Ekonomi Moral dalam Usaha Ubi Kayu Orang Jawa di Pegajahan

(1)

Data Informan

1. Nama : Tupon

Umur : 42 Tahun

Pekerjaan : Produsen Mie

2. Nama : Lasmiem

Umur : 40 Tahun

Pekerjaan : Produsen Mie

3. Nama : Karja

Umur : 35 Tahun

Pekerjaan : Produsen Mie

4. Nama : Santi

Umur : 34 Tahun

Pekerjaan : Produsen Mie

5. Nama : Isa

Umur : 50 Tahun

Pekerjaan : Pengupas Ubi

6. Nama : Amin

Umur : 55 Tahun

Pekerjaan : Pengupas Ubi

7. Nama : Muliani

Umur : 38 Tahun


(2)

8. Nama : Samsiah

Umur : 42 Tahun

Pekerjaan : Pencetak

9. Nama : Anto

Umur : 35 tahun Pekerjaan : Agen Ubi 10.Nama : Saharudin

Umur : 60 Tahun

Pekerjaan : Pemilik Warung 11.Nama : Nainggolan

Umur : 45 Tahun

Pekerjaan : Agen Mie 12.Nama : Junaidi

Umur : 35 Tahun

Pekerjaan : Penjual Ikan 13.Nama : Kari

Umur : 62 tahun

Pekerjaan : Kepala Lorong 14.Nama : Drs. Agustrisno Msp

Umur : 55 Tahun


(3)

Lampiran Gambar

Gambar Mie Yeye Gambar Alen-Alen

Gambar Rengginang Ubi Kayu Gambar Opak Mie Rajang


(4)

Gambar Opak yang sudah Kering Gambar Mesin Penggiling

Gambar Hasil Penggilingan Ubi Gambar Hasil Penggilingan Ubi


(5)

Daftar Pustaka

Abdullah, Irwan.2006.Konstruksi dan Reproduksi kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2003. Ekonomi Moral, Rasional, Dan Politik Dalam Industri Kecil Di Jawa. Kepel Press. Jakarta.

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2009. “Paradigma Ilmu Sosial Budaya Sebagai

Sebuah Pandangan”. Kuliah Umum. Bandung.

Denzin, Norman K, Lincoln, Yvonna S. 2009. Handbook Of Qualitative Research. Diterjemahkan Oleh: Dariyatno, Fata, Abi, Ridaldi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dove, Michael R. 1988. Sistem Perladangan di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hefner, Robert W. 1999. Budaya Pasar Masyarakat dan Moralitas dalam Kapitalisme Asia Baru. jakarta: LP3S.

Ihromi, T.O.1993. Antropologi Hukum Sebagai Bunga Rampai. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Keesing, R.M. & S. Gunawan.1981. Antropologi Budaya Sebagai Sebuah Perspektif Kontemporer. Jakarta: Erlangga.


(6)

Koentjaraningrat. 2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Koentjaraningrat.2005. Pengantar Antropologi I. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Mendel, Ernest. 2006. Tesis-Tesis Pokok Marxisme, Terj. Ign Mahendra K. Resist Book. Yogyakarta.

Mulyanto, Dede, Ermandara, Dicky P (ed). 2015. Marx, Kapital dan Antropologi. Bandung: Ultimus.

Mulyanto, Dede, Khu, Stanley (ed). 2014. Pengantar Pemikiran Tokoh-Tokoh Antropologi Marxis. Tangerang: Marjin kiri.

Prasetyo, Agus.2013. Pluralitas Agama dalam Keluarga jawa. Jurnal Komunitas.

Renton, David (ed). 2009. Membongkar Akar Krisis Global. Yogyakarta:Resist Book.

Saifuddin, Achmad fedyani. 2005. Antropologi Kontemporer:Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Prenada Media.

Sairin, Sjafri. Pujo Sumedi. Bambang Hudayana.2002. Pengantar Antropologi Ekonomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Scoot, James C. 1994. The Moral Economy Of The Peasant : Rebellion And Subsistence In Southeast Asia Diterjemahkan Hasan Basari. Jakarta : LP3ES.


(7)

Soedjito, Srosrodihardjo.1987.Aspek Sosial Budaya: Dalam Pembangunan PeDesaan. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Spradley, James P. 2006. Metode Etnografi. Diterjemahkan Oleh: Elisabeth, Misbah Zulfa. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Suwarsono, Alvin,Y.So. 1994.Perubahan Sosial dan Pembangunan. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia

T.W, Suseno Hg, dkk (ed). 2005. Reposisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam Perekonomian Nasional. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Weber, Max. 2006. Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme. Diterjemahkan oleh: TW Utomo dan Yusuf Pria Sudiarja. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumber Jurnal:

Afandi, Khozin.2011.Konsep Kekuasaan Michael Foucoult.Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam Vol. 01, Nomor 02.

Jaya, Pajar Hatma Indra.2012.Dinamika Pola Pikir Orang Jawa Di Tengah Arus Modernisasi. Humaniora Vol. 24

Sari, Fitiara. 2014. Kajian Dampak Keberadaan Industri Pt. Korindo Ariabima Sari Di Kelurahan Mendawai, Kabupaten Kotawaringin Barat. Jurnalteknik PWK Vol 3 Nomor 1).


(8)

Sartini, Ni Wayan. 2009. Menggali Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa Lewat Ungkapan (Bebasan, Saloka, Dan Paribasa). Jurnal Ilmiah Bahasa dan sastra. Volume V No. 1 April.

Suparlan, Parsudi. Paradigma Naturalistik Dalam Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kwalitatif Dan Penggunaanya. Jurnal Antropologi Indonesia No. 53.

Sumber Internet:

Docslide. Pandangan Marxisme Dalam Antropologi Ekonomi.

Http://Dokumen.Tips/Documents/Pandangan-Marxisme-Dalam-Antropologi-Ekonomi.Html (Diakses Pada 20 Desember 2015: 20.15).

Sumber Lain:

Data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tahun 2014 mengenai pertanian ubi kayu (Badan Pusat Statistik Potensi Ubi Kayu di Sumatera Utara - Regional Investment.html)


(9)

BAB III

MIE RAJANG DAN MATA PENCAHARIAN PENDUDUK DESA 3.1 Proses Produksi Mie Rajang

Proses pengolahan mie rajang mulai dilakukan oleh pemilik usaha dari pukul 5 pagi. Pengolahan mie rajang dari mulai dari awal sampai menjadi mie rajang membutuhkan waktu selama tiga sampai empat hari. Jadi apabila pemilik usaha mulai produksi pada hari senin maka mereka akan menerima hasilnya setelah kamis atau jumat. Proses produksi akan tetap dilakukan setiap hari, tidak menunggu proses selesai baru memulai lagi. Hal tersebut dilakukan agar produksi tetap berjalan setiap hari. Produksi mie rajang sangat bergantung kepada matahari membuat mereka harus pandai-pandai membaca cuaca. Ketika musim panas tiba mereka akan memproduksi setiap hari selama mereka masih sehat, karena ketika musim hujan datang mereka tidak lagi bisa memproduksi mie rajang.

Untuk mengolah ubi kayu menjadi mie rajang, proses yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pengupasan ubi

Pengupasan ubi merupakan proses awal yang dilakukan, mengupas ubi dilakukan oleh pemilik usaha dengan meminta bantuan kepada pekerja. Mengupas ubi masih dilakukan secara manual, belum ada teknologi mereka untuk mengupas ubi. Proses mengupas ubi ini memerlukan waktu yang cukup lama. Dua orang pengupas ubi yang sudah mahir mampu mengupas ubi sebanyak 400 kilogram selama tiga sampai empat jam. Mengupas ubi juga membutuhkan kehati-hatian, karena mereka menggunakan pisau pengupas ubi yang mereka sebut sebagai pisau


(10)

baja. Pisau pengupas ubi ini tajam sekali, sehingga tidak jarang tangan pengupas akan terluka ketika mereka mengupas ubi. Karena mereka telah terbiasa mengupas ubi, jadi kelincahan tangan mereka ketika mengupas ubi membuat mereka bekerja sangat cepat dibandingkan saya yang lambat sekali untuk mengupas ubi, selain itu ukuran ubi yang besar-besar membuat saya kerepotan untuk mengupasnya. Tangan saya pun sering keram ketika kelamaan mengupas ubi.

Mengupas ubi harus benar-benar hilang kulit ari nya. Hal tersebut akan berakibat kepada warna mie rajang yang dihasilkan nantinya. Ubi yang dikupas tidak bersih akan membuat mie rajang menjadi warna kuning. Warna ubi yang banyak diminati oleh agen dan pembeli adalah mie rajang yang berwarna putih. ubi yang telah dikupas kemudian di masukkan kedalam bak pencuci ubi. Didalam bak pencuci sudah ada air yang digunakan untuk mencuci ubi.

2. Menggiling ubi

Ubi yang telah dicuci kemudian digiling dengan mesin penggiling. Cara menggunakan mesin penggiling yaitu dengan memasukkan ubi kayu yang telah dikupas saja. Ubi yang telah hancur akan keluar dengan sendirinya dan masuk kedalam bak lain khusus untuk ubi yang telah digiling. Ketika digiling ubi akan disiram air agar mudah hasil gilingan mudah keluar dari mesin penggilingan.

Proses penggilingan tidak memerlukan waktu yang lama, hanya beberapa menit saja untuk menyelesaikan proses penggilingan ini. Penggilingan ini dilakukan oleh pemilik usaha. Mereka tidak memerlukan pekerja untuk proses penggilingan ini. Karena prosesnya tidak lama maka pemilik usaha melakukan penggilingan sesaat setelah ini selesai dikupas.


(11)

Ubi yang telah digiling akan diendapkan selama satu malam, hal ini dilakukan agar kanji dari ubi kayu yang telah digiling mengendap. Kanji dari ubi tersebut akan digunakan lagi untuk mencampur ubi yang telah digiling. Pencampuran kanji ubi dengan ubi giling tersebut untuk membuat berat ubi tidak banyak yang hilang.

3. Mencetak atau ngeletrek

Proses mencetak atau disebut juga ngeletrek ini merupakan proses yang sangat membosankan. Ubi yang telah di endapkan selama satu malam tadi kemudian dimasukkan kedalam ember dan di campur dengan kanji yang sudah mengendap. Mereka menyebut proses ini sebagai mengadoni15. Orang yang mengadoni adalah pemilik usaha. Sedangkan orang yang mencetak adalah pekerja.

Mencetak adonan dilakukan dengan menggunakan plastik yang diletakkan keatas kaca kemudian di ratakan dengan ketebatalan tertentu. Hasil cetakan ini selanjutnya disebut sebagai opak. Opak yang mereka hasilkan tidak boleh terlalu tipis dan tidak boleh terlalu tebal. Hal tersebut akan mempengaruhi mie rajang nantinya. opak yang terlalu tipis akan membuat mie rajang menjadi rapuh dan mudah patah. Hal tersebut akan membuat mie rajang akan hancur. Mie rajang yang hancur akan membuat agen enggan menerimannya. Sedangkan apabila opak terlalu tebal maka akan lama keringnya.

Cetakan yang telah jadi akan ditumpuk dengan yang lainnya kemudian diletakkan keatas rak. Rak tersebut adalah bambu yang disusun dan dipaku. Rak

15


(12)

ini menjadi dasar untuk proses pengukusan. Dalam satu rak hanya ada 12-16 cetakan. Mereka membatasi jumlah satu rak karena akan mempengaruhi kematangan opak tersebut.

4. Pengukusan

Pengukusan dilakukan setelah adonan selesai dicetak semua. Opak dikukus kedalam sebuah bak yang dibawahnya ada tempat pembakarannya. Didasar bak tersebut ada kuali yang sangat besar. Kuali tersebut diisi air. Wajan berisi air tersebutlah yang membuat keseluruhan opak yang disusun dalam rak akan matang.

Bahan bakar mengukus adalah kayu rambung atau blarak. Blarak adalah pelepah sawit yang suda kering. Mereka mendapatkan kayu serta blarak tersebut dari perkebunan sawit yang ada di depan dusun II. Kayu rambung mereka peroleh dari ladang rambung penduduk.

Proses pengukusan dilakukan kurang lebih lima jam. Ketika pengukusan pemilik usaha harus tetap menjaga api, karena apabila kayu habis maka api akan mati jadi mereka harus mengontrol api tersebut agar opak cepat matang. Untuk mempermudah proses pengukusan, mereka menggunakan blower16 untuk membuat api besar.

5. Penjemuran

Proses selanjutnya adalah penjemuran opak. Opak dijemur langsung dibawah sinar matahari dengan beralaskan plastik atau terpal yang sangat lebar.

16 blower adalah mesin seperti kipas kecil, menghasilkan angin yang diarahkan ke sumber api untuk membuat api menjadi besar.


(13)

Mereka menggunakan lahan yang ada disekitaran rumah untuk dijadikan lahan penjemuran.

Proses penjemuran ini ada yang dilakukan oleh pemilik usaha ada pula yang dilakukan oleh pekerja. Opak yang telah dikukus disusun satu persatu diatas terpal. Kemudian setelah disusun opak ditinggalkan dan ditunggu hingga kering untuk diangkat. Opak dijemur hingga setengah kereing saja, tidak sampai 100 % kering.

6. Mengampia

Setelah opak diangkat, kemudian opak dilepaskan dari plastiknya. Proses melepaskan plastik biasanya dilakukan sore atau malam hari ketika mereka sedang beristirahat. Melepaskan plastik tidak memerlukan waktu yang lama karena tidak terlalu sulit. Opak yang sudah terlepas dari plastik kemudian dipotong menjadi dua.

Selanjutnya adalah proses mengapia opak menjadi mie. Ampia yang digunakan oleh pemilik usaha adalah ampia yang besar. Proses mengampia juga tidak memerlukan waktu lama karena alat yang mereka gunakan sangat membantu mereka. Biasanya mereka mengampia opak pada pagi hari. Jadi setelah diampia mie dapat langsung dijemur.

7. Penjemuran Mie

Setelah selesai di ampia mie selanjutnya dijemur hingga kering, mie harus benar benar kering supaya tidak jamuran dan tidak berbau. Menjemur mie tidak seperti menjemur opak. Karena sudah setengah kering maka mie rajanglebih cepat kering. Namun pemilik harus sering sering membalik mie supaya mie kering


(14)

secara merata. Mie yang sudah kering akan mereka masukkan kedalam goni besar. Setelah itu mereka susun didalam rumah mereka sampai ada agen yang mengambil mie untuk kemudian dijual.

Proses yang panjang tersebut tidak dilakukan sampai selesai baru mereka memulai yang baru. Proses tetap dilakukan setiap hari dan mereka bisa melakukan beberapa proses dalam satu waktu. Seperti, mengupas ubi dan meletrek yang dilakukan dalam satu waktu. hal tersebut bisa mereka lakukan karena mereka menggunakan beberapa pekerja untuk bisa membantu mereka membuat mie rajang.


(15)

Gambar 3.3: Proses Mencetak Gambar 3.4: Proses mengukus

Gambar 3.5: Proses menjemur opak

3.2 Spesialisasi Pekerjaan yang Terbentuk 3.2.1 Agen Ubi Kayu

Agen ubi merupakan pihak yang menyediakan ubi bagi produsen atau pemilik usaha. Agen ubi memiliki peran sebagai pihak yang mencari ubi dan memberikan ubi kepada pemilik usaha sesuai dengan jumlah yang inginkan oleh pemilik usaha. Dalam hal ini pemilik usaha tidak lagi ikut campur darimana ubi didapatkan.

Agen ubi merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses pengolahan ubi kayu ini. Apabila agen ubi tidak mengantarkan ubi untuk diolah


(16)

maka produsen tidak akan mengolah sampai agen mengantarkan ubi kembali kepada produsen. Agen ubi hanya tidak akan memberikan ubi kepada produsen dikala Ia tidak mendapatkan ubi dan ketika agen ubi meliburkan diri. Seorang agen ubi biasanya memiliki anggota lain yang membantunya dalam menyediakan ubi bagi produsen, makadari itu kemungkinan untuk meliburkan diri jarang dilakukan karena mereka biasanya bergantian untuk mengambil libur.

A. Terikat Secara Tidak Langsung

Seorang produsen hanya memiliki seorang agen ubi, hal tersebut seperti sebuah langganan. Keuntungan bagi produsen yang hanya memiliki satu orang agen ubi yaitu kebutuhannya benar-benar ditanggungjawabi oleh agen ubi. Untuk menjaga hubungan baik tersebut produsen juga tidak akan mengambil ubi dari agen ubi selain langganannya. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga hubungan baik diantara mereka. Dengan begitu tidak ada diantara mereka yang kecewa.

Dalam menjalankan kerjasama ini mereka menjaga komunikasi mereka tetap terjalin. Salah satu bentuk komunikasi mereka yaitu ketika salah satu dari mereka sedang ingin libur maka mereka akan saling berkomunikasi. Ada sedikit perundingan diantara mereka supaya tercapai kesepakatan sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Hal tersebut penting dilakukan mengingat produsen sangat bergantung kepada agen ubi dalam produksinya.

Ketika proses wawancara pemilik usaha mengatakan bahwa mereka tidak terikat dengan agen ubi, mereka merasa tidak wajib untuk mengambil ubi dengan agen yang lain. Namun pada kenyataannya pemilik usaha tetap menjaga untuk hanya menggunakan agen ubi yang sudah menjadi langganannya. Mereka tidak


(17)

mau mengambil ubi dari agen lain, tidak mau dalam hal ini mereka sebutkan untuk menjaga hubungan baik dengan agen ubi yang sudah biasa bekerjasama dengan mereka.

Seperti hubungan yang terjalin antara Pak Tupon dengan Pak Anto (agen ubi). Mereka telah bekerjasama selama lebih dari satu tahun, selama bekerja sama dengan Pak Anto, Pak Tupon tidak mau mengambil ubi dari agen yang lain, meskipun ada saja agen yang menawarkan ubi yang mereka miliki dengan harga yang sama. Namun Pak Tupon tetap menunggu pak Anto untuk mengantar ubi kayu. Kejadian tersebut terjadi beberapa kali, meskipun Pak Tupon dan istri tidak mengakui bahwa mereka terikat dengan pak Anto, namun tindakan yang mereka lakukan menunjukkan adanya ikatan kerjasama tersebut.

Hal tersebut terlihat denganapa yang dikatakan Pak Tupon ketika ada agen lain yang menawarkan ubi. Perkataan Pak Tupon terlihat sebagai berikut:

“ Gak la wak, wes kambek Anto kami. Diluk mene tekoh wong nge,

coba kampek Munar ae wak, iku sampeng kono”. (artinya: gak la

wak, kami udah kerjasama sama Anto, sebentar lagi orangnya datang, coba tawarkan sama Munar aja wak, rumahnya yang disamping itu)

B. Piutang Menjadi Kekuatan Agen

Pertanda yang jelas sebuah kekuasaan seseorang adalah kemampuannya memfokuskan inner power untuk menyerap kekuatan dari luar dan

dikonsentrasikan melalui dirinya (Bennedict R. O‟G. Anderson dalam Heriyawati,

2012). Pernyataan diatas senada dengan apa yang terjadi dalam relasi antara agen dengan pemilik usaha. Ada beberapa tipe yang dimiliki oleh agen ubi yang


(18)

sistem pembayaran yang diberlakukan oleh mereka. Perlu diketahui bahwa agen ubi tidak langsung menerima bayaran dari ubi yang diantarnya. Untuk itu bagaimana sistem pembayaran yang berlaku dalam hubungan ekonomi mereka adalah sebagai berikut:

1. Pembayaran sebelum mie rajang terjual

Dalam sistem pembayaran ini, agen ubi akan meminta bayarannya sehari setelah ubi diantar. Waktu tenggang yang diberikan oleh agen ubi hanya sehari, agen tidak mempertimbangkan apakah mie rajang sudah terjual atau belum. Hal tersebut dikarenakan agen ubi perlu memutarkan modalnya kembali. Untuk itu pemilik usaha harus menyediakan modal awal. Hanya ada beberapa orang saja yang menggunakan agen ubi dengan sistem pembayaran seperti ini.

2. Pembayaran setelah mie rajang terjual

Agen ubi meminta bayaran kepada pemilik usaha setelah mie rajang yang diproduksi terjual, meskipun agen ubi harus menunggu paling lama satu minggu untuk mendapatkan modal mereka kembali, namun ketika pembayaran pemilik usaha langsung membayar sebanyak ubi kayu yang digunakannya. Pemilik usaha dalam hal ini harus mempertimbangkan kebutuhan dari agen ubi. Mereka tidak diperbolehkan menjual ubi dalam jangka waktu yang lama, waktu satu minggu sudah waktu yang lama untuk mereka. Agen ubi dengan tipe ini memiliki banyak langganan.

Produsen yang tidak memiliki modal awal tentu akan memilih setia kepada agen yang meminta bayaran setelah mie rajang terjual. Hal tersebutlah yang terjadi kepada pak Tupon.


(19)

Hal tersebut sepertinya memiliki korelasi dengan alasan mengapa pemilik usaha mau tidak mau harus terikat kepada agen ubi. Apabila agen ubi telah menanamkan modalnya kepada pemilik usaha maka kewajiban pemilik usaha untuk mengembalikan modalnya. Hal tersebut terjadi secara terus menerus karena produksi tidak berhenti dan terus berlanjut.Untuk itu penting sekali bagi Pak Tupon untuk menjaga kerja sama dan hubungan baik dengan agen ubi.

3.2.2 Pengupas Ubi Kayu

Dalam setiap usaha pengolahan ubi kayu masing masing pemilik mempunyai beberapa pekerja tetap yang membantu proses pengolahan. Salah satunya adalah pengupas ubi kayu. Pengupas ubi kayu bertugas mengupas ubi kayu diawal proses pengolahan. Proses mengupas ubi dilakukan pagi hari, dimulai pada pukul 8 pagi atau 9 pagi. Untuk 400 kilogram ubi kayu Pak Tupon menggunakan 2 orang pengupas. Dengan pekerja 2 orang pengupas, pekerjaan mengupas ubi dapat diselesaikan selama kurang lebih 3 jam.

Dalam proses mengupas ubi pemilik usaha mematokkan kepada pengupas ubi untuk menyelesaikan tugasnya dengan jangka waktu tertentu. Namun pemilik membebaskan pengupas untuk menentukan kapan ingin memulai mengupas, yang penting bagi pemilik adalah ubi kayu terkupas seluruhnya.

Hal yang perlu di tekankan adalah setiap pemilik mempunyai pekerja tetap. Sehingga mereka tidak perlu repot untuk mencari orang yag mau bekerja dengan mereka setiap akan dilakukan produksi. Namun adakalanya pekerja tidak dapat bekerja dengan alasan-alasan tertentu. Apabila hal tersebut terjadi maka pemilik usaha harus mencari orang lain yang mau menggantikan pekerjanya. Orang yang


(20)

mau menggantikan pekerja yang sedang tidak bisa bekerja disebut dengan

serep”.

Pemilik usaha akan mencari orang yang mau menggantikan pekerja yang izin. Biasanya mereka melihat produksi mana yang sedang tidak bekerja. Dengan begitu maka pengupas ubi diproduksi itu pun sedang tidak bekerja. Pemilik usaha akan mendatangi pengupas ubi dan memintanya membantu mereka mengupas ubi miliknya.

Dalam melakukan pengupasan suasana yang terlihat yaitu keakraban dimana pemilik maupun pekerja saling berbincang-bincang dengan menggunakan bahasa Jawa. Mereka juga saling bercanda satu dengan yang lainnya. Selain itu pemilik usaha menghidupkan radio sehingga suasana ramai dengan adanya musik yang berdendang. Musik yang menjadi idaman mereka yaitu musik dangdut. Mereka sesekali menyanyi mengikuti lantunan lagu dangdut yang diputar di radio.

Pemilik usaha yang juga berlaku sebagai tuan rumah memberikan celiman dan minuman untuk menemani mereka mengupas ubi. Pengupasan yang dilakukan pada pagi hari membuat pemilik rumah membuatkan teh manis dan roti sebagai menu wajib bagi rata-rata orang Jawa di sana. Kudapan seperti itu tidak selalu diberikan oleh pemilik rumah. Adakalanya pemilik rumah tidak sempat membuat minuman dan membuat atau membeli makanan sehingga pekerja tidak diberi minuman. Namun mereka selalu mempersilahkan pekerja untuk mengambil air minum sendiri didalam rumah apabila mereka merasa haus.

Hal lain yang dilakukan pemilik kepada pengupas yaitu dengan membebaskan mereka mengambil ubi apabila mereka hendak memasak ubi


(21)

tersebut dirumah. Kebebasan tersebut disambut baik doleh pengupas dengan minta izin untuk membawa beberapa tongkol ubi. Kebebasan yang diberikan oleh pemilik ternyata tidak disalahgunakan oleh pengupas, hal tersebut terlihat dari sikap mereka yang meminta izin terlebih dahulu.

Upah yang diberikan untuk mengupas ubi dihitung berdasarkan kilogram ubi yang dikupas. satu kilogram ubi yang dikupas dihargai sebesar Rp. 60. Harga yang termasuk murah bila dirasa. Namun apabila dalam sehari seorang pekerja dapat menyelesaikan 200 kilogram ubi maka upah yang Ia peroleh sebesar Rp. 12000/ hari. Selanjutnya dalam seminggu mereka bisa mendapatkan Rp. 84.0000.

Ibu Parinem dalam wawancara mengatakan:

“Meskipun ada yang bilang kalau upah mengupas ubi itu tidak

termakan namun untuk saya sendiri upah mengupas ubi bisa mencukupi uang belanja saya sehari-hari. Namanya juga kerja

sambilan, ya gaji segitu sudah lumayan”.

Upah yang diberikan dari pemilik merupakan upah yang secara umum diberikan oleh para pemilik usaha yang lain. Upah yang diberikan juga disesuaikan dengan harga mie dipasaran. Apabila harag mie rajang dipasaran meningkat maka upah yang diberikan juga aka meningkat, begitu juga sebaliknya.


(22)

3.2.3 Pencetak (Peletrek)

Dalam aktivitas pengolahan ubi kayu ada pekerjaan mencetak ubi kayu yang telah di parut untuk menjadi opak. Proses mencetak tersebut dilakukan secara manual. Sama seperti pengupas ubi, pencetak ubi kayu ini juga merupakan pekerja tetap didalam setiap produksi. Pemilik usaha bekerja sama dengan satu orang pencetak. Keseluruhan ubi yang telah diparut tersebut dicetak oleh seorang pencetak, pemilik usaha hanya membantu sedikit saja.

Proses mencetak merupakan proses yang menurut saya rumit dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Ubi yang telah diparut akan diendapkan selama setidak-tidaknya satu malam. Proses memarut biasanya dilakukan siang atau sore hari, sedangkan proses mencetak dilakukan keesokan harinya. Waktu memulai proses mencetak berbeda-beda, ada yang memulai pada pukul 5 pagi adapula yang memulai pada pukul 8 pagi. Waktu pencetakan tidak ditetapkan oleh pemilik usaha.

Ubi yang telah diendapkan kemudian dimasukkan kedalam ember besar. Dari ember besar tersebutlah pencetak mulai mencetak ubi yang telah diparut tersebut. Ubi yang diendapkan akan kental dan sulit untuk dicetak maka dari itu pemilik usaha mengadoni terlebih dahulu ubi parut tersebut dengan saripati ubi yang dihasilkan oleh ubi parut yang ditiriskan. Adonan yang dihasilkan lebih encer dan mudah dicetak.

Tugas pencetak yaitu mengambil semangkok adonan dan diletakkan diatas plastik putih dengan ukuran plastik 5 kg. Setelah itu ditutup dengan plastik diatasnya, kemudian mereka meratakan dengan menggunakan alat seperti pipa


(23)

yang dipotong. Mereka meratakan hingga ukuran tertentu kemudian menumpuk hasilnya ditempat yang telah disediakan.

Berdasarkan hasil pengamatan saya dari seorang pencetak, dalam dua menit Ia menghasilkan tiga cetakan. Sehingga dalam satu jam Ia mampu menghasilkan 90 cetakan. Namun penghitungan yang dilakukan bukan berdasarkan jumlah cetakan yang mereka hasilkan melainkan berdasarkan jumlah ember yang mereka habiskan. Untuk satu ember saja mereka membutuhkan waktu satu jam lebih.

Dalam 400 kilogram ubi kayu adonan yang dihasilkan bisa mencapai 4 hingga 5 ember adonan. Keseluruhan adonan tersebut mereka selesaikan dalam sehari, maka untuk menyelesaikan adonan 400 kilogram ubi kayu mereka membutuhkan waktu selama kurang lebih 5 jam. Waktu yang sangat lama dengan pekerjaan yang sangat monoton tersebut.

Upah yang diberikan untuk pencetak adalah Rp. 8000/ ember. Maka dalam satu hari dengan beban kerja seperti dijelaskan diatas seorang pencetak akan mendapatkan upah sebanyak Rp.40. 000. Upah yang menurut pencetak sudah mendapat nilai lumayan.

Pemilik usaha memperlakukan pengupas ubi dengan pencetak dengan perlakuan yang sama. Pencetak juga diberi minuman dan jajanan oleh pemilik usaha. Selain itu pemilik usaha juga memperbolehkan pencetak untuk membawa ubi kayu apabila mereka ingin mengolahnya dirumah. Selain diberi makanan dan juga ubi ternyata para pekerja juga diperbolehkan untuk meminta mie rajang yang telah jadi untuk mereka olah. Mereka tidak perlu membeli mie rajang yang telah jadi kepada pemilik usaha. Selain itu ketika lebaran pemilik usaha memberikan


(24)

sirup dan juga roti kaleng kepada pekerjanya. Hal tersebut hanya berlaku kepada pekerja tetap. Tidak bagi pekerja yang hanya menggantikan pekerja tetap.

Suasana bekerja pencetak ini menurut saya membosankan. Dengan waktu kerja yang cukup panjang mereka lebih sering tidak memiliki teman bicara. Pekerja yang lain hanya bekerja sebentar saja, begitu juga pemilik usaha yang hanya melihat sesekali waktu untuk melihat mereka bekerja dan mengecek apakah sudah ada hasil cetakan yang sudah bisa dipindah ke tempat pengukusan supaya menghemat waktu.

Seorang pencetak yang bernama Ibu Samsiah mengatakan sebagai berikut:

“ Karena sudah terbiasa sendiri seperti ini maka saya tidak kenap -kenapa. hanya terkadang bosan. Tapi ya gak ngantuk, kan kerjanya harus cepat mana bisa ngantuk. kalok ngantuk ya gak siap-siap

kerjaan saya ini”

Ketika pencetak tidak bisa bekerja karena alasan tertentu pemilik harus

mencari “serep” dari pencetak. Namun sedikit sulit mencari pencetak, tidak banyak orang yang mampu mencetak, bahkan tidak banyak orang yang mau mencetak. Kesulitan mencetak membuat orang tidak mau mencetak, selain itu pekerjaan yang monoton dan lama membuat orang enggan untuk belajar mencetak.

3.2.4 Penjemur

Salah satu proses pengolahan ubi adalah menjemur opak. Penjemuran opak biasanya dilakukan oleh pemilik usaha, namun adapula beberapa pemilik usaha yang mempergunakan pekerja untuk menjemur dan mengangkat opak ubi yang telah dicetak dan di kukus.


(25)

Pemilik usaha yang tidak menggunakan jasa penjemur opak ubi dikarenakan mereka bekerja tidak seorang diri melainkan bekerja dengan suami atau istri mereka. Kalaupun tidak dengan suami atau istri mereka, mereka dibantu dengan anaknya. Selain memiliki orang yang bekerja pemilik usaha juga menghemat biaya operasional pengolahan. Keuntungan yang mereka dapat tentu akan semakin sedikit apabila dipergunakan untuk membayar banyak pekerja.

Proses pengeringan opak ubi masih menggunakan potensi alam, hal tersebut dikarenakan proses penjemuran menggunakan tenaga mahatari. Dengan bergantungnya penjemuran terhadap panas matahari maka proses penjemuran dilakukan pada pagi hari ketika cuaca cerah. Kebanyakan penjemur akan menjemur sebelum panas untuk menghindari terkena matahari. Namun tak jarang mereka menjemur ketika panas sudah tiba.

Pekerja menjemur merupakan tetangga atau saudara pemilik usaha. Kesemua penjemur adalah wanita, tidak ada penjemur yang berjenis kelamin laki-laki. Pekerjaan menjemur opak tidak terlalu sulit dilakukan, hanya menyusun opak ubi dilahan yang telah diberi alas. Lahan yang digunakan merupakan lahan pribadi dari pemilik usaha, kalau mereka kekurangan lahan mereka akan memanfaatkan lahan perkebunan kelapa sawit yang berada tepat disebrang jalan.

Pentingnya lahan bagi pemilik usaha untuk penjemuran kadangkala menjadi masalah tersendiri bagi pemilik usaha. Banyak kasus pemilik usaha mie rajang harus menutup usaha mereka karena tidak ada lagi lahan untuk proses penjemuran. Mereka merasa diuntungkan dengan adanya lahan perkebunan kelapa sawit yang ada di depan rumah mereka. mereka dapat menggunakannya untuk


(26)

penjemuran. mereka tidak perlu meminta izin terlebih dahulu kepada perkebunan karena mereka tidak mengganggu kegiatan perkebunan.

Penjemur opak ada yang bekerja untuk menjemur saja, ada pula yang sekaligus diminta untuk mengangkat opak yang telah kering. Apabila mereka dipercaya sekaligus untuk mengangkat opak maka mereka bertanggungjawab pula untuk menjaga opak agar tidak terguyur hujan. Dengan begitu mereka tidak bisa leluasa untuk pergi jauh dari rumah.

Sebelum opak ubi dijemur maka pemilik usaha telah menumpuk opak-opak yang telah dikukus diwilayah penjemuran. kemudian penjemur oapk ubi hanya menyusun opak ubi ditempat yang telah disediakan dengan rapi dan tidak boleh bertumpuk. mereka juga harus memperhatikan keseragaman pengeringan. Karena apabila sebagian opak ubi dijemur dibalik dinding rumah maka sinar matahari yang menyinari akan lebih lama menyinari opak ubi dibandingnya yang tanpa penghalang dinding.

Pekerjaan menjemur opak terlihat mudah namun untuk melakukannya perlu tenaga yang cukup karena harus membungkuk untuk menyusunnya. Selain itu opak yang telah dikukus tidak selamanya baik dan tidak lengket dengan plastik. Penjemur harus pandai memisahkan opak yang lengket dengan plastik agar tidak rusak. Kerusakan opak akan menyebabkan mie rajang tidak bagus. Maka dari itu pekerjaan menjemur opak tidak semudah yang dipikirkan namun tidak sesulit yang dibayangkan.

Untuk mengatasi lengketnya opak ubi di plastik maka pekerja membawa satu ember air yang digunakannya untuk mencuci tangannya agar tidak lengket.


(27)

Selain itu saat menjemur dan saat mengangkat penjemur selalu menggunakan kain untuk menutupi kepalanya sebagai pengganti topi, kemudian mereka menggunakan bedak dingin untuk melindungi wajah mereka dari panas matahari.

Dengan bekerja menjemur opak ubi, pekerja memperoleh upah yang dihitung per ton ubi yang diolah. Dalam satu ton ubi yang diolah maka upah yang diberikan kepada penjemur adalah Rp. 40.000. Kemudian mereka akan menerima upah setelah satu minggu bekerja. Namun hal tersebut tidak kaku, karena apabila pekerja membutuhkan uang maka pemilik usaha akan memberikan upah sebanyak yang telah diselesaikannya.

3.2.5 Agen Mie

Agen mie merupakan pihak yang membeli mie rajang dari produsen atau pemilik usaha. Mereka adalah pihak yang mendistribusikan mie rajang ke beberapa daerah. Peran agen mie sangat diperlukan bagi pemilik usaha, hal tersebut dikarenakan pemilik usaha tidak sanggup untuk mendistribusikan mie rajang yang mereka produksi sendiri kepasar.

Awalnya dalam produksi mie rajang tidak ada agen mie, hal tersebut dikarenakan pemilik usaha menjual mie rajang yang mereka produksi sendiri. Namun hal tersebut tidak berjalan lama, pemilik usaha yang juga pekerja dalam produksi mie ubi kerepotan dengan merangkap pekerjaan sebagai agen mie. Untuk itu muncul lah pihak-pihak yang membantu pemilik usaha untuk menjualkan mie rajang yang mereka buat. Dengan adanya agen mie ini bermunculan pula produsen-produsen baru di Pegajahan.


(28)

Agen mie yang ada tidak hanya satu, ada beberapa orang yang berprofesi sebagai agen mie. Agen mie ini tidak hanya berasal dari Pegajahan saja. Banyak diantara mereka yang berasal dari luar Pegajahan. Masing-masing agen mie mempunyai pasar yang berbeda-beda, mereka memasarkan mie rajang kebeberapa tempat di Sumatera Utara mauapun di Luar Sumatera Utara.

A. Banyaknya Permintaan Mie Rajang Menaikkan Posisi Tawar Pemilik Usaha

Banyaknya agen yang bekerjasama dengan seorang pemilik usaha membuat pemilik usaha terkadang harus membagi ubi yang mereka miliki untuk beberapa agen mie. Hal tersebut dimaksudkan supaya agen mie tidak kecewa karena tidak mendapat mie untuk dipasarkan.

Kejadian tersebut sering terjadi pada Pak Tupon, Ia bekerjasama dengan tiga agen mie. Dua agen mie along-along dan satu agen mie besar. Perlu diketahui sebelumnya bahwa ada dua tipe agen mie, tipe tersebut yaitu:

a. Agen along-along

Pertama adalah agen along-along, agen along-along merupakan agen yang menggunakan motor yang dipakaikan along-along17 untuk tempat barang bawaan mereka. Kendaraan yang mereka bawa mempengaruhi pasar mereka. Agen along-along mengantarkan mie rajang ke wilayah-wilayah sekitaran Pegajahan seperti Pasar Bengkel, Tanjung Morawa, Seluruh wilayah Medan, dan sebagian Simalungun. Sementara agen besar memiliki wilayah pasar yang lebih jauh. Agen along-along memberikan harga yang lebih tinggi daripada agen besar. Hal

17

along-along: keranjang yang dibuat khusus untuk motor yang memiliki 2 tabung dikiri dan kanan, along along digunakan sebagai tempat barang. Along along bisa dibuat dari bambu atau besi.


(29)

tersebut dikarenakan agen along-along tidak memerlukan banyak akomodasi untuk memasarkan produknya. Karena agen along-along yang menggunakan motor tentu tidak mampu untuk membawa banyak mie rajang. Mereka hanya sanggup membawa tiga sampai lima goni mie rajang untuk memenuhi kendaraan mereka dengan satu goni mie rajang memiliki bobot 25 kg.

b. Agen Besar

Kedua adalah agen besar, agen besar adalah agen yang menggunakan mobil pickup untuk membawa barang mereka. Agen besar mengantarkan mie rajang ke wilayah-wilayah Sumatera Utara dan keluar Sumatera Utara seperti Aceh, Pekan Baru, Jambi. Sementara agen besar yang pasarnya lebih jauh membutuhkan akomodasi yang lebih banyak daripada agen along-along. Sementara itu agen besar yang menggunakan mobil pickup mengambil mie rajang dalam jumlah besar dari produsen atau pemilik usaha. Agen besar mengambil semua persediaan mie rajang yang dimiliki oleh pemilik usaha.

Dengan perbedaan agen tersebut maka Pak Tupon biasanya menyediakan ubi untuk agen along-along terlebih dahulu, sementara sisanya diberikan kepada agen besar. Hal tersebut dikarenakan harga yang ditawarkan lebih tinggi serta untuk memenuhi kebutuhan agen along-along tidak terlalu sulit. Mereka menghasilkan lebih banyak dari apa yang dibutuhkan oleh agen mie along-along. Namun adakalanya agen besar sudah memesan beberapa goni mie rajang, biasanya dalam jumlah yang besar, dengan begitu pemilik usaha harus memenuhi pesanana dari agen besar dahulu dan mengesampingkan agen along-along. Dari penjelasan tersebut, jelas terlihat kemudahan yang diperoleh dari pemilik usaha


(30)

untuk menjual hasil produksinya, selain itu pemilik usaha juga tidak bergantung kepada satu agen mie. Mereka tidak terikat dengan satu agen saja.

B. Kebebasan Memilih Agen Sebagai Wujud Kepemilikan Kekuasaan

Telah dijelaskan sedikit sebelumnya bahwa pemilik usaha tidak bergantung kepada satu agen mie saja. Mereka bisa menggunakan lebih dari satu agen mie. Makadari itu dapat dikatakan bahwa pemilik usaha memiliki kebebasan untuk memilih kepada siapa mie rajang akan mereka jual.

Kebebasan tersebut datang karena adanya kekuasaan yang dimiliki oleh pemilik usaha, pemilik usaha tidak sulit untuk menjual mie rajang. Sehingga mereka bebas untuk menjual ubi dengan siapa saja. Hal tersebut bisa terjadi karena agen mie yang membutuhkan pemilik usaha untuk memberikan mie rajangnya kepada mereka, kalau pemilik usaha tidak menjual mie kepada mereka maka mereka akan kekurangan barang untuk dipasarkan.

keadaan tersebut baik bagi pemilik usaha, namun bukan berarti tidak baik untuk agen mie. Agen mie tidak dirugikan sama sekali dalam hal ini, karena agen mie juga mendapatkan barang seperti keinginannya. Maka dari itu hubungan yang terjalin diantara mereka tetap bertahan dengan baik.

Namun keadaan seperti itu tidak dirasakan oleh semua pemilik usaha. Ada beberapa pemilik usaha yang tidak bebas untuk menentukan kepada siapa mereka akan menjual mie yang mereka miliki. Hal tersebut dikarenakan ada pembagian agen mie berdasarkan kerjasama mereka.


(31)

1. Agen Lepas

Pertama adalah agen mie lepas, agen mie lepas merupaka agen mie yang bekerja sama dengan pemilik usaha secara tidak terikat. Agen mie dengan pemilik usaha memang tidak terikat dalam penjualan barang, namun mereka memiliki hubungan langganan. Agen mie lepas ini tidak selalu mengambil barang dari pemilik usaha yang sama. Terkadang Ia pun tidak mengambil mie rajang dari pemilik usaha yang sama beberapa waktu, Ia tidak melarang pemilik usaha untuk bekerjasama dengan agen mie yang lain. Ia membebaskan pemilik usaha untuk menjual mie dengan agen manapun.

2. Agen Tetap

Agen tetap adalah agen mie yang bekerja sama dengan pemilik usaha yang sama, Ia wajib mengambil barang dari pemilik usaha yang telah memutuskan untuk bekerjasama dengannya. Hal tersebut disebut oleh pemilik usaha sebagai tengkulak. Tengkulak mengambil mie rajang yang diproduksi oleh anggotanya berapapun yang ada, namun pemilik usaha tidak diperkenankan untuk menjual mie rajang kepada agen lain. (penjelasan lebih lanjut agen tetap dalam pembahasan selanjutnya)


(32)

3.2.6 Tengkulak

Dalam kehidupan para produsen pengolah ubi di Desa Pegajahan ada istilah yang diberikan kepada orang yang menyediakan ubi dan mengambil hasil olahan pemilik usaha. Istilah yang mereka gunakan adalah tengkulak. Tengkulak tidak berlaku pada seluruh pemilik usaha, hanya sebagian saja yang menggunakan jasa mereka untuk membantu aktivitas produksi pengolahan.

Peranan tengkulak yaitu sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk menyediakan bahan utama yaitu ubi kayu, setelah itu tengkulak juga bertanggungjawab untuk mengambil barang yang telah dibuat. Dalam hal ini pemilik usaha tidak perlu memikirkan penyediaan ubi kayu sebagai bahan utama yang terkadang sulit didapatkan. Mereka juga tidak perlu memikirkan siapa yang akan menjualkan hasil olahan mereka. pemilik usaha hanya bertanggungjawab mengolah ubi kayu menjadi mie rajang saja.

Bagi pemilik usaha yang menggunakan jasa tengkulak maka mereka juga harus mengikuti aturan main dari tengkulak. Aturan main yang saya maksud adalah sistem kerja yang diberlakukan oleh tengkulak kepada mereka yang menggunakan jasanya. Dengan tanggungjawab yang telah diberikan tersebut tengkulak adalah pihak yang memberikan harga kepada pemilik usaha. Harga ubi kayu yang mereka antarkan sedikit lebih mahal daripada ubi kayu dari agen lepas. Selain itu harga mie rajang yang mereka berikan cenderung lebih murah dibanding dengan agen lepas. Hal tersebut dikarenakan tengkulak memainkan harga ubi dan harga mie rajang sebagai keuntungan baginya. Salah satu hal yang dilakukan oleh tengkulak adalah bekerjasama dengan agen ubi. Ia bekerjasama


(33)

dengan beberapa agen ubi. Hal tersebut bertujuan ketika ubi sulit diperoleh ada pihak lain yang mampu menyediakan ubi bagi pemilik usaha pengolahan ubi. Tengkulak bekerjasama dengan agen ubi untuk memenuhi kebutuhan pemilik usaha. Dalam hal ini tengkulak hanya memerintahkan agen ubi yang bekerja dilapangan untuk mengantarkan ubi kayu ke tempat pemilik usaha. Pemilik usaha tidak membayar ubi kayu yang telah diberikan. urusan bayar membayar ubi kayu merupakan urusan tengkulak. Pemilik usaha hanya menerima ubi kayu saja.

Berbicara mengenai agen ubi, pada pembahasan sebelumnya saya telah menjelaskan keberadaan agen ubi langsung yang menyediakan ubi kayu kepada pemilik usaha dan proses pembayarannya langsung kepada pemilik usaha tanpa perantara orang ataupun pihak lain.

Pada kasus pemilik usaha yang bekerjasama dengan tengkulak, mereka memproduksi 500 kilogram ubi kayu. Ubi kayu yang diberikan kepada pemilik usaha diantarkan dua hari sekali. Banyaknya ubi yang diantarkan adalah satu ton ubi kayu. Pemilik usaha yang menggunakan tengkulak mengaku bahwa mereka tidak pernah kekurangan bahan baku, sehingga produksi mereka jalan terus. Itu merupakan salah satu alasan mengapa mereka menggunakan tengkulak untuk melanjutkan usaha mereka.

Setelah mie rajang selesai dibuat tengkulak akan memerintahkan pekerjanya untuk mengambil mie rajang tersebut. Waktu pengambilan tidak ditentukan, terkadang barang menumpuk di rumah pemilik terkadang barang langsung dibawa oleh mereka. Pembayaran mie rajang yang telah mereka hasilkan dilakukan dirumah tengkulak. Pemilik usaha akan mendatangi tengkulak untuk


(34)

mengambil hasil penjualan mereka setelah dikurangi harga ubi kayu yang diantarkan kepada mereka. Ketika pembayanlah tengkulak dan pemillik usaha berhubungan secara langsung. Selain itu adakalanya pemilik usaha tidak ingin berproduksi untuk beberapa lama. Ketika itu terjadi maka pemilik usaha akan menelepon tengkulak agar tidak mengantar ubi kayu kepada mereka. Pemilik usaha sadar bahwa mereka hanya menjadi pihak pengelola saja, sedangkan mereka tidak dapat menentukan harga sebagaimana yang mereka inginkan. Namun hal tersebut tidak begitu dihiraukan oleh mereka karena mereka tidak dirugikan dengan keadan tersebut. Mereka merasa hal itu sebanding dengan kemudahan yang mereka dapat dengan tidak perlu repot-repot mempersiapkan hal-hal yang dilakukan oleh tengkulak.


(35)

BAB IV

PEMILIK USAHA MIE RAJANG DESA PEGAJAHAN DUSUN II

4.1Modal Usaha

Hingga saat ini pemilik usaha mie rajang yang paling senior dan masih bertahan telah memulai usaha mereka pada tahun 2000-an. Mereka memulai dengan modal yang kecil dan peralatan seadanya. Modal yang dikeluarkan oleh mereka saat pertama kali memutuskan untuk membuat mie rajang hanya 500 ribu. Dengan modal 500 ribu tersebut pemilik usaha sudah mempunyai perlengkapan yang lengkap. Perlengkapan yang mereka miliki dahulu belum seperti sekarang, mereka masih menggunkan ampia kecil untuk mengampia dan juga dandang besar untuk mengukus. Karena alat yang mereka gunakan masih kecil maka produksi mereka juga sedikit. Hanya 50 hingga 100 kilogram ubi kayu.

Karena modal yang mereka gunakan masih kecil, mereka menggunakan uang mereka sendiri, tidak perlu mengutang untuk bisa membuka usaha olahan ubi ini. Seiring dengan berjalalannya usaha ini, pemilik usaha mampu mengembangkan usaha mereka. Mereka memulai membeli mesin ampia yang besar, kemudian mereka membeli mesin penggiling ubi kayu. Hal tersebut mereka lakukan agar mereka bisa menambah jumlah produksi mereka. Selain itu mereka mulai membuat tempat mencuci ubi kayu yang permanen, mereka membuatnya dari batu bata. Mereka juga membuat tempat pengendapan ubi yang diparut dan juga tempat pengukusan yang bersar.


(36)

Kesemua itu mereka lakukan secara bertahap, sehingga modal yang mereka keluarkan tidak terlalu besar. Modal yang mereka keluarkan untuk menambah peralatan tersebut merupakan uang hasil dari produksi mie rajang. Bila dibandingkan dengan sekarang, apabila ada orang yang ingin membuat usaha yang sama seperti yang mereka keluarkan maka mereka memerlukan modal kurang lebih Rp. 20.000.000 untuk bisa membuat usaha yang sama seperti yang mereka lakukan sekarang.

Banyak pula pemilik usaha yang tidak mampu mengolah penghasilannya untuk diputarkan kembali dalam usaha yang sama. Mereka yang tidak mampu mengolah keuangan mereka pada ujungnya mereka akan bangkrut. Hingga saat ini sudah banyak pemilik usaha yang bangkrut karena hal tersebut. Berdasarkan informasi yang diberikan oleh Pak Karja, para pemilik usaha beberapa tahun yang lalu lebih banyak dari yang sekarang. namun Pak Karja tidak bisa memberikan jumlah yang pasti.

4.2Konsep untung rugi

Dalam setiap aktivitas ekonomi pasti dilakukan untuk mendapatkan keuntungan. Namun dalam kenyatannya tidak selamanya setiap usaha selalu mengalami keuntungan, ada kalanya pemilik usaha mengalami kerugian. Dalam aktivitas perdagangan khususnya, untung dan rugi selalu menjadi hal yang biasa.

Seperti halnya usaha pengolahan ubi kayu yang dilakukan oleh pemilik usaha pengolahan ubi kayu, mereka tidak selalu mengalami keuntungan, adakalanya mereka mengalami kerugian. Namun ketika mereka mengalami kerugian mereka tidak turun semangat dan menutup usaha mereka, melainkan


(37)

mereka tetap menjalani usaha mereka dan percaya bahwa usaha mereka akan mengalami keuntungan dilain waktu.

Saat ini mie rajang dihargai Rp. 6000/ kg, apabila pemilik usaha memproduksi mie rajang sebanyak 400 kg ubi kayu maka mie rajang yang dihasilkan sebanyak 125 kg (5 goni). Jadi untuk produksi 400 ubi kayu yang dihasilkan maka uang yang mereka peroleh adalah Rp. 750.000. Modal yang mereka keluarkan adalah Rp. 484.00018. Jadi keuntungan yang mereka peroleh adalah Rp. 266.000.

Keuntungan yang mereka peroleh tidak selalu sebanyak itu, ada kalanya ubi harga mie lebih rendah dan harga ubi kayu lebih mahal. Namun harga mie dan harga ubi kayu masih bisa dikendalikan oleh pemilik usaha dengan negosiasi diantara mereka sehingga kerugian mereka masih bisa diminimalisir.Kerugian menurut pemilik usaha olahan ubi kayu di daerah Pegajahan berbeda dengan konsep kerugian dari biasanya. Banyak masyarakat berpikir konsep kerugian merupakan besar pengeluaran atau modal dari pada penghasilan yang didapat. Sedangkan menurut beberapa pemilik usaha olahan ubi yang saya wawancarai, kerugian menurut mereka bukan tentang balik modal atau tidak. Kerugian disini diartikan yakni apabila pemilik usaha olahan ubi kayu tidak dapat mendapat untung dari hasil penjualan lebih dari atau rata-rata Rp.50.000/hari19, menurut pemilik usaha olahan ubi kayu hal itu sudah termasuk rugi. Kerugian itu sendiri terjadi karena pemilik usaha tidak mendapatkan uang Rp.50.000/hari, sedangkan menurut pemilik usaha jika seseorang bekerja diluar produksi olahan ubi kayu

18


(38)

rata-rata bisa mendapatkan uang Rp.50.000, dengan asumsi itu pemilik usaha olahan ubi kayu mendefinisikan sendiri konsep kerugian.

Konsep kerugian yang dikatakan oleh pemilik usaha olahan ubi kayu di daerah Pegajahan mengidentifikasi bahwasannya terdapat sebuah pola pikir sendiri yang terdapat pada masyarakat di Pegajahan khususnya yang memiliki usaha olahan ubi kayu. Pengetahuan yang mereka dapat tentang konsep-konsep tersebut tentu diperoleh dari pengalaman mereka sendiri dalam proses produksi pengolahan ubi kayu.

4.3Pemilik Usaha

4.3.1 Pak Tupon Dan Buk Lasmiem

Buk Lasmiem merupakan seorang wanita berusia 40 tahun yang memiliki seorang suami bernama Pak Tupon yang berusia 42 tahun. Mereka mempunyai tiga orang anak, 2 orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan yang sudah menikah. Anak terakhir beliau masih kelas 5 SD seorang laki-laki. Anak kedua mereka sudah bekerja di PT Aquafarm Nusantara yang berlokasi di Nagakisar. Sementara anak pertama mereka sudah menikah dan menetap di Medan.

Buk Lasmiem dan pak Tupon memulai usaha mie rajang pada tahun 2002. Mereka memulai usaha dengan memproduksi puluhan kilogram ubi. Mereka masih bekerja berdua saja tidak ada bantuan dari orang lain. Mereka memutuskan untuk membuat usaha tersebut karena melihat tetangga mereka yang mempunyai usaha seperti itu memperoleh hasil yang lumayan dan dapat di andalkan.

Mereka mengetahui cara membuat mie rajang dari tetangga mereka yang


(39)

apa yang dilakukan oleh mereka. Setelah mereka mengerti cara membuatnya mereka pun mulai mencoba untuk membuat usaha tersebut.

Dahulu ketika masih awal mereka masih mencari ubi sendiri, namun seiring dengan berjalannya waktu karena usaha kunjung baik maka mereka menambah bahan baku mereka hingga saat ini mereka memproduksi 400 kg ubi per hari. Saat ini mereka menggunakan jasa agen ubi. Agen ubi mereka mengantarkan ubi sebanyak 400 kg setiap hari kecuali ketika agen tidak memperoleh ubi.

Selain itu pak Tupon juga pernah mencoba untuk menjadi agen dengan memasarkan sendiri hasil olahan mereka dan mencari mie dari orang lain namun hal tersebut hanya berjalan selama kurang lebih satu bulan. Pak Tupon berhenti menjadi agen mie karena ia merasa kasihan melihat Buk Lasmiem yang bekerja sendiri dirumah. Buk Lasmiem sangat kerepotan dengan semua pekerjaan membuat mie tersebut bahkan ia harus mencari kayu sendiri untuk proses pengukusan. Hal tersebut yang membuat pak Tupon berhenti menjadi agen mie.

Buk Lasmiem menggunakan agen ubi dan agen mie yang lepas dan tidak terikat. Untuk agen ubi ia memang hanya menggunakan satu agen saja tetapi tidak terikat. Untuk agen mie rajang ia tidak ada yang berlangganan dengan satu agen karena banyak agen yang datang untuk mencari mie rajang. Buk Lasmiem akan mencari agen yang memberi harga yang termahal. Untuk masalah harga Ia yang menentukan mau menjual mie dengan harga berapa, apabila tidak sesuai dengan satu agen Ia akan menunggu agen lain datang hingga sepakat dengan harganya.


(40)

Dalam proses produksi Buk Lasmiem memiliki 3 orang pegawai, 2 orang untuk proses pengupasan dan 1 orang untuk proses ngeletrek. Selebihnya mereka sendiri yang melakukan produksi mie rajang tersebut. Mereka menggunakan jasa pegawai kurang lebih sudah 7 tahunan.

Buk Lasmiem tidak menambah lebih banyak lagi produksinya karena keterbatasan lahan untuk menjemur. Ada keinginan untuk menambah proses produksi namun karena keterbatasan lokasi penjemuran membuat ia tidak menambah produksinya. Selain itu Buk Lasmiem mengatakan bahwa uang seberapa banyak pun dicari tetap saja kurang, dan rasa cukup itu datang ketika merasa bersyukur. Selagi mereka tidak kekurangan maka sudah merasa cukup untuk bisa tetap menjalani hidup.

Dalam produksinya mereka tidak dipengaruhi oleh waktu, maksudnya tidak ada waktu-waktu tertentu yang membuat mereka menambah produksi mereka melainkan mereka tetap dengan produksi yang biasa. Sebelum memproduksi mie rajang dulunya pak Tupon bekerja mocok-mocok dan nggalas serta menjadi kenek montor sawit. Saya sempat bertanya mengapa ia tidak bekerja di perkebunan, Ia berkata bahwa ia tidak suka bekerja diperusahaan, karena ia bekerja atas dasar terpaksa bukan karena kemauan sendiri. Ia tidak pernah berkeinginan untuk bekerja diperkebunan, walaupun abang beliau bekerja diperkebunan. Dari bekerja memproduksi mie rajang Pak Tupon dan Buk Lasmiem memperoleh peningkatan perekonomian, Pak Tupon tidak lagi kerja diluar rumah untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Mereka cukup bekerja dirumah saja sudah bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka.


(41)

4.3.2 Pak Karja dan Buk Santi

Buk Santi merupakan seorang ibu rumah tangga, Ia memiliki seorang suami bernama Karja. Pak Karja merupakan seorang pegawai di Perusahaan perikanan yaitu PT Aquafarm Nusantara di unit pengolahan Nagakisar. Buk Santi memiliki tiga orang anak, anak pertama seorang perempuan yang sudah duduk di bangku SMA, anak kedua seorang laki-laki yang sudah duduk di bangku SMP, sementara anak ketiga masih berusia 4 tahun.

Buk Santi sudah memulaui usaha sejak tahun 2002. Ia belajar dari para tetangga yang sudah membuat mie rajang. Diawal produksi dulu ia melakukannya berdua bersama suaminya. Mereka masih mencari ubi sendiri dan mie diambil oleh agen, namun agen yang mengambil yaitu agen lepas bukan tengkulak. Karena kerepotan mencari ubi sendiri akhirnya ia menggunakan agen ubi yang bernama Teguh yang tinggal diPegajahan juga. Selanjutnya Buk Santi mengalami kesulitan dimodal usaha, ia hampir menutup usahanya. Namun ia tidak menutup usahanya melainkan mengganti usahanya dari produksi mie rajang menjadi produksi opak sayur. Opak sayur merupakan ubi yang dicetak bulat bulat dimana adonannya diberi campuran bumbu bumbu. Ia mengalihkan produksinya karena untuk membuat opak sayur, tidak memerlukan ubi yang banyak dan satu hari prosesnya selesai sehingga setiap hari bisa menghasilkan.

Namun ternyata opak sayur tidak cukup untuk mencukupi kebutuhannya, akhirnya ia kembali ke mie rajang. Ia mengatakan bahwa mie rajang memang menggunakan modal yang lebih besar namun hasilnya juga lebih besar. usaha mie rajangnya juga berjalan kembali walaupun terkadang tidak membuat mie karena


(42)

tidak ada modal. Ketika itu lah datang agen tengkulak yang menawarkan diri untuk memberinya ubi tanpa membayar terlebih dahulu. Kemudian ia pula yang mengambil mie hasil produksinya dengan syarat ia tidak boleh menjual kepada agen yang lain. Buk Santi mengatakan karena ia kesulitan modal maka ia menggunakan agen tengkulak, selain itu dengan jaminan bahwa selalu ada ubi dari agen setiap hari tanpa memikirkan dari mana ubi berasal membuat ia lebih yakin untuk menggunakan jasa agen tengkulak.

Menggunakan jasa agen tengkulak membuatnya harus sepakat dengan resiko yang lain dimana harga ubi yang diberikan oleh mereka lebih tinggi dan harga mie dari mereka lebih murah dari pasaran. Harga ubi dari tengkulak menurut pengakuan Buk Santi yaitu 1200 dan harga mie yaitu 5700. Buk Santi merasa tidak masalah dengan hal tersebut karena kebutuhannya ia tidak perlu repot-repot mencari agen lagi.

Selain itu Buk Santi harus memenuhi jumlah produksi sesuai hitungan agen. Buk Santi memutuskan untuk mengambil 500 kg ubi setiap hari untuk proses produksinya, jumlah itu ditentukannya sendiri. Namun agen memiliki rumusan untuk 100kg ubi maka hasilnya adalah 30kg, maka agen akan mengambil 150 kg untuk sekali produksi. Agen akan mengambil mie rajang beberapa hari sekali.

Dengan begitu adakalanya Buk Santi untung dan ada kalanya ia mampu memenuhi jumlah tersebut dan ada kalanya juga ia tidak mampu memenuhi. Banyak tidaknya mie yang diproduksi tergantung kepada bagus tidaknya ubi yang digunakan. semakin tua ubi maka semakin bagus hasilnya. Hal tersebut karena ubi yang tua memiliki sari pati yang banyak tidak seperti ubi muda yang hanya air


(43)

isinya. kalau Buk Santi dan perajin lain bilang persen nya tidak keluar. sehingga berat mie juga tidak banyak.

Ketika ia tidak bisa memenuhi jumlah yang ditentukan ia akan mengatakan bahwa persennya tidak keluar. dan agen biasanya akan maklum dengan hal tersebut. namun apabila hasil yang mereka dapatkan lebih banyak dari yang seharusnya maka mereka hanya memberi jumlah yang sesuai dengan perhitungan agen sementara sisanya dijual dengan orang lain oleh Buk Santi. ia mengatakan itu adalah bonus.

Saat ini dalam proses produksinya Buk Santi menggunakan 3 pegawai. Satu untuk mengupas ubi, satu untuk ngeletrek, dan satu untuk menjemur. hal tersebut dilakukan karena sekarang untuk membuat mie ia kerjakan sendiri. Tidak lagi dibantu oleh suaminya karena suaminya bekerja di Aquafarm.

Selain itu apabila agen tidak bisa memberikan ubi maka agen akan memberikan uang muka kepada Buk Santi untuk mencari ubi dengan orang lain. Hal tersebut dilakukan apabila agen sedang libur atau agen tidak bisa mendapatkan ubi. Namun apabila Buk Santi yang ingin libur untuk membuat mie rajang, maka ia akan menghubungi agen agar tidak mengantar ubi.


(44)

BAB V

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA DAN KETERBUKAAN PEMILIK USAHA

5.1 Strategi: Mengikuti Beberapa Perlombaan Usaha Kecil Menengah

Usaha produksi mie rajang di Pegajahan ini ternyata sudah beberapa kali mengikuti perlombaan baik itu tingkat Provinsi maupun tingkat Nasional. Keikutsertaan usaha mie rajang ini dilakukan oleh satu orang yang aktif mengikuti kegiatan semacam itu. Orang tersebut adalah Pak Ponijan. Pak Ponijan adalah pemilik usaha mie rajang di Pegajahan Dusun II. Namun saat ini beliau tidak lagi melakukan usaha tersebut. Pak Ponijan sudah tidak melakukan usaha produksi mie rajang pada tahun 2012.

Pak Ponijan merupakan seorang yang aktif membuat proposal untuk mengikuti kegiatan perlombaan mengenai usaha kecil menengah. Ia membuat proposal mengenai mie rajang yang Ia buat dengan membawa nama kelompok yang dibuatnya. Kelompok itu sendiri tidak pernah berdiri sebagaimana seharusnya. Kelompok mie rajang ini ada ketika Pak Ponijan sedang mengikuti perlombaan saja. Pak Ponijan mengajak sesama pembuat mie rajang untuk bergabung membuat kelompok agar bisa mengikuti perlombaan tersebut. Perlombaan yang diikuti tidak hanya sekali itu20 dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan hadiah dan bantuan untuk memajukan usaha mereka. Keaktifan mereka dalam mengikuti kegiatan perlombaan dan pencarian bantuan terjadi pada

20

Pelatihan dan perlombaan yang diadakan di kabupaten Batu Bara pada tahun 2010, perlombaan dari dinas kependudukan pada tahun 2011, perlombaan yang dibuat oleh ibu PKK Desa Pegajahan dan perlombaan dari LSM (informan tidak lagi mengingat nama LSM) pada tahun 2011)


(45)

tahun 2010. Namun hal tersebut tidak berjalan lama karena hasil yang mereka harapkan tidak sesuai dengan kenyataan.

Mereka memang sempat memenangkan kegiatan tersebut, hadiah yang mereka peroleh adalah oven besar dan juga beberapa mesin penggiling dan mesin ampia. Peralatan tersebut yang seharusnya menjadi milik kelompok justru dianggap milik pribadi. Pihak-pihak yang menggunakan nama kelompok untuk mendapatkan keuntungan pribadi membuat yang lainnya tidak lagi mau mengikuti kelompok. Sehingga pada akhirnya para pemilik usaha lebih memilih memproduksi mie rajang saja, dan tidak mengikuti kegiatan perlombaan lagi karena tidak ingin terpecah karena hasil yang telah mereka dapatkan.Keputusan para pemilik usaha yang tidak lagi mau membuat dan mengikuti kelompok dikarenakan kekecewaan yang mereka peroleh terhadap pengurus kelompok. Selain itu mereka tidak merasa keuntungan yang mereka dapatkan ketika mereka tergabung dalam kelompok. Bila tergabung dengan kelompok mereka setidaknya mereka memerlukan waktu luang untuk berkumpul dan mengurusi kelompok. Selain itu adanya dana-dana yang dikumpulkan untuk kepentingan kelompok tentu sedikit banyak akan membuat pemilik usaha enggan.

Kegiatan mengikuti perlombaan dari pihak pemerintahan maupun dari pihak non pemerintahan seperti lembaga swadaya masyarakat yang dilakukan oleh mereka awalnya untuk bisa membantu pemilik usaha dalam menambah kemampuan produksi mereka menjadi lebih baik salah satunya dengan mendapatkan tambahan peralatan. Selain itu mereka juga secara tidak langsung telah memperkenalkan usaha produksi mie rajang mereka kepada pihak luar.


(46)

Dengan begitu orang lain menjadi tahu keberadaan produksi mereka dan mengakui bahwa usaha mereka ada dan mampu dijadikan salah satu sumber matapencaharian bagi mereka. Meskipun pada akhirnya keikutsertaan tersebut menjadikan masalah tersendiri diantara pemilik usaha tetapi usaha mereka sudah memiliki nama diluar Desa.

5.2Strategi: Mengikuti Kegiatan Pemerintah

Usaha produksi mie rajang ini telah mendapat perhatian dari pihak pemerintahan. Pemerintah sudah ikut berpartisipasi dalam memajukan usaha yang dimiliki oleh masyarakat di Pegajahan ini. Pemerintah sebagai pihak yang seharusnya mendukung dan memberikan kemudahan bagi pemilik usaha kecil menengah telah memberikan apa yang seharusnya diberikan oleh mereka. Pemerintah yang langsung mengurusi para pemilik usaha adalah pihak kelurahan Desa Pegajahan.

Hal yang telah dilakukan oleh pemerintah ada dua macam, yang pertama adalah memberikan pelatihan kepada pemilik usaha untuk meningkatkan mutu hasil produksi. Pelatihan yang diberikan beberapa kali oleh mereka dilakukan di Kantor kecamatan Pegajahan yang letaknya di Dusun II Pegajahan. Pelatihan yang diberikan kepada pemilik usaha dilakukan dengan metode ceramah. Materi yang disampaikan berusaha kebersihan, mutu hasil produksi menginovasikan usaha, dan membuat makanan yang lain untuk bisa dijadikan usaha. Pelatihan ini sering dilakukan, dalam dua bulan minimal ada sekali pelatihan. Pihak yang mengadakan pelatihan adalah ibu PKK (pembinaan kesejahteraan keluarga) Desa Pegajahan. Ibu PKK bekerja sama dengan pihak lain untuk memberikan pelatihan


(47)

kepada warga Desa secara umum dan juga para pemilik usaha secara khusus. Pihak-pihak yang pernah memberikan pelatihan adalah Dinas Pariwisata, Dinas Kependudukan, PKK dari kabupaten maupun kecamatan, dan PKK Desa Pegajahan. Peserta yang mengikuti kegiatan pelatihan mendapatkan pengetahuan baru, namun tidak semua peserta menerapkan dalam usahanya. Alasan mereka tidak menerapkan apa yang diajarkan karena kesusahan yang mereka peroleh. Contoh pengajaran yang mereka peroleh namun tidak mereka terapkan adalah dibuatnya tempat yang tinggi untuk tempat penjemuran mie rajang. Tempat yang tinggi diharapkan dapat menjaga kebersihan mie. Namun karena keterbatasan lokasi penjemuran dan kesusahan membuat tempat penjemuran membuat mereka tidak menerapkannya.

Selain memberikan pelatihan kepada pemilik usaha pemerintah juga memberikan peralatan kepada pemilik usaha. Namun bantuan yang diberikan tersebut tidak semua pemilik usaha mendapatkannya. Hanya beberapa orang saja yang mendapatkan bantuan tersebut. Sementara yang lainnya tidak mendapatkan apa-apa. Pemberian bantuan ini digerakkan oleh PKK sehingga siapa yang mendapatkannya tergantung kepada PKK. Tidak jelas apa dasar PKK untuk memberikan bantuan kepada pemilik usaha, hanya saja bila dilihat dari kenyataan yang ada pihak yang mendapatkan bantuan adalah pemilik usaha yang aktif mengikuti kegiatan yang diadakan PKK serta orang yang dikenal oleh ibu PKK tersebut.. Namun dalam prosesnya PKK membuat kelompok usaha yang terdiri dari 10 orang dengan mengumpulkan potocopy KTP orang yang menjadi anggota. Anggota ini dibuat hanya sebagai formalitas saja. Bahkan mereka yang menjadi


(48)

anggota bukanlah seorang pemilik usaha olahan ubi kayu. Bantuan yang diberikan oleh pemerintah tersebut yaitu berupa peralatan seperti mesin penggiling serta ampia. Bantuan tersebut diharapkan dapat bermanfaat bagi pemilik usaha dalam memajukan usaha mereka. Meskipun pada kenyataannya mesin yang mereka peroleh tidak mereka gunakan karena mereka perlu memperbaiki terlebih dahulu agar bisa digunakan seperti apa yang diharapkan. Bantuan yang terakhir kali diberikan dari pemerintah yaitu bantuan mesin penggiling kepada ibu Jaliah pada Oktober 2015.

5.3Keterbukaan: Mendapat Perhatian dari Pihak Akademisi

Kabar mengenai banyaknya rumah produksi pengolahan ubi kayu sempat dikabarkan di media elektronik seperti tv dan radio juga media cetak (Batak Post). Munculnya mereka di media membuat pihak akademisi banyak yang tertarik untuk belajar bagaimana prosesnya, atau meneliti. Pihak akademisi yang saya maksud adalah mahasiswa serta dosen yang datang kesana untuk melihat secara langsung pengolahan ubi kayu. Kegiatan para mahasiswa yang pernah dilakukan di Desa Pegajahan yaitu, praktek kerja lapangan, meneliti dengan tujuan untuk skripsi, membuat program pengembangan masyarakat serta membuat penyuluhan dengan tema-tema tertentu. Banyaknya perhatian dari orang lain disambut baik oleh pemilik usaha, mereka menerima dan ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan. Dengan sambutan baik yang dilakukan oleh pemilik usaha sedikitbanyaknya memberikan dampak positif bagi mereka. Manfaat yang mereka terima yaitu adanya ilmu baru yang mereka peroleh, mengetahui bagaimana pasar mereka (mahasiswa memberitahu bagaimana produk mereka dipasar dan apa yang


(49)

diharapkan oleh konsumen), mendapat alat baru (mahasiswa yang PKL membuat mesin baru bagi mereka sebagai hasil dari PKL mereka). Selain itu mereka juga memperoleh rezeki tambahan dari tamu yang tinggal dan menetap dirumah pemilik usaha karena tamu tentu membayar uang tempat tinggal dan uang makan.

Perhatian bidang akademisi ini bukan hanya untuk menguntungkan kepentingan mereka saja. Namun mereka memberikan bantuan kepada pemilik usaha untuk bisa dijadikan tambahan alat bagi pemilik usaha. Namun keluhan yang sering saya dengar adalah, para akademisi terkadang memberikan peralatan yang tidak dibutuhkan oleh mereka. Mereka memberikan alat baru kepada pengolah untuk bisa menggantikan mesin produksi yang lama, atau mengganti proses yang selalu mereka lakukan dengan menggunakan peralatan yang mereka berikan.

Menurut pemilik usaha, alat yang diberikan oleh para akademisi justru tidak bisa mereka manfaatkan sebagaimana yang diharapkan oleh mereka yang memberi peralatan tersebut. Pemilik usaha telah terbiasa dengan proses produksi yang mereka laksanakan, mereka sulit menggunakan alat yang diberikan karena merasa alat itu tidak bisa secara sempurna mengganti proses yang mereka jalani. Salah satu alat yang tidak tepat guna menurut pemilik usaha adalah diberikannya oven besar (mereka menyebutnya dengan oven raksasa) yang bisa digunakan untuk mengeringkan ubi yang telah diolah. Oven tersebut diharapkan mampu mengganti proses penjemuran yang bergantung dengan matahari. Mereka justru keberatan untuk menggunakan oven tersebut dikarenakan menurut mereka memproduksi ubi dalam jumlah besar apabila dikeringkan dengan menggunakan


(50)

oven akan sangat merepotkan. Selain itu oven juga memerlukan gas atau listrik untuk dapat bekerja. Sedangkan mereka sangat menghemat biaya keluar untuk menekan pengeluaran. Pemilik usaha dalam hal ini tidak pernah mengundang pihak akademisi untuk datang dan belajar di sana. Pihak akademisi datang dengan sendirinya, mereka datang dan mengungkapkan tujuan mereka kepada pemilik usaha. Kebanyakan dari mereka mewawancarai pemilik usaha mengenai bagaimana cara memproduksi mie rajang. Sebagian dari mereka memberikan iming-iming untuk memberikan bantuan kepada mereka. Baik itu bantuan untuk memperbaiki alat, atau memberi peralatan yang baru. Dari sekian banyak mereka yang memberikan iming-iming hanya sebagian kecil saja yang benar-benar datang dan menepati janji mereka. Mereka datang dalam kurun waktu yang lama, bahkan pemilik usaha sudah tidak lagi mengenali mereka. Selain mereka yang memberikan bantuan ada pula sebagian dari mereka yang datang untuk meneliti kinerja mereka. Dari berbagai macam bidang mereka teliti, ada yang meneliti bagian kebersihannya, keuangannya, bahkan teknologi yang digunakan. Sempat ada beberapa mahasiswa yang melakukan praktek kerja lapangan dan mereka membuatkan mesin penggilingan baru dengan teknologi yang baru dari mereka.

Banyaknya pihak yang memberikan perhatian kepada usaha pengolahan ubi khususnya pengolahan mie rajang ini sedikit banyaknya telah memberikan pengaruh yang baik bagi mereka. Pemilik usaha bisa mendapatkan bantuan serta memperoleh ilmu. Pihak yang lain juga mampu mendapatkan manfaat dari keberadaan usaha ini, sehingga masing-masing pihak memperoleh manfaat dari kegiatan pengolahan ubi kayu tersebut.


(51)

BAB VI

TIDAK MENGEKSPLOITASI PEKERJA

6.1 Keharmonisan Hubungan Kerja Dengan Pemilik Sebagai Perwujudan Kenyamanan Dalam Bekerja

Eksploitasi merupakan logika kapitalis dalam meningkatkan keuntungan atau modal(Renton, 2009). Logika kapitalis lanjut renton adalah seperti adanya kepemilikan tanah yang menyebabkan kemunculan proletariat atau buruh yang dikuasai oleh pemilik tanah atau borjuis. Dalam kapitalisme ada dua hal yang perlu dipahami untuk mengerti bagaimana eksploitasi ini berlangsung. Pertama adalah kapitalis21 dan ploretariat22. Kapital bisa berkembang dengan mengeksploitasi proletariat23.

Dalam sistem ekonomi seperti dijelaskan diatas pengeksploitasian pekerja, pengerahan tenaga dan waktu dari pekerja sangat diatur dengan ketat. Kesemua aturan waktu, tenaga, dan pikiran dilakukan untuk memenuhi target kerja. Seperti dikatakan oleh Renton (2009) bahwa kaum kapital memiliki kecenderungan untuk memperpanjang jam kerja sepanjang yang dimungkinkan oleh fisik pekerja untuk menaikkan surplus dari tenaga kerja dan juga laba yang diperoleh darinya. Target

21

Kapitalis adalah orang-orang yang memiliki alat-alat produksi (lihat Renton, 2009: 209-211 dan Darmawan, Fazar Sandi. 2011.Teori Karl Marx Dalam Realita Kehidupan. Didalam

http://didanel.wordpress.com/2011/06/24/teori-karl-marx-dalam-realita-kehidupan/(diakses)

22 Ploretariat adalah para pekerja yang menjual kerja mereka dan tidak memiliki alat-alat produksi sendiri (lihat lihat Renton, 2009: 33-52 dan Darmawan, Fazar Sandi. 2011.Teori Karl Marx Dalam Realita Kehidupan. Didalam http://didanel.wordpress.com/2011/06/24/teori-karl-marx-dalam-realita-kehidupan/(diakses)

23


(52)

kerja para pelaku ekonomi yang mengeksploitasi pekerja yaitu untuk meraup untung sebanyak-banyaknya sehingga produksi diusahakan sebisa mungkin agar tidak berhenti. Perekonomian yang mengeksploitasi pekerja contohnya adalah sistem industri pabrik karet. Dalam industri pabrik karet, pabrik tetap berproduksi selama 24 jam. Sistem tubuh manusia yang tidak bisa digunakan untuk bekerja selama 24 jam membuat industri membagi waktu kerja dalam beberapa shift.Jadi pekerja yang bekerja akan tetap ada selama 24 jam dengan sistem pergantian pekerja dalam tiap shift24.

Dalam ekonomi ubi sistem ekonomi yang terjadi memiliki perbedaan dengan konsep eksploitasi. Moral ekonomi yang terbentuk dari para pelaku usaha di pengoalahan mie rajang yaitu adanya pola ekonomi yang bukan eksploitasi. Pola yang terbentuk diantara pelaku ekonomi bukan untuk mempergunakan tenaga pekerja maupun waktu pekerja untuk memenuhi target keuntungan yang mereka inginkan. Penggunaan tenaga para pekerja yang mereka lakukan tidak membuat pekerja tereksploitasi, karena target kerja yang mereka lakukan bukan untuk memenuhi nafsu mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Dengan sistem kerja yang tidak mengeksploitasi pekerja maka hubungan yang terjalin diantara pelaku usaha baik. Mereka memiliki banyak waktu selain bekerja untuk membangun relasi diantara mereka. Dalam ilmu kesehatan fisik yang terlalu letih akan membuat pikiran menjadi letih pula. Makadari itu pekerja yang tidak keletihan secara terus menerus akan memberikan pemikiran yang baik

24


(53)

sehingga mereka baik pula dalam berkomunikasi. Begitulah yang terjadi dalam ekonomi ubi ini.

6.1.1 Pekerja Tetap Namun Tidak Terikat

Dalam setiap usaha pasti ada aturan yang diberlakukan antara si-pemilik usaha dengan pekerjanya. Aturan yang dibuat tersebut diberlakukan dengan tujuan agar tidak ada kesimpangsiuran dalam menjalankan kewajiban dan memperoleh hak yang semestinya didapat oleh pekerja dan pemilik usaha. Dalam usaha yang umum ada yang membuat perjanjian khusus dengan pekerja dan menentukan apakah pekerja akan terikat dengan usaha tersebut atau tidak. Pekerja yang tetap25 biasanya diterapkan oleh perusahaan maupun indutri besar atau usaha kecil yang dilakukan untuk menentukan siapa saja yang akan bertanggungjawab untuk menyelesaikan satu bidang pekerjaan untuk waktu yang lama. Sementara itu disisi lain ada perusahaan maupun industri atau usaha kecil yang mempergunakan pekerja yang tidak tetap/ pekerja lepas26. Pekerja yang bekerja di industri kerap berganti dan tidak tetap siapakah orangnya, asalkan pekerjaan siap dan beres. Tentu ada kerugian serta keuntungan dari ke-dua sistem penentuan pekerja tersebut. Untuk pekerja yang tetap maka pekerja tidak diperkenankan bekerja ditempat lain namun perusahaan dapat memenuhi kebutuhan pekerja, baik itu

25

Berdasarkan Undang-Undang No 13 Tahun 2003: Pekerja tetap adalah pekerja yang memiliki perjanjian kerja dengan pengusaha untuk jangka waktu tertentu. (Sugiarto.2014.Peraturan Kerja Harian Lepas atau Karyawan Lepas didalam artonang.blogspot.co.id (diakses pada 28 April 2016, 12:15 wib)

26

Berdasarkan Undang-Undang No 13 Tahun 2003: Pekerja lepas adalah pekerja yang hanya menerima penghasilan apabila pekerja yang bersangkutan berkerja, berdasarkan jumlah hari kerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang diselesaikan. (Sugiarto.2014.Peraturan Kerja Harian Lepas atau Karyawan Lepas didalam artonang.blogspot.co.id (diakses pada 28 April 2016,


(54)

sandang, pangan dan papan. Dalam konsep pekerja lepas tidak ada jaminan yang mereka terima dan tidak ada larangan untuk tidak bekerja lagi di perusahaan tersebut.

Dalam hal ini pekerja yang bekerja dalam pengolahan mie rajang di Desa Pegajahan Dusun II termasuk ke dalam sistem pekerja tetap. Pekerja yang digunakan oleh pemilik usaha merupakan pekerja yang tetap dalam arti pekerja yang bekerja dengan pemilik usaha merupakan orang yang itu-itu saja dan tidak berganti. Pekerjaan yang dilakukan oleh mereka juga itu-itu saja. Namun pekerja tidak memperoleh jaminan apapun dari pekerjaan itu. Mereka hanya memperoleh gaji yang sesuai dengan pekerja saja.

Pekerja memang tidak mendapatkan jaminan lain, namun pemilik usaha tidak membatasi pekerja untuk tidak bekerja di tempat lain. Pekerja diperbolehkan untuk bekerja di tempat usaha yang lain setelah mereka selesai bekerja di tempat pemilik usaha. Untuk itu pekerja yang bekerja di industri pengolahan mie rajang ini tidak hanya bekerja di satu tempat saja. Mereka mampu bekerja di dua atau tiga tempat. Selain itu pemilik usaha juga tidak memberikan kewajiban untuk selalu datang dan bekerja di tempat usahanya. Pemilik usaha memberikan kebebasan kepada pekerjanya apakah mau bekerja atau tidak. Hal tersebut dilakukan oleh pemilik usaha kepada semua pekerjanya.

Kebebasan yang diberikan oleh pemilik usaha kepada pekerja membuat pekerja merasa tidak khawatir untuk bekerja di tempat lain. Satu hal yang menarik adalah pekerja diperbolehkan oleh pemilik usaha untuk tidak bekerja dengannya dan bekerja ditempat lain. Jadi pekerja libur di tempat pemilik usaha dan bekerja


(55)

di tempat lain. Misalnya yang dilakukan oleh Buk Muliani, pekerja Pak Tupon yang bekerja sebagai pencetak/peletrek. Ketika musim tanam tiba, Buk Muliani sering izin tidak bekerja karena Ia ingin bekerja sebagai buruh tanam padi di sawah orang. Buk Muliani melakukan hal tersebut karena gaji menanam lebih besar dari gaji mencetak opak ubi. Pak Tupon yang mengetahui hal tersebut tidak melarang Buk Muliani untuk tidak masuk kerja. Ia membiarkan Buk Muliani bekerja nanam padi.

“Kami gak pernah melarang Buk Muliani untuk kerja nanem,

namanya Dia mau punya gaji yang banyak, mungkin kebutuhannya lagi banyak, kan kasian kalau saya larang. Lagian pun kalau saya larang nanti malah gak mau kerja lagi disini. Kan repot cari penggantinya, udah cocok sama Buk Mul. Masak kami larang dia cari uang sih, kalau Buk Mul libur ya kan kami bisa kerjain sendiri

kalau gk ya cari serepnya dulu untuk sementara” (Pak Tupon, 42

Tahun : 12/03/2016 (11:15))

Bekerja sebagai pencetak dalam sehari Buk Mul akan memperoleh gaji paling banyak Rp. 40.000. Sedangkan untuk bekerja menanam Buk Mul bisa mendapat gaji kurang lebih Rp. 100.000. Meskipun beban kerja menanam lebih melelahkan daripada mencetak tetapi hasil yang diperoleh cukup banyak. Maka dari itu Buk Mul akan memilih menanam ketika ada tawaran menanam padi.

Dengan kenyataan seperti itu lah saya menyimpulkan bahwa pekerja yang dipekerjakan oleh pemilik usaha merupakan pekerja yang tetap namun tidak terikat. Keadaan tersebut menjadikan hubungan yang terjalin diantara mereka baik. Saling menghargai membuat mereka berhubungan secara harmonis.


(56)

6.1.2 Servis Yang di Berikan Pemilik Usaha

Pemilik usaha memang tidak bisa memberikan jaminan kepada pekerjanya, karena usaha yang mereka lakukan merupakan usaha kecil. Namun cukup membantu para tetangganya yang bekerja dengan mereka27. Gaji yang mereka berikan juga tidak banyak tetapi mampu membantu perekonomian tetangga, setidaknya untuk membeli sayur mayur setiap harinya.

Proses bekerja yang dilakukan dimulai dari pagi hari hingga siang hari. Pekerjaan yang monoton membuat pekerja dan pemilik usaha berusaha untuk membuat keseruan dalam bekerja. Salah satu yang mereka lakukan yaitu berbincang-bincang. Mereka selalu berbincang sepanjang bekerja, ada saja kelucuan yang terjadi ketika berbincang. Tema perbincangan mereka bisa apa saja, tergantung dari isu apa yang lagi booming diperbincangkan banyak orang.

Pemilik usaha juga berusaha supaya pekerja dan dirinya sendiri bekerja dengan hati yang bahagia, untuk itu pemilik usaha menyediakan radio. Seperti apa yang dilakukan oleh Pak Tupon, Ia selalu menghidupkan radio ketika ada proses bekerja. Pada dasarnya pak Tupon memang hobby mendengarkan musik. Hal tersebut Ia tularkan kepada pekerja nya. Musik yang selalu mereka dengarkan adalah musik dangdut, karo, minang dan melayu. Musik yang mereka dengarkan sebenarnya tergantung dari apa yang di putar oleh penyiar radio. Namun mereka suka mendengarkan musik-musik itu sambil mendendangkannya ketika mereka sedang bekerja.

27


(57)

Selain mendengarkan musik, pemilik usaha juga memberikan makanan serta minuman sebagai teman bekerja mereka. Makanan dan minuman sama pentingnya dengan mendengarkan musik. Bekerja beberapa jam pasti kehausan, dan mungkin lapar karena belum sarapan. Pemilik usaha memberikan makanan ringan dan minuman untuk menyenangkan pekerjanya. Pemilik usaha juga tidak ingin pekerjanya merasa tidak nyaman bekerja dengan mereka. Memberikan makanan dan minuman merupakan salah satu upaya untuk membuat orang yang bekerja dengan mereka merasa nyaman dan senang28.

Makanan yang diberikan berubah-ubah, terkadang roti, kue basah, buah-buahan, atau nasi serta lauknya. Biasanya ketika pemiik usaha memasak makanan enak29 maka pemilik usaha akan memberikan sarapan atau makan siang kepada pekerja. Minuman yang diberikan juga tergantung kepada situasi ketika bekerja, kalau kondisi panas maka pemilik usaha membuatkan minuman dingin untuk pekerja, namun bila tidak panas biasanya pemilik usaha menyediakan teh manis.

Pekerja juga sering meminta ubi kayu untuk mereka olah dirumah, pemilik usaha tidak melarang pekerja untuk membawa ubi kayu, bahkan pemilik usaha menawarkan kepada pekerja untuk membawa ubi kayu kerumah agar bisa diolah menjadi makanan. Pekerja juga diperbolehkan membawa mie rajang yang sudah jadi, namun tidak boleh banyak-banyak. Hal yang satu ini juga tidak kalah menarik, pemilik usaha sering memberikan makanan kepada pekerja untuk dibawa pulang, misalnya pemilik usaha lagi panen pepaya, kalau ada banyak

28

Berdasarkan pengakuan Buk Santi sebagai pemilik usaha 29


(1)

d. Penelitian Sosial Ekonomi Masyarakat di Batu Bara pada tahun 2015 e. Penelitian Sosial Ekonomi Masyarakat di kota Tebing Tinggi pada tahun

2015

f. Berwirausaha dengan membuat es lilin bernama es isap-isap pada tahun 2013-2014

g. Tim SITUNG PILKADA 2015 di Kantor KPU Medan h. Tim Pengawas Ujian SBMPTN tahun 2015


(2)

Kata Pengantar

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis. Berkat karuniaNya pula penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Ekonomi Moral dalam Usaha Ubi Kayu Orang Jawa di Pegajahan.

Judul Skripsi ini yaitu “Ekonomi Moral dalam Usaha Ubi Kayu Orang Jawa

di Pegajahan”. Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Pegajahan tepatnya di tiga Desa yaitu Desa Pegajahan, Desa Bingkat, dan Desa Sukasari namun lebih dikhususkan di Desa Pegajahan Dusun II. Skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk menyelesaikan studi di Departemen Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan mendapatkan gelar Sarjana Sosial (S.Sos).

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dengan tujuan untuk menyempurnakan skripsi ini. Tidak lupa pula harapan dari penulis supaya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan juga khususnya bagi penulis sendiri.

Medan, Mei 2016 Penulis


(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN

Halaman

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH... iii

RIWAYAT SINGKAT PENULIS ... vi

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tinjauan Pustaka ... 5

1.3. Rumusan Masalah ... 16

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 16

1.4.1. Tujuan Penelitian ... 16

1.4.2. Manfaat Penelitian ... 17

1.5. Metode Penelitian... 17

1.6. Pengalaman Lapangan ... 23

BAB II. GAMBARAN UMUM ... 30

2.1. Kondisi Fisik, Sosial dan Keagamaan Desa Pegajahan ... 30

2.2. Pengolahan Ubi Kayu di Pegajahan ... 36

2.2.1. Pengolah Ubi Kayu Di Pegajahan ... 36

2.2.2. Zona-Zona Hasil Olahan Ubi Kayu ... 39

2.2.3. Sejarah Mie Rajang di Dusun II Desa Pegajahan ... 43

2.2.4. Pentingnya Ubi Kayu Pada Masyarakat Pegajahan ... 47


(4)

2.3.1 Identitas Ke-Jawa-an pada orang Jawa di Dusun II ... 51

2.3.2 Konsep Kerabat ... 54

2.3.3. Konsep SeDesa... 55

BAB III. MIE RAJANG DAN MATA PENCAHARIAN PENDUDUK DESA ... 58

3.1. Proses Produksi Mie Rajang ... 58

3.2. Spesialisasi Pekerjaan yang Terbentuk ... 64

3.2.1. Agen Ubi Kayu ... 64

3.2.2. Pengupas Ubi Kayu ... 68

3.2.3. Pencetak (Peletrek)... 71

3.2.4. Penjemur ... 73

3.2.5. Agen Mie ... 76

3.2.6. Tengkulak ... 80

BAB IV. PEMILIK USAHA MIE RAJANG ... 84

4.1. Modal Usaha ... 84

4.2. Konsep untung rugi ... 85

4.3. Pemilik Usaha ... 87

4.3.1. Pak Tupon Dan Buk Lasmiem ... 87

4.3.2. Pak Karja dan Buk Santi ... 90

BAB V. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA DAN KETERBUKAAN PEMILIK USAHA ... 93

5.1. Strategi: Mengikuti Beberapa Perlombaan Usaha Kecil Menengah ... 93

5.2. Strategi: Mengikuti Kegiatan Pemerintah ... 95

5.3. Keterbukaan: Mendapat Perhatian dari Pihak Akademisi ... 97

BAB VI. TIDAK MENGEKSPLOITASI PEKERJA ... 100

6.1. Keharmonisan Hubungan Kerja Dengan Pemilik Sebagai Perwujudan Kenyamanan Dalam Bekerja ... 100


(5)

6.1.1. Pekerja Tetap Namun Tidak Terikat ... 102

6.1.2. Servis Yang di Berikan Pemilik Usaha ... 104

6.1.3. Kebebasan Berpendapat ... 107

6.2. Bekerja Atas Dasar “Rasa Iba” ... 109

6.2.1. Penentuan Gaji Pekerja ... 109

6.2.2. Penentuan Jam Kerja ... 110

BAB VII. TIDAK NGOYO DALAM BEKERJA ... 113

7.1. Waktu Kerja Semaunya Saja ... 113

7.1.1. Libur: Berhenti Kalau Sudah Capek ... 113

7.1.2. Libur: Kewajiban untuk rewang dan wirid ... 115

7.2. Tidak Merasa Rugi ... 117

7.3. Tidak Mengejar kekayaan ... 118

7.3.1. Orang Kaya Adalah Orang Yang Mempunyai Mobil dan Mampu Naik Haji ... 118

7.3.2 Target Dalam Bekerja ... 119

7.3.3 Lebaran Menjadi Waktu yang Penting ... 120

BAB VIII. BEKERJASAMA ... 122

8.1. Pemilik Usaha Lain Bukan Sebagai Saingan ... 122

8.2. Diskusi Harga Dengan Sesama Pengusaha Untuk Menghimpun Kekuatan 123 8.3. Tolong Menolong Untuk Memelihara Hubungan Baik ... 127

BAB IX. PENUTUP ... 131

9.1. Kesimpulan ... 131

9.2. Saran ... 132

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Data Informan


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 : Diagram jumlah penduduk berdasarkan agama 34 Gambar 2.2 : Bagan jenis-jenis pekerjaan seputar ubi kayu 51 Gambar 2.3 : Diagram jumlah penduduk berdasarkan suku bangsa 53

Gambar 3.1 : Proses mengupas ubi kayu 63

Gambar 3.2 : Proses mengampia 63

Gambar 3.3 : Proses mencetak 64

Gambar 3.4 : Proses mengukus 64