Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Judgement dengan Task Complexity Sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

LANDASAN TEORI
2.1.1 Teori Motivasi
Menurut Siegel dan Marconi (1989) motivasi merupakan “kunci
untuk memulai, mengendalikan, mempertahankan dan mengarahkan
perilaku”.

Motivasi

adalah

konsep

penting

bagi

auditor


dalam

menjalankan tugas audit. Seorang auditor harus mempunyai motivasi
dalam dirinya untuk mencapai tujuan organisasi dan tujuan audit yang
baik. Auditor yang memiliki motivasi dalam dirinya tidak akan
terpengaruh oleh berbagai masalah atau faktor – faktor yang ada, baik dari
internal maupun eksternal, seperti : perbedaan gender di antara satu
dengan yang lainnya, tekanan ketaatan, maupun struktur tugas yang
kompleks sekalipun dalam melakukan audit dan menghasilkan suatu
judgement yang relevan. Auditor dengan motivasi yang tinggi juga akan
menjaga kredibilitas dan profesionalisme dalam bekerja.
Motivasi dapat berasal dari dua sumber, yaitu dari dalam diri
sendiri maupun dari luar dirinya. Atau dapat juga disebut motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi
internal untuk melakukan sesuatu demi hal itu sendiri (sebuah tujuan itu
sendiri). Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi berasal dari luar

Universitas Sumatera Utara


yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Tujuan dalam hal ini bisa jadi
karena paksaan ataupun penghargaan.
2.1.2 Teori X dan Y
Douglas McGregor mengemukakan adanya dua pandangan
manusia, yaitu teori X dan Y. Teori X (negatif) memiliki locus of control
eksternal dimana mereka pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan,
berusaha menghindarinya dan menghindari tanggung jawab, sehingga
mereka harus dipaksa atau diancam dengan hukuman untuk mencapai
tujuan. Sedangankan individu bertipe Y cenderung memiliki locus of
control

internal

dimana

mereka

menyukai

pekerjaan,


mampu

mengendalikan diri untuk mencapai tujuan, bertanggung jawab, dan
mampu membuat keputusan inovatif.
Jika diproyeksikan kepada auditor, maka auditor dengan teori X ini
cenderung kurang tepat dalam membuat pertimbangan (judgement) jika
dihadapkan pada seuatu masalah atau hal yang kompleks. Akibatnya, tidak
tercapainya sebuah tujuan audit yang baik. Bahkan auditor dengan tipe X
ini cenderung mencari jalan aman jika dihadapkan pada tugas yang rumit,
sehingga adanya kemungkinan auditor akan berperilaku disfungsional
dalam membuat pertimbangan.
Berbeda dengan tipe X, auditor dengan teori Y dapat bertanggung
jawab atas tugasnya dan tetap bersikap profesional dalam menjalankan
tugas audit. Auditor dengan tipe ini tidak akan terpengaruh meskipun ia

Universitas Sumatera Utara

mendapat tekanan ketaatan dan menghadapi tugas audit yang kompleks,
sehingga dapat membuat hasil judgment lebih baik dan tepat. Seorang

auditor dengan tipe Y dalam menjalankan tugasnya sebagai auditor harus
memenuhi standariasi audit, dimana terdapat di dalamnya bahwa seorang
auditor wajib mempertahankan independensi dan kredibilitasnya.
2.1.3 Teori Penetapan Tujuan
Teori penetapan tujuan ditemukan oleh Edwin Locke. Teori ini
menjelaskan hubungan antara tujuan dengan perilaku. Teori ini
menegaskan bahwa niat individu untuk mencapai sebuah tujuan
merupakan sumber motivasi kerja yang utama. Seorang individu yang
dihadapkan dengan tujuan yang sulit, lebih spesifik dan menantang akan
mendorong kinerja yang lebih tinggi dibandingkan tujuan yang tidak jelas
dan lebih mudah. Locke mengungkapkan bahwa terdapat dua kategori
tindakan yang diarahkan oleh tujuan, yaitu: (a) non-consciously goal dan
(b) consciously goal directed atau purposeful actions. Yang mendasari
teori ini adalah kategori yang kedua yaitu consciously goal, dimana dalam
consciously goal, ide-ide berguna untuk mendorong individu untuk
bertindak.
Auditor

yang


memahami

tujuannya

tidak

akan

bersikap

menyimpang ketika mendapat tekanan dari atasan atau suatu entitas yang
diaudit, serta tidak menyimpang jika diberikan tugas yang kompleks.
Memahami tujuan bagi seorang auditor, tentu akan membuat auditor

Universitas Sumatera Utara

melakukan suatu tugas audit yang baik sehingga menghasilkan judgement
yang baik juga. Auditor internal sendiri harus disadarkan bahwa kewajiban
auditor adalah memberikan jasa audit yang professional untuk menilai
sistem pengendalian internal suatu perusahaan, apakah wajar atau tidak,

dan untuk memastikan tercapainya tujuan dan sasaran perusahaan ,
sehingga hasilnya dapat digunakan pihak yang berkepentingan terhadap
laporan hasil audit internal tersebut. Auditor juga harus bekerja sesuai
dengan etika profesi dan standar audit yang berlaku.
2.1.4

Audit Judgement
Audit judgement merupakan aktivitas utama dalam melaksanakan

pekerjaan audit. Haryanto (2012) menyatakan bahwa ketepatan judgment
auditor secara tidak langsung akan mempengaruhi tepat atau tidaknya
keputusan yang akan diambil oleh pihak pemakai informasi (manajer)
yang mengandalkan laporan keuangan auditan sebagai acuannya dalam
pembuatan keputusan.
Menurut Suci dan Indira (2012), audit judgement diperlukan
karena audit tidak dapat dilakukan terhadap seluruh bukti audit. Bukti
inilah yang digunakan untuk menyatakan pendapat atas hasil audit auditor
internal, sehingga dapat dikatakan bahwa pertimbangan audit ikut
menentukan hasil dari pelaksanaan audit. Dimana hasil ini akan
didokumentasikan dalam kertas kerja audit dengan lengkap dan jelas.

Laporan hasil audit internal didukung dari dokumentasi Kertas Kerja

Universitas Sumatera Utara

Audit (KKA) yang telah diperiksa oleh Kepala Satuan Kerja Audit
Internal. Pertimbangan audit sebelum menentukan hasil audit, seorang
auditor akan mengumpulkan bukti yang berasal dari waktu yang berbeda.
Kemudian auditor akan mengintegrasikan informasi dari bukti tersebut.
Karena tidak semua bukti dapat dijadikan acuan, maka auditor akan
mengambil beberapa sampel daripada bukti yang relevan. Oleh karena itu,
maka auditor harus berhati-hati dalam memutuskan karena bukti yang ada
berupa sampling dan resiko audit yang nantinya akan berdampak pada
masa mendatang
Dalam membuat judgement, pertama kali yang dilakukan oleh
auditor adalah persiapan audit. Pelaksanaan audit yang baik harus
disiapkan dengan benar agar tujuan audit dapat dicapai secara efisien. Pada
tahap persiapan audit, wajib memperhatikan penetapan penugasan,
pemberitahuan audit dan penelitian pendahuluan. Berdasarkan hasil
penelitian


pendahuluan

disusun

program

audit

yang

merupakan

dokumentasi prosedur bagi auditor internal dalam mengumpulkan,
menganalisa

dan

menginterpretasikan

serta


mendokumentasikan

informasi selama pelaksanaan audit. Pada tahap pelaksanaan audit
kemudian auditor mengumpulkan bukti – bukti audit yang dibutuhkan
sesuai dengan prosedur audit. Bukti-bukti audit harus mencakup
kecukupan, relevan dan kompeten untuk mendukung penyusunan
kesimpulan dan rekomendasinya. Disini auditor harus menggunakan
pertimbangan yang professional untuk menentukan jenis dan jumlah bukti.

Universitas Sumatera Utara

Setelah itu, auditor membuat hasil audit yang nantinya akan ditulis dalam
laporan tertulis, dimana sesuai dengan standar pelaporan yang berlaku.
2.1.5

Perbedaan Gender
Gender

adalah


perbedaan

dan

fungsi

peran

sosial

yang

dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggunbg jawab laki-laki dan
perempuan, sehingga gender belum tentu sama di tempat berbeda dan
dapat berubah sewaktu-waktu. Sementara seks/kodrat adalah jenis kelamin
yang terdiri dari laki-laki dan perempuan yang telah ditentukan oleh Tuhan
oleh karena itu tidak dapat ditukar/diubah, ketentuan ini berlaaku sejak
dahulu kala, sekarang, dan berlaku selamanya (Nobelius, 2012).
Sebenarnya istilah gender berbeda dengan seks atau jenis kelamin.

Istilah seks atau jenis kelamin lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek
biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam
tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya.
Sedangkan gender lebih banyak berkonsentrasi pada aspek sosial, budaya,
psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya.
Dari pernyataan di atas dapat dijelaskan secara umum bahwa
gender memiliki dua karakteristik, yaitu maskulin dan feminin dan
mempunyai cara yang berbeda dalam menunjukkan minat, kepedulian,
atau dukungan. Dan juga mempunyai cara pandang berbeda dalam
menangkap pesan. Bagi seorang feminin, komunikasi menjadi faktor
utama untuk menjalin hubungan, kedekatan, dan keakraban, sedangkan

Universitas Sumatera Utara

seorang maskulin, komunikasi sangat penting dalam mencapai suatu
tujuan.

Dalam

mengaplikasikan

kepeduliannya,

orang

maskulin

menunjukkannya dengan cara melakukan sesuatu yang konkret terhadap
orang lain. Sedangkan orang feminin selalu menjaga perasaan orang lain
agar tidak terluka. Dari karakteristik tersebut diproyeksikan ke dalam jenis
seks yang ada, dimana sebagian besar laki – laki mempunyai karakter
maskulin, dan feminism diproyeksikan kepada perempuan.
Pada mulanya, teori perbedaan gender hanya ada dua, yakni teori
nurture dan nature. Namun teori – teori tersebut dikembangkan sehingga
muncullah teori lain, seperti teori keseimbangan atau teori equilibrium.
Teori yang berhubungan terhadap perbedaan gender adalah sebagai
berikut:
1. Teori Nurture
Menurut teori nurture, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki
pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga
menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan tersebut
menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan
konstribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Perjuangan untuk persamaan dipelopori oleh orang orang yang
konsen memperjuangkan kesetaraan perempuan dan laki-laki (kaum
feminis) yang cenderung mengejar “kesamaan” atau fifty-fifty yang
kemudian dikenal dengan istilah kesamaan kuantitas (perfect equality).
Perjuangan tersebut sulit dicapai karena berbagai hambatan, baik dari

Universitas Sumatera Utara

nilai agama maupun budaya. Karena itu, aliran nurture melahirkan paham
sosial konflik yang memperjuangkan

kesamaan

proporsional dalam

segala aktivitas masyarakat seperti di tingkatan manajer, menteri, DPR,
partai politik, dan bidang lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut,
dibuatlah program khusus (affirmatif action) demi memberikan peluang
untuk pemberdayaan perempuan yang kadang berakibat timbulnya reaksi
negatif dari kaum laki-laki karena apriori terhadap perjuangan tersebut.
2. Teori Nature
Menurut teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki
adalah kodrat sehingga tidak dapat berubah dan bersifat universal.
Perbedaan biologis ini memberikan indikasi dan implikasi bahwa di antara
kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Baik
perempuan maupun laki-laki, memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan
fungsinya masing-masing. Dalam kehidupan sosial, ada pembagian tugas
(division of labour). Dalam keluarga juga terdapat pembagian tugas.
Keluarga sebagai unit sosial yang memberikan perbedaan peran
antara suami dan istri untuk saling melengkapi dan saling membantu satu
dengan yang lain. Keharmonisan hidup hanya dapat diciptakan bila terjadi
pembagian peran dan tugas yang serasi antara perempuan dan laki-laki,
dan hal ini dimulai sejak dini melalui pola pendidikan dan pengasuhan
anak dalam keluarga. Aliran ini melahirkan paham struktural fungsional
yang menerima perbedaan peran, asal dilakukan secara demokratis dan
dilandasi oleh kesepakatan

(komitmen)

antara

suami-isteri dalam

Universitas Sumatera Utara

keluarga, atau antara perempuan dan laki-laki dalam kehidupan
masyarakat.
3. Teori Equilibrium
Disamping kedua teori tersebut, yakni teori nurture dan nature,
terdapat paham yang dikenal dengan keseimbangan (equilibrium) yang
menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan
antara perempuan dan laki-laki. Pandangan ini mengutarakan bahwa
keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa. Karena itu,
penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan masalah
kontekstual (yang ada pada tempat dan waktu tertentu) dan situasional
(sesuai situasi/keadaan), bukan berdasarkan perhitungan secara matematis
(jumlah/quota) dan tidak bersifat universal.
Teori psikologi keperilakuan menjelaskan perbedaan antara lakilaki dan perempuan berdasarkan risk aversion dan selectivity hypothesis.
Dimana, perempuan dikatakan lebih menghindari risiko (risk averse) dan
memproses informasi secara lebih komprehensif (selectivity hypothesis)
dibandingkan dengan laki-laki. Risk aversion dan selectivity hypothesis
seringkali digunakan untuk menjadi landasan teori riset-riset di bidang
akuntansi yang menguji gender sebagai variabel independen
2.1.6

Performance Incentives
Perusahaan

dalam

menjalankan

operasi

usahanya

pasti

membutuhkan tenaga kerja. Tenaga kerja yang dimiliki perusahaan pasti

Universitas Sumatera Utara

mempunyai target produktivitas yang ditentukan oleh perusahaan. Ada
kalanya seorang tenaga kerja merasa jenuh akan target atau pekerjaan yang
ditanggung jawabkannya. Oleh karena itu, perusahaan memberi insentif
kepada karyawannya. Insentif ini diberikan kepada karyawan agar
karyawan semakin tekun dan giat dalam bekerja, sehingga diharapkan
bahwa karyawan senang untuk bekerja di sebuah perusahaan tersebut.
Tetapi tidak hanya cukup untuk bekerja dengan rajin, insentif ini bertujuan
agar karyawan terpacu untuk mencapai target yang ditentukan dengan
iming – iming mendapat feedback yang menggiurkan dari perusahaan.
Begitu pula di dalam penugasan audit, seorang auditor dalam kinerjanya
seyogyanya membutuhkan suatu insentif dengan harapan akan membuat
auditor tersebut giat dalam bekerja dan menghasilkan suatu pertimbangan
yang baik.
Hal itu sesuai dengan teori motivasi yang ada, dimana motivasi
seseorang berasal dari intrinsik dan ekstrinsik. Dalam hal ini, insentif
kinerja yang diberikan oleh perusahaan termasuk dalam kategori
ekstrinsik. Ada yang berupa paksaan dan ada juga yang berupa
penghargaan. Insentif dapat memotivasi seseorang untuk memberikan
kontribusi yang tinggi, karena mereka percaya bahwa kontribusi yang
tinggi membuat suatu penilaian yang baik terhadap seseorang tersebut dan
akan mendapatkan penghargaan yang sesuai.
Menurut

Hasibuan

(2009)

mengemukakan

bahwa

insentif

adalah “tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu

Universitas Sumatera Utara

yang prestasinya di atas prestasi standar ”. Insentif ini merupakan alat
yang dipergunakan mendukung prinsip adil dalam pemberian kompensasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa performance
incentives adalah suatu kompensasi tambahan yang diberikan kepada
tenaga kerja, baik berbentuk material, maupun non-material, sebagai
bentuk apresiasi terhadap prestasi kerja karena sudah mencapai target
tertentu yang ditetapkan oleh suatu perusahaan.

2.1.7

Obedience Pressure (Tekanan Ketaatan)
Mangkunegara (2005:29) menyatakan tekanan ketaatan
adalah “suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya
ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi,
proses berpikir dan kondisi seorang karyawan, dalam hal ini
tekanan tersebut disebabkan oleh lingkungan pekerjaan tempatnya
bekerja”. Indikator tekanan ketaatan menurut Mangkunegara
(2005:30), ada dua macam tekanan ketaatan, diantaranya yaitu
perintah dari atasan (kepala Audit Internal) dan keinginan klien
untuk menyimpang dari standar professional auditor.
Dasar teoritikal dari teori obedience menyatakan bahwa
instruksi atasan dalam suatu organisasi mempengaruhi perilaku
bawahan karena atasan memiliki otoritas. Pengaruh spesifik dari
penerapan otoritas yang tidak tepat barangkali tergantung pada

Universitas Sumatera Utara

penilaian

individual

atas

potensi

cost

benefit

dan

yang

berhubungan dengan respon mereka.
Tekanan ketaatan akan semakin rumit jika auditor
dihadapkan dalam suatu konflik, dimana dia tentunya selaku
auditor akan menjaga independensi dan kredibilitas mereka dalam
memberikan

pendapat

mengenai

kewajaran

dalam

sistem

pengendalian internal suatu perusahaan, akan tetapi di sisi lain,
auditor harus memenuhi tuntutan suatu entitas, agar entitas tersebut
puas dengan kinerja auditor. Tentunya hal ini akan mengganggu
auditor dalam membuat suatu pertimbangan. Pertimbangan yang
buruk akan menyebabkan hasil audit yang tidak benar. Hal tersebut
akan merugikan bagi siapa saja yang berkepentingan terhadap
laporan hasil audit tersebut. Faktor – faktor yang mempengaruhi
kredibilitas dari auditor diragukan antara lain ketidakindependenan
auditor, kegagalan dalam mendeteksi kecurangan pada financial
statement, hasil daripada laporan yang tidak kredibel.
Milgram (1974), dalam teorinya menyatakan bawahan yang
mengalami tekanan ketaatan dari atasan akan mengalami
perubahan psikologis dari seorang yang berperilaku autonomis
menjadi perilaku agen. Perubahan perilaku ini terjadi karena
bawahan tersebut merasa menjadi agen dari sumber kekuasaan, dan
dirinya terlepas dari tanggung jawab atas apa yang dilakukannya.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan teori motivasi X dan Y, seorang individu yang
mendapat tekanan ketaatan dari atasan maupun entitas yang
diperiksa akan cenderung termasuk dalam tipe X dimana mereka
akan mengambil jalan yang aman dan bersikap disfungsional.
Mereka belum dapat bertindak secara independen dan masih
merasa takut sehingga memilih jalan yang tidak beresiko. Hal ini
tentunya akan mengakibatkan auditor tidak mampu membuat
judgement yang baik dan tepat. Sesuai dengan teori X dan Y,
seseoang yang bertipe X jika dipengaruhi tekanan ketaatan akan
terganggu psikologisnya dalam membuat suatu pertimbangan, dan
berdampak pada hasil audit yang dibuat. Lain halnya dengan
auditor bertipe Y akan tetap menjaga profesionalitasnya dan
independensinya jika ada tekanan yang mengganggu kinerjanya
dalam mengumpulkan suatu bukti audit yang akan dipakai dalam
membuat suatu pertimbangan. Juga dalam teori penetapan
tujuan,yang telah dijelaskan sebelumnya, seseorang bekerja untuk
mencapai tujuan. Seorang auditor yang bekerja dengan memahami
tujuannya tentu tidak akan menyimpang dan bersikap disfungsional
jika mendapat tekanan,karena auditor sadar bahwa hasil auditnya
penting bagi pihak yang membutuhkan.

Universitas Sumatera Utara

2.1.8

Task Complexity
Sanusi (2007) mendefinisikan “kompleksitas tugas sebagai
tugas yang tidak terstruktur, membingungkan dan sulit”.
Chung dan Monroe (2001) mengemukakan argument yang
sama, bahwa kompleksitas tugas dalam pengauditan dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu :
1. Banyaknya informasi yang tidak relevan dalam artian informasi
tersebut tidak konsisten dengan kejadian yang akan diprediksikan.
2. Adanya ambiguitas yang tinggi, yaitu beragamnya outcome
(hasil) yang diharapkan oleh klien dari kegiatan pengauditan.
Dalam penyelesaiannya, auditor tidak jarang dihadapkan
oleh tugas – tugas yang kompleks, berbeda namun saling terkait
satu dengan yang lain. Persepsi yang tidak sama tentang tugas
audit membuat banyak opini tentang pertimbangan auditor yang
dilakukan oleh auditor yang berbeda – beda. Ada yang mengatakan
tugas audit yang diberikan mudah, ada juga yang mengatakan tugas
tersebut begitu sulit dan kompleks.
Restu et al (2000) menyatakan bahwa “kompleksitas
muncul dari ambiguitas dan struktur yang lemah, baik dalam tugastugas utama maupun tugas-tugas lain”. Pada tugas-tugas yang
membingungkan (ambigous) dan tidak terstruktur, alternatif alternatif yang ada tidak dapat diidentifikasi, sehingga data tidak
dapat diperoleh dan outputnya tidak dapat diprediksi.

Universitas Sumatera Utara

Locke et al (1990) menjelaskan bahwa terdapat dua aspek
penyusunan kompleksitas tugas, yaitu tingkat kesulitan tugas dan
struktur tugas. Tingkat kesulitan tugas dalam konteks ini dimana
auditor selalu dihadapkan dengan banyaknya infomasi tentang
tugas tersebut. Struktur tugas terkait dengan kejelasan informasi
(information clarity) yang didapat oleh auditor. Seringkali auditor
kesulitan dalam melakukan suatu pertimbangan dikarenakan
auditor tidak tahu struktur tugas yang akan mereka lakukan.
Kompleksitas tugas menunjukkan tingkat inovasi dan
pertimbangan audit yang diperlukan auditor dalam menyelesaikan
tugas. Kompleksitas tugas yang rendah memerlukan tingkat inovasi
dan pertimbangan audit yang relatif sedikit, tetapi kompleksitas
tugas yang tinggi memerlukan tingkat inovasi dan pertimbangan
yang tinggi (Jiambalvo et al, 1982). Jika auditor dihadapkan pada
suatu tugas dengan kompleksitas yang tinggi auditor akan
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas audit. Hal ini
akan membuat auditor tidak mampu mengintegrasikan informasi
menjadi suatu judgement yang baik.
Menurut Bonner (1994) dalam Jamilah (2007), proses
pengolahan informasi terdiri dari tiga tahapan, yaitu: input, proses,
output. Pada tahap input dan proses, kompleksitas tugas meningkat
seiring bertambahnya faktor petunjuk (cues). Terdapat perbedaan
antara pengertian banyaknya petunjuk yang diadakan (number of

Universitas Sumatera Utara

cues available) dengan banyaknya petunjuk yang terolah (number
of cues processed). Banyaknya petunjuk yang ada, seorang
pembuat keputusan harus berusaha melakukan pemilahan terhadap
petunjukpetunjuk tersebut dan kemudian mengintegrasikannya ke
dalam suatu pendapat. Keputusan bisa diberikan segera bila banyak
petunjuk yang diamati tidak meninggalkan batas-batas kemampuan
dari seorang pembuat keputusan.

2.2 Penelitian Terdahulu
Berikut ini penelitian terdahulu dengan beberapa hasil penelitiannya dapat
dilihat pada tabel 2.1 berikut
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Tahun
Peneliti
Judul
Hasil Penelitian
1
2001 Janne Chung; A Research Note On Hasil Penelitian
Garry S.
the Effects of
menunjukkan bahwa
Monroe
Gender and Task
perbedaan Gender
Complexity On an
berpengaruh signifikan
Audit Judgment
terhadap Audit
Judgement dan akan
berpengaruh
sebaliknya jika
ditambah variabel
Kompleksitas Tugas
sebagai variable
moderating.
2
2001
Hartanto
Analisis pengaruh
Gender tidak
tekanan ketaatan
berpengaruh secara
terhadap judgment
signifikan terhadap
auditor
audit judgment, namun
tekanan ketaatan
berpengaruh secara
signifikan terhadap
audit judgment.

Universitas Sumatera Utara

3

2004

Rahmawati Pengaruh Tekanan
dan
Kepatuhan, Gender,
Setyaningtyas Autoritarian dan
Pertimbangan Moral
Terhadap Judgment
Auditor

Auditor pria dan
wanita memberikan
hasil judgement yang
berbeda di bawah
tekanan kepatuhan.
Pertimbangan moral
juga berpengaruh
signifikan terhadap
audit judgement.
Sedangkan
authoritarian tidak
mempengaruhi auditor
dalam membuat
pertimbangan
(judgement).

4

2006

Zulaikha

Pengaruh Interaksi
Gender,
Kompleksitas Tugas
Dan Pengalaman
Auditor Terhadap
Audit judgment

Peran ganda wanita tidak
berpengaruh secara
signifikan terhadap
akuratnya informasi
yang diproses dalam
menghasilkan
pertimbangan.
Kompleksitas tugas tidak
berpengaruh terhadap
ketepatan judgment.

5

2007

Zuraidah
Mohd Sanusi
; Takiah
Mohd
Iskandar

Audit Judgment
Performance:
Assessing the Effect
of Performance
Incentives, Effort
and Task
Complexity

Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya
pengaruh yang
signifikan antara
insentif kinerja dengan
kinerja pengambilan
keputusan audit. Dan
juga mempunyai
pengaruh yang
signifikan antara usaha
(effort) dengan audit
judgement, akan tetapi
akan berpengaruh
negatif tidak signifikan
jika dibubuhkan
Kompleksitas Tugas
sebagai variabel
moderating.

Universitas Sumatera Utara

6

2010

Prasinta

Pengaruh Gender,
Tekanan Ketaatan,
Dan Kompleksitas
Tugas Terhadap
Audit judgment

7

2010

Nadhiroh

Pengaruh
Kompleksitas
Tugas, Orientasi
Tujuan, dan Self
Efficacy Terhadap
Kinerja Auditor
Dalam Pembuatan
Audit judgment

8

2010

Wijayatri

Pengaruh Tekanan
Ketaatan,
Kompleksitas
Tugas,
Dan Keahlian Audit
Terhadap Audit
Judgment

Fitrianingsih

Pengaruh Gender,
Tekanan Ketaatan,
Kompleksitas Tugas
Terhadap Audit
Judgment

9

2011

Gender, tekanan
ketaatan dan
kompleksitas tugas
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
audit judgement
Kompleksitas tugas,
orientasi tujuan
pembelajaran, dan self
efficacy tidak
berpengaruh secara
signifikan terhadap
kinerja auditor dalam
pembuatan
auditjudgment, tetapi
orientasi
penghindaran-kinerja
berpengaruh secara
negatif dan signifikan
terhadap kinerja
auditor dalam
pembuatan audit
judgment.
Tekanan ketaatan,
kompleksitas tugas,
dan keahlian audit
berpengaruh signifikan
terhadap audit
judgement.
kompleksitas tugas
berpengaruh dominan
terhadap audit
judgement.
Gender, tekanan
ketaatan tidak
berpengaruh terhadap
audit judgment.
Kompleksitas tugas
berpengaruh secara
signifikan terhadap
audit judgment.

Universitas Sumatera Utara

10

2.3

2012

Incentive Contracts
and Time Pressure
on Audit Judgement
Performance

Hua Lee

Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
Incentive Contracts
dan Tekanan waktu
memberikan pengaruh
yang signifikan
terhadap kinerja
pengambilan
keputusan audit/audit
judgement.

Kerangka Konseptual

Task Complexity
(X4)

H4
H5

Perbedaan
Gender (X1)

H6
H1

Incentive
Performance
(X2)
Obedience
Pressure (X3)

Audit Judgement
H2

(Y)

H3

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

Universitas Sumatera Utara

Dalam kerangka konsep perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel
independen dan variabel dependen. Menurut Lubis (2007) kerangka konsep
penelitian adalah “gambaran ringkas, lugas dan bernas mengenai keterkaitan satu
konsep dengan konsep lainnya yang akan diteliti atau menggambarkan pengaruh
atau hubungan antara satu kejadian/fenomena dengan kejadian/fenomena
lainnya”.
Kerangka konseptual penulis dalam penelitian ini adalah audit judgement
sebagai variabel dependen dipengaruhi oleh perbedaan gender, perfomance
incentives, dan obedience pressure (variabel independen) serta task complexity
sebagai variabel moderating. Fakih (1996) mengemukakan bahwa “gender
merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksikan secara sosial maupun kultural”. Perubahan ciri dan sifat-sifat
yang terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat lainnya disebut
konsep gender. Insentif adalah “suatu sarana memotivasi berupa materi, yang
diberikan sebagai suatu perangsang ataupun pendorong dengan sengaja kepada
para pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang besar untuk
meningkatkan produktivitas kerjanya dalam organisasi” (Gorda, 2004:141).
Milgram (1974), dalam teorinya menyatakan bahwa “bawahan yang mengalami
tekanan ketaatan dari atasan akan mengalami perubahan psikologis dari seorang
yang berperilaku autonomis menjadi perilaku agen”. Perubahan perilaku ini
terjadi karena bawahan tersebut merasa menjadi agen dari sumber kekuasaan, dan
dirinya terlepas dari tanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Restu dan
Indriantoro (2000) menyatakan bahwa “kompleksitas muncul dari ambiguitas dan

Universitas Sumatera Utara

struktur yang lemah, baik dalam tugas-tugas utama maupun tugas-tugas lain”.
Pada tugas-tugas yang membingungkan (ambigous) dan tidak terstruktur,
alternatif - alternatif yang ada tidak dapat diidentifikasi, sehingga data tidak dapat
diperoleh dan outputnya tidak dapat diprediksi

2.4

Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka konseptual serta penelitian

terdahulu, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
1. Pengaruh Perbedaan Gender terhadap Audit Judgement
Meyers-Levy (1986) mengembangkan suatu kerangka teoritis untuk
menjelaskan cara pria dan wanita dalam mengelola infomasi. Penelitian ini
disebut juga “selectivity hypothesis”. Perbedaan berbasis gender dalam mengelola
informasi dan mengambil keputusan ini didasarkan pada pendekatan. Pria pada
umumnya tidak menggunakan semua informasi yang ada dalam memecahkan
masalah, juga tidak memproses informasi secara komprehensif. Sementara wanita
dipandang sebagai prosesor informasi yang dapat memproses sebagian besar
masalah dengan rinci. (Meyers-Levy, 1986). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ruegger et al (1992) yang menjelaskan wanita umumnya memiliki
tingkat pertimbangan moral lebih tinggi dibanding pria. Adanya dua karakteristik
yang berbeda antara pria dan wanita membuat kinerja daripada suatu judgement
juga berbeda. Dalam melakukan suatu pertimbangan, pria lebih cenderung
mengumpulkan bukti dan informasi yang lebih sedikit.
H1 : Perbedaan Gender berpengaruh terhadap Audit Judgement

Universitas Sumatera Utara

2. Pengaruh Incentive Performance terhadap Audit Judgement
Berdasarkan pada teori motivasi insentif, motivasi berasal dari dua
sumber, yakni dari diri sendiri (intrinsik) ataupun berasal dari luar (ekstrinsik).
Perfomance incentives merupakan sumber motivasi yang berasal dari ekstrinsik
individu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sanusi et al (2007) menyatakan
bahwa pemberian financial incentive akan berdampak terhadap kinerja dari suatu
auditor, sehingga dapat menghasilkan audit judgement yang akurat. Adanya
insentif juga diperlukan agar seorang auditor loyal dalam bekerja dan diharapkan
menghasilkan judgement yang baik. Menurut Awashi et al (1990) serta Libby et
al (1992) dalam hasil penelitiannya menyatakan tidak adanya pengaruh yang
positif dari insentif berupa financial terhadap kualitas audit judgement. Oleh
karena itu, penulis mengemukakan suatu hipotesa bahwa adanya pengaruh insentif
kinerja (perfomance incentives) dalam membuat suatu audit judgement.
H2 : Incentive Performance berpengaruh terhadap Audit Judgement

3. Pengaruh Obedience Pressure terhadap Audit Judgement
Tekanan ketaatan memiliki peran yang sangat penting dalam membuat
pertimbangan. Pandangan ketaatan pada suatu kekuasaan dikemukakan oleh
Milgram (1974) dimana dalam teorinya dikatakan bahwa “bawahan yang
memiliki tekanan ketaatan akan mengalami perubahan psikologis dari seseorang
yang memiliki perilaku autonomis menjadi perilaku agen”. Perubahan perilaku
tersebut terjadi karena bawahan merasa menjadi agen dari suatu sumber
kekuasaan, dan dirinya terlepas dari tanggung jawab atas apa yang dilakukannya.

Universitas Sumatera Utara

Dalam teori motivasi X dan Y telah dijelaskan bahwa seorang individu yang
mendapat tekanan dari atasannya cenderung orang bertipe X, dimana mereka akan
mengambil

jalan

aman.

Akibatnya

mereka

akan

melakukan

perilaku

disfungsional. Akibatnya, auditor cenderung membuat pertimbangan yang tidak
tepat. Mengenai tekanan ketaatan telah diteliti sebelumnya oleh Jamillah (2007)
dan konsisten dengan hasil penelitian Hartanto (1999) yang menyatakan bahwa
tekanan ketaatan berpengaruh signifikan terhadap audit judgement.
H3 : Obedience Pressure berpengaruh terhadap Audit Judgement
4. Pengaruh Perbedaan Gender terhadap Audit Judgement dengan Task
Complexity sebagai variabel moderating
Terdapat dua aspek penyusunan kompleksitas tugas, yaitu tingkat
kesulitan tugas dan struktur tugas terkait dengan kejelasan informasi.
Peningkatan kompleksitas dalam suatu tugas atau sistem, akan menurunkan
tingkat keberhasilan tugas itu (Restuningdiah dan Indriantoro, 2000). Dalam
tugas yang lebih kompleks, akan mempengaruhi auditor, baik pria maupun
wanita. Sebagaimana hasil penelitian sebelumnya, hasil penelitian yang
dilakukan oleh Chung et al (2011), menjelaskan bahwa perempuan diduga lebih
efektif dan efisien dalam memproses informasi – informasi disaat adanya tugas –
tugas yang lebih kompleks dibandingkan laki – laki, karena perempuan memiliki
kemampuan untuk mengintegritaskan dan membedakan kunci keputusan. Dalam
pemrosesan informasi, laki – laki kurang mendalam saat menganalisis inti
daripada suatu keputusan. Oleh karena itu, penulis mengemukakan suatu hipotesa

Universitas Sumatera Utara

dimana Task Complexity memoderasi pengaruh perbedaan gender terhadap audit
judgement.
H4 : Perbedaan Gender berpengaruh terhadap Audit Judgement
dengan Task Complexity sebagai variabel moderating

5. Pengaruh Incentive Performance terhadap Audit Judgement dengan Task
Complexity sebagai variabel moderating
“Motivasi adalah komponen yang penting dalam kinerja karena hal
tersebut akan mempengaruhi perilaku yang benar dan meningkatkan performa
kerja yang tinggi” (Vroom, 1964). Bonner et al (2002) menjelaskan bahwa jika
diberikan insentif maka mendorong upaya (effort) dan kinerja yang tinggi, jika
dimoderasikan oleh kompleksitas tugas yang rendah. Dan sebaliknya, jika
kompleksitas tugas yang tinggi, akan membuat kinerja auditor rendah. Sama
halnya pula dengan Ashton (1990) dengan hasil penelitiannya bahwa insentif
finansial meningkatkan kinerja di saat auditor tidak menghadapi kompleksitas
tugas yang tinggi. Sebaliknya, jika auditor dihadapkan pada kompleksitas tugas
yang tinggi, maka pengaruh insentif finansial terhadap kinerja tidaklah signifikan.
Dengan demikian, maka penulis mengemukakan hipotesa bahwa terdapat
hubungan performance incentives terhadap audit judgement jika dimoderasi oleh
task complexity.
H5 : Incentive Performance berpengaruh terhadap Audit Judgement
dengan Task Complexity sebagai variabel moderating

Universitas Sumatera Utara

6. Pengaruh Obedience Pressure terhadap Audit Judgement dengan Task
Complexity sebagai variabel moderating
Didasarkan pada teori penetapan tujuan, seorang individu yang ingin
mencapai sebuah tujuan menjadi sumber motivasi kerja yang utama. Seorang
individu yang dihadapkan pada tujuan yang sulit dan tugas yang lebih kompleks
akan menantang individu tersebut dalam bekerja dibandingkan dengan tujuan
yang lebih mudah. Oleh karena itu, seorang auditor yang mendapat tekanan dari
atasan tidak akan menyimpang dari tujuan utamanya, yaitu menghasilkan suatu
pertimbangan yang baik, yang nantinya akan menghasilkan suatu hasil audit yang
baik pula. Sehingga dapat digunakan pihak yang berkepentingan terhadap hasil
tersebut. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Irwanti (2011) yakni
dimana kompleksitas tugas hanya memperkuat hubungan dari perbedaan gender
terhadap audit judgement, tetapi tidak mempengaruhi hubungan tekanan ketaatan
terhadap audit judgement.
H6 : Task Complexity tidak berpengaruh signifikan dalam memoderasi
hubungan antara Obedience Pressure terhadap Audit Judgement

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Judgement dengan Task Complexity Sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

9 34 136

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit Delay Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

4 28 91

SKRIPSI DEWI LESTARI

0 0 100

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Judgement dengan Task Complexity Sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 1 15

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Judgement dengan Task Complexity Sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 2

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Judgement dengan Task Complexity Sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 8

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Judgement dengan Task Complexity Sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 4

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Judgement dengan Task Complexity Sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 26

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit Delay Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 11

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit Delay Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 2