pengetahuan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG
PERAWATAN HALUSINASI DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN
PASIEN HALUSINASI DI RSJD SURAKARTA

SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh :
Khristina Andriyani
ST. 13044

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015

i

ii

SURAT PERNYATAAN


Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Khristina Andriyani
NIM

: ST. 13044

Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada
Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.

Surakarta, Juli 2015
Yang membuat pernyataan,

(Khristina Andriyani)
NIM. ST. 13044

iii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah serta
karuniaNya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan
tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat
kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta”.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti mendapat bimbingan serta
dukungan dari berbagai pihak. Peneliti menyadari tanpa adanya bimbingan dan

dukungan maka kurang sempurna penyelesaian skripsi ini. Untuk itu peneliti
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si. selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns., M.Kep., selaku Kepala Program Studi S-1
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. S. Dwi Sulisetyawati, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Pembimbing Utama dan
Penguji I yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan
dalam penyusunan skripsi ini.
4. bc.Yeti Nurhayati, M.Kes., selaku Pembimbing Pendamping dan Penguji II
yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku Penguji

III

yang telah

memberikan saran dan kritik pada pembuatan skripsi penulis.
6. Direktur RSJD Surakarta yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk
melakukan penelitian.

7. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta yang telah membantu peneliti.
8. Responden dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu dalam
penyusunan skripsi ini.

iv

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan, untuk
itu peneliti mengharapkan kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak. Semoga
penelitian ini dapat memberikan manfaat.

Surakarta,

Juli 2015

Peneliti

v

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................

i

HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................

ii

SURAT PERNYATAAN............................................................................

iii

KATA PENGANTAR ................................................................................

iv

DAFTAR ISI ...............................................................................................

vi


DAFTAR TABEL .......................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

x

ABSTRAK ..................................................................................................

xi

ABSTRACT ...............................................................................................

xii


BAB I

BAB II

PENDAHULUAN.....................................................................

1

1.1 Latar Belakang Masalah......................................................

1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................

4

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................

5


1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................

5

TINJAUAN PUSTAKA............................................................

7

2.1 Tinjauan Teori .....................................................................

7

2.1.1

Pengetahuan ............................................................

7

2.1.2


Keluarga ..................................................................

12

2.1.3

Halusinasi ................................................................

16

2.1.4

Kekambuhan ...........................................................

20

vi

2.2 Keaslian Penelitian ..............................................................


23

2.3 Kerangka Teori....................................................................

25

2.4 Kerangka Konsep ................................................................

26

2.5 Hipotesis ..............................................................................

26

METODOLOGI PENELITIAN ................................................

27

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ..........................................


27

3.2 Populasi dan Sampel ...........................................................

27

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................

29

3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran .......

30

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ......................

31

3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ..............................................

34

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data .................................

38

3.8 Etika Penelitian ...................................................................

42

HASIL PENELITIAN ...............................................................

43

4.1 Hasil Penelitian ...................................................................

43

4.1.1. Analisis Univariat....................................................

43

4.1.2. Analisis Bivariat ......................................................

46

BAB V

PEMBAHASAN .......................................................................

49

BAB VI

PENUTUP .................................................................................

53

6.1 Simpulan .............................................................................

53

6.2 Saran....................................................................................

54

BAB III

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii

DAFTAR TABEL

Nomor
Tabel

Judul Tabel

Halaman

2.1

Keaslian Penelitian ....................................................................

23

3.1

Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ..............

30

3.2

Kisi-kisi Pertanyaan Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang
Perawatan Halusinasi ................................................................

3.3

32

Hasil Uji Validitas Biserial (γpbi) Untuk Variabel
Tingkat Pengetahuan .................................................................

36

3.4

Tingkatan Besarnya Reliabel ....................................................

38

4.1

Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Umur .................

43

4.2

Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin....

44

4.3

Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan ........

44

4.4

Distribusi frekuensi Tingkat Pengetahuan ................................

45

4.5

Distribusi frekuensi Tingkat Kekambuhan ...............................

45

4.6

Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang
Perawatan Halusinasi dengan Tingkat Kekambuhan
Pasien Halusinasi di RSJD Surakarta........................................

viii

46

DAFTAR GAMBAR

Nomor
Gambar

Judul Gambar

Halaman

2.1

Kerangka Teori..........................................................................

25

2.2

Kerangka Konsep ......................................................................

26

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Keterangan

Lampiran 1

Jadwal Penelitian

Lampiran 2

Surat Permohonan Studi Pendahuluan Penelitian

Lampiran 3

Surat Balasan Studi Pendahuluan Penelitian

Lampiran 4

Surat Permohonan Ijin Uji Validitas

Lampiran 5

Surat Pemberitahuan Ijin Uji Validitas

Lampiran 6

Surat Balasan Ijin Uji Validitas

Lampiran 7

Surat Keterangan Ijin Uji Validitas

Lampiran 8

Surat Permohonan Ijin Penelitian

Lampiran 9

Surat Balasan Permohonan Ijin Penelitian

Lampiran 10

Surat Keterangan Ijin Penelitian

Lampiran 11

Permohonan Menjadi Responden Penelitian

Lampiran 12

Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 13

Kuesioner Penelitian

Lampiran 14

Tabulasi Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 15

Tabulasi Data Penelitian

Lampiran 16

Analisa Data

Lampiran 17

Lembar Konsultasi

x

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015

Khristina Andriyani
Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Halusinasi
Dengan Tingkat Kekambuhan Pasien Halusinasi di RSJD Surakarta

Abstrak

Halusinasi merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa. Peningkatan
angka gangguan jiwa yang mengalami halusinasi merupakan masalah serius bagi
dunia kesehatan dan keperawatan di Indonesia. Pasien yang mengalami halusinasi
jika tidak ditangani dengan baik akan berakibat buruk bagi klien sendiri, keluarga,
orang lain dan lingkungan. Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui
hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi
dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta.
Rancangan penelitian cross sectional. Teknik sampling Consecutive
Sampling. Sampel penelitian sebanyak 92 pasien. Variabel yang diamati yaitu
tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dan tingkat
kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta. Penelitian menggunakan uji
statistik non parametrik dengan uji chi-square (χ2).
Hasil uji chi-square (χ2) menunjukkan signifikan yaitu c2hitung sebesar
47,001 (p= 0,000 < 0,05).Artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan
keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien
halusinasi di RSJD Surakarta
Nilai koefisien kontigensi sebesar 0,581 berada pada antara 0,40-0,59
(hubungan cukup kuat) hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara tingkat
pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan
pasien halusinasi di RSJD Surakarta pada kategori hubungan cukup kuat.
Dari penjelasan studi ini penulis menyimpulkan bahwa tingkat
pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi yang tinggi akan memperkecil
tingkat kekambuhan pasien halusinasi.
Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan Keluarga, Halusinasi, Tingkat Kekambuhan
Daftar pustaka : 53 (2003-2013)

xi

BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015

Khristina Andriyani
Correlation between Families’ Knowledge Level of Hallucination Treatment
and Hallucination Patients’ Recurrence Level at Local Psychiatric Hospital
of Surakarta

ABSTRACT

Hallucination is a kind of mental disorder. The increased number of
mental disorder patients with hallucination is a serious issue for health and
nursing in Indonesia. The improper treatment of the hallucination patients will
cause a negative effect on the clients, their families, and their communities. The
objective of the research is to investigate the correlation between the families’
knowledge level of hallucination treatment and the hallucination patients’
recurrence level at Local Psychiatric Hospital of Surakarta.
This research used the cross sectional design. The samples of research
were 92 patients. They were taken by using the consecutive sampling technique.
The data of research were analyzed by using the non-parametric statistical test
with the chi-square (χ2) test.
The result of the research shows that there was a strong adequate
correlation the families’ knowledge level of hallucination treatment and the
hallucination patients’ recurrence level at Local Psychiatric Hospital of Surakarta
as indicated by the chi-square testc2count of 47.001 (p= 0.000 < 0.05) and the
contingency coefficient value of 0.581, which was located between 0.40-0.59.
Thus, the families’ high knowledge level of hallucination treatment will
prevent the hallucination patients’ recurrence level.
Keywords: Families’ high knowledge level, hallucination, recurrence level
References: 53 (2003-2013)

xii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Kesehatan jiwa menurut UU No. 3 tahun 1996 yang dikutip Yosep
(2009) adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual,
emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan
selaras dengan orang lain. Menurut Depkes RI (2003) dalam (Yuliana Sisky,
2010) gangguan jiwa adalah gangguan pikiran, perasaan, dan tingkah laku
seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi seharihari (fungsi pekerjaan dan fungsi sosial) dari orang tersebut. Salah satu bentuk
gangguan jiwa adalah halusinasi. Menurut Sunardi (1995) yang dikutip
Dalami, dkk (2009), halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi
tidak ada rangsangan yang menimbulkan atau tidak ada objek. Halusinasi
adalah distorsi persepsi yang terjadi pada respon neurobiologikal yang
maladaptif (Stuart & Sundeen, 2007). Di rumah sakit jiwa Indonesia, sekitar
70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah gangguan
halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% adalah
halusinasi penciuman, pengecapan, dan perabaan (Purba dkk, 2012).
Tingginya

angka

gangguan

jiwa

yang mengalami

halusinasi

merupakan masalah serius bagi dunia kesehatan dan keperawatan di
Indonesia. Penderita halusinasi jika tidak ditangani dengan baik akan
berakibat buruk bagi klien sendiri, keluarga, orang lain dan lingkungan. Tidak

1

2

jarang ditemukan penderita yang melakukan tindak kekerasan karena
halusinasi. Pemberian asuhan keperawatan yang professional diharapkan
mampu

mengatasi

hal

ini

(Hawari,

2007).

Halusinasi

merupakan

penyimpangan perilaku karena individu memperlihatkan gejala abnormal yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Halusinasi dapat terjadi pada salah satu dari
lima modalitas sensori utama penglihatan, pendengaran, bau, rasa dan
perabaan persepsi terhadap stimulasi eksternal dimana stimulus tersebut
sebenarnya tidak ada (Stuart, 2007).
Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan
asuhan keperawatan pada pasien halusinasi. Keluarga yang mendukung pasien
secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program
pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu
merawat pasien, maka pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi
akan sangat sulit. Hal ini tentunya tidak lepas dari tingkat pengetahuan dan
kemampuan keluarga merawat anggota keluarganya (Keliat, 1996 dalam
Yuyun Yusnifah, 2012). Memberikan kepercayaan dan motivasi bagi
penderita gangguan jiwa dalam menjalani kehidupannya. Selain itu, dorongan
yang kuat dari dalam dirinya tentu dapat memotivasi pasien kembali
menempatkan dirinya dalam masyarakat (Keliat, 1996 dalam Yuyun Yusnifah,
2012).
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kekambuhan pasien halusinasi (Ryandini dkk, 2011). Keluarga adalah
caregiver untuk pasien halusinasi di rumah. Perannya menggantikan peran

3

perawat saat di rumah sakit. Pendidikan kesehatan diperlukan untuk
meningkatkan kemampuan dan pengetahuan keluarga. Hal ini memperlihatkan
pentingnya pengetahuan keluarga untuk proses penyembuhan pasien (Yuyun
Yusnipah, 2012).
Kekambuhan adalah munculnya kembali gejala-gejala akut yang
biasanya sama dengan perlakuan yang ditujukan klien pada awal episode diri.
Sebagai perlakuan umum yang terjadi seperti kurang tidur, penarikan diri,
kehidupan sosial yang memburuk, kekacauan berfikir, berbicara ngawur,
halusinasi penglihatan dan pendengaran (Firdaus dkk, 2005).
Keluarga berperan penting dalam menentukan cara atau asuhan
keperawatan yang diperlukan oleh pasien di rumah sehingga akan menurunkan
angka kekambuhan (Nurdiana, 2007). Hasil penelitian tersebut dipertegas oleh
penelitan lain yang dilakukan oleh Dinosetro (2008), menyatakan bahwa
keluarga memiliki fungsi strategis dalam menurunkan angka kekambuhan,
meningkatkan kemandirian dan taraf hidupnya serta pasien dapat beradaptasi
kembali pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Berdasarkan jumlah total pasien yang masuk di RSJD Surakarta bulan
Januari sampai dengan Desember 2014 baik lewat IGD maupun IRJ adalah
2.783 dan yang mengalami kekambuhan sebanyak 1.750 dan 70% pasien
dengan halusinasi (MR RSJD SKA, 2014).
Hasil wawancara pada studi pendahuluan terhadap 10 orang keluarga
pasien yang membawa pasien untuk berobat ke RSJD Surakarta¸ menyatakan
tahu bahwa anggota keluarganya mengalami halusinasi,dirumah menunjukkan

4

gejala seperti bicara dan tertawa sendiri,bicara nglantur atau tidak jelas,marahmarah tanpa sebab. Pada studi pendahuluan ini juga didapatkan data keluarga
menyatakan tidak tahu harus melakukan apa untuk mengatasi masalah anggota
keluarganya yang menderita halusinasi. Tindakan yang dilakukan keluarga
antara lain hanya membiarkan pasien,mengurung dalam rumah atau kamar dan
jika pasien membahayakan orang lain atau lingkungan baru kemudian dibawa
ke Rumah Sakit.
Tingginya angka pasien yang mengalami halusinasi dan kekambuhan
pasien memerlukan upaya diantaranya program intervensi dan terapi yang
implementasinya bukan di rumah sakit tetapi di lingkungan masyarakat. Maka
dari itu pengetahuan dan peran serta keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang mengalami halusinasi sangat dibutuhkan untuk mengurangi
angka kejadian halusinasi. Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang
memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan sakit pasien khususnya
ketika pasien di rumah. Umumnya, keluarga meminta tenaga kesehatan jika
mereka tidak mampu lagi merawatnya. Perawatan yang berfokus pada
keluarga bukan hanya memulihkan keadaan penderita, tetapi bertujuan untuk
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan serta kemampuan keluarga
dalam mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga tersebut (Keliat, 1996
dalam Yuyun Yusnipah, 2012).
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi
dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta.

5

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan data yang telah diuraikan pada latar belakang, maka
perumusan masalahnya adalah “Apakah ada hubungan antara tingkat
pengetahuan

keluarga

tentang

perawatan

halusinasi

dengan

tingkat

kekambuhan pasien halusinasi di RSJD Surakarta?“.

1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang
perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di
RSJD Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden.
b. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan
halusinasi di RSJD Surakarta.
c. Mendeskripsikan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di RSJD
Surakarta.
d. Menganalisa hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga tentang
perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien halusinasi di
RSJD Surakarta.

6

1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan khususnya bidang keperawatan lebih dapat
meningkatkan bagaimana cara meningkatkan pengetahuan keluarga
tentang kekambuhan pasien halusinasi.
2. Bagi Institusi Pendidikan
a. Menambah

khazanah

ilmu

pengetahuan

khususnya

tentang

pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat
kekambuhan pasien halusinasi.
b. Sumber referensi bagi peneliti selanjutnya.
3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan referensi untuk melanjutkan penelitian.
4. Bagi Peneliti
Menambah wawasan mengenai hubungan tingkat pengetahuan
keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan pasien
halusinasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Pengetahuan
2.1.1.1 Pengertian
Pengetahuan

(Knowledge)

diartikan

sebagai

hasil

penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek
melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung dan sebagainya),
dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan
pengetahuan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).
2.1.1.2 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan

seseorang

terhadap

objek

mempunyai

intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya
dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (mengingat)
memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu
(Notoatmodjo, 2010). Oleh sebab itu tahu ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara

7

8

lain: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan,
dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap
objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang
tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang
objek yang diketahui tersebut (Notoatmodjo, 2010).
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah
memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau
mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui tersebut pada
situasi yang lain (Notoatmodjo, 2010).
4. Analisis (analysis)
Analisis

adalah

kemampuan

seseorang

untuk

menjabarkan dan memisahkan, dan mencari hubungan antara
komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau
objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang
telah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut
telah dapat membedakan, atau mengelompokan, membuat
diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut
(Notoatmodjo, 2010).

9

5. Sintesis (synthesis)
Sintesis

menunjukan

kepada

suatu

kemampuan

seseorang untuk merangkum atau meletakan dalam satu
hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan
yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang telah ada (Notoatmodjo, 2010).
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang
untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek
tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri. (Notoatmodjo, 2010).
2.1.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Mubarak dkk (2007) ada tujuh faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang
kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat
memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi
pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima
informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan
yang

dimilikinya.

Sebaliknya,

jika

seseorang

tingkat

pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap

10

seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru
diperkenalkan.
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang
memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi
perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental).
Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori
perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi,
hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi
akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan
mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.
4. Minat
Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang
tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk
mencoba dab menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh
pengetahuan yang lebih dalam.
5. Pengalaman
Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang
dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan
pengalaman yang baik seseorang akan berusaha untuk

11

melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut
menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang
membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif.
6. Kebudayaan
Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu
wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan
lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya
mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.
7. Informasi
Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang
baru.
2.1.1.4 Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Menurut

Arikunto (2006), untuk mengukur tingkat

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari objek
penelitian atau responden. Penilaian-penilaian didasarkan pada
suatu kriteria yang di tentukan sendiri atau menggunakan kriteriakriteria yang telah ada.
Menurut Nursalam (2008), kriteria pengetahuan dibagi
dalam 3 kategori, yaitu:
1. Baik : Apabila skor atau nilai menjawab benar 76% - 100%
dari seluruh petanyaan.

12

2. Cukup : Apabila skor atau nilai menjawab benar 56% - 75%
dari seluruh pertanyaan.
3. Kurang : Apabila skor atau nilai menjawab benar < 55% dari
seluruh pertanyaan
2.1.2 Keluarga
2.1.2.1 Pengertian
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung
karena hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah
tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan
menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Ali, 2010).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal
di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Sudiharto,
2007).
2.1.2.2 Bentuk Keluarga
Beberapa bentuk keluarga adalah

sebagai berikut

(Sudiharto, 2007):
1. Keluarga Inti (nuclear family), adalah keluarga yang dibentuk
karena ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari
suami, istri, dan anak- anak baik karena kelahiran (natural)
maupun adopsi.
2. Keluarga asal (family of origin), merupakan suatu unit keluarga
tempat asal seseorang dilahirkan.

13

3. Keluarga Besar (extended family), keluarga inti ditambah
keluarga yang lain (karena hubungan darah), misalnya kakek,
nenek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga modern, seperti
orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan
sejenis (guy/lesbian families).
4. Keluarga

berantai,

keluarga

yang

terbentuk

karena

perceraiandan/atau kematian pasangan yang dicintai dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan
merupakan suatu keluarga inti.
5. Keluarga duda atau janda (single family), keluarga yang terjadi
karena perceraian dan/atau kematian pasangan yang dicintai.
6. Keluarga

komposit

(composite

family),

keluarga

dari

perkawinan poligami dan hidup bersama.
7. Keluarga kohabitasis (Cohabitation), dua orang menjadi satu
keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak. Di
Indonesia bentuk keluarga ini tidak lazim dan bertentangan
budaya timur. Namun lambat laun, keluarga kohabitasi ini
mulai dapat diterima.
8. Keluarga inses (incest family), seiring dengan masuknya nilainilai global dan pengaruh informasi yang sangat dahsyat,
dijumpai bentuk keluarga yang tidak lazim, misalnya anak
perempuan menikah dengan ayah kandungnya, ibu menikah
dengan anak kandung laki-laki, paman menikah dengan

14

keponakannya, kakak menikah dengan adik dari satu ayah dan
satu ibu, dan ayah menikah dengan anak perempuan tirinya.
Walaupun tidak lazim dan melanggar nilai-nilai budaya, jumlah
keluarga inses semakin hari semakin besar. Halini dapat kita
cermati melalui pemberitaan dari berbagai media cetak dan
elektronik.
9. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan berdasarkan
ikatan

perkawinan.

Keluarga

tradisional

diikat

oleh

perkawinan, sedangkan keluarga nontradisional tidak diikat
oleh perkawinan. Contoh keluarga tradisional adalah ayah-ibu
dan anak hasil dari perkawinan atau adopsi. Contoh keluarga
nontradisional adalah sekelompok orang yang tinggal di
asrama.
2.1.2.3 Ciri-ciri Keluarga
Ciri-ciri keluarga di Indonesia adalah (Ali, 2010):
1. Mempunyai ikatan keluarga yang sangat erat yang dilandasi
oleh semangat kegotongroyongan.
2. Merupakan satu kesatuan utuh yang dijiwai oleh nilai budaya
ketimuran yang kental yang mempunyai tanggung jawab besar.
3. Umumnya dipimpin oleh suami sebagai kepala rumah tangga
yang

dominan

dalam

mengambil

keputusan

prosesnya melalui musyawarah dan mufakat.

walaupun

15

4. Sedikit berbeda antara yang tinggal di pedesaan dan di
perkotaan keluarga di pedesaan masih bersifat tradisional,
sederhana, saling menghormati satu sama lain dan sedikit sulit
menerima inovasi baru.
2.1.2.4 Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (1999) dalam Sudiharto (2007), lima
fungsi dasar keluarga adalah sebagai berikut:
1. Fungsi

afektif,

adalah

fungsi

internal

keluarga

untuk

pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan
memberikan

cinta

kasih

serta,

saling

menerima

dan

mendukung.
2. Fungsi sosialisasi, adalah proses perkembangan dan perubahan
individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial
dan belajar berperan di lingkungan sosial
3. Fungsi reproduksi, adalah fungsi keluarga meneruskan
kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
4. Fungsi ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan, dan papan.
5. Fungsi perawatan kesehatan, adalah kemampuan keluarga
untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
kesehatan.

Kemampuan

keluarga

melakukan

asuhan

keperawatan atau pemeliharaan kesehatan memengaruhi status
kesehatan keluarga dan individu.

16

2.1.3 Halusinasi
2.1.3.1 Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi
dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu penerapan panca indera tanpa adanya rangsangan
dari luar. Halusinasi adalah distorsi yang terjadi pada respon
neurologika, mal adaptif tanpa adanya rangsangan dari luar (Stuart,
2007). Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indera tanpa stimulus ekstern, persepsi palsu (Maramis,
2005).
Dari beberapa pengertian halusinasi di atas maka dapat
disimpulkan bahwa halusinasi adalah gejala gangguan jiwa dimana
seseorang mengalami perubahan dalam merasakan rangsangan
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan dan penciuman yang
secara nyata sebenarnya tidak ada.
2.1.3.2 Jenis dan Penyebab Halusinasi
Jenis halusinasi menurut Cancro dan Lehman dalam
Videbeck (2008) yaitu halusinasi pendengaran, penglihatan,
penciuman, pengecapan, taktil, kinestetik atau gerakkan. Stuart
(2007) mengatakan bahwa halusinasi dapat terjadi pada salah satu
dari lima modalitas sensori utama penglihatan, pendengaran, bau,
rasa dan perabaan persepsi terhadap stimulus eksternal dimana
stimulus tersebut sebenarnya tidak ada. Halusinasi pendengaran

17

merupakan halusinasi yang paling sering terjadi. Penelitian Sousa
(2007) menyebutkan bahwa tipe halusinasi yang sering muncul
adalah halusinasi pendengaran sebanyak 69,23% diikuti dengan
halusinasi penglihatan sebesar 8,59%, selanjutnya halusinasi taktil
sebesar 5,72% dan sisanya halusinasi tipe lain. Maka halusinasi
dapat terjadi berupa stimulus palsu terhadap seluruh panca indera,
tetapi yang paling banyak terjadi adalah halusinasi pendengaran.
Stuart (2007) menyebutkan bahwa halusinasi disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu adanya kegagalan dalam menyelesaikan
tahap perkembangan sosial, koping individu tidak efektif dan
hubungan antar anggota keluarga yang kurang harmonis. Stuart dan
Laraia (2001) dalam (Yuyun Yusnifah, 2012) menjelaskan bahwa
halusinasi disebabkan oleh gangguan pada otak, konflik keluarga
dan koping stress yang tidak adekuat.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa

penyebab halusinasi

sangat

kompleks,

mencakup bio, psiko, sosial dan spiritual yang menyebabkan
seseorang mengalami stressor yang tidak dapat ditanganinya
sehingga

menimbulkan

berbagai

manifestasi

penyimpangan

perilaku berupa halusinasi.
2.1.3.3 Tanda dan Gejala Halusinasi
Menurut Nanda (2010) tanda dan gejala halusinasi meliputi:
konsentrasi kurang, selalu berubah respon dari rangsangan,

18

kegelisahan,

perubahan

sensori

akut,

mudah

tersinggung,

disorientasi waktu, tempat dan orang, perubahan kemampuan
pemecahan masalah, perubahan pola perilaku. Bicara dan tertawa
sendiri, mengatakan melihat dan mendengar sesuatu padahal objek
sebenarnya

tidak

ada,

menarik

diri,

mondar-mandir

dan

mengganggu lingkungan juga sering ditemui pada pasien dengan
halusinasi. Individu terkadang sulit untuk berpikir dan mengambil
keputusan. Banyak dari mereka yang justru mengganggu
lingkungan karena perilakunya itu. Pasien halusinasi biasanya
dibawa ke rumah sakit dalam kondisi akut yang memperlihatkan
gejala seperti bicara dan tertawa sendiri, berteriak-teriak, keluyuran
dan tidak mampu mengurus dirinya sendiri. Hal tersebut
sebenarnya dapat dicegah apabila keluarga mengetahui tanda dan
gejala awal dari halusinasi. Pengetahuan keluarga tentang
halusinasi akan mencegah perilaku mal adaptif pasien halusinasi.
Ryandini (2011) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan keluarga dengan frekuensi kambuh pasien penderita
skizofrenia di RS Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang.
Penelitian ini dilakukan pada 36 responden yaitu keluarga yang
merawat pasien dengan skizofrenia. Dari hasil analisanya
menyebutkan bahwa keluarga dengan tingkat pengetahuan tinggi
memiliki tingkat kekambuhan rendah, sedangkan keluarga dengan

19

tingkat pengetahuan rendah memiliki tingkat kekambuhan yang
tinggi.
2.1.3.4 Tindakan Keperawatan Keluarga dengan Halusinasi
Menurut Stuart (2007), strategi merawat pasien dengan
halusinasi yaitu membina hubungan interpersonal dan saling
percaya, mengkaji gejala halusinasi, memfokuskan pada gejala dan
minta pasien menjelaskan apa yang sedang terjadi, mengkaji
penggunaan alkohol atau obat terlarang, mengatakan bahwa
perawat tidak mempunyai stimulus yang sama, membantu pasien
mengidentifikasikan kebutuhan yang dapat memicu halusinasi dan
membantu menangani gejala yang mempengaruhi aktifitas hidup
sehari-hari.
Menurut Keliat, dkk (2011) tindakan keperawatan yang
dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi adalah sebagai
berikut:
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien.
2. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi,
jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala
halusinasi, proses terjadinya halusinasi dan cara merawat
pasien halusinasi.

20

3. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan
cara merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan
pasien.
4. Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang
perawatan lanjutan pasien.
Merawat pasien berarti juga harus terlibat langsung dengan
program pengobatan pasien. Peran keluarga dibutuhkan dalam
mengawasi pasien minum obat. Oleh karena itu penting bagi
keluarga untuk mengetahui tentang obat dan efek samping obat.
Keluarga diharapkan mengetahui manfaat obat, jenis, dosis, waktu,
cara pemberian dan efek samping obat. Kondisi halusinasi dalam
perawatan dan pengobatan bisa dikontrol oleh obat (Videbeck,
2008). Penatalaksanaan terpentingnya adalah bagaimana pasien
dengan halusinasi tahu manfaat obat, kemudian mau minum obat
dan patuh, sehingga mampu mengikuti dan mempertahankan
terapinya untuk mengontrol halusinasinya (Suwardiman, 2011).
2.1.4 Kekambuhan
2.1.4.1. Pengertian
Kambuh

artinya

jatuh

sakit

kembali,

mengulangi

perbuatannya (Fajri,. dkk, 2009: 416). Menurut Yakita (2003)
(dalam Wulansih,. Dkk, 2008: 182) kekambuhan adalah istilah
medis yang mendiskripsikan tanda-tanda dan gejala kembalinya
suatu penyakit setelah suatu pemulihan yang jelas. Menurut

21

Dohrenwend dan Nuechterlein dalam Prabowo (2007: 23)
memaparkan bahwa dari hasil beberapa penelitian, menyatakan
bahwa onset dan kambuhnya skizofrenia dapat disebabkan oleh
suasana kehidupan yang negatif, seperti perceraian orang tua,
kesulitan mendapatkan pekerjaan, dan rusaknya hubungan sosial
karena adanya ketegangan dalam pola interaksi keluarga. Oleh
karena itu, psikologi harus selalu mengembangkan beberapa
penelitian untuk dapat mengungkapkan hubungan yang kompleks
antara faktor biologis, lingkungan, dan psikososial yang dapat
menyebabkan gangguan skizofrenia.
Kekambuhan merupakan keadaan klien dimana muncul
gejala yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan klien
harus dirawat kembali (Andri, 2008). Ada beberapa hal yang bisa
memicu kekambuhan skizofrenia, antara lain tidak minum obat dan
tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat
tanpa persetujuan dari dokter, kurangnya dukungan dari keluarga
dan masyarakat serta adanya masalah kehidupan yang berat yang
membuat stress (Akbar, 2008).
Tingkat kekambuhan tinggi bila klien dalam satu tahun
kambuh lebih dari atau sama dengan 3, dan rendah bila kurang dari
2 kali atau sama dengan 2 per tahun (Nurdiana, dkk, 2007).

22

2.1.4.2. Faktor yang Mempengaruhi Kekambuhan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kekambuhan
penderita gangguan jiwa dalam Yosep (2007) meliputi klien,
dokter, penanggungjawab klien dan keluarga. Penderita-penderita
yang kambuh biasanya sebelum keluar dari Rumah Sakit
mempunyai karakteristik hiperaktif, tidak mau minum obat dan
memiliki sedikit keterampilan sosial (Porkony dkk dalam Akbar,
2008).
Beberapa prediktor terjadinya kekambuhan antara lain:
pemberian neuroleptik, onset dan previous course (akut/kronis,
manifestasi awal, upaya bunuh diri, dan faktor presipitasi),
psikopatologi (tipe residual, gejala afektif, sindrom paranoid,
halusinasi, gejala negatif), pengalaman hidup (pengalaman
traumatik, gangguan psikiatrik dan perkembangan saat anak),
social adjustment (status perkawinan, pekerjaan, pengalaman
seksual, dan tingkat pendidikan), kepribadian premorbid, situasi
emosi keluarga (ekspresi emosi keluarga yang tinggi/rendah),
faktor biologi (genetik, pria/wanita, dan umur) dari penderita
(Vaughn. et al, 2005).
Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam
proses perawatan di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan
perawatan di rumah agar adaptasi klien berjalan baik. Kualitas dan

23

efektifitas keluarga akan membantu proses pemulihan kesehatan
klien sehingga statusnya meningkat (Keliat, 2005).

2.2 Keaslian Penelitian
Penelitian tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang
Perawatan Halusinasi dengan Tingkat Kekambuhan Pasien Halusinasi di
RSJD Surakarta belum pernah diteliti, namum penelitian lain yang membahas
tentang pengetahuan keluarga, keterlibatan keluarga dalam perawatan
halusinasi dan kekambuhan pasien halusinasi adalah:
Tabel 2.1
Keaslian Penelitian
Nama
Judul
Metode
No
Peneliti
Penelitian
Penelitian
1. Tri
Desi Hubungan
Menggunakan
Nadia (2012) Dukungan
desain
Keluarga
penelitian
dengan
Analitik
Tingkat
observasional
Kekambuhan berupa studi
Klien
crossHalusinasi di sectional
Ruang Rawat
Inap Rumah
Sakit
Jiwa
Prof.
HB
Sa’anin
Padang Tahun
2012.

Hasil Penelitian
Hasil analisa univariat
menunjukkan
lebih
banyak
(51,1%)
responden
memiliki
dukungan
keluarga
yang kurang, dan lebih
dari separoh (59,2%)
memiliki
tingkat
kekambuhan
yang
tinggi, dan hasil analisa
chi-square
dengan
derajat
kemaknaan
p 0,05),
maka
pengetahuan
tidak
mempunyai
hubungan
yang
signifikan
dengan
kekambuhan
pada
pasien skizofrenia.

Pearson Chi – Square
test didapatkan nilai
hubungan dukungan
keluarga
p=0.001, hubungan
motivasi keluarga
p=0,001 dan nilai
hubungan pemberian
obat p=0,001. Oleh
karena nilai p