Analisa Data Pasang Surut di Pelabuhan Ferry Bangsal Desa Krakas Kab. Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang
terbentang dari Sabang sampai Merauke, hampir dan pertiganya adalah lautan dengan
panjang garis pantai 80 ribu kilometer dan berada pada posisi 7º20'LU-14ºLS dan
92º-141º BT (Atmodjo 2000).
Laut menjadi salah satu jalur transportasi yang banyak digunakan oleh
masyarakat Indonesia. Sehingga pengetahuan tentang gejala-gejala yang ada di laut
perlu untuk diketahui guna memperlancar aktivitas yang ada dilautan. Salah
satunyaadalah pengetahuan tentang pasang surut. Di setiap perairan memiliki
parameter fisika yang berbeda-beda. Parameter tersebut meliputi arus, gelombang,
dan pasang surut.
Pariwono (1987) menyatakan bahwa pasang surut adalah proses naik turunnya
paras laut (sea level) secara berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik dari
benda-benda angkasa, terutama matahari dan bulan, terhadap massa air di bumi.
Proses pasang yang dapat dilihat secara nyata di daerah pantai, mempengaruhi
kegiatan

manusia

yang


hidup

di

daerah

pantai,

seperti

pelayaran

dan

penangkapan/budidaya sumber hayati perairan. Penelitian tentang pasang surut
dilakukan untuk menentukan elevasi pasang yang aman dalam jangka panjang
melalui prediksi pasang surut untuk beberapa tahun mendatang. Pengamatan pasang
surut dilakukan untuk memperoleh data tinggi muka air laut yang dilakukan dengan
cara membaca skala pada palem pasang surut dengan interval waktu tertentu.

Pengamatan pasang surut dilakukan minimal 15 hari karena telah mencakup satu kali
siklus pasang surut (purnama dan perbani) (Musa et al. 2013).
Pasang surut merupakan fenomena alam mengenai permukaan perairan seperti
lautan, yang berubah-ubah tunggang (range) dan ketinggiannya sesuai dengan
perubahan posisi bulan dan matahari terhadap bumi menurut fungsi waktu. Pada
umumnya, kehidupan manusia sehari-hari yang berkaitan dengan perairan laut dan
1

muara sungai tidak dapat dipisahkan dengan fenomena alam pasang surut, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan pasang
surut dapat mempengaruhi cara hidup, cara kerja dan bahkan budaya dai masyarakat
(Ongkosongo dan Suyarso 1989). Triatmodjo (1999) menyatakan bahwa dengan
adanya data pasang surut maka kedalaman suatu perairan akan diketahui sehingga
alur pelayaran untuk kapal dapat ditentukan.
Pengetahuan tentang pasang surut di Indonesia sangat penting bagi
pengukuran, analisa dan pengkajian data muka air laut yang berkaitan dengan laut
atau pantai seperti pelayaran antar pulau, pencemar laut, pengelolaan sumber daya
laut dan pertahanan nasional. Secara umum pengetahuan tentang pasang surut juga
memberikan informasi yang bermacam-macam, baik untuk ilmiah maupun
pemanfaatan secara luas. Pengetahuan tersebut dapat berupa nilai duduk tengah,

tunggang air, tipe pasang suru dan peramalan pasang surut lautnya. Data tersebut
digunakan untuk mengetaui perubahan muka air laut untuk kepentingan pelayaran
(Atmodjo 2000).
Salah satu instansi yang mengelolah dan menganalisa data pasang surut adalah
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL). Instansi tersebut
bergerak dalam riset dan penelitian dalam bidang geologi kelautan. Maka dari itu
saya memilih Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL)
sebagai tempat magang saya. Karena saya beranggapan bahwa dengan magang
ditempat tersebut dapat menambah wawasan saya.

1.2. Tujuan
1.

Mengetahui cara mengolah data pasang surut dengan metode Admiralty dan
Aplikasi NAOTide

2.

Mengetahui cara peramalan pasang surut dengan menggunakan metode
NAOTide

2

1.3. Manfaat
1.

Mahasiswa mampu mengetahui cara peramalan pasang surut

2.

Mahasiswa mampu berinteraksi dan berorganisasi dalam dunia kerja.

3.

Menambah khasanah ilmu bagi mahasiswa

4.

Ilmu yang diperoleh dapat diaplikasikan ke masyarakat dan dunia kerja

II. TINAJUAN PUSTAKA

3

2.1. Pasang Surut
2.1.1.Tenaga Pembangkit Pasang Surut
Pasang surut adalah fenomena naik turunnya muka air laut secara periodik
karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari (Sujatmiko
2009). Fenomena pasang surut disebabkan oleh adanya gaya tarik bulan dan gaya
tarik matahari serta gaya sentrifugal. Gaya tarik bulan lebih besar dari gaya tarik
matahari terhadap bumi maka bagian bumi yang dekat dengan bulan akan tertarik dn
menyebabkan permukaan air lut akan naik dan menimbulkan pasang. Sedangkan
bagian bumi yang tegak lurus terhadp poros bumi dan bulan, air bergerak ke arah
samping dan menyebabkan terjainya surut (Iskandar 2009).
Fenomena pasang juga disebabkan karena adanya gaya sentrifugal. Gaya
sentrifugal adalah suatu tenaga yang didesak kearah luar dari pusat bumi, besarnya
kurang lebih sama dengan tenaga yang ditarik ke permukaan bumi. Gaya sentrifugal
lebih kuat terjadi pada daerah-daerah yang menghadap ke bulan dan gaya yang paling
lemah adalah yang membelakangi bulan. Akibatnya terjaddi tonjolan-tonjolan massa
air, satu bagian yang menghadap ke bulan dan bagian lain membelakangi bulan.
Keadaan ini dipengaruhi oleh gaya gravitasi bulan yang lebih kuat bagi laut-laut yang
menghadap ke bulan dan membelakangi bulan tonjolan terjai karena gaya gravitasi

bulan lemah,

sehingga gaya sentrifugal mendorong massa air laut ke lar dari

permukaan bumi (Triatmodjo 1999). Oleh karena itu, fenomena pasang surut erjadi
karena resultan dari gaya gravitasi bulan dan gaya sentrifugal.

4

Gambar 2.1. Pengaruh bulan terhadap pasang surut
(Iskandar 2009)
Apabila bulan, bumi dan matahari berada pada suatu garis lurus maka terjadi
pasang purnama sedangkan pasang perbani terjadi ketika bulan, bumi dan matahari
membentuk sudut 90º. Pasang purnama dan perbani disebabkan orbit bulan
mengelilingi matahari yang berbntuk elips sehingga menghasilkan gaya gravitasi
maksimum dan minimum (Triatmodjo 1999).
Pada saat pasang surut purnama dihasilkan pasang maksimum yang sangat
tinggi dan surut minimum yang sangat rendah. Pasang surut ini terjadi dua kali dalam
satu bulan yakni pada bulan baru dan bulan purnama. Pasang surut perbani
menghasilkan pasang maksimum yang rendah dan surut minimum yang tinggi. Sama

halnya dengan pasang purnama pasang perbani juga terjadi dua kali dalam satu bulan
yaitu pada saat bulan seperempat pertama dan seperempat terakhir (Tanto 2009).

Gambar 2.2. (a) Pasang surut Purnama, (b) Pasang Surut Perbani
(Triatmodjo, 2008)

2.1.2. Tipe-Tipe Pasang Surut dan Jenis Tidal Range
5

Tipe pasang surut yang ada di Indonesia, terdiri atas :


Pasang surut harian ganda, dalam satu haru terjadi dua kali pasang dan
dua kali surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi
secara berurutan dengan rata-rata priode 12 jam 24 menit. Biasanya
terdapat di selat Malaka sampai Andaman.



Pasang surut harian tunggal, bila terjdi satu kali pasang dan satu kali

surut dalam satu hari dengan priode 24 jam 50 menit. Biasanya terdapat
di perairan selat Karimata.



Pasang surut campuran condong ke harian ganda ( mixed tide prevailing
semidiurnal), terjadi dua kali pasang dan surut dalam satu hari tetapi
periode dan tingginya berbeda. Biasanya terjadi di Indonesia bagian
timur.



Pasang surut campuran condong ke harian tunggal ( mixed tide previling
diurnal), terjadi satu kali pasang dan surut dalam satu hari, akan tetapi
terkadang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan priode dan
tinggi yang sangat berbeda. Pasang Surut ini terdapat di selat Kalimantan
dan Pantai utara Jawa Barat.

(Triatmodjo, 1999).


6

Gambar 2.3. Tipe pasang surut
(Triatmodjo 2008)
Tidal range (kisaran pasang surut), yakni perbedaan tinggi muka air pada saat
pasang maksimum dengan tinggi air pada saat surut minimum rata-rata berkisar
antara 1m hingga 3m. Hayes (1979) mengklasifikasikan tidal range menjadi 5 yaitu :
1. Microtidal = 5 meter.

2.2. Komponen - Komponen Pasang Surut
Kurang lebih terdapat 390 komponen gaya-gaya pasang surut dengan periode
8 jam sampai 18,6 tahun yang berperan aktif dalam pembangkit gelombang pasang
surut (Soerensen 1978 dalam Pratikto 1997). Untuk peramalan pasang surut hanya
menggunakan komponen-komponen utama yang ada. Setiap komponen memiliki
7

periode berdasarkan perhitungan astronomi dan sudut fase yang tergantung kondisi
lokal. Ini berarti setiap komponen satu dengan yang lain berbeda-beda, hal ini
disebabkan karena data yang dianalisis akan semakin tinggi angka keamanan yang
akan diperlukan. Adapun komponen-komponen tersebut adalah :

Tabel 2.1. Delapan Komponen Pasang Surut
Simbol
Pasang surut semi diurnal

Pasang-surut diurnal

Pasang surut priode
panjang

Priode

keterangan

M2

12,42

Komponen utama semi diurnal

S2


12,00

Komponen utama semi diurnal
matahari

N2

12,66

Komponen bulan akibat variasi
bulan jarak bumi-bulan

K2

11,97

Komponen
matahari-bulan
akibat perubahan
sudut
deklinasi matahari-bulan

K1

23,93

Komponen matahari bulan

O1

25,82

Komponen utama diurnal bulan

P1

24,07

Komponen
matahari

M1

327,86 Komponen bulan dwi-mingguan

utama

diurnal

Sumber : Pratikto dkk 1997.

2.3. Peramalan Pasang Surut
Pembangkit pasang surut terdiri dari beberapa komponen gaya akibat sistem
konfigurasi bumi, bulan, dan matahari. Setiap komponen gaya tersebut akan
menimbulkan gelombang periodik yang dapat ditentukan besarnya secara teoritis.
Superposisi dari beberapa gelombang pasang surut yang harmonik yang memiliki
8

sudut fase yang berbeda dan tidak saling tergantung satu dengan yang lain (Pratikto
dkk 1997). Elevasi muka air sesaat pada gelombang pasang surtu diberikan dengan
rumus sebagai berikut :
n

2t



 i 
  A   Ai cos 
 Ti

i 1

Dimana :



: elevasi muka air laut

A

: jarak vertikal antara bidang referensi (datum) muka air rerata MWL

Ai

: amplitudo komponen ke-i

Ti

: periode komponen ke-i

i

: sudut fase ke-i

T

: waktu

N

: jumlah komponen yang dipakai
Sedangkan data pasang surut yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan

analisa Harmonik dengan metode Admiralty dengan menghitung amplitudo dan beda
fase terhadap komponen setimbangnya. Hasil analisa ini berupa konstanta-konstanta
pasang surut yaitu, M2, S2, K2, N2, K1, O1, P1, M4, MS4 serta MSL (Mean Sea
Level), komonen-komponen tersebut digunakan untuk menentukan tipe-tipe pasang
surut, adapun rumusnya adalah :
F

AO1  AK1
AM 2  AS 2

Keterangan
F

: bilangan Formzhal

AO1 : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya

tarik bulan
9

AK1 : amplitudo komponen pasang surut unggal utama yang disebabkan oleh gaya

tarik menarik bulan dan matahari
AM 2 : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya

tarik bulan
AS 2

: amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya
tarik matahari

Dengan ketentuan :
F



0.25

0.25 < F < 1.5

: pasang surut harian ganda (semidiurnal tides)
: pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed
mainly semidiurnal tides)

1.5 < F < 3.0

: pasang surut campuran condong harian tunggal (mixed
mainly diurnal tides)

F > 3.0

: pasang surut harian tunggal (diurnal tide)

(Bakti 2010)

Sedangkan data elevasi muka air laut yang diperoleh dari perhitungan analisa
harmonik dengan metode Admiralty dengan menghitung amplitudo terlebih dahulu
maka didapatkan elevasi seperti MSL, HHWL, MHWL, LLWL, MLWL, HWL,
LWL, LAT, HAT, MHHWS, MLHWN, MLLWS dan MLLWN. Dari elevasi tersebut
beberapa diantaranya digunakan untuk menghitung jenis Tidal Range. Adapun
rumusnya sebagai berikut :
TR (

MHHWS  MLHWN MLLWS  MLLWN

)
2
2

Keterangan :
10

TR

: Tidal Range

MHHWS

: Mean Highest of High Water Spring/ rata-rata muka air tinggi
tertinggi saat pasang purnama.

MLHWN

: Mean Lowest of High Water Neap / rata-rata muka air tinggi
terendah saat pasang perbani.

MLLWS

: Mean Lowest of Low Water Spring/ rata-rata muka air rendah
terendah saat pasang purnama.

MLLWN

: Mean Lowesr of Low Water Neap/ rata-rata muka air rendah
terendah saat pasang perbani.

2.4. RMSE (Root Mean Square Error)
Selain itu, perlu di ketahui juga nilai persentase dari RMSE (Root Mean
Square Error), dimana RMSE adalah metode alternatif untuk mengevaluasi teknik
peramalan yang digunakan untuk mengukur tingkat akurasi hasil prakiraan suatu
model. RMSE merupakan nilai rata-rata dari jumlah kuadrat kesalahan, juga dapat
menyatakan ukuran besarnya kesalahan yang dihasilkan oleh suatu model prakiraan.
Nilai RMSE rendah menunjukkan bahwa variasi nilai observasinya. Menurut
Makridakis et al. (1982) salah satu ukuran kesalahan dalam peramalan adalah nilai
tengah akar kuadrat atau Root Mean Square Error (RMSE).
Cara yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi model regresi liniear adala
dengan RMSE. Cara ini juga dikenal dengan nama root mean squared deviation
(RMSD). Seperti dapat diperkirakan dari namanya, RMSE atau RMSD dihitung
dengan menggunakan mengkuadratkan error (predicted - observed) dibagi dengan
jumlah data (= rata-rata), lalu diakarkan. Secara matematis, rumusnya ditulis sebagai
berikut :
RMSE 

1
n
1( yˆ i  yi ) 2

1
n

Yang sebetulnya juga bisa dilihat sebagai :
11

RMSE 

1
RSS
n

Semakin kecil nilai RMSE mengindikasikan model memiliki tingkat prediksi
yang kecil. Begitupun sebaliknya, semakin besar nilai RMSE mengindikasikan model
memiliki tingkat kesalahan predikisi yang besar.
2.5. Cara Pengolahan Data Pasang Surut
2.5.1. Metode Admiralty
Admiralty adalah salah satu metode perhitungan pasang surut untuk
menentukan Muka Air Laut Rata-rata (MLR). Pada tahap perhitungan MLR akan
diperoleh nilai bacaan tertinggi yang menunjukkan kedudukan air tertinggi dan nilai
bacaan terendah (Mihardja 1994).
Metode perhitungan Admiralty digunakan untuk mencari nilai amplitudo serta
phase dari masing masing komponen. Metode ini sangat efektif dan cepat karena
dengan metode admiralty kita dapat langsung mendapatkan komponen-komponen
pasang surut yaitu, S0 yang menjadi nilai MSL, M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1, M4,
MS4. Dari komponen-komponen yang didapat kita dapat menghitung nilai dari
Formzhal (F), sehingga kita dapat menentujan tipe pasang surut yang terjadi. Metode
ini cenderung lebih dekat dengan keadaan yang sebenarnya (Triatmodjo 1999).
2.5.2. Aplikasi Perangkat Lunak NOTide
NAOTide dikembangkan oleh NAO (National Astronomical Observatory)
Jepang pada tahun 1999. Model perangkat lunak ini dikembangkan untuk
memprediksi elevasi muka air dari pasang surut (arah vertikal) (Wibowo 2012).
NAOTide merupakan suatu model peramalan pasang surut yang dikembangkan
dengan software fortran (Nizcha 2009). Fortran (Formula Translator) merupakan
salah satu bahasa pemrograman tingkat tinggi yang biasanya digunakan dalam bidang
engineering (Tarigan 2010). Peramalan pasang surut dilakukan dengan mengganti
longitude atau latitude, tahun, waktu prediksi pasang surut, serta mengganti nama
12

keluaran data. Berbeda dengan metode Admiralty, metode ini tidak dapat
menghasilkan komponen pasang surut, melainkan hanya dapat meramalkannya saja
(Nizcha 2009).
2.6. Alat Pengukur Pasang Surut
2.6.1. Tide Staff (Papan Skala)
Papan ukur (Tide staff) merupakan alat pengukur pasang surut paling
sederhana berupa papan dengan tebal 1-2 inci dengan lebar 4-5 inci. Sedangkan
panjangnya harus lebih dari tunggang pasang surut. Dimana pemasangan tide staff ini
haruslah pada kondisi muka air terendah (lowest water) skala nolnya masih terendam
air, dan saat pasang tertinggi skala terbesar haruslah masih terlihat dari muka air
tertinggi (highest water). Dengan demikian maka tinggi rendahnya muka air laut
dapat kita ketahui. Dan dari data yang dicatat dari skala tide staff tersebut, kita dapat
mengetahui pla pasang surut pada suatu daerah pada waktu tertentu. Dalam
pemasangannya rambu tersebut disekrup atau ditempelkan pada posisi vertikal pada
tiang atau penyangga yang cocok. Lokasi rambu harus berada pada lokasi yang aman
dan mudah terlihat dengan jelas, tidak bergerak-gerak akibat gelombang atau arus
laut. Tempat tersebut tidak pernah kering pada saat kedudukan air yang paling surut.
Oleh karena itu panjang rambu pasang surut yang dipakai sangat tergantung sekali
pada kondisi pasut air laut di tempat tersebut. Bila seluruh rambu pasut dapat
terendam air, maka air laut tidak dapat diastikan kedudukannya. Pada prinsipnya
bentuk rambu pasut hampir sama dengan rambu dipakai pada pengukuran sifat datar
(levelling) (Pariwono 1989).
Pada skala 0 diletakkan sama dengan surut terendah, sehingga tinggi
permukaan air laut terhadap surut terendah dapat diketahui berdasarkan pembacaan
pada skala papan ukur. Dengan demikian hal ini sangat membantu bagi keselamatan
kapal yang akan berlabuh atau meninggalkan pelabuhan (Wyrtki 1961).

13

Gambar 2.4. Tide staff

III. METODE PELAKSANAAN PKL
3.1. Tempat dan Waktu
Praktek Kerja Lapang (PKL) dimulai pada tanggal 9 Januari 2017 sampai
dengan 9 Februari 2017 di PPPGL (Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
Kelautan), Bandung, Jawa Barat. Dibawah Badan Litbang Energi dan Sumber Daya
Mineral.

14

Gambar 3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 September - 25 Oktober 2015
pengambilan data dilakukan di dermaga Pelabuhan Ferry Bangsal Desa Krakas
Kabupaten Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat. Analisa data dilakukan di
perpustakaan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung.
Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan metode admiralty dengan
piantan 29 hari.
3.2. Alat Dan Bahan
15

3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu,
1.

Software
Software yang digunakan adalah :

 Microsoft excel 2010 untuk proses analisis harmonik pasang surut laut metode
admiralty dan perhitungan statistik
 Microsoft word 2010 untuk penulisan laporan
 Program NAOTide untuk peramalan pasang surut
3.2.2. Bahan
 Data pasang surut hasil dari pengamatan langsung oleh PPPGL di Pelabuhan
Ferry Bangsal Desa Krakas, Lombok, NTB periode 27 September - 25 Oktober
2015.
 Data peramalan menggunakan aplikasi NAOTide periode 27 September-25
Oktober 2015.

3.3. Metodelogi
3.3.1. Bagan Metode Admiralty

16

Gambar 3.2. Bagan Metode Admiralty
Keterangan
1.

Skema 1
Pada hitungan kelompok ini ditentukan pertengahan pengamatan, bacaan
tertinggi dan terendah. Bacaan tertinggi menunjukkan kedudukan alat tertinggi dan
bacaan terendah menunjukkan alat terendah.

2.

Skema 2
Ditentukan bacaan positif (+) dan negatif (-) untuk kolom X 1 , Y 1 , X 2 ,Y 2
, X 4 dan Y 4 dalam setiap hari pengamatan.

3.

Skema 3
Pengisian kolom X 0 , X 1 , Y 1 , X 2 ,Y 2 , X 4 dan Y 4 dalam setiap hari
pengamatan. Kolom X 0 berisi perhitungan mendatar dari hitungan X 1 pada
17

kelompok hitungan 2 tanpa memperhatikan tanda (+) dan (-). Kolom X 1 , Y 1 , X 2
,Y 2 , X 4 dan Y 4 merupakan penjumlahan mendatar dari X 1 , Y 1 , X 2 ,Y 2 , X 4
dan Y 4 pada kelompok hitungan 2 dengan memperhatikan tanda (+) dan (-) harus
ditambah dengan besaran B (B Kelipatan 100)
4.

Skema 4
Untuk pengamatan 15 hari, besaran yang telah ditambah B dapat ditentukan
dan selanjutnya menghitung X 00 , Y 00 sampai dengan X 4 d , Y 4 d dimana :
 Indeks

00

untuk X berarti X 00

 Indeks

00

untuk Y berarti Y 00

 Indeks

4d

untuk X berarti X 4 d

 Indeks

4d

untuk Y berarti Y 4 d

5. Skema 5 dan 6
Perhitungan pada kelompok ini sudah memperhatikan sembilan unsur utama
pembangkit pasang surut ( M 2 , S 2 , K 2 , N 2 , K1 , O1 , P1 , M 4 dan MS 4 ).
Untuk perhitungan kelompok hitungan 5 mencari nilai X 00 , X 10 , selisih X 12 dan Y
1b

, selisih X 13 dan Y 1c , X 20 , selisih X 22 dan Y 2 b , selisih X 23 dan Y 2 c ,

selisih X 42 dan Y 4b dan selisih X 44 dengan Y 4 d . Untuk perhitungan kelompok
hitungan 6 mencari nilai Y 10 , jumlah Y 12 dengan X 1b , jumlah Y 13 dengan X 1c
Y 20 , jumlah Y 22 dengan X 2 b , jumlah Y 23 dengan X 2 c , jumlah Y 42 dengan X
4d

dan jumlah Y 44 dengan X 4 d .

6. Skema 7 dan 8
Menentukan besarnya P.R cos r, P.R sin r, menentukan besaran p, besaran f,
menentukan harga V', V", V"' dan V untuk tiap unsur utama pembangkit pasang surut
( M 2 , S 2 , K 2 , N 2 , K1 , O1 , P1 , M 4 dan MS 4 ). Menentukan harga u dan
18

harga p serta harga r. Akhir dari perhitungan ini akan menentukan harga w dan
(1+W), besaran g, kelipatan 360 0 serta amplitudo (A) dan beda fase (g 0 ).
3.3.2. Aplikasi NAOTide

Gambar 3.3. Bagan Alur Pengerjaan Prediksi Pasang Surut dengan Aplikasi
NAOTide
Aplikasi NAOTide merupakan salah satu aplikasi yang digunakan untuk
meramalkan ketinggian muk air laut. Aplikasi ini bekerja dengan menggunakan
software fortran. Pada dasarnya penggunaan aplikasi ini sangat mudah, karena untukl
menggunakan titik koordinat tempat data yang ingin dianalisa, selain itu perlu juga
untuk mengetahui tanggal, waktu serta waktu awal dan akhir pengambilan data.

19

3.4. Skema Kegiatan Praktek Kerja Lapang

Gambar 3.4. Alur Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang di PPPGL
2017

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil PPPGL
4.1.1. Sejarah PPPGL
20

Sejarah Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL)
dimulai dengan dibentuknya Seksi Geologi Marin dan Seksi Geofisika Marin pada
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G) tahun 1979. Pada tanggal 06
Maret

1984 kedua Seksi tersebut

kemudian

ditingkatkan

menjadi

Pusat

Pengembangan Geologi Kelautan (PPGL) di bawah Direktorat Jendral Geologi dan
Sumber Daya Mineral berdasarkan SK Menteri Pertambangan dan Energi No. 1092
1984. Pada awal berdirinya, PPGL didukung oleh empat bidang teknis, yaitu : Bidang
Geologi Kelautan, Bidang Geofisika Kelautan, Bidang Sarana Operasi Kelautan,
Bidang Manajemen Informasi dan Bagian Umum, dengan jumlah sumber daya
manusia 164 orang. Sarana dan prasarana yang dimiliki sebagian berasal dari P3G.
Dalam perjalanannya, PPPGL telah membangun Kapal Peneliti Geomarin I
dan memiliki berbagai peralatan survei pantai. Kapal Peneliti Geomarin I
dioperasikan untuk mendukung kegiatan pemetaan geologi kelautan bersistem skala
1:250.000 di perairan dangkal. Peralatan survei pantai dioperasikan untuk mendukung
kajian geologi kelautan tematik di kawasan pesisir. Selanjutnya berdasarkan SK
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. No. 150 Tahun 2001, PPGL dimekarkan
menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) di bawah
Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral.

4.1.2. Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 18 Tahun 2010, tanggal 22 November
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,
PPPGL meupakan salah satu unit yang berada di bawah Badan Penelitian dan

21

Pengembangan energi dan Sumber Daya Mineral. PPPGL dipimpin oleh Dr. Ediar Usman, Ir.
M.T. Dengan struktur organisasi yang terdiri dari Bidang Tata Usaha, Bidang Program, Bidang
Penyelenggaraan dan Sarana Penelitian dan Pengembangan, Bidang Afilisiasi dan Informasi
dan Kelompok Pelaksana Litbang.
NO
1

BIDANG
Kepala PPPGL

NAMA PEJABAT

TUGAS

Dr. Ediar Usman, Ir.
M.T.

Pimpinan PPPGL

-

2

3

Tata Usaha

Program

Ir. Joni Widodo,
M.Si.

Melaksanakan urusan
kepegawaian,
keuangan, rumah
tangga dan
ketatausahaan pusat.
Melaksanakan
penyiapan rencana
dan program
penyusun
akuntabilitas kinerja
pelaporan dan
dokumentasi kegiatan
penelitian dan
pengembangan.
Melaksanakan
pengelolaan sarana
dan prasarana
penelitian dan
pengembangan.
Melaksanakan
kerjasama dan
penyebarluasan
informasi hasil
penelitian dan
pengembangan.

Ir. Eri wahyu
Nugroho

3

Penyelenggaraan Andy Hermanto
dan Sarana
Sianipar, Ir., M.T.
Litbang

4

Afiliasi dan
Informasi

Pujito Sarwono,
Drs., M.M.

-

BIDANG DI
DALAMNYA
Bidang Tata
usaha
Bidang Program
Bidang
Penyelenggaraa
n dan Sarana
Penelitian
Bidang Afiliasi
dan Informasi
Subbagian
Umum dan
Kepegawaian
Subbagian
Keuangan
Subbidang
Penyiapan
Rencana
Sub Bidang
Analisis dan
Evaluasi

- Subbidang
Penyelenggaraa
n Litbang
- Subbidang
Sarana Litbang
- Subbidang
Afiliasi
- Subbidang
Informasi

Berikut adalah struktur organisasi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
Kelautan (PPPGL).
22

Gambar 4.1. Struktur Organisasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
Kelautan, Bandung (PPPGL).

4.1.3. Visi dan Misi PPPGL
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) memiliki visi
dan misi sebagai berikut :
Visi
23

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) memiliki visi
yaitu menjadi pusat penelitian dan pengembangan geologi kelautan yang profesional,
unggul dan mandiri di bidang energi dan sumber daya mineral.
Misi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) memiliki
beberapa misi sebagai berikut:
1.

Melaksanakan litbang dan pemetaan geologi kelautan dan potensi energi sumber
daya mineral kawasan pesisir dan laut

2.

Melaksanakan pengelolaan dan pengembangan sarana dan prasarana litbang

3.

Memberikan kontribusi dalam perumusan evaluasi dan rekomendasi kebijakan
potensi energi dan sumber daya mineral di wilayah landas komitmen Indonesia

4.

Memberikan pelayanan jasa teknologi dan informasi hasil litbang

5.

Melaksanakan pengembangan sistem mutu kelembagaan dan HAKI litbang.

4.1.4. Tugas dan Fungsi PPPGL
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) di bawah
Badan Litbang Energi dan Sumber daya Mineral mengemban tugas dan fungsi
sebagai berikut:

Tugas
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) memiliki
tugas menyelenggarakan penelitian dan pengembangan bidang geologi kelautan.
Fungsi
24

Dalam melaksanakan tugasnya Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
Kelautan (PPPGL) memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :
1) Perumusan pedoman dan prosedur kerja
2) Perumusan rencana, program penelitian dan pengembangan berbasis kinerja
3) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan pemetaan geologi, geokimia dan
geofisika kelautan, serta pengelolaan sarana dan prasarana penelitian dan
pengembangan
4) Perumusan rekomendasi batas landas kontinen Indonesia
5) Pengelolaan kerja sama kemitraan penerapan hasil penelitian dan pelayaran jasa
teknologi, serta kerja sama penggunaan sarana dan prasarana penelitian dan
pengembangan
6) Pengelolaan sistem informasi dan layanan informasi, serta sosialisasi dan
dokumentasi hasil penelitian dan pengembangan teknologi
7) Penanganan masalah hukum dan hak atas kekayaan intelektual, serta
pengembangan sistem mutu kelembagaan penelitian dan pengembangan
teknologi
8) Pembinaan kelompok jabatan fungsional pusat
9) Pengelolaan

ketatausahaan,

rumah

tangga,

administrasi

keungan

dan

kepegawaian pusat.
10) Evaluasi pelaksanaan penelitian dan pengembangan bidang geologi kelautan.
4.2. Partisipasi Aktif yang Dilakukan di PPPGL
Kegiatan yang dilakukan di kantor PPPGL selama Praktek Kerja Lapang
sebagian antaranya adalah mengikuti proses pembelajaran, pengenalan dan pelatihan
enggunakan software, serta pengerjaan proses pengolahan data pasang surut. Selain
pembelajaran tentang topik pasang surut, mahasiswa PKL juga mengikuti segala
pembelajaran tentang semua topik yang merupakan ruang lingkup kerja PPPGL,
25

seperti materi tentang Bathimetri, Pasang Surut, Sedimen, Foraminifera, Arus,
Digitasi Peta, Melakukan tracking dengan GPS dan beberapa topik bahasan lainnya.
4.2.1. Pengenalan GPS dan Cara Melakuka Tracking dengan GPS
Salah satu komponen penting yang dibutuhkan dalam survey data lapangan
adalah data koordinat yang bisa didapatkan melalui proses tracking dengan
menggunakan perangkat Global Positioning System (GPS). Pengenalan dan pelatihan
menggunakan GPS dilakukan di lapangan parkir kantor PPPGL dengan mengatur
GPS dalam mode tracking dan berjalan mengitari pekarangan kantor PPPGL.

Gambar 4.2. Alat GPS
Data yang telah terekam dalam GPS kemudian di download ke laptop dengan
menggunakan software Map Source, setelah itu dilakukan pembersihan data dengan
Microsoft Excel untuk menghilangkan data yang tidak diperlukan. Setelah semua data
bersih, buka data di software Map Info Proffesional. Maka akan didapatkan lintasan
tracking beserta koordinatnya.

26

Gambar 4.3. Lintasan tracking GPS pada Map Source

Gambar 4.4. Pembersihan data GPS pada MS. Excel

27

Gambar 4.5. Lintasan tracking pada Map Info
4.2.2. Register Peta AMS (Army Map Service)
Peta AMS (Army Map Service) merupakan peta topografi yang dikembangkan
oleh Pemerintah Amerika sekitar tahun 1950-1960. Peta ini dapat digunakan sebagai
acuan data penelitian seperti perubahan garis pantai, karakteristik pantai dan
sebagaina. Proses register pada peta AMS dilakukan di software Map Info
Professional untuk mendapatkan koordinat yang pas pada peta tersebut karena peta
AMS asli masih dalam bentuk raster dan belum memiliki koordinat. Berikut
merupakan langkah-langkah melakukan register peta AMS.
1.

Langkah pertama adalah jalankan aplikasi Map Info, kemudian klik file akan
muncul jendela yang berisi pilihan antara Display dan Registrasi. Pilih Registrasi

2.

Selanjutnya akan muncul jendela Image Registration

3.

Memasukkan koordinat pada "Edit Control Page"
28

Koordinat X
Koordinat Y

Untuk mendapatkan hasil register peta yang pas, dibutuhkan empat titik
register, yaitu di setiap sudut peta. Dengan mengklik sudut peta, maka akan muncul
kolom "Edit Control Point", lalu masukkan koordinat X dan Y pada kolom yang
disediakan.
4.

Peta hasil Register

Setelah selesai melakukan Register, maka akan muncul peta yang sudah
dilengkapi dengan koordinat.
4.3. Hasil
4.3.1. Pengukuran Dengan Tide Staff
4.3.1.1. Tide Staff
29

Papan ukur (Tide staff) merupakan alat pengukur pasang surut paling
sederhana dengan tebal 1-2 cm dan lebar 3-4 cm. Sedangkan ketinggian harus
melebihi ketinggian pasang surut. Dimana pemasangan papan ukur harus pada
kedudukan muka air terendah (Lowest Water) dengan skala 0 harus masih terendam
air dan saat pasang tertinggi papan ukur harus melebihi muka air tertinggi (Higest
Water) dengan demikian tinggi rendahnya muka air laut dapat diketahui. Dalam
pemasangannya papan ukur disekrup dalam kedudukan vertikal pada tiang
penyangga, untuk lokasi penempatan papan ukur adalah 100 meter dari bibir pantai
dan terlihat dengan jelas, tidak mudah bergerak apabila terkena arus gelombang. Oleh
karena itu lokasi penempatan papan ukur sangat berpengaruh pada kedudukan papan
ukur, mengingat bahwa papan ukur yang dipakai untuk pengukuran ketinggian air
laut, maka papan tersebut harus terbuat dari bahan yang tahan terhadap tingkat
keasaman air laut. Papan ukur hampir digunakan di semua pelabuhan.

4.3.1.2. Hasil Pengukuran Tide Staff
Contoh data dari hasil pengukuran Tide Staff pada tanggal 27 September
2015 pada pukul 00.00-05.00 WITA di Pelabuhan Ferry Bangsal Desa Krakas,
kabupaten Lombok, Provinsi NTB. Tabel dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil dari
pengukuran Tide Staff adalah tinggi muka air laut. Tinggi rata-rata air laut adalah
95,66 cm, tinggi maksimalnya 210,27 cm, sedangkan tinggi minimumnya adalah
26,00. Hasil pengamatan dengan tide staff menggunakan metode admiralty yang
menghasilkan bilangan formzhal sebesar 0,77 yang menunjukkan bahwa pasang
surut yang terjadi adalah campuran condong ke harian ganda, kemudian untuk jenis
pasang surut berdasarkan jangkauan atau tunggang pasut (Tidal Range) sebesar 44,28
cm atau 0,44 m yang menunjukkan daerah penelitian termasuk kedalam jenis
tunggang pasut microtide.

30

Gambar 4.2. Grafik Pengamatan Pasang Surut (Tide Staff) Periode 27 September 25 Oktober 2015

4.3.2. Peramalan dengan NAOTide
4.3.2.1. NAOTide
NAOTide adalah salah satu cara yang digunakan untuk meramalkan pasang
surut. Output NAOTide berupa elevasi muka air laut. Elevasi muka air laut berguna
untuk komponen pasang surut sehingga tipe pasang surut yang terjadi disuatu wilayah
dapat ditentukan dan di prediksi. Input data NAOTide adalah titik koordinat daerah
yang akan diteliti, selain itu juga adalah tanggal, waktu atau awal dan akhir waktu
peramalan.
4.3.2.2. Hasil Pengukuran Dengan Aplikasi NAOTide
Contoh dari hasil elevasi air laut dengan menggunakan NAOTide diambil
contoh tanggal 27 September 2015 di Pelabuhan Ferry Bangsal Desa Krakas,
Kabupaten Lombok, Provinsi NTB.
31

Tabel 4.1. Hasil Prediksi Pasang Surut Menggunakan Aplikasi NAOTide

Tabel 4.1. Merupakan salah satu contoh hasil dari pengukuran aplikasi
NAOTide. Pada tanggal 27 September 2015 dengan ketinggian rata-ratanya adalah
124,1069 cm, tinggi maksimumnya 253,89 cm dan tinggi minimumnya -15,99 cm.
Berdasarkan data hasil penggunaan aplikasi NAOTide diketahui bahwa pasang surut
yang terjadi di daerah Pelabuhan Ferry Bangsal Desa Krakas, Kab. Lombok, Provinsi
NTB pada tanggal 27 September-25 Oktober 2015 ini bertipe campuran harian ganda.
Kemudian untuk jenis pasang surut berdasarkan jangkauan atau tunggang pasut
(Tidal Range) sebesar 32,93 cm atau 0,33 m yang menunjukkan daerah penelitian
termasuk kedalam jenis tunggang pasut microtide.

32

Gambar 4.3. Grafik Prediksi Pasang surut menggunakan Software NAOTide Periode
27 September-25 Oktober 2015

4.4. Perbandingan Antara Data Pengamatan (Tide Staff) dan Prediksi
Menggunakan Aplikasi NAOTide
Ketinggian muka air laut yang dihasilkan data pengamatan (Tide Staff) dan
Aplikasi NAOTide pada bulan September-Oktober 2015, memiliki tinggi yang
hampir sama setiap waktu. Dari setiap cara yang dilakukan dihasilkan data ketinggian
muka air laut untuk data pengamatan (Tide Staff) rata-rata tinggi air laut sebesar
95,66 cm, tinggi maksimumnya sebesar 210,27 cm dan tinggi minimumnya sebesar
26,00 cm. Sedangkan hasil prediksi menggunakan Aplikasi NAOTide tinggi rataratanya sebesar 124,1069 cm, tinggi maksimumnya sebesar 253,89 dan tinggi
minimumnya sebesar -15,99.

33

Gambar 4.4. Grafik perbandingan pasang surut antara pengamatan langsug (Tide
Staff) dengan Prediksi menggunakan Software NAOTide

Gambar 4.5. Grafik Residu Pasang Surut
4.5. Hasil Perhitungan
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Komponen Pasang Surut
Data
Komponen

NAOtide
Amplitud
o (cm)

Data Pengamatan

Phasa
o
(g )

34

Amplitudo
(cm)

Phasa
o
(g )

So

124,11

-

95,66

-

M2

50,6

130,44

27,96

488,61

S2

28,29

314.91

25,82

313,69

N2

5,26

351,93

2,96

172,49

K2

6,51

314,91

5,94

313,69

K1

16,46

484,75

22,14

663,77

O1

25,15

380,02

19,23

22,03

P1

5,43

484,75

7,31

663,77

M4

0,05

77,98

0,97

596,55

MS4

8,84

83,40

8,79

83,46

-

-

-

-

Q1

Nilai F

0,53

0,77

Dari tabel 4.2. diatas adalah perbandingan nilai komponen pasang surut ( M 2 ,
S2 ,

K 2 , N 2 , K1 , O1 , P1 , M 4 dan MS 4 ) Amplitudo dan Phasa dari

perhitungan admiralty prediksi NAOTide dan pengamatan langsung menggunakan
tide staff. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa nilai komponen pasut lebih besar
komponen pasut yang berasal dari prediksi NAOTide dari pada nilai komponen pasut
pengamatan langsung menggunakan tide staff. Akan tetapi pada komponen tertentu
seperti K2 dan M4 nilai komponennya lebih besar komponen pengamatan langsung
daripada prediksi NAOTide. Nilai dari bilangan formzhal di dapat dari hasil
perhitungan F 

AO1  AK1
. Nilai yang didatap adalah sebagai berikut, untuk
AM 2  AS 2

metode NAOTid bilangan Formzhal (F) = 0,53. Sedangkan untuk data pengamatan
yang dihitung menggunakan metode admiralty didapat bilangan Formzhal (F) = 0,77.
Dilihat dari nilai F yang dihasilkan menunjukkan nilai F antara aplikasi
NAOTide dan hasil dari data pengamatan (Tide Staff) nilainya tidak jauh berbeda,
hal tersebut dikarenakan kedua metode tersebut mendapatkan komponen pasang surut
menggunakan metode admiralty dengan mengolah data tinggi muka air laut yang
telah didapat. Kisaran nilai bilangan Formzhal yang didapat adalah 0,25