak mereka masih menggunakan ingkung11 dan jajan pasar12
dalam acara kenduri13.

11

ingkung adalah ayam jantan yang di ungkep dalam keadaan utuh dari kepala sampai kaki yang
dibuat untuk acara syukuran dalam adat Jawa.

53
Universitas Sumatera Utara

Dalam aktivitas pengolahan ubi kayu, mereka menggunakan bahasa Jawa
yang dicampur dengan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa yang bercampur
tersebut sudah menjadi kebiasaan bagi mereka. Bahasa Jawa yang mereka
gunakan sehari-hari merupakan bahasa Jawa yang umum bukan bahasa Jawa yang
halus14. Penggunaan bahasa Jawa mereka berlakukan kepada orang yang sudah
mereka kenal dan akrab. Ketika mereka bertemu dengan orang yang belum
mereka kenal maka mereka mempergunakan bahasa Indonesia. Meskipun bahasa
Jawa yang mereka gunakan tidak sama seperti orang Jawa yang ada di Jawa,
namun hal tersebut masih menunjukkan bahwa mereka merupakan orang Jawa.
Dalam berbicara mereka juga masih menggunakan logat medok. Logat
tersebut sudah menjadi ciri khas bagi orang Jawa. Bahkan orang yang tidak
bersuku Jawa yang ingin menirukan bagaimana orang Jawa ke orang lain akan
menggunakan logat medok. Selain logat medok identitas ke-Jawa-an terlihat dari
panggilan sapaan yang diberikan kepada orang lain. Untuk memanggil orang yang
lebih tua dipanggil dengan sebutan kakang/Yayuk. Untuk memanggil orang yang
lebih tua dari orang tua kita disebut dengan Uwak, Pak Uwo/Mak Uwo atau Pak
De/ Buk de, dan Mbah. Untuk memanggil orang yang lebih muda dari orang tua
kita yaitu dengan panggilan Lelek/Pak lek/Buk lek.

12

13

14

jajan pasar merupakan makanan yang melengkapi ingkung, jajan pasar harus dibuat ketika
membuat ingkung karena jajan pasar dan ingkung merupakan pasangan. Jajan pasar berisi
beberapa macam hasil pertanian yang dijual dipasar.
Kenduri merupakan kegiatan doa bersama umat muslim. Kenduri hampir sama dengan wirid,
namun kenduri diadakan dalam rangka memperingati hal penting bagi mereka yang
mengadakan.
Bahasa Jawa halus merupakan sebutan masyarakat untuk bahasa Jawa yang digunakan oleh
keraton (bahasa jawa asli)

54
Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Konsep Kerabat
Konsep kerabat bagi orang Jawa berbeda dengan konsep kerabat dengan
suku bangsa lain. Kekerabatan orang Jawa termasuk kedalam konsep bilateral,
dimana kerabat merupakan penggabungan dari kedua orang tua, saudara ayah dan
saudara ibu merupakan kerabat dari anak. Bahkan semua saudara nenek juga
merupakan saudara anak. Bila di buat konsepnya, ada dua konsep darimana
kekerabatan orang Jawa muncul.
Pertama kekerabatan muncul dari hubungan darah, kerabat dari hubungan
darah seperti ayah, ibu, kakak, dan adik, saudara sekandung ayah dan ibu, anak
dari saudara sekandung ayah dan ibu, saudara sekandung kakek dan nenek.
Kerabat dari hubungan darah merupakan kerabat yang paling dekat tidak
diperbolehkan menikah dengan kerabat yang sedarah. Hal tersebut merupakan
kepantangan dari orang Jawa.
Kedua merupakan kekerabatan yang muncul dari hubungan pernikahan.
Kerabat yang berasal dari hubungan pernikahan misalnya adik ipar dan kakak
ipar. Saudara sekandung dari ipar masih termasuk ke dalam kerabat. Namun
kerabat dari hubungan pernikahan tidak terlalu dekat, tidak ada tutur tertentu
untuk berhubungan dengan mereka.
Hubungan kerabat akan menentukan panggilan sapaan yang akan diberikan,
namun secara umum sudah saya jelaskan dalam penjelasan sebelumnya. Dalam
kekerabatan Jawa panggilan sapaan tidak ditentukan oleh umur, melainkan dari
tutur kerabat. Misalnya anak dari kakak ayah dalam tutur Jawa di panggil dengan
sebutan kakak/abang, meskipun Ia jauh lebih muda dari kita.

55
Universitas Sumatera Utara

2.3.3. Konsep SeDesa
Bagaimana orang Jawa memperlakukan tetangga sebagai orang yang sedesa
sekiranya merupakan sesuatu yang menarik. Hal tersebut dikarenakan orang Jawa
memperlakukan tetangga mereka seperti keluarga atau kerabat. Bagi orang Jawa
di Dusun II Desa Pegajahan tetangga merupakan orang yang penting bagi mereka,
karena ketika mereka sedang kesulitan maka tetangga lah yang pertama sekali tau.
Untuk itu mereka memperlakukan tetangga sebagaimana mereka memperlakukan
keluarga mereka.
Dalam konteks proses produksi mie rajang tetangga juga menjadi pihak
yang diperhitungkan. Para pekerja yang digunakan oleh pemilik usaha merupakan
para tetangga mereka yang masih satu Desa dengan mereka. Keseluruhan yang
bekerja di semua rumah produksi milik pemilik usaha adalah orang yang tinggal
di Desa Pegajahan tepatnya di Dusun II atau Dusun Harapan I. Penetapan para
pekerja yang merupakan orang seDesa tersebut tidaklah disengaja oleh mereka.
Pemilik usaha tidak memiliki kriteria tertentu untuk bisa bekerja dengan mereka,
para pekerja yang bisa bekerja ditempat mereka hanya harus bisa bekerja sesuai
dengan tugas yang harus mereka kerjakan. Seperti hanya pengupas ubi yang harus
bisa untuk mengupas ubi sampai bersih, sepertinya untuk mengupas ubi tidak
memerlukan keahlian khusus, hampir semua orang yang sehat dan memiliki
tangan bisa untuk mengupas ubi.
Pekerja yang memerlukan sedikit keahlian adalah mencetak, pencetak atau
sebutan lainnya adalah peletrek harus bisa membuat cetakan opak dengan
ketebalan tertentu, mereka juga harus bekerja cepat untuk bisa mengejar waktu.

56
Universitas Sumatera Utara

Untuk itu pencetak tidak semua orang bisa mencetak, namun untuk belajar
mencetak juga tidak terlalu sulit. Seperti pepatah yang mengatakan “ala bisa
karena biasa, lancar ngaji karena diulang”. Belajarnya tidak sulit, pencetak sangat
memerlukan kesabaran yang tinggi karena pekerjaannya sangat banyak dan
melelahkan.
Penentuan siapa yang bisa menjadi pekerja tidak pernah menjadi masalah
bagi pemilik usaha. Para pekerja yang berasal dari satu Desa terjadi secara tidak
sengaja, hal tersebut terjadi begitu saja. Sepertinya hal tersebut berawal dari
banyaknya warga Pegajahan Dusun II yang memiliki usaha produksi mie rajang,
masyarakat setempat mau tidak mau terbiasa melihat dan membantu pekerjaan,
dengan hal tersebut mereka mahir untuk bisa melakukan pekerjaan seputar
produksi mie rajang.
Selain itu pemilik usaha mengaku tidak pernah kekurangan dengan pekerja
yang ada disekitar mereka, mereka dapat menyelesaikan proses produksi dengan
pekerja yang tersedia di Desa. Mereka beranggapan bahwa apabila mereka bisa
mempekerjakan orang yang ada di dekat mereka akan lebih baik daripada
mempekerjakan orang yang jauh dari mereka. Kemudahan yang diperoleh dengan
pekerja yang berasal dari satu Desa yaitu tidak perlu susah mendatangi pekerja,
kalau dekat bisa langsung berjalan kaki saja. Selain itu mereka mengatakan kalau
pekerja yang satu Desa mereka akan cepat datang dan kalau mereka ingin pulang
untuk mengurus sesuatu tidak menjadi masalah karena tidak jauh.
Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Buk Lasmiem seperti berikut ini:

57
Universitas Sumatera Utara

“Untuk apa mengambil pekerja dari luar Desa, kalau orang yang
kerja dari sini sudah mencukupi, lagian mereka juga tidak tau
bagaimana cara kerjanya, malah merepotkan nantinya”
Konsep pemilihan pekerja yang seDesa yang diungkapkan oleh Buk
Lasmiem sepertinya juga berlaku bagi Buk Santi yang mengatakan bahwa akan
merepotkan kalau mencari pekerja yang di luar Desa apabila ada pekerja yang ada
di Desa. Buk Santi mengatakan bahwa orang yang bekerja dengannya sudah
bekerja dengan baik dan juga telah bekerja sama dengannya dalam waktu yang
lama. Sampai saat ini Buk Santi tidak ingin mengganti pekerja yang telah bekerja
dengannya sampai pekerja tersebut yang mengundurkan diri.

58
Universitas Sumatera Utara