Hak cipta buku elektronik (E-Book) ditijau dari undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta Chapter III V

BAB III
PERLINDUNGAN ATAS HAK-HAK PENCIPTA BUKU ELEKTRONIK DAN
PERJANJIANNYA

A. Perlindungan terhadap Hak dan Kewajiban Bagi Pencipta Buku Elektronik
Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan
overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst tersebut lazim diterjemahkan
juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata
tersebutsama artinya dengan perjanjian.
Adapula yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan persetujuan.63
Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang
berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.64 R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu
perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.65 Sri Soedewi Masjchoen
Sofwan, berpendapat bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum dimana
seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih.


63

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 97

64

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 36

65

R. Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung, 1987, hal. 49

50

Universitas Sumatera Utara

51

Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada dasamya perjanjian adalah proses
interaksi atau hubungan hukum dan dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak

yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan
untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak.
Di Indonesia seiring dengan perkembangan yang maju terhadap suatu
kreatifitas atau bahkan kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia untuk dapat
menghasilkan suatu karya cipta yang bernilai tinggi. Kreatifitas manusia untuk
menghasilkan suatu karya tidak datang begitu saja melainkan didukung dengan
adanya kecerdasan intelktual dalam penguasaan teknologi bahkan juga ilmu
pengetahuan yang ada.66 Semakin tinggi tingkat kemampuan dalam penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi tentu saja akan memajukan perkembangan dari HKI.
Suatu karya yang dihasilkan oleh setiap manusia merupakan suatu karya intelektual
yang harus mendapatkan perlindungan. Perlindungan ini dilakukan dengan membuat
pengaturan di dalam HKI agar dapat memberikan kepastian hukum terhadap suatu
karya yang dihasilkan. Sebagaimana yang diketahui (HKI) Hak Atas Kekayaan
Intelektual merupakan suatu hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber
dari hasil kerja otak67 dan hasil kerja ratio.68 Selain itu dengan adanya perlindungan
HKI untuk melindungi suatu kreasi atau kreatifitas yang dimiliki seseorang dari
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan menggunakan kreasi atau
66
H.OK.Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right), Jakarta:
PT.Raja Grafindo, 2003, hal. 56

67
Otak yang di maksudkan dalam hal. ini adalah yang berperan sebagai pusat pengaturan segala
kegiatan fisik dan psikologis yang terbagi menjadi dua belahan yaitu kanan dan kiri.
68
Ibid. hal. 9

Universitas Sumatera Utara

52

kreatifitas yang dimiliki oleh seseorang tanpa adanya ijin terlebih dahulu.
Berdasarkan konsep hak cipta yaitu untuk melindungi hasil kecerdasaan, pikiran, dan
ungkapan atau renungan manusia yang dituangkan dalam bentuk buku ataupun film.
Salah satu bentuk dari suatu karya intelektual adalah buku yang mana merupakan
hasil ciptaan69 seseorang dalam bentuk karya sastra dengan cara menuangkan tulisantulisan yang berkaitan dengan pengetahuan berdasarkan kemampuan dan kreatifitas
yang dimiliki dan kemudian dibukukan. buku merupakan salah satu karya yang
dilindungi yang terdapat di dalam pasal 12 ayat (1) UUHC. Dalam hal ini buku yang
merupakan salah satu karya yang dilindungi dengan UUHC karena berkaitan dengan
hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta. Hak cipta terdiri dari atas hak ekonomi
(economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk

mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait. Hak ekonomi
yang diatur di dalam Pasal 2 UUHC. Sedangkan hak moral adalah hak yang melekat
pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan
apapun walaupun hak cipta tersebut telah dialihkan.70 Hak moral dalam hal ini
sebagai hak pencipta untuk melarang atau memberi izin kepada pihak lain untuk
menambah atau mengurangi isi ciptaan, menghilangkan nama pencipta aslinya,
mengubah judul ciptaan, dan lain-lain.71 hak moral yang diatur di dalam Pasal 24
UUHC. Seorang pencipta sebagai seorang pemegang hak cipta berhak untuk
69
yang di maksud dengan ciptaan adalah hasil karya pencipta yang menunjukan keasliannya
dalam lapangan ilmu pengetahuan,seni atau sastra( lihat dapat Pasal 1 ayat ( 3) UUHC)
70
Adrian Sutedi, Op.Cit, h..115
71
Arif Lutviansori, 2010, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, PT.Graha Ilmu,
Jakarta, hal. 72

Universitas Sumatera Utara

53


menentukan boleh atau tidaknya suatu ciptaan yang dihasilkan untuk diperbanyak dan
juga diumumkan yang mana kaitannya dalam hal dengan suatu karya ciptaan. Ketika
seorang pencipta akan memperbanyak suatu karyanya dalam hal ini berupa sebuah
buku maka perlu untuk melakukan suatu perjanjian dengan pihak penerbit. Perjanjian
ini sekaligus untuk menghindari adanya pembajakan yang tidak sesuai yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Perjanjian yang dilakukan
ini terkait dengan perjanjian royalti. Seperti terjadinya pelanggaran atas hak eksklusif
pencipta dalam hal ini kaitannya dengan ciptaan berupa buku. Pelanggaran ini
dilakukan dengan cara pembajakan atau penjiplakan atas buku yang kemudian dijual
tanpa adanya izin dari pencipta sebagai pemilik hak atas buku tersebut. Tentu saja
pelanggaran yang dilakukan oleh oknum yang ada di toko buku Wilis di Malang ini
sangat merugikan pencipta yang mana hal ini juga kaitannya dengan hak moral dan
hak ekonomi atas karya cipta buku itu. Pembajakan yang dilakukan tentu saja tidak
lain untuk menguntungkan oknum yang melakukan hal tersebut. Terkait dengan
adanya pelanggaran atas hak eksklusif pencipta pihak UB Press Malang, UM Press
Malang dan Penerbit Bayumedia Malang untuk mencegah terjadinya pelanggaran lagi
dengan membuat perjanjian royalti dengan pencipta. Perjanjian yang dilakukan tidak
lain terkait dengan penerbitan buku oleh pihak penerbit atas persetujuan dari pencipta
tersebut. Perjanjian ini dilakukan tidak lain untuk dapat melindungi atas karya cipta

yang diterbitkan oleh penerbit yang kaitannya dengan adanya hak eksklusif yang
dimiliki oleh pencipta terkait dengan suatu hasil ciptaanya yang mana dalam hal ini
penerbit melakukan kewajiban dalam pemenuhan terhadap hak ekonomi dan hak

Universitas Sumatera Utara

54

moral dari pencipta tersebut. Sehingga pencipta tidak dirugikan dan memperoleh atas
apa yang menjadi haknya.
Menurut Philipus M Hadjon perlidungan hukum dibagi menjadi dua yaitu
perlindungan preventif

dan perlindungan

represif.72 Perlindungan

preventif

merupakan suatu bentuk perlindungan yang diberikan untuk mengajukan keberatan

atas pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah diberikan.73 Sedangkan
perlindungan represif diberikan setelah adanya aturan-aturan hukum yang dilanggar
atau apabila seseorang merasa haknya telah dilanggar.74 Dengan adanya perlindungan
hukum ini tidak lain untuk dapat melindungi atas suatu karya cipta yang dimiliki oleh
pencipta.
1.

Perlindungan Preventif
Perlindungan

preventif

diberikan

untuk

mencegah

terjadinya


suatu

pelanggaran terhadap suatu karya cipta khusunya dalam hal ini yaitu berupa buku.
Dalam hal ini perlindungan diberikan dengan cara: perlindungan sesuai dengan
UUHC dan juga perlindungan sesuai dengan perjanjian. Terkait dengan perlindungan
sesuai dengan UUHC ini sebagaimana yang diketahui bahwa UUHC merupakan
salah satu peraturan yang digunakan untuk memberikan perlindungan terhadap suatu
karya cipta. Buku merupakan suatu karya cipta yang dihasilkan oleh pencipta,
sehingga dalam hal ini pencipta mempunyai hak cipta atas buku tersebut. Merujuk

72

Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: Bina Ilmu,
2005, hal. 2
73
Ibid, hal. 3
74
Ibid, h..5

Universitas Sumatera Utara


55

pada Pasal 2 ayat 1 UUHC yang dimana perlindungan terhadap hak eksklusif
pencipta ini sangat penting terkait dengan adanya hak cipta atas karya ciptanya yang
dimiliki. Hak eksklusif ini merupakan hak yang diberikan setelah ciptaan itu
diciptakan atau dilahirkan. Hak eksklusif ini merupakan hak yang semata-mata
diberikan secara khusus kepada pemegangnya sehingga tidak ada yang boleh
memanfaatkan tanpa adanya izin terlebih dahulu, yang mana hal ini berkaitan dengan
karya cipta milik pencipta. Hak eksklusif ini berkaitan dengan hak moral dan hak
ekonomi, sehingga perlunya memberikan perlindungan hukum terhadap karya cipta
tidak lain agar tidak terjadinya pelanggaran. Merujuk pada Pasal 35 ayat (4) UUHC
bahwa tidak adan kewajiban untuk mendaftarkan terkait dengan ciptaan karena
perlindungan diberikan apabila benar-benar sebagai pencipta atas karya cipta tersebut
dan perlindungan diberikan secara otomatis. Meskipun begitu apabila didaftkan akan
lebih memberikan jaminan dengan adanya bukti formal yaitu berupa sertifikat
pendaftaran ciptaan tersebut sehingga apabila adanya pelanggaran maka pencipta
dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan. Sedangkan perlindungan sesuai
dengan perjanjian dilakukan dengan menerapkan terkait dengan hak moral dan hak
ekonomi hal itu sebagai salah satu bentuk perlindungan yang dapat mencegah

terjadinya suatu pelanggaran. Sebagaimana diketahui pihak UB Press, UM Press dan
Penerbit Bayumedia melakukan hal itu tidak lain juga untuk melindungi atas suatu
karya cipta milik pencipta yang diterbitkan kepada masyarakat umum. Merujuk pada
Pasal 2 ayat (1) UUHC yang menjelaskan bahwa hak eksklusif merupakan hak yang
diberikan setelah suatu ciptaan tersebut diciptakan ataupun dilahirkan. Sehingga

Universitas Sumatera Utara

56

pencipta mempunyai hak atas karya ciptanya untuk diumumkan ataupun tidak hal ini
berkaitan dengan hak moral dan hak ekonomi yang melekat pada karya ciptanya.75
2.

Perlindungan Represif
Perlindungan represif ini diberikan setelah adanya suatu pelanggaran yang

dilakukan atas suatu karya cipta milik pencipta ini. Selain itu juga perlindungan ini
diberikan untuk mencari suatu bentuk penyelesaian untuk dapat mempertahankan
hak-hak yang dimiliki pencipta. Dalam hal ini perlindungan diberikan yaitu

perlindungan yang sesuai dengan UUHC. Terkait dengan pelanggaran yang dilakukan
yang dapat merugikan pencipta tentu saja hal in perlu untuk dihentikan dan
memberikan sanksi maupun denda atas apa yang dilakukan terhadap karya cipta
pencipta tersebut. Sesuai dengan pengaturan yang ada di dalam UUHC merujuk pada
Pasal 56 ayat (1) dan 72 ayat (1),(2) dan (6) dan juga Pasal 73 ayat (1) yang
menjelaskan terkait dengan sanksi maupun denda yang akan diberikan apabila adanya
pelanggaran atas hak cipta milik pencipta atas suatu karya yang dimilikinya. Seperti
contoh kasus yang terjadi terkait dengan pelanggaran atas hak eksklusif pencipta. Hal
ini dapat dilihat seperti kasus pelanggaran yang dilakukan oleh oknum yang ada di
toko buku Wilis, Malang. Dimana pelanggaran ini terkait dengan karya cipta dalam
hal ini adalah buku. Buku yang dijual di toko buku Wilis merupakan hasil
perbanyakan yang dilakukan oleh oknum tanpa adanya persetujuan terlebih dahulu
dari pencipta.Hasil perbanyakan tersebut dilakukan dengan cara pembajakan atau

75

http://raypratama.blogspot.co.id/2012/02/perlindungan-hukum-terhadap-pemegang.html
diakses pada tangga 21 september 2016 pukul 15.43 WIB

Universitas Sumatera Utara

57

penjiplakan atas karya cipta itu. Tentu saja pencipta merasa sudah dirugikan baik dari
segi hak moral dan juga dari segi hak ekonomi. Hak ekonomi dari hasil penjualan
tidak diperoleh pencipta baik dari hasil perbanyakan, sehingga hal ini sudah
melanggar dari hak cipta milik pencipta atas karya tersebut. Terkait dengan hal ini
pihak UB Press hanya memberikan teguran saja tanpa adanya tindakan lebih lanjut
untuk diajukan ke pengadilan. Menurut pihak UB Press mengatakan sulitnya untuk
mengungkap oknum yang melakukan pelanggaran atas karya cipta itu sehingga
sangat tidak mudah untuk diajukan gugatan. Selain itu juga peran penegakan hukum
yang kurang sangat berpengaruh untuk melindungi terhadap hak cipta pencipta ini.
Tentu saja hal ini belum memberikan perlindungan secara represif terhadap pencipta.
Perlindungan hukum represif yang diberikan melalui UUHC belum dapat dijalankan
secara maksimal hal ini juga dapat dipengaruhi ketidaktahuan pencipta terkait dengan
sanksi pidana yang diberikan apabila haknya telah dilanggar. Tentu saja hal ini sangat
merugikan pencipta ketika haknya sudah dilanggar dan dipublikasikan kepada umum.
Sehingga perlindungan represif ini perlu untuk diberikan agar tidak terjadinya bentuk
pelanggaran atas hak eksklusif pencipta.76
B. Pelaksana Perjanjian Lisensi antara Pencipta E-Book dengan Pihak Kedua
Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau
pemilik hak terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas
ciptaannya atau produk hak terkait dengan syarat tertentu sebagaimana diatur dalam
76

http://raypratama.blogspot.co.id/2012/02/perlindungan-hukum-terhadap-pemegang.html
diakses pada tangga 21 september 2016 pukul 15.43 WIB

Universitas Sumatera Utara

58

Pasal 1 Ayat 20 Undang-Undang Hak Cipta. Ketentuan yang mengatur mengenai
lisensi yang terdapat pada Pasal 80 sampai dengan Pasal 83 Undang-Undang Hak
Cipta.Perjanjian lisensi adalah perjanjian tertulis antara dua pihak atau lebih, yang
mana satu pihak yaitu pemegang hak bertindak sebagai pihak yang memberikan
lisensi, sedangkan pihak yang lain bertindak sebagai pihak yang menerima lisensi.
Perjanjian lisensi penerbitan buku adalah suatu perikatan antara pencipta di
satu pihak dan penerbit di pihak lain, di mana di dalam perjanjian tersebut pihak
pencipta memberikan haknya untuk memperbanyak dan menyebarluaskan naskah
karangannya kepada penerbit. Sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian lisensi
penerbitan buku adalah perjanjian yang memuat ijin pencipta oleh penerbit yang
menggunakan hak penerbitan pencipta dengan persyaratan tertentu, yang diwujudkan
dalam klausul-klausul dalam isi perjanjian. Isi perjanjian sangat beragam, kontrak
yang disusun suatu penerbit mungkin bebrbeda dengan yang disusun penerbit
lainnya, akan tetapi, pada dasarnya ada klausul-klausul yang selalu tercantum dalam
kontrak seperti subyek dan objek dalam perjanjian. Menurut Rahmi Jened hak
kekayaan intelektual termasuk bidang hak cipta memiliki tiga jenis lisensi, yaitu
sebagai berikut:
a. Lisensi sukarela (voluntary license) berbasis pada asas kebebasan berkontrak
(freedom of contract) sebagaimana diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata.
Pelaksanaan perjanjian lisensi sukarela maka perjanjian harus memenuhi syarat
sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata berupa
kesepakatan, kecakapan, objek tertentu, dan kuasa yang diperbolehkan.

Universitas Sumatera Utara

59

b. Lisensi tidak sukarela (nonvoluntary license) adalah lisensi yang dibebankan
melalui putusan pengadilan lazimnya terkait dengan kasus di mana pemilik atau
pemegang termasuk pencipta atau pemegang hak cipta bertindak antikompetisi
dengan cara mengeksploitasi haknya di luar eksploitasi normal.
c. Lisensi wajib (compulsory license) adalah lisensi yang diwajibkan dan diatur
secara eksplisit dalam undang-undang termasuk tata cara dan persyaratan
pelaksanaannya77
Seluruh biaya mencetak, menerbitkan, memperbanyak serta mengedarkan buku
tersebut disediakan dan ditanggung sepenuhnya oleh Penerbit. Seluruh biaya
persiapan naskah meliputi penyuntingan (editing), penataletakan naskah (desain
interior), dan desain kover sepenuhnya ditanggung oleh Penerbit. Pemegang lisensi
akan menerima dari Penerbit Royalti sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga jual
eceran pada cetakan pertama, yaitu harga yang ditetapkan penerbit kepada konsumen
langsung. Pemegang lisensi akan menerima uang muka pembayaran royalti sebesar
Rp…. (…) yang kemudian akan diperhitungkan dengan penerimaan royalti tahap
pertama (apabila ada klausul uang muka royalty). Pemegang lisensi akan menerima
tambahan royalti sebesar 1% (dua persen) dari harga jual eceran untuk cetakan kedua
hingga menjadi 11% (dua belas persen) dan berlaku untuk cetakan ketiga serta
selanjutnya. (royalti progresif dapat ditawarkan untuk naskah potensial cetak ulang).
Royalti tidak akan dibayar untuk buku dalam keadaan berikut:

1. Diberikan secara cuma-cuma untuk tujuan publisitas dan promosi.
77

Rahmi Jened, Hukum Hak Cipta, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2014, hlm. 180

Universitas Sumatera Utara

60

2.

Buku contoh kepada pemegang lisensi.

3.

Diberikan secara

cuma-cuma untuk tujuan resensi, kajian akademis,

ataupun iklan.
4.

Retur oleh pihak ketiga yaitu toko buku/agen/distributor yang ditunjuk
oleh penerbit.

5.

Rusak semasa proses percetakan, pemindahan, dan pengiriman.

6.

Dengan ketentuan bahwa point a, b,dan c tidak melebihi dari 150
eksemplar.

Buku karyanya tersebut dari

hasil cetakan pertama dengan cuma-cuma,

sebagai bukti penerbitan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar dan 5 (lima) eksemplar
setiap kali cetak ulang. Apabila Pemegang Lisensi berminat membeli bukunya
sendiri, Pemegang Lisensi berhak mendapatkan rabat maksimum sebesar 35% dari
harga eceran. Peraturan rabat tersebut hanya berlaku untuk pembelian langsung
melalui Penerbit secara konsinyasi selama masa penjualan tiga bulan. Royalti tersebut
akan diberikan oleh Penerbit dan diterima oleh Pemegang Lisensi setelah buku
tersebut terjual dan waktu pembayaran dilakukan dua kali pada setiap tahunnya, yaitu
pada bulan Juli dan Januari. Sebagai wajib pungut, Penerbit akan memungut Pajak
Penghasilan atas royalti (Pph. Ps. 23) sebesar 15% (lima belas persen) dari royalti
Pemegang Lisensi yang dibayarkan, untuk kemudian disetor ke Kas Negara, dan
Pihak Kedua (Pemegang Lisensi) akan menerima tembusan/copy setoran pajak
tersebut.78

78

Bambang Trim, buku Apa dan Bagaimana Menerbitkan Buku karya, Ikatan Penerbit
Indonesia, 2012, hal. 58

Universitas Sumatera Utara

61

Dalam membuat konsep perjanjian lisensi haruslah memperhatikan dan
berpegang kepada prinsip hukum perjanjian yang berlaku yaitu asas kebebasan
berkontrak (Pasal 1320 KUHPerdata) yang berpangkal pada adanya kedudukan yang
sama kuatnya pada kedua belah pihak, walau ada prakteknya kita jumpai kedudukan
yang memberikan lisensi lebih kuat dari yang menerima lisensi. Asas kebebasan
berkontrak ini melarang campur tangan negara terhadap perjanjian yang dibuat oleh
para pihak, sehingga seringkali pemerintah tidak mengetahui apakah memang benarbenar telah terjadi suatu perjanjian lisensi.
Sebelum sampai pada kesepakatan hukum untuk melaksanakan perjanjian
lisensi buku elektronik, biasanya pemerintah sebagai pemberi lisensi melakukan
langkah pemilikan proses buku elektronik terhadap lisensi dari negara penerima
lisensi. Hal ini untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan proses produksi
tersebut telah dikenal lama di negara penerima lisensi. Suatu hal yang esential dalam
“kontrak sementara” ini adalah adanya pembayaran yang disebut dan dapat
dibayarkan sekaligus atau dalam angsuran bulanan sampai kontrak sementara habis.
Dalam jangka waktu yang telah di tetapkan tersebut si penerima lisensi buku
elektronik tidak jadi meneruskan perjanjian, maka hilanglah hak nya dan si pemberi
lisensi dapat menawarkan lisensi kepada badan hukum lainnya. Tidak mungkin untuk
menyusun suatu standar kontrak atau model dari suatu kontrak yang dapat berlaku
untuk segala macam perjanjian. Dan jika dipersiapkan suatu model perjanjian, model
maupun hanya dipakai sebagai pedoman saja, jadi dapat ditambah tergantung kepada
tipe dari perjanjian itu sendiri atau mungkin juga beberapa ketentuan tidak dipakai

Universitas Sumatera Utara

62

demikian pula halnya dengan perjanjian lisensi yang tersedia pula beberapa model
kontrak.
Perjanjian yang dibuat pada umumnya menitik beratkan pada penyelesaian
buku elektronik tepat pada waktunya dengan memperhatikan pada kemampuan untuk
memenuhi garansi performance, serta perbaikan kerusakan apabila pabrik mengalami
kegagalan dalam memenuhi garansi.
Terdapat dua cara yang dilakukan dalam perjanjian antara lisensi buku
elektronik antara pemerintah dengan Badan Hukum Pendidikan yaitu:
1. Perjanjian lisensi dimana pemerintah merangkap sebagai kontraktor.
2. Perjanjian lisensi, dimana pemerintah tidak merangkap sebagai kontraktor
yaitu hanya menyediakan paket basic desain saja, tanpa ikut melaksanakan
pekerjaan buku elektronik.79
Kedua bentuk perjanjian lisensi tersebut tentu mempunyai ruang lingkup yang
berbeda pekerjaan serta kewajibannya, yang kedua biasanya pemerintah akan
menyampaikan draft perjanjian berdasarkan atas ketentuan dan syarat yang pernah
diberikan pada badan hukum lain.
Ada beberapa hal yang diperhatikan dalam perjanjian lisensi antara
pemerintah dengan badan hukum :
1.

2.

Mutu
Dalam hal mutu ini perlu diperhatikan spesifikasi produk yang dibuat
dengan teknologi (patented technology)
Feed-back, cross-licensing

79

Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III, Hukum Perikatan dengan Penjelasan,
dalam Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Bandung: P.T. Alumni, hal. 204

Universitas Sumatera Utara

63

3.

4.

Biasanya ketentuan mengenai feed-back dan cross Licensing dimasukkan
ke dalam kontrak/perjanjian lisensi.
Pemakaian Hak Cipta
Pemakaian suatu ciptaan harus didaftarkan supaya terjadi hak atas hak
cipta dan adanya ketentuan-ketentuan pelaksanaan.
Ketentuan-ketentuan pelaksanaan
Kontrak/agreement perlu mencantumkan kapan suatu kontrak mulai
berlaku (effective date) dan dapat pula dicantumkan bahwa perubahanperubahan, tambahan-tambahan dari pasal-pasal yang ada dalam kontrak
dapat diadakan dan hanya berlaku jika disetujui dan ditandatangani oleh
kedua belah pihak yang berjanji.80

Dari penjelasan dan uraian diatas dapat dilihat bahwa bentuk dan struktur
perjanjian lisensi buku elektronik biasanya sama saja, baik yang diperlakukan di
negara maju, maupun dinegara berkembang. Walaupun demikian di negara
berkembang

perjanjian

tersebut

bukanlah

hanya

dokumen

hukum

yang

mencantumkan kepentingan perdata dan resiko pribadi yang disetujui dalam kontrak,
tetapi ada juga harus melindungi kepentingan umum.
Dengan demikian jelaskanlah bahwa mengenai lisensi terhadap hak cipta buku
elektronik terdapat beberapa unsur hak meliputi :
1. Adanya izin yang di berikan oleh Pemegang hak cipta
Keharusan adanya pemberian izin oleh pemberi lisensi hak cipta kepada penerima
lisensi hak cipta merupakan suatu hal yang mutlak. Jika penerima lisensi hak
cipta tidak mau digugat dengan alasan telah melanggar Hak atas hak cipta.
2. Izin yang diberikan harus dituangkan dalam bentuk perjanjian

80

Ita Gambiro, 1991, Pemindahan Teknologi dan Pengaturannya Dalam Peraturan
Perundangan, Aspek-Aspek Hukum Dari Pengalihan Teknologi, BPHN, Binacipta, Jakarta, hal. 182.

Universitas Sumatera Utara

64

Keharusan bahwa izin yang diberikan harus dituangkan dalam bentuk perjanjian
ini menimbulkan akibat hukum bahwa lisensi harus dibuat secara tertulis antara
pihak pemberi lisensi (pemegang hak atas ciptaan yang sah) dengan pihak
penerima lisensi. Hal ini berarti bahwa perjanjian pemberian lisensi merupakian
perjanjian formalm yang harus memenuhi bentuk yang tertulis. Kewajiban agar
perjanjian lisensi ini dibuat secara tertulis juga diperkuat dengan kewajiban
pendaftaran lisensi. Perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada
Direktorat Jendral dengan dikenai biaya pihak-pihak yang bersangkutan dan
terhadap pihak ketiga.81
Perjanjian lisensi yang telah didaftarkan ini berlaku diseluruh wilayah Negara
Republik Indonesia, kecuali jika diperjanjikan lain. Berdasarkan pengertian
tersebut, wilayah Negara Republik Indonesia dianggap sebagai batas teritorial
yang paling memungkinkan untuk pelaksanaan hak cipta yang terdaftar.
Hal ini berarti bahwa meskipun dimungkinkan terjadinya penyempitan
wilayah teritorial penggunaan hak cipta ataupun diperluasnya pemberian lisensi
hingga meliputi luar wilayah teritorial Negara Republik Indonesia, ketentuan ini
sama sekali tidak ditujukan untuk mengatur pemberian lisensi yang semata-mata
pelaksanaannya berada di luar wilayah Indonesia, meskipun ingin tunduk pada
ketentuan hukum indonesia dan dicatatkan di Indonesia. Mengenal syarat objektif
suatu perjanjian Lisensi.

81

Ibid, hal 29

Universitas Sumatera Utara

65

3. Pemberian hak untuk menggunakan hak ciptaan yang bukan bersifat pengalihan
hak.
Perjanjian lisensi buku elektronik merupakan pemberian hak untuk
menggunakan hak ciptaan yang bukan bersifat pengalihan hak. Kata “yang bukan
bersifat pengalihan hak” mengandung makna bahwa pernjanjian lisensi ini berbeda
dengan perjanjian pengalihan hak yang tidak memiliki jangka waktu tertentu.
Perjanjian pengalihan hak berlaku untuk seterusnya (selama-lamanya).
Agar perjanjian Lisensi buku elektronik tersebut tersebut dapat memberikan
manfaat yang optimal bagi kedua belah pihak, baik pemberi lisensi maupun penerima
lisensi maka ada beberapa hal yang secara umum harus diatur di dalam suatu
perjanjian lisensi. Juga termasuk didalamnya hal-hal yang berhubungan dengan hak
dan kewajiban yang ada pada pemberi lisensi maupun pada penerima lisensi.82
Adapun hal-hal yang secara umum diatur dalam suatu perjanjian lisensi
yaitu:83
1. Identifikasi atas Hak atas Kekayaan Intelektul yang dilisensikan, baik pemberi
lisensi maupun penerima lisensi, harus mengetahui dengan pasti jenis Hak
atas Kekayaan Intelektual yang akan dilisensikan. Setiap Hak atas Kekayaan
Intelektual memiliki ciri khasnya masing-masing yang saling berbeda antara
satu dengan lainnya. Lisensi Rahasia Dagang, demikian juga dengan Lisensi
Hak Cipta.
82

Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Lisensi atau Waralaba suatu panduan Praktis,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 40
83
Ibid

Universitas Sumatera Utara

66

2. Luasnya ruang lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual yang dilisensikan.
Apakah didalamnya juga termasuk perkembangan lebih lanjut dari Hak atas
Kekayaan Intelektual asal (basic Intellectual Property right) yang semula
dilisensikan. Hal tersebut pening menjadi perhatian karena pemberian
perlindungan Ha katas Kekayaan Intelektual senantiasa dikaitkan dengan
batasan waktu. Apabila jangka waktu tersebut berakhir dan tidak
dimungkinkan untuk diperpanjang atau diperbaharui, maka perlindungan atas
Hak atas Kekayaan Intelektual itu akan dihapus demi hukum demi hukum. Ini
berarti semua informasi, data maupun keterangan yang telah disediakan untuk
umum dalam daftar pengumuman yang ada di kantor Hak atas Kekayaan
Intelektual dapat dimanfaatkan serta digunakan oleh siapa saja untuk
kepentingannya tanpa adanya kewajiban membayar royalti. Selain itu pemberi
lisensi juga harus memperhatikan adanya kemungkinan pembatalan atau
penolakan atas perlindungan Ha katas Kekayaa Intelektual yang diajukan. Dan
juga sampai seberapa jauh penerima lisensi diberikan Hak atas Kekayaan
Intelektual tersebut bagaimana statusnya.
3. Tujuan pemberi lisensi Ha katas Kekayaan Intelektual
Pemberi lisensi secara ekonomis oleh pemberi lisensi bertujuan untuk
mengembangkan kegiatan usahanya. Atas pemberian lisensi tersebut, pemberi
lisensi memperoleh royati dari penerima lisenns yang jumlahnya tergantung
pada negoisasi para pihak.
4. Ekslisifitas pemberi lisensi.

Universitas Sumatera Utara

67

Pemberian lisensi merupakan suatu hak khusus yang hanya dapat diberikan
oleh pemberi lisensi kepada penerima lisensi berdasarkan pertimbanganpertimbangan tertentu. Suatu lisensi dikatakan bersifat ekslusif jika lisensi
tersebut diberikan dengan kewenangan penuh untuk melaksanakan,,
memanfaaatkan atau mempergunakan suatu Hak atas Kekayaan Intelektual
yang diberikan perlindungan oleh negara. Ekslusifitas itu sendiri tidaklah
bersifat mutlak, tetapi dibatasi oleh jangka waktu tertentu, wilayah tertentu
atau produk tertentu dengan proses tertentu,. Ekslusifitas lisensi tidak
berkaitan denga hak untuk melisensikan ulang(sub-license).
5. Spesifikasi khusus yang berhubungan dengan wilayah pemberian lisensi, baik
dalam bentuk kewenangan untuk melakukan produksi atau melaksanakan
penjualan dan barang atau jasa yang mengandung Hak atas Kekayaan
Intelektual yang dilisensikan.
6. Hak pemberi lisensi atas laporan-laporan berkala dan untuk melaksanakan
inpeksi-inpeksi atas pelaksanannya jalannya pemberian lissensi dan kewajiban
penerima lisensi untuk memenuhinya.
7. Ada tidaknya kewajiban bagi penerima lisensi untuk membeli barang modal
tertentu ataupun barang-barang tertentu lainnya dalam rangka pelaksanaan
lisensi dan pemberi lisensi.
8. Pengawasan oleh pemberi lisensi.
Pengawasan terhadap jalannya kegiatan usaha yang mempergunakan Hak atas
Kekayaan Intelektual yang dilisensikan penting dilakukan oleh pemberi

Universitas Sumatera Utara

68

lisensi, karena lisensi yang diberikan tersebut menyangkut pengolahan atau
pemanfaatan yang memerlukan keahliann khusus dan pelaksaannya harus
dikerjakan sendiri oleh penerima lisensi. Sedangkan pemberi lisensi sangat
berkepentingan atas kebakuan dari produk atau barang yang dihasilkan oleh
penerima lisensi tersebut.
9. Kerahasiaan atas Hak atas Kekayaan Intelektual yang dilisensikan.
Penerima lisensi harus menjaga kerahasiaan atas seluruh data, informasi
maupun keterangan yang diperolehnya dari pemberi lisensi. Oleh karena
lisensi biasanya tidak hanya melibatkan satu ancaman Hak atas Kekayaan
Intelektual semata-mata, melainkan merupakan suatu rangkaian yang saling
independen dan sulit dipisahkan antara satu sama lain.
10. Ketentuan non-kompetensi.
Penerima lisensi tidak diperkenankan untuk melaksanakan kegiatan yang
sama, serupa ataupun secara langsung maupun tidak langsung akan kompetisi
dengan kegiatan usaha pemberi lisensi.
11. Kewajiban memberikan perlindungan atas Ha katas kekayaan Intelektual uang
dilisensikan.
12. Kewajiban pendaftaran lisensi.
13. Kompensasi dalam bentuk royalty dan pembayarannya.
14. Penyellesaian perselisihan.

Universitas Sumatera Utara

69

15. Pengakhiran pemberian lisensi.84
Suatu perjanjian lisensi akan melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah
pihak, baik pemberi lisensi maupun penerima lisensi. Hak-hak dan kewajibankewajiban pada pokoknya dalam perjanjian Lisensi meliputi:
Pemberi Lisensi berkewajiban :
1. Memberikan segala macam informasi yang berhubungan dengan hak cipta
yang dilisensikan, yang diperlukan oleh penerima lisensi untuk melaksanakan
lisensi ang diberikan tersebut.
2. Memperoleh laporan-laporan secara berkala atas jalannya kegiatan usaha
penerima lisensi yang mempergunakan hak cipta yang dilisensikan tersebut.
3. Melaksanakan inpeksi pada daerah kerja penerima lisensi guna memastikan
bahwa hak cipta yang telah dilisensikan telah dilaksanakan sebagaimana
mestinya.
4. Mewajibkan penerima lisensi untuk menjaga kerahasiaan hal-hal yang
berhubungan dengan hak cipta yang dilisensikan tersebut.
5. Mewajibkan agar penerima lisensi tidak melakukan kegiatan sejenis, serupa
ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan
persaingan tidak sehat dengan kegiatan usaha yang mempergunakan hak cipta
yang dilisensikan.
6. Meminta dilakukannya pendaftaran atas lisensi yang diberikan kepada
penerima lisensi.
84

Ibid hal 80

Universitas Sumatera Utara

70

7. Atas pengkahiran

lisensi, meminta

kepada

penerima

lisensi

untuk

memanfaatkan lebih lanjut seluruh data, informasi maupun keterangan yang
diperoleh penerima lisensi selama masa pelaksanaan lisensi.
8. Atas pengakhiiran lisensi, melarang penerima lisensi untuk tetap melakukan
kegiatan yang sejenis, serupa ataupun yang secara langsung maupun tidak
langsung dapat menimbulkan persaingan dengan mempergunakan hak cipta
yang dilisensikan.
9. Pemberian lisensi tidak menghapuskan hak pemberi lisensi untuk tetap
memanfaatkan, manggunakan atau melaksanakan sendiri hak cipta yang
dilisensikan tersebut.85
Kewajiban penerima lisensi :
1. Melaksanakan seluruh instruksi yang diberikan oleh pemberi lisensi
kepadanya guna melaksanakan hak cipta yang dilisensikan.
2. Memberikan keleluasaan bagi pemberi lisensi untuk melakukan pengawasan
maupun inspeksi berkala ataupun secara tiba-tiba guna memastikan bahwa
penerima lisensi telah melaksanakan hak cipta yang dilisensikan dengan baik.
3. Memberikan laporan-laporan baik secara berkala maupun atas permintaan
khusus dari pemberi lisensi.
4. Memberi barang modal tertentu ataupun barang-barang tertentu lainnya dalam
rangka pelaksanaan lisensi dari pemberi lisensi.

85

Ibid, hal. 57

Universitas Sumatera Utara

71

5. Menjaga kerahasiaan atas hal-hal yang berhubungan dengan hak cipta yang
dilisensikan, baik selama maupun setelah berakhirnya masa pemberian lisensi.
6. Melaporkan segala pelanggaran atas hak cipta yang dilisensikan selain dengan
tujuan untuk melaksananakan lisensi yang diberikan.
7. Tidak memanfaatkan hak cipta yang dilisensikan selain dengan tujuan untuk
melaksanakan lisensi yang diberikan.
8. Melakukan pendaftaran lisensi bagi kepentingan pemberi lisensi dan
pemberian lisensi tersebut.
9. Tidak melakukan kegiatan sejenis, serupa aataupun yang secara lanngsung
maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha
yang mempergunakan hak cipta yang dilisensikan.
10. Atas pengakhiran lisensi, mengembalikan seluruh data, informasi maupun
keterangan yang diperolehnya.86
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Penerbit diartikan sebagai orang
atau perusahaan dan sebagainya yang menerbitkan. Kata kerja terbit antara lain
mengandung arti keluar untuk diedarkan. Kata penerbit sebagai bentukan kata terbit
mengandung arti orang atau perusahaan yang menerbitkan perusahaan buku
majalah,87 surat kabar dan Iain-lain. Jadi kata penerbit itu berkaitan dengan bahan
tertulis antara lain buku dan majalah. Menurut Dadi Pakar, penerbit adalah orang atau
badan yang dalam lingkungan perusahaan pekerjaannya memperbanyak naskah

86
87

Ibid hal.93
Sofia Mansoor, Pengantar Penerbit, Bandung: Penerbit ITB Bandung, 1993, hal. 1

Universitas Sumatera Utara

72

seseorang pencipta atau penulis dalam bentuk buku.88 Sedangkan menurut Sentosa
Sembiring, penerbit adalah orang yang mengkoordinasikan penyebarluasan hasil
karya seseorang di dalam bidang kesusasteraan dan ilmu pengetahuan.
Pencipta adalah orang yang menulis tentang gagasan atau ide-idenya baik
dibidang sastra, seni dan ilmu pengetahuan yang dituangkan dalam bentuk naskah
atau buku, gambar atau peta ataupun merupakan daftar.89Untuk memudahkan
penggolongan, secara sederhana dibedakan menjadi pencipta profesional dan pencipta
non profesional. Pencipta professional adalah orang yang menganggap pekerjaan
menulis sebagai sumber penghasilan utama atau cukup berarti. Sedangkanpencipta
non profesional adalah mereka yang bekerja secara freelance dan bukan ditujukan
sebagai mata pencarian atau hanya sekedar hobi.90 Menurut ketentuan Pasal 1 Ayat 2
Undang-Undang Hak Cipta pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara
sendiri-sendiri atau bersama sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan
pribadi.
Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pemikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Hak cipta tidak
melindungi ide, akan tetapi melindungi ekpresi dari hasil karya cipta tersebut.91

88

Dadi Pakar, Menjadi Penerbit, Jakarta: IKAPI cabang DKI Jakarta, 2000, hal. 6
Ibid, hal. 18
90
Hasan Pambudi, Pedoman Dasar Penerbitan Buku, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996,
89

hal. 2
91

Tim Visi Yustisia, Op.Cit., hal. 7.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM BUKU ELEKTRONIK SEBAGAI KARYA
DIGITAL BILA DI BAJAK DI LUAR NEGERI MENURUT
KONVENSI INTERNASIONAL

A. Pengaturan Hak Cipta Dalam Aturan Internasional
Pengaturan mengenai Hak Cipta yang tertuang dalam konvensi internasional
diantaranya yaitu The Bern Convention, Universal Copyright Convention, The Rome
Convention, Geneva Phonogram Convention serta satu traktat mengenai Hak Cipta
dan hak terkait dengan Hak Cipta atau lazim disebut neighbouring right yaitu WIPO
Performances and Phonograms Treaty.92
Di tingkat Internasional, Indonesia telah ikut serta menjadi anggota dalam
Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights (Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan
Intelektual) yang disebut TRIPS, melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.
Selain itu, Indonesia telah meratifikasi Berne Convention for the Protection of
Artistic and Literary Works (Konvensi Bern tentang Pelindungan Karya Seni dan
Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual
Property Organization Copyright Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO) yang
selanjutnya disebut WCT, melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997, serta
World Intellectual Property Organization Performances and Phonograms Treaty
92

Otto Hasibuan, Op.Cit, hal. 36

73

Universitas Sumatera Utara

74

(Perjanjian Karya-Karya Pertunjukan dan Karya-Karya Fonogram WIPO) yang
selanjutnya disebut WPPT, melalui Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2004.
Pengecualian diberikan kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya
berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang
bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat
melakukannya demi kepentingan ekonomi, social, atau kultural.
Indonesia saat ini baru meratifikasi The Bern Convention dan WIPO
Performances and Phonograms Treaty. Sesungguhnya tidak ada kewajiban suatu
negara untuk meratifikasi konvensi-konvensi internasional asalkan pengaturan
mengenai HKI di negara yang bersangkutan memenuhi standar minimum yang
dikehendaki oleh TRIPs. Akan tetapi adalah penting meratifikasi berbagai konvensi
internasional untuk meningkatkan kerja sama timbal balik perlinduingan HKI dengan
negara lain dan untuk menunjukkan adanya kemauan yang kuat untuk melindungi
HKI, baik yang dimiliki negara sendiri maupun negara lain. Berikut akan diuraikan
secara singkat pengaturan dalam konvensi internasional di atas.93
Menurut pandangan Mahadi, ia mengatakan bahwa: “Hak Cipta memberikan
hak untuk menyita benda yang diumumkan bertentangan dengan Hak Cipta serta
perbanyakan yang tidak diperbolehkan, dengan cara dan dengan memperhatikan
ketentuan yang ditetapkan untuk penyitaan benda bergerak baik untuk menuntut
penyerahan benda tersebut menjadi miliknya ataupun untuk menuntut suatu benda itu
untuk dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipakai lagi. Hak Cipta tersebut
93

Ibid., hal. 37

Universitas Sumatera Utara

75

juga memberikan hak yang sama untuk penyitaan dan penuntutan terhadap jumlah
uang tanda masuk yang dipungut untuk menghadiri ceramah, pertunjukan atau
pameran yang melanggar Hak Cipta”94
Pandangan ini jelas menunjukkan bahwa Hak Cipta itu termasuk dalam ruang
lingkup hak kebendaan. Sebab disamping mempunyai sifat mutlak juga hadirnya sifat
droit de suite. Sifat droit de suite itupun tidak hilang dalam hal Hak Cipta itu dibajak
di luar negeri, dimana negara si pencipta atau si pemegang hak tidak turut
dalam Konvensi Internasional. Hal ini disebabkan karena sifat droit de suite itu tidak
hilang disebabkan adanya ketentuan tentang perjanjian Internasional, oleh karena
perjanjian internasional itu gunanya untuk melindungi, jadi kalau tidak menjadi
anggota Konvensi Internasional, negara lain tidak wajib melindungi. Ini telah menjadi
kebiasaan Internasional. Tidak dilindunginya Hak Cipta di luar negeri bukanlah
berarti hilangnya sifat droit desuite, tetapi pencipta atau si pemegang hak, undangundang tidak memberikan jaminan terhadap pelaggaran haknya yang mungkin akan
terjadi di negara-negara yang tidak menjadi anggota konvensi. Justru kesulitan yang
dihadapi pencipta adalah dalam hak penuntutan haknya.95
1.

Konvensi Bern (Berne Convention)
Dalam tahun 1886 terciptalah Konvensi Bern untuk perlindungan karya sastra

dan seni, suatu pengaturan yang modern di bidang hak cipta. Kehendak untuk ikut
serta dalam Konvensi Bern, merupakan dorongan bagi Belanda terciptanya Undang94

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Edisi
Revisi, Op. Cit.
95
Ibid

Universitas Sumatera Utara

76

Undang Hak Cipta Tahun 1912 (Auteurswet 1912). Berne Convention for the
Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang Perlindungan
Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886 merupakan ketentuan
hukum internasional yang pertama mengatur masalah copyright antara negara-negara
berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada si
pembuat karya cipta, dan pengarang atau pembuat tidak harus mendaftarkan karyanya
untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan
dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright
terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatif atau turunannya (karyakarya lain yang dibuat berdasarkan karya pertama), hingga si pengarang secara
eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut sudah
habis.96 Telah berulang kali mengalami revisi serta penyempurnaan-penyempurnaan.
Revisi pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di
Berlin pada tanggal 13 November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada
tanggal 24 Maret 1914. Selanjutnya berturut-turut direvisi di Roma pada tanggal 2
juli 1928 dan di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948 di Stockholm pada tanggal 14
Juli 1967 dan terakhir sekali di Paris pada tanggal 24 Juli 1971.97
Salah satu hal yang paling penting dalam Konvensi Berne adalah mengenai
perlindungan yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Pasal 5

96

Harris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI (Hak Kekayaan Intelektual : Hak
Cipta, Paten, Merek dan Seluk- beluknya), http://www.hakiindonesia.co.id, diunduh pada Sabtu 23
september 2016 pukul 21.00 WIB.
97
OK. Saidin, Op.Cit., 2015, hal. 337

Universitas Sumatera Utara

77

(setelah direvisi di Paris tahun 1971) adalah merupakan pasal yang terpenting.
Menurut pasal ini para pencipta akan menikmati perlindungan yang sama seperti
diperoleh mereka dalam negara sendiri atau perlindungan yang diberikan oleh
konvensi ini.98 Dengan kata lain para pencipta yang merupakan warga negara dari
salah satu negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh perlindungan di
negara-negara yang tergabung dalam union.
Pasal 5 Konvensi Bern berbunyi: Author shall enjoy in respect of work to
which they are protected under this convention, in countries of the union other
that the country of origin, the right which their respective laws do now or may
here after grant to their national as well as the right specially granted by this
convention.
Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah karya-karya sastra
dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara
atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam Konvensi Bern
adalah mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau
pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah
ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah
bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi
ini memperoleh hak dalam luas dan bekerjanya disamakan dengan apa yang diberikan
oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara
langsung perundang-undangnya terhadap warga negaranya sendiri.

98

Ibid, hal. 338

Universitas Sumatera Utara

78

Perubahan yang penting sehubungan dengan kepentingan negara berkembang
adalah perubahan tahun 1967 di Stockholm berkenaan dengan: 99
a. Hak melakukan penerjemahan (right of translation).
b. Hak melakukan reproduksi (right of reproduction).
Kedua jenis hak diatas diberikan sebagai kemudahan kepada suatu negara
berkembang dan merupakan pengecualian-pengecualian terhadap ketentuan umum
yang berlaku seperti diatur dalam Konvensi Bern.
Keikut sertaan suatu negara sebagai anggota konvensi Bern menimbulkan
kewajiban negara peserta untuk menerapkan tiga prinsip dasar yang dianut Konvensi
Bern (Berne Convention) dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang Hak
Cipta yaitu:100
a. Prinsip National Treatment.
Yaitu ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian (ciptaan
seorang warga negara, negara peserta perjanjian, atau suatu ciptaan yang
pertama kali diterbitkan di salah satu negara peserta perjanjian) harus
mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan
seorang pencipta warga negara sendiri.
b. Prinsip Automatic Protection.
Yaitu pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa
harus memenuhi syarat apapun.

99

Ibid., hal. 39
Peter Drahos, A Philosophy of Intellectual Property, Dart-Sydney, 1996, hal. 23

100

Universitas Sumatera Utara

79

c. Prinsip Independence of Protection
Yaitu suatu perlindungan hukum diberikan tanpa harus bergantung kepada
pengaturan perlindungan negara asal pencipta.101
Indonesia juga turut serta dalam konvensi ini, berikut Alasan Indonesia ikut
Berne Convention :
a. Sebagai bagian dari family of nations, secara setaraf dan sederajat, maka
selayaknya dan tidak lebih dari pantas untuk Indonesia ikut serta Berne
Convention.
b. Alasan bahwa Indonesia dalam masa pembangunan tidak cukup menyakinkan.
Karena justru di dalam iklim pembangunan, Indonesia harus menekankan
adanya hasrat dan tujuan untuk berjalan seirama dengan perkembangan zaman
dengan juga memberikan perlindungan terhadap hasil karya pencipta luar
negeri.
c. Bahwa dengan demikian akan terjamin hak perlindungan bagi pencipta
Indonesia di luar negeri.
d. Dalam Revisi Stockholm telah dibuka kemungkinan untuk dilakukannya
dwanglicentie (lisensi secara paksa) untuk melakukan terjemahan-terjemahan.
e. Menurut hasil angket di antara anggota-anggota Organisasi Pengarang
Indonesia, mayoritas menyetujui ikut sertanya Indonesia dalam Berne
Convention.

101

Suyud Margono, Op. Cit., hal.27

Universitas Sumatera Utara

80

2.

Universal Copyright Convention (UCC)
Universal Copyright Convention (UCC) ditandatangani pada tahun 1952 di

Jenewa dan direvisi pada tanggal 24 Juli 1971 di Paris. Kategori Hak Cipta dalam
UCC meliputi karya sastra, ilmu pengetahuan, dan karya seni, termasuk karya tulis,
karya drama, sinematografi, lukisan ukiran dan seni pahat. Karya cipta yang
diumumkan oleh warga negara peserta dan karya yang diumumkan pertama kali
dinegara itu mendapat perlindungan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada
warga negara yang pertama kali diumumkan di wilayahnya juga perlindungan yang
diberikan secara khusus. Dan karya yang tidak diumumkan juga mendapat
perlindungan yang sama.
Sebagaimana dengan konvensi Bern, Konvensi ini juga mengalami revisi pada
tanggal 24 Juli 1971 di Paris. Konvensi ini terdiri dari 21 pasal dilengkapi dengan 3
protokol. Protokol I mengenai perlindungan karya dari orang-orang yang tanpa
kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara
internasional hak cipta terdapat orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan
atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan
perlindungan hak cipta itu dapat tercapai, yaitu untuk mendorong aktivitas dan
kreativitas para pencipta tidak terkecuali terhadap orang yang tidak mempunyai
kewarganegaraan atau pelarian. Dengan dilindungi hak ciptanya mereka mendapatkan
kepastian hukum.102

102

Suyud Margono, Op.Cit, hal. 42

Universitas Sumatera Utara

81

Protokol II mengenai berlakunya konvensi ini atas karya-karya daripada
organisasi-organisasi internasional tertentu. Hal ini erat kaitannya dengan keinginan
PBB untuk dapat hidup bersama secara harmonis, dan inilah yang menjadi dasar
diciptakan konvensi ini yang merupakan usaha dari UNESCO. Oleh karenanya dalam
protokol diatur pula secara khusus tentang perlindungan karya-karya badan organisasi
internasional. Protokol III berkenaan dengan cara-cara untuk memungkinkan turut
sertanya negara dalam konvensi ini dengan cara bersyarat.103
Dalam Konvensi Bern ditentukan bahwa Hak Cipta tidak tunduk dengan
formalitas apapun, tetapi di dalam UCC ditentukan bahwa suatu negara yang
menetukan formalitas seperti penyimpanan, pendaftaran, pemberitahuan, akta notaris,
pembayaran biaya, harus memperhatikan ketentuan Pasal III Konvensi. Ketentuan ini
tidak menghalangi peserta untuk menetapkan formalitas atau persyaratan lain untuk
mendapatkan dan menikmati Hak Cipta atas karya warga negaranya dimanapun ia
diumumkan. Dan juga tidak menghalangi peserta yang memohon keringanan hukum
harus menyimpan (deposit) pada kantor pengadilan atau kantor administrasi, copy
dari karyanya untuk keperluan litigasi. Tetapi kelalaian memenuhi ketentuan itu tidak
mempengaruhi validitas Hak Cipta. Formalitas demikian hanya merupakan
persyaratan administratif, sebab pada dasarnya, pencipta suatu karya harus
memberikan perlindungan tanpa formalitas terutama karya yang tidak diumumkan.104
Konvensi Bern menganut dasar falsafah Eropa yang menganggap hak cipta
sebagai hak alamiah daripada sipencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat
individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan
103
104

Universal Copyrigh

Ibid
Ibid

Universitas Sumatera Utara

82

Convention mencoba u