TEORI ANTROPOLOGI II TUGAS 1 MELISA

NAMA

: MELISA ESTER CAROLINE

NIM

: 160905039

MATA KULIAH

: TEORI ANTROPOLOGI II

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

Clifford James Geertz adalah seorang ahli antropologi asal Amerika Serikat yang mengemukakan
suatu definisi kebudayaan sebagai:
1. Suatu system keteraturan dari makna dan symbol-simbol.
2. Suatu pola makna-makna yang ditranmisikan secara historis yang terkandung dalam
bentuk-bentuk simbolis.
3. Suatu peralatan simbolik bagi mengontrol perilaku.
4. Oleh karena kebudayaan adalah suatu system symbol, maka proses kebudayaan harus

dipahami, diterjemahkan dan diinterpretasi.
Symbol-simbol yang menunjukan suatu kebudayaan adalah wahana dari konsepsi, kebudayaan
yang memberikan unsure intelektual dan proses social. Jadi, menurut Geertz, kebudayaan pada
intinya terdiri dari tiga hal uatama, yaitu sistem pengetahuan atau sistem kognitif, sistem nilai
atau sistem evaluatif, dan sistem simbol yang memungkinkan pemaknaan atau interpretasi.
Geertz menfokuskan konsep kebudayaan kepada nilai-nilai budaya yang menjadi pedoman
masyarakat untuk bertindak dalam mengahadapi berbagai permasalahan hidupnya. Sehingga
pada akhirnya konsep budaya lebih merupakan sebagai pedoman penilaian terhadap gejala-gejala
yang dipahami oleh si pelaku kebudayaan tersebut.
Di dalam menedefinisikan kebudayaan, ahli antropologi simbolik tampaknya berbeda dengan
aliran evolusionis yang mendefiniskan kebudayaan sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia
atau kelakuan dan hasil kelakuan. Oleh karena itu, dalam perspektif simbolik, kebudayaan
merupakan keseluruhan pengetahuan manusia yang dijadikan sebagai pedoman atau
penginterpretasi keseluruhan tindakan manusia. Kebudayaan adalah pedoman bagi kehidupan
masyarakat yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat tersebut.
Secara cukup konsisten, Geertz memeberikan pengertian kebudayaan sebagai memiliki dua
elemen, yaitu kebudayaan sebagai sistem kognitif serta sistem makna dan kebudayaan sebagai
sistem nilai. Sistem kognitif dan sistem makna ialah representasi pola dari atau model of,
sedangkan sistem nilai ialah representasi dari pola bagi atau model for. Jika “pola dari” adalah
representasi kenyataan sebagaimana wujud nyata kelakuan manusia sehari-hari, maka “pola

bagi” ialah representasi dari apa yang menjadi pedoman bagi manusia untuk melakukan tindakan
itu.

Dalam perkembangan selanjutnya, pandangan interpretive sering kali dihubungkan dengan
konsep simbol, terlebih setelah Geertz mengembangkan versi pendekatan interpretifnya sendiri.
pada mulanya pendekatan ini disebut antropologi simbolik, yang kelak disebut saling mengganti
dengan interpretivisme simbolik karena penekanan yang berbeda. Simbol adalah objek, kejadian,
bunyi bicara, atau bentuk-bentuk tertulis yang diberi makna oleh manusia. Bentuk primer dari
simbolisasi oleh manusia adalah melalui bahasa. Tetapi manusia juga berkomunikasi dengan
menggunakan tanda dan simbol dalam lukisan, tarian, musik, dan lainnya. Manusia dapat
memberikan makna kepada setiap kejadian tindakan, atau objek yang berkaitan dengan pikiran,
gagasan dan emosi.
Geertz menemukan makna yang didasarkan pada pandangan native sesungguhnya relative fisik,
maksudnya adalah suatu pandangan yang mencerminkan proses pengetahuan diri sendiri,
persepsi diri sendiri dan pemahaman diri sendiri bagi pengetahuan orang lain, persepsi orang lain
dan pemahaman orang lain.
Interpretivisme simbolik adalah kajian mengenai istilah-istilah dasar yang dengannya kita
memandang diri kita sendiri sebgaia manusia dan sebagai anggota masyarakat dan mengenai
bagaimana istilah-istilah dasar ini digunakan oleh manusia untuk membangun suatu mode
kehidupan bagi diri mereka sendiri. Prinsip-prinsip epistemology dari antropologi simbolik

secara alamiah tergantung pada premis-premis ontologis.
Kelemahan esensial dari antropologi simbolik bukanlah karena ia tidak berhasil
memperhitungkan sebab musabab pikiran dan perilaku manusia, seperti yang dilakuka
materialisme kebudayaan. Melainkan, kurangnya pedoman teoritis dan metodologis yang
eksplesit.

Kajian Clifford Geertz (Makna Simbolik pada Makanan)
Makanan merupakan sesuatu yang pokok dalam hidup. Makanan juga penting bagi pergaulan
sosial. Jika tidak ada cara-cara dimana makanan dimanipulasikan secara simbolis untuk
menyatakan persepsi terhadap hubungan antara individu-individu dan kelompok-kelompok maka
akan sulit menggambarkan kehidupan sosial (Foster dan Anderson, 1986 : 317).
Selanjutnya Foster dan Anderson (1986 : 317 – 322) mengemukakan tentang peranan simbolik
dari makanan, yaitu :
1.
2.
3.
4.

Makanan sebagai pernyataan adanya hubungan social.
Makanan sebagai simbol pernyataan solidaritas kelompok.

Makanan sebagai pernyataan rasa stress.
Makanan sebagai simbol bahasa.

Kata “interpretivisme” (interpretivism) berasal dari kata interpretive yang menurut Alan Barnard
(202) berarti sebuah metode atau pendekatan yang berdasarkan interpretasi. Sedangkan
interpretivism berarti sebuah perspektif yang menekankan penafsiran budaya dalam pencarian
struktur formal (202).
Pada pendekatan interpretivisme, para antropolog berusaha untuk menggambarkan maknamakna tertentu yang disematkan orang-orang ke dalam objek, perilaku, dan emosi. Alih-alih
mencari logika universal yang mendasari semua budaya, interpretif berusaha untuk menemukan
logika internal tertentu yang digunakan oleh orang-orang tersebut untuk menafsirkan budaya
mereka sendiri (“Culture” Microsoft Encarta 2006). Secara lebih sederhana, kajian-kajian
interpretif seringkali berfokus pada satu ritual atau simbol penting dalam suatu masyarakat. Para
antropolog menggunakan usaha pendekatan ini untuk menunjukan bagaimana satu ritual atau
simbol tersebut membentuk atau merefleksikan keseluruhan kebudayaan. Geertz, misalnya,
berusaha untuk menunjukkan bagaimana kebudayaan masyarakat Bali bisa dipahami dengan
membahas ritual penting masyarakat Bali dalam pementasan dan bertaruh pada sabung ayam
(“Anthropology” Microsoft Encarta 2006). Pada bukunya yang berjudul Kinship in Bali (1975),
Geertz menantang gagasan tentang kekerabatan sebagai suatu sistem otonom yang dapat
dipahami lintas-budaya dan berpendapat agar hal tersebut dimasukkan ke dalam sebuah domain
simbolik.

Geertz mendorong ide bahwa sebuah gambaran masyarakat adalah seperti sebuah teks. Ia juga
berpendapat bahwa antropologi sebagai sebuah pemahaman terhadap “lokal” dalam interaksi
yang tegang dengan “global”, dan antropologi yang menekankan pada hal-hal kecil, termasuk
hal-hal sepele pada kebudayaan. Geertz berpendapat pula bahwa kebudayaan adalah sebuah
sistem simbol, yaitu sistem dimana didalamnya aksi sosial berlangsung dan kekuatan politik
dibangun (Barnard 163). Fungsi dari kebudayaan adalah untuk memaksakan makna pada dunia
dan membuatnya bisa dipahami. Sedangkan peran antropolog adalah mencoba—walaupun
kesuksesan penuh adalah mustahil—untuk menafsirkan simbol-simbol di atas yang ada pada
setiap kebudayaan (“Geertz, Clifford” Encyclopædia Britannica 2007).

Sumber :
http://ikha-luphsosant.blogspot.co.id/2011/03/teori-interpretivisme-simbolik.html
http://antromedan.blogspot.co.id/2011/04/interpretivisme-simbolik.html
https://etnobudaya.net/2008/04/01/konsep-kebudayaan-menurut-geertz/
https://gdeandip.wordpress.com/2013/03/06/antropologi-simbolik/
https://pujosaktinurcahyo.wordpress.com/2010/12/29/penelitian-etnografis-melalui-pendekataninterpretif/