Laporan Ilmiah Kebebasan Pers sebagai Pi
Laporan Ilmiah
“Kebebasan Pers sebagai Pilar Demokrasi”
Disusun oleh:
Nama
: Citra Dian Pertiwi
NIM
: 1310121078
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Univeritas Fajar Makassar
2014
“Kebebasan Pers sebagai Pilar Demokrasi”
Disusun oleh:
Nama
: Citra Dian Pertiwi
NIM
: 1310121078
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Univeritas Fajar Makassar
2014
1
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan
ilmiah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga laporan ilmiah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Laporan Ilmiah ini sebagai tugas besar pengganti Final test mata kuliah Bahasa
Indonesia. Harapan Saya semoga laporan ilmiah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
laporan ilmiah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Laporan Ilmiah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini.
Makassar, 1 Juli 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2
DAFTAR ISI .............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................5
C. Batasan Masalah .............................................................................................5
D. Tujuan dan Manfaat ........................................................................................6
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................................7
BAB III PEMBAHSAN……………………………………………………………..9
BAB IV PENUTUP ....................................................................................................17
A. Kesimpulan ......................................................................................................17
B. Saran ................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................19
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Media massa merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi. Melalui media massa yang semakin banyak
berkembang memungkinkan informasi menyebar dengan mudah di
masyarakat. Informasi dalam bentuk apapun dapat disebarluaskan
dengan mudah dan cepat sehingga mempengaruhi cara pandang,
gaya hidup, serta budaya suatu bangsa.
Media
massa
sendiri
berasal
dari
bahasa
yunani
yaitu
“medium” yang berarti berbagai sarana untuk menyampaikan ideide, gagasan, dan perasaan. Artinya media adalah sarana yang
mampu mengkomunikasikan hampir segala aspek mengenai aktivitas
mental manusia. Massa sendiri berasal dari daerah Anglosaxon, yang
merujuk kepada segala hal baik itu sarana maupun instrumen yang
dalam hal ini terarah kepada semua pihak, dengan kata lain yaitu
bersifat massif.
Media massa sendiri memiliki fungsi yang beragam. Jika
meninjau perjalanan panjang media massa di Indonesia terutama
pada masa pemerintahan Soeharto, terlihat jelas perjuangan media
massa mencoba meningkatkan fungsinya. Pada masa Soeharto
terutama, fungsi media massa hanya sebatas pemberi informasi saja,
karena pada saat itu media dibawah kontrol pemerintah. Selain
memberikan informasi, media pada saat itu juga memulai perannya
dengan mengedukasi masyarakat melalui acara-acara televisi yang
dibuat, misalnya saja mengedukasi masyarakat bagaimana cara
bercocok tanam yang baik, mengenai program keluarga berencana,
dan lain sebagainya. Hal tersebut menunjukkan bahkan saat fungsi
media massa masih terbatasi oleh pemerintah, perannya dianggap
4
cukup penting, terutama dalam mensosialisasikan berbagai program
pemerintah sehingga program-program tersebut dapat berhasil.
Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat.
Dalam masyarakat modern, media massa mempunyai peran yang
signifikan sebagai bagian dari kehidupan
manusia sehari-hari.
Hampir pada setiap aspek kegiatan manusia, baik yang dilakukan
secara pribadi maupun bersama-sama selalu mempunyai hubungan
dengan aktivitas komunikasi massa. Selain itu, animo individu atau
masyarakat yang tinggi terhadap program komunikasi melalui media
massa seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan internet
menjadikan setiap saat individu atau masyarakat tidak terlepas dari
terpaan atau menerpakan diri terhadap media massa.
Sekarang ini fungsi media massa semakin luas, mengingat
adanya kebebasan arus informasi dan Indonesia sejak tahun 1998
telah mendeklarasikan dirinya sebagai negara yang menganut sistem
demokrasi. Fungsi media yang profesional dianggap menjadi salah
satu hal yang paling fundamental yang dapat mendukung terjadinya
kestabilan dalam sistem demokrasi dewasa ini. Terkait hal tersebut,
jika sistem demokrasi di suatu negara stabil maka pembangunan di
negara tersebut akan mengalami peningkatan yang signifikan, baik
pembangunan
ekonomi,
pembangunan
karakter
bangsa,
pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana. Karena adanya
kepercayaan dari masyarakat kepada pemerintah untuk mengelola
anggaran
negaranya
yang
merepresentasikan
kepentingan
masyarakat. Disini peran media sangat besar terutama dalam
membentuk paradigma di suatu lingkungan sosial. Peran media
sendiri sampai saat ini masih menjadi perdebatan yang serius.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Pers ?
2. Apa pengertian Media Massa ?
3. Apa pengertian dari kebebasan pers dan bagaimana peran atau manfaatnya pada
sistem demokrasi di Indonesia?
5
4. Apakah kebebasan Pers di Indonesia sudah berjalan sebagaimana mestinya ?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka
dalam penulisan makalah ini perlu adanya pembatasan masalah agar pengkajian
masalah dalam dapat lebih terfokus dan terarah. Karena keterbatasan yang dimiliki
penulis dalam hal kemampuan maka penulisan makalah ilmiah ini hanya membatasi
masalah pada bagaimana peran atau manfaat media massa (pers)
pada sistem
demokrasi di Indonesia mengnai bagaimanakah sejarah perjalanannya serta kebebasan
pers sebagai pilar demokrasi.
D. Tujuan dan Manfaat
Tujuan
1. Sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan mata kuliah Bahasa
Indonesia.
2. Memberikan pengetahuan tentang Pers
3. Memberikan sedikit gambaran tentang Media Massa
Manfaat
1. Untuk mengetahui sejarah perjalanan pers di Indonesia dan seberapa besar
peranan maupun manfaat dari adanya kebebasan pers pada sistem demokrasi
di Indonesia
2. Dapat memberikan pengetahuan bagi kita mengenai pengaktualisasian dari
kebebasan pers di Indonesia
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bangsa kita telah melalui tahapan sejarah yang sangat penting dengan
melangsungkan pemilihan presiden secara langsung. Namun, ini baru awal. Sangatlah
dini mengklaim sukses pemilu sebagai sukses demokratisasi. Pemahaman demokratisasi
di negara-negara yang sedang melangsungkan transisi dari otoritarianisme menuju
demokrasi seperti negara kita masih bersifat minimal.
Demokrasi dimengerti hanya sebagai pemilihan umum yang berlangsung fair,
jujur dan adil. Demokrasi minimalis ini mengabaikan proses di antara pemilihan umum
yang satu dan pemilihan umum yang lain. Namun, jika bertolak dari konsep demokrasi
itu sendiri, kita tak dapat berhenti pada sikap minimalis.
Demokratisasi adalah suatu proses dalam sistem suatu negara menuju bentuk
demokrasi, dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat,
kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa,
pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat dan untuk rakyat. Abraham Lincoln
pada tahun 1967, memberikan pengertian demokrasi sebagai Governmens of the people,
7
by the people, and for the people. Demokrasi adalah suatu penghormatan terhadap nilainilai kemanusiaan tanpa demokrasi
kreativitas manusia tidak mungkin didapat dan berkembang, secara historis
perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme merupakan bagian dari perjuangan
demokrasi. Belakangan para tokoh nasional juga memandang bahwa demokrasi
merupakan tujuan utama dari perjuangan anti-kolonialisme. Prinsip dasar dari sebuah
demokrasi yaitu bahwa demokrasi terkait dengan interaksi sesama manusia dan dalam
keterkaitan itu terdapat saling memahami atau mengenal, prinsip tersebut sesuai dengan
karakter manusia sebagai homo-social.
Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai
tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa negara termasuk
memberikan ruang bagi media massa yang bebas untuk menjalankan fungsi persnya.
Salah satu konsep dari sistem Negara yang yang demokrasi menurut Huntington (2008),
yaitu adanya peran media massa yang bebas.
Hal yang terkait erat dengan hak publik untuk tahu adalah dengan media massa
yang bebas, yaitu surat kabar, televisi, radio dan media baru yang bisa
menginvestigasikan jalannya pemerintahan dan melaporkannya tanpa takut adanya
penuntutan dan hukuman.
Eskalasi demokratisasi media massa dewasa ini begitu cepat, dunia yang begitu
luas telah menjadi sebuah desa yang global (global village), apa yang dikemukakan
oleh Marshall Mc. Lucham pada tahun 1964, sekarang memang benar-benar menjadi
kenyataan. Penduduk
dunia saling berhubungan semakin erat dan hampir disemua aspek kehidupan. Dari
bertukar
informasi, budaya, ekonomi, pariwisata, politik hingga persoalan pribadi, ataupun aspek
kehidupan lain. Perkembangan yang signifikan memang berimbas ke media massa yang
global seperti; CNN, MTV, CNBC, HBO, BBC, ESPN, dan lain -lain, telah menjangkau
dan menembus yuridiksi berbagai negara. Informasi mengalir deras melalui jaringan
media global dan kantor-kantor berita internasional, seperti Reuters, UPI, AP, AFP dan
lain-lain.
Informasi-informasi
itu
sering
dimaknai
didalamnya
mengandung
kebudayaan, maka terjadilah penyebaran budaya, perilaku dan gaya hidup yang global.
Perkembangan dan pertumbuhan media massa di Indonesia juga mengalami
kemajuan yang sangat signifikan, setelah terjadinya reformasi pada tahun 1997-1998,
kemajuan media massa tidak dapat dipisahkan dari perubahan sistem politik disuatu
8
negara. Media massa diharapkan dan yang diandalkan dapat berperan sebagai pengawas
(watch dog function) untuk mengungkap kebenaran dan kesalahan yang dilakukan oleh
penyelengara pemerintahan atau yang memiliki kekuasaan. Banyak sekali peran yang
dapat dilakukan oleh media massa pada suatu negara yang menjamin terhadap
kebebasan pers dalam menjalankan fungsinya. Akan tetapi kecenderungan beberapa
media massa disuatu negara dalam perspektif komunikasi khususnya belum demokratis
dan masih bersifat linier dalam menyampaikan arus informasi dari “atas ke bawah” (top
down), agar media massa mampu menjalankan peranannya maka perlu adanya
kebebasan pers dalam menjalankan tugas serta fungsinya secara professional.
Menurut Denis McQuail, 1987:126), Kebebasan media massa atau pers harus
diarahkan agar dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan khalayaknya,
bukan hanya sekadar untuk membebaskan media massa dan pemiliknya dari kewajiban
harapan dan tuntutan masyarakat
BAB III
PEMBAHASAN
Seperti yang diuraikan pada latar belakang di atas, tentang bagaimana pentingnya
transformasi nilai ataupun segala bentuk informasi mengenai kebijakan dari pemerintah
sebagai upaya kontrol sosial dari masyarakat umum, penulis akan mencoba untuk
kemudian menguraikan sedikit gambaran tentang Kebebasan Pers di Indonesia dan
bagaimana kondisi atau perjalanannya sejak awal kemerdekaan sampai Era Reformasi
yang sedang kita alami sekarang ini. Dan inilah yang termasuk dalam komunikasi
politik. Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah
komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan
dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini,
sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi
politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara “yang memerintah” dan “yang
diperintah”.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah
dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan
seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme,
yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.
9
Dalam praktiknya, komuniaksi politik sangat kental dalam kehidupan seharihari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi,
dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik.
Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar sosal kenaikan BBM, ini
merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk
menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat
persetujuan DPR.
Pers dan Teorinya
Seperti yang kita ketahui, manusia selalu berinteraksi dalam kehidupan sehariharinya. Dan dalam interaksi tersebut, pasti terdapat unsur komunikasi antara individu
yang satu dengan yang lainnya. Pun demikian halnya dengan hubungan antara
masyarakat dan negaranya, komunikasi sangatlah penting sebagai sarana untuk
melakukan kontrol maupun transformasi nilai ideologis dari pemerintah ke masyarakat
luas. Pers adalah salah satu sarana komunikasi antar manusia dengan manusia, manusia
dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok lainnya dalam suatu komunitas
masyarakat di sebuah negara atau organ-organ kemasyarakatan tertentu. Dalam
perspektif demokrasi, pers bisa diartikan sebagai mediator ataupun kontrol terhadap
sebuah kebijakan yang akan maupun telah dikeluarkan oleh pihak pemerintah. Ada
beberapa teori tentang Pers, yaitu :
Otoritarian
1. Berkembang di Inggris pada abad 16 dan 17, dipakai secara meluas di
2.
dunia dan masih dipraktekkan di beberapa tempat sekarang ini.
Teori ini muncul dari filsafat kekuasaan monarki absolut, kekuasaan
pemerintahan. Tujuan utamanya adalah mendukung dan memajukan
kebijakan pemerintah yang berkuasa dan mengabdi pada negara.
3. Pemerintah atau seseorang yang mempunyai kekuasaan dalam kerajaan
adalah orang yang berhak mengatur dan menggunakan media untuk
kepentingannya.
4. Media dikontrol melalui paten-paten dari pemerintah, izin dan sensor.
5. Media massa dilarang untuk melakukan kritik terhadap mekanisme
politik, dan para pejabat yang berkuasa.
6. Media massa dimiliki oleh swasta perorangan atau masyarakat umum.
10
7.
Media massa dianggap sebagai alat untuk melaksanakan kebijakan
pemerintah, walaupun tidak harus dimiliki oleh pemerintah. Pers di sini
dapat dikatakan statusnya sebagai hamba bagi negara.
Libertarian
1.
Teori ini berkembang di Inggris setelah tahun 1688, dan kemudian di
Amerika Serikat.
2. Teori ini muncul dari tulisan-tulisan Locke, Milton dan Mill, dan filsafat
umum tentang rasionalisme dan hak-hak asasi.
3. Tujuan utamanya adalah memberi informasi, menghibur dan berjualan,
tetapi tujuan utamanya adalah membantu untuk menemukan kebenaran
dan mengawasi pemerintah.
4.
Dalam teori ini disebutkan, media massa diatur oleh siapa saja yang
mempunyai kemampuan ekonomi untuk menggunakannya.
5.
Media dikontrol dengan proses pelurusan sendiri untuk mendapatkan
kebenaran dalam pasar ide yang bebas, serta melalui pengadilan.
6.
Media massa dilarang melakukan penghinaan, kecabulan, kerendahan
moral dan pengkhianatan pada masa perang.
7.
Media massa dianggap sebagai alat untuk mengawasi pemerintah dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan mayarakat lainnya.
Tanggung Jawab Sosial
1. Teori ini berkembang di Amerika Serikat pada abad ke-20
2. Teori ini terbentuk dari tulisan W.E Hocking, Komisi Kebebasan Pers,
para pelaksana media, dan kode-kode etik media massa.
3. Tujuan utama dari media massa adalah memberi informasi, menghibur
dan berjualan, tetapi tujuan utamanya adalah mengangkat konflik sampai
tingkatan diskusi.
4. Teori ini mengatakan bahwa semua orang berhak menggunakannya, dan
berhak mengeluarkan pendapatnya.
5. Media massa dikontrol melalui pendapat masyarakat, tindakan-tindakan
konsumen, dan etika-etika kaum profesional.
6.
Media massa dilarang melakukan invasi serius terhadap hak-hak
perorangan yang dilindungi dan terhadap kepentingan vital masyarakat.
11
7.
Kepemilikan media massa dikuasai oleh perorangan, kecuali jika
pemerintah harus mengambil demi kelangsungan pelayanan terhadap
masyarakat.
8. Media massa harus menerima tanggungjawabnya terhadap masyarakat;
dan kalau tidak, harus ada pihak yang mengusahakan agar media mau
menerimanya.
Soviet Komunis
1. Teori ini berkembang di Uni Soviet, walaupun ada kesamaannya dengan
yang dilakukan Nazi dan Italia Fasis.
2. Teori ini terbentuk dari pemikiran Marxis, Leninis, dan Stalinis dengan
campuran pikiran Hegel, dan pandangan orang Rusia abad 19.
3.
Tujuan utama dari media massa adalah memberi sumbangan bagi
keberhasilan dan kelanjutan dari sistem sosialis Soviet, dan terutama
bagi kediktatoran Partai.
4. Yang berhak menggunakan media massa adalah anggota-anggota partai
yang loyal dan ortodoks.
5.
Media massa dikontrol melalui pengawasan dan tindakan politik atau
ekonomi oleh pemerintah.
6.
Media massa dilarang melakukan kritik-kritik terhadap tujuan partai
yang dibedakan dari taktik-taktik partai.
7. Kepemilikan media massa adalah masyarakat.
8. Media massa adalah milik negara dan media yang dikontrol sangat ketat
semata-mata merupakan kepanjangan tangan-tangan negara.
Media Massa
Media massa adalah alat komunikasi yang dipakai didalam suatu tataran
masyarakat dalam sebuah komunitas tertentu. Media Massa memiliki cakupan
pengertian yang lebih luas dari pada pers. Dalam kamus ilmiah popular, pers hanya
diartikan sebagai sarana komunikasi di bidang persuratkabaran, sedangkan media massa
lebih kepada semua hal yang menyangkut sarana komunikasi. Media dibutuhkan
sebagai sarana transformasi nilai dan juga sarana informasi tentang kondisi dan situasi
yang dialami oleh suatu negara. Ada 2 jenis media massa menurut pembagiannya, yaitu
Media Massa Tradisional dan Media Massa Modern. Media massa tradisional adalah
12
media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa.
Secara tradisional media massa digolongkan sebagai berikut: surat kabar, majalah,
radio, televisi, film (layar lebar). Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:
1. Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan didistribusikan
2. Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui saluran
tertentu.
3. Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan menyeleksi
informasi yang mereka terima.
4. Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit.
Sedangkan Media massa modern adalah media yang tidak memiliki organisasi
yang jelas dalam penerapannnya dikehidupan sehari-hari. Artinya media massa modern
lebih menekankan kebebasan terhadap individu dalam mengekspresikan dirinya.
Contoh dari media massa modern adalah internet dan telepon seluler. Dalam jenis media
ini terdapat ciri-ciri seperti:
1. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS
atau internet misalnya).
2. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh
individual.
3. Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu.
4. Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam.
5. Penerima yang menentukan waktu interaksi.
Kebebasan Pers dan perannya dalam sistem demokrasi di Indonesia
Kebebasan Pers adalah adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau
perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang
dipublikasikan seperti menyebar luaskan, pencetakan dan penerbitkan surat kabar,
majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan
13
sensor dari pemerintah. Di Indonesia sendiri kebebasan pers telah diatur dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4 di dalam ayat 1 disebutkan bahwa
kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, ayat kedua bahwa terhadap
pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran,
ayat ketiga bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak
mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat keempat
bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
mempunyai Hak Tolak bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan
antara lain dalam pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
berhak
untuk
mencari,
memperoleh,
memiliki,
menyimpan,
mengolah,
dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Aktualisasi Kebebasan Pers di Indonesia
Kebebasan memunculkan berbagai persoalannya sendiri, yang lebih kompleks
ketimbang era tirani kekuasaan.. Kebebasan Pers yang kini berkembang di Indonesia,
telah ditanggapi secara negatif oleh sejumlah pihak, karena dianggap telah “bebas
terlampau jauh”. .Ekses negatif kebebasan pers saat ini terlihat semakin nyata dengan
banyak bermunculannya media partisan, sensasional, termasuk yang menonjolkan
erotika. Fenomena lainnya adalah munculnya banyak media yang mengusung asas
jurnalisme alakadarnya dan kurang menghargai etika. Banyak pula muncul pemodal
melakukan akrobat dalam bisnis pers: menerbitkan media, dua bulan kemudian ditutup
lantaran tidak laku, kemudian menerbitkan media baru lainnya. Seserius apakah ekses
negatif kebebasan pers saat ini? Memang ada soal ketika menyangkut pemberitaan
konflik antar golongan atau etnis (seperti kasus Ambon), sebagian media telah
memposisikan diri sebagai corong kelompok tertentu. Ada pula media yang diterbitkan
semata-mata sebagai alat menyerang atau membela orang-orang tertentu. Namun justru
itu lah resiko demokrasi: munculnya sejumlah pers yang buruk. Sebagaimana
bertebaran pula gagasan-gagasan buruk. Tantangan di Indonesia kini adalah, pers yang
bermutu dituntut untuk mengarahkan dan memperluas pembacanya, justru agar
masyarakat tidak membaca media yang buruk. Agar dalam market place of ideas ide-ide
baik menang terhadap gagasan buruk.
Setelah halangan struktural kebebasan pers (regulasi pemerintah) berhasil
disingkirkan, maka kebebasan pers itu semata-mata berhadapan dengan batas toleransi
14
masyarakat. Opini publik lah yang akan membatasi, sejauh mana pers boleh bebas.
Tidak bisa dielakkan bakal ada benturan kepentingan dan memunculkan ketidakpuasan
satu pihak Ketika kebebasan berpendapat seseorang merugikan pihak lain, maka satusatunya penyelesaian adalah melalui pengadilan—yang diharapkan bisa mengeluarkan
keputusan yang bijaksana—setelah melalui perdebatan yang luas. Sayangnya, ditengah
kegandrungan terhadap kebebasan yang menggebu saat ini, hukum belum siap
mengantisipasinya--baik hukum untuk menggebuk pelaku kekerasan maupun menindak
media yang kurang ajar. Akibatnya tirani masih bias, dan pers menjadi sasaran empuk
untuk melampiaskan kejengkelan akan kebebasan. Situasi itu merupakan produk
langsung dari hukum yang vakum. Bukan saja aparatnya sedang kehilangan wibawa,
melainkan perangkat aturannya juga belum tersedia secara memadai. Oleh karena itu,
pers Indonesia dituntut untuk bisa mengatur atau mengontrol sendiri (self regulated),
sesama sejawat pers saling mengingatkan. Atau setidaknya mematuhi ketentuan yang
diatur dalam kode etik pers, dan menempatkan lembaga semacam Dewan Pers menjadi
“polisi” yang diikuti teguran atau peringatannya. Jika tidak, apa boleh buat, kontrol
masyarakat, seperti pendudukan kantor media, akibat tidak puas atas pemberitaan pers
bakal akan terus terjadi.
Data Indeks Kebebasan Pers di Indonesia
Indeks adalah alat ukur yang menempatkan obyek (orang,negara, organisasi, dsb)
dalam susunan rangking untuk variabel tertentu. Dewan Pers Indonesia menyambut
baik kenaikan indeks kebebasan pers Indonesia tahun 2013, sebagaimana dirilis oleh
organisasi pers dunia Reporters Without Borders (RSF), belum lama ini.
Lembaga RSF menyebut Indonesia kini berada di peringkat 139, mengungguli
India, dengan skor 41,05. Peringkat tersebut meningkat apabila dibandingkan dengan
tahun 2012 di mana Indonesia berada pada peringkat 146 dengan skor 68,00.
Indeks ini mengumpulkan liputan acara pers tahunan berdasarkan enam faktor:
pluralisme, kebebasan media, lingkungan dan penyensoran diri, kerangka kerja
legislatif, transparansi, dan infrastruktur. Indeks ini tidak mengkritik kualitas liputan
pers. Meskipun pada kenyataannya kekerasan terhadap pers masih terjadi di Indonesia,
namun kenaikan peringkat ini harus tetap diapresiasi sebagai kabar baik bagi semua
pihak.
15
Semua pihak untuk melihat dari sisi lain kondisi pers di Indonesia, terutama
melalui kemajuan-kemajuan yang sudah dicapai, memang kekerasan terhadap wartawan
masih banyak, tetapi kita masih bisa melakukan banyak hal untuk mengatasi itu.
Indonesia berhasil membuat pedoman terhadap penanganan kasus kekerasan atas
wartawan yang mana pedoman tersebut harus disetujui oleh semua perusahaan media.
Hari Kebebasan Pers Sedunia (The World Press Freedom Day/WPFD) yang
diperingati sejak 3 Mei 1993. Dalam indeks kebebasan pers yang dikeluarkan Reporters
Without Borders (Reporters Sans Frontiers/ RSF) sepanjang 10 tahun terakhir, negaranegara di kawasan ini menempati posisi terendah di antara 170-an negara yang dinilai,
meskipun beberapa kali Indonesia dan Timor Leste masuk posisi yang cukup baik.
Dalam indeks 2013 yang mengindikasikan kondisi kebebasan pers 2012, 10
negara Asia Tenggara berada di urutan antara 122 dan 172, atau sepertiga terbawah dari
seluruh negara yang dinilai.
Data Committee to Protect Journalists (CPJ) melaporkan sedikitnya 70 wartawan
di dunia terbunuh sepanjang 2012, laporan SEAPA mencatat 6 wartawan, atau hampir
10%, terbunuh di Asia Tenggara, dengan rincian 4 orang di Filipina, seorang di
Indonesia, dan seorang lagi di Kamboja. Dalam hal pembunuhan terhadap wartawan ini,
Filipina dan Indonesia merupakan dua negara yang hampir setiap tahun menorehkan
kekejaman terhadap wartawan.
Beberapa negara ASEAN mengalami kemunduran dalam peringkat Indeks.
Singapura menurun ke tempat 149, dibandingkan peringkat 135 di tahun sebelumnya.
Malaysia turun 23 peringkat ke tempat 145, menduduki “tempat terendah” negara
tersebut menurut RSF.
Peringkat Kamboja juga menyedihkan, jatuh 26 tempat dari 117 menuju 143
karena meningkatnya otoritarianisme dan penyensoran, menurut RSF. Dua negara
ASEAN lainnya, yaitu Vietnam dan Laos, juga mencapai hasil yang rendah, yaitu 172
dan 168. Filipina jatuh menuju tempat ke 147 dari 140.
16
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pers adalah salah satu sarana komunikasi antar manusia dengan manusia, manusia
dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok lainnya dalam suatu
komunitas masyarakat di sebuah negara atau organ-organ kemasyarakatan tertentu.
Dalam perspektif demokrasi, pers bisa diartikan sebagai mediator ataupun kontrol
terhadap sebuah kebijakan yang akan maupun telah dikeluarkan oleh pihak
pemerintah. Dalam UU pers no 40 tahun 1999, Pers adalah lembaga sosial dan
wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik.
Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari
sumber kepada khalayak (menerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi
mekanis seperti surat kabar, film, radio, TV (Cangara, 2002). Media massa adalah
faktor lingkungan yang mengubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman
klasik, pelaziman operan atau proses imitasi (belajar sosial). Dua fungsi dari media
massa adalah media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi
17
Kebebasan pers adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan
hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti
menyebar luaskan, pencetakan dan penerbitkan surat kabar, majalah, buku atau
dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari
pemerintah.
Kebebasan pers tidak menjadi sarana untuk mencerahkan publik. kebebasan pers
yang dinikmati sekian tahun ini berjalan tidak sebagaimana mestinya. konglomerasi
media, penyalahgunaan frekuensi publik untuk kepentingan pemilik media,
tayangan-tayangan minim kualitas, sampai eksploitasi yang dilakukan terhadap
jurnalis. Kotak pandora yang terbuka semakin lebar juga menegaskan bahwa
kebebasan pers yang dinikmati sekian tahun ini berjalan tidak sebagaimana mestinya.
B. Saran
Peningkatan Kualitas Pers. Bersamaan dengan peningkatan perlindungan terhadap
kemerdekaan pers, lembaga pers harus selalu menyempurnakan kinerjannya sehingga
mampu menyampaikan informasi yang akurat, tepat, cepat, dan murah kepada seluruh
masyarakat. Sudah saatnya lembaga pers terus menyempurnakan diri dalam
menyampaikan informasi, dengan selalu melakukan penelitian ulang sebelum
menyiarkannya, melakukan peliputan berimbang terutama untuk berita-berita konflik
agar masyarakat memperoleh informasi lebih lengkap untuk turut menilai masalah yang
sedang terjadi.
Penyempurnaan kualitas pers merupakan kerja keras yang dilakukan hari demi hari
untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan melek media mengembalikan titik berat
upaya pembedayaan sepenuhnya ada di diri si khalayak media (pembaca, pendenganr
dan pemiras). Orang-orang yang melek media (Media Literari People) jelas akan
saenantiasa jeli dan kritis terhadap media.
Program Media Literacy dimaksudkan mendidik kahlayak suapaya
senantiasabersiakp kritisa terhadap infrmasi apapun yang ai teriam dari media. Media
Litercy juga menanankan pentingnya kebiasaan untuk bersikap selektif atassetiap mata
acara yang akan ditonton atau setiap berita yang akan dibaca. Sebab orang- orang yang
kurang terdidik dalam memahami medialah yang lebih rentan bagi bentuk bentuk
manipulasi yang halus. Paling tidak ada lima unsur yang fundamental dalam pendidikan
media literacy. Yakni, kesadaran terhadap dampak media; pamahaman terhadap proses
komunikasi massa; strategis untuk menganalisis dan mendiskusikan pesan-pesan media;
pemahaman terhadap isi media sebagai tekad yang menyajikan pandangan bagi
kehidupan dan budaya kita; dan kesanggupan untuk menikmati, memahami dan
mengapresiasi isi media.
18
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Soetomo (LPDS). 2009. Panduan Jurnalistik Praktis: Mendalami Penulisan
Berita dan
Feature, Memahami Etika dan Hukum Pers. Lembaga Pers
Eriyanto. 2000. “Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media”. LKIS: Jakarta
Kaelola, Akbar. 2009. “Kamus Istilah Politik Kontemporer”. Cakrawala :
Yogyakarta
Maulana, Ahmad. 2008. Kamus Ilmiah Populer.
Sumarjo. Peran Media Massa Dalam Iklim Demokrasi Di Indonesia . 6 November 2013.
http://repository.ung.ac.id/hasilriset/show/1/241/peran-media-massa-dalam-iklimdemokrasi-di-indonesia.html. Diakses pada tanggal 12 Juni 2014
19
20
“Kebebasan Pers sebagai Pilar Demokrasi”
Disusun oleh:
Nama
: Citra Dian Pertiwi
NIM
: 1310121078
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Univeritas Fajar Makassar
2014
“Kebebasan Pers sebagai Pilar Demokrasi”
Disusun oleh:
Nama
: Citra Dian Pertiwi
NIM
: 1310121078
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Univeritas Fajar Makassar
2014
1
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan
ilmiah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga laporan ilmiah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Laporan Ilmiah ini sebagai tugas besar pengganti Final test mata kuliah Bahasa
Indonesia. Harapan Saya semoga laporan ilmiah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
laporan ilmiah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Laporan Ilmiah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini.
Makassar, 1 Juli 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR .............................................................................................. 2
DAFTAR ISI .............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................5
C. Batasan Masalah .............................................................................................5
D. Tujuan dan Manfaat ........................................................................................6
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................................7
BAB III PEMBAHSAN……………………………………………………………..9
BAB IV PENUTUP ....................................................................................................17
A. Kesimpulan ......................................................................................................17
B. Saran ................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................19
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Media massa merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi. Melalui media massa yang semakin banyak
berkembang memungkinkan informasi menyebar dengan mudah di
masyarakat. Informasi dalam bentuk apapun dapat disebarluaskan
dengan mudah dan cepat sehingga mempengaruhi cara pandang,
gaya hidup, serta budaya suatu bangsa.
Media
massa
sendiri
berasal
dari
bahasa
yunani
yaitu
“medium” yang berarti berbagai sarana untuk menyampaikan ideide, gagasan, dan perasaan. Artinya media adalah sarana yang
mampu mengkomunikasikan hampir segala aspek mengenai aktivitas
mental manusia. Massa sendiri berasal dari daerah Anglosaxon, yang
merujuk kepada segala hal baik itu sarana maupun instrumen yang
dalam hal ini terarah kepada semua pihak, dengan kata lain yaitu
bersifat massif.
Media massa sendiri memiliki fungsi yang beragam. Jika
meninjau perjalanan panjang media massa di Indonesia terutama
pada masa pemerintahan Soeharto, terlihat jelas perjuangan media
massa mencoba meningkatkan fungsinya. Pada masa Soeharto
terutama, fungsi media massa hanya sebatas pemberi informasi saja,
karena pada saat itu media dibawah kontrol pemerintah. Selain
memberikan informasi, media pada saat itu juga memulai perannya
dengan mengedukasi masyarakat melalui acara-acara televisi yang
dibuat, misalnya saja mengedukasi masyarakat bagaimana cara
bercocok tanam yang baik, mengenai program keluarga berencana,
dan lain sebagainya. Hal tersebut menunjukkan bahkan saat fungsi
media massa masih terbatasi oleh pemerintah, perannya dianggap
4
cukup penting, terutama dalam mensosialisasikan berbagai program
pemerintah sehingga program-program tersebut dapat berhasil.
Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat.
Dalam masyarakat modern, media massa mempunyai peran yang
signifikan sebagai bagian dari kehidupan
manusia sehari-hari.
Hampir pada setiap aspek kegiatan manusia, baik yang dilakukan
secara pribadi maupun bersama-sama selalu mempunyai hubungan
dengan aktivitas komunikasi massa. Selain itu, animo individu atau
masyarakat yang tinggi terhadap program komunikasi melalui media
massa seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan internet
menjadikan setiap saat individu atau masyarakat tidak terlepas dari
terpaan atau menerpakan diri terhadap media massa.
Sekarang ini fungsi media massa semakin luas, mengingat
adanya kebebasan arus informasi dan Indonesia sejak tahun 1998
telah mendeklarasikan dirinya sebagai negara yang menganut sistem
demokrasi. Fungsi media yang profesional dianggap menjadi salah
satu hal yang paling fundamental yang dapat mendukung terjadinya
kestabilan dalam sistem demokrasi dewasa ini. Terkait hal tersebut,
jika sistem demokrasi di suatu negara stabil maka pembangunan di
negara tersebut akan mengalami peningkatan yang signifikan, baik
pembangunan
ekonomi,
pembangunan
karakter
bangsa,
pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana. Karena adanya
kepercayaan dari masyarakat kepada pemerintah untuk mengelola
anggaran
negaranya
yang
merepresentasikan
kepentingan
masyarakat. Disini peran media sangat besar terutama dalam
membentuk paradigma di suatu lingkungan sosial. Peran media
sendiri sampai saat ini masih menjadi perdebatan yang serius.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Pers ?
2. Apa pengertian Media Massa ?
3. Apa pengertian dari kebebasan pers dan bagaimana peran atau manfaatnya pada
sistem demokrasi di Indonesia?
5
4. Apakah kebebasan Pers di Indonesia sudah berjalan sebagaimana mestinya ?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka
dalam penulisan makalah ini perlu adanya pembatasan masalah agar pengkajian
masalah dalam dapat lebih terfokus dan terarah. Karena keterbatasan yang dimiliki
penulis dalam hal kemampuan maka penulisan makalah ilmiah ini hanya membatasi
masalah pada bagaimana peran atau manfaat media massa (pers)
pada sistem
demokrasi di Indonesia mengnai bagaimanakah sejarah perjalanannya serta kebebasan
pers sebagai pilar demokrasi.
D. Tujuan dan Manfaat
Tujuan
1. Sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan mata kuliah Bahasa
Indonesia.
2. Memberikan pengetahuan tentang Pers
3. Memberikan sedikit gambaran tentang Media Massa
Manfaat
1. Untuk mengetahui sejarah perjalanan pers di Indonesia dan seberapa besar
peranan maupun manfaat dari adanya kebebasan pers pada sistem demokrasi
di Indonesia
2. Dapat memberikan pengetahuan bagi kita mengenai pengaktualisasian dari
kebebasan pers di Indonesia
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bangsa kita telah melalui tahapan sejarah yang sangat penting dengan
melangsungkan pemilihan presiden secara langsung. Namun, ini baru awal. Sangatlah
dini mengklaim sukses pemilu sebagai sukses demokratisasi. Pemahaman demokratisasi
di negara-negara yang sedang melangsungkan transisi dari otoritarianisme menuju
demokrasi seperti negara kita masih bersifat minimal.
Demokrasi dimengerti hanya sebagai pemilihan umum yang berlangsung fair,
jujur dan adil. Demokrasi minimalis ini mengabaikan proses di antara pemilihan umum
yang satu dan pemilihan umum yang lain. Namun, jika bertolak dari konsep demokrasi
itu sendiri, kita tak dapat berhenti pada sikap minimalis.
Demokratisasi adalah suatu proses dalam sistem suatu negara menuju bentuk
demokrasi, dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat,
kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa,
pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat dan untuk rakyat. Abraham Lincoln
pada tahun 1967, memberikan pengertian demokrasi sebagai Governmens of the people,
7
by the people, and for the people. Demokrasi adalah suatu penghormatan terhadap nilainilai kemanusiaan tanpa demokrasi
kreativitas manusia tidak mungkin didapat dan berkembang, secara historis
perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme merupakan bagian dari perjuangan
demokrasi. Belakangan para tokoh nasional juga memandang bahwa demokrasi
merupakan tujuan utama dari perjuangan anti-kolonialisme. Prinsip dasar dari sebuah
demokrasi yaitu bahwa demokrasi terkait dengan interaksi sesama manusia dan dalam
keterkaitan itu terdapat saling memahami atau mengenal, prinsip tersebut sesuai dengan
karakter manusia sebagai homo-social.
Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai
tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa negara termasuk
memberikan ruang bagi media massa yang bebas untuk menjalankan fungsi persnya.
Salah satu konsep dari sistem Negara yang yang demokrasi menurut Huntington (2008),
yaitu adanya peran media massa yang bebas.
Hal yang terkait erat dengan hak publik untuk tahu adalah dengan media massa
yang bebas, yaitu surat kabar, televisi, radio dan media baru yang bisa
menginvestigasikan jalannya pemerintahan dan melaporkannya tanpa takut adanya
penuntutan dan hukuman.
Eskalasi demokratisasi media massa dewasa ini begitu cepat, dunia yang begitu
luas telah menjadi sebuah desa yang global (global village), apa yang dikemukakan
oleh Marshall Mc. Lucham pada tahun 1964, sekarang memang benar-benar menjadi
kenyataan. Penduduk
dunia saling berhubungan semakin erat dan hampir disemua aspek kehidupan. Dari
bertukar
informasi, budaya, ekonomi, pariwisata, politik hingga persoalan pribadi, ataupun aspek
kehidupan lain. Perkembangan yang signifikan memang berimbas ke media massa yang
global seperti; CNN, MTV, CNBC, HBO, BBC, ESPN, dan lain -lain, telah menjangkau
dan menembus yuridiksi berbagai negara. Informasi mengalir deras melalui jaringan
media global dan kantor-kantor berita internasional, seperti Reuters, UPI, AP, AFP dan
lain-lain.
Informasi-informasi
itu
sering
dimaknai
didalamnya
mengandung
kebudayaan, maka terjadilah penyebaran budaya, perilaku dan gaya hidup yang global.
Perkembangan dan pertumbuhan media massa di Indonesia juga mengalami
kemajuan yang sangat signifikan, setelah terjadinya reformasi pada tahun 1997-1998,
kemajuan media massa tidak dapat dipisahkan dari perubahan sistem politik disuatu
8
negara. Media massa diharapkan dan yang diandalkan dapat berperan sebagai pengawas
(watch dog function) untuk mengungkap kebenaran dan kesalahan yang dilakukan oleh
penyelengara pemerintahan atau yang memiliki kekuasaan. Banyak sekali peran yang
dapat dilakukan oleh media massa pada suatu negara yang menjamin terhadap
kebebasan pers dalam menjalankan fungsinya. Akan tetapi kecenderungan beberapa
media massa disuatu negara dalam perspektif komunikasi khususnya belum demokratis
dan masih bersifat linier dalam menyampaikan arus informasi dari “atas ke bawah” (top
down), agar media massa mampu menjalankan peranannya maka perlu adanya
kebebasan pers dalam menjalankan tugas serta fungsinya secara professional.
Menurut Denis McQuail, 1987:126), Kebebasan media massa atau pers harus
diarahkan agar dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan khalayaknya,
bukan hanya sekadar untuk membebaskan media massa dan pemiliknya dari kewajiban
harapan dan tuntutan masyarakat
BAB III
PEMBAHASAN
Seperti yang diuraikan pada latar belakang di atas, tentang bagaimana pentingnya
transformasi nilai ataupun segala bentuk informasi mengenai kebijakan dari pemerintah
sebagai upaya kontrol sosial dari masyarakat umum, penulis akan mencoba untuk
kemudian menguraikan sedikit gambaran tentang Kebebasan Pers di Indonesia dan
bagaimana kondisi atau perjalanannya sejak awal kemerdekaan sampai Era Reformasi
yang sedang kita alami sekarang ini. Dan inilah yang termasuk dalam komunikasi
politik. Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah
komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan
dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini,
sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi
politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara “yang memerintah” dan “yang
diperintah”.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah
dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan
seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme,
yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.
9
Dalam praktiknya, komuniaksi politik sangat kental dalam kehidupan seharihari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi,
dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik.
Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar sosal kenaikan BBM, ini
merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk
menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat
persetujuan DPR.
Pers dan Teorinya
Seperti yang kita ketahui, manusia selalu berinteraksi dalam kehidupan sehariharinya. Dan dalam interaksi tersebut, pasti terdapat unsur komunikasi antara individu
yang satu dengan yang lainnya. Pun demikian halnya dengan hubungan antara
masyarakat dan negaranya, komunikasi sangatlah penting sebagai sarana untuk
melakukan kontrol maupun transformasi nilai ideologis dari pemerintah ke masyarakat
luas. Pers adalah salah satu sarana komunikasi antar manusia dengan manusia, manusia
dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok lainnya dalam suatu komunitas
masyarakat di sebuah negara atau organ-organ kemasyarakatan tertentu. Dalam
perspektif demokrasi, pers bisa diartikan sebagai mediator ataupun kontrol terhadap
sebuah kebijakan yang akan maupun telah dikeluarkan oleh pihak pemerintah. Ada
beberapa teori tentang Pers, yaitu :
Otoritarian
1. Berkembang di Inggris pada abad 16 dan 17, dipakai secara meluas di
2.
dunia dan masih dipraktekkan di beberapa tempat sekarang ini.
Teori ini muncul dari filsafat kekuasaan monarki absolut, kekuasaan
pemerintahan. Tujuan utamanya adalah mendukung dan memajukan
kebijakan pemerintah yang berkuasa dan mengabdi pada negara.
3. Pemerintah atau seseorang yang mempunyai kekuasaan dalam kerajaan
adalah orang yang berhak mengatur dan menggunakan media untuk
kepentingannya.
4. Media dikontrol melalui paten-paten dari pemerintah, izin dan sensor.
5. Media massa dilarang untuk melakukan kritik terhadap mekanisme
politik, dan para pejabat yang berkuasa.
6. Media massa dimiliki oleh swasta perorangan atau masyarakat umum.
10
7.
Media massa dianggap sebagai alat untuk melaksanakan kebijakan
pemerintah, walaupun tidak harus dimiliki oleh pemerintah. Pers di sini
dapat dikatakan statusnya sebagai hamba bagi negara.
Libertarian
1.
Teori ini berkembang di Inggris setelah tahun 1688, dan kemudian di
Amerika Serikat.
2. Teori ini muncul dari tulisan-tulisan Locke, Milton dan Mill, dan filsafat
umum tentang rasionalisme dan hak-hak asasi.
3. Tujuan utamanya adalah memberi informasi, menghibur dan berjualan,
tetapi tujuan utamanya adalah membantu untuk menemukan kebenaran
dan mengawasi pemerintah.
4.
Dalam teori ini disebutkan, media massa diatur oleh siapa saja yang
mempunyai kemampuan ekonomi untuk menggunakannya.
5.
Media dikontrol dengan proses pelurusan sendiri untuk mendapatkan
kebenaran dalam pasar ide yang bebas, serta melalui pengadilan.
6.
Media massa dilarang melakukan penghinaan, kecabulan, kerendahan
moral dan pengkhianatan pada masa perang.
7.
Media massa dianggap sebagai alat untuk mengawasi pemerintah dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan mayarakat lainnya.
Tanggung Jawab Sosial
1. Teori ini berkembang di Amerika Serikat pada abad ke-20
2. Teori ini terbentuk dari tulisan W.E Hocking, Komisi Kebebasan Pers,
para pelaksana media, dan kode-kode etik media massa.
3. Tujuan utama dari media massa adalah memberi informasi, menghibur
dan berjualan, tetapi tujuan utamanya adalah mengangkat konflik sampai
tingkatan diskusi.
4. Teori ini mengatakan bahwa semua orang berhak menggunakannya, dan
berhak mengeluarkan pendapatnya.
5. Media massa dikontrol melalui pendapat masyarakat, tindakan-tindakan
konsumen, dan etika-etika kaum profesional.
6.
Media massa dilarang melakukan invasi serius terhadap hak-hak
perorangan yang dilindungi dan terhadap kepentingan vital masyarakat.
11
7.
Kepemilikan media massa dikuasai oleh perorangan, kecuali jika
pemerintah harus mengambil demi kelangsungan pelayanan terhadap
masyarakat.
8. Media massa harus menerima tanggungjawabnya terhadap masyarakat;
dan kalau tidak, harus ada pihak yang mengusahakan agar media mau
menerimanya.
Soviet Komunis
1. Teori ini berkembang di Uni Soviet, walaupun ada kesamaannya dengan
yang dilakukan Nazi dan Italia Fasis.
2. Teori ini terbentuk dari pemikiran Marxis, Leninis, dan Stalinis dengan
campuran pikiran Hegel, dan pandangan orang Rusia abad 19.
3.
Tujuan utama dari media massa adalah memberi sumbangan bagi
keberhasilan dan kelanjutan dari sistem sosialis Soviet, dan terutama
bagi kediktatoran Partai.
4. Yang berhak menggunakan media massa adalah anggota-anggota partai
yang loyal dan ortodoks.
5.
Media massa dikontrol melalui pengawasan dan tindakan politik atau
ekonomi oleh pemerintah.
6.
Media massa dilarang melakukan kritik-kritik terhadap tujuan partai
yang dibedakan dari taktik-taktik partai.
7. Kepemilikan media massa adalah masyarakat.
8. Media massa adalah milik negara dan media yang dikontrol sangat ketat
semata-mata merupakan kepanjangan tangan-tangan negara.
Media Massa
Media massa adalah alat komunikasi yang dipakai didalam suatu tataran
masyarakat dalam sebuah komunitas tertentu. Media Massa memiliki cakupan
pengertian yang lebih luas dari pada pers. Dalam kamus ilmiah popular, pers hanya
diartikan sebagai sarana komunikasi di bidang persuratkabaran, sedangkan media massa
lebih kepada semua hal yang menyangkut sarana komunikasi. Media dibutuhkan
sebagai sarana transformasi nilai dan juga sarana informasi tentang kondisi dan situasi
yang dialami oleh suatu negara. Ada 2 jenis media massa menurut pembagiannya, yaitu
Media Massa Tradisional dan Media Massa Modern. Media massa tradisional adalah
12
media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa.
Secara tradisional media massa digolongkan sebagai berikut: surat kabar, majalah,
radio, televisi, film (layar lebar). Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:
1. Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan didistribusikan
2. Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui saluran
tertentu.
3. Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan menyeleksi
informasi yang mereka terima.
4. Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit.
Sedangkan Media massa modern adalah media yang tidak memiliki organisasi
yang jelas dalam penerapannnya dikehidupan sehari-hari. Artinya media massa modern
lebih menekankan kebebasan terhadap individu dalam mengekspresikan dirinya.
Contoh dari media massa modern adalah internet dan telepon seluler. Dalam jenis media
ini terdapat ciri-ciri seperti:
1. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS
atau internet misalnya).
2. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh
individual.
3. Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu.
4. Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam.
5. Penerima yang menentukan waktu interaksi.
Kebebasan Pers dan perannya dalam sistem demokrasi di Indonesia
Kebebasan Pers adalah adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau
perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang
dipublikasikan seperti menyebar luaskan, pencetakan dan penerbitkan surat kabar,
majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan
13
sensor dari pemerintah. Di Indonesia sendiri kebebasan pers telah diatur dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4 di dalam ayat 1 disebutkan bahwa
kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, ayat kedua bahwa terhadap
pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran,
ayat ketiga bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak
mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat keempat
bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
mempunyai Hak Tolak bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan
antara lain dalam pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta
berhak
untuk
mencari,
memperoleh,
memiliki,
menyimpan,
mengolah,
dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Aktualisasi Kebebasan Pers di Indonesia
Kebebasan memunculkan berbagai persoalannya sendiri, yang lebih kompleks
ketimbang era tirani kekuasaan.. Kebebasan Pers yang kini berkembang di Indonesia,
telah ditanggapi secara negatif oleh sejumlah pihak, karena dianggap telah “bebas
terlampau jauh”. .Ekses negatif kebebasan pers saat ini terlihat semakin nyata dengan
banyak bermunculannya media partisan, sensasional, termasuk yang menonjolkan
erotika. Fenomena lainnya adalah munculnya banyak media yang mengusung asas
jurnalisme alakadarnya dan kurang menghargai etika. Banyak pula muncul pemodal
melakukan akrobat dalam bisnis pers: menerbitkan media, dua bulan kemudian ditutup
lantaran tidak laku, kemudian menerbitkan media baru lainnya. Seserius apakah ekses
negatif kebebasan pers saat ini? Memang ada soal ketika menyangkut pemberitaan
konflik antar golongan atau etnis (seperti kasus Ambon), sebagian media telah
memposisikan diri sebagai corong kelompok tertentu. Ada pula media yang diterbitkan
semata-mata sebagai alat menyerang atau membela orang-orang tertentu. Namun justru
itu lah resiko demokrasi: munculnya sejumlah pers yang buruk. Sebagaimana
bertebaran pula gagasan-gagasan buruk. Tantangan di Indonesia kini adalah, pers yang
bermutu dituntut untuk mengarahkan dan memperluas pembacanya, justru agar
masyarakat tidak membaca media yang buruk. Agar dalam market place of ideas ide-ide
baik menang terhadap gagasan buruk.
Setelah halangan struktural kebebasan pers (regulasi pemerintah) berhasil
disingkirkan, maka kebebasan pers itu semata-mata berhadapan dengan batas toleransi
14
masyarakat. Opini publik lah yang akan membatasi, sejauh mana pers boleh bebas.
Tidak bisa dielakkan bakal ada benturan kepentingan dan memunculkan ketidakpuasan
satu pihak Ketika kebebasan berpendapat seseorang merugikan pihak lain, maka satusatunya penyelesaian adalah melalui pengadilan—yang diharapkan bisa mengeluarkan
keputusan yang bijaksana—setelah melalui perdebatan yang luas. Sayangnya, ditengah
kegandrungan terhadap kebebasan yang menggebu saat ini, hukum belum siap
mengantisipasinya--baik hukum untuk menggebuk pelaku kekerasan maupun menindak
media yang kurang ajar. Akibatnya tirani masih bias, dan pers menjadi sasaran empuk
untuk melampiaskan kejengkelan akan kebebasan. Situasi itu merupakan produk
langsung dari hukum yang vakum. Bukan saja aparatnya sedang kehilangan wibawa,
melainkan perangkat aturannya juga belum tersedia secara memadai. Oleh karena itu,
pers Indonesia dituntut untuk bisa mengatur atau mengontrol sendiri (self regulated),
sesama sejawat pers saling mengingatkan. Atau setidaknya mematuhi ketentuan yang
diatur dalam kode etik pers, dan menempatkan lembaga semacam Dewan Pers menjadi
“polisi” yang diikuti teguran atau peringatannya. Jika tidak, apa boleh buat, kontrol
masyarakat, seperti pendudukan kantor media, akibat tidak puas atas pemberitaan pers
bakal akan terus terjadi.
Data Indeks Kebebasan Pers di Indonesia
Indeks adalah alat ukur yang menempatkan obyek (orang,negara, organisasi, dsb)
dalam susunan rangking untuk variabel tertentu. Dewan Pers Indonesia menyambut
baik kenaikan indeks kebebasan pers Indonesia tahun 2013, sebagaimana dirilis oleh
organisasi pers dunia Reporters Without Borders (RSF), belum lama ini.
Lembaga RSF menyebut Indonesia kini berada di peringkat 139, mengungguli
India, dengan skor 41,05. Peringkat tersebut meningkat apabila dibandingkan dengan
tahun 2012 di mana Indonesia berada pada peringkat 146 dengan skor 68,00.
Indeks ini mengumpulkan liputan acara pers tahunan berdasarkan enam faktor:
pluralisme, kebebasan media, lingkungan dan penyensoran diri, kerangka kerja
legislatif, transparansi, dan infrastruktur. Indeks ini tidak mengkritik kualitas liputan
pers. Meskipun pada kenyataannya kekerasan terhadap pers masih terjadi di Indonesia,
namun kenaikan peringkat ini harus tetap diapresiasi sebagai kabar baik bagi semua
pihak.
15
Semua pihak untuk melihat dari sisi lain kondisi pers di Indonesia, terutama
melalui kemajuan-kemajuan yang sudah dicapai, memang kekerasan terhadap wartawan
masih banyak, tetapi kita masih bisa melakukan banyak hal untuk mengatasi itu.
Indonesia berhasil membuat pedoman terhadap penanganan kasus kekerasan atas
wartawan yang mana pedoman tersebut harus disetujui oleh semua perusahaan media.
Hari Kebebasan Pers Sedunia (The World Press Freedom Day/WPFD) yang
diperingati sejak 3 Mei 1993. Dalam indeks kebebasan pers yang dikeluarkan Reporters
Without Borders (Reporters Sans Frontiers/ RSF) sepanjang 10 tahun terakhir, negaranegara di kawasan ini menempati posisi terendah di antara 170-an negara yang dinilai,
meskipun beberapa kali Indonesia dan Timor Leste masuk posisi yang cukup baik.
Dalam indeks 2013 yang mengindikasikan kondisi kebebasan pers 2012, 10
negara Asia Tenggara berada di urutan antara 122 dan 172, atau sepertiga terbawah dari
seluruh negara yang dinilai.
Data Committee to Protect Journalists (CPJ) melaporkan sedikitnya 70 wartawan
di dunia terbunuh sepanjang 2012, laporan SEAPA mencatat 6 wartawan, atau hampir
10%, terbunuh di Asia Tenggara, dengan rincian 4 orang di Filipina, seorang di
Indonesia, dan seorang lagi di Kamboja. Dalam hal pembunuhan terhadap wartawan ini,
Filipina dan Indonesia merupakan dua negara yang hampir setiap tahun menorehkan
kekejaman terhadap wartawan.
Beberapa negara ASEAN mengalami kemunduran dalam peringkat Indeks.
Singapura menurun ke tempat 149, dibandingkan peringkat 135 di tahun sebelumnya.
Malaysia turun 23 peringkat ke tempat 145, menduduki “tempat terendah” negara
tersebut menurut RSF.
Peringkat Kamboja juga menyedihkan, jatuh 26 tempat dari 117 menuju 143
karena meningkatnya otoritarianisme dan penyensoran, menurut RSF. Dua negara
ASEAN lainnya, yaitu Vietnam dan Laos, juga mencapai hasil yang rendah, yaitu 172
dan 168. Filipina jatuh menuju tempat ke 147 dari 140.
16
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pers adalah salah satu sarana komunikasi antar manusia dengan manusia, manusia
dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok lainnya dalam suatu
komunitas masyarakat di sebuah negara atau organ-organ kemasyarakatan tertentu.
Dalam perspektif demokrasi, pers bisa diartikan sebagai mediator ataupun kontrol
terhadap sebuah kebijakan yang akan maupun telah dikeluarkan oleh pihak
pemerintah. Dalam UU pers no 40 tahun 1999, Pers adalah lembaga sosial dan
wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik.
Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari
sumber kepada khalayak (menerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi
mekanis seperti surat kabar, film, radio, TV (Cangara, 2002). Media massa adalah
faktor lingkungan yang mengubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman
klasik, pelaziman operan atau proses imitasi (belajar sosial). Dua fungsi dari media
massa adalah media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi
17
Kebebasan pers adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan
hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti
menyebar luaskan, pencetakan dan penerbitkan surat kabar, majalah, buku atau
dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari
pemerintah.
Kebebasan pers tidak menjadi sarana untuk mencerahkan publik. kebebasan pers
yang dinikmati sekian tahun ini berjalan tidak sebagaimana mestinya. konglomerasi
media, penyalahgunaan frekuensi publik untuk kepentingan pemilik media,
tayangan-tayangan minim kualitas, sampai eksploitasi yang dilakukan terhadap
jurnalis. Kotak pandora yang terbuka semakin lebar juga menegaskan bahwa
kebebasan pers yang dinikmati sekian tahun ini berjalan tidak sebagaimana mestinya.
B. Saran
Peningkatan Kualitas Pers. Bersamaan dengan peningkatan perlindungan terhadap
kemerdekaan pers, lembaga pers harus selalu menyempurnakan kinerjannya sehingga
mampu menyampaikan informasi yang akurat, tepat, cepat, dan murah kepada seluruh
masyarakat. Sudah saatnya lembaga pers terus menyempurnakan diri dalam
menyampaikan informasi, dengan selalu melakukan penelitian ulang sebelum
menyiarkannya, melakukan peliputan berimbang terutama untuk berita-berita konflik
agar masyarakat memperoleh informasi lebih lengkap untuk turut menilai masalah yang
sedang terjadi.
Penyempurnaan kualitas pers merupakan kerja keras yang dilakukan hari demi hari
untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan melek media mengembalikan titik berat
upaya pembedayaan sepenuhnya ada di diri si khalayak media (pembaca, pendenganr
dan pemiras). Orang-orang yang melek media (Media Literari People) jelas akan
saenantiasa jeli dan kritis terhadap media.
Program Media Literacy dimaksudkan mendidik kahlayak suapaya
senantiasabersiakp kritisa terhadap infrmasi apapun yang ai teriam dari media. Media
Litercy juga menanankan pentingnya kebiasaan untuk bersikap selektif atassetiap mata
acara yang akan ditonton atau setiap berita yang akan dibaca. Sebab orang- orang yang
kurang terdidik dalam memahami medialah yang lebih rentan bagi bentuk bentuk
manipulasi yang halus. Paling tidak ada lima unsur yang fundamental dalam pendidikan
media literacy. Yakni, kesadaran terhadap dampak media; pamahaman terhadap proses
komunikasi massa; strategis untuk menganalisis dan mendiskusikan pesan-pesan media;
pemahaman terhadap isi media sebagai tekad yang menyajikan pandangan bagi
kehidupan dan budaya kita; dan kesanggupan untuk menikmati, memahami dan
mengapresiasi isi media.
18
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Soetomo (LPDS). 2009. Panduan Jurnalistik Praktis: Mendalami Penulisan
Berita dan
Feature, Memahami Etika dan Hukum Pers. Lembaga Pers
Eriyanto. 2000. “Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media”. LKIS: Jakarta
Kaelola, Akbar. 2009. “Kamus Istilah Politik Kontemporer”. Cakrawala :
Yogyakarta
Maulana, Ahmad. 2008. Kamus Ilmiah Populer.
Sumarjo. Peran Media Massa Dalam Iklim Demokrasi Di Indonesia . 6 November 2013.
http://repository.ung.ac.id/hasilriset/show/1/241/peran-media-massa-dalam-iklimdemokrasi-di-indonesia.html. Diakses pada tanggal 12 Juni 2014
19
20