Identifikasi Karakter Morfologis dan Hubungan Kekerabatan Asam Gelugur (Garcinia atroviridis Griff. ex T. Anders) di Beberapa Kabupaten Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Bumbu
Umumnya makanan yang rumit diolah akan menimbulkan efek seseorang
malas mengolah makanan tersebut, contohnya rawon, soto, rendang dan lainnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan bumbu instan untuk mempermudah proses
pengolahannya. Bumbu instan terbagi dua, yaitu serbuk dan pasta. Tetapi bumbu
dalam bentuk pasta masih rentan dan tidak tahan lama karena kandungan airnya
yang cukup tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan bumbu instan dalam
bentuk

serbuk

yang

siap

pakai

dengan


kadar

air

yang

rendah

(Julianingsih dan Prasetyo, 2003).
Komoditas rempah-rempah di Indonesia sudah tidak diragukan lagi.
Rempah-rempah umumnya digunakan sebagai bumbu pada masakan. Bumbu
berfungsi untuk meningkatkan citarasa dan pengawet makanan. Citarasa yang
dihasilkan bumbu dapat berupa bau harum dan rasa yang sedap atau tajam.
Seasoning dapat diproduksi menjadi beberapa bentuk, salah satunya adalah bubuk.
Bumbu bubuk dipercaya memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena
memudahkan pengemasan dan pengangkutannya (Sianipar, dkk., 2008), tetapi
terdapat beberapa masalah khusus pada bumbu bubuk, seperti penggumpalan,
kenaikan oksidasi lemak, aktivitas enzim, kehilangan citarasa dan kerenyahan,
serta penurunan organoleptik dan umur simpan (Chung, dkk., 2000).
Standar


mutu

bumbu

atau

bubuk

rempah-rempah

menurut

SNI 01-3709-1995 ditentukan oleh bau, rasa, kadar air, kadar abu, kehalusan,

6
Universitas Sumatera Utara

7


cemaran logam, cemaran arsen, dan cemaran mikroba. Standar mutu bubuk
rempah-rempah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar mutu bubuk rempah-rempah
Kriteria uji
Satuan
Keadaan :
Bau
Rasa
Air
%b/b
Abu
%b/b
Abu tak larut dalam asam
%b/b
Kehalusan
Lolos ayakan No. 40
%b/b
Cemaran Logam
Timbal (Pb)
mg/kg

Tembaga (Cu)
mg/kg
Cemaran arsen (As)
mg/kg
Cemaran mikroba
Angka lempeng total
Koloni/g
Eschericia coli
APM/g
Kapang
mg/kg
Aflatoxin
mg/kg

Persyaratan
Normal
Normal
Maks. 12,0
Maks. 7,0
Maks. 1,0

Maks. 90,0
Maks. 10,0
Maks. 30,0
Maks. 0,1
Maks.
Maks.
Maks.
Maks.

106
103
104
20,0

Sumber : SNI 01-3709-1995

Bumbu merupakan bahan yang tersusun dari satu atau berbagai jenis
rempah-rempah yang ditambahkan kedalam makanan sebelum makanan tersebut
diolah, tujuannya untuk mempertahankan atau meningkatkan citarasa, warna, dan
flavor. Secara alami, rempah-rempah memiliki kandungan komponen aktif yang

berbeda-beda, seperti antioksidan, antibakteri, antikapang, anti kanker, dan
antibiotik. Komponen aktif pada bumbu ini juga berperan terhadap daya simpan
bumbu

sehingga

bumbu

bisa

lebih

awet

dan

lebih

lama


disimpan

(Astawan, 2009).
Andaliman
Andaliman digunakan sebagai bumbu khas dalam masakan suku batak.
Kelebihan dari penggunaan andaliman yaitu masakan memiliki daya awet yang
lebih lama. Andaliman juga diduga memiliki kandungan senyawa antimikroba dan

Universitas Sumatera Utara

8

antioksidan. Dalam bidang pangan antioksidan digunakan untuk melindungi
lemak atau minyak terhadap kerusakan oksidatif. Aktivitas antioksidan
dipengaruhi oleh sistem pangan yang merupakan medium bagi antioksidan
tersebut. Proses panas yang diterapkan pada pengolahan pangan serta pH juga
mempengaruhi kestabilan aktivitas antioksidan (Tensiska, dkk., 2005).
Andaliman digunakan sebagai bahan baku senyawa antioksidan atau
antimikroba bagi industri pangan dan industri farmasi. Bahkan saat ini andaliman
sudah diperhitungkan menjadi sumber senyawa aromatik dan minyak essensial.

Kandungan antioksidan yang terdapat didalam andaliman yaitu golongan
terpenoid. Selain itu andaliman juga memiliki efek immunostimulan. Buah
andaliman memiliki rasa pedas dan getir yang khas (Siregar, 2003).
Kandungan senyawa aromatik dengan rasa pedas dan getir merupakan ciri
khas dari buah andaliman. Rasa pedas dan getir ini akan meninggalkan efek
menggetarkan lidah dan menyebabkan lidah seperti mati rasa. Perkembangan
andaliman saat ini diperhitungkan menjadi sumber senyawa aromatik dan minyak
essensial. Beberapa penelitian telah menyebutkan bahwa andaliman mengandung
senyawa terpenoid yang telah diketahui aktivitas antioksidan, antimikroba, dan
memiliki kandungan immunostimulan. Hal ini akan meningkatkan daya tarik
andaliman sebagai bahan baku senyawa antioksidan dan antimikroba dalam
bidang farmasi (Siregar, 2002). Aroma dan rasa yang khas pada andaliman
terdapat pada pericarp buah. Sedangkan pada biji andaliman aroma dan rasanya
tidak begitu nyata (Sirait, 1992).
Tingkat kematangan buah andaliman akan mempengaruhi rasa dari buah.
Semakin matang buah andaliman maka akan menghasilkan rasa yang pedar dan

Universitas Sumatera Utara

9


getir yang semakin kuat. Selain digunakan di dalam bumbu masakan, andaliman
juga banyak digunakan di bidang kesehatan. Terdapat hipotesa bahwa andaliman
dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat alat kontrasepsi alami
(Sabri, 2007).
Andaliman memiliki fungsi sebagai antibakteri. Secara tradisional
andaliman banyak digunakan sebagai obat-obatan. Dalam bentuk segar,
andaliman juga mengandung minyak atsiri. Oleh karena itu andaliman banyak
dimanfaatkan sebagai obat antiradang, analgesik, dan sebagai obat diare.
Andaliman mampu menghambat pertumbuhan S. aureus, S. typhimurium,
V. cholerae, dan B. subtitis dengan konsentrasi 10% (Parhusip, dkk., 2005).

Asam Gelugur
Tumbuhan asam gelugur tergolong banyak tersebar di Indonesia. Asam
gelugur adalah golongan Garcinia atroviridis Griff. yang paling banyak
digunakan di Indonesia. Adapun manfaat dari asam gelugur yaitu sebagai
obat-obatan, bahan dasar masakan dan kosmetik, dan sebagai makanan ringan.
Khususnya di Sumatera Utara asam gelugur banyak dimanfaatkan sebagai bumbu
masakan, yang umumnya disebut dengan asam potong. Selama ini asam gelugur
dikenal


orang

sebagai

bumbu

masak

untuk

meningkatkan

citarasa

(Sibuea, dkk., 2012).
Buah asam gelugur bersifat sebagai antioksidan dan mampu menurunkan
berat badan dan kolesterol (Chung, 2006). Buah asam gelugur umumnya dipotong
dan dikeringkan yang dimanfaatkan sebagai panambah citarasa pada makanan
(Heyne, 1987). Ekstrak metanol DMSO dari tanaman ini bersifat antibakteri pada


Universitas Sumatera Utara

10

akarnya, pada buah dan daun bersifat anti fungi, antioksidan pada akar, buah, dan
batang, serta anti tumor pada daun, buah, dan batang (Mackeen, 1998).
Asam gelugur juga dapat bermanfaat sebagai antibakteri terhadap
S. aureus pada konsentrasi 8 dan 4 ppm (Dechathai, dkk., 2005), sebagai
penyedap masakan, menurunkan kolesterol (Amran, dkk, 2010), serta menurut
Mackeen (1998), bioaktivitas ekstrak etanol air dari tanaman ini mempunyai
aktivitas antibakteri, anti fungi, antioksidan, anti tumor, dan anti malaria
(Hengsa dan Munawaroh, 2014).
Kandungan buah asam gelugur adalah asam sitrat, asam malat dan asam
askorbat (Dweck, 1999). Kandungan asam askorbat pada buah asam gelugur
berpotensi sebagai antihiperurisemia karena asam askorbat dapat meningkatkan
eksresi asam urat melalui urin sehingga dapat mengurangi keadaan hiperurisemia
(Soeroso dan Agristian, 2012). Asam gelugur juga memiliki kandungan
antioksidan

yang

kuat

karena

adanya

senyawa

asam

hidroksisitrat

(Mackeen, dkk., 2012).
Sifat fisik buah asam gelugur muda berwarna hijau kekuningan, bulat
seperti buah jeruk yang sudah dikupas. Buah asam gelugur umumnya diolah
dengan cara dipotong kemudian dikeringkan, buah yang sudah kering
dimanfaatkan sebagai pemberi citarasa dan penyedap makanan, tanaman ini masih
satu famili dengan manggis dan asam kandis, dengan marga Garcinia. Jenis asam
gelugur yang sering dijumpai yaitu Garcinia atroviridis dan Garcinia cambogia
(Fitriyani, 2009).

Universitas Sumatera Utara

11

Bawang Merah
Senyawa sulfur yang banyak terdapat di dalam bawang merah adalah dari
kelompok allyl, hal ini yang menjadi alasan mengapa bawang merah disebut
dengan allium. Diduga tanaman ini berasal dari Asia Tengah, Barat dan
Mediterania, kemudian dikembangkan di daerah-daerah Asia beriklim tropis
(eBookPangan, 2006). Kandungan gizi bawang merah (Allium Cepa var.
Aggregatum) per 100 g bagian yang dimakan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan gizi bawang merah (Allium Cepa var. Aggregatum) per 100 g
No. Parameter
Satuan
Keterangan
1. Bagian yang dapat dimakan
umbi
2. Air
g
81,0
3. Kalori
Kkal
67,0
4. Protein
g
1,9
5. Lemak
g
0,3
6. Karbohidrat
g
15,0
7. Serat
g
0,7
8. Kalsium
mg
36,0
9. Fosfor
mg
45,0
10. Vitamin
mg
11. Fosfor
mg
45,0
12. Beta-karoten
g
sedikit
13. Tiamin
g
0,04
Sumber: eBookPangan, (2006)

Bawang merah dapat digunakan sebagai obat herbal yang berfungsi untuk
menurunkan suhu tubuh (kompres), secara umum bawang merah (Allium Cepa
var. ascalonicum) adalah umbi yang banyak manfaatnya, contohnya bawang
merah digunakan sebagai bumbu masakan (penyedap makanan). Adanya
kandungan aliin dan alisin yang terdapat didalam bawang merah juga dapat
digunakan sebagai antiseptik (Rachmad, 2013).
Kadar air bawang merah relatif tinggi yaitu 65%. Proses pengolahan yang
umum dilakukan terhadap umbi bawang merah yaitu proses pengeringan. Tetapi
dengan pengeringan tata surya biasa kadar air bawang merah masih relatif tinggi.

Universitas Sumatera Utara

12

Untuk memperpanjang masa simpan harusnya kadar air bawang merah dapat
diturunkan hingga dibawah 14%, dengan asumsi bahwa kadar air bawang merah
yang sudah dikeringanginkan yaitu 65-70%, hal ini akan mempermudah
kerusakan dan pertumbuhan tunas pada keadaan yang lembab (Astuti, 2008).
Bawang Putih
Bawang putih sekarang telah dikenal oleh masyarakat indonesia. Proses
masuknya bawang putih ke Indonesia melalui jalur perdagangan Internasional,
dari mulai pesisir hingga ke pedalaman. Awalnya bawang putih berasal dari Asia
Tengah yaitu Cina dan Jepang yang memiliki iklim subtropis. Kemudian bawang
putih menyebar ke

seluruh Asia hingga

akhirnya ke seluruh dunia

(Hapsoh dan Hasanah, 2011).
Di dalam bawang putih terdapat flavonoid, saponin, minyak atsiri,
kalsium, saltivine, polifenol, belerang, protein, fosfor, lemak, dan besi. Selain itu
bawang putih juga mengandung aliin. Zat aliin sebenarnya merupakan zat yang
tidak berbau tetapi dapat menghasilkan bau yang khas pada bawang putih.
Mekanismenya terjadi pada saat bawang putih dihancurkan atau dihaluskan, zat
aliin yang tidak berbau akan terurai. Dengan bantuan enzim amilase, aliin akan
terpecah menjadi alisin, amonia, dan asam piruvat. Zat alisin akan menyebabkan
bau yang tajam pada bawang putih dan dibantu dengan adanya kandungan sulfur.
Aroma ini akan semakin menyengat saat belerang dalam alisin diterbangkan
amonia ke udara, karena amonia mudah menguap (Hapsoh dan Hasanah, 2011).
Alisin memiliki fungsi untuk membunuh bakteri (bakteri gram positif dan
gram negatif), efektif melawan organisme yang sudah resisten terhadap antibiotik,
serta mengandung khasiat antitrombotik, antiarthritis, antitumor dan memiliki

Universitas Sumatera Utara

13

efek antioksidan (Anandika, 2011), terutama pada kandungan asam sulfenat yang
terbentuk dari dekomposisi alisin. Hal ini disebabkan bawang putih banyak
mengandung gugus amino para amino benzoat. Alisin merupakan komponen
utama yang berperan menghasilkan aroma pada bawang putih dan sebagai salah
satu zat aktif yang dapat membunuh bakteri (antibakteri) (Tim Penulis PS, 1999).
Komposisi gizi bawang putih secara kasar dalam 100 g yaitu kadar air 63
ml, protein 6 g, lemak 29 g, karbohidrat 6,8 g, serat 0,8 g, kalsium 30 g, zat besi
1,3

g

(AAK,

1998).

Alisin

pada

bawang

putih

dapat

membunuh

Salmonella typhimurium, Helicobacter pylori, Mycobacterium tuberculosis, serta
mampu membasmi jamur Erytococcus neofarmans dan Candida albicans
(Robinowitch dan Currah, 2002).
Cabai Merah
Cabai juga mengandung antioksidan dan berbagai macam senyawa yang
berguna bagi kesehatan manusia. Antioksidan berfungsi untuk menjaga tubuh dari
serangan radikal bebas. Tetapi sebenarnya kandungan antioksidan yang paling
tinggi terdapat pada cabai hijau. Selain kandungan antioksidan, cabai juga
mengandung vitamin C yang cukup tinggi. Namun apabila dikonsumsi terlalu
berlebihan akan menyebabkan nyeri pada lambung (Utami, 2012). Kandungan
cabai merah dalam keadaan segar maupun kering dapat dilihat pada Tabel 3.

Universitas Sumatera Utara

14

Tabel 3. Komposisi kimia cabai merah per 100 g bahan
Kandungan Gizi
Satuan
Cabai Merah Segar Cabai Merah Kering
Kadar air
%
90,90
10,0
Kalori
kal
31,00
311,0
Protein
g
1,00
15,9
Lemak
g
0,30
6,2
Karbohidrat
g
7,30
61,8
Kalsium
mg
29,00
160,0
Fosfor
mg
24,00
370,0
Besi
mg
0,50
2,3
Vitamin A
SI
470,00
576,0
Vitamin C
mg
18,00
50,0
Vitamin B1
mg
0,05
0,4
Berat yang dapat
%
85,00
85,0
dimakan (BBD)
Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI (1981)

Di Indonesia cabai dimanfaatkan sebagai bahan pelengkap pada setiap
masakan, dibidang farmasi cabai digunakan sebagai bahan untuk pembuatan
obat-obatan dan makanan instan. Kadar air yang dimiliki cabai merah relatif
tinggi sehingga mempermudah cabai merah mengalami kerusakan, cara yang
dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan cabai merah yaitu dengan
menurunkan kadar airnya, yaitu dengan metode pengeringan (Ali, dkk., 2002).
Komponen-komponen oleoresin yang terdapat dalam cabai merah ialah
limonen,

linalil,

metil

salisilat,

4-metil-1-pentenil-2-metil

butirat,

isoheksilisokaproat dan heksasil-3-enol. Rasa pedas cabai dihasilkan oleh
senyawa capcaisin dan vanililamida. Capcaisin bersifat tidak berwarna, tidak
berbau, berbentuk cair pada suhu 65 oC dan menguap pada suhu yang lebih tinggi.
Vanililamida dan capcaisin adalah senyawa antimikroba yang terdapat dalam
cabai merah (Purseglove et al., 1981).
Cabai Rawit
Harga cabai di Indonesia sering mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan
karena adanya permintaan pasar yang tidak sesuai dengan hasil produksi. Oleh

Universitas Sumatera Utara

15

karena itu, dibutuhkan adanya teknologi pengolahan yang dapat memperpanjang
masa simpan bahan. Rasa pedas pada cabai disebabkan karena adanya kandungan
capsaicin. Capsaicin adalah golongan alkaloid yang larut pada pelarut organik
(Dewi, dkk., 2012). Kandungan gizi cabai rawit per 100 g bahan dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan cabai rawit segar dalam 100 g bahan
No Jenis zat
Satuan
Kadar
1.
Kadar air
G
71,20
2.
Kalori
Kal
103,00
3.
Protein
G
4,70
4.
Lemak
G
2,40
5.
Karbohidrat
G
19,90
6.
Kalsium
Mg
45,00
7.
Fosfor
Mg
85,00
8.
Besi
Mg
2,50
9.
Vitamin A
SI
11,05
10. Vitamin C
Mg
0,24
11. Vitamin B1
Mg
0,24
12. Vitamin B2
Mg
70,00
Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI (1981)

Cabai rawit atau cabai lombok memiliki bentuk yang kecil dengan rasa
yang pedas. Warna pada cabai rawit bermacam-macam, warna pada cabai rawit
ditentukan oleh pigmen yang terkandung didalam cabai tersebut. Rasa pedas pada
cabai rawit berasal dari senyawa capsaicin yang sering dimanfaatkan sebagai
obat-obatan. Zat ini dapat berfungsi untuk mengontrol rasa sakit yang memicu
endorphin, membentuk hormon endorphin yang berfungsi untuk meningkatkan
daya tahan tubuh (Utami, 2012).
Belakangan ini harga cabai sering mengalami fluktuasi. Salah satu cara
yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan cabai adalah dengan
cara mengolah cabai menjadi bubuk. Tetapi diperlukan perlakuan pendahuluan
untuk mencegah terjadinya kerusakan bubuk cabai akibat pengeringan. Cabai

Universitas Sumatera Utara

16

memiliki senyawa kimia yang bernama oleoresin. Oleoresin merupakan senyawa
kimia yang dapat menimbulkan rasa yang khas pada cabai. Oleoresin adalah
bahan yang mengandung resin, minyak-minyak essensial yang bersifat volatil
(Saputro dan Susanto, 2016).
Serai
Serai memiliki khasiat sebagai peluruh keringat, pengencer dahak, dan
kandungan sitronelol di dalam serai bersifat sebagai antiseptik. Kandungan kimia
yang terdapat pada minyak atsiri sebesar 0,4% yang terdiri dari sitral, sitronelol
(66-85%), α-pinen, kamfen, sabinen, mirsen,

-felanderan, p-simen, limonen,

cis-osimen, terpinol, sitronelal, borneol, terpinen-4-ol, α-terpineol, geraniol,
farnesol, metil heptenon (Kristiani, 2013).
Serai merupakan tanaman yang memiliki kandungan minyak atsiri yang
tinggi. Serai terbagi atas tiga jenis yaitu serai wangi (Cymbopogon witerianus),
serai

dapur

(Cymbopogon

flexuosus)

dan

rumput

palmorosa

(Cymbopogon witerianus). Umumnya serai wangi sering digunakan sebagai
sumber minyak atsiri, sehingga umumnya penggunaan serai pada produk makanan
dijadikan sebagai sumber wewangian untuk meningkatkan aroma pada makanan
(Feriyanto, dkk., 2013).
Serai mengandung kadinol, sitral, eugenol, eugenol-metil eter, dipenten,
kadinen, dan limonen. Daun serai mengandung 0,4% minyak atsiri dengan tiga
komponen penting seperti geraniol (20%), sitronela, dan sitronelol (66-85%).
Ketiga komponen tersebut bersifat antiseptik sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan desinfektan (Agusta, 2002).

Universitas Sumatera Utara

17

Lengkuas
Rimpang lengkuas telah digunakan sebagai bumbu masakan sejak zaman
dahulu. Berdasarkan penelitian rimpang lengkuas dimanfaatkan sebagai bahan
anti jamur dan antibakteri. Penelitian Sundari dan Winarno (2000), menunjukkan
bahwa infus ekstrak etanol rimpang lengkuas yang berisi minyak atsiri dapat
menghambat

pertumbuhan

beberapa

spesies

jamur

patogen,

yaitu:

Tricophyton, Mycrosporum, Gyseum, dan Epidermo floccasum. Lengkuas
juga

diduga

efektif

untuk

menghambat pertumbuhan jamur

aflatoksin

(Handajani dan Purwoko, 2008).
Rimpang lengkuas (Alpinia Galanga) memiliki bentuk besar dan tebal,
berbentuk silindris, berdaging, diameter sekitar 2-4 cm, dan bercabang-cabang.
Bagian luar berwarna coklat agak kemerahan atau kuning kehijauan pucat,
mempunyai sisik-sisik berwarna putih atau kemerahan, keras mengkilap,
sedangkan bagian dalamnya berwarna putih. Daging rimpang yang sudah tua
berserat kasar. Rimpang dan batangnya yang muda banyak dimanfaatkan sebagai
bahan sayur atau sambal (Fitriyani, 2009).
Lengkuas digunakan sebagai bumbu masak pada berbagai makanan di
Indonesia. Nama lain lengkuas adalah Languas galanga atau lebih dikenal dengan
greater galangal. Lengkuas diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae, divisi
Magnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Zingiberales, subfamili Alpinioideae, dan
genus Alpinia (Heyne, 1987).
Jahe
Jahe (Zingiber officinale (L.) Rosc.) merupakan rimpang yang banyak
dimanfaatkan di Indonesia. Manfaat jahe yaitu sebagai obat, sumber minyak atsiri

Universitas Sumatera Utara

18

(pemberi aroma pada makanan), dan sebagai rempah yang dicampurkan kedalam
bumbu. Jahe terbagi tiga, yaitu: jahe putih, jahe sunti, dan jahe merah. Menurut
penelitian nilai nutrisi jahe kering dengan kadar air 15% mempunyai komposisi
7,2-8,7 g, lemak 5,5-7,3 g, abu 2,5-5,7 g, besi 9,41 mg, kalsium 104,2 mg, dan
fosfor 204,75 mg. Jahe memiliki beberapa komponen seperti gingerol, shagaol
dan zingeron memberi efek farmakologi dan fisiologi seperti antioksisan,
anti inflamasi, antikarsinogenik, non-toksik dan non mutagenik meskipun pada
konsentrasi tinggi (Hernani dan Winarti, 2013).
Inti pada jahe disebut sebagai gingerol yang merupakan sumber rasa
pedas pada jahe dan dapat bereaksi sebagai antioksidan. Gingerol dapat menekan
rasa mual yang terjadi didalam saluran pencernaan yang disebabkan oleh produk
oksidatif. Jahe juga sering dimanfaatkan sebagai bumbu masakan yang digunakan
untuk memberi rasa dan aroma pada makanan. Jahe juga dapat memberikan efek
rasa panas di perut sehingga dapat mengurangi gejala mual (Rahingtyas, 2008).
Jahe merupakan obat tradisonal yang sudah banyak tersebar di Indonesia
dan berpotensi untuk dikembangkan. Rempah ini dimanfaatkan sebagi sumber
antioksidan, penambah nafsu makan, obat antiinflamasi. Jahe sudah banyak
digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan obat dibidang farmasi, tetapi
yang umumnya digunakan sebagai bahan baku obat adalah jahe merah
(Aminah, dkk., 2011).

Kunyit
Kunyit merupakan rimpang yang kaya akan antioksidan. Belakangan ini,
minuman kunyit asam banyak dijumpai di pasaran. Antioksidan yang terdapat
pada kunyit yaitu sebesar 0,17% diduga lebih kuat dibandingkan dengan

Universitas Sumatera Utara

19

antioksidan sintetik BHT. Pengujian antioksidan yang terdapat di dalam kunyit
telah diuji dengan metode DPPH (Mulyani, dkk., 2014).
Kandungan kimia pada rimpang kunyit yaitu 28% glukosa, 12% fruktosa,
8% protein, vitamin C dan mineral. 1,3-5,5% minyak atsiri yang terdiri 60% keton
3 seskuiterpen, 25% zingiber dan 25% kurkumin berserta turunannya. Keton
seskuiterpen yang terdapat dalam rimpang kunyit adalah tumeron dan antumeron,
sedangkan kurkumin dalam rimpang kunyit meliputi kurkumin (diferuloilmetana),
dimetoksikurkumin (hidroksisinamoil feruloilmetan), dan bisdemetoksi-kurkumin
(hidroksisinamoil metana) (Rahayu, 2010).
Kandungan kimia kunyit terdiri atas karbohidrat (69,4%), protein (6,3%),
lemak

(5,1%),

mineral

(3,5%),

dan

moisture

(13,1%).

Kurkumin

(diferuloylmethane) (3–4%) merupakan komponen aktif dari kunyit yang berperan
untuk warna kuning, dan terdiri dari kurkumin I (94%), kurkumin II (6%) and
kurkumin III (0.3%). Minyak esensial (5,8%) dihasilkan dengan destilasi uap dari
rimpang yaitu a-phellandrene (1%), sabinene (0.6%), cineol (1%), borneol (0.5%),
zingiberene (25%) and sesquiterpines (53%) (Atmaja, 2008).

Kecombrang
Kecombrang merupakan bahan pangan yang kaya akan kandungan
vitamin dan mineral. Khasiat lain dari kecombrang adalah dapat memperbanyak
ASI, sebagai penurun kolesterol, dan sebagai pembersih darah. Terdapat beberapa
penelitian yang menyebutkan bahwa kecombrang berfungsi sebagai antibakteri,
antioksidan, dan sebagai antikanker. Aktivitas antibakteri pada kecombrang
efektif pada konsentrasi 400-800 µg/ml dan konsentrasi lethal minimum berkisar
400-800 µg/ml (Ningtyas, 2010).

Universitas Sumatera Utara

20

Senyawa-senyawa aktif yang terdapat di dalam kecombrang diantaranya
adalah saponin, flavonoid, dan minyak atsiri. Banyak orang mengkonsumsi
kecombrang sebagai lalapan. Minyak atsiri pada kecombrang menyebabkan
kecombrang memiliki aroma yang khas. Minyak atsiri adalah kumpulan senyawasenyawa fenolik dan terpenoid. Kecombrang juga diduga dapat dimanfaatkan
sebagai

antibiotik

alami

yang

berfungsi

sebagai

antibakteri

ekstraksi

tanaman

kecombrang

(Soetjipto, dkk., 2009).
Kandungan

antioksidan

hasil

(Etlingera elatior, Jack) pada bunga 61,61%-83,17%, pada rimpang 58,40%69,66%, pada batang 57,42%-84,65%, dan pada daun sekitar 40,64%-60,40%. Hal
ini menunjukkan bahwa bunga dan batang mempunyai senyawa bioaktif yang
mampu berperan sebagai antioksidan lebih banyak daripada daun dan rimpang,
artinya kandungan senyawa antioksidan batang dan bunga kecombrang memiliki
potensi yang tinggi sebagai bahan pangan atau minuman yang fungsional
(Rokhyani, 2015).
Lokio (Bawang batak)
Lokio umumnya digunakan sebagai bahan tambahan dalam produk
asinan ataupun masakan. Nama lain dari lokio adalah bawang batak. Lokio
banyak digunakan di dalam makanan khas batak. Salah satu contohnya adalah
arsik. Belum ada penelitian yang menguji tentang senyawa aktif yang terdapat
pada lokio. Saat ini, lokio tidak hanya digunakan di dalam masakan khas batak
tetapi juga sudah banyak digunakan untuk menumis daging, ayam, dan ikan
(Wikipedia, 2015).

Universitas Sumatera Utara

21

Kandungan nutrisi pada bawang batak yaitu kadar air 73,5%, protein
1,7%, gula 11,5%, TSS 4,2%, vitamin B1 8,66, vitamin C 0,16, lisin 0,16,
arpasginase valley 0,161, aspartite acide throine 0,13%. arginin 0,13%, B acid
serine 0,1γ, glutamat 0,07, alanin 0,09, metionin 0,0γ, -amino-butyric acid 0,12,
leusin, dan isoleusin 0,10. Bawang batak banyak dimanfaatkan sebagai bumbu
masakan oleh masyarakat di daerah sumatera utara (Sutrisno, dkk., 2013).
Bawang batak memiliki bentuk seperti bawang dengan ujung tangkai
lebih panjang, ukuran yang lebih kecil, dan umbinya berwarna putih. Bawang
batak sering dijumpai didalam produk asinan, salah satu contohnya adalah asinan
bogor. Bawang batak jarang digunakan sebagai produk utama melainkan sering
digunakan sebagai produk tambahan. Nama lain bawang batak adalah lokio.
Bawang batak banyak didalam masakan khas batak seperti arsik, selain itu juga
dapat digunakan untuk menumis ayam, ikan atau daging (detikfood, 2010)
Kemiri
Kemiri dikenal sebagai salah satu rempah yang umumnya dimanfaatkan
sebagai salah satu bumbu, yang banyak digunakan dalam berbagai jenis masakan
Indonesia. Selain itu, kemiri juga dapat digunakan sebagai obat sakit kepala dan
gonorhea, obat diare, sariawan, dan disentri, sedangkan sebagai obat tradisional,
minyak kemiri terbukti berkhasiat sebagai obat penumbuh rambut (Pamata, 2008).
Kandungan minyak pada kemiri tergolong tinggi, yaitu 55-66% dari berat
bijinya. Komponen penyusun kemiri adalah asam lemak tak jenuh tetapi ada juga
asam lemak jenuh dengan persentase yang sangat sedikit. Kemiri sudah banyak
digunakan sebagai bahan tambahan makanan dan obat tradisional. Pemanfaatan
kemiri di Indonesia belum maksimal padahal minyak kemiri memiliki banyak

Universitas Sumatera Utara

22

manfaat seperti: sebagai bahan bakar, sabun, obat, dan sebagai bahan dasar dalam
pembuatan kosmetik (Arlene, dkk., 2010).
Kemiri memiliki beberapa fungsi, fungsi utama kemiri yaitu dapat
menghasilkan minyak nabati, yang dapat diproses menjadi biodiesel. Minyak
kemiri sunan yaitu trigliserida yang tersusun atas asam palmitat, asam oleat, asam
linoleat dan asam α-oleostearat yang memiliki potensi besar sebagai bahan baku
industri oleokimia dan biopestisida. Hasil samping kemiri yaitu kulit buah,
bungkil, dan gliserol juga memiliki potensi sebagai penghasil pupuk organik,
produk kesehatan dan kosmetik, serta produk bahan bakar lain berupa briket dan
biogas (Herman, dkk., 2013).
Jeruk Nipis
Jeruk nipis (Citrus surantifolia, Swingle) sering dimanfaatkan sebagai
penambah nafsu makan, penurun panas (antipireutik), diare, menguruskan badan,
anti inflamasi, dan antibakteri. Air perasan jeruk nipis dipercaya sebagai
antibakteri dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. Coli, Streptococcus
haemolyticus, dan Staphylococcus aureus, merupakan bakteri jenis gram positif.
Air jeruk nipis memiliki aktivitas hambatan terhadap Staphylococcus aureus pada
konsentrasi 20%, 40%, dan 80%. Serta E. Coli pada konsentrasi 40% dan 80%
(Razak, dkk., 2013).
Jeruk nipis (Citrus surantifolia, Swingle) merupakan salah satu
antibakteri dari alam. Jeruk nipis sering dimanfaatkan sebagai pengawet,
pengasaman, dan penambah citarasa makanan. Buah jeruk nipis mengandung
asam sitrat 7-7,6% sebagai komponen utamanya, selain itu juga mengandung
vitamin C, mineral, vitamin B1, kalsium, fosfor, dan minyak atsiri yang

Universitas Sumatera Utara

23

didalamnya terkandung limonena, fellandrena, flavonoid, geranil asetat, kadinena,
dan lianin asetat. Minyak atsiri pada jeruk nipis dapat dimanfaatkan sebagai
penghambat perumbuhan beberapa jenis

bakteri

merugikan diantaranya

Escherichia coli, Salmonella sp., S. aureus, Klebsiella, dan Pasteurella
(Pradani, 2012).
Citrus atau yang dikenal dengan jeruk adalah salah satu tanaman yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi karena mengandung vitamin C dan dibuat
penyedap masakan. Daun jeruk mengandung senyawa kimia yang merupakan
metabolit sekunder seperti minyak atsiri, flavonoid, saponin, dan steroid.
Jeruk

lebih

dikenal

dengan

genus

citrus

yang

memiliki

16

spesies

(Adrianto, dkk., 2014).

Daun Jeruk
Citrus atau yang biasa dikenal dengan jeruk memiliki kandungan
vitamin C yang tinggi. Selain itu juga digunakan jeruk sering digunakan sebagai
penyedap masakan. Daun jeruk juga mengandung metabolit sekunder seperti
minyak atsiri, flavonoid, saponin, dan steroid. Senyawa ini dipercaya dapat
berfungsi sebagai racun pada nyamuk (Adrianto, dkk., 2014).
Daun jeruk purut dimanfaatkan sebagai sumber flavor pada masakan.
Flavor dari daun jeruk purut berasal dari minyak atsiri yang dikandungnya yaitu
sitronellal. Sitronellal juga memiliki aktivitas antioksidan (Ayusuk, dkk., 2009)
dan aktivitas antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan salmonella dan
enterobakteria lainnya (Nanasombat dan Pana, 2005).
Menurut penelitian Ririn (2010), rendemen minyak atsiri daun jeruk
purut utuh kering sebesar 0,6966% dan minyak atisiri daun jeruk purut utuh

Universitas Sumatera Utara

24

basah sebesar 0,6033%, sedangkan menurut Koswara (2011), dengan perlakuan
pendahuluan daun jeruk purut di rajang menghasilkan rendemen sebesar 1,42%.
Untuk meningkatkan produksi minyak atsiri, diperlukan beberapa perlakuan
pendahuluan, antara lain pengeringan dengan kering angin, pengecilan ukuran
(pembubukan), dan pemeraman (Khasanah, dkk., 2015).
Garam
Penggunaan garam pada bahan pangan digunakan pada tiga bidang, yaitu
sebagai bahan tambahan pada pangan, sebagai bahan industri, dan sebagai bahan
pengawet makanan. Industri yang modern umumnya memanfaatkan garam
sebagai peningkat citarasa, penampilan, serta sifat fungsional produk yang
dihasilkan. Garam sering digunakan sebagai bahan pembantu dalam pengolahan
pangan (Prasetyaningsih, 2008).
Senyawa kimia garam adalah nama Sodium Klorida atau Natrium
Klorida (NaCl). Garam merupakan salah satu kebutuhan pelengkap untuk pangan
dan sumber elektrolit bagi tubuh manusia. Lahan penghasil garam di indonesia
cukup luas tetapi pemanfaatan garam belum maksimal di negeri ini. Garam dapat
digunakan untuk proses pengawetan bahan pangan yaitu proses fermentasi
(Assadad dan Utomo, 2011).
Mekanisme garam sebagai pengawet yaitu garam mempengaruhi
aktivitas air (aw) pada bahan sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan
mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari pengaruh racunnya.
Penggunaan garam juga tergantung dari jenis bahan pangan yang diawetkan.
Umumnya semakin tingginya konsentrasi garam yang digunakan semakin
berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroba tetapi tetap sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara

25

dosisnya. Konsentrasi NaCl sebesar 2-5% yang dikombinasikan dengan suhu
rendah, cukup untuk mencegah pertumbuhan mikroba psikofilik. Selain itu,
penggunaan garam sebagai bahan pengawet akan mempengaruhi penerimaan rasa
dari jenis pangan (Mustafa, 2006).
Gula
Sukrosa mampu memberikan stabilitas terhadap mikroorganisme pada
produk makanan (jika diberikan dalam konsentrasi diatas 70% padatan terlarut).
Apabila gula ditambahkan paling sedikit 40% padatan terlarut maka sebagian dari
air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan
aktivitas air (aw) dari bahan pangan akan berkurang (Buckle, dkk., 1987).
Gula merupakan pengawet alami yang dapat ditambahkan pada bahan
pangan. Gula berasal dari nira kelapa. Nira kelapa juga mudah mengalami
kerusakan apabila belum diolah. Walaupun gula berfungsi sebagai bahan
pengawet, tetapi dalam bentuk bahan baku nira kelapa juga mudah mengalami
kerusakan (Naufalin, dkk., 2013).
Sukrosa ini tersusun atas dua molekul monosakarida yaitu glukosa dan
fruktosa. Sukrosa merupakan hasil ekstraksi dari tebu dan bit. Industri makanan
biasanya digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam
jumlah cairan sukrosa (sirup) (Winarno, 1997). Gula pasir yang diperdagangkan
di Indonesia harus memenuhi standar yang telah ditetapkan. Syarat mutu gula
pasir dapat dilihat pada Tabel 5.

Universitas Sumatera Utara

26

Tabel 5. Syarat mutu gula pasir menurut SNI 01-3140-1992
No Kriteria Uji
Satuan
1. Keadaan:
1.1. Bau
1.2. Rasa
2. Warna (nilai remisi yang direduksi)
% b/b
3. Besar jenis butir
mM
4. Air
% b/b
6. Gula pereduksi
% b/b
7. Abu
% b/b
8. Bahan asing tidak larut
%
9. Bahan tambahan makanan:
Belerang dioksida (SO2)
mg/kg
10. Cemaran logam:
10.1. Timbal (Pb)
mg/kg
10.2. Tembaga (Cu)
mg/kg
10.3. Raksa (Hg)
mg/kg
10.4. Seng (Zn)
mg/kg
10.5. Timah (Sn)
mg/kg
11. Arsen (As)
mg/kg

Persyaratan
Normal
Normal
Min. 53,00
0,8 - 1,20
Maks. 0,10
Maks. 0,10
Maks. 0,10
Maks. 5,00
Maks. 20,00
Maks. 2,00
Maks. 2,00
Maks. 0,03
Maks. 40,00
Maks. 40,00
Maks. 1,00

Sumber: SII (1990).

Zat Penstabil
Gum Arab
Hidrokoloid memiliki polimer yang larut air yang dapat membentuk
hidrokoloid (Sudarmawan, 2011). Gum arab dapat melindungi senyawa yang
volatil sehingga dapat mencegah terjadinya oksidasi, evaporasi, dan absorbsi uap
air dari udara. Oleh karena itu, gum arab dapat berfungsi untuk mempertahankan
aroma pada bahan terutama yang akan dikeringkan (Gujral dan Brar, 2003).
Gum arab berasal dari ekstrudat kering dari pohon akasia. Gum arab
memiliki sedikit polisakarida kompleks (kalsium, magnesium, dan kalium) dan
merupakan golongan garam netral. Gum arab berfungsi sebagai pengental,
pengemulsi, menghambat pengkristalan, serta bereaksi membentuk konservat
dengan gelatin dan protein (DeMan, 1997). Kandungan gizi gum arab dapat
dilihat pada Tabel 6.

Universitas Sumatera Utara

27

Tabel 6. Kandungan gizi per 100 g gum arab
Kandungan Gizi
Satuan
Kadar air
g
Kadar abu
g
Kadar protein
g
Sodium
mg
Potassium
mg
Karbohidrat
g
Serat makanan larut
g
Kalsium
mg
Magnesium
mg
Besi
mg

Kadar
10,8
1,7
1,7
14,0
310,0
86,6
86,6
1117,0
292,0
2,0

Sumber: Rabah dan Abdalla, (2012)

Gum arab banyak digunakan pada bahan yang memiliki padatan terlarut
yang tinggi dan umumnya digunakan sebagai perekat. Gum arab termasuk dalam
golongan hidrokoloid. Beberapa fungsi hidrokoloid adalah untuk mengentalkan
larutan, penstabil, pembentuk gel, mencegah pengkristalan gula, menghasilkan
warna yang transparan pada produk, serta dapat memperbaiki flavor. Gum arab
adalah polisakarida hidrofilik yang dapat larut dalam air. Gum arab digunakan
untuk mempertahankan aktivitas pada permukaan. Gum arab mempunyai sifat
fleksibilitas dan seperti emulsifier, baik digunakan sebagai penstabil steril yang
bersifat hidrofobik (Cui, 2001).
Zat

penstabil

merupakan

hidrokoloid.

Berdasarkan

sumbernya,

hidrokoloid dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan yaitu hidrokoloid alami,
hidrokoloid modifikasi alami, dan hidrokoloid sintetik. Zat penstabil dapat
mempertahankan aliran zat cair pada larutan karena dapat meningkatkan
viskositas. Bahan penstabil berpengaruh terhadap proses pengentalan karena
merupakan suatu polimer berantai panjang yang dapat dalam air. Fungsi lain dari
bahan penstabil yaitu memberikan citarasa gurih, dapat mencegah terjadinya

Universitas Sumatera Utara

28

sineresis, dan memberikan kesan lembut dimulut (Info Pangan, 2012). Struktur
kimia gum arab dapat dilihat pada Gambar 1 (Hegenbart dalam Prabandari, 1990).

Gambar 1. Struktur kimia gum arab

Gelatin
Gelatin adalah turunan dari protein yang berasal dari serat kolagen yang
terdapat pada tulang, tulang rawan, dan kulit. Susunan asam amino pada gelatin
juga sangat mirip dengan kolagen, dimana glisin sebagai asam amino utama dari
2/3 seluruh asam amino yang menyusunnya, sedangkan 1/3 asam amino yang
tersisa diisi oleh prolin dan hidroksi prolin (Chaplin, 2005).
Menurut Poppe (1992), Sifat fisik gelatin yang penting adalah viskositas.
Viskositas dipengaruhi oleh interaksi hidrodinamik antar molekul gelatin. Hal ini
dipengaruhi oleh suhu, pH dan konsentrasi. Menurut Norland (1997), gelatin
mudah larut pada suhu 71,1 oC dan cenderung membentuk gel pada suhu 48,9 oC,
sedangkan menurut Montero dan Borderias (1991), pemanasan yang dilakukan
untuk melarutkan gelatin sekurang-kurangnya 49 oC atau biasanya pada suhu
70 oC Struktur kimia gelatin dapat dilihat pada Gambar 2 (Poppe, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Identifikasi Karakter Morfologis dan Hubungan Kekerabatan Asam Gelugur (Garcinia atroviridis Griff. ex T. Anders) di Beberapa Kabupaten Sumatera Utara

0 0 3

Identifikasi Karakter Morfologis dan Hubungan Kekerabatan Asam Gelugur (Garcinia atroviridis Griff. ex T. Anders) di Beberapa Kabupaten Sumatera Utara

0 0 2

Identifikasi Karakter Morfologis dan Hubungan Kekerabatan Asam Gelugur (Garcinia atroviridis Griff. ex T. Anders) di Beberapa Kabupaten Sumatera Utara

0 0 5

Identifikasi Karakter Morfologis dan Hubungan Kekerabatan Asam Gelugur (Garcinia atroviridis Griff. ex T. Anders) di Beberapa Kabupaten Sumatera Utara Chapter III V

1 1 52

Identifikasi Karakter Morfologis dan Hubungan Kekerabatan Asam Gelugur (Garcinia atroviridis Griff. ex T. Anders) di Beberapa Kabupaten Sumatera Utara

1 4 3

Identifikasi Karakter Morfologis dan Hubungan Kekerabatan Asam Gelugur (Garcinia atroviridis Griff. ex T. Anders) di Beberapa Kabupaten Sumatera Utara

0 0 50

Pendugaan Keragaman Karakter Morfologi Asam Gelugur (Garcinia atroviridis Griff. Ex T. Anders) Di Beberapa Kabupaten Sumatera Utara

0 0 11

Pendugaan Keragaman Karakter Morfologi Asam Gelugur (Garcinia atroviridis Griff. Ex T. Anders) Di Beberapa Kabupaten Sumatera Utara

0 0 7

Pendugaan Keragaman Karakter Morfologi Asam Gelugur (Garcinia atroviridis Griff. Ex T. Anders) Di Beberapa Kabupaten Sumatera Utara

0 0 11

Pendugaan Keragaman Karakter Morfologi Asam Gelugur (Garcinia atroviridis Griff. Ex T. Anders) Di Beberapa Kabupaten Sumatera Utara

0 0 40