Pewarisan Hak Cipta Menurut KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

(1)

PEWARISAN HAK CIPTA MENURUT KUHPERDATA

DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014

TENTANG HAK CIPTA

SKRIPSI

DiajukanuntukMelengkapiTugas-tugasdalamMemenuhiSyarat-syaratuntukMemperolehGelarSarjanaHukum

Oleh:

NAMA : SAFFANAH SILMI

NIM : 110200069

DepartemenHukumKeperdataan Program KekhususanHukumPerdata BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PEWARISAN HAK CIPTA MENURUT KUHPERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

SKRIPSI

DiajukanuntukMelengkapiTugas-tugasdalamMemenuhiSyarat-syaratuntuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

NAMA : SAFFANAH SILMI

NIM : 110200069

DepartemenHukumKeperdataan Program KekhususanHukumPerdata BW

Menyetujui:

KetuaDepartemenHukumKeperdataan

(Dr. HasimPurba, SH., M.Hum)

NIP. 19660331985081001

DosenPembimbing I, DosenPembimbing II,

(Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum) (Syamsul Rizal, SH, M.Hum)

NIP. 196202131990031002 NIP. 196402161989111001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkankepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmant-Nya yang melimpah, penulis dapatmenyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pewarisan Hak Cipta Menurut KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta”. Penulisanskripsiinidilakukandalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dan selesai dengan baik tanpa adanya keterlibatan dari sejumlah pihak yang selama ini memang telah banyak membimbing, mendoakan dan membantu penulis dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, baik yang membantu langsung dalam proses penulisan maupun yang hanya sekedar memberikan dukungan moriil kepada penulis untuk selalu bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karenai tu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Hasyim Purba, SH. M.Hum sebagai Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Bapak Dr. OK. Saidin, SH M.Hum sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, pengarahan kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Syamsul Rizal, SH M.Hum sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya kepada Penulis untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan yang berguna kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Alwan, SH MH sebagai Penasehat Akademik yang telah banyak membantu Penulis selama ini dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpustakaan serta para pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada Abi tersayang Anaitullah SH. M.Hum dan Umi tercinta Sri Rahayu, terima kasih atas bimbingan, arahan, doa serta dukungannya baik moril maupun materil. Tanpa cinta, dukungan dan doa umi dan abi sangat sulit bagi Penulis mencapai cita-cita Penulis. Skripsi ini Penulis persembahkan untuk Abi dan Umi.

9. Kepada Adik-adik Penulis, yaitu Fasya, Ghalib dan Fadhil yang Penulis sangat sayangi.


(5)

10.Kepada sahabat-sahabat Penulis (anggota m2s yang dulu pernah berjaya) yang sangat Penulis sayangi: Nasrini Mandosari, Rahmadani Pardede, Zahrah H Dalimunthe, Nurul Ayu Rezeki, Reni Anggraini. Terima kasih untuk dukungan kalian semua. Kenangan-kenangan bersama m2s itu tidak akan pernah terlupakan.

11.Kepada Wahyu Zanuardi, Penulis mengucapkan terima kasih atas segala perhatian serta dukungan kepada Penulis untuk selalu bersemangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

12.Kepada Irin, Pita, Azirah, Nurul, Dila dan seluruh teman-teman Stambuk 2011 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Akhir kata harapan Penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan Ilmu Hukum di Indonesia. Dan semoga dengan skripsi ini dapat memberikan masukan yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Medan, November 2014 Penulis

SaffanahSilmi


(6)

ABSTRAK

Hak cipta merupakan hak milik oleh karena itu bersifat khusus karena hak tersebut hanya diberikan kepada pencipta atau pemilik/ pemegang hak yang bersangkutan untuk dalam waktu tertentu memperoleh perlindungan hukum guna mengumumkan, memperbanyak, mengedarkan, dan lain-lain hasil karya ciptanya, atau memberikan izin kepada orang lain untuk melaksanakan hal-hal tersebut. Hak cipta diklasifikasikan sebagai hak atas benda bergerak, sehingga hak cipta dapat dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibernarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengaturan pewarisan hak cipta diatur sesuai dengan hukum waris berdasarkan KUHPerdata yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang setelah meninggal dunia dengan cara-cara berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang mengatur tentang pewarisan hak cipta.

Dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan spesifikasi penelitian secara deskriptif analitis serta teknik pengumpulan data melauli library research (penelitian kepustakaan), maka penulis berusaha menjelaskan mengenai bagaimana kedudukan hak cipta sebagai harta kekayaan dalam warisan; bagaimama pengaturan mengenai pewarisan hak cipta menurut KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014;dan bagaimana pengaturan pewarisan hak cipta yang tidak diketahui penciptanya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa hak cipta sebagai harta kekayaan dalam warisan dapat beralih atau dialihkan kepemilikannya baik seluruhnya atau sebagian yang berlangsung secara otomatis sejak meninggalnya pemilik hak cipta (pewaris) serta kedudukan hak cipta setelah diwariskan masih tetap diakui dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Dalam hal pewarisan hak cipta yang tidak diketahui penciptanya maka negaralah yang memiliki atau memegang hak cipta tersebut, artinya walaupun suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya namun ciptaan tersebut harus tetap dijaga dan dilindungi kelestariannya.


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI………v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Metode Penulisan ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA A. Sejarah Hak Cipta ... 15

1. Sejarah Perkembangan Perlindungan Hak Cipta di Dunia.. 15

2. Sejarah Perkembangan Perlindungan Hak Cipta di Indonesia ... 17

B. Pengertian Hak Cipta ... 21

C. Ciptaan yang Dilindungi ... 25

D. Masa Berlakunya Hak Cipta ... 30

E. Hak Ekonomi dan Hak Moral ... 33

1. Hak Ekonomi Atas Suatu Ciptaan ... 33 v


(8)

2. Hak Moral Atas Suatu Ciptaan ... 37

F. Hak Cipta dan Lisensi ... 39

G. Pengalihan Hak Cipta... 41

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEWARISAN A. Pengertian Waris ... 46

B. Ruang Lingkup Pewarisan ... 48

1. Sistem Pewarisan ... 48

2. Syarat- Syarat Pewarisan ... 50

3. Cara Mendapatkan Warisan ... 50

4. Unsur-Unsur Dalam Pewarisan ... 52

C. Pewaris dan Ahli Waris ... 55

1. Pewaris ... 55

2. Ahli Waris ... 57

D. Warisan Terhadap Hak Cipta ... 65

BAB IV PEWARISAN HAK CIPTA MENURUT KUHPERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA A. Hak Cipta Sebagai Harta Kekayaan Dalam Warisan ... 68

B. Pewarisan Hak Cipta Menurut KUHPerdata dan Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 ... 72

C. Pewarisan Ekspresi Budaya Tradisional dan Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui ... 91


(9)

1. Konsep Ekspresi Budaya Tradisional dan Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui sebagai Kekayaan Intelektual ... 92 2. Pengaturan dan Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional

dan Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui ... 98 3. Pelaksanaan Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional dan Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui di Indonesia... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 103 B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106


(10)

ABSTRAK

Hak cipta merupakan hak milik oleh karena itu bersifat khusus karena hak tersebut hanya diberikan kepada pencipta atau pemilik/ pemegang hak yang bersangkutan untuk dalam waktu tertentu memperoleh perlindungan hukum guna mengumumkan, memperbanyak, mengedarkan, dan lain-lain hasil karya ciptanya, atau memberikan izin kepada orang lain untuk melaksanakan hal-hal tersebut. Hak cipta diklasifikasikan sebagai hak atas benda bergerak, sehingga hak cipta dapat dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibernarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengaturan pewarisan hak cipta diatur sesuai dengan hukum waris berdasarkan KUHPerdata yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang setelah meninggal dunia dengan cara-cara berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang mengatur tentang pewarisan hak cipta.

Dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan spesifikasi penelitian secara deskriptif analitis serta teknik pengumpulan data melauli library research (penelitian kepustakaan), maka penulis berusaha menjelaskan mengenai bagaimana kedudukan hak cipta sebagai harta kekayaan dalam warisan; bagaimama pengaturan mengenai pewarisan hak cipta menurut KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014;dan bagaimana pengaturan pewarisan hak cipta yang tidak diketahui penciptanya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa hak cipta sebagai harta kekayaan dalam warisan dapat beralih atau dialihkan kepemilikannya baik seluruhnya atau sebagian yang berlangsung secara otomatis sejak meninggalnya pemilik hak cipta (pewaris) serta kedudukan hak cipta setelah diwariskan masih tetap diakui dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Dalam hal pewarisan hak cipta yang tidak diketahui penciptanya maka negaralah yang memiliki atau memegang hak cipta tersebut, artinya walaupun suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya namun ciptaan tersebut harus tetap dijaga dan dilindungi kelestariannya.


(11)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA

A. Sejarah Hak Cipta

1. Sejarah Perkembangan Perlindungan Hak Cipta di Dunia

Hak Cipta merupakan terjemahan dari copyright dalam bahasa Inggris (secara harfiah artinya "hak salin"). Copyright diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya.8

8

Harris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI (Hak Kekayaan Intelektual : Hak Cipta,

Paten, Merek dan Seluk- beluknya), hlm.21.

Namun setelah di temukannya mesin cetak oleh J. Guetenberg pada pertengahan abad ke-15, maka terjadilah perubahan dalam waktu yang pendek serta dengan biaya yang lebih ringan, sehingga perdagangan buku menjadi meningkat.

Di bidang hak cipta perlindungan mulai diberikan di Inggris pada tahun 1557 kepada perusahaan alat tulis dalam hal penerbitan buku. Dalam akhir abad ke-17 para pedagang dan penulis menentang kekuasaan yang diperoleh para penerbit dalam penerbitan buku, dan menghendaki dapatnya ikut serta dan untuk menikmati hasil ciptaannya dalam bentuk buku. Sebagai akibat ditemukanya mesin cetak yang membawa akibat terjadinya perubahan masyarakat maka dalam tahun 1709 parlemen Inggris menerbitkan Undang-undang Anne (The Statute of Anne). Tujuan undang-undang tersebut adalah untuk mendorong “learned men to compose and write useful work”.


(12)

Dalam Tahun 1690, John Locke mengutarakan dalam bukunya Two Treatises on Civil Government bahwa pengarang atau penulis mempunyai hak dasar (“natural right”) atas karya ciptanya. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum yang bisa dimanfaatkan siapa saja secara bebas.

Adapun perkembangan di Belanda dengan Undang-Undang tahun 1817, hak cipta (Kopijregt) tetap berada pada penerbit, baru dengan Undang-Undang Hak Cipta tahun 1881 hak khusus pencipta (uitsuitendrecht van de maker) sepanjang mengenai pengumuman dan perbanyakan memperoleh pengakuan formal dan materiil. Dalam tahun 1886 terciptalah Konvensi Bern untuk perlindungan karya sastra dan seni, suatu pengaturan yang modern di bidang hak cipta. Kehendak untuk ikut serta dalam Konvensi Bern, merupakan dorongan bagi Belanda terciptanya Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1912 (Auteurswet 1912).

Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886 merupakan ketentuan hukum internasional yang pertama mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada si pembuat karya cipta, dan pengarang atau pembuat tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatif atau turunannya (karya- karya lain yang dibuat berdasarkan karya pertama), hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut sudah habis.9

9


(13)

2. Sejarah Perkembangan Perlindungan Hak Cipta di Indonesia

a. Perkembangan pengaturan hak cipta sebelum TRIPs Agreement di Indonesia

Sejak tahun 1886, di kalangan negara-negara di kawasan barat Eropa telah diberlakukan Konvensi Bern, yang ditujukan bagi perlindungan ciptaan-ciptaan di bidang sastra dan seni. Kecenderungan negara-negara Eropa Barat untuk menjadi peserta pada Konvensi ini, hal ini yang mendorong kerajaan Belanda untuk memperbaharui undang-undang hak ciptanya yang sudah berlaku sejak 188110

Secara yuridis formal Indonesia diperkenalkan dengan masalah hak cipta pada tahun 1912, yaitu pada saat diundangkannya Auteurswet (Wet van 23 September 1912, Staatblad 1912 Nomor 600), yang mulai berlaku 23 September 1912.

dengan suatu undang-undang hak cipta baru pada tanggal 1 November tahun 1912, yang dikenal dengan Auteurswet 1912. Tidak lama setelah pemeberlakuan undang-undang ini, kerajaan Belanda mengikatkan diri pada Konvensi Bern 1886.

11

Setelah Indonesia merdeka, ketentuan Auteurswet 1912 ini kemudian masih dinyatakan berlaku sesuai dengan ketentuan peralihan yang terdapat dalam Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 192 Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat dan

10

Undang- Undang Hak Cipta Belanda ini merupakan pembaharuan dari undang- undang hak cipta yang berlaku sebelumnya pada tahun 1817; sebelum tahun ini undang- undang hak cipta yang lebih awal mendahuluinya yang merupakan undang- undang hak cipta pertama di Belanda diundangkan tahun 1803. Dengan demikian, baru setelah mempunyai undang- undang hak cipta nasional selama 110 tahun, Belanda menjadi peserta Konvensi Bern 1886.Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia: Teori dan Analisis Harmonisasi Ketentuan World Trade

Organization/WTO- TRIPs Agreement, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm. 53.

11

Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi


(14)

Pasal 142 Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Pemberlakuan Auteurswet 1912 ini sudah barang tentu bersifat sementara.12

Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern dan menyatakan semua ketentuan hukum tentang hak cipta tidak berlaku lagi, agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karya asing tanpa harus membayar royalti. Dengan pertimbangan agar tidak menyulitkan Indonesia dalam pergaulan masyarakat internasional, sikap itu ditinjau kembali setelah Orde Baru berkuasa. Ketentuan lama zaman Belanda tentang hak cipta, yakni Auteurswet 1912 berlaku lagi.13

Dalam pelaksanaannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 ini ternyata banyak dijumpai terjadinya pelanggaran terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan terhadap hak cipta, yang telah berlangsung dari waktu ke waktu dengan semakin meluas dan sudah mencapai tingkat yang membahayakan dan merugikan kreatifitas untuk mencipta, yang dalam pengertian yang lebih luas juga akan membahayakan sendi kehidupan dalam arti seluas-luasnya.

Setelah 37 tahun Indonesia merdeka, Indonesia sebagai negara berdaulat mengundangkan suatu Undang-Undang nasional tentang Hak Cipta, tepatnya tanggal 12 April 1982, pemerintah Indonesia memutuskan untuk mencabut Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 Tahun 1912 dan sekaligus mengundangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang dimuat dalam Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15. Undang-undang ini pada prinsipnya peraturannya sama dengan Auteurswet 1912 namun disesuaikan dengan keadaan Indonesia pada saat itu.

14

12

Suyud Margono, op.cit., hlm. 57.

13

Harris Munandar dan Sally Sitanggang, op.cit., hlm.22.

14


(15)

Perkembangan kegiatan pelanggaran hak cipta tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sebab-sebab timbulnya keadaan tersebut bersumber kepada:15

1) Masih belum memasyarakatnya etika untuk menghargai karya cipta seseorang;

2) Kurangnya pemahaman terhadap arti dan fungsi hak cipta, serta ketentuan undang-undang hak cipta pada umumnya, yang disebabkan karena masih kurangnya penyuluhan mengenai hal tersebut;

3) Terlalu ringannya ancaman yang ditentukan dalam undang-undang hak cipta terhadap pembajakan hak cipta.

Namun di luar faktor diatas, pengamatan terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 itu sendiri ternyata juga menunjukkan masih perlunya dilakukan beberapa penyempurnaan sehingga mampu menangkal pelanggaran tersebut.

Dalam memenuhi tuntutan penyempurnaan atas Undang-Undang Hak Cipta 1982 tersebut, maka pada tanggal 23 September 1987 Pemerintah atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, diundangkanlah Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.

Di dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1987 skala perlindungan pun diperluas, diantara perubahan mendasar yang terjadi di dalamnya adalah masa berlaku perlindungan karya cipta diperpanjang menjadi 50 tahun setelah meninggalnya si pencipta. Karya-karya seperti rekaman dan video dikategorikan sebagai karya-karya yang dilindungi. Selain itu salah satu kelemahan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 dalam menanggulangi pelanggaran hak cipta karena peraturan pidananya sebagai delik aduan. Penyidik baru

15


(16)

dapat melakukan penangkapan terhadap pelakunya setelah adanya pengaduan dari pihak korban. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 peraturan pidananya diubah menjadi delik biasa. Warga masyarakat dapat melaporkan adanya peristiwa pelanggaran hak cipta tanpa perlu ada pengaduan dari korban, penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap pelakunya.16

b. Perkembangan Pengaturan Hak Cipta Setelah TRIPs Agreement

Kemudian setelah berjalan selama 10 tahun UU Nomor 6 Tahun 1982 jo UU Nomor 7 Tahun 1987 diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang hak cipta yang telah diubah UU Nomor 7 Tahun 1987. Perubahan undang-undang ini dikarenakan negara kita ikut serta dalam Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights, Including Trade Counterfeit Goods/ TRIPs) yang merupakan bagian dari Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade Organization). Dengan keterkaitan tersebut negara kita telah meratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 1994 dan melanjutkan dengan menerapkan dalam undang-undang yang salah satunya adalah Undang-Undang Hak Cipta. Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the Protection of Arstistic and Literary Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO) dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.

Walaupun perubahan pengaturan Hak Cipta melalui UUHC 1997 telah memuat beberapa penyesuaian pasal yang sesuai dengan

16

Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek- Aspek Hukumnya, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm. 5-6.


(17)

Perjanjian TRIPs, masih terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang hak cipta, termasuk upaya umtuk memajukan perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya bangsa Indonesia. Dengan memperhatikan hal tersebut dipandang perlu untuk mengganti UUHC dengan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Lalu disadari karena kekayaan seni dan budaya, serta pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional, maka dibentuklah UUHC yang baru, yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta agar sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat.

B. Pengertian Hak Cipta

Hak cipta secara harfiah berasal dari dua kata yaitu hak dan cipta. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “hak” berarti suatukewenangan yang diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya bebas untuk digunakan atau tidak.Sedangkan kata “cipta” atau “ciptaan” tertuju pada hasil karya manusia dengan menggunakan akal pikiran, perasaan, pengetahuan, imajinasi dan pengalaman. Sehingga dapat diartikan bahwa hak cipta berkaitan erat dengan intelektual manusia.

Istilah hak cipta diusulkan pertama kalinya oleh Sultan Mohammad Syah, SH pada Kongres Kebudayaan di Bandung pada tahun 1951 (yang kemudian di terima di kongres itu) sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas cakupan pengertiannya, karena istilah hak pengarang itu memberikan kesan “penyempitan” arti, seolah-olah yang di cakup oleh pengarang itu hanyalah hak dari pengarang saja, atau yang ada


(18)

sangkut pautnya dengan karang-mengarang saja, padahal tidak demikian. Istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda Auteurs Rechts.17

Hak cipta adalah hak eksklusif atau yang hanya dimiliki si Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil karya atau hasil olah gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan" atau hak untuk menikmati suatu karya. Hak cipta juga sekaligus memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi pemanfaatan, dan mencegah pemanfaatan secara tidak sah atas suatu ciptaan. Mengingat hak eksklusif itu mengandung nilai ekonomis yang tidak semua orang bisa membayarnya, maka untuk adilnya hak eksklusif dalam hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.

Secara yuridis, istilah Hak Cipta telah dipergunakan dalam Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1982 sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dipergunakan dalam Auteurswet 1912.

18

Hak cipta adalah hak eksklusifpencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan WIPO (World Intellectual Property Organization) mengatakan copyright is legal from describing right given to creator for their literary and artistic works. Yang artinya hak cipta adalah terminologi hukum yang menggambarkan hak-hak yang diberikan kepada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang seni dan sastra.

Imam Trijono berpendapat bahwa hak cipta mempunyai arti tidak saja si pencipta dan hasil ciptaannya yang mendapat perlindungan hukum, akan tetapi juga perluasan ini memberikan perlindungan kepada yang diberi kepada yang diberi kuasa pun kepada pihak yang menerbitkan terjemah daripada karya yang dilindungi oleh perjanjian ini.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, berbunyi :

17

Rachmadi Usman, op.cit., hlm. 85.

18


(19)

dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada dasarnya, hak cipta adalah sejenis kepemilikan pribadi atas suatu ciptaan yang berupa perwujudan dari suatu ide pencipta di bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Ketika anda membeli sebuah buku, anda hanya membeli hak untuk meminjamkan dan menyimpan buku tersebut sesuai keinginan anda. Buku tersebut adalah milik anda pribadi dalam bentuknya yang nyata atau dalam wujud benda berupa buku. Namun, ketika anda membeli buku ini, anda tidak membeli Hak Cipta karya tulis yang ada dalam buku yang dimiliki oleh si pengarang ciptaan karya tulis yang diterbitkan sebagai buku.

Dengan kerangka berpikir tentang sifat dasar hak cipta yang demikian, anda tidak memperoleh hak untuk mengkopi ataupun memperbanyak buku tanpa seizin dari pengarang. Apalagi menjual secara komersial hasil perbanyakan buku yang dibeli tanpa seizin dari pengarang. Hak memperbanyak karya tulis adalah hak eksklusif pengarang atau seseorang kepada siapa pengarang mengalihkan hak perbanyak dengan cara memberikan lisensi.

Maka hak cipta dapat disimpulkan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:19

1. Hak Cipta adalah hak eksklusif

Dari definisi hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 disebutkan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif; diartikan sebagai hak eksklusif karena hak cipta hanya diberikan kepada pencipta atau pemilik/ pemegang hak, dan orang lain tidak dapat memanfaatkannya atau dilarang menggunakannya kecuali atas izin pencipta selaku pemilik hak, atau orang yang menerima hak dari pencipta tersebut (pemegang hak).Pemegang hak

19

Suyud Margono, Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual, Nuansa Aulia, Bandung, 2010, hlm 14-15.


(20)

cipta yang bukan pencipta ini hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif tersebut yaitu hanya berupa hak ekonominya saja.

2. Hak Cipta berkaitan dengan kepentingan umum

Seperti yang telah dijelaskan bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif yang istimewa, tetapi ada pembatasan-pembatasan tertentu yang bahwa Hak Cipta juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat atau umum yang juga turut memanfaatkan ciptaan seseorang. Secara umum, hak cipta atas suatu ciptaan tertentu yang dinilai penting demi kepentingan umum dibatasi penggunaannya sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat(kepentingan umum). Kepentingan-kepentingan umum tersebut antara lain: kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kegiatan penelitian dan pengembangan.

Apabila negara memandang perlu, maka negara dapat mewajibkan pemegang hak cipta untuk menerjemahkan atau memperbanyaknya atau pemegang hak cipta dapat memberi izin kepada pihak lain untuk melakukannya.

3. Hak Cipta dapat beralih maupun dialihkan

Seperti halnya bentuk-bentuk benda bergerak lainnya, hak cipta juga dapat beralih maupun dialihkan, baik sebagian maupun dalam keseluruhannya. Pengalihan dalam hak cipta ini dikenal dengan dua macam cara, yaitu: a. ‘transfer’: merupakan pengalihan hak cipta yang berupa pelepasan hak

kepada pihak/ orang lain, misalnya karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, dan sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang- undangan.

b. ‘assignment’ : merupakan pengalihan hak cipta dari suatu pihak kepada pihak lain berupa pemberian izin/ persetujuan untuk pemanfaatan hak cipta dalam jangka waktu tertentu, misalnya perjanjian lisensi.


(21)

Berdasarkan praktik-praktik pelaksanaan hak cipta dan juga norma ‘Principle of Specification’ dalam hak cipta, maka hak cipta dibatasi oleh: a. Waktu: misalnya lama produksi suatu barang sekian tahun,

b. Jumlah: misalnya jumlah produksi barang sekian unit dalam satu tahun,

c. Geografis: contohnya sampul kaset bertuliskan “For Sale in Indonesia Only” atau slogan “Bandung Euy”.20

C. Ciptaan yang Dilindungi

Pasal 9 ayat 2 TRIPs menyatakan:

Perlindungan hak cipta hanya diberikan pada perwujudan suatu ciptaan dan bukan pada ide, prosedur, metode pelaksanaan atau konsep-konsep matematis semacamnya.21

Menurut L.J. Taylor dalam bukunya Copyright for Librarians menyatakan bahwa yang dilindungi hak cipta adalah ekspresinya dari sebuah ide, jadi bukan melindungi idenya itu sendiri. Artinya, yang dilindungi hak cipta adalah sudah dalam bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan masih merupakan gagasan.22

20

Ibid., hlm.15.

21

Tim Lindsley,dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT. Alumni, Bandung, 2006, hlm. 105.

22

Rachmadi Usman, op.cit., hlm. 121.

Dengan demikian, terdapat dua persyaratan pokok untuk mendapatkan perlindungan hak cipta, yaitu unsur keaslian dan kreatifitas dari suatu karya cipta. Bahwa suatu karya cipta adalah hasil dari kreatifitas penciptanya itu sendiri dan bukan tiruan serta tidak harus baru atau unik. Namun, harus menunjukkan keaslian sebagai suatu ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreatifitasnya yang bersifat pribadi.


(22)

Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta telah memberikan beberapa kriteria mengenai hasil ciptaan yang diberikan perlindungan oleh Hak Cipta sebagai berikut :

1. Dalam Undang-Undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:

a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

d. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;

e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung, kolase; g. Karya seni terapan;

h. Karya arsitektur; i. Peta;

j. Karya seni batik atau seni motif lain; k. Karya fotografi;

l. Potret;

m. Karya sinematografi;

n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;

p. Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya;

q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;


(23)

s. Program Komputer.

2. Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat l dilindungi sebagai ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.

3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2, termasuk perlindungan terhadap ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.

Selanjutnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 juga menjelaskan pengertian dari jenis ciptaan yang dilindungi sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 sebagai berikut: a. perwajahan karya tulis adalah karya cipta yang lazim dikenal dengan

"typholographical arrangement", yaitu aspek seni pada susunan dan bentuk penulisan karya tulis. Hal ini mencakup antara lain format, hiasan, komposisi warna dan susunan atau tata letak huruf indah yang secara keseluruhan menampilkan wujud yang khas;

b. alat peraga adalah ciptaan yang berbentuk 2 (dua) ataupun 3 (tiga) dimensi yang berkaitan dengan geografi, topografi, arsitektur, biologi atau ilmu pengetahuan lain;

c. lagu atau musik dengan atau tanpa teks diartikan sebagai satu kesatuan karya cipta yang bersifat utuh;

d. gambar antara lain meliputi: motif, diagram, sketsa, logo dan unsur-unsur warna dan bentuk huruf indah.

kolase adalah komposisi artistik yang dibuat dari berbagai bahan (misalnya dari kain, kertas, atau kayu) yang ditempelkan pada permukaan sketsa atau media karya;

e. karya seni terapan adalah karya seni rupa yang dibuat dengan menerapkan seni pada suatu produk hingga memiliki kesan estetis dalam memenuhi kebutuhan praktis, antara lain penggunaan gambar, motif, atau ornament pada suatu produk;


(24)

f. karya arsitektur antara lain, wujud fisik bangunan, penataan letak bangunan, gambar rancangan bangunan, gambar teknis bangunan, dan model atau maket bangunan;

g. peta adalah suatu gambaran dari unsur alam dan/atau buatan manusia yang berada di atas ataupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu, baik melalui media digital maupun non digital;

h. karya seni batik adalah motif batik kontemporer yang bersifat inovatif, masa kini, dan bukan tradisional. Karya tersebut dilindungi karena mempunyai nilai seni, baik dalam kaitannya dengan gambar, corak, maupun komposisi warna.

Karya seni motif lain adalah motif yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti seni songket, motif tenun ikat, motif tapis, motif ulos, dan seni motif lain yang bersifat kontemporer, inovatif, dan terus dikembangkan;

i. karya fotografi meliputi semua foto yang dihasilkan dengan menggunakan kamera;

j. karya sinematografi adalah Ciptaan yang berupa gambar gerak (moving images) antara lain: film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop,layar lebar, televisi atau media lainnya. Sinematografi merupakan salah satu contoh bentuk audiovisual;

k. bunga rampai meliputi: ciptaan dalam bentuk buku yang berisi kompilasi karya tulis pilihan, himpunan lagu pilihan, dan komposisi berbagai karya tari pilihanyang direkam dalam kaset, cakram optik atau media lain.

Basis data adalah kompilasi data dalam bentuk apapun yang dapat dibaca oleh komputer atau kompilasi dalam bentuk lain, yang karena alasan pemilihan atau pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi intelektual.Perlindungan terhadap basis data diberikan dengan tidak


(25)

mengurangi hak para pencipta atas ciptaan yang dimaksudkan dalam basis data tersebut.

Adaptasi adalah mengalihwujudkan suatu Ciptaan menjadi bentuk lain. Sebagai contoh dari buku menjadi film.

Karya lain dari hasil transformasi adalah merubah format ciptaan menjadi format bentuk lain. Sebagai contoh musik pop menjadi musik dangdut. Hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta meliputi:23

Hal-hal yang tidak termasuk hak cipta adalah hasil rapat terbuka lembaga negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan kitab suci atau simbol keagamaan.

1. hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;

2. setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan , digambarkan , dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah ciptaan; dan

3. alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.

24

a. Ciptaan diluar bidang ilmu pengetahuan, seni, dan satra Hal-hal yang tidak dapat didaftarkan sebagai ciptaan adalah:

b. Ciptaan yang tidak orisinil c. Ciptaan yang bersifat abstrak

d. Ciptaan yang sudah merupakan milik umum

23

Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

24


(26)

e. Ciptaan yang tidak sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Hak Cipta.25

D. Masa Berlakunya Hak Cipta

Sebagaimana diketahui bahwa sejak ciptaan diwujudkan berakibat munculnya hak cipta terhadap ciptaan tersebut, ini berarti sejak saat itu hak cipta mulai berlaku. Pencipta resmi memiliki hak untuk menerbitkan ciptaannya, menggandakan ciptaannya, mengumumkan ciptaannya, dan melarang pihak lain untuk melipatgandakan dan/atau menggunakan secara komersial ciptaannya.

Semua sesuatu tentu ada awalnya dan ada akhirnya. Demikian juga dengan hak cipta tidak terlepas dari masa berlakunya atau ada batas waktunya. Masalah berlakunya hak cipta tidak sama antara ciptaan yang satu dengan ciptaan yang lain karena dipengaruhi oleh sifat ciptaan dari kelompok hak ciptanya. Ada dua macam sifat ciptaan yaitu yang sifatnya asli (original) dan sifatnya turunan (derivatif).Masa berlakunya juga bergantung pada jenis ciptaan atau “objek” hak ciptanya, serta apakah objek itu diterbitkan atau tidak diterbitkan.

Hak cipta berlaku dalam jangka waktu terbatas, dan lamanya berbeda-beda tiap negara. Sebagai suatu hak yang mempunyai fungsi sosial, maka hak cipta mempunyai masa berlaku tertentu. Hal ini untuk menghindarkan adanya monopoli secara berlebihan dari si pencipta.

Di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, jangka waktu berlakunya suatu hak cipta adalah sebagai berikut:

1. Masa Berlaku Hak Moral

Hak moral pencipta berlaku tanpa batas waktu dalam hal:

25


(27)

a. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum;

b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya; dan

c. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

Hak moral pencipta berlaku selama berlangsungnya jangka waktu hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan, yaitu dalam hal:

a. mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; b. mengubah judul dan anak judul ciptaan.

2. Masa Berlaku Hak Ekonomi

Pasal 58 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menyatakan bahwa: a. Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan:

1. Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya; 2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya;

3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

5. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; 6. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; 7. Karya arsitektur;

8. Peta; dan

9. Karya seni batik atau seni motif lain,

berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia.

b.Dalam hal ciptaan dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, perlindungan hak cipta berlaku selama hidup penciptanya yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun sesudahnya.


(28)

c. Perlindungan hak cipta atas ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.

Pasal 59 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menyatakan bahwa: a. Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan:

1. Karya fotografi; 2. Potret;

3. Karya sinematografi; 4. Permainan video; 5. Program Komputer; 6. Perwajahan karya tulis;

7. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

8. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi buda ya tradisional;

9. Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer atau media lainnya;

10.Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;

berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.

b. Perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan berupa karya seni terapan berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.

Negara sebagai pemegang hak cipta atas ekspresi budaya tradisional (mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi sebagai berikut: a.Verbal tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa maupun


(29)

puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya sastra ataupun narasi informatif; b. Musik, mencakup antara lain vokal, instrumental, atau kombinasinya; c. Gerak, mencakup antara lain tarian; d. Teater, mencakup anatara lain pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat; e. Seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, keramik, kertas, tekstil, dan lain-lain atau kombinasinya; dan f. Upacara adat) hak atas ciptaannya ditetapkan dalam Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 berlaku tanpa batas waktu, artinya berlaku sepanjang zaman.

Meskipun hak ciptanya berlaku sepanjang zaman, namun karena hak cipta atas ciptaan tersebut merupakan milik bersama (rescommunis), maka siapa pun dapat meniru atau memperbanyak ciptaan tanpa perlu meminta izin terlebih dahulu dari negara sebagai pemegang hak cipta, asalkan yang bersangkutan adalah warga negara Indonesia karena ia ikut memiliki hak ciptanya.

Sedangkan negara sebagai pemegang hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali dilakukan pengumuman.

E. Hak Ekonomi dan Hak Moral 1. Hak Ekonomi Atas Suatu Ciptaan

Hak cipta berhubungan dengan kepentingan-kepentingan yang bersifat ekonomi (economic rights). Adanya kepentingan-kepentingan yang bersifat ekonomi di dalam hak cipta tersebut, merupakan suatu perwujudan dari sifat hak cipta itu sendiri, yaitu bahwa ciptaan-ciptaan yang merupakan produk olah pikir manusia itu mempunyai nilai, karena ciptaan-ciptaan tersebut merupakan suatu bentuk kekayaan, walaupun bentuknya tidak berwujud (intangible).

Bagi manusia yang menghasilkan karya cipta tersebut memang memberikan kepuasan, tetapi dari segi yang lain karya cipta tersebut


(30)

sebenarnya juga memiliki arti ekonomi. Hal ini rasanya perlu dipahami, dan tidak sekedar menganggapnya semata-mata sebagai karya yang memberikan kepuasan batiniah, bersifat universal dan dapat dinikmati oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun juga, apalagi dengan sikap bahwa sepantasnya hak itu dapat diperoleh secara cuma-cuma.

Hak ekonomi ini diperhitungkan karena hak kekayaan intelektual dapat digunakan/dimanfaatkan oleh pihak lain dalam perindustrian atau perdagangan yang mendatangkan keuntungan.26

a. penerbitan ciptaan;

Hak ekonomi tersebut adalah hak yang dimiliki oleh seseorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya.Hak ekonomi pada setiap undang-undang selalu berbeda, baik terminologinya, jenis hak yang diliputnya, dan ruang lingkup dari tiap jenis hak ekonomi tersebut. Dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, menyatakan bahwa pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan:

b. penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya;

Dalam Pasal 1 angka 12 menyatakan bahwa penggandaan adalah proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara.

Penggandaansama dengan perbanyakan, yaitu menambah jumlah sesuatu ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama, atau menyerupai ciptaan tersebut, dengan menggunakan bahan yang sama, maupun tidak sama; termasuk mengalihwujudkan sesuatu ciptaan. Bentuk perbanyakan ini biasa dilakukan dengan peralatan tradisional maupun modern.

c. penerjemahan ciptaan; 26

Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 19.


(31)

d. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan; Pada Penjelasan Pasal 40 dikatakan bahwa adaptasi adalah mengalihwujudkan suatu Ciptaan menjadi bentuk lain, sebagai contoh dari buku menjadi film. Karya lain dari hasil transformasi adalah merubah format ciptaan menjadi format bentuk lain, sebagai contoh musik pop menjadi musik dangdut.27

e. pendistribusian ciptaan atau salinannya;

Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pendistribusian adalah penjualan, pengedaran dan/atau penyebaran ciptaan dan/atau produk hak terkait.Hak distribusi adalah hak yang dimiliki pencipta untuk menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil ciptaannya dengan maksud agar ciptaan tersebut dikenal oleh masyarakat.Hak ekonomi untuk melakukan pendistribusian ciptaan ini tidak berlaku terhadap ciptaan atau salinannya yang telah dijual atau yang telah dialihkan kepemilikan ciptaan tersebut kepada siapapun.

f. pertunjukan ciptaan;

Hak pertunjukan ciptaan (Public Performance Right)merupakan hak yang dimiliki oleh para pemusik, dramawan, maupun seniman lainnya yang karyanya dapat terungkap dalam bentuk pertunjukan. Pada Pasal 1 angka 6 dikatakan bahwa pelaku pertunjukan adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menampilkan dan mempertunjukkan suatu ciptaan.Setiap orang atau pihak yang ingin menampilkan, atau mempertunjukkan suatu karya cipta harus meminta izin dari si pemilik hak untuk mempertunjukan (performings rights) tersebut.

g. pengumuman ciptaan;

Pengumuman sendiri berdasarkan pasal 1 angka 11 adalah pembacaan, penyiaran, pameransuatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun baik elektronik atau non elektronik atau melakukan dengan cara

27


(32)

apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.

h. komunikasi ciptaan; dan

Pasal 1 angka 16 menyatakan bahwa komunikasi adalah pentranmisian suatu ciptaan, pertunjukan, atau fonogram melalui kabel atau media lainnya selain penyiaran sehingga dapat diterima oleh publik, termasuk penyediaan suatu ciptaan, pertunjukan, atau fonogram agar dapat diakses publik dari tempat dan waktu yang dipilihnya.

i. penyewaan ciptaan.

Hak cipta sebagai hak ekonomi dapat dilihat dari penerapan hak eksklusif, seorang pencipta/pemegang hak cipta melakukan perbanyakan ciptaan kemudian dijual di pasaran, maka ia memperoleh keuntungan materi dari perbanyakan ciptaan tersebut.

Demikian pula dengan memberi izin kepada pihak lain untuk memproduksi, memperbanyak dan menjual hasil copy-an ciptaan adalah bukan semata-mata karena perbuatan memberi izin saja melainkan pencipta/pemegang hak cipta juga bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari perbuatan tersebut. Hal ini memang wajar, pencipta/pemegang hak cipta ikut serta mendapat bagian keuntungan, karena pihak yang diberi izin mendapatkan keuntungan dari penerimaan izin tersebut.28

Sejalan dengan itu Muhammad mengatakan, bahwa hak ekonomi tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan sendiri hak kekayaan intelektual atau karena penggunaan pihak lain berdasarkan lisensi. Dalam perjanjian lisensi hak cipta selain memperjanjikan izin menggunakan hak cipta juga memperjanjikan

28


(33)

pembagian keuntungan yang diperoleh penerima lisensi dengan pemberi lisensi.29

2. Hak Moral Atas Suatu Ciptaan

Berbicara tentang hak cipta tidak dapat dipisahkan dari masalah moral karena di dalam hak cipta itu sendiri melekat hak moral sepanjang jangka waktu perlindungan hak cipta masih ada. Masalah moral muncul disebabkan pada dasarnya setiap orang mempunyai keharusan untuk menghormati atau menghargai karya cipta orang lain. Dengan kata lain, hak moral merupakan penghargaan moral yang diberikan masyarakat kepada seseorang karena orang tersebut telah menghasilkan suatu ciptaan atau karya tertentu yang bermanfaat bagi masyarakat. Penghargaan moral ini tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi berwujud pemberian kekuasaan atau wewenang tertentu kepadanya untuk melakukan sesuatu dan orang lain tidak dapat dengan sesuka hatinya mengambil maupun mengubah karya cipta seseorang menjadi atas namanya.

Hak moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi atau reputasi pencipta. Hak moral melekat pada pribadi pencipta. Apabila hak cipta dapat dialihkan kepada pihak lain, maka hak moral tidak dapat dipisahkan dari pencipta dan penemu karena bersifat pribadi atau kekal. Sifat pribadi menunjukkan ciri khas yang berkenaan dengan nama baik, kemampuan dan integritas yang hanya dimiliki oleh pencipta atau penemu. Kekal artinya melekat pada pencipta atau penemu selama hidup bahkan setelah meninggal dunia.

Hak-hak moral tercantum dalam Pasal 6 Konvensi Bern yang menyatakan bahwa:

“... Pencipta memiliki hak untuk mengklaim kepemilikan atas karyanya dan mengajukan keberatan atas distorsi, mutilasi, atau perbahan-perubahan serta perbuatan pelanggaran lain yang berkaitan

29


(34)

dengan karya tersebut yang dapat merugikan kehormatan atau reputasi si Penggarang/ Pencipta”.30

Hak moral mempunyai dua asas, yaitu:31

Hak moral tidak dapat dialihkan dengan alasan apapun selama pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan a. Droit de paternite: pencipta berhak untuk mencantumkan namanya pada

ciptaannya,

b. Droit au respect: pencipta berhak mengubah judul maupun isi ciptaannya, jadi dia berhak mengajukan keberatan atas penyimpangan, perusakan, atau tindakan lainnya atas karyanya.

Sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta untuk:

a. tetap mencantumkan atau tidak tidak mencantumkan namanya pada salinanan sehubungan dengan pemakaian ciptaanya untuk umum;

b. menggunakan nama aliasnya atau nama samarannya;

c. mengubah ciptannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; d. mengubah judul dan anak judul ciptaan; dan

e. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya. (Distorsi ciptaan adalah tindakan pemutarbalikan suatu fakta atau identitas ciptaan. Mutilasi ciptaan adalah proses atau tindakan menghilangkan sebagian ciptaan. Modifikasi ciptaan adalah pengubahan atas ciptaan).

30

Tim Lindsley, op.cit.,hlm. 117.

31


(35)

dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah pencipta meninggal dunia.32

F. Hak Cipta dan Lisensi

Apabila terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral setelah pencipta meninggal dunia, maka penerima pengalihan pelaksanaan hak moral tersebut dapat memilih apakah menerima atau menolak pengalihan pelaksanaan hak moral tersebut.Penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis.

1. Pengertian Lisensi

Sejalan dengan hak cipta sebagai hak eksklusif dan hak ekonomi, pihak pencipta/ pemegang hak cipta mempunyai hak untuk memberi izin kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya dan pemberian izin tersebut tidak dapat dilepaskan dari masalah keuntungan dari penggunaan hak cipta. Pemberian izin dari pencipta/ pemegang hak cipta kepada orang lain itulah yang disebut dengan lisensi.33

Dari rumusan tersebut yang menjadi objek lisensi bukan hanya hak cipta tetapi juga hak lain yang terkait dengan hak cipta. Hak cipta yang dimaksudkan misalnya hak cipta di bidang lagu atau musik, dimana lagu berkaitan dengan suara yang dapat direkam sehingga menimbulkan hak di bidang rekaman. Kemudian apabila ciptaan itu disiarkan kepada masyarakat juga menimbulkan hak siar. Hak rekam dan hak siar merupakan hak yang menjadi ruang lingkup objek lisensi.

Dalam Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Hak Cipta 2014 disebutkan, Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemilikhak terkaitkepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atasciptaannya atau produk hak terkait dengan syarat tertentu.

34

32

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

33

Gatot Supramono, op.cit.,hlm. 47.

34


(36)

2. Lisensi Hak Cipta Sebagai Perjanjian a. Termasuk perjanjian obligatoire

Pada dasarnya lisensi di bidang Hak Kekayaan Intelektual tidak semata-mata hanya sekedar perbuatan pemberian izin saja, akan tetapi perbuatan tersebut menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang saling timbal balik antara pihak satu dengan pihak lain. Atas hal tersebut maka lisensi merupakan perjanjian yang mengikat mereka. Dalam ilmu hukum perjanjian yang demikian disebut perjanjian obligatoire.35

b. Wajib memenuhi syarat sahnya perjanjian

Perjanjian lisensi hak cipta juga merupakan perjanjian konsensualisme, karena terjadinya perjanjian itu dilandasi dengan sebuah konsensus atau kata sepakat.

Kemudian lahirnya perjanjian lisensi hak cipta mengikuti asas kebebasan berkontrak, bahwa setiap orang dapat membuat perjanjian apa saja, kapan saja, dan berisi apa saja asal tidak bertentangan dengan hukum, kebiasaan, dan kepatutan. Batasan-batasan yang diberikan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta terhadap kebebasan dalam melakukan perjanjian lisensi adalah seperti yang disebutkan dalam Pasal 82 bahwa: perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang mengakibatkan kerugian perekonomian Indonesia; isi perjanjian lisensi dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; perjanjian lisensi dilarang menjadi sarana untuk menghilangkan atau mengambilalih seluruh hak pencipta atas ciptaannya.

Dalam Pasal 80 Undang-Undang Hak Cipta 2014 disebutkan, bahwa lisensi hak cipta dibuat dengan dasar perjanjian. Karena bentuknya

35


(37)

berupa perjanjian maka untuk syarat sahnya wajib memenuhi syarat- syarat yang ditetapkan oleh Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:

1) Adanya kata sepakat 2) Memiliki kecakapan 3) Hal tertentu

4) Sebab yang halal

c. Perjanjiannya harus tertulis

Selain harus memenuhi keempat syarat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, perjanjian lisensi hak cipta juga harus dibuat secara tertulis. Syarat tertulis ini secara tegas disebutkan dalam Pasal 1 angka 20 yaitu terdapat pada kata ‘izin tertulis’ artinya perjanjian lisensi ini harus dalam bentuk tertulis tidak bisa lisan.

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, maka suatu perjanjian lisensi wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang kemudian dimuat dalam Daftar Umum dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Namun, jika perjanjian lisensi tidak dicatatkan, maka perjanjian lisensi tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.

G. Pengalihan Hak Cipta

Mengenai pemindahtanganan hak cipta bahwa benda ini dapat beralih atau dialihkan oleh pemegangnya. Berdasarkan Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta 2014 telah diatur tentang hal tersebut, bahwa hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik sebagian atau seluruhnya karena: pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Yang dapat beralih atau dialihkan hanya hak ekonomi saja, sedangkan hak moral tetap melekat pada diri penciptanya.Pengalihan hak cipta ini harus dilakukan secara jelas dan tertulis baik dengan atau tanpa akta notaris.


(38)

1. Pewarisan

Pada prinsipnya setiap orang mempunyai keluarga dan mempunyai harta kekayaan walaupun misalnya nilai harta kekayaan itu tidak seberapa. Disamping itu adakalanya pewaris semasa hidupnya mempunyai hutang. Hutang yang ditinggalkan pewaris juga merupakan kekayaannya, karena yang disebut kekayaan itu meliputi aktiva dan pasiva yang berupa hak-hak dan kewajiban-kewajibannya.

Ketika seorang meninggal dunia maka terutama yang menyangkut harta peninggalannya, menjadi terbuka dan mulai saat itu terjadi peralihan harta kekayaan pewaris. Hak cipta merupakan salah satu harta kekayaan pewaris yang menjadi objek warisan. Warisan merupakan salah satu bentuk pengalihan harta kekayaan karena dengan meninggalnya seseorang berakibat harta kekayaannya beralih pada ahli warisnya.

2. Hibah

Pengertian hibah menurut pasal 1666 ayat (1) KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima penyerahan itu.

Dalam pengertian diatas dikatakan bahwa hibah merupakan sebuah perjanjian yang didasarkan atas kesepakatan. Meskipun berupa perjanjian namun hibah bukan sebagai perjanjian obligatoir atau bertimbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak-hak, melainkan sebagai perjanjian yang sepihak. Hibah merupakan perjanjian penyerahan barang yang dibuat oleh pengibah kepada penerima hibah dan yang mempunyai janji hanyalah penghibah saja. Dalam hibah tidak ada janji sebaliknya yang merupakan kontrak prestasi yang dilakukan oleh penerima hibah.

Hibah yang telah diperjanjikan apabila telah dilaksanakan penyerahan barang yang dihibahkan, maka objek hibah tidak dapat ditarik kembali oleh penghibah, dengan tujuan demi memberikan kepastian


(39)

hukum dalam perjanjian hibah. Mengenai barang-barang yang dapat dijadikan objek hibah adalah barang-barang yang sudah ada di tangan penghibah. Apabila hibahnya itu meliputi barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari maka barang tersebut belum ada pada penghibah, maka menurut ketentuan Pasal 1667 KUHPerdata hibah yang demikian menjadi batal.

Kemudian syarat lain yang harus dipenuhi agar hibah itu sah maka perjanjiannya dibuat dengan akta notaris. Dengan dasar akta hibah tersebut penerima hibah sah sebagai pemegang hak cipta atas suatu ciptaan yang pada akhirnya berhak menjalankan hak eksklusifnya.

3. Wakaf

Hak cipta dapat diwakafkan oleh pencipta atau pemegang hak cipta.Jika hak cipta diwakafkan kepada publik, maka manfaat dari hak cipta menjadi milik publik selamanya, tidak boleh ada yang memiliki, menjual, mewariskan, atau menghibahkannya.Manffat tersebut dapat diartikan sebagai hak monopoli. Sementara itu, hak moral dari hak cipta yang diwakafkan tersebut tetap berada pada pencipta atau pemegang hak cipta dan menjadi syarat yang harus diikuti oleh pengelola (pengguna hak cipta), karena pada hakekatnya masyarakat akan tetap mengakui pemberi wakaf atas wakaf yang dimanfaatkannya.36

4. Wasiat

Pada dasarnya semua harta kekayaan orang yang meninggal dunia (pewaris) menurut Undang-Undang adalah milik ahli warisnya, namun demikian ada kekecualiannya mengenai hal tersebut yaitu apabila ada surat wasiat (testamen) yang dibuat oleh pewaris.

Yang dimaksud dengan surat wasiat menurut Pasal 875 KUHPerdata adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang

36

Lutfi Nizar, “Wakaf Hak Cipta Dalam Perspektif Hukum Islam dan Perundang-Undangan di

Indonesia” (Skripsi Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2012),


(40)

dikehendakinya untuk di kemudian hari setelah yang bersangkutan meninggal dunia. Pernyataan tersebut dapat dicabut kembali oleh pewaris sebelum ia meninggal dunia.

Surat wasiat harus dibuat oleh pewaris dalam keadaan bebas artinya tidak ada paksaan serta harus dengan itikad baik, artinya tidak ada penipuan atau akal licik untuk membuat surat tersebut.

Pewaris yang mempunyai hak cipta sesuai ketentuan Pasal 16 ayat (2) huruf d Undang-Undang Hak Cipta 2014 dapat mewasiatkan kepada seseorang dengan wasiat terbuka atau tertutup. Dalam surat wasiat pewaris harus menyebutkan bahwa objek wasiat berupa hak cipta atas suatu ciptaan di bidang ilmu, seni atau kebudayaan dan menjelaskan bentuknya. Apabila ciptaan pewaris telah didaftarkan di Dirjen Hak Kekayaan Intelektual perlu disebutkan tanggal dan nomor pendaftaran ciptaan yang telah terdaftar di daftar umum ciptaan.

Apabila pewaris telah meninggal, dengan berdasarkan surat wasiat tersebut penerima wasiat menjadi pemegang hak cipta dan dapat menjalankan hak eksklusif atas ciptaan. Sebaliknya jika terjadi penerima wasiat menolak wasiat, maka surat wasiat tidak dapat dilaksanakan sehingga hak cipta yang merupakan harta peninggalan pewaris kembali kepada ahli waris yang berhak menerimanya.

5. Perjanjian Tertulis

Bentuk perjanjian yang dimaksud dalam Undang-undang Hak Cipta 2014 cenderung kepada perjanjianyang timbal balik dimana kedua belah pihak yang melakukan perjanjian mampunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang saling bertimbal balik antara yang satu dengan yang lainnya. Bentuk perjanjiannya dapat berupa perjanjian jual beli atau perjanjian tukar menukar. Pemegang hak cipta dapat menjual hak ciptanya kepada orang lain, atau menukarkan hak ciptanya dengan barang yang


(41)

lain. Kedua perjanjian tersebut berakibat beralihnya hak milik atas suatu benda.37

6. Sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan

Jadi perjanjian yang berkaitan dengan pengalihan hak cipta dibuat secara tertulis bertujuan untuk kepentingan pembuktian bahwa telah terjadi peralihan hak dari pemegang hak cipta kepada orang lain dan untuk kepentingan di kemudian hari apabila ada masalah atau sengketa dengan menunjukkan surat perjanjiannya akan lebih mudah membuktikan peristiwa yang telah terjadi.

Pada Penjelasan Pasal 16 ayat (2) huruf f yang dimaksud dengan sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain: pengalihan yang disebabkan oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap; merger; akuisisi; atau pembubaran perusahaan atau badan hukum dimana terjadi penggabungan atau pemisahan asset perusahaan.

Persoalan hak cipta yang diselesaikan secara perdata dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan niaga. Dalam sengketa mengenai hak cipta ibaratnya ada dua pihak yang sedang berebut siapa yang paling berhak atas hak cipta, kemudian pengadilan sesuai dengan kewenangannya menentukan salah satu pihak sebagai pemilik hak cipta. Dalam putusan pengadilan ditetapkan dengan jelas siapa yang memiliki hak cipta atas suatu ciptaan. Disinilah seseorang memperoleh hak cipta karena ditetapkan dalam putusan pengadilan.38

37

Gatot Supramono, op.cit., hlm. 35.

38


(42)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PEWARISAN

A. Pengertian Waris

Dalam kehidupan setiap manusia, pada umumnya mengalami tiga peristiwa penting,yaitu: kelahiran,perkawinan,dan kematian.

Peristiwa kelahiran seseorang menimbulkan akibat-akibat hukum, seperti timbulnya hubungan hukum dengan orang tuanya,saudara, dan dengan keluarga pada umumnya. Peristiwa perkawinan menimbulkan akibat-akibat hukum yang kemudian diatur dalam hukum perkawinan, misalnya menimbulkan hak dan kewajiban antara suami isteri. Peristiwa kematian juga merupakan peristiwa yang pentig, sebab kematian juga akan menimbulkan hukum kepada orang lain,terutama kepada keluarga, dan pihak-pihak tertentu yang mempunyai hubungan dengan dengan orang tersebut semasa hidupnya,dikala terjadi kematian terhadap seseorang maka akan timbul persoalan yang berhubungan dengan warisan, hutang-piutang dari orang yang meninggal tersebut.

Definisi hukum kewarisan KUHPerdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dimuat secara tegas, tetapi para ahli hukum memberikan atau mengemukakan tentang pengertian hukum kewarisan KUHPerdata.

Menurut para ahli hukum, khususnya mengenai hukum kewarisan perdata sebagai berikut:

1. A. Pitlo mengemukakan Hukum Waris adalah :

kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai harta kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai perpindahan kekayaan yang di tinggalkan oleh si mayit dan akibat dari perpindahan ini bagi orang-orang


(43)

yang memperolehnya,baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka, ataupun hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.39

2. Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah dalam bukunyaHukum Kewarisan Perdata Barat: Pewarisan Menurut Undang-Undangmengemukakan: Bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal, serta akibat-akibatnya bagi para ahli waris.40

Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Pada asasnya hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan/ harta benda saja yang dapat diwaris.

3. Menurut Effendi Parangin

41

Subekti juga mengatakan bahwa dalam hukum waris menurut KUHPerdata berlaku suatu asas: “apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya”. Hak- hak dan kewajiban dimaksud, yang beralih kepada ahli waris adalah termasuk ruang lingkup harta kekayaan atau hanya hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.42

Menurut Pasal 830 KUHPerdata, dikatakan bahwa “ Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Jadi, harta peninggalan baru terbuka jika si pewaris telah meninggal dunia, dan saat ahli waris masih hidup ketika warisan terbuka.Dalam hal ini, ada ketentuan khusus dalam Pasal 2 KUHPerdata, yaitu anak yang dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah

39

Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 81.

40

Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat: Pewarisan Menurut

Undang-Undang, Kencana Renada Media Group, Jakarta, 2006. Hlm. 11.

41

Effendi Perangin, Hukum Waris, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 3.

42


(44)

dilahirkan bila kepentingan si anak menghendakinya. Apabila anak tersebut meninggal sewaktu dilahirkan, maka ia dianggap tidak pernah ada. Jadi, seorang anak yang lahir disaat ayahnya telah meninggal, maka ia berhak mendapat warisan.43

Dalam KUH perdata Pasal 852 menyebutkan: “anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar di lahirkan dari lain-lain perkawinan sekalipun,mewarisi dari kedua orang tua, kakek,nenek,atau semua keluarga sedarahmereka selanjutnya dalam garis lurus keatas,dengan tiada perbedaan antara lelaki atau perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran lebih dahulu,mereka mewarisi kepala demi kepala, jika dengan si meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat ke satu dan masing-masing mempunyai hak karena diri sendiri”.

Menurut KUHPerdata sebab seseorang menerima warisan karena adanya hubungan nashab/kekerabatan dan karena perkawinan.

44

B. Ruang Lingkup Pewarisan

Dalam KUHPerdata hukum waris merupakan bagian dari hukum harta kekayaan sehingga pengaturan hukum terdapat dalam Buku II KUHPerdata yang mengatur tentang benda.

1. Sistem Pewarisan

KUHPerdata tidak membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan, antara suami dan istri. Mereka berhak mewaris dengan mendapat bagian yang sama. Bagian anak laki-laki sama dengan anak perempuan. Bagian seorang istri atau suami sama dengan bagian anak jika dari perkawinan itu dilahirkan anak.

Apabila dihubungkan dengan sistem keturunan, KUHPerdata menganut sistem keturunan bilateral.Setiap orang itu menghubungkan dirinya ke dalam keturunan ayah ataupun keturunan ibunya.Artinya, ahli

43

Effendi Perangin, op.cit., hlm. 4.

44

Subekti, R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Paradnya Paramita, Jakarta, 2006, hlm. 225


(45)

waris berhak mewaris dari ayah jika ayah meninggal dan berhak mewaris dari ibu jika ibu meninggal.45

Jika dibandingkan dengan hukum pewarisan Islam, antara sistem pewarisan KUHPerdata dengan sistem pewarisan Islam terdapat persamaan dan perbedaan.Persamaannya adalah baik hukum pewarisan KUHPerdata maupun hukum pewarisan Islam menganut sistem pewarisan individual bilateral. Perbedaanya terletak pada besarnya bagian yang diterima oleh ahli waris, misal:

Apabila dihubungkan dengan sistem pewarisan, KUHPerdata menganut sistem pewarisan individual.Artinya, sejak terbuka waris (pewaris meninggal) harta warisan (peninggalan) dapat dibagi- bagi pemilikannya antara para ahli waris. Setiap ahli waris berhak menuntut bagian warisan yang sama yang menjadi haknya.

Serta hukum pewarisan KUHPerdata menganut sitem penderajatan.Artinya, ahli waris yang derejatnya lebih dekat dengan si pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh derejatnya.

46

Sedangkan jika dibandingkan dengan pewarisan menurut hukum adat di Indonesia, hukum pewarisan adat masih sulit memperoleh ketentuan yang seragam karena masih dipengaruhi oleh bermacam garis keturunan, yaitu garis keturunan patrilineal, matrilineal, dan bilateral (parental).Bermacam garis keturunan ini menimbulkan bermacam corak a. Bagian anak laki- laki dua kali bagian anak perempuan.

b. Suami mendapat seperdua dari harta peninggalan istri jika tidak mempunyai anak; suami mendapat seperempat dari harta peninggalan istri jika mempunyai anak.

c. Istri mendapat seperempat dari harta peninggalan suami jika tidak mempunyai anak; istri mendapat seperdelapan dari harta peninggalan suami jika mempunyai anak.

45

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hlm. 197.

46


(46)

pula pada sistem pewarisan, yaitu sistem pewarisan individual, sistem pewarisan kolektif, dan sistem pewarisan mayorat yang masing- masing sistem pewarisan tersebut mempunyai ciri tertentu.47

2.Syarat- Syarat Pewarisan

Untuk memperoleh warisan, haruslah dipenuhi syarat-syarat, sebagai berikut:

a. Syarat yang berhubungan dengan pewaris

Untuk terjadinya pewarisan maka si pewaris harus sudah meninggal dunia/mati, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 830 KUHPerdata. Kematian disini adalah kematian alamiah (wajar), serta kematian pewaris diketahui secara sungguh-sungguh artinya dapat dibuktikan dengan panca indra bahwa ia benar- benar telah mati.

b. Syarat yang berhubungan dengan ahli waris

Orang- orang yang berhak atas harta peninggalan (ahli waris) harus sudah ada atau masih hidup saat kematian si pewaris. Berkaitan dengan hal ini perlu diperhatikan Pasal 2 ayat (2) KUHPerdata mengenai bayi dalam kandungan ibu dianggap sebagai subjek hukum, dengan syarat:48

1) Telah dibenihkan; 2) Dilahirkan hidup;

3) Ada kepentingan yang menghendaki (warisan).

3. Cara Mendapatkan Warisan

Ada 2 (dua) cara untuk mendapatkan warisan, yaitu:

a. Pewarisan secara Ab Intestato, yaitu pewarisan menurut undang- undang

47

Ibid

48


(47)

Pewarisan berdasarkan undang-undang adalah suatu bentuk pewarisan dimana hubungan darah merupakan faktor penentu dalam hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris.

Menurut Pasal 832 KUHPerdata, yang berhak menjadi ahli waris adalah keluarga sederajat baik sah maupun luar kawin yang diakui, serta suami atau istri yang hidup terlama.

Para ahli waris yang sah karena kematian terpanggil untuk mewaris menurut urutan dimana mereka itu terpanggil untuk mewaris.

Urutan tersebut dikenal ada 4 macam yang disebut golongan ahli waris, terdiri dari Golongan pertama adalah suami atau istri dan keturunan.Golongan kedua adalah orang tua, saudara dan keturunan saudara. Golongan ketiga adalah leluhur lain. Golongan keempat adalah sanak keluarga lainnya dalam garis menyamping sampai dengan derajat keenam.Mereka ini diukur menurut jauh dekatnya hubungan darah dengan si pewaris, dimana golongan yang lebih dekat menutup golongan yang lebih jauh.

b. Pewarisan secara Testamentair, yaitu pewarisan karena ditunjuk dalam Surat Wasiat atau Testamen.

Menurut Pasal 874 KUHPerdata, harta peninggalan seorang yang meninggal adalah kepunyaan ahli waris menurut undang-undang, sepanjang si pewaris tidak menetapkan sebagian lain dengan surat wasiat. Ada kemungkinan bahwa suatu harta peninggalan (wasiat) diwarisi berdasar wasiat dan berdasar undang-undang. Dengan surat wasiat, si pewaris dapat mengangkat seseorang atau beberapa orang ahli waris tersebut.

Pewaris dengan surat wasiat dapat menyimpang dari ketentuan- ketentuan yang termuat dalam undang-undang. Akan tetapi, para ahli waris dalam garis lurus, baik ke atas maupun ke bawah tidak dapat sama sekali dikecualikan. Menurut undang-undang, mereka dijamin dengan adanya legitieme portie (bagian mutlak).


(48)

Pihak yang berhak atas legitieme portie disebut legitimaris.Jadi, legitimaris adalah ahli waris menurut undang-undang dalam garis lurus, baik ke atas maupun ke bawah.Legitieme portie baru bisa dituntut jika bagian mutlak itu berkurang sebagai akibat adanya tindakan si pewaris sebelum ia meninggal.49

Surat wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelahnya ia meninggal. Pada asasnya suatu pernyataan yang demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya.50

4. Unsur-Unsur Dalam Pewarisan

Yang paling lazim, suatu testament berisi penunjukan seorang atau beberapa orang menjadi ahli waris yang akan mendapat seluruh atau sebagian dari warisan.

Dalam Hukum Waris terdapat 2 (dua) unsur penting, yaitu: a. Unsur individual (menyangkut diri pribadi seseorang)

Pada prinsipnya seseorang pemilik atas suatu benda mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya sebagai individu untuk berbuat apa saja atas benda yang dimilikinya. Orang tersebut mempunyai kebebasan untuk berbuat apa saja terhadap harta kekayaannya, misalnya menghibahkan ataupun memberikan harta kekayaannya kepada orang lain menurut kehendaknya.

b. Unsur sosial (menyangkut kepentingan bersama)

Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang pemilik harta kekayaan sebagaimana dijelaskan dalam unsur individual, yaitu kebebasan melakukan apa saja terhadap harta benda miliknya dengan menghibahkan kepada orang lain akan dapat menimbulkan kerugian pada ahli warisnya. Oleh karena itu, undang-undang memberikan pembatasan-pembatasan terhadap kebebasan pewaris demi

49

Effendi Parangin, op.cit., hlm.77.

50


(49)

kepentingan ahli waris yang sangat dekat dengannya yang bertujuan untuk melindungi kepentingan mereka.Pembatasan tersebut dalam kewarisan perdata disebut dengan istilah Legitieme Portie.

Selain itu di dalam membicarakan hukum waris ada tiga unsur yang harus diperhatikan, dimana ketiga hal tersebut termasuk dalam unsur-unsur dalam pewarisan meliputi orang yang meninggal dunia (pewaris) atau erflater, ahli waris yang berhak menerima harta kekayaan itu (erfgenaam) dan harta warisan.

a. Orang yang meninggal dunia/ pewaris/ Erflater

Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dengan meninggalkan harta kekayaan.

b. Ahli waris yang berhak menerima harta kekayaan itu/ Erfgenaam Ahli waris adalah orang yang masih hidup yang oleh hukum diberi hak untuk menerima hak dan kewajiban yang ditinggalkan oleh pewaris.

Siapa yang sebenarnya layak menjadi ahli waris? Secara garis besar ada dua kelompok yang layak dan berhak sebagai ahli waris, kelompok pertama adalah seseorang atau beberapa orang yang menurut hukum dan undang-undang telah ditentukan sebagai ahli waris, dalam Pasal 832 KUHPerdata, disebutkan:

“Menurut undang- undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, semua menurut peraturan tertera dibawah ini. Dalam hal, bilamana baik keluarga sedarah, maupun yang hidup terlama diantara suami istri tidak ada, maka segala harta peninggalan si peninggal menjadi milik Negara, yang mana berwajib akan melunasi segala utangnya, sekedar harga harta peninggalan mencukupi untuk itu”.

Berdasarkan pada pernyataan tersebut, yang berhak sebagai ahli waris menurut undang-undang adalah seseorang atau beberapa orang yang mempunyai hubungan darah dengan si yang meninggal,


(50)

sedangkan yang tidak berhak mewaris adalah yang tidak mempunyai hubungan darah dengan si yang meninggal.

Kelompok kedua adalah orang yang menjadi ahli waris karena si yang meninggal di masa hidupnya pernah melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu, misalnya perbuatan-perbuatan hukum pengakuan anak luar kawin, dan perbuatan hukum dengan membuat surat wasiat atau testament. Anak luar kawin dari pewaris tidak akan menjadi ahli waris jika pewaris tidak mengakuinya secara sah, anak luar kawin baru akan tampil sebagai ahli waris jika diakui secara sah oleh pewaris dengan akta pengakuan anak maupun dalam wasiat, baik diakui saat pewaris menduda maupun diakui dalam perkawinan, Pasal 280 KUHPerdata:

“Dengan pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak luar kawin, timbul hubungan perdata antara si anak dan bapak atau ibunya”.

c. Harta Warisan (nalatenschap)

Harta warisan yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan beralih kepada ahli waris.Hal-hal yang dapat diwarisi hanyalah hak-hak dan kewajiban dalam lapangan harta kekayaan.Hak dan kewajiban tersebut berupa aktiva (sejumlah benda yang nyata ada dan atau berupa tagihan atau piutang kepada pihak ketiga, sealin itu juga dapat berupa hak immaterial, seperti hak cipta) dan pasiva (sejumlah hutang pewaris yang harus dilunasi pada pihak ketiga maupun kewajiban lainnya).Dengan demikian, hak dan kewajiban yang timbul dari hukum keluarga tidak dapat diwariskan.

Pada umumnya harta warisan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris untuk dibagi-bagikan kepada yang berhak mewarisinya, tetapi harus diingat harta warisan tidak secara otomatis bisa dibagi-bagikan, kita harus melihat dulu status perkawinan dari pewaris.

Jika pewaris kawin tanpa perjanjian kawin, maka dalam perkawinan antar pewaris dengan suami/ isterinya tersebut terjadi


(51)

percampuran harta (Pasal 119 KUHPerdata) dengan percampuran harta berdasarkan Pasal 128 KUHPerdata, harta campuran perkawinan tersebut dibagi menjadi dua bagian yang tidak terpisahkan, setengah bagian tidak terpisahkan untuk suami/ isteri sebagai duda/ janda, dan setengah bagian untuk yang terpisahkan sebagi harta peninggalan pewaris, untuk kemudian dibagi-bagikan kepada para ahli waris.

Sedangkan jika sebelum perkawinan pewaris dengan suami/ isteri dibuat perjanjian kawin (Pasal 139 KUHPerdata), maka harta tetap di bawah penguasaan masing-masing pihak, tidak perlu lagi dibagi dua.Artinya harta yang ditinggalkan pewaris itulah yang menjadi harta warisan.

C. Pewaris dan Ahli Waris 1. Pewaris

Pewaris adalah seseorang yang meninggal dunia, baik laki-laki atau perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan maupun hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan selama hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat.51 a. Konsep Pewaris dan Dasar Hukumnya

Hukum waris itu di satu sisi berakar pada keluarga dan disisi lain berakar pada harta kekayaan. Dilihat dari sisi pertama, orang yang berhak mewaris karena dia mempunyai hubungan perkawinan, hubungan darah (leluhur atau keturunan) dengan pewaris (peninggal warisan).Atau walaupun tidak mempunyai hubungan perkawinan ataupun hubungan darah, pada waktu pewaris masih hidup, pewaris pernah mengadakan ketentuan mengenai harta kekayaannya apabila dia meninggal dan menunjuk orang tertentu sebagai orang yang berhak atas sebagian harta kekayaannya melalui suatu wasiat (testament).

51


(52)

Dasar hukum bagi ahli waris untuk mewarisi sejumlah harta pewaris menurut sistem hukum waris KUHPerdata adalah menurut ketentuan undang- undang dan ditunjuk dalam surat wasiat.

Dasar hukum tersebut menentukan bahwa untuk melanjutkan kedudukan hukum bagi harta seseorang yang meninggal, sedapat mungkin disesuaikan dengan kehendak dari orang yang meninggal itu. Undang-undang berprinsip bahwa seseorang bebas menentukan kehendaknya tentang harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia. Namun, bila orang dimaksud tidak menentukan sendiri ketika ia masih hidup tentang apa yang akan terjadi terhadap harta kekayaannya, dalam hal demikian undang-undang kembali akan menentukan perihal pengaturan harta yang ditinggalkan oleh seseorang dimaksud.

Dasar hukum yang kedua yaitu melaui surat wasiat, surat wasiat atau testament adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia. Selama pembuat surat wasiat masih hidup, surat wasiat masih dapat diubah atau dicabut. b. Hak dan Kewajiban Pewaris

Pewaris sebelum meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam testament atau wasiat yang isinya dapat berupa pengangkatan ahli waris yaitu suatu penunjukan satu atau beberapa orang menjadi ahli waris untuk mendapatkan seluruh atau sebagian harta peninggalan (menurut Pasal 954 KUHPerdata).Wasiat pengangkatan ahli waris untuk mendapatkan seluruh harta peninggalan bisa terjadi apabila pewaris tidak mempunyai keturunan atau ahli waris (menurut Pasal 917 KUHPerdata).Selain itu pewaris juga berhak untuk melakukan hibah wasiat, yaitu pemberian hak kepada seseorang atas dasar wasiat yang khusus berupa hak atas satu atau beberapa benda tertentu, hak atas seluruh benda bergerak tertentu, hak pakai atau memungut hasil dari seluruh atau sebagian harta warisan (menurut pasal 957 KUHPerdata).


(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Abdulkadir Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2004.

Abdulkadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2011.

Abdulkadir Muhammad. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001.

Arif Lutviansory, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Effendi Parangin. Hukum Waris. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Gatot Supramono. Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya. Jakarta: Rineka

Cipta, 2010.

Harris Munandar dan Sally Sitanggang. Mengenal HAKI Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta, Paten, Merek dan Seluk-Beluknya.

OK Saidin. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Cetakan keempat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004. Rachmadi Usman. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan

Dimensi Hukumnya di Indonesia. Ed.1. Cet.1. Bandung: PT Alumni, 2003.

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Cetakan ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), 1986.


(2)

Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah. Hukum Kewarisan Perdata Barat: Pewarisan Menurut Undang-Undang. Jakarta: Kencana Renada Media Group, 2006.

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Intermasa, 2003.

Suyud Margono. Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual. Bandung: Nuansa Aulia, 2010.

Suyud Margono. Hukum Hak Cipta Indonesia: Teori dan Analisis Harmonisasi Ketentuan World Trade Organization/ WTO-TRIPs Agreement. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Tim Lindsey,dkk. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Penganta. Bandung: PT Alumni, 2006.

Zainuddin Ali. Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2008

2. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetbook). Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001. Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional


(3)

3. Jurnal dan Penelitian

Kanti Rahayu. Jurnal. “Arti Penting Folklore dan Traditional Knowledge bagi Indonesia sebagai “The Country of Origin”, Tegal, 2012.

Lutfi Nizar, “Wakaf Hak Cipta Dalam Perspektif Hukum Islam dan Perundang-Undangan di Indonesia” (Skripsi Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2012)

Rianda Rakhmada P. Jurnal Ilmiah. “Perlindungan Folklor Wayang Kulit di Dalam Undang-Undang Hak Cipta dan Intangible Culture Heritage (ICH) UNESCO”. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Brawijaya Fakultas Hukum, Malang, 2014.

4. Internet

Dieter Dambiec, “Indigenous People’s Folklore and Copyright Law”.

.

WIB.

http://fhuy05-fhuy05.blogspot.com. Diakses pada 28 Oktober 2014 pukul 19:48 WIB.

Diakses pada 30 Oktober 2014,

jam 14.46 WIB.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Abdulkadir Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2004.

Abdulkadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2011.

Abdulkadir Muhammad. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001.

Arif Lutviansory, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Effendi Parangin. Hukum Waris. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Gatot Supramono. Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya. Jakarta: Rineka

Cipta, 2010.

Harris Munandar dan Sally Sitanggang. Mengenal HAKI Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta, Paten, Merek dan Seluk-Beluknya.

OK Saidin. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Cetakan keempat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004. Rachmadi Usman. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan

Dimensi Hukumnya di Indonesia. Ed.1. Cet.1. Bandung: PT Alumni, 2003.

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Cetakan ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), 1986.


(5)

Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah. Hukum Kewarisan Perdata Barat: Pewarisan Menurut Undang-Undang. Jakarta: Kencana Renada Media Group, 2006.

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Intermasa, 2003.

Suyud Margono. Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual. Bandung: Nuansa Aulia, 2010.

Suyud Margono. Hukum Hak Cipta Indonesia: Teori dan Analisis Harmonisasi Ketentuan World Trade Organization/ WTO-TRIPs Agreement. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Tim Lindsey,dkk. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Penganta. Bandung: PT Alumni, 2006.

Zainuddin Ali. Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2008

2. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetbook). Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001. Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional


(6)

3. Jurnal dan Penelitian

Kanti Rahayu. Jurnal. “Arti Penting Folklore dan Traditional Knowledge bagi Indonesia sebagai “The Country of Origin”, Tegal, 2012.

Lutfi Nizar, “Wakaf Hak Cipta Dalam Perspektif Hukum Islam dan Perundang-Undangan di Indonesia” (Skripsi Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2012)

Rianda Rakhmada P. Jurnal Ilmiah. “Perlindungan Folklor Wayang Kulit di Dalam Undang-Undang Hak Cipta dan Intangible Culture Heritage (ICH) UNESCO”. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Brawijaya Fakultas Hukum, Malang, 2014.

4. Internet

Dieter Dambiec, “Indigenous People’s Folklore and Copyright Law”.

.

WIB.

http://fhuy05-fhuy05.blogspot.com. Diakses pada 28 Oktober 2014 pukul 19:48 WIB.

Diakses pada 30 Oktober 2014,

jam 14.46 WIB.