LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR II KEMEN

OSMOREGULASI

Oleh :
Nama
NIM
Kelompok

: Fitria Elmaqfiroh
: B0A012033
: 5 (lima)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI DASAR II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PROGRAM STUDI D-III PENGELOLAAN SUMBERDAYA
PERIKANAN DAN KELAUTAN
PURWOKERTO
2013


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osmoregulasi

merupakan

mekanisme

atau

cara

kerja

untuk

mempertahankan keseimbangan osmotik cairan tubuh hewan perairan. Ikan air
laut mengalami permasalahan kehilangan air dan kemasukan ion-ion dari dalam
tubuhnya


melalui

insang,

sedangkan

air

tawar

senantiasa

mengalami

permasalahan kemasukan air melalui osmosis dan kehilangan ion-ion melalui
difusi, agar dapat mempertahankan hidupnya ikan membutuhkan konsentrasi
osmotik cairan tubuh tertentu (Davis, 1955).
Osmosis adalah kasus khusus dari transpor pasif, dimana molekul air
berdifusi melewati membran yang bersifat selektif permeabel. Dalam sistem
osmosis, dikenal larutan hipertonik (larutan yang mempunyai konsentrasi terlarut

tinggi), larutan hipotonik (larutan dengan konsentrasi terlarut rendah), dan
larutan isotonik (dua larutan yang mempunyai konsentrasi terlarut sama). Jika
terdapat dua larutan yang tidak sama konsentrasinya, maka molekul air melewati
membran sampai kedua larutan seimbang. (Brahmana, 2001)
Dalam proses osmosis, pada larutan hipertonik, sebagian besar molekul air
terikat (tertarik) ke molekul gula (terlarut), sehingga hanya sedikit molekul air
yang bebas dan bisa melewati membran. Sedangkan pada larutan hipotonik,
memiliki lebih banyak molekul air yang bebas (tidak terikat oleh molekul
terlarut), sehingga lebih banyak molekul air yang melewati membran. Oleh sebab
itu, dalam osmosis aliran netto molekul air adalah dari larutan hipotonik ke
hipertonik. (Davis, 1955)
Proses osmosis juga terjadi pada sel hidup di alam. Perubahan bentuk sel
terjadi jika terdapat pada larutan yang berbeda. Sel yang terletak pada larutan
isotonik, maka volumenya akan konstan. Dalam hal ini, sel akan mendapat dan
kehilangan air yang sama. Banyak hewan-hewan laut, seperti bintang laut
(Echinodermata) dan kepiting (Arthropoda) cairan selnya bersifat isotonik

dengan lingkungannya. Jika sel terdapat pada larutan yang hipotonik, maka sel
tersebut akan mendapatkan banyak air, sehingga bisa menyebabkan lisis (pada
sel hewan), atau turgiditas tinggi (pada sel tumbuhan). Sebaliknya, jika sel

berada pada larutan hipertonik, maka sel banyak kehilangan molekul air,
sehingga sel menjadi kecil dan dapat menyebabkan kematian. Pada hewan, untuk
bisa bertahan dalam lingkungan yang hipo atau hipertonik, maka diperlukan
pengaturan keseimbangan air, yaitu dalam proses osmoregulasi. (Davis, 1955).
Osmoregulasi pada ikan air tawar melibatkan pengambilan ion dari
lingkungan untuk membatasi kehilangan ion. Air akan masuk ke tubuh ikan
karena kondisi tubuhnya hipertonik, sehingga ikan banyak mengekskresikan air
dan menahan ion. Ikan dalam kondisi hiperosmotik apabila nilai kapasitas
osmoregulasinya mendekati dua, bila nilai kapasitas osmoregulasi berkisar satu
ikan dikatakan isoosmotik, dan bila nilai kapasitas osmoregulasi dibawah satu
maka ikan dikatakan dalam kondisi hipoosmotik (Rankin, 1981).
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari osmoregulasi pada
hewan eurihalin ( hewan yang mampu hidup dalam perairan dengan salinitas
yang cukup luas ) ikan Nila (Oreochromis sp.) dan hewan stenohalin ikan Nilem
(Osteochilus hasselti).

II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Bahan yang digunakan meliputi benih ikan Nilem (Osteochilus

hasselti), benih ikan Nila (Oreochromis sp.) masing masing 20 ekor , air laut
dan air tawar masing masing 20 liter.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik,
gelas ukur, beker gelas 100 cc, pipet, pengaduk, jam, spuit, wadah plasma,
wadah pendingin, osmometer, dan respirometer.
2.2 Cara Kerja
Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum osmoregulasi adalah :
2.2.1 Pengamatan toleransi salinitas
1. Medium air disiapkan dengan salinitas 10 ppt, 20 ppt, 30 ppt masing –
masing sebanyak ± 4 liter
2. Medium dibagi kedalam 6 wadah percobaan,masing – masing terdiri
atas 2 wadah percobaan.Setiap wadah diberi label sesuai dengan
salinitasnya.
3. Dimasukan kedalam 3 wadah percobaan dengan salinitas yang berbeda
masing masing 10 ekor benih ikan nila.
4. Dimasukan kedalam 3 wadah percobaan dengan salinitas yang berbeda
masing masing 10 ekor benih ikan nilem (gradual transfer atau direct
transfer).
5. Dilakukan pengamatan dan kematian tiap ekor ikan pada masing
masing wadah percobaan dicatat.

2.2.2 Pengukuran osmolitas plasma dan medium
1. Diambil sample darah ikan nila(dengan kapiler hematokrit) yang telah
diaklimasi pada salinitas medium selama 24 jam.
2. Dilakukan sentrifugasi darah untuk memperoleh plasma darah.

3. Dilakukan osmolalitas plasma dan media dengan vapor pressure
osmometer. Ditung rasio antara osmolalitas plasma dengan osmolalitas
media dan dicatat semua data yang diperoleh.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1. Data Sintasan Ikan
N
No.

Ikan

Perlakuan

∑awal


∑akhir

Sintasan

1 Ikan Nila

Direct

10

10

100 %

2 Ikan Tawes

Indirect

10


9

90 %

3 Ikan Nila

Direct

10

10

100 %

4 Ikan Tawes

Indirect

10


3

30 %

5 Ikan Nila

Direct

10

10

100 %

1.
2.
3.
4.
5.

∑ Larva hidup = 3
∑ Larva awal = 10
Rumus sintasan =
3
x 100
10
= 30 %
=

∑ Larva hidup x 100
∑ Larva awal

Tabel 2. Data Osmolalitas Plasma dan Media
N
No.
1
1.
2
2.
3.


5.

Osmolalitas
Media mmol/kg

0 ppt Na

251

428

Kapasitas
Osmoregulasi
mmol/kg
0,58

0 ppt Ni

481

428

1,12

259ǀ253

587

0,44 ǀ 0,43

310

639

0,48

242 ǀ 298

743

0,32 ǀ 0,40

3 10ppt
Na,Ni
4

4.

Salinitas

Osmolalitas
Plasma

15 ppt Ni

5 25ppt
Na,Ni

Osmolalitas plasma
Osmolallitas media

= 310 mmol/kg
= 639 mmol/kg
osmolalitas media
¿
Kapasitas Osmolalitas = osmolalitas
plasma
310 mmol/kg
=
639 mmol /kg
= 0,48 mmol/kg

¿

3.2 Pembahasan
Osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan
air dan ion antara tubuh dengan lingkungannya. Osmeregulasi penting dilakukan,
terutama oleh organisme perairan karena organisme perairan harus mengatur
keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan. Membran sel yang
permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat
dan pada organisme perairan terdapat perbedaan tekanan osmotik antara cairan
tubuh dan lingkungannya contohnya pada hewan ikan nila dan ikan nilem
(Fujaya, 2004).

Osmoregulasi diperlukan untuk mempertahankan konsentrasi garam dalam
tubuh dan merupakan faktor penting homeostatis. Menurut Villee et al., (1988),
konsentrasi garam air tawar tergantung pada asal air tawar tersebut, tetapi kadar
tersebut selalu sangat rendah sehingga lingkungan luar sangat hipoosmotik
terhadap cairan tubuh internal dari hewan air dan hewan ini harus menghadapi
kecenderungan air untuk berdifusi ke dalam tubuh, terutama ke bagian yang tipis
seperti insang. Garam cenderung berdifusi keluar dan cairan tubuh internal
kehilangan garam melalui ekskresi. Peristiwa difusi adalah pergerakan cairan
dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Garam-garam yang terlarut pada
tekanan osmotik lebih tinggi akan masuk ke dalam tubuh ikan dengan osmotik
yang lebih rendah dan ini terjadi pada ikan air laut (Sambavisla,1987). Menurut
Hill dan Wyse (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi berbagai respon
salinitas dan juga kemampuan suatu spesies untuk bertahan dari lingkungan yang
berubah dipengaruhi oleh :
1.

Temperatur

2.

Komposisi air

3.

Perubahan salinitas

4.

Tingkat siklus kehidupan

5.

Aklimatisasi dan aklimasi

6.

Perbedaan spesies

Mekanisme osmoregulasi melingkupi volume air, kandungan zat terlarut dan
distribusi zat terlarut. Menurut Soetarno (1986), hewan air tawar mempunyai
tekanan osmotik dalam tubuh lebih rendah dibandingkan tekanan osmotik di luar
tubuh. Keadaan tersebut membuat ikan mengabsorpsi garam-garam melalui
insang secara aktif dan mengeluarkan banyak urin, untuk mengimbanginya maka
ikan mengambil sedikit air dengan osmosis. Ikan air tawar khususnya ikan nila
dapat menyesuaikan diri dengan perairan yang kadar garamnya tinggi (35 ppt),
meskipun tidak dapat berkembang biak. Ikan Nila toleran terhadap perubahan
kadar garam (salinitas). Ikan Nila termasuk stenohaline yaitu mempunyai
toleransi terhadap salinitas yang sempit yaitu mencapai 35 ppt (Djarijah, 1995).

Berdasarkan kemampuan osmoregulasinya, hewan dibagi menjadi dua
kelompok yaitu osmoregulator dan osmoconformer. Osmoconformer merupakan
hewan yang konsentrasi osmotik cairan tubuhnya berubah-ubah sesuai dengan
konsentrasi lingkungan eksternalnya misalnya pada ikan laut. Osmoregulator
adalah hewan yang konsentrasi cairan tubuhnya konstan terhadap konsentrasi
lingkungan eksternalnya, Ikan Nila termasuk dalam kelompok osmoregulator
(Hoar, 1984).
Pengaturan air dan ion dalam tubuh dengan sejumlah mekanisme yang
dilakukan untuk mengatasi problem osmotik dan mengatur perbedaan diantara
intrasel dan ekstrasel dan diantara ekstrasel dengan lingkungan secara kolektif
disebut Mekanisme Osmoregulasi (Evans, 1998). Hewan air mempertahankan
kekonstanan volume air dalam tubuhnya melalui mekanisme dimana jumlah air
yang masuk harus sama dengan jumlah air yang keluar (Soetarno, 1986).
Schmidt dan Nielsen (1990) menyatakan bahwa Proses pengaturan regulasi
pada tubuh ikan adalah Ikan air tawar karena tubuhnya hipertonik terhadap
medium maka ia akan mengekspresikan kelebihan air melalui mekanisme yang
menyebabkan urinnya menjadi encer. Kelebihan air ini disebabkan oleh adanya
air lingkungan masuk ke dalam tubuh melalui difusi. Ikan air tawar bila
dipindahkan ke air laut maka keadaan tubuhnya akan menjadi hipotonik terhadap
lingkungan. Keadaan ini menyebabkan air keluar dari tubuh sehingga kadar
garam di dalam tubuh akan meningkat. Seiring meningkatnya kadar garam dalam
tubuh, ikan yang melakukan mekanisme ini disebut euryhalin, sedangkan yang
tidak melakukan mekanisme ini disebut stenohalin.
Osmoregulasi ikan air tawar, air yang ada di lingkungannya cenderung
memasuki tubuh. Insang berperan penting karena permukaan yang lebar dan
memiliki permeabilitas yang tinggi. Air dari sekresi urine yang sangat encer dan
dapat diproduksi sepertiga dari berat tubuh per hari. Urine konsentrasinya tidak
lebih dari 2-10 mmol/L. Umumnya ion yang hilang akan diserap kembali melalui
membran insang yang bersifat selektif terhadap ion (Loretz, 2001).

Larger (1977) menyatakan bahwa konsentrasi osmotik darah ikan pada air
tawar kira-kira 300 mmol/liter (hipotonik). Cara mengatasi kesulitan akibat
masuknya air dari tonisitas yang berbeda antara medium eksternal dan internal
yaitu dengan memproduksi urin yang banyak dan encer dan jumlahnya dapat
mencapai sepertiga dari berat tubuhnya (Lorezt, 2001). Tingkat salinitas yang
berbeda menyebabkan terjadinya perubahan kadar garam antara media dan
plasma darah. Ikan Nila termasuk ikan yang bersifat osmoregulator karena
meskipun

dimasukkan

dalam

media

dengan

osmolaritas

berbeda-beda

menunjukkan angka yang tidak jauh berbeda.
Berdasarkan hasil praktikum osmoregulasi diperoleh data osmolalitas ikan
Nila yaitu 334 mmol/kg untuk media dan untuk osmolaritas plasma darah 645
mmol/kg. Ikan Nila yang digunakan menghasilkan nilai yang tinggi sehingga
Hasil percobaan seharusnya menunjukkan bahwa besarnya salinitas berbanding
lurus dengan osmolaritas baik media maupun plasma darah hal ini dikarenakan
dalam melakukan penghitungan data kurang akurat dan pada saat pengambilan
plasma darahnya (Gordon, 1977).
Berdasarkan hasil percobaan osmolalitas, pada salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt
dan 30 ppt diperoleh nilai osmolalitas plasma lebih tinggi dari pada osmolalitas
media. Menurut Hoar (1984), konsentrasi cairan tubuh (plasma darah) yang lebih
tinggi dari pada konsentrasi osmotik lingkungan eksternalnya disebut
hiperosmotik. Salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt dan 30 ppt diperoleh nilai
osmolalitas media yang lebih tinggi dari pada osmolalitas plasma sehingga ikan
bersifat hipoosmotik. Menurut Brahmana (2001), pada salinitas lebih besar dari
12 ppt ikan air tawar berperilaku seperti ikan laut, sehingga dapat dikatakan
bahwa ikan air tawar bersifat osmoregulator. Adanya kenaikan pada osmolaritas
ikan sejalan dengan naiknya kadar garam, karena garam-garam pada medium
ikut masuk ke dalam tubuh ikan, tetapi kenaikan osmolaritas pada tubuh ikan
tidak begitu besar (Ville et al., 1988).
Berdasarkan hasil praktikum tingkat osmolaritas ikan dapat diketahui bahwa
semakin tinggi salinitas lingkungan maka nilai osmolaritasnya juga semakin

tinggi. Hal ini berarti ikan Nila mempunyai tingkat osmolaritas yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan lingkungan dan dapat menyesuaikan diri sampai
salinitas yang lumayan tinggi. Oleh karena itu ikan Nila digolongkan dalam
osmoregulator stenohalin (Hurkat and Martur, 1976). Osmolalitas standar untuk
Ikan Nila adalah berkisar antara 260-330 mmol/kg (Johnson, et al., 1984).
Kapasitas osmoregulasi adalah rasio antara nilai osmolalitas plasma dengan
nilai osmolalitas media, bila nilai kapasitas osmoregulasinya mendekati 2 maka
ikan dikelompokkan dalam kondisi hiperosmotik, bila kapasitasnya berkisar 1
maka ikan dikelompokkan isoosmotik, dan bila nilai osmoregulasinya dibawah 1
maka ikan dikatakan dalam kondisi hipoosmotik (Yuwono, 2006). Hasil
praktikum yang kami lakukan menunjukan bahwa osmolalitas pada salinitas 30
ppt diperoleh osmolalitas plasma sebesar 318 mmol/kg dan osmolalitas media
645 mmol/kg, sehingga diperoleh kapasitas osmoregulasi sebesar 0,4930 Jadi
kapasitas osmoregulasinya kurang 1 maka ikan tersebut

dikelompokkan

hiperosmotik.
Berdasarkan penelitian lainnya dengan menggunakan jenis ikan yang
berbeda yaitu ikan nilem yaitu pada tingkat pengaturan kualitas air, kendala
umum yang dihadapi adalah belum mantapnya penanganan media pemeliharaan
larva terutama salinitas media. Keadaan ini terlihat dari beragamnya salinitas
media yang diaplikasikan pada pemeliharaan larva di beberapa pembenihan.
Meskipun Ikan bandeng dewasa termasuk organisme akuatik yang bersifat
euryhaline yaitu mampu beradaptasi pada media dengan kisaran salinitas lebar,
namun kisaran salinitas yang optimum lebih sempit bagi ukuran larva. Media
pemeliharaan dengan salinitas beragam akan berdampak pada respon prilaku dan
kondisi fisiologis larva yang selanjutnya dapat berdampak pada sintasan larva.
Perubahan osmolaritas plasma dapat terjadi sebagai respon terhadap perubahan
salinitas media. Sintasan larva bandeng yang tinggi hanya dapat dicapai apabila
larva dipelihara pada

tempat dengan salinitas optimum dimana osmolaritas

plasma mendekati osmolaritas media (isoosmotik)(Muhammad, 2006).

Hasil percobaan yang diperoleh dari kelangsungan hidup ikan Nila pada
besarnya tingkat salinitas air dan lamanya ikan pada tempat pemeliharaan khusus
sangat mempengaruhi kelangsungan hidup Ikan Nila. Berdasarkan data yang
diperoleh, konsentrasi plasma darah meningkat berbanding lurus dengan
peningkatan salinitas. Hal ini menunjukkan bahwa ikan melakukan adaptasi
melalui peningkatan jumlah plasma darah dalam tubuhnya. Menurut Passino et
al., (1977), beberapa ikan air tawar mempunyai kemampuan cukup tinggi untuk
hidup pada lingkungan yang buruk. Ikan air tawar umumnya stenohalin dan
derajat toleransi tergantung pada lamanya hewan tersebut di lingkungan tersebut.
Malcom (1995) menyatakan bahwa konsentrasi osmotik pada plasma darah ikan
segar berkisar 260-330 mmol/kg dan ikan cenderung mendapatkan air dengan
difusi melalui permukaan tubuhnya.
Peningkatan

salinitas

pada

beberapa

ppt

merupakan

fase

untuk

menyesuaikan diri, Semakin singkat waktu penyesuaian maka semakin besar
kesempatan hidupnya. Teori yang ada menyatakan difusi substansi akan keluar
dari tubuh melalui insang. Rasio insang dengan permukaan tubuh sangat
mempengaruhi difusi tersebut. Ikan kecil dengan metabolisme tinggi mempunyai
permukaan insang luas dari pada ikan besar dalam satu spesies (Johnson et
al.,1984).
Berdasarkan percobaan sintasan yang menggunakan 10 ekor larva ikan
dengan perlakuan direct. Larva ikan yang telah diaklimasi pada salinitas 0 ppt
tersebut, dipindahkan secara langsung pada air dengan salinitas 30 ppt. Setelah
15 menit pengamatan, dihitung jumlah ikan yang masih hidup, sedangkan hasil
praktikum menunjukkan bahwa nilai sintasan/survival rate larva ikan yang
dipindahkan secara direct ikan nilem dari salinitas 0 ppt ke 30 ppt sebesar 100
%, karena pada salinitas 30 ppt tidak ada ikan mati. Larva ikan yang digunakan
ini bersifat stenohalin. Secara ikan nila direct dari salinitas 0 ppt ke 30 ppt
sebesar 91,7 %, secara indirect ikan nila dari salinitas 0 ppt ke 10 ppt ke 20 ppt
ke 30 ppt sebesar 90 %, secara indirect ikan nilem dari salinitas 0 ppt ke 10 ppt

ke 20 ppt ke 30 ppt sebesar 100 %, Hewan stenohalin adalah hewan dengan
keterbatasan toleransi terhadap bermacam-macam lingkungan (Gordon, 1977).
Ikan Nila merupakan ikan air tawar yang mempunyai kemampuan cukup
tinggi untuk hidup pada lingkungan yang buruk. Suatu organisme dapat bertahan
hidup jika konsentrasi garam dalam cairan tubuh internal dipertahankan pada
tingkat rendah sesuai dengan kebutuhan metabolisme. Ikan air tawar akan mati
jika berada pada larutan garam yang berkonsentrasi tinggi karena ikan air tawar
hanya mempunyai toleransi 0,1 %. Konsentrasi garam yang semakin tinggi akan
menyebabkan air yang terdapat dalam tubuh ikan keluar, sehingga ikan akan
mengalami dehidrasi dan dapat mengalami kematian (Nawangsari, 1988). Ikan
yang hidup di air dengan salinitas tinggi akan meminum air yang mengandung
garam, tetapi mereka mampu mengeluarkan kembali garam yang ikut terminum
melalui insang, sehingga tidak terjadi penumpukkan garam di dalam tubuhnya
(Lagler,1997). Apabila ikan air tawar berada pada lingkungan dengan salinitas
tinggi, mereka akan kesulitan untuk mengeluarkan kembali garam yang telah
masuk, karena ikan air tawar mempunyai kemampuan kecil untuk mengeluarkan
kembali garam yang telah masuk. Garam yang telah masuk akan menumpuk dan
mengganggu metabolisme tubuhnya. Garam ini sulit dikeluarkan karena
pengeluaran garam diperlukan lebih banyak lagi.
Goenarso (1989) menyatakan bahwa kematian ikan setelah melewati batas
salinitasnya disebabkan oleh 3 kemungkinan, yaitu (1) gagalnya mekanisme
pengaturan yang akhirnya menyebabkan perubahan konsentrasi internal yang
bersifat fatal, (2) gangguan fungsi respirasi insang, (3) kegagalan jantung
sehingga ikan tidak dapat melakukan fungsi metabolis secara normal.
Osmoregulasi ikan air tawar, air cenderung masuk. Insang berperan penting
karena permukaan yang lebar dan memiliki permeabilitas yang tinggi. Air dari
sekresi urine yang sangat encer dan dapat diproduksi sepertiga dari berat tubuh
per hari. Urine konsentrasinya tidak lebih dari 2-10 mmol/L. Umumnya ion yang
hilang akan diserap kembali melalui membran insang yang bersifat selektif
terhadap ion (Loretz, 2001). Berdasarkan hasil penelitian Guner et al., (2004)

pada ikan nila tilapia (Oreochromis niloticus) yang dipindahkan pada air laut
tanpa aklimatisasi lebih dulu menunjukkan terjadinya kematian ikan yang lebih
banyak. kemudian terjadinya penurunan jumlah sel klorida setelah pemindahan
dan terjadinya perubahan ukuran sel klorida. Alat yang digunakan dalam
praktikum osmoregulasi yaitu baskom untuk menaruh ikan, spuit untuk
mengambil darah, wadah plasma utuk menaruh plasma yang telah di ambil dari
ikan, osmometer untuk mengetahui nilai osmolalitas dan teropong untuk
mengukur salinitas air, sedangakan bahan yang digunakan kertas cakram, ikan
nila, ikan nilem dan air tawar.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulan sebagai berikut :
1. Ikan nila (Oreochromis sp.) termasuk golongan hewan osmoregulator, karena ikan
ini mampu hidup dalam kondisi hiperosmotik. Sedangkan ikan nilem
(Osteochillus hasselti) termasuk golongan hewan osmokonformer, karena ikan
ini mampu hidup dalam kondisi hipoosmotik.
2. Semakin tinggi salinitas, maka osmolalitas medium akan semakin tinggi pula.
Sehingga kemampuan hidup atau sintasan ikan akan semakin kecil.

DAFTAR REFERENSI.
Brahmana, P. 2001. Ekologi Laut. Universitas Terbuka, Jakarta.
Davis, C. C. 1955. The Marine and Fresh Water Planton. Michelgen State University
Press, USA.
Djarijah, A. S. 1995. Nila Merah; Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif.
Kanisius, Yogyakrta.
Evans, D. H. 1998. The Physiology of Fishes Second Edition. CRC Press. New York.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta, Jakarta.
Goenarso, M. S. 1989. Fisiologi Hewan. Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayat
ITB, Bandung.
Gordon, M. S. 1977. Animal Physiology. McMillan Publishing Co. Ltd., New York
Guner. Y, Ozden. O, Cagirgan.h, M. Altunok, V.Kizak. 2004. Effect Of Salinity On
The Osmoregulatory Functions Of The Gills In Nila Tilapia (Oreochromis
niloticus) Ege University, Turkey.
Hill, R. W dan B. A, Wyse. 1989. Animal Physiology Second Edition. Harper
Collins Publisher, USA.
Hoar, W. S. 1984. General and Comparative Physiology 3 nd. Prentice Hall of India
Private Limited, New Delhi.
Hurkat, P. C. and Martur. 1976. A Text Book of Animal Physiology. Shcond and Cold,
New York.
Johnson, K. D, D. C Rayle and H. L. Alberg. 1984. Biology on Introduction. S.
Chand and Co, New Delhi.
Larger, K. F. 1997. Ictiology. John Willey and Sons, New York.
Loretz, C. A. 2001. Drinking and Alimentari Transport in Teleost Osmoregulation.
Departemen of Biology Sciences, University of Buffalo,USA.
Malcom, J. 1995. Environment Biologi of Fishes. Chapman and Hall, India.
Muhammad, Y. K. 2006. Perubahan Osmolaritas Plasma Larva Ikan Bandeng
(Chanos Chanos) Sebagai Respon Adaptasi Salinitas. J. Sains & Teknologi,
Vol. 6 (3): 143–148.

Nawangsari. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Passino, D. R. M, R. R. Miller, J. C. Bardach and K. F. Legner. 1977. Ichtyology.
John Welley and Sons Inc, New York.
Sambavisla. 1987. Ictyology. John Wiley and Sons. New York.
Schmidt-Nielsen, K., 1990. Animal Physiologi. Adaptation and Environment.
Cambridge University Press, London, UK.
Soetarno. 1986. Biologi. Widya Duta, Surakarta.
Villee, C. A., W. F. Walker and R. D. Barnes. 1988. General Zoology. W. B. Saunders
Company, Philadelphia.
Yuwono, E. 2006. Fisiologi Hewan II. UNSOED Press, Purwokerto.