Pembinaan Klinik Rehabilitasi Medan Plus terhadap Pengguna Narkoba dalam Revitalisasi Konsep Diri

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan obat / bahan berbahaya.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyebutnya dengan istilah Napza
yang merupakan singkatan dari norkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Semua
isrilah ini baik narkoba atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya
mempunyai resiko kecanduan bagi penggunannya. Menurut pakar kesehatan
narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien
saat hendak dioperasi atau obat obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini
presepsi itu di salah gunakan akibat pemakaian yang telah di luar batas dosis.
Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa di cegah.
Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah memperoleh
narkoba dari oknum oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari
bandar narkoba yang senang mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik, tempet
pelacuran dan tempat perkumpulan geng. Tentu saja hal ini dapat membuat para
orang tua, ormas, dan pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang begitu
meraja lela. Upaya pemberantasan narkoba pun sudah sering dilakukan, namun
masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja
atau dewas, bahkan anak anak SD san SMP pun sudah banyak yang terjerumus
narkoba.


1
Universitas Sumatera Utara

Narkoba bekerja terutama pada otak atau susunan saraf pusat yang
bertanggung jawab atas kehidupan perasaan yang disebut system limbus
hipotalamus yaitu pusat kenikmatan di otak ( Martono & Joewana, 2006 ).
Narkoba mengubah susunan biokimia molekul sel otak yang disebut
Neurotransmitter. Perubahan susunan biokimia sel otak menyebabkan rasa
nyaman atau nikmat yang bersifat sementara. Setelah itu timbul perasaan
sebaliknya yakni perasaan gelisah, cemas, rasa tertekan, dan sebagainya.
Penyebab penyalahgunaan narkoba sangat kompleks, tetapi merupakan
interaksi dari 3 (tiga) faktor seperti modifikasi Blum, H.L. dalam Afiatin (2004a),
yaitu merupakan interaksi tiga faktor: host (individu), agent (zat/narkoba) dan
environment (lingkungan sosial). Dipandang dari segi kesehatan jiwa, dari ketiga

faktor tersebut di atas, faktor individu merupakan faktor yang utama. Namun
demikian, pada umumnya perbuatan penyalahgunaan narkoba disebabkan bukan
oleh salah satu faktor tersebut, melainkan oleh interaksi beberapa faktor baik
faktor diri dan kepribadian maupun faktor lingkungan.

a. Faktor zat. Tidak semua zat dapat menimbulkan gangguan penggunaan zat.
Hanya zat dengan khasiat farmakologik tertentu dapat menimbulkan gangguan
zat, dalam pendekatan ini, dapat dibedakan menjadi zat yang dapat
menimbulkan ketergantungan dan zat yang tidak dapat menimbulkan
ketergantungan.
b. Faktor individu. Tidak semua orang memiliki risiko sama besar untuk
menderita gangguan penggunaan zat. Faktor kepribadian dan faktor konstitusi
seseorang merupakan dua faktor yang turut menentukan seseorang tergolong
2
Universitas Sumatera Utara

kelompok risiko tinggi atau tidak. Ciri remaja dengan resiko tinggi terhadap
gangguan pengguna narkotika dan zat adiktif lainnya adalah ditandai dengan
adanya sifat mudah kecewa, agresif, destruktif sebagai cara untuk mengurangi
rasa kecewa, merasa rendah diri, cepat bosan / merasa tertekan. Dari tanda
yang ditimbulkan tersebut dalam kehidupan sehari-hari juga dapat dilihat
perilaku seperti prestasi yang cenderung rendah atau menurun, cenderung
memiliki sifat pembangkang, cenderung memilki gangguan jiwa ( cemas,
depresi, apatis, menarik diri dalam pergaulan, obsesi atau sebaliknya bisa
menjadi hiperaktif) , ada perilaku menyimpang seperti hubungan seksual yang

tidak terlindungi, ataupun penyimpangan prikoseksual dengan akibat
kegagalan atau tidak terjadi identifikasi seksual yang memadai.

Menurut

Afiatin

(2004b)

faktor

psikologis

penyebab

remaja

menyalahgunakan narkoba meliputi aspek personal (harga diri), interpersonal
(asertivitas), dan kognitif (pengetahuan tentang narkoba). Ketiga aspek inilah
yang perlu diperhatikan dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba pada

remaja ditinjau dari aspek individunya, khususnya dalam aspek psikologis. Perlu
dirancang program prevensi yang meningkatkan faktor-faktor protektif, yaitu
tingginya harga diri, asertivitas dan pengetahuan yang tepat tentang narkoba pada
remaja.
c. Faktor lingkungan, dalam faktor ini ada beberapa lingkungan
yang dapat berperan penting dalam penyalahgunaan narkoba
diantaranya Lingkungan keluarga , disini keluarga berperan dalam

3
Universitas Sumatera Utara

hal pencegahan kalau dilingkungan ini tidak terbentuk sikap saling
menjaga dan melindungi banyak individu yang bisa terjebak dalam
penyalahgunaan narkoba. Jika kondisi keluarga yang tidak
harmonis seperti, komunikasi yang kurang efektif antara orang tua
dan anak, ataupun ada anggota keluarga yang menjadi pengedar
narkoba. Kemungkinan individu terlibat kedalam penyalahgunaan
narkoba semakin besar dan meluas. Selanjutnya lingkungan
pergaulan, disini biasanya lingkungan yang cukup rawan ketika


suatu individu terjebak kedalam lingkungan pergaulan yang salah.
Pergaulan disekolah ataupun di luar sekolah jika tidak terarah dan
terkontrol

dapat

juga

menjerumuskan

individu

kedalam

penyalahgunaan narkoba. Peran orang – orang sekitar juga
berpengaruh dalam lingkungan pergaulan ini agar tidak terjebak
dalam penyalahgunaan narkoba. Peran aktif dari masyarakat juga
penting untuk mengontrol lingkungan pergaulan yang salah.
Ada 4 tahapan untuk bisa kita lihat apakah orang tersebut pengguna narkoba
yang aktif atau pasif :

A. Tahap Coba-coba
Mulanya tahapa ini cuma coba-coba,kemudian terjebak oleh 3 sifat jahat
narkoba, ia menjadi mau lagi dan lagi., tapi ada sedikit gambaran gejala tersebut,
yaitu :
Gejala psikologi

4
Universitas Sumatera Utara

Gejala ini adalah gejala yang merujuk dengan Adanya perubahan pada
sikap individu, akan timbul rasa takut dan malu yang disebabkan oleh perasaan
bersalah dan berdosa, individu jadi lebih sensitif, resah dan gelisah, kemanjaan
dan kemesraan akan berkurang bahkan hilang.
Pada fisik

Pada fisik belum tampak pada tubuh individu. Tapi jika lagi pakai
psikotropika, ekstasi, atau sabu, dia akan gembira, murah senyum dan ramah, jika
menggunakan jenis putaw, ia akan tampak tenang, tentram, tidak peduli pada
orang lain. Sebaliknya jika sedang tidak memakai tidak akan tampak gejala
apapun.

B.

Tahap Pemula
Setelah tahap coba- coba, kemudian meningkat menjadi terbiasa yang
tergolong kedalam pemula.

Tahap ini sudah menunjukan hal yang sangat

mengkhawatirkan dimana orang tersebut

akan terus memakai karena

kenikmatannya dan akan terus menggunakannya. Pada tahap ini akan muncul
gejala-gejala yang dapat kita cermati yaitu sebagai berikut:
Gejala psikologi

Sikap individu menjadi lebih tertutup, jiwanya resah, gelisah, kurang
tenang dan lebih sensitif, hubungan dengan orang tua dan saudara–saudara mulai
renggang tidak lagi terlihat riang, ceria dan dia mulai tampak banyak
menyembunyikan rahasia.

Pada fisik

5
Universitas Sumatera Utara

Tidak tampak perubahan yang nyata. Jika dia memakai tampak lebih
lincah, lebih riang, lebih percaya diri berarti dia memakai psikotropika stimulan,
shabu, atau ekstasi, jika ia tampak lebih tenang, mengantuk, berarti dia memakai
obat penenang, ganja, atau putaw.

C. Tahap Berkala
Setelah beberapa kali memakai narkoba sebagai pemakai insidentil,
pemakaian narkoba terdorong untuk memakai lebih sering lain. Selain merasa
nikmat, juga

mulai

merasakan

sakaw,


kalau

terlambat

atau

berhenti

mengkonsumsi narkoba, dia memakai narkoba pada saat tertentu secara rutin.
Pemakai sudah menjadi lebih sering dan teratur.
Ciri mental

Sulit bergaul dengan teman baru. Pribadinya menjadi lebih tertutup, lebih
sensitif dan mudah tersinggung, ke akraban dengan orang tua dan saudara sangat
berkurang dan apabila tidak menggunakan narkoba sikap dan penampilannya
sangat murung, gelisa dan kurang percaya diri.
Ciri fisik

Terjadi gejala sebaliknya dari tahap 1 dan 2. Apabila menggunakan, dia

tampak normal, apabila tidak menggunakan dia akan tampak murung, lemah,
gelisah, malas.
D. Tahap Setia/ Tetap
Setelah menjadi pemakai narkoba secara berkala, pemakai narkoba akan
dituntut oleh tubuhnya sendiri untuk semakin sering memakai narkoba dengan

6
Universitas Sumatera Utara

dosis yang lebih tinggi, jika tidak dia akan merasa penderitaan (sakaw), pada
tahap ini pemakai tidak bisa lagi lepas dari narkoba sama sekali, dia harus selalu
mengunakan narkoba. dia disebut pemakai setia, pecandu, pemadat atau junkies.
Jika dia memakai akan tampak normal tetapi apabila tidak dia tampak sakit.
Dalam satu hari dia dapat memakai 4 sampai 6 kali, bahkan ada yang harus
memakai setiap 1 jam.
Ada banyak sekali alasan mengapa mereka akhirnya terjerumus. Ada yang
berdalih ingin merasakan kenikmatan, karena konflik dalam keluarga, bujukan,
dan alasan ketidaktahuan. Untuk memperoleh barang ini sebenarnya tidak begitu
mudah. Harus ada biaya yang cukup besar yang harus dikeluarkan untuk
memperolehnya. Seorang yang sudah kecanduan akan menghalalkan segala cara

untuk dapat memperolehnya.segala harta benda dapat dijual untuk mendapatkan
barang yang harganya memang sangat mahal itu. Selain alasan biaya ada alasan
lain yang menyebabkan seseorang ingin berhenti mengkonsumsi narkoba yaitu
rasa sakit yang luar biasa ketika dia tidak mengkonsumsi . Cukup sulit untuk

berhenti dari kecanduan. Untuk itu peran dan support dari orang orang terdekat
sangat dianjurkan guna membentuk konsep diri sebagai seorang yang lebih baik.
Menurut Deputi Pemberdayaan Masyarakat Badan Narkotika (BNN) Irjen
Pol Bachtiar H.Tambunan, sebanyak 4 juta jiwa (2,18%) dari jumlah penduduk
Indonesia merupakan penyalahgunaan narkoba dengan usia populasi 10-59 tahun,
1,6 juta orang diantaranya tercatat dalam tahap coba pakai, 1,2 juta orang
pemakaian teratur dan 943 ribu orang merupakan pecandu narkoba.

7
Universitas Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara berada diposisi ketiga sebagai daerah terbanyak
penyalahgunaan narkoba seluruh Indonesia. Sebagaimana diungkapkan dari data
penelitian BNN dengan Universitas Indonesia, peringkat ditentukan berdasarkan
prevelensi, yaitu persentase jumlah pengguna dengan jumlah penduduk provinsi
berumur 10-59 tahun. Dari data hasil penelitian yang dilakukan 2014 lalu,
provinsi Sumatera Utara memiliki 300.134 jiwa yang menjadi penyalahgunaan
narkoba. Artinya ada sekitar 3,06 % penduduk Sumatera Utara yang berumur 1059 tahun sudah memakai narkoba. Peringkat pertama diduduki oleh Jakarta
dengan jumlah pengguna narkoba sebanyak 364.174 jiwa dengan persentase
4,74%. Peringkat kedua berada Kalimantan Timur dengan jumlah pengguna
56.195 jiwa dengan persentase 3,07%. Dari segi jumlah pengguna yang paling
banyak pengguna narkoba sebenarnya ada di wilayah Jawa Barat, dengan jumlah
pengguna 792.206, disusul Jawa Timur dengan pengguna 568.304 jiwa dan
selanjutnya Jawa Tengah, dengan jumlah pengguna 452.743 jiwa (Sipayo,
2015.www.sipayo.com,).
Banyak kasus yang menunjukkan betapa akibat dari masalah tersebut telah
menyebabkan banyak kerugian baik materi maupun non-materi. Banyak kejadian
seperti perceraian atau kesulitan lain bahkan kematian yang disebabkan oleh
ketergantungan terhadap narkoba. Di Kota Medan, angka kasus pengguna narkoba
dikalangan pelajar dan mahasiswa pada 2014 mengalami peningkatan. Pelajar
yang terjerat kasus pengguna narkoba mulai dari tingkatan sekolah dasar (SD),
sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), hingga
mahasiswa. Dari catatan kepolisian pada 2014, jumlah pelajar pengguna narkoba

8
Universitas Sumatera Utara

tingkat sekolah dasar (SD) ada 111 orang, sekolah menengah pertama (SMP) 335
orang, sekolah menengah atas (SMA) 874 orang, dan mahasiswa 70 orang.
Jumlah keseluruhan pengguna narkoba dikalangan pelajar dan mahasiswa pada
2014 sebanyak 1.390 orang. Jumlah itu meningkat dibandingkan kasus pada 2013.
Terdata pelajar pengguna narkoba dari sekolah dasar berjumlah 123 orang,
sekolah menengah pertama (SMP) 292 orang, sekolah menengah atas 863 orang,
dan mahasiswa 40 orang. Secara keseluruhan ada 1.318 orang (Ferdiansyah,
2014.daerah.sindonews.com,).
Untuk menangani kasus penyalahgunaan narkoba yang sudah terlalu besar
dikalangan masyarakat,perlu banyak dibentuk pusat – pusat penanganan bagi
pengguna narkoba yang gunanya memberi kesadaran akan bahaya narkoba yang
sebenarnya. Untuk itu banyak dari pihak swasta ataupun pemerintah mendirikan
pusat-pusat rehabilitasi bagi pengguna narkoba untuk menangani pengguna
narkoba agar terbebas dari penyalahgunaan narkoba dan dapat terjun kembali
kedalam masyarakat tanpa harus takut dan minder. Dengan mengikuti program
pengobatan atau rehabilitasi memiliki hubungan dengan berhenti menggunakan
narkoba. Pengguna narkoba yang direhabilitasi pada umumnya memiliki motivasi
rendah untuk percaya diri kembali bermasyarakat karena,oleh karena itu klinik
rehabilitasi memberikan program- program yang bertujuan untuk membentuk
kembali kepercayaan diri mereka agar dapat kembali terjun bermasyarakat. Salah
satu hal yang dapat membentuk kesadaran diri bagi pengguna narkoba untuk
bangkit adalah dengan membangun kembali Konsep Diri mereka. Konsep diri
pengguna narkoba sebelem direhabilitasi cenderung kearah yang negatif oleh

9
Universitas Sumatera Utara

karena itu klinik – klinik rehabilitasi perlu membentuk konsep diri pengguna
narkoba mengarah kearah konsep diri positif, agar pengguna narkoba tersebut
dapat memahami dan membentuk karakter yang lebih kuat dan dapat sembuh dari
penggunaan narkoba. Oleh karena itu konsep diri yang kuat berperan penting
dalam proses penyembuhan pengguna narkoba di klinik rehabilitasi.
Apa yang dimaksud dan dipahami sebagai diri konsep diri berbeda dalam
setiap budaya. Meski perbedaan tersebut sering tak terlihat sama seperti saat
manusia juga tidak menyadari perasaan dirinya dan bagaimana perasaan akan diri
itu dapat mempengaruhi hidup seseorang. Perbedaan dalam memandang diri akan
terlihat ketika individu-individu dari berbagai latar belakang budaya yang
memiliki rasa akan diri yang berbeda ini berkumpul atau bertemu satu sama lain.
Ada istilah yang sering digunakan untuk mempermudah studi mengenai konsep
diri dalam lintas budaya, yaitu konstruksi diri individual dan diri kolektif.
a.

Diri Individual
Diri individual merupakan diri yang fokus pada atribut internal yang

sifatnya personal seperti kemampuan invidual, intelegensi, sifat kepribadian, dan
pilihan individual. Diri individual adalah diri yang terpisah dari orang lain dan
lingkungan, atau diri yang tidak tergantung (independent construal of self).
Budaya dan diri individual mendesain dan menyeleksi sejarah manusia agar tidak
bergantung pada anggota atau masyarakat lain. Menurut konstruk diri individual
manusia didorong untuk membangun konsep diri yang terpisah dari orang lain

10
Universitas Sumatera Utara

termasuk dalam tujuan keberhasilan yang cenderung lebih mengarah pada tujuan
diri individu.
Menurut kerangka ini, nilai kesuksesan dan harga diri mengambil bentuk
individualism. Jadi ketika seseorang berhasil melaksanakan tugas tanpa
tergantung pada orang lain orang tersebut akan merasa lebih puas dan harga diri
mereka akan meningkat. Keberhasilan individu adalah berkat usaha individu itu,
sehingga diri dan masyarakat akan bengga karena seorang individu mampu
maraih sukses tanpa bantuan orang lain.
b.

Diri Kolektif
Diri kolektif bisa dikatakan sebagai lawan atau kebalikan dari diri

individual. Budaya yang menekankan pada diri kolektif memiliki ciri keterkaitan
antar manusia satu dengan yang lain. Tugas utama budaya di sini adalah membuat
bagaimana individu memenuhi dan memelihara keterikatannya dengan individu
lain. Individu diminta untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang lain atau
kelompok di mana mereka bergabung dengan tujuan agar individu tersebut dapat
membaca dan memahami pikiran perasaan orang lain, bersimpati, sehingga
individu itu dapat memainkan peran yang telah diberikan kelompok.
Tugas normatif budaya di sini adalah mendorong saling ketergantungan
(interdependence) satu sama lain. Dalam konstruk diri kolektif nilai keberhasilan
dan harga diri adalah apabila individu tersebut mampu memenuhi kebutuhan
komunitas dan menjadi bagian penting dalam hubungan dengan komunitas.

11
Universitas Sumatera Utara

Individu fokus kepada status keterikatan mereka dan penghargaan serta tanggung
jawab sosial.
Sedangkan Konsep diri itu sendiri adalah sekumpulan keyakinan dan
persepsi diri terhadap diri sendiri sebagai skema dasar yang terdiri dari kumpulan
keyakinan dan sikap terhadap diri sendiri yang terorganisir. Seorang pecandu
yang ingin berhenti mengkonsumsi narkoba mengkonsepkan dirinya sebagai
orang yang tidak baik. Dia sadar bahwa dia bersalah dan ingin berhenti
mengkonsumsi narkoba tetapi cukup sulit karena setiap kali rasa sakit menyerang
ketika dia mencoba menahan keinginannya terhadap barang tersebut. Seorang
yang ingin berhenti mengkonsumsi narkoba memiliki kesadaran subjeksif bahwa
dirinya berbeda dengan orang orang disekitarnya yang tidak mengkonsumsi
narkoba. Dia juga telah memiliki kesadaran diri objektif bahwa memang dirinya
salah. Ketika dia sadar bahwa persepsinya selama ini bahwa narkoba pembawa
kenikmatan adalah salah maka dia akan termotivasi untuk sembuh. Untuk
memperbaharui konsep diri yang telah dimiliki sebelumnya,mantan pengguna
narkoba sangat membutuhkan bantuan dari orang disekitarnya untuk membantu
membentuk konsep dirinya agar menjadi lebih baik (Yuanna, 2011). Konsep diri
dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain.
Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu
mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya. Konsep diri ini pada dasarnya
berasal dari perasaan dihargai atau tidak dihargai. Perasaan inilah yang menjadi
landasan dari pandangan, penilaian, atau bayangan seseorang mengenai dirinya
sendiri (Sujono & Teguh, 2009). Konsep diri juga termasuk persepsi individu

12
Universitas Sumatera Utara

akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilainilai yang berkaitan dengan pengalaman dan obyek, tujuan serta keinginannya
(Sujono & Teguh, 2009).
Konsep diri meliputi gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran dan
identitas diri (Stuart & Sundeen, 1998). Individu yang memiliki kepribadian sehat
pasti memiliki konsep diri yang positif. Ciri individu yang memiliki konsep diri
positif yaitu memiliki gambaran diri yang positif dan akurat, ideal diri realistis,
harga diri tinggi, kepuasan penampilan peran, serta identitas yang jelas (Sujono &
Teguh, 2009).
Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan
faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan
dengan orang lain. Dalam berinteraksi ini, setiap individu akan menerima
tanggapan. Tanggapan yang diberikan tersebut akan dijadikan cermin bagi
individu untuk menilai dan memandang dirinya (Pudjigjoyanti, 1991)., Tidak
sedikit dari masyarakat atau bahkan dari keluarga sendiri memandang mereka
“sebelah mata” karena mereka mantan pengguna narkoba. Dukungan, motivasi,
dan perhatian dari orang disekitar juga dirasakan sangat berpengaruh terhadap
pandangan mantan pengguna Narkoba pada dirinya, bagaimana mereka bersikap
pada sosial, dan dalam menjalani kehidupannya. Jika hal yang diterima itu positif,
maka semangat untuk menjalani kehidupan yang lebih baik setelah di rehabilitasi
pun semakin baik. Mereka mengungkapkan bahwa motivasi terbesar untuk
menjalani rehabilitasi dengan semangat adalah karena dorongan positif yang
diterima dari keluarga, kepedulian keluarga yang ditunjukkan dengan datang

13
Universitas Sumatera Utara

menjenguk setiap waktu kunjungan, dan juga dukungan dari teman-teman yang
selalu mensupport agar dirinya bisa berhenti menjadi korban pengguna narkoba.
Dengan pengalaman sebelumnya yang dialami oleh mantan pengguna
narkoba, penulisi ingin mengetahui tentang bagaimana konsep diri seorang
pengguna narkoba karena konsep diri merupakan aspek penting dalam diri
seseorang. Setiap individu pasti memiliki konsep diri, baik itu positif maupun
negatif. Kenyataannya tidak ada individu yang sepenuhnya memiliki konsep diri
positif atau negatif. Tetapi karena konsep diri memiliki peranan penting dalam
menentukan dan mengarahkan seluruh perilaku individu, maka seseorang harus
memiliki konsep diri yang positif atau baik (Rakhmat, 2008).
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk menggali lebih lanjut tentang
bagaimana “Pembinaan Klinik Rehabilitasi Medan Plus terhadap Pengguna
Narkoba dalam Revitalisasi Konsep Diri”.
1.2 Tinjauan Pustaka.
Pada dasarnya konsep diri merupakan suatu kemampuan untuk menerima
sendiri. Mead berpandangan bahwa konsep diri merupakan suatu proses yang
berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain dengan cara menilai atau
memandang diri sendiri dari sudut pandang orang lain yaitu “siapa saya” dan
“siapa dia” , “bagaimana saya” dan “bagaimana dia” (Elbadiansyah, 2014:156).
Pandangan terhadap diri sendiri ini terdapat pada keturunan perantau Minang
yang menetap hidup di luar Sumatera Barat dan berada dalam lingkungan
multietnis, tentu mereka akan memandang dirinya siapa dan siapa orang lain serta

14
Universitas Sumatera Utara

bagaimana dirinya dan bagaimana orang lain.
Di samping itu, Cooley berpandangan bahwa konsep diri itu adalah segala
sesuatu yang dirujuk dalam pembicaraan biasa melalui kata ganti orang pertama
tunggal, seperti “aku” (I), “daku” (me), “milikku” (mine), dan “diriku” (my self).
Konsep diri dikembangkan lewat penafsiran individu atas realitas fisik dan sosial,
termasuk aspek-aspek pendapat tentang tubuh, tujuan, materi, ambisi, dan gagasan
bersifat sosial dianggap milik individu. Perasaan sosial tersebut dibangun melalui
bahasa dan budaya bersama dari interpretasi subjektif individu, atas orang-orang
yang dianggap penting yang punya hubungan dekat (Elbadiansyah, 2014:155).
Konsep diri itu didasarkan pada individu yang secara tidak kelihatan menunujuk
pada dirinya sendiri tentang diri atau identitas yang dinyatakan yang terkandung
dalam reaksi orang lain terhadap perilaku orang itu sendiri. Mead berpandangan
bahwa konsep diri terdiri dari kesadaran individu mengenai keterlibatanya yang
khusus dalam hubungan sosial yang sedang terjadi dalam suatu komunitas yang
terorganisasi. Kesadaran ini merupakan hasil dari suatu proses reflektif yang tidak
kelihatan di mana individu itu melihat tindakantindakan pribadi atau yang bersifat
potensial dari sudut pandang orang lain dengan siapa invidu itu berhubungan
(Johson, 1982:17).
Staines menjelaskan ada tiga aspek dalam konsep diri (Burns, 1993 : 81),
yaitu:
1. Konsep diri dasar. Aspek ini merupakan pandangan individu terhadap
status, peranan, dan kemampuan dirinya.

15
Universitas Sumatera Utara

2. Diri sosial. Aspek ini merupakan diri sebagaimana yang diyakini individu
dan orang lain yang melihat dan mengevaluasi.
3. Diri ideal. Aspek ini merupakan gambaran mengenai pribadi yang
diharapkan oleh individu, sebagian berupa keinginan dan sebagian berupa
keharusan- keharusan.
Di samping itu, mengutip dari Herbert Mead menjelaskan bahwa konsep
diri tidak ada atau datang dengan sendirinya, tetapi konsep diri muncul dalam
hubungan sosial dengan cara mengambil peran orang lain ( Generalized other)
adalah orang lain yang digeneralized merupakan kemampuan untuk mengambil
peran umum orang lain yang sangat penting bagi diri, mengambil sikap sebagai
anggota kelompok terorganisir, dan dalam aktivitas sosial kooperatif yang
terorganisir yang akan mampu mengembangkan dirinya sepenuhnya dengan cara
mengevaluasi diri sendiri dari sudut pandang orang lain yang digeneralisir bukan
secara terpisah. Pada awalnya asal usul diri mulai dari dari perkembangan anak
melalui dua tahap: pertama, tahap bermain dalam tahap ini anak-anak mengambil
sikap orang lain untuk dijadikan sikapnya sendiri. Kedua, tahap permainan dalam
tahap ini seorang anak harus mampu memahami dan memainkan berbagai macam
peran orang lain dengan ini anak akan menjadi subjek sekaligus objek bagi dirinya
sendiri secara terpisah (Ritzer, 2011:282-283).
Secara umum konsep diri ada dua yaitu :
1. Konsep Diri Positif. Konsep diri positif adalah pandangan positif terhadap
diri yang dipersepsikan melalui sudut pandang orang lain. orang memilki

16
Universitas Sumatera Utara

konsep diri yang positif mampu bertindak berdasarkan penilian yang baik
tanpa ada rasa bersalah yang berlebihan.
2. Konsep Diri Negatif. Konsep diri negatif adalah pandangan negatif
terhadap diri yang dilihat melalui sudut pandang orang lain. Orang yang
memiliki konsep diri yang negatif ini cendrung merasa tidak disenangi
oleh orang lain (Rakhmat, 2001:105).
Konsep diri (self identification ) juga berhubungan dengan identitas etnik.
Dalam suatu budaya dari dikotomi, etnik dapat dibedakan dua macam, pertama,
Etnik suatu gejala yang terlihat atau penanda-penanda yang berhubungan dengan
budaya yang bersifat membedakan yang biasanya digunakan untuk menentukan
identitas seorang misalnya pakaian, bahasa, bentuk rumah dan gaya hidup secara
umum. Kedua , etnik suatu nilai-nilai dasar, misalnya standar moral yang
digunakan untuk menilai perilaku seseorang. Masuknya seseorang tersebut dalam
kedalam suatu kelompok etnik, ia akan menjadi seseorang dengan dasar identitas
tertentu, ini berarti ia akan dinilai dan menilai dirinya sendiri (self identification )
berdasarkan standar yang relevan dengan identitas dasar tertentu. Budaya tidak
hanya digunakan oleh orang sebagai penanda perbedaan dengan budaya lain, juga
digunakan sebagai penanda dalam persamaan budaya oleh orang dalam suatu
etnik tertentu. (Barth, 1988:15).
Pada umumnya orang yang berinteraksi dengan orang lain akan
mengunakan penanda-penanda etnisnya salah satunya yaitu bahasa. Adapun anak
tersebut akan memandang siapa dirinya melalui bahasa yang digunakan ibunya.
Dalam hal ini Mead berpandangan bahwa yang mendorong individu untuk

17
Universitas Sumatera Utara

membuat indikasi terhadap terhadap dirinya sendiri dengan melakukan berbagai
bentuk pemahaman dan penafsiran terhadap stimulus atau dalam memediasi diri
adalah bahasa. Melalui bahasa diri (self) akan mengabstraksikan sesuatu yang
berasal sari lingkungan sosialnya dan memberikan penafsiran “membuatnya suatu
objek yang mampu teramati oleh dirinya”. Objek tersebut dibentuk oleh tindakan
individu itu sendiri (Elbadiansyah, 2014:160).
1.2.1

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Argyle (2008) menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang sangat

berkaitan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep diri, yaitu:
a. Reaksi dari orang lain.
Orang lain yang sangat berarti bagi sebagian besar anak-anak
adalah orang tua. Seorang anak sangat dipengaruhi oleh pandangan orang
tuanya sendiri terhadap dirinya sebagai seorang yang pandai, nakal,
gemuk, kuat dan sebagainya. Bagaimana orang tua memperlakukan anakanak mereka akan sangat mempengaruhi harga diri anak tersebut.
b. Pembandingan dengan orang lain.
Konsep diri sangat bergantung kepada cara bagaimana seseorang
membandingkan dirinya dengan orang lain. Orang-orang dewasa pada
umumnya membuat perbandingan antara kakak dengan adik. Rata-rata
seorang anak akan menganggap dirinya sebagai seorang yang kurang
pandai karena secara terus-menerus membandingkan dirinya dengan salah
seorang saudaranya yang lebih pandai. Jadi bagian-bagian dari konsep diri
dapat berubah cukup cepat di dalam suasana sosial.

18
Universitas Sumatera Utara

c. Peranan seseorang.
Setiap manusia memiliki peranan yang berbeda-beda. Setiap peran
tersebut membuat manusia diharapkan akan melakukan perbuatan dengan
cara-cara

tertentu.

Misalnya,

seorang

dokter

diharapkan

dapat

membedakan kemampuannya sebagai seorang dokter dan sebagai seorang
suami. Jadi harapan-harapan danpengalaman-pengalaman yang berkaitan
dengan peran yang berbeda mungkin berpengaruh terhadap konsep diri
orang lain.
d. Identifikasi terhadap orang lain.
Perubahan yang terjadi dalam konsep diri biasanya tidak bertahan
lama, dapat terjadi sesudah anak melihat sebuah film yang sangat dramatis
yang menimbulkan identifikasi terhadap seorang pahlawan. Namun
identifikasi ini segera menghilang sesudah kenyataan menegaskan kembali
pengidentifikasian ini.
Sedangkan menurut William D. Brooks dalam Imam (2013), terdapat
empat faktor yang mempengaruhi perkembangan kosep diri seseorang, yaitu:
Pertama, self appraisal–viewing self as an object. Istilah ini berkaitan dengan
pandangan seseorang terhadap dirinya mencakup kesan-kesan yang diberikan
kepada dirinya. Ia menjadikan dirinya sebagai objek dalam komunikasi sekaligus
memberikan penilaian terhadap dirinya.
Kedua, reaction and response of others. Pandangan terhadap dirinya, tidak hanya
dipengaruhi oleh pandangan terhadap dirinya sendiri, namun juga dipengaruhi

19
Universitas Sumatera Utara

oleh reaksi dan respon dari orang lain yang diperoleh dari hasil interaksi yang
berkesinambungan.
Ketiga, roles you play-role taking. Seorang individu memandang dirinya
berdasarkan suatu sistem keharusan dalam memainkan peran yang harus
dilakukan. Peran ini berkaitan dengan sistem nilai yang diakui dan dilaksanakan
oleh kelompok dimana individu berada, sehingga ia harus ikut serta dalam
memainkan peran tersebut.
Keempat, reference groups merupakan kelompok dimana individu menjadi salah
satu didalamnya. Jika kelompok ini dianggap penting, maka hal ini akan menjadi
kekuatan untuk menentukan konsep diri seseorang.
Adapun Tarwonto &

Wartonah (2003)

membagi

sesuatu yang

mempengaruhi konsep diri menjadi beberapa faktor, yaitu:
a. Tingkat perkembangan dan kematangannya.
Perkembangan anak seperti dukungan mental, perlakuan dan pertumbuhan
anak akan mempengaruhi konsep dirinya.
b. Budaya.
Pada masa kanak-kanak, nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya,
kelompok serta lingkungannya. Orang tua yang sibuk bekerja seharian
akan menyebabkan anak menjadi lebih dekat dengan lingkungannya.
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik dan lingkungan
psikososial. Lingkungan fisik merupakan segala sarana yang dapat
menunjang perkembangan konsep diri, sedangkan lingkungan psikososial
merupakan setiap lingkungan yang dapat menunjang kenyamanan dan

20
Universitas Sumatera Utara

perbaikan psikologis yang dapat mempengaruhi perkembangan konsep
diri.
c. Sumber eksternal dan internal .
Kekuatan individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri seseorang.
Pada sumber internal, dapat dicontohkan dengan koping orang yang
humoris lebih efektif. Dari sumber eksternal dapat dicontohkan dengan
dukungan dari masyarakat, dan ekonomi yang sangat kuat.
d. Pengalaman sukses dan gagal.
Terdapat kecenderungan bahwa semakin banyak kesuksesan yang didapat
individu akan meningkatkan konsep diri seseorang, begitu juga sebaliknya.
e. Stresor.
Stresor dalam kehidupan manusia misalnya perkawinan, pekerjaan baru,
ujian, dan ketakutan. Jika koping individu tidak adekuat maka akan
menimbulkan depresi, menarik diri dan juga kecemasan.
f. Usia,
keadaan sakit dan trauma Usia lanjut, keadaan sakit akan mempengaruhi
persepsi dirinya.

1.2.2

Dimensi Konsep Diri
Menurut Calhoun (1990) konsep diri memiliki tiga dimensi, yaitu:

pengetahuan tentang diri sendiri, harapan terhadap diri sendiri dan evaluasi diri.
a. Pengetahuan tentang diri sendiri

21
Universitas Sumatera Utara

Dimensi pertama dari konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang diri
sendiri. Biasanya ini berkaitan dengan hal-hal yang bersifat dasar, seperti: usia,
jenis kelamin, kebangsaan, latar belakang etnis, profesi, dan lain sebagainya.
Faktor dasar ini juga akan menentukan seseorang dalam sebuah kelompok sosial.
Melalui perbandingan dengan orang lain, seseorang memberikan penilaian
kualitas dirinya. Kualitas diri ini tidak permanen tetapi dapat berubah, bila
individu tersebut mengubah tingkah lakunya atau dapat mengubah kelompok
pembandingnya.
b. Harapan terhadap diri sendiri
Pada prinsipnya, setiap orang pasti memiliki harapan terhadap dirinya. Harapan
akan diri sendiri ini merupakan diri ideal. Diri ideal ini sangat berbeda untuk
setiap individu. Apapun harapan dan tujuan seseorang akan membangkitkan
kekuatan yang mendorongnya menuju masa depan dan memandu kegiatannya
seumur hidupnya.
c. Evaluasi diri
Setiap hari seorang individu berkedudukan sebagai penilai dirinya. Evaluasi
terhadap diri sendiri ini disebut harga diri (self esteem), yang mana akan
menentukan seberapa jauh seseorang itu menyukai dirinya. Dalam hal ini tidak
menjadi masalah apabila standar itu masuk akal atau pengharapan itu realistis.
Jadi jelas sekali bahwa evaluasi diri ini merupakan komponen konsep diri yang
sangat kuat.
1.2.3

Peranan Konsep Diri dalam Pembentukan Perilaku

22
Universitas Sumatera Utara

Konsep diri memiliki peranan penting dalam pembentukan perilaku
manusia. Bagaimana seseorang akan memandang dirinya akan tampak pada
perilakunya. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak
mempunyai kemampuan yang cukup untuk melakukan sesuatu, maka seluruh
perilakunya

akan

menunjukkan

ketidakmampuannya

tersebut.

Menurut

Pudjigjogyanti (1991) terdapat tiga hal yang menjelaskan tentang peranan penting
konsep diri dalam menentukan perilaku, yaitu:
-

Pertama , konsep diri memiliki arti penting dalam mempertahankan

keselarasan batin. Alasan ini berdasarkan dari pendapat bahwa pada
dasarnya individu selalu berusaha mempertahankan keselarasan batinnya.
Apabila timbul perasaan, pikiran ataupun persepsi yang tidak seimbang
atau saling bertentangan, maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak
menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakselarasan tersebut, individu
akan mengubah perilakunya.
-

Kedua , seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya sangat

mempengaruhi individu tersebut dalam menafsirkan pengalamannya.
Suatu kejadian akan ditafsirkan secara berbeda antara individu yang satu
dengan lainnya karena masing-masing individu mempunyai sikap dan
pandangan yang berbeda terhadap diri mereka.
-

Ketiga , konsep diri menentukan pengharapan individu. Menurut beberapa

ahli, pengharapan ini merupakan inti dari konsep diri sesuai dengan
pendapat McCandless (1970 dalam Pudjigjogyanti, 1991) bahwa konsep

23
Universitas Sumatera Utara

diri merupakan seperangkat harapan serta penilaian perilaku yang merujuk
kepada harapan-harapan tersebut.
1.3 Rumusan Masalah
Pengguna

narkoba

yang

direhabilitasi

berusaha

bangkit

untuk

menghilangkan kebiasaannya menggunakan narkoba dan terjun kembali ke
masyarakat dengan rasa percaya diri dan tidak minder. Disinilah peran konsep diri
yang membentuk itu semua agar para pengguna narkoba tidak lagi terjerumus
kedalam penyalahgunaan narkoba. Konsep diri yang baik akan menimbulkan
semangat baru untuk merubah kebiasaan yang buruk tersebut. Seperti apa peran
Medan Plus dalam menumbuh kembangkan konsep diri pecandu agar mampu
bersaing ketika akan kembali kedalam lingkungannya, Faktor apa yang akan
mempengaruhi pembentukan konsep diri pengguna narkoba serta seberapa besar
faktor peran lingkungan sosial dapat membentuk konsep diri yang positif bagi
pengguna narkoba adalah sebagian besar rumusan masalah dalam rumusan
masalah dalam penelitian ini. Sehubungan dengan rumusan masalah diatas, dapat
pula dijabarkan beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebegai berikut:
1. Bagaimana pembentuk konsep diri pengguna narkoba di Medan Plus?
2. Bagaimana peran Medan Plus terhadap pembentukan konsep diri?
3. Bagaimana peran lingkungan sosial terhadap pembentukan konsep diri
yang positif?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

24
Universitas Sumatera Utara

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan seperti apa bentuk
pembinaan Medan Plus dalam menumbuh kembangkan konsep diri seorang
pengguna narkoba yang akan merubah persepsinya agar dapat kembali lagi
kedalam kehidupan sosialnya. Serta untuk mengetahui seberapa jauh/besar peran
lingkungan sosial dapat membentuk konsep diri yang positif bagi pengguna
narkoba agar bisa sembuh dari penyalahgunaan narkoba dan dapat terjuan kembali
kedalam masyarakat tanpa rasa bersalah dan minder.
Manfaat penelitian ini adalah memperkaya sumber kepustakaan yang
dapat dijadikan penunjang bagi penelitian sosial yang lebih lanjut tentang konsep
diri mantan pengguna narkoba. Selain itu juga agar mantan pengguna narkoba
dapat membentuk konsep diri yang lebih positif lagi dari yang sebelumnya dan
tidak minder dalam kehidupan sosialnya.
1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang didasarkan pada upaya
membangun pandangan mereka (point of native) yang diteliti secara rinci,
dibentuk dengan kata-kata,gambaran secara holistic. Penelitian pada proposal ini
diartikan yaitu sebagai „pengumpulan data‟. Sehingga metode yang digunakan
adalah metode kualitatif. Data kualitatif bersifat penjelasan secara mendalam
(mendeskripsikan secara jelas). Jenis data yang diperoleh berupa data primer dan
data sekunder.
1.5.1. Sifat dan Pendekatan Penelitian

25
Universitas Sumatera Utara

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
melalui etnografi. Menurut Spradley (1997:12) tujuan utama etnografi ialah
memahami sudut pandang penduduk asli dan hubungan dengan kehidupannya,
untuk mendapatkan pandangan dengan dunianya. Dalam hal ini, peneliti akan
berusaha membangun raport yang baik dengan residen/pengguna narkoba serta
pegawai yang ada di Medan Plus
Secara langsung, bahwa penulis akan menulis bentuk laporan atas
penelitian lapangan (field work). Penulis akan membuat catatan-catatan ketika
berada di ruangan sedang mengikuti sesi. Sewaktu meneliti pasien, penulis akan
melakukan pendekatan secara holistik dan mendiskripsikannya secara mendalam
untuk memperoleh native‟s point of view mengenai konsep diri pengguna narkoba
serta bagaimana pembentuk dan peran lingkungan sosial terhadap pembentukan
konsep diri pengguna narkoba di panti rehabilitasi Medan Plus.
Dengan itu penulis akan melakukan observasi partisipasi di Panti
Rehabilitasi Medan Plus dengan berkunjung setiap hari ke sana. penulis berusaha
untuk membangun rapport dengan Residen dan juga pegawai yang sedang
bertugas di Medan Plus.
1.5.2. Teknik Pengumpulan Data


Data Primer
Data primer adalah salah satu data yang di peroleh secara langsung

berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Data primer yang saya dapat yaitu
daily sesi yang dilakukan residen setiap hari. Serta nama – nama informan yang
ada di panti rehabilitasi Medan Plus. Tetapi sebelumnya penulis harus menemui

26
Universitas Sumatera Utara

tim Psikolog yang berwenang dalam panti rehabilitasi Medan Plus tersebut untuk
mendapatkan ijin dan diarahkan agar dapat bebas melakukan penelitian sesuai
dengan peraturan mereka. Dengan bantuan tersebut penulis membuat cara-cara
untuk pengumpulan data, yaitu :
a. Observasi
Dalam hal ini observasi akan dilakukan di klinik rehabilitasi Medan Plus.
Teknik observasi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai aktivitas
informan yang ada di Medan Plus mulai dari mereka melakukan sesi pertama
yaitu morning briefing sampai dengan sesi wrap up ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran bagaimana kegiatan harian meraka dalam satu hari seperti
apa, selanjutnya untuk melihat tindakan mereka selama satu hari dalam mengikuti
program, serta meihat bagaimana interkasi yang terjalin antar penghuni yang ada
dilingkungan Medan Plus dengan pegawai yang bertugas pada hari itu. Observasi
yang dilakukan penulis disini juga bertujuan untuk menentunkan informan mana
yang cocok sebagai subjek untuk diwawancarai guna melengkapi data yang
diperlukan selama melakukan penelitian di lingkungan Medan Plus . Sebelum
penulis melakukan penelitian di Lingkungan Medan Plus, penulis juga telah
melakukan observasi awal untuk menentukan cabang Medan Plus mana yang akan
dijadikan tempat penelitian, atas hasil rekomendasi dari tim pikolog dan hasil
observasi awal yang penulis lakukan, tempat penelitian ditentukan di Medan Plus
cabang Lauchi di daerah Tuntungan.
Wawancara

27
Universitas Sumatera Utara

Di

samping

menggunakan

tenik

observasi,

peneliti

juga

akan

menggunakan teknik lain yaitu teknik wawancara. Dalam teknik wawancara ini,
peneliti berupaya mewawancarai penghuni dan staf pegawai Medan Plus. Sebagai
data Awal penulis pada waktu itu sedikit mewawancarai PM dari Medan Plus
Cabang Lauchi yaitu Bro Urai untuk mendapatkan informasi apa saja yang tidak
boleh dilakukan ketika penulis sudah melakukan penelitian di lingkungan Medan
Plus serta mendapat sedikit informasi tentang penyalahgunaan narkoba dan
bagaimana kita sebagai masyarakat jangan memberikan stigma negatif bagi
pecandu ketika mereka selesai rehabilitasi dan kembali kedalam masyarakat.
Setelah melakukan penelitian di lingkungan Medan Plus penulis sebelumnya
terlebih dahulu mewawancarai pegawai yaitu dari staf program Bro Faisal, dan
staf bagian konselor Bro Fitra dan Bro Lutfhi. Setelah membangun rapport dengan
beberapa staf Medan Plus, penulis juga diberi masukan klien mana yang cocok
akan diwawancarai selanjutnya agar sesuai dengan fokus penelitian yang ingin
dilakukan di Medan Plus. Atas saran dari Bro Fitra informan yang dipilih yaitu
klien yang sudah direhabitasi dilingkungan Medan Plus, lebih dari tiga Bulan
lebih karena cenderung mereka sudah mempunyai konsep diri yang mulai terarah
dan sudah dapat menentukan arah dan tujuannya yang jelas ketika mereka sudah
selesai direhabilitasi di Medan Plus. Oleh karena itu staf Medan Plus menunjuk 4
klien yang cocok dijadikan informan penelitian saya yaitu Jontra, Aldy, Dharma
dan Kuntara. Selanjutnya penulis juga mewawancarai beberapa keluarga yang
membesuk klien untuk melengkapi data yang dipergunakan sebagai bahan
penunjang hasil tulisan ini.

28
Universitas Sumatera Utara

b. Informan Penelitian
Sebelum melakukan wawancara peneliti terlebih dahulu harus menentukan
informan yang tepat untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kasus yang
dikaji. Dalam menentukan informan penelitian penulis mendapatkan saran dari
staf Medan Plus dengan memberikan kriteria klien tersebut sudah menjalani
proses rehabilitasi setengah dari masa rehabilitasi yang sudah ditentukan
sebelumnya yaitu 3 bulan. Karena klien tersebut sudah punya konsep diri yang
terarah, ketika sudah selesai rehabilitasi juga mereka punya tujuan jelas dan tidak
ingin lagi terjebak kedalam penyalahgunaan narkoba. Jadi dari hasil saran yang
diberikan oleh staf Medan Plus, didapat lah empat informan yaitu Jontra, Aldy,
Kuntara, dan Dharma. Selanjutnya karena staf juga terlibat dalam proses
rehabilitasi yang ada dilingkungan dan melakukan interaksi yang cukup aktif
dalam proses pemulihan klien yang direhabilitasi didalam lingkungan Medan Plus
penulis juga mewawancarai beberapa staf diantaranya 2 staf konselor dan 1 staf
program yaitu Bro Lutfhi, Bro Fitra dan Bro Faisal.


Data Sekunder
Merupakan data yang berhubungan dengan aspek yang akan di teliti

bersumber dari buku, majalah, jurnal, artikel (baik media massa maupun
elektronik) yang dianggap relevan dengan pembahasan dalam penelitian tersebut.
Selama proses pengumpulan data, penulis akan menggunakan alat bantu untuk
merekam dan memotret seluruh kegiatan yang ada di dalam lingkuan Medan Plus,
serta catatan lapangan (fieldnote ), untuk membantu mendokumentasikan hal-hal

29
Universitas Sumatera Utara

yang diteliti untuk memperkecil kemungkinan ada bagian dari pengumpulan data
yang terlewat.
1.6

Teknik Analisa Data

Terhadap rumusan masalah digunakan analisis data studi kasus dengan
pendekatan etnografi. Pada dasarnya seluruh analisis melibatkan suatu cara
berpikir yang berujung pada pengujian sistematis terhadap sesuatu untuk
menentukan bagian-bagiannya, serta hubungan bagian-bagian itu dengan
keseluruhannya. Data yang diperoleh dalam proses penggalian data dianalisis
secara kualitatif, artinya setiap perkembangan data diperoleh dan ditampilkan
dalam laporan penelitian menurut kronologis waktu secara naratif. Dengan model
ini, maka kegiatan analisis data sudah mulai dilakukan pada saat-saat awal
pengumpulan data lapangan. Sedangkan keseluruhan data yang dimiliki akan
dicoba diinterpretasikan dan dinarasikan sebaik mungkin, dengan harapan dapat
memahami dengan sebaik-baiknya data yang diperoleh, sehingga dapat
memahami dan menentukan jawaban bagaimana Konsep Diri pengguna narkoba
di Medan Plus.
1.7

Pengalaman Penelitian
Saya mengajukan judul skripsi yang bertema narkoba dikarenakan

transaksi dan kegiatan yang berkaitan dengan narkoba. Narkoba yang berada
didaerah sekitar rumah saya, bukan dari orang dalam atau tetangga- tetangga
sekitar rumah melainkan orang dari luar daerah rumah saya. Kegiatan narkoba
tersebut sudah sangat meresahkan karena kegiatannya dulu sangat sering
dilakukan. Dari kejadian narkoba tersebut lah saya ingin mengangkat judul skripsi

30
Universitas Sumatera Utara

saya dengan tema narkoba, tetapi lebih dikhususkan kepada konsep diri
penggunanya. Karena hal yang paling dirugikan dari narkoba adalah penggunanya
yang akan dirusak karena penyalahgunaan yang berlebihan.
Ketika saya mengajukan judul skripsi mengenai Pembinaan Klinik
Rehabilitasi Medan Plus terhadap Pengguna Narkoba dalam Revitalisasi Konsep
Diri kepada ketua jurusan. Banyak perbincangan yang terjadi dikarenakan judul
syang mengarah ke ilmu psikologi. Tapi saya meyakinkan bahwa judul saya juga
berkaitan dengan ilmu antropologi, karena tempat atau lapangan penelitian yang
saya ambil di Panti Rehabilitasi Medan Plus. Panti ini merehabilitasi pengguna
narkoba bukan dengan metode medis, melainkan melalui metode PABM
(Pemulihan Adiksi Berbasis Masyarakat) dan berkembang menjadi TC
(Therapeutic Comunities). Metode TC ini dipakai karena didalam rehabilitasi di
lingkungan Medan Plus ini kesembuhan para residen bergantung pada solidaritas
antar residen dalam satu rumah pemulihan untuk saling peduli dan bahu-membahu
untuk pemulihan mereka bersama-sama.
Setelah persetujuan judul skripsi oleh ketua jurusa, saya melaporkan
kepada bapak pembimbing skripsi saya yaitu bapak Nurman Ahcmad, S.sos,
M.soc untuk menandatangani surat keterangan bahwa beliau siap untuk
membimbing saya. Dengan segala usaha dan upaya dalam menyelesaikan
proposal penelitian, dan bimbingan proposal selesai dan saya harus mengurus
surat penelitian lapangan karena saya meneliti di panti rehabilitasi Medan Plus,
saya sudah mengetahui syarat-syarat yang harus diselesaikan disana sehingga jauh
sebelumnya saya lebih mudah untuk mengurusnya, mulai dari daftar pertanyaan,

31
Universitas Sumatera Utara

tools apa yang saya gunakan ketika disana dan apa – apa saja yang saya akan
lakukan perharinya disana.
Setelah selesai surat lapangan yang ditujukan untuk Medan Plus, saya
langsung mengantarkannya ke salah satu cabang Medang Plus yang ada di daerah
Pasar 7 Padang Bulan, untuk mendapatkan ijin dari mereka apakah saya boleh
melakukan penelitian di panti rehabilitasi Medan Plus. Butuh waktu 3 minggu
sampai pada waktunya saya ditelepon untuk bertemu dengan tim Psikolog yang
akan mewawancarai saya mengenai penelitian saya.
Pada tanggal 23 januari tepatnya pada hari jumat saya di sms oleh salah
satu pegawai Medan Plus untuk datang menemui salah satu Psikolog untuk
menjelaskan tentang penelitian yang akan saya lakukan di Medan Plus. Dan saya
diberitahu untuk datang pada pukul 5 sore. Setelah berjumpa dengan salah satu
psikolog saya menjelaskan tentang tujuan dan maksud kedatangan saya dengan
menjelaskan tentang penelitian yang akan saya lakukan di Medan Plus guna
menyelesaikan tugas akhir atau skripsi saya. Setelah itu saya juga diberikan bekal
apa yang tidak boleh saya lakukan ketika melakukan penelitian disana agar tidak
mencederai perasaan para residen disana. Selanjutnya saya dihubungkan dengan
General Manager disalah satu cabang Medan Plus Tuntungan yang dikhususkan
untuk pengguna narkoba dengan usia 20 – 22 tahun kebawah.
Kesesokan harinya saya menemui General Manager Medan Plus
Tuntungan untuk meminta ijin penelitian skripsi di salah satu cabang Medan Plus
tersebut. Disini saya sedikit berbincang – bincang mengenai lokasi Medan Plus
yang dituntungan ini, ternyata ini salah satu cabang Medan Plus yang baru dibuka,

32
Universitas Sumatera Utara

karena Medan Plus ini memiliki 4 cabang untuk pemulihan zat adiksi / panti
rehabilitasi dan 1 untuk menangani HIV/AIDS. Saya sedikit diberitahu ketika
melakukan penelitian di Medan Plus Tuntungan agar menjaga handphone dan
tidak sembarangan meletakkannya, serta jika ingin memphoto residen terlebih
dahulu meminta ijin mereka setuju atau tidak kalau diphoto. Setelah mendapat ijin
dari General Manager Medan Plus Tuntungan, saya diberitahu melakukan
penelitian tepat pada tanggal 1 febuari 2017 tepatnya pada hari rabu dan saya
diberitahu agar datang pada pukul 08.00 WIB karena sesi pertama dalam kegiatan
harian para residen ini dimulai pada pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 22.00
WIB malam.
Ketika semua syarat dan peraturan sudah saya penuhi dan pahami, tepat
pada tanggal 1 febuari 2017 saya melakuan penelitian di salah satu cabang Medan
Plus Tuntungan. Saya hadir tepat pukul 08.00 WIB selanjutnya untuk mengikuti
sesi pertama dalam kegiatan harian para residen di Medan Plus Tuntungan ini.
Sesi pertama dalam kegiatan harian mereka dalam hal ini adalah Morning
Meeting, kegiatan ini diikuti oleh seluruh residen dan 1 orang pegawai yang

memandu para residen. Dalam morning meeting ini banyak dibahas salah satunya
adalah share feeling oleh masing – masing residen. Ini dilakukan agar tiap residen
tau keadaan perasaan masing – masing dan ketika ada salah satu perasaan residen
yang mengalami bad feeling, residen lainnya dapat membantu atau mencari solusi
agar perasaan residen tersebut menjadi good feeling. Di morning meeting ini juga
dibahas keadaan rumah apa – apa saja kebutuhan yang habis, hal apa saja yang
dapat membahayakan mereka di dalam lingkungan, dan lain sebagainya.

33
Universitas Sumatera