Permintaan Kedelai Pada Industri Rumah Tangga Tahu Di Kabupaten Sleman | Styawan | Agro Ekonomi 22932 68984 1 PB
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
95
PERMINTAAN KEDELAI PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU
DI KABUPATEN SLEMAN
Demand for Soybean on Tofu Industry in Sleman Regency
Farid Styawan, Dwidjono Hadi Darwanto, Lestari Rahayu Waluyati
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada
Jl. Flora, Bulaksumur, Yogyakarta 55281
faridstyawan95@gmail.com
Diterima tanggal : 12 September 2016 ; Disetujui tanggal : 15 Oktober 2016
ABSTRACT
The needs of domestic consumption of soybean tends increasing every year, one of them for
tofu industry inputs. This study aims to determine: 1) the factors that affect the demand for
soybean on tofu industry in Sleman Regency, 2) the value-added generated from tofu industry
in Sleman Regency, 3) the factors that affect tofu industry proits in Sleman Regency. The
method used in this research is descriptive analysis method. This research was conducted
in Seyegan districts and Gamping districts in 2016, and taken proportionally 65 people tofu
industry as respondents. Factors that affect demand for soybean on tofu industry and the
factors that affect tofu proitability were calculated using linear regression analysis, while
the value-added on tofu industry calculated using the value-added method of Hayami. The
results showed that demand for soybean is affected by soybean prices, labor costs, the price
of irewood, and the ownership status of the milling machine. Then, the value-added of fried
tofu is Rp 5.602,4/kg of soybean, the value-added of white tofu is Rp 5.175,2/kg of soybean,
and the value-added of yellow tofu is Rp 3.999,6/kg of soybean. The results also showed
that the proits of tofu industry in Sleman affected by labor costs, the price of soybeans,
production capacity, business experience, and the price of coagulant.
Keywords: demand for soybean, proit, tofu, value-added.
INTISARI
Kebutuhan konsumsi masyarakat terhadap kedelai cenderung mengalami peningkatan
setiap tahunnya, salah satunya untuk kebutuhan industri tahu. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui: 1) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai pada industri tahu di
Kabupaten Sleman, 2) besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari industri tahu di Kabupaten
Sleman, 3) faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan pengrajin tahu di Kabupaten
Sleman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis.
Penelitian ini dilaksanakan di kecamatan Seyegan dan kecamatan Gamping pada tahun
2016, dan sebanyak 65 orang pengrajin tahu diambil secara proporsional sebagai responden.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai pada industri tahu dan faktor yang
mempengaruhi keuntungan pengrajin tahu dihitung dengan menggunakan analisis regresi
linear berganda, sedangkan nilai tambah pada industri tahu dihitung dengan menggunakan
rumus nilai tambah metode Hayami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permintaan kedelai
dipengaruhi oleh harga kedelai, upah tenaga kerja, harga kayu bakar, dan status kepemilikan
mesin giling. Kemudian, nilai tambah tahu goreng sebesar Rp 5.602,4/kg kedelai, nilai
96
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
tambah tahu putih sebesar Rp 5.175,2/kg kedelai, dan nilai tambah tahu kuning sebesar Rp
3.999,6/kg kedelai. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa keuntungan industri tahu di
Kabupaten Sleman dipengaruhi oleh upah tenaga kerja, harga kedelai, kapasitas produksi,
pengalaman usaha, dan harga koagulan.
Kata kunci: keuntungan, nilai tambah, permintaan kedelai, tahu
PENDAHULUAN
Industri Kecil dan Menengah (IKM) olahan
Kedelai merupakan komoditas
kedelai ini berjumlah + 92.400 unit usaha
pokok yang banyak mengandung protein
yang didominasi untuk IKM Tempe dan
dan menyehatkan bagi tubuh, selain itu
IKM tahu sebanyak 85.360 unit usaha,
tanaman ini juga termasuk murah dan
sedangkan untuk IKM kecap dan tauco
dapat terjangkau oleh masyarakat. Seiring
3.600 unit usaha, serta olahan lainnya
dengan meningkatnya jumlah dan kesadaran
sebanyak 3.440 unit usaha yang tersebar
penduduk tentang pentingnya mengkonsumsi
di hampir seluruh wilayah Indonesia.
makanan bergizi, mengakibatkan tingkat
Berdasarkan data tersebut, permintaan
konsumsi dan permintaan terhadap makanan
kedelai pada industri tahu dan tempe lebih
olahan kedelai mengalami peningkatan.
tinggi jika dibandingkan untuk industri
Peningkatan ini disebabkan karena kebutuhan
kecap dan tauco, hal ini dikarenakan
konsumsi masyarakat yang cenderung
permintaan kedelai untuk industri kecap dan
meningkat, baik di konsumsi langsung
tauco tidak terlalu tinggi jika dibandingkan
dalam bentuk susu kedelai maupun dalam
dengan permintaan kedelai pada industri
bentuk minyak kedelai (McFarlane and
tahu dan tempe (Mahabirama et al., 2013).
O’Connor, 2014). Di masa mendatang,
Salah satu sentra industri olahan
permintaan terhadap kedelai ini diprediksi
kedelai yang ada di kabupaten Sleman
akan terus mengalami peningkatan yang
yaitu terletak di kecamatan Seyegan
cukup signifikan dan berbanding lurus
dan kecamatan Gamping. Di daerah
dengan pertambahan jumlah penduduk
tersebut, banyak industri rumah tangga
di Indonesia (Damardjati et al., 2005). Di
maupun industri kecil yang memanfaatkan
sisi lain, peningkatan kebutuhan konsumsi
komoditas kedelai untuk diolah menjadi
kedelai oleh masyarakat Indonesia ini tidak
produk olahan tahu. Berdasarkan data
dapat diimbangi peningkatan jumlah produksi
yang diperoleh dari Dinas Perdagangan,
kedelai dalam negeri (Tanoyo, 2014).
Perindustrian, dan Koperasi Kabupaten
Berdasarkan data dari Direktorat
Sleman pada tahun 2016, dapat diketahui
Jenderal Industri Kecil dan Menengah
bahwa jumlah industri olahan kedelai yang
Kementerian Perindustrian tahun 2011,
ada di kecamatan Seyegan dan kecamatan
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
97
Gamping mencapai 76 unit usaha dengan
faktual dan akurat mengenai fakta, sifat
total nilai produksi sebesar hampir 15
& hubungan antar fenomena yang diteliti
milyar rupiah pada tahun 2015. Data
(Nasir, 2011).
tersebut semakin menegaskan bahwa di
Penentuan lokasi penelitian dilakukan
dua kecamatan tersebut memang menjadi
dengan metode purposive sampling yang
daerah sentra industri tahu yang ada di
dilakukan di Kabupaten Sleman, Daerah
Kabupaten Sleman. Banyaknya jumlah
Istimewa Yogyakarta dengan pertimbangan
industri olahan kedelai ini, menjadikan
bahwa di Kabupaten Sleman terdapat
permintaan kedelai untuk kebutuhan
banyak industri tahu dan juga merupakan
industri juga meningkat dan semakin
salah satu daerah sentra industri pengolahan
besar. Oleh karena itu, penelitian ini
kedelai di Daerah Istimewa Yogyakarta.
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
Lokasi penelitian dilakukan di kecamatan
yang mempengaruhi permintaan kedelai
Gamping dan kecamatan Seyegan, sebagai
pada industri tahu, besarnya nilai tambah
daerah sentra industri olahan kedelai di
yang dihasilkan, serta faktor-faktor yang
Kabupaten Sleman.
mempengaruhi keuntungan pengrajin tahu
di Kabupaten Sleman.
Penentuan sampel penelitian
dilakukan dengan metode proportional
Beberapa penelitian mengungkapkan
random sampling. Menurut Kasiram (2010),
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
metode proportional random sampling
permintaan yaitu variabel harga dan
yaitu metode pengambilan sampel dari tiap-
pendapatan keluarga (Hanai, F.I., Daris, E.,
tiap sub populasi dengan memperhitungkan
dan Rochaeni, S., 2014), jumlah konsumsi
besar kecilnya sub populasi tersebut.
(Fatmawati, Rostin, dan Baso, J.N, 2016),
Dalam metode ini, jumlah sampel yang
harga kedelai dan pendapatan per kapita
diambil sebanding dengan jumlah anggota
(Rahmanta, 2015).
populasi dari tiap sub populasi tersebut
sesuai dengan proporsinya masing-masing,
METODE PENELITIAN
Metode dasar yang digunakan
sehingga dapat diperoleh sampel data yang
representatif.
dalam penelitian ini adalah metode
Berdasarkan data IKM tahun 2015,
analisis deskriptif yang digunakan untuk
jumlah populasi industri yang ada di
meneliti status kelompok manusia, objek,
kecamatan Seyegan dan kecamatan
suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,
Gamping adalah sebesar 76 populasi,
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
dengan 61 populasi diantaranya berada di
sekarang. Metode ini menggambarkan
kecamatan Seyegan dan 15 populasi sisanya
sebuah peristiwa secara sistematis,
berada di kecamatan Gamping. Dengan
98
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
jumlah populasi tersebut, berdasarkan tabel
perhitungan sampel yang telah dirumuskan
oleh Issac dan Michael pada taraf kesalahan
5%, maka jumlah sampel yang dapat
Keterangan:
diambil adalah sejumlah 65 sampel. Karena
D
populasinya tersebar di dua kecamatan
X1 = Harga kedelai (Rp/kg)
yang berbeda, maka sampel penelitian juga
X2 = Upah tenaga kerja (Rp/HKO)
diambil secara proporsional. Pengambilan
X3 = Harga tahu (Rp/kg)
sampel secara proporsional ini dapat
X4 = Harga kayu bakar (Rp/ikat)
dihitung dengan menggunakan rumus
X5 = Harga koagulan (Rp/kg)
alokasi proporsional yaitu sebagai berikut
D1 = Dummy Mesin Giling
= Permintaan kedelai (kg/hari)
(0 = tidak memiliki; 1 = memiliki)
(Kasiram, 2010):
D2 = Dummy Anggota KOPTI
(0 = bukan anggota; 1 = anggota
KOPTI)
Dimana:
ni : jumlah sampel menurut lokasi
α
Ni : jumlah populasi menurut lokasi
β1-β7= koeisien regresi
N : jumlah total populasi
ε
n
= intercept
= varian pengganggu
: jumlah total sampel
Berdasarkan hasil perhitungan,
Metode yang digunakan untuk
diperoleh hasil bahwa jumlah sampel yang
mengukur nilai tambah pada industri rumah
dibutuhkan dari kecamatan Seyegan adalah
tangga tahu adalah analisis nilai tambah
52 sampel dan dari kecamatan Gamping
metode Hayami.
adalah 13 sampel. Selanjutnya, penentuan
Ada 3 indikator rasio nilai tambah
anggota sampel penelitian ini dilakukan
(Hubeis cit Ngamel, 2012) :
secara acak dengan cara mengundi nama
a. Apabila rasio nilai tambah < 15%,
dari setiap kecamatan sehingga diperoleh
jumlah sampel yang diinginkan.
Metode analisis data yang digunakan
untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan kedelai pada
maka tergolong rendah,
b. Apabila rasio nilai tambah 15-40%,
maka tergolong sedang, dan
c. Apabila rasio nilai tambah > 40%,
maka tergolong tinggi.
industri tahu di Kabupaten Sleman adalah
analisis regresi linear berganda dengan
Untuk melihat hubungan antara
model persamaan logaritma natural (ln)
keuntungan dan faktor-faktor yang
yaitu:
mempengaruhinya digunakan model
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
99
fungsi keuntungan Cobb-Douglas dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
ditransformasi ke dalam model logaritma
Struktur Biaya Industri Tahu
natural (ln), yaitu:
Biaya Produksi
Dalam menjalankan suatu usaha
tidak terlepas dari penggunaan biaya,
begitu pula dalam usaha tahu. Salah satu
Keterangan:
π* = Besarnya keuntungan dinormalkan
dengan harga tahu (Rp)
= Upah tenaga kerja dinormalkan
dengan harga tahu (Rp/HKO)
= Harga kedelai dinormalkan dengan
harga tahu (Rp/kg)
X3 = Kapasitas produksi (kg)
X4 = Pengalaman usaha (tahun)
= Harga kayu bakar dinormalkan
dengan harga tahu (Rp/ikat)
= Harga kunyit dinormalkan dengan
harga tahu (Rp/kg)
= Harga koagulan dinormalkan dengan
harga tahu (Rp/kg)
α
= intercept
β1-β7 = koeisien regresi
ε
= varian pengganggu
biaya yang sangat berperan penting dalam
menjalankan usaha tahu merupakan biaya
produksi. Biaya produksi dapat dikatakan
eisien apabila pengeluaran biaya tersebut
tidak terjadi suatu pemborosan serta
mampu enghasilkan output produk dengan
kuantitas dan kualitas yang baik (Hidayat
dan Salim, 2013). Biaya produksi dalam
industri tempe ini meliputi biaya pembelian
bahan baku (kedelai), kayu bakar, solar,
koagulan, kunyit, dan juga minyak goreng.
Pada tabel 1 berikut ini dijelaskan mengenai
biaya produksi dalam usaha pengolahan
kedelai menjadi tahu.
Berdasarkan tabel 1, dapat dijelaskan
bahwa biaya tertinggi yang dikeluarkan
oleh pengrajin tahu adalah biaya untuk
pembelian kedelai yaitu Rp 196.799,28
per hari. Hal ini dikarenakan bahan
Tabel 1. Rerata Biaya Produksi Industri Tahu di Kabupaten Sleman
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Uraian
Kedelai (kg)
Kayu Bakar (ikat)
Solar (liter)
Koagulan (kg)
Kunyit (kg)
Minyak Goreng (liter)
Jumlah
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
Jumlah Fisik
26,71
1,14
0,48
0,93
0,62
0,51
Jumlah (Rp/hari)
196.799,28
27.162,78
2.472,00
3.493,08
2.194,80
4.675,17
236.797,11
100
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
Tabel 2. Rerata Biaya Tenaga Kerja Industri Tahu di Kab. Sleman
No.
1.
2.
Tenaga Kerja
Dalam Keluarga
Luar Keluarga
Jumlah
Jumlah HKO
2,00
1,67
3,67
Nilai Upah (Rp/hari)
0,00
20.875,00
20.875,00
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
baku kedelai ini merupakan bahan baku
Berdasarkan tabel 2, dapat dijelaskan
pokok yang digunakan dalam industri
bahwa pengrajin tahu di daerah penelitian
pengolahan kedelai menjadi tahu. Kedelai
lebih banyak menggunakan tenaga kerja
yang digunakan adalah jenis kedelai
dalam keluarga, karena proses pembuatan
impor dan kedelai lokal dengan harga
tahu yang mudah dan juga untuk menekan
yang variatif, mulai dari Rp 6.900,00/
biaya produksi. Rerata penggunaan tenaga
kg hingga mencapai Rp 8.300,00/kg
kerja dalam keluarga dalam satu hari sebesar
tergantung pada jenis dan kualitas kedelai
2 HKO, sedangkan tenaga kerja luar keluarga
yang digunakan. Biaya terbesar kedua
sebesar 1,67 HKO dengan nilai upah yang
adalah biaya pembelian kayu bakar sebesar
dikeluarkan rata-rata sebesar Rp 20.875,00
Rp 27.162,78 per hari. Seluruh pengrajin
per hari. Penentuan besarnya nilai upah
tahu menggunakan kayu bakar untuk
dalam industri tahu ini disesuaikan dengan
proses mengolah kedelai menjadi tahu
jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja,
karena biayanya lebih murah dan mudah
diantaranya adalah sebagai tenaga penggiling
didapatkan. Selain untuk pembelian bahan
kedelai, tenaga juru masak saripati kedelai,
baku kedelai dan kayu bakar, pengrajin
tenaga penyaring sari kedelai, tenaga
juga masih harus mengeluarkan biaya
penggoreng tahu (khusus untuk produk tahu
produksi lainnya untuk memproduksi
goreng), dan lain-lain. Di daerah penelitian,
tahu, seperti biaya pembelian solar, biaya
tenaga kerja luar keluarga ini digunakan oleh
koagulan, biaya pembelian kunyit, serta
pengrajin tahu goreng yang memproduksi
biaya pembelian minyak goreng.
tahu dalam skala yang cukup besar sebagai
tenaga penggoreng tahu yang sudah jadi,
Biaya Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan oleh
para pengrajin meliputi tenaga kerja dalam
sedangkan pengrajin tahu kuning dan tahu
putih hanya menggunakan tenaga kerja dalam
keluarga saja.
keluarga dan tenaga kerja luar keluarga.
Tabel 2 berikut menjelaskan rerata biaya
tenaga kerja dalam industri rumah tangga
tahu di daerah penelitian.
Biaya Penyusutan Alat
Perhitungan biaya penyusutan ini
dilakukan dengan menggunakan metode
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
101
Tabel 3. Rerata Biaya Penyusutan Alat pada Industri Tahu di Kabupaten Sleman
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Jenis Alat
Panci masak
Mesin Giling
Saringan Ampas
Saringan Cetak
Blabak
Ember
Keranjang bambu
Serok
Jumlah
Jumlah (Rp/hari)
849,20
488,02
236,98
29,28
120,01
18,08
100,24
23,68
1.865,50
Jumlah (Rp/tahun)
254.760,00
146.407,00
71.095,00
8.783,00
36.004,00
5.423,00
30.073,00
7.105,00
559.650,00
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
garis lurus, sehingga diperlukan informasi
cukup murah yaitu sekitar Rp 15.000/biji
mengenai jenis alat yang digunakan, umur
dengan umur ekonomis yang cukup lama.
ekonomis alat tersebut, harga beli alat, serta
nilai sisa dari alat tersebut saat ini. Peralatan
Biaya Lain-Lain
yang digunakan untuk memproduksi tahu
Biaya lain-lain meliputi biaya
ini tergolong masih cukup sederhana dan
transportasi, biaya listrik, biaya perbaikan
memiliki umur ekonomis yang cukup
alat, biaya pajak bumi dan bangunan, iuran
panjang. Rerata biaya penyusutan alat
pasar, dan jasa mesin giling. Tabel 4 berikut
dapat dilihat pada tabel 3.
adalah rerata biaya lain-lain pada industri
Berdasarkan tabel 3, dapat
tahu di Kabupaten Sleman.
dijelaskan bahwa rerata penyusutan
Berdasarkan tabel 4, biaya lain-lain
alat tertinggi adalah penyusutan panci
terbesar adalah biaya jasa giling yaitu Rp
masak yaitu Rp 849,20 per hari atau
4.943,08 per hari atau sekitar Rp 1.482.923,00
sekitar Rp 254.760,00 per tahun. Hal
per tahun. Hal ini karena tidak semua
ini dikarenakan pembuatan panci masak
pengrajin memiliki mesin diesel untuk
yang bersifat permanen ini memakan
menggiling kedelainya, sehingga beberapa
biaya cukup mahal, termasuk guna
pengrajin tahu harus menumpang dan
membeli dan merawat wajan untuk
membayar biaya jasa giling kepada pengrajin
memasak tahu. Selain itu, umur ekonomis
yang mempunyai mesin giling. Biaya lain-
dari panci masak juga tidak terlalu
lain terkecil adalah biaya pajak bumi dan
lama dikarenakan perawatannya kurang
bangunan untuk tempat produksi tahu, yaitu
memadai. Penyusutan alat terendah
sebesar Rp 113,60 per hari atau sekitar Rp
adalah penyusutan ember sebesar Rp
34.080,00 per tahun. Hal ini karena tempat
18,08 per hari atau Rp 5.423,00 per tahun.
produksi tahu yang belum terlalu besar dan
Hal ini dikarenakan harga ember yang
masih sederhana.
102
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
Tabel 4. Rerata Biaya Lain-Lain Industri Tahu di Kabupaten Sleman
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jenis Biaya
Transportasi
Listrik
Perbaikan Alat
Pajak PBB
Iuran Pasar
Jasa Giling
Jumlah
Jumlah (Rp/hari)
3.221,73
1.433,00
1.315,38
113,60
903,81
4.943,08
11.930,60
Jumlah (Rp/tahun)
966.518,00
429.900,00
394.615,00
34.080,00
271.143,00
1.482.923,00
3.579.179,00
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
Tabel 5. Rerata Total Biaya Eksplisit pada Industri Tahu di Kabupaten Sleman
No.
Uraian
1. Biaya Variabel
a. Biaya Produksi
b. Biaya Tenaga Kerja
Jumlah Biaya Variabel (1)
2.
3.
Biaya Tetap
a. Biaya Penyusutan Alat
b. Biaya Lain-Lain
Jumlah Biaya Tetap (2)
Total Biaya Eksplisit
(1 + 2)
Nilai (Rp/hari)
236.797,11
20.875,00
257.672,11
1.865,50
11.930,60
13.796,1
0
271.468,21
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
Total Biaya Eksplisit
produksi dan biaya tenaga kerja dengan
Biaya produksi dalam industri
kontribusi terbesar terdapat pada biaya
rumah tangga tahu dibedakan menjadi
produksi yaitu Rp 236.797,11 per hari. Hal ini
dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
dikarenakan kebutuhan biaya produksi untuk
Biaya tetap dalam industri tahu ini
produksi tahu cukup besar, salah satunya
meliputi biaya penyusutan alat dan biaya
untuk pembelian kedelai yang merupakan
lain-lain. Biaya variabel dalam industri
bahan baku utama dan satu-satunya dalam
tahu ini meliputi biaya produksi dan
produksi tahu. Biaya tetap terbesar yang
biaya tenaga kerja luar keluarga. Rerata
dikeluarkan oleh pengrajin adalah biaya
total biaya eksplisit pada industri tahu
lain-lain, yaitu Rp 11.930,60 per hari. Hal
dapat dilihat pada tabel 5.
ini dikarenakan adanya biaya jasa giling
Berdasarkan tabel 65, biaya terbesar
oleh pengrajin dan juga biaya transportasi
dalam industri tahu adalah biaya variabel Rp
untuk membawa produk tahu ke pasar yang
257.672,11 per hari yang terdiri dari biaya
jaraknya rata-rata cukup jauh, sehingga total
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
103
biaya eksplisit yang dikeluarkan pengrajin
Rp 13.796,10 per hari. Dari perhitungan
adalah Rp 271.468,21 per hari.
tersebut, diperoleh pendapatan rata-rata
pengrajin tahu Rp 73.633,71 per hari.
Analisis Pendapatan
Pendapatan dapat diketahui dengan
Analisis Keuntungan
cara menghitung selisih antara penerimaan
Rerata keuntungan industri rumah
dengan total biaya yang dikeluarkan
tangga tahu di kabupaten Sleman dapat
dalam proses produksi. Rerata pendapatan
dilihat pada tabel 7 berikut.
pengrajin tahu dapat dilihat pada tabel 6.
Berdasarkan tabel 6, penerimaan
pengrajin tahu rata-rata Rp 345.101,92 per
hari yang diperoleh dari hasil perkalian
antara rata-rata produksi tahu per hari
Tabel 7. Rerata Keuntungan pada Industri
Tahu di Kab. Sleman
No.
1.
2.
dengan harga rata-rata tertimbang produk
tahu yang diproduksi oleh pengrajin. Dari
penerimaan tersebut, dikurangi dengan
biaya variabel dan biaya tetap. Biaya
3.
Uraian
Pendapatan (1)
Biaya Implisit
a. Biaya TKDK
b. Bunga modal sendiri
Total B. Implisit (2)
Keuntungan (1 – 2)
Nilai (Rp/
hari)
73.633,71
25.000,00
66,94
25.066,94
48.566,77
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
variabel yang dimaksud adalah biaya
produksi dan biaya tenaga kerja dengan
Berdasarkan tabel 7, rerata keuntungan
total biaya Rp 257.672,11 per hari serta
yang diperoleh pengrajin tahu adalah Rp
biaya tetap yaitu biaya penyusutan alat
48.566,77 per hari. Keuntungan ini diperoleh
dan biaya lain-lain dengan total biaya
dari selisih antara pendapatan pengrajin
dengan biaya implisit. Pendapatan yang
Tabel 6. Rerata Pendapatan pada Industri
Tahu di Kab. Sleman
No. Uraian
Nilai (Rp/hari)
1. Penerimaan
a. Produksi Fisik (kg)
50,84
b.Harga Produk (Rp/
6.788,00
kg)
Total Penerimaan (Rp)
345.101,92
(1)
2. Biaya Eksplisit
a. Bibit Tetap (Rp)
13.796,10
b.Biaya Variabel (Rp)
257.672,11
Total Biaya Eksplisit
271.468,21
(Rp) (2)
3. Pendapatan (Rp) (1-2)
73.633,71
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
diperoleh pengrajin yaitu Rp 73.633,71 per
hari dan biaya implisit yang dikeluarkan
adalah Rp 25.066,94 per hari, yang terdiri
dari biaya tenaga kerja dalam keluarga Rp
25.000 per hari dan bunga modal sendiri Rp
66,94 per hari.
Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Permintaan Kedelai
pada Industri Tahu di Kab. Sleman
Permintaan kedelai sebagai salah
satu bahan baku yang dibutuhkan oleh
104
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
industri, khususnya industri tahu cenderung
Berdasarkan tabel 9, nilai Adjusted
dipengaruhi oleh permintaan masyarakat
R 2 adalah 0,315 yang menunjukkan
pada produk yang dihasilkan dari industri
bahwa sebesar 31,5% variasi variabel
tahu tersebut. Semakin tinggi permintaan
dependen, yaitu permintaan kedelai dapat
masyarakat terhadap produk yang
dijelaskan oleh variabel independen
dihasilkan, akan berdampak pada tingkat
(harga kedelai, upah tenaga kerja, harga
permintaan industri terhadap bahan baku.
tahu, harga kayu bakar, harga koagulan,
Dalam penelitian ini, faktor yang
status kepemilikan mesin giling, dan
diduga mempengaruhi permintaan kedelai
status keanggotaan KOPTI). Sisanya
pada industri tahu yaitu harga kedelai, upah
sebesar 68,5% dijelaskan oleh variabel
tenaga kerja, harga tahu, harga kayu bakar,
lain di luar model.
harga koagulan, status kepemilikan mesin
Hasil analisis diperoleh nilai F sig.
giling, dan status keanggotaan KOPTI
sebesar 0,000 (
95
PERMINTAAN KEDELAI PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU
DI KABUPATEN SLEMAN
Demand for Soybean on Tofu Industry in Sleman Regency
Farid Styawan, Dwidjono Hadi Darwanto, Lestari Rahayu Waluyati
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada
Jl. Flora, Bulaksumur, Yogyakarta 55281
faridstyawan95@gmail.com
Diterima tanggal : 12 September 2016 ; Disetujui tanggal : 15 Oktober 2016
ABSTRACT
The needs of domestic consumption of soybean tends increasing every year, one of them for
tofu industry inputs. This study aims to determine: 1) the factors that affect the demand for
soybean on tofu industry in Sleman Regency, 2) the value-added generated from tofu industry
in Sleman Regency, 3) the factors that affect tofu industry proits in Sleman Regency. The
method used in this research is descriptive analysis method. This research was conducted
in Seyegan districts and Gamping districts in 2016, and taken proportionally 65 people tofu
industry as respondents. Factors that affect demand for soybean on tofu industry and the
factors that affect tofu proitability were calculated using linear regression analysis, while
the value-added on tofu industry calculated using the value-added method of Hayami. The
results showed that demand for soybean is affected by soybean prices, labor costs, the price
of irewood, and the ownership status of the milling machine. Then, the value-added of fried
tofu is Rp 5.602,4/kg of soybean, the value-added of white tofu is Rp 5.175,2/kg of soybean,
and the value-added of yellow tofu is Rp 3.999,6/kg of soybean. The results also showed
that the proits of tofu industry in Sleman affected by labor costs, the price of soybeans,
production capacity, business experience, and the price of coagulant.
Keywords: demand for soybean, proit, tofu, value-added.
INTISARI
Kebutuhan konsumsi masyarakat terhadap kedelai cenderung mengalami peningkatan
setiap tahunnya, salah satunya untuk kebutuhan industri tahu. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui: 1) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai pada industri tahu di
Kabupaten Sleman, 2) besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari industri tahu di Kabupaten
Sleman, 3) faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan pengrajin tahu di Kabupaten
Sleman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis.
Penelitian ini dilaksanakan di kecamatan Seyegan dan kecamatan Gamping pada tahun
2016, dan sebanyak 65 orang pengrajin tahu diambil secara proporsional sebagai responden.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai pada industri tahu dan faktor yang
mempengaruhi keuntungan pengrajin tahu dihitung dengan menggunakan analisis regresi
linear berganda, sedangkan nilai tambah pada industri tahu dihitung dengan menggunakan
rumus nilai tambah metode Hayami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permintaan kedelai
dipengaruhi oleh harga kedelai, upah tenaga kerja, harga kayu bakar, dan status kepemilikan
mesin giling. Kemudian, nilai tambah tahu goreng sebesar Rp 5.602,4/kg kedelai, nilai
96
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
tambah tahu putih sebesar Rp 5.175,2/kg kedelai, dan nilai tambah tahu kuning sebesar Rp
3.999,6/kg kedelai. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa keuntungan industri tahu di
Kabupaten Sleman dipengaruhi oleh upah tenaga kerja, harga kedelai, kapasitas produksi,
pengalaman usaha, dan harga koagulan.
Kata kunci: keuntungan, nilai tambah, permintaan kedelai, tahu
PENDAHULUAN
Industri Kecil dan Menengah (IKM) olahan
Kedelai merupakan komoditas
kedelai ini berjumlah + 92.400 unit usaha
pokok yang banyak mengandung protein
yang didominasi untuk IKM Tempe dan
dan menyehatkan bagi tubuh, selain itu
IKM tahu sebanyak 85.360 unit usaha,
tanaman ini juga termasuk murah dan
sedangkan untuk IKM kecap dan tauco
dapat terjangkau oleh masyarakat. Seiring
3.600 unit usaha, serta olahan lainnya
dengan meningkatnya jumlah dan kesadaran
sebanyak 3.440 unit usaha yang tersebar
penduduk tentang pentingnya mengkonsumsi
di hampir seluruh wilayah Indonesia.
makanan bergizi, mengakibatkan tingkat
Berdasarkan data tersebut, permintaan
konsumsi dan permintaan terhadap makanan
kedelai pada industri tahu dan tempe lebih
olahan kedelai mengalami peningkatan.
tinggi jika dibandingkan untuk industri
Peningkatan ini disebabkan karena kebutuhan
kecap dan tauco, hal ini dikarenakan
konsumsi masyarakat yang cenderung
permintaan kedelai untuk industri kecap dan
meningkat, baik di konsumsi langsung
tauco tidak terlalu tinggi jika dibandingkan
dalam bentuk susu kedelai maupun dalam
dengan permintaan kedelai pada industri
bentuk minyak kedelai (McFarlane and
tahu dan tempe (Mahabirama et al., 2013).
O’Connor, 2014). Di masa mendatang,
Salah satu sentra industri olahan
permintaan terhadap kedelai ini diprediksi
kedelai yang ada di kabupaten Sleman
akan terus mengalami peningkatan yang
yaitu terletak di kecamatan Seyegan
cukup signifikan dan berbanding lurus
dan kecamatan Gamping. Di daerah
dengan pertambahan jumlah penduduk
tersebut, banyak industri rumah tangga
di Indonesia (Damardjati et al., 2005). Di
maupun industri kecil yang memanfaatkan
sisi lain, peningkatan kebutuhan konsumsi
komoditas kedelai untuk diolah menjadi
kedelai oleh masyarakat Indonesia ini tidak
produk olahan tahu. Berdasarkan data
dapat diimbangi peningkatan jumlah produksi
yang diperoleh dari Dinas Perdagangan,
kedelai dalam negeri (Tanoyo, 2014).
Perindustrian, dan Koperasi Kabupaten
Berdasarkan data dari Direktorat
Sleman pada tahun 2016, dapat diketahui
Jenderal Industri Kecil dan Menengah
bahwa jumlah industri olahan kedelai yang
Kementerian Perindustrian tahun 2011,
ada di kecamatan Seyegan dan kecamatan
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
97
Gamping mencapai 76 unit usaha dengan
faktual dan akurat mengenai fakta, sifat
total nilai produksi sebesar hampir 15
& hubungan antar fenomena yang diteliti
milyar rupiah pada tahun 2015. Data
(Nasir, 2011).
tersebut semakin menegaskan bahwa di
Penentuan lokasi penelitian dilakukan
dua kecamatan tersebut memang menjadi
dengan metode purposive sampling yang
daerah sentra industri tahu yang ada di
dilakukan di Kabupaten Sleman, Daerah
Kabupaten Sleman. Banyaknya jumlah
Istimewa Yogyakarta dengan pertimbangan
industri olahan kedelai ini, menjadikan
bahwa di Kabupaten Sleman terdapat
permintaan kedelai untuk kebutuhan
banyak industri tahu dan juga merupakan
industri juga meningkat dan semakin
salah satu daerah sentra industri pengolahan
besar. Oleh karena itu, penelitian ini
kedelai di Daerah Istimewa Yogyakarta.
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
Lokasi penelitian dilakukan di kecamatan
yang mempengaruhi permintaan kedelai
Gamping dan kecamatan Seyegan, sebagai
pada industri tahu, besarnya nilai tambah
daerah sentra industri olahan kedelai di
yang dihasilkan, serta faktor-faktor yang
Kabupaten Sleman.
mempengaruhi keuntungan pengrajin tahu
di Kabupaten Sleman.
Penentuan sampel penelitian
dilakukan dengan metode proportional
Beberapa penelitian mengungkapkan
random sampling. Menurut Kasiram (2010),
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
metode proportional random sampling
permintaan yaitu variabel harga dan
yaitu metode pengambilan sampel dari tiap-
pendapatan keluarga (Hanai, F.I., Daris, E.,
tiap sub populasi dengan memperhitungkan
dan Rochaeni, S., 2014), jumlah konsumsi
besar kecilnya sub populasi tersebut.
(Fatmawati, Rostin, dan Baso, J.N, 2016),
Dalam metode ini, jumlah sampel yang
harga kedelai dan pendapatan per kapita
diambil sebanding dengan jumlah anggota
(Rahmanta, 2015).
populasi dari tiap sub populasi tersebut
sesuai dengan proporsinya masing-masing,
METODE PENELITIAN
Metode dasar yang digunakan
sehingga dapat diperoleh sampel data yang
representatif.
dalam penelitian ini adalah metode
Berdasarkan data IKM tahun 2015,
analisis deskriptif yang digunakan untuk
jumlah populasi industri yang ada di
meneliti status kelompok manusia, objek,
kecamatan Seyegan dan kecamatan
suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,
Gamping adalah sebesar 76 populasi,
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
dengan 61 populasi diantaranya berada di
sekarang. Metode ini menggambarkan
kecamatan Seyegan dan 15 populasi sisanya
sebuah peristiwa secara sistematis,
berada di kecamatan Gamping. Dengan
98
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
jumlah populasi tersebut, berdasarkan tabel
perhitungan sampel yang telah dirumuskan
oleh Issac dan Michael pada taraf kesalahan
5%, maka jumlah sampel yang dapat
Keterangan:
diambil adalah sejumlah 65 sampel. Karena
D
populasinya tersebar di dua kecamatan
X1 = Harga kedelai (Rp/kg)
yang berbeda, maka sampel penelitian juga
X2 = Upah tenaga kerja (Rp/HKO)
diambil secara proporsional. Pengambilan
X3 = Harga tahu (Rp/kg)
sampel secara proporsional ini dapat
X4 = Harga kayu bakar (Rp/ikat)
dihitung dengan menggunakan rumus
X5 = Harga koagulan (Rp/kg)
alokasi proporsional yaitu sebagai berikut
D1 = Dummy Mesin Giling
= Permintaan kedelai (kg/hari)
(0 = tidak memiliki; 1 = memiliki)
(Kasiram, 2010):
D2 = Dummy Anggota KOPTI
(0 = bukan anggota; 1 = anggota
KOPTI)
Dimana:
ni : jumlah sampel menurut lokasi
α
Ni : jumlah populasi menurut lokasi
β1-β7= koeisien regresi
N : jumlah total populasi
ε
n
= intercept
= varian pengganggu
: jumlah total sampel
Berdasarkan hasil perhitungan,
Metode yang digunakan untuk
diperoleh hasil bahwa jumlah sampel yang
mengukur nilai tambah pada industri rumah
dibutuhkan dari kecamatan Seyegan adalah
tangga tahu adalah analisis nilai tambah
52 sampel dan dari kecamatan Gamping
metode Hayami.
adalah 13 sampel. Selanjutnya, penentuan
Ada 3 indikator rasio nilai tambah
anggota sampel penelitian ini dilakukan
(Hubeis cit Ngamel, 2012) :
secara acak dengan cara mengundi nama
a. Apabila rasio nilai tambah < 15%,
dari setiap kecamatan sehingga diperoleh
jumlah sampel yang diinginkan.
Metode analisis data yang digunakan
untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan kedelai pada
maka tergolong rendah,
b. Apabila rasio nilai tambah 15-40%,
maka tergolong sedang, dan
c. Apabila rasio nilai tambah > 40%,
maka tergolong tinggi.
industri tahu di Kabupaten Sleman adalah
analisis regresi linear berganda dengan
Untuk melihat hubungan antara
model persamaan logaritma natural (ln)
keuntungan dan faktor-faktor yang
yaitu:
mempengaruhinya digunakan model
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
99
fungsi keuntungan Cobb-Douglas dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
ditransformasi ke dalam model logaritma
Struktur Biaya Industri Tahu
natural (ln), yaitu:
Biaya Produksi
Dalam menjalankan suatu usaha
tidak terlepas dari penggunaan biaya,
begitu pula dalam usaha tahu. Salah satu
Keterangan:
π* = Besarnya keuntungan dinormalkan
dengan harga tahu (Rp)
= Upah tenaga kerja dinormalkan
dengan harga tahu (Rp/HKO)
= Harga kedelai dinormalkan dengan
harga tahu (Rp/kg)
X3 = Kapasitas produksi (kg)
X4 = Pengalaman usaha (tahun)
= Harga kayu bakar dinormalkan
dengan harga tahu (Rp/ikat)
= Harga kunyit dinormalkan dengan
harga tahu (Rp/kg)
= Harga koagulan dinormalkan dengan
harga tahu (Rp/kg)
α
= intercept
β1-β7 = koeisien regresi
ε
= varian pengganggu
biaya yang sangat berperan penting dalam
menjalankan usaha tahu merupakan biaya
produksi. Biaya produksi dapat dikatakan
eisien apabila pengeluaran biaya tersebut
tidak terjadi suatu pemborosan serta
mampu enghasilkan output produk dengan
kuantitas dan kualitas yang baik (Hidayat
dan Salim, 2013). Biaya produksi dalam
industri tempe ini meliputi biaya pembelian
bahan baku (kedelai), kayu bakar, solar,
koagulan, kunyit, dan juga minyak goreng.
Pada tabel 1 berikut ini dijelaskan mengenai
biaya produksi dalam usaha pengolahan
kedelai menjadi tahu.
Berdasarkan tabel 1, dapat dijelaskan
bahwa biaya tertinggi yang dikeluarkan
oleh pengrajin tahu adalah biaya untuk
pembelian kedelai yaitu Rp 196.799,28
per hari. Hal ini dikarenakan bahan
Tabel 1. Rerata Biaya Produksi Industri Tahu di Kabupaten Sleman
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Uraian
Kedelai (kg)
Kayu Bakar (ikat)
Solar (liter)
Koagulan (kg)
Kunyit (kg)
Minyak Goreng (liter)
Jumlah
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
Jumlah Fisik
26,71
1,14
0,48
0,93
0,62
0,51
Jumlah (Rp/hari)
196.799,28
27.162,78
2.472,00
3.493,08
2.194,80
4.675,17
236.797,11
100
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
Tabel 2. Rerata Biaya Tenaga Kerja Industri Tahu di Kab. Sleman
No.
1.
2.
Tenaga Kerja
Dalam Keluarga
Luar Keluarga
Jumlah
Jumlah HKO
2,00
1,67
3,67
Nilai Upah (Rp/hari)
0,00
20.875,00
20.875,00
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
baku kedelai ini merupakan bahan baku
Berdasarkan tabel 2, dapat dijelaskan
pokok yang digunakan dalam industri
bahwa pengrajin tahu di daerah penelitian
pengolahan kedelai menjadi tahu. Kedelai
lebih banyak menggunakan tenaga kerja
yang digunakan adalah jenis kedelai
dalam keluarga, karena proses pembuatan
impor dan kedelai lokal dengan harga
tahu yang mudah dan juga untuk menekan
yang variatif, mulai dari Rp 6.900,00/
biaya produksi. Rerata penggunaan tenaga
kg hingga mencapai Rp 8.300,00/kg
kerja dalam keluarga dalam satu hari sebesar
tergantung pada jenis dan kualitas kedelai
2 HKO, sedangkan tenaga kerja luar keluarga
yang digunakan. Biaya terbesar kedua
sebesar 1,67 HKO dengan nilai upah yang
adalah biaya pembelian kayu bakar sebesar
dikeluarkan rata-rata sebesar Rp 20.875,00
Rp 27.162,78 per hari. Seluruh pengrajin
per hari. Penentuan besarnya nilai upah
tahu menggunakan kayu bakar untuk
dalam industri tahu ini disesuaikan dengan
proses mengolah kedelai menjadi tahu
jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja,
karena biayanya lebih murah dan mudah
diantaranya adalah sebagai tenaga penggiling
didapatkan. Selain untuk pembelian bahan
kedelai, tenaga juru masak saripati kedelai,
baku kedelai dan kayu bakar, pengrajin
tenaga penyaring sari kedelai, tenaga
juga masih harus mengeluarkan biaya
penggoreng tahu (khusus untuk produk tahu
produksi lainnya untuk memproduksi
goreng), dan lain-lain. Di daerah penelitian,
tahu, seperti biaya pembelian solar, biaya
tenaga kerja luar keluarga ini digunakan oleh
koagulan, biaya pembelian kunyit, serta
pengrajin tahu goreng yang memproduksi
biaya pembelian minyak goreng.
tahu dalam skala yang cukup besar sebagai
tenaga penggoreng tahu yang sudah jadi,
Biaya Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan oleh
para pengrajin meliputi tenaga kerja dalam
sedangkan pengrajin tahu kuning dan tahu
putih hanya menggunakan tenaga kerja dalam
keluarga saja.
keluarga dan tenaga kerja luar keluarga.
Tabel 2 berikut menjelaskan rerata biaya
tenaga kerja dalam industri rumah tangga
tahu di daerah penelitian.
Biaya Penyusutan Alat
Perhitungan biaya penyusutan ini
dilakukan dengan menggunakan metode
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
101
Tabel 3. Rerata Biaya Penyusutan Alat pada Industri Tahu di Kabupaten Sleman
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Jenis Alat
Panci masak
Mesin Giling
Saringan Ampas
Saringan Cetak
Blabak
Ember
Keranjang bambu
Serok
Jumlah
Jumlah (Rp/hari)
849,20
488,02
236,98
29,28
120,01
18,08
100,24
23,68
1.865,50
Jumlah (Rp/tahun)
254.760,00
146.407,00
71.095,00
8.783,00
36.004,00
5.423,00
30.073,00
7.105,00
559.650,00
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
garis lurus, sehingga diperlukan informasi
cukup murah yaitu sekitar Rp 15.000/biji
mengenai jenis alat yang digunakan, umur
dengan umur ekonomis yang cukup lama.
ekonomis alat tersebut, harga beli alat, serta
nilai sisa dari alat tersebut saat ini. Peralatan
Biaya Lain-Lain
yang digunakan untuk memproduksi tahu
Biaya lain-lain meliputi biaya
ini tergolong masih cukup sederhana dan
transportasi, biaya listrik, biaya perbaikan
memiliki umur ekonomis yang cukup
alat, biaya pajak bumi dan bangunan, iuran
panjang. Rerata biaya penyusutan alat
pasar, dan jasa mesin giling. Tabel 4 berikut
dapat dilihat pada tabel 3.
adalah rerata biaya lain-lain pada industri
Berdasarkan tabel 3, dapat
tahu di Kabupaten Sleman.
dijelaskan bahwa rerata penyusutan
Berdasarkan tabel 4, biaya lain-lain
alat tertinggi adalah penyusutan panci
terbesar adalah biaya jasa giling yaitu Rp
masak yaitu Rp 849,20 per hari atau
4.943,08 per hari atau sekitar Rp 1.482.923,00
sekitar Rp 254.760,00 per tahun. Hal
per tahun. Hal ini karena tidak semua
ini dikarenakan pembuatan panci masak
pengrajin memiliki mesin diesel untuk
yang bersifat permanen ini memakan
menggiling kedelainya, sehingga beberapa
biaya cukup mahal, termasuk guna
pengrajin tahu harus menumpang dan
membeli dan merawat wajan untuk
membayar biaya jasa giling kepada pengrajin
memasak tahu. Selain itu, umur ekonomis
yang mempunyai mesin giling. Biaya lain-
dari panci masak juga tidak terlalu
lain terkecil adalah biaya pajak bumi dan
lama dikarenakan perawatannya kurang
bangunan untuk tempat produksi tahu, yaitu
memadai. Penyusutan alat terendah
sebesar Rp 113,60 per hari atau sekitar Rp
adalah penyusutan ember sebesar Rp
34.080,00 per tahun. Hal ini karena tempat
18,08 per hari atau Rp 5.423,00 per tahun.
produksi tahu yang belum terlalu besar dan
Hal ini dikarenakan harga ember yang
masih sederhana.
102
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
Tabel 4. Rerata Biaya Lain-Lain Industri Tahu di Kabupaten Sleman
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jenis Biaya
Transportasi
Listrik
Perbaikan Alat
Pajak PBB
Iuran Pasar
Jasa Giling
Jumlah
Jumlah (Rp/hari)
3.221,73
1.433,00
1.315,38
113,60
903,81
4.943,08
11.930,60
Jumlah (Rp/tahun)
966.518,00
429.900,00
394.615,00
34.080,00
271.143,00
1.482.923,00
3.579.179,00
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
Tabel 5. Rerata Total Biaya Eksplisit pada Industri Tahu di Kabupaten Sleman
No.
Uraian
1. Biaya Variabel
a. Biaya Produksi
b. Biaya Tenaga Kerja
Jumlah Biaya Variabel (1)
2.
3.
Biaya Tetap
a. Biaya Penyusutan Alat
b. Biaya Lain-Lain
Jumlah Biaya Tetap (2)
Total Biaya Eksplisit
(1 + 2)
Nilai (Rp/hari)
236.797,11
20.875,00
257.672,11
1.865,50
11.930,60
13.796,1
0
271.468,21
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
Total Biaya Eksplisit
produksi dan biaya tenaga kerja dengan
Biaya produksi dalam industri
kontribusi terbesar terdapat pada biaya
rumah tangga tahu dibedakan menjadi
produksi yaitu Rp 236.797,11 per hari. Hal ini
dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
dikarenakan kebutuhan biaya produksi untuk
Biaya tetap dalam industri tahu ini
produksi tahu cukup besar, salah satunya
meliputi biaya penyusutan alat dan biaya
untuk pembelian kedelai yang merupakan
lain-lain. Biaya variabel dalam industri
bahan baku utama dan satu-satunya dalam
tahu ini meliputi biaya produksi dan
produksi tahu. Biaya tetap terbesar yang
biaya tenaga kerja luar keluarga. Rerata
dikeluarkan oleh pengrajin adalah biaya
total biaya eksplisit pada industri tahu
lain-lain, yaitu Rp 11.930,60 per hari. Hal
dapat dilihat pada tabel 5.
ini dikarenakan adanya biaya jasa giling
Berdasarkan tabel 65, biaya terbesar
oleh pengrajin dan juga biaya transportasi
dalam industri tahu adalah biaya variabel Rp
untuk membawa produk tahu ke pasar yang
257.672,11 per hari yang terdiri dari biaya
jaraknya rata-rata cukup jauh, sehingga total
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
103
biaya eksplisit yang dikeluarkan pengrajin
Rp 13.796,10 per hari. Dari perhitungan
adalah Rp 271.468,21 per hari.
tersebut, diperoleh pendapatan rata-rata
pengrajin tahu Rp 73.633,71 per hari.
Analisis Pendapatan
Pendapatan dapat diketahui dengan
Analisis Keuntungan
cara menghitung selisih antara penerimaan
Rerata keuntungan industri rumah
dengan total biaya yang dikeluarkan
tangga tahu di kabupaten Sleman dapat
dalam proses produksi. Rerata pendapatan
dilihat pada tabel 7 berikut.
pengrajin tahu dapat dilihat pada tabel 6.
Berdasarkan tabel 6, penerimaan
pengrajin tahu rata-rata Rp 345.101,92 per
hari yang diperoleh dari hasil perkalian
antara rata-rata produksi tahu per hari
Tabel 7. Rerata Keuntungan pada Industri
Tahu di Kab. Sleman
No.
1.
2.
dengan harga rata-rata tertimbang produk
tahu yang diproduksi oleh pengrajin. Dari
penerimaan tersebut, dikurangi dengan
biaya variabel dan biaya tetap. Biaya
3.
Uraian
Pendapatan (1)
Biaya Implisit
a. Biaya TKDK
b. Bunga modal sendiri
Total B. Implisit (2)
Keuntungan (1 – 2)
Nilai (Rp/
hari)
73.633,71
25.000,00
66,94
25.066,94
48.566,77
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
variabel yang dimaksud adalah biaya
produksi dan biaya tenaga kerja dengan
Berdasarkan tabel 7, rerata keuntungan
total biaya Rp 257.672,11 per hari serta
yang diperoleh pengrajin tahu adalah Rp
biaya tetap yaitu biaya penyusutan alat
48.566,77 per hari. Keuntungan ini diperoleh
dan biaya lain-lain dengan total biaya
dari selisih antara pendapatan pengrajin
dengan biaya implisit. Pendapatan yang
Tabel 6. Rerata Pendapatan pada Industri
Tahu di Kab. Sleman
No. Uraian
Nilai (Rp/hari)
1. Penerimaan
a. Produksi Fisik (kg)
50,84
b.Harga Produk (Rp/
6.788,00
kg)
Total Penerimaan (Rp)
345.101,92
(1)
2. Biaya Eksplisit
a. Bibit Tetap (Rp)
13.796,10
b.Biaya Variabel (Rp)
257.672,11
Total Biaya Eksplisit
271.468,21
(Rp) (2)
3. Pendapatan (Rp) (1-2)
73.633,71
Sumber: Analisis Data Primer, 2016
diperoleh pengrajin yaitu Rp 73.633,71 per
hari dan biaya implisit yang dikeluarkan
adalah Rp 25.066,94 per hari, yang terdiri
dari biaya tenaga kerja dalam keluarga Rp
25.000 per hari dan bunga modal sendiri Rp
66,94 per hari.
Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Permintaan Kedelai
pada Industri Tahu di Kab. Sleman
Permintaan kedelai sebagai salah
satu bahan baku yang dibutuhkan oleh
104
Agro Ekonomi Vol. 27/No. 2, Desember 2016
industri, khususnya industri tahu cenderung
Berdasarkan tabel 9, nilai Adjusted
dipengaruhi oleh permintaan masyarakat
R 2 adalah 0,315 yang menunjukkan
pada produk yang dihasilkan dari industri
bahwa sebesar 31,5% variasi variabel
tahu tersebut. Semakin tinggi permintaan
dependen, yaitu permintaan kedelai dapat
masyarakat terhadap produk yang
dijelaskan oleh variabel independen
dihasilkan, akan berdampak pada tingkat
(harga kedelai, upah tenaga kerja, harga
permintaan industri terhadap bahan baku.
tahu, harga kayu bakar, harga koagulan,
Dalam penelitian ini, faktor yang
status kepemilikan mesin giling, dan
diduga mempengaruhi permintaan kedelai
status keanggotaan KOPTI). Sisanya
pada industri tahu yaitu harga kedelai, upah
sebesar 68,5% dijelaskan oleh variabel
tenaga kerja, harga tahu, harga kayu bakar,
lain di luar model.
harga koagulan, status kepemilikan mesin
Hasil analisis diperoleh nilai F sig.
giling, dan status keanggotaan KOPTI
sebesar 0,000 (