Mafia Buku Pada Komunitas Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Jenis Penelitian
Metode penelitian merupakan rangkaian cara pelaksanaan kegiatan

penelitian yang didasari oleh pandangan filosofis, asumsi dasar, dan ideologis
serta pertanyaan dan isu yang dihadapi. Pada dasarnya metode penelitian adalah
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Data
yang diperoleh adalah data empiris (teramati) yang memiliki kriteria tertentu
(Sugiyono : 2010).
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Penelitian dengan metode kualitatif adalah metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah,
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Penelitian kualitatif juga
menjelaskan fenomena yang ada serta mengungkapkan fakta ataupun keadaan
yang terjadi di lapangan. Menurut Denzin dan Lincoln (1987) Menyatakan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan
maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan

melibatkan berbagai metode yang ada.
Dalam hal teknik penyajian datanya, penelitian menggunakan pola
deskriptif. Yang dimaksud pola deskriptif menurut Best (sebagaimana dikutip
oleh Sukardi, 2009), adalah metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan
menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.

Universitas Sumatera Utara

3.2

Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan kios pedagang buku di Sisi Timur

Lapangan

Merdeka

Medan,

Kelurahan


Kesawan,

Kecamatan

Medan

Barat.Adapun yang menjadi alasan peneliti untuk memilih lokasi penelitian ini
adalah dikarenakan pedagang buku bekas merupakan cagar budaya Kota Medan
dan merupakan pedagang buku bekas yang terpusat di sisi timur lapangan
merdeka.

3.3
3.3.1

Unit Analisis dan Informan
Unit Analisis
Goerge Ritzer membagi tingkat analisis permasalahan dalam penelitian

menjadi dua kontinum realitas sosial yaitu makroskopik dan mikroskopik.

Penelitian kualitatif lebih dekat dengan konteks mikroskopik karena dalam
konteks ini membicarakan mengenai pola perilaku, tindakan, interaksi dan juga
persepsi serta sikap individu-individu (Bungin, 2007).
Maka dalam penelitian ini, yang menjadi unit analisis adalah mafia buku
sebagai aktor yang menjalankan jaringan bisnis buku palsu. Selain itu pedagang
pengecer juga dijadikan sebagai unit analisis, karena pedagang pengecer bertindak
sebagai ujung tombak dalam pemasaran buku palsu ke konsumen.

Universitas Sumatera Utara

3.3.2

Informan
Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek

penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian.
Informan penelitian pun dibagi menjadi informan kunci dan informan sekunder
dengan kriteria sebagai berikut :
a. Informan kunci



Mafia Buku, Sebagai distributor yang memasarkan buku
palsu ke pedagang kecil. Selain itu mafia buku juga
mengetahui proses dari mulai memproduksi sampai
memasarkan buku palsu.

b. Informan sekunder


Pedagang pengecer, sebagai orang yang menjual buku
bajakan ke konsumen langsung.

Dalam penentuan informan peneliti menggunakan teknik Purposive
sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sample dengan
pertimbangan tertentu. Artinya peneliti harus menentukan karakteristik tertentu
dalam mencari informan (sugiyono, 2010:91).

3.4

Teknik Pengumpulan Data

Dikutip dari situs daring Wikipedia, penelitian ilmiah adalah rangkaian

pengamatan yang sambung menyambung, berakumulasi dan melahirkan teoriteori yang mampu menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena.Artinya

Universitas Sumatera Utara

dalam melakukan penelitian, peneliti harus mendapatkan data-data yang valid dan
teruji kebenarannya.
Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini
peneliti menggunakan teknik-teknik sebagai berikut :
1) Data primer data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber asli
sumber asli disini diartikan sebagai sumber pertama dari mana data tersebut
diperoleh. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer ini
adalah dengan cara :
a. Wawancara
Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah
tertentu, merupakan proses tanya-jawab lisan, dimana dua orang atau
lebih saling berhadapan secara fisik (Kartono, 1996). Burhan Bungin
(2007) membagi teknik wawancara menjadi wawancara mendalam dan
wawancara


bertahap.

Wawancara

mendalam

mengharuskan

pewawancara terlibat dalam kehidupan informan dan ini membutuhkan
waktu yang lama dibanding dengan teknik wawancara lainnya.
Sedangkan wawancara bertahap tidak mengharuskan pewawancara untuk
terlibat dalam kehidupan sosial informan sehingga pewawancara
memiliki banyak waktu diluar informan untuk mengembangkan dan
menganalisis hasil wawancara.
b. Observasi
Ada beberapa bentuk observasi yang digunakan dalam penelitian
kualitatif. Namun berdasarkan kebutuhan, bentuk observasi yang

Universitas Sumatera Utara


digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi. Metode
observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data melalui pengamatan dan penginderaan dengan cara
ikut dalam aktivitas objek pengamatan. Untuk meneliti fenomena mafia
buku pada pedagang buku bekas Lapangan Merdeka Medan, peneliti
menggunakan teknik Observasi Partisipasi. Tknikk ini mengharuskan
peneliti terjun langsung ke lapangan dan mengikuti kegiatan di lapangan.
Artinya peneliti bertindak sebagai observer dan juga menjadi bagian yang
terintegral dengan objek penelitian. Metode ini mampu menggali
informasi secara mendalam tentang fenomena yang terjadi. Metode ini
juga mampu mengurangi bias makna dalam penelitian. Data yang
diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan,
perilaku, tindakan orang secara keseluruhan.

2) Data sekunder adalah data yang telah diperoleh dari orang lain atau sudah
pernah dipublikasikan sehingga data tersebut telah tersedia.
a. Dokumenter
Metode ini pada umumnya untuk menelusuri data historis. Metode ini
memberi peluang pada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang terjadi di

waktu silam. Bahan dokumenter masih bisa dikatakan sebagai data
primer. Karena dokumen-dokumen yang dimaksud adalah yang tidak
pernah dipublikasikan dimanapun seperti otobiografi, kliping, dokumen
pemerintah atau swasta namun cenderung rahasia, surat-surat pribadi,
cerita rakyat , data pribadi pada server atau hard-disk, dan lain

Universitas Sumatera Utara

sebagainya. Namun ketika dokumen-dokumen tersebut sudah pernah
dipublikasikan, maka itu berubah jenis menjadi data sekunder, seperti
otobiografi yang diterbitkan.
b. Bahan Visual
Seperti fotografi, videografi atau film dokumenter. Bahan dokumenter
dan bahan visual nyaris sama, maka cara membedakannya : (1) bahan
dokumenter tidak memiliki sifat fotografi namun apabila ada film
dokumenter maka sebaiknya dikelompokkan sebagai bahan visual, (2)
bahan dokumenter bukan grafis, (3) bahan dokumentasi berupa kumpulan
tulisan dan cerita yang tertulis, (4) bahan visual secara untuh
menggunakan teknologi digital sebagai cara berproduksi (Bungin,
2007:124). Data dari bahan visual bisa dikategorikan sebagai data primer

juga data sekunder. Dikatakan data primer apabila saat momen
berlangsung, peneliti mengabadikannya sendiri.
c. Penelusuran literatur
Untuk memperkuat data-data yang diperoleh secara langsung dilapangan,
digunakan landasan-landasan teori yang berasal dari literatur-literatur
seperti buku, skripsi/tesis, jurnal ilmiah, artikel dalam media cetak atau
dari internet.

3.5

Interpretasi Data
Interpretasi data atau penafsiran data merupakan suatu kegiatan

menggabungkan antara hasil analisis dengan permasalahan penelitian untuk

Universitas Sumatera Utara

menemukan makna yang ada dalam permasalahan. Interpretasi data dimulai
dengan menelaah seluruh data yang tersedia yang didapat melalui observasi,
wawancara dan juga dokumentasi atau visualisasi. Setelah itu data akan dipelajari

dan ditelaah kembali untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang menjadi
rumusan masalah sehingga terbentuklah solusi. Kemudian data yang sudah
lengkap, direduksi dengan cara membuat abstraksi.
Abstraksi merupakan usaha untuk membuat rangkuman secara inti, proses
sehingga tetap berada dalam fokus penelitian. Setelah semua data terkumpul maka
data dianalisis menggunakan teori dan kajian pustaka yang telah disusun, data
juga bisa dianalisis melalui pengalaman peneliti. Sehingga akhirnya menjadi
laporan penelitian.

3.6

Jadwal Kegiatan
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan
No
1
2
3
4
5
6

7
8
9
10

Kegiatan
Pra Observasi
ACC judul penelitian
Penyusunan proposal
penelitian
Seminar proposal
Revisi proposal
Penelitian lapangan
Pengumpulan dan
pengolahan data
Bimbingan
Penulisan tugas akhir
Sidang meja hijau

Bulan ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9






√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √


Universitas Sumatera Utara

BAB IV
DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.1
4.1.1

Deskripsi Wilayah Penelitian
Sejarah Kota Medan
Medan berasal dari kata bahasa Tamil Maidhan atau Maidhanam, yang

berarti tanah lapang atau tempat yang luas, teradopsi ke Bahasa Melayu. Hari jadi
Kota Medan diperingati tiap tahun sejak tahun 1970 dan pada mulanya ditetapkan
jatuh pada tanggal 1 April 1909. Tetapi tanggal ini mendapat bantahan yang
cukup keras dari kalangan pers dan beberapa orang ahli sejarah karena itu,
Walikota membentuk panitia sejarah hari jadi Kota Medan untuk melakukan
penelitian dan penyelidikan.
Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Kotamadya Medan No.
342 tanggal 25 Mei 1971 yang waktu itu dijabat oleh Drs. Sjoerkani dibentuklah
Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Medan. Duduk sebagai Ketua adalah Prof. Mahadi,
SH, Sekretaris Syahruddin Siwan, MA, Anggotanya antara lain Ny. Mariam
Darus, SH dan T.Luckman, SH. Untuk lebih mengintensifkan kegiatan
kepanitiaan ini dikeluarkan lagi Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah
Kotamadya Medan No.618 tanggal 28 Oktober 1971 tentang Pembentukan Panitia
Penyusun Sejarah Kota Medan dengan Ketuanya Prof.Mahadi, SH, Sekretaris
Syahruddin Siwan, MA dan Anggotanya H. Mohammad Said, Dada Meuraxa,

Universitas Sumatera Utara

Letkol. Nas Sebayang, Nasir Tim Sutannaga, M.Solly Lubis, SH, Drs.Payung
Bangun, MA dan R. Muslim Akbar.
DPRD Medan sepenuhnya mendukung kegiatan kepanitiaan ini sehingga
merekapun membentuk Pansus yang diketuai M.A. Harahap, dengan Anggotanya
antara lain Drs.M.Hasan Ginting, Ny. Djanius Djamin, SH, Badar Kamil, BA dan
Mas Sutarjo. Untuk sementara disebutlah nama Guru Patimpus sebagai pembuka
sebuah kampung di pertemuan dua sungai babura dan sungai deli, disebuah
kampung yang bernama Medan Puteri. Walau sangat minim data tentang Guru
Patimpus sebagai pendiri Kota Medan. Jikapun ada, konon pernah ada manuskrip
Pustaha Hamparan Perak yang konon menyebut nama Guru Patimpus, meski
manuskrip itu tidak pernah dilihat keberadaannya oleh tim perumus.
Maka ditetapkan berdasarkan prakiraan bahwa tanggal 1 Juli 1590
diusulkan kepada Walikota Medan untuk dijadikan sebagai hari jadi Medan dalam
bentuk perkampungan, yang kemudian dibawa ke Sidang DPRD Tk.II Medan
untuk disahkan. Berdasarkan Sidang DPRD tanggal 10 Januari 1973 ditetapkan
bahwa usul tersebut dapat disempurnakan. Sesuai dengan hal itu oleh
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Medan mengeluarkan Surat Keputusan
No.74 tanggal 14 Februari 1973 agar Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan
melanjutkan kegiatannya untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna.
Berdasarkan perumusan yang dilakukan oleh Pansus Hari Jadi Kota Medan yang
diketuai oleh M.A.Harahap bulan Maret 1975 bahwa tanggal 1 Juli 1590.
Secara resmi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tk.II Medan menetapkan
tanggal 1 Juli 1590 sebagai Hari Jadi Kota Medan dan mencabut Hari Ulang

Universitas Sumatera Utara

Tahun Kota Medan yang diperingati tanggal 1 April setiap tahunnya pada waktuwaktu sebelumnya. Di Kota Medan juga menjadi pusat Kesultanan Melayu Deli,
yang sebelumnya adalah Kerajaan Aru. Kesultanan Deli adalah sebuah kesultanan
Melayu yang didirikan pada tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan
di wilayah bernama Tanah Deli (kini Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang,
Indonesia).
John Anderson, orang Eropa asal Inggeris yang mengunjungi Deli pada
tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini
berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Raja Pulau Berayan
sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampansampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886, Medan secara
resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya menjadi ibukota
Karesidenan Sumatera Timur sekaligus ibukota Kesultanan Deli. Tahun 1909,
Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah
kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Dewan kota
yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa, dua orang bumiputra Melayu,
dan seorang Tionghoa.
Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi
besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan
Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan
perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari
mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan
kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orangorang

Tionghoa

bekas

buruh

perkebunan

kemudian

didorong

untuk

Universitas Sumatera Utara

mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang
Minangkabau, Mandailing dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk
bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru dan
ulama.
Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal,
dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha pada tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo
25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah bertambah luas hampir
delapan belas kali lipat. Kecamatan Medan Barat adalah salah satu dari 21
kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Barat
berbatasan dengan Medan Deli di sebelah barat, Medan Petisah di timur, Medan
Timur di selatan, dan Medan Helvetia di utara. Pada tahun 2001, kecamatan ini
mempunyai penduduk sebesar 86.706 jiwa. Luasnya adalah 6,82 km² dan
kepadatan penduduknya adalah 12.713,49 jiwa/km².
Medan Barat adalah salah satu daerah jasa dan perniagaan di Kota Medan.
Di sini ini terdapat sebuah bengkel khusus kereta api yang dimiliki oleh PT.
Kereta Api Indonesia Eksploitasi Sumatera Utara (PT. KAI-ESU). Di Kecamatan
Medan Barat inilah terletak Titi Gantung yang dijadikan pedagang buku bekas
sebagai tempat berjualan. Titi Gantung merupakan jembatan bersejarah di Kota
Medan yang dibangun pada tahun 1885, disinilah para pedagang buku bekas
menjajaki kiosnya.

Universitas Sumatera Utara

4.1.2

Sejarah Pedagang Buku Titi Gantung
Sejarah pedagang buku bekas bermula sekitar tahun 1960-an. Awalnya

mereka hanyalah sekelompok masyarakat tinggal di Gang Buntu. Lokasinya tak
jauh dari Titi Gantung Kota Medan. Tempat itu kemudian dijadikan tempat
berjualan karena dinilai cukup strategis. Karena Titi Gantung adalah jembatan
penghubung antara pemukiman warga dengan Lapangan Merdeka Medan sebagai
titk nol Kota Medan. Seiring waktu, jumlah pedagang disana bertambah. Alhasil,
pedagang mulai menggelar lapak dagangan hingga ke ke Jl. Irian Barat, Jl. Jawa,
Jl. Veteran, dan Jl.Sutomo.
Saat itu, Titi Gantung langsung populer sebagi tempat penjualan buku
bekas. Titi Gantung jelas bernilai sejarah. Karena itu dibangun menyusul
dibukanya perusahaan kereta api Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) pada tahun
1885 dan jelas sebagai bangunan bernilai sejarah peninggalan tempo dulu. DSM
sendiri adalah perusahaan kereta api pertama yang dibangun diluar Pulau Jawa.
Bukan untuk angkutan penumpang, DSM awalnya untuk mengangkut hasil
perkebunan. DSM adalah cikal bakal berdirinya PT Kereta Api Indonesia di
Sumatera.
Hingga kini bangunan tua ini tetap berdiri kokoh. Tingginya saja 7-8 meter
dari permukaan jalan. Setiap hari Titi Gantung dilintasi masyarakat. Hingga
sekarang sampai ada ungkapan yang cukup identik "Ingat buku bekas maka ingat
Titi Gantung", jadi antara keduanya sudah seperti tidak bisa dipisahkan. Titi
Gantung akhirnya berubah fungsi menjadi tempat berjualan buku bekas. Peralihan
ini karena saat itu buku termasuk barang mewah yang sulit didapat. Namun pada

Universitas Sumatera Utara

kepemimpinan Drs. Abdillah sebagai Wali Kota Medan mereka akhirnya
direlokasi ke Lapangan Merdeka Medan. Karena kawasan Titi Gantung dianggap
Cagar Budaya.
"Waktu disuruh pindah itu kami gak langsung pindah. Tapi kami
menuntut agar kami direlokasi ke tempat yang lebih layak. Makany,
setelah dimediasi lahirlah kesepakatan agar kami direlokasi ke
Lapangan Merdeka Medan," jelas Ida, salah satu pedagang buku saat
diwawancara, Rabu (29/06/2016).
Sesuai SK: No. 511.3/5750.B tertanggal 22 Juli 2003 dinyatakan bahwa
pedagang buku akan direlokasi ke sisi timur Lapangan Merdeka. Sebelumnya,
lapangan itu merupakan taman tempat bermain sepatu roda yang sudah lama tidak
difungsikan. Setelah pindah ke Lapangan Merdeka, sebutan pedagang buku bekas
Titi Gantung tetap saja melekat kepada mereka. Di Lapangan Merdeka Medan,
para pedagang diberikan fasilitas untuk berjualan oleh Pemko Medan. Bahkan
selama di Lapangan Merdeka jumlah pedagang buku mengalami penambahan.
Ada yang menggunakan kios tempel dan ada juga yang bekerja sebagai agen
buku. Agen disini tugasnya adalah membantu pembeli mencar buku yang
dibutuhkan. Agen mendapat komisi dari hasil buku yang berhasil mereka jual.
Komisi itu didapat dari pedagang.
Setelah sekian lama berjualan di Lapangan Merdeka, pedagang harus
direlokasi lagi. Karena lokasi mereka berjualan akan dibangun lapangan parkir
dan jembatan penyebrangan (Sky Bridge) untuk penumpang kereta

api ke

Bandara Kualanamu. Padahal seharusnya pembanguan itu dilakukan di Jalan
Jawa, tepatnya sekarang yang berdiri bangunan pusat perbelanjaan Centre Point.
Pedagang pun akhirnya direlokasi sementara waktu. Mereka dipindahkan ke Jalan

Universitas Sumatera Utara

Pegadaian. Seblumnya juga sempat terdengar wacana, pedagang buku akan
dipindahkan ke daerah Jalan Panglima Denai. Pedagang tidak begitu saja mau
pindah. Mereka meminta Pemko untuk merevitalisasi kios mereka. Karena
Lapangan Merdeka Medan sudah menjadi identitas mereka. Apalagi letaknya
yang cukup strategis yaitu di inti Kota Medan.
Ketua Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM)
Sainan mengatakan, revitalisasi itu adalah hal yang harus dilakukan. Karena bagi
mereka Lapangan Merdeka adalah tempat yang sudah menjadi identitas mereka.
Setelah sebelumnya mereka sudah lama berjualan di Titi Gantung.
”Kami Cuma minta sama Pemko Medan agar membangun kembali
kios kami di Lapangan Merdeka. Kalaupun itu mau dibangun lahan
parkir dan jembatan yah silahkan saja. Tapi jangan jadikan kami
korban dari pembangunan. Kami tetap minta kios itu dibangun lagi di
Lantai 2. Perpindahan ke Jalan Pegadaian itu hanya sementara
waktu,”ungkap H. Sainan saat diwawancarai, Rabu (02/06/2016).
Perjuangan pedagang buku untuk meminta kiosnya dibangun kembali
cukup panjang. Berkali-kali mereka melakukan unjuk rasa dan berbagai
pertemuan lain agar tuntutannya dipenuhi. Kahirnya perjuangan itu membuahkan
hasil. Pemko Medan bersedia membangun 180 kios di lantai 2 lahan parkir.
Pedagang juga akhirnya pindah ke Jalan Pegadaian.
Selama beberapa tahun di Jalan Pegadaian, pedagang lebih banyak
mengeluh. Karena mereka tidak mendapat keuntungan yang maksimal.
Penyebabnya adalah tata letak kios yang sejajar dengan jalan satu arah, membuat
pembeli yang tidak merata. Karena kebanyakan pembeli lebih memilih kios yang
terlebih dahulu didapat, daripada harus berjalan ke masing-masing kios untuk
mencari buku. Berbeda dengan tata letak sebelumnya. Di Lapangan Merdeka

Universitas Sumatera Utara

Medan, tata letak kios memakai pola paralel. Sehingga konsumen tidak lelah
mencari buku yang diinginkan. Keuntungan pedagang juga lebih merata. Selain di
Jalan Pegadaian, pedagang buku juga kembali membuka lapak di Titi Gantung
Medan karena tidak mendapat kis di Jalan Pegadaian. Titi gantung pun akhirnya
dipadati pedagang buku kembali.
Di dalam kelompok pedagang buku juga mengalami polemik tersendiri
Ada dua lembaga berbeda kepentingan yang menaungi pedagang buku. Yang
pertama adalah Asosiasi Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan
(Aspeblam). Yang kedua adalah Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan
Merdeka Medan (P2BLM). Kedua kelompok ini punya keinginan yang berbeda.
Dari awal P2BLM terus memperjuangkan nasib pedagang buku agar dilakukan
revitalisasi kios di Lapangan Merdeka, Sedangkan rivalnya, menyetujui begitu
saja untuk pindah ke Jalan Pegadaian. Selama berada di Jalan Pegadaian,
pedagang yang ada di P2BLM terus melakukn perjuangan untuk mendesak
pemerintah membangun kembali kios di Lapangn Merdeka. Sedangkan Aspeblam
hanya berdiam diri.
Perjuangan panjang pedagang buku membuahkan hasil yang memuaskan.
Kios yang ada di Lapangan Merdeka Medan dibangun kembali oleh Pemko. Total,
ada 180 kios yang dibangun oleh Pemko Medan. Itu berdasarkan data yang ada di
Pemko Medan. Hampir dua tahun lebih pedagang benrjualan di Jalan Pegadaian
sebelum akhirnya dipindahkan kembali ke Lapangan Merdeka Medan. Setelah
kios dan beberapa fasilitas selesai dibangun, barulah pedagang diminta untuk
pindah.

Universitas Sumatera Utara

Kios yang ada di Jalan Pegadaian akan segera dibangun Jalan Layang
Kereta Api (JLKA). Ini merupakan proyek nasional untuk meningkatkan kualitas
dan pelayanan moda transportasi Kereta Api. Karena pembangunan sudah
dimulai, pedagang diminta untuk segera pindah. PT Kereta Api Indonesia (KAI)
Divre I Sumut-Aceh juga sudah melayangkan surat imbauan ke pedagang buku
untuk segera mengosongkan kios yang ada di Jalan Pegadaian. Namun pedagang
enggan untuk pindah karena belum menerima kejelasan legalitas dari Pemko
Medan atas kios yang ada di Lapangan Merdeka Medan. Meski begitu, beberapa
pedagang termasuk yang berjualan di Titi Gantung sudah terlebih dahulu
memindahkan barang ke Lapangan Merdeka Medan. Sampai, tibalah surat
terakhir yang berisi peringatan agar pedagang di Jalan Pegadaian mengosongkan
kios dengan batas akhir tanggal 19 Januari 2017. Apabila tidak, PT KAI akan
mengambil tindakan tegas melakukan penertiban kios.
Meski begitu, beberapa pedagang masih enggan untuk memindahkan
barang dagangannya. Mereka masih mempertanyakan legalitas kios yang ada di
Lapangan Merdeka Medan. Pedagang mengadukan nasibnya ke DPRD Kota
Medan. Dari hasil pertemuan dengan DPRD Kota Medan, PT KAI diminta untuk
menunda penertiban pedagang. Selang beberapa waktu, pedagang melakukan
pertemuan dengan Pemko Medan, PT KAI dan stake holder yang terkait. Dalam
pertemuan itu, mereka membahas soal legalitas kios. Pertemuan yang difasilitasi
Polrestabes Medan itu berbuah pada kesepakatan pedagang akan pindah dengan
jaminan akan diberikan legalitas kios. Pedagang menyetujui pertemuan itu.
Setelahnya, pedagang akhirnya mau pindah ke Lapnagan Merdeka Medan.

Universitas Sumatera Utara

Kini 180 kios yang ada di Lapangan Merdeka Medan sudah diisi
pedagang. Bahkan di beberapa lahan yang masih kosong, sejumlah pedagang
nampak mendirikan tenda untuk berjualan.

4.1.2.1 Jumlah Pedagang
Dari data Pemko Medan, ada 180 pedagang buku yang terdaftar memiliki
kios. Sementara itu Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan
(P2BLM) mengklaim ada 244 pedagang yang terdata. Sehingga tidak semua
pedagang bisa memiliki kios. Hal ini sudah disampaikan P2BLM ke Pemko
Medan. Mereka juga menuntut Pemko Medan agar membangun kembali kios
tambahan. Sementara menunggu waktu, 64 pedagang yang tidak memiliki kios
berjualan menggunakan tenda.

4.1.2.2 Jenis Pedagang
Dalam komunitas pedagang buku, ada beberapa klasifikasi jenis pedagang.
Mulai dari pemilik kios, penyewa dan agen. Pertama, pemilik kios adalah
pedagang yang memiliki kios dan memiliki barang dagangan sendiri. Jadi pemilik
kios ini bisa saja memiliki lebih dari satu kios. Kios itu didapatkan mereka dari
hasil penjualan kios dari pedagang jauh sebelum revitalisasi dilakukan. Tepatnya
pada saat pedagang masih menempati lapak bekas taman sepatu roda.
Kedua, penyewa kios adalah orang yang awalnya tidak memiliki kios lalu
menyewa kepada pemilik kios untuk digunakan berdagang. Kisaran harga

Universitas Sumatera Utara

sewanya juga tergantung kesepakatan antara pemilik dan peyewa. Besarannya
mulai dari jutaan rupiah hingga belasan juta rupiah per tahunnya.
Ketiga, Agen buku adalah orang yang biasanya menawarkan buku kepada
pelanggan yang datang. Agen tidak memiliki kios dan barang. Mereka hanya
memafaatkan kios orang lain sebagai distributor buku. Apabila ada pelanggan
yang mencari buku tertentu, maka agen akan membantu untuk mencarikan buku
itu. Tapi kesepakatan harga buku ada di tangan agen. Ada juga agen yang hanya
membawa pelanggan ke kios yang memiliki buku yang dicari. Apabila terjadi
transaksi jual beli, maka agen akan mendapat persenan dari pedagang yang
berhasil menjual bukunya. Besarannya tidak dipatokkan. Namun apabila
pelanggan membeli buku dalam jumlah banyak, maka agen akan mendapatkan
keuntungan yang besar juga.
4.1.2.3 Legalitas Pedagang Buku
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti ada beberapa dokumen yang
menunjukkan tentang legalitas pedagang buku bekas Lapangan Merdeka Medan :
1. Surat Persetujuan DPRD Kota Medan No. : 646/624 Perihal
Persetujuan Revitalisasi Cagar Budaya Titi Gantung Medan dan
Pemindahan Pedagang Buku ke Lapangan Sepatu Roda, Tertanggal 11
Juli 2003, dengan dibubuhi stempel dan tanda tangan Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat Kota Medan An. Tom Adlin Hajar.
2. Surat Keputusan (SK) Walikota Medan No. : 510/1034/K/2003 Tentang
Penetapan Lokasi Jalan Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Menjadi
Lokasi Tempat Berjualan/ Kios-Kios Pedagang Buku Eks Titi Gantung,

Universitas Sumatera Utara

Jalan Irian Barat, Jalan Jawa, Jalan Veteran Dan Jalan Sutomo Medan,
Tertanggal 18 Juli 2013.
3. Surat Perjanjian Pemakaian Kios Tempat Berjualan Buku Jalan Sisi
Timur Lapangan Merdeka Medan Nomor:511.3/5750.B tertanggal 22
Juli 2003 .
4. Surat Penetapan hasil Pengundian Kios Tempat Berjualan Buku Jalan
Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Nomor:511.3/5750. A tertanggal
16 Juli 2003.
Dari beberapa dokumen diatas, sudah jelas aktifitas pedagang buku di
lapangan Merdeka Medan diakui pemerintah. Selain dari dokumen legal,
masyarakat Kota Medan, bahkan dari luar kota mengakui eksistensi dari pasar
buku ini.
4.1.2.4 Asosiasi Pedagang Buku
Ada dua asosiasi yang menaungi komunitas pedagang buku, antara lain,
Asosiasi Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan (Aspeblam) dan
Persatuan Pedagang Buku Lapangan Merdeka Medan P2BLM. Asosiasi adalah
persatuan antara rekan usaha atau persekutuan dagang yang mempunyai
kepentingan bersama. Menurut Menurut Herskovtis (Harsojo 217:1988), asosiasi
bebas tidak dibangun atas dasar kekerabatan, meliputi berbagai bentuk
pengelompokan berdasarkan seks, umur dan dalam arti yang lebih luas, strukur
sosial itu juga meliputi relasi sosial yang mempunyai karakter politik berdasarkan
atas daerah tempat tinggal dan status.

Universitas Sumatera Utara

Hidup

dalam

bermasyarakat

berarti

mengorganisasikan

berbagai

kepentingan, kebutuhan para individu, serta pengaturan sikap manusia yang satu
terhadap yang lain dan pemusatan manusia dalam kelompok tertentu untuk
melakukan tindakan bersama. Relasi sosial yang timbul dari hidup bermasyarakat
itu dapat kita lihat sebagai suatu rencana atau sistem yang dapat disebut struktur
sosial. Jadi strukur sosial suatu masyarakat manusia meliputi berbagai tipe
kelompok atau asosiasi dan institusi dalam mana orang banyak itu mengambil
bagian. Dengan perkataan lain asosiasi sesungguhnya adalah kelompok yang
diorganisasikan. Kriteria Organisasi yang menjadi ciri asosiasi adalah:
1. Mempunyai tujuan dan fungsi yang jelas dan tertentu.
2. Ada norma asosiasi.
3. Ada status asosiasi.
4. Ada otoritas.
5. Percobaan menjadi anggota atau ada sistem calon anggota.
6. Ada sistem hak milik
7. Mempunyai nama atau lambang identitas.
Fungsi asosiasi adalah untuk melakukan tujuan tertentu seperti misalnya
tujuan politik, ekonomi sosial dan kebudyaan. Sering juga bahwa suatu asosiasi
mempunyai lebih dari satu fungsi.

4.2

Profil Informan
Informan dalam penelitian ini sangatlah penting untuk memperdalam hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Dalam hal ini peneliti telah

Universitas Sumatera Utara

mendapatkan berbagai karakteristik yang sesuai dalam penelitian yang telah
diteliti, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Informan I
Nama Inisial

: FR

Umur

: 37 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Pendidikan

: SMA

Jumlah tanggungan

: Satu orang

FR adalah seorang pedagang dan juga penyuplai buku di Titi Gantung
Lapangan Merdeka, yang sudah berumur 37 tahun. FR telah berdagang buku
sudah cukup lama, sekitar tahun 1992, usaha buku ini merupakan usaha turun
temurun dari keluarganya yang sudah dibangun sejak lama oleh keluarganya.
FR sudah tidak mempunyai tanggungan dan menikah, saat ini dia hanya
tinggal bersama istrinya yang juga terkadang membantu di kios buku Titi
Gantung. Ia mendapat pasokan buku untuk dijual lagi dari beberapa golongan
dan juga mencetak kembali, untuk buku asli ia dapat ada dari para penerbit
dan ada dari toko buku besar yang sedang cuci gudang sedangkan buku yang
bajakan ia mencetak sendiri dan dijual kembali kepada pedagang yang, serta
untuk buku bekas ada yang diapat dari orang yang mengumpulkan barangbarang bekas (tukang butut) dan ada juga yang didapat dari konsumen yang
sudah berlangganan di tempatnya.

Universitas Sumatera Utara

Dalam menjalankan bisnisnya, FR melakukan cara yang cukup
sederhana dengan menjual buku kepada pengecer, kepada konsumen dan
modalnya akan diputar kembali, tapi ia memberi sistem kredit kepada
pedagang pengecer, bila pedagang pengecer memiliki modal sedikit ia
memberikan sistem kredit.
Perbedaan harga buku asli dan bajakan yang dijual di Titi Gantung
Lapangan Merdeka ini sangat signifikan dengan toko-toko buku besar, karena
buku asli yang didapat oleh FR lebih murah maka dari terkadang ia dapat
memberi potongan harga kepada para konsumen. Sedangkan untuk buku
bajakan ia mencetak sendiri lagi dan biasanya buku yang di cetak itu adalah
buku yang laris serta banyak di cari oleh konsumen.
Keuntungan yang di dapat FR ini bisa mencapai 15-25 juta setiap
bulannya dan dalam bisnis gelap buku putaran uang yang ada bisa mencapai
milyaran rupiah karena sesama tauke ini bisa bersaing harga.Kalau ingin
mencetak satu judul buku minimal harus 500 eksemplas dan itu bisa
memakan biaya sampai puluhan juta tergantung dari judul buku yang dicetak.
Karena beda jenis buku beda harganya, biasanya buku yang paling mahal
adalah buku anak kedokteran. Selain mencetaak sendiri, ia mengakui bahwa
ia juga memesan buku dari Jakarta dan Surabaya dengan memesan buku
sampai harga belasan juta serta metode pengirimannya memakai ekspedisi
sesekali namun lebih sering memakai bus.
Ia juga mengakui bahwasanya ia tahu menjual buku bajakan adalah
terlarang, namun karena ini usaha turun temurun ia harus melanjutkan untuk

Universitas Sumatera Utara

memenuhi kebutuhan keluarga. Di kawasan toko buku Titi Gantung
Lapangan Merdeka ini sudah menjadi rahasia umum bahwasanya
pedagangnya menjual buku bajakan. Resiko dalam menjual buku di Titi
Gantung ini adalah ditangkap polisi dan kemudian bangkrut, danuntuk itu
sesama pedagang di Titi Gantung Lapangan Merdeka ini juga saling bantu.

2. Informan II
Nama Inisial

:N

Umur

: 43 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Status

: Janda

Pendidikan

: SMA

Jumlah tanggungan

: Tiga orang

N adalah seorang perempuan yang mempunyai profesi sebagai
pedagang buku yang lebih tepatnya disebut pedagang pengecer buku di Titi
Gantung Lapangan Merdeka, ia sudah berdagang buku disini sejak tahun
1997. N adalah seorang wanita yang sudah memiliki tiga orang anak yang
masih sekolah semua dan suami N sudah lama meninggal sekitar tahun 2000.
Berdagang buku ini adalah usaha almarhum suaminya yang ia lanjutkan
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, terkadang ia juga dibantu oleh
anak-anaknya berjualan dan ia buka setiap hari dari pagi sampai sore hari
serta ada juga ia ada menjual buku secara online.

Universitas Sumatera Utara

N mendapat pasokan buku untuk dijual adalah ada dari penerbit dan
dari tauke (pedagang besar) dan ia menjual buku tidak hanya buku bekas
namun ada yang asli dan bajakan. Untuk setiap jenis buku, biasanya buku asli
hanya ia dapat dari penerbit dan dari rekanan di toko buku besar, untuk buku
bajakan

ia

mendapat

pasokan

dari

tauke,

untuk

buku

bekas

N

mendapatkannya dari berbagai kalangan. Sistemnya, ia sebagai pedagang
eceran awalnya mendapat buku dari tauke denga ada yang memasok buku
secara kredit kalau modal tidak cukup namuan terkadang N juga mengambil
secara tunai yang mana unuk buku yang di ambil secara tunai adalah bukubuku yang terjual banyak.
Harga buku asli yang N jual lebih murah dari pada di toko besar, ia
dapat menjual murah karena tidak terlalu mahal menyewa kios. N menjual
buku bajakan juga karena banyak permintaan dari konsumen dari yang tua
dan muda menyukai buku bajakan karena harganya yang lebih murah. N bisa
mendapatkan keuntungan sampai 5 juta tiap bulannya, dari sinilah ia bisa
memenuhi kebutuhan keluarganya.
N juga sudah tahu untuk larang menjual buku bajakan dari pemerintah,
namun ia mengakui juga di Titi Gantung ini sesama pedagang baik pengecer
maupun tauke saling membantu, karena juga sudah rahasia umum jenis-jenis
buku yang dijual disini. Resiko dalam menjalankan bisnis ini menurut N
hanya rugi, karena dalam berdagang harus bisa menghitung.

Universitas Sumatera Utara

3. Informan III
Nama Inisial

: RC

Umur

: 50 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Pendidikan

: SMP

Jumlah tanggungan

: Lima orang

RC adalah seorang ayah yang memiliki 4 orang anak dan seorang istri,
ia adalah pedagang yang sudah lumayan lama berdagang buku di Titi
Gantung Lapangan Merdeka, tepatnya sejak tahun 1990-an. Ia memilih
berdagang buku karena menurutnya buku selalu dibutuhkan oleh masyarakat
dan menjadi pedangan pengecer buku merupakan peluang bisnis baginya,
usaha yang sudah lama dia jalankan ini dimulai dari pagi sampai sore setiap
hari kecuali hari libur.
Buku-buku yang ia jual biasanya adalah buku asli, bajakan dan buku
bekas, dan biasanya ia dapatkan dari penerbit serta tauke. Semua jenis buku
yang ia jual adalah tergolong murah baik itu buku asli, bajakan dan bekas.
Untuk buku bekas biasanya ia dapat dari pembeli yang dulunya datang
membeli buku. Untuk buku bajakan biasanya saya mengambil dari tauke dan
untuk buku asli dari penerbit.
Mekanisme pemasokan buku RC sebagai pedagang eceran awalnya
mendapat pemasokan buku dari tauke, kemudian untuk buku asli ia dapat dari

Universitas Sumatera Utara

penerbit langsung dan biasanya untuk buku bekas ia dapat dari masyarakat.
Keuntungan yang diapat RC bisa mencapai 5-7 juta setiap bulannya. RC juga
sudah mengetahui bahwasanya ada Undang-Undang yang mengatur tidak
boleh menduplikatkan buku, namun menurutnya untuk berjualan di Titi
Gantung Lapangan Merdeka ini haruslah pandai-pandai karena juga dia
berjualan buku bersama rekan-rekan di seputaran kios sudah lama serta udah
menjadi rahasia umum jenis buku yang di jual. Untuk resiko yang ditanggung
dalam bisnis ini adalah rugi, bila tidak giat.

4.3

Jaringan Mafia Buku Titi Gantung
Dalam sosiologi berkembang berbagai macam pendekatan dalam

memahami pasar, setiap pendekatan menekankan pada suatu aspec dan
mengabaikan aspek lain. Namun pendekatan satu melengkapi pendekatan
lainnya.Jejaring sosial atau jaringan sosial adalah suatu struktur sosial yang
dibentuk dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi)
yang

diikat

dengan

satu

atau

lebih

tipe

relasi

spesifik

seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dan lain-lain.
Analisis jaringan sosial memandang hubungan sosial sebagai simpul dan
ikatan.Simpul adalah aktor individu di dalam jaringan, sedangkan ikatan adalah
hubungan antar aktor tersebut.Bisa terdapat banyak jenis ikatan antar simpul.
Penelitian dalam berbagai bidang akademik telah menunjukkan bahwa jaringan
sosial beroperasi pada banyak tingkatan, mulai dari keluarga hingga negara, dan
memegang peranan penting dalam menentukan cara memecahkan masalah,

Universitas Sumatera Utara

menjalankan organisasi, serta derajat keberhasilan seorang individu dalam
mencapai tujuannya.
Dalam bentuk yang paling sederhana, suatu jaringan sosial adalah peta
semua ikatan yang relevan antar simpul yang dikaji.Jaringan tersebut dapat pula
digunakan untuk menentukan modal sosial aktor individu. Konsep ini sering
digambarkan dalam diagram jaringan sosial yang mewujudkan simpul sebagai
titik dan ikatan sebagai garis penghubungnya.
Pendekatan jaringan sosial melihat pasar sebagai suatu struktur hubungan
antara beberapa aktor pasar sepaeti perusahaan, pesaing, pemasok, distributor,
pelanggan, pembeli, dan seterusnya. Kesemua aktor tersebut membentuk suatu
kompleksitas jaringan hubungan yang melibatkan modal budaya dan modal sosial.
Pasar bejalan di pandang tidak sekedar karena ada permintaan dan penawaran
tetapi lebih dari itu yakni adanya kompleksitas jaringan aktor pasar yang
menggunakan berbagai macam energi sosial budaya seperti trust, clientization,
suku, daerah, clan, dan seterusnya.
Berdasarkan literature yang berkembang, Powell dan Smith Doerr
mengajukan 2 pendekatan yang dapat untuk mempelajari jaringan sosial, yakni
pendekatan analisis atau abstrak dan pendekatan preskriptif atau studi kasus.
Pendekatan analisis terhadap jaringan sosial menekankan analisis abstrak pada :
a. Pola informal dalam organisasi, pada dasarnya area ini memiliki kerangka
pemikiran yakni hubungan informal sebagai pusat kehidupan politik,
organisasi formalpada dasarnya adalah hubungan yang berkelanjutan

Universitas Sumatera Utara

antara orang- orang dan hubungan organisasi di bangun atas dasar
campuran yang rumit dan otoritas serta loyalitas.
b. Jaringan juga memperhatikan tentang bagaimana lingkungan di dalam
organiasi dikonstruksi. Ini berarti bahwa perhatian lebih banyak tertuju
pada segi- segi normative dan budaya dari lingkungan seperti system
kepercayaan, hak profesi, dan sumber-sumber legitimasi.
c. Sebagai suatu alat penelitian formal untuk menganalisis kekuasaan dan
otonomi , area ini terdiri dari struktur sosial sebagai suatu pola hubungan
unit-unit sosial yang terkait yang dapat mempertanggungjawabkan tingkah
laku mereka.
Bedasarkan pendekatan preskriptif memandang jaringan sosial sebagai
pengaturan logika atau sebagai suatu cara menggerakkan hubungan – hubungan di
antara para aktor ekonomi. Dengan demikian pendekatan ini di pandang sebagai
perekat yang menyatukan individu – individu secara bersama ke dalam suatu
system yang padu.Pendekatan ini lebih pragmatis dan berkait dengan pendekatan
antar-disipliner.Pendekatan ini cenderung untuk melihat motif yang berbeda
dalam kehidupkan ekonomi seperti analisis jaringan sosial dalam pasar tenaga
kerja, etika bisnis, kelompok bisnis.
Buku adalah gudang ilmu. Namun, bagi penerbit dan jaringan mafia buku,
buku juga termasuk lahan uang. Bisnis buku pelajaran yang memberikan
keuntungan menggiurkan telah membuat penerbit berebut untuk mendapatkan
proyek buku dari pemerintah daerah. Kalau proyek pencetakan buku dari
pemerintah tidak berhasil didapatkan masih ada celah besar yang menjadi sumber

Universitas Sumatera Utara

pundi uang: menjual buku langsung ke sekolah. Peneliti menemukan di lapangan
bahwasanya mafia buku Titi Gantung sudah sangat lama berdagang disana.
Hasil

wawancara

dan

observasi

langsung

peneliti

ke

lapangan

menunjukkan bahwa jaringan sosial yang terbentuk pada pedagang buku Titi
Gantung awalnya dapat dikatakan bahwa tauke yang menguasai lapak dagangan
karena memiliki modal yang besar dan bahkan memberikan juga pinjaman kepada
pengecer bila pengecer kekurangan modal dan juga bisa sistem kredit kepada
tauke.
Untuk buku baru pengecer mendapatkan langsung dari penerbit, maka dari
itu mereka dapat menjual murah karena pedagang buku Titi Gantung tidak terlalu
mahal membayar sewa tidak seperti toko-toko buku yang lain. Untuk buku bekas
pedagang buku Titi Gantung biasanya dapat dari tukang butut atau warga yang
ingin membuang buku-buku lamanya. Dari sinilah tanpa disadari terbentuk
jaringan itu, mafia pedagang buku ini terpaksa harus membajak buku karena
untuk buku keluaran terbaru dari percetakan resmi biayanya lebih mahal dan kalau
dijual lagi tidak banyak juga yang membeli karena kebanyakan masyarakat
sekarang ini lebih berminat membeli yang bajakan karena harganya lebih murah.
Maka dari itu, jaringan sudah terbentuk secara terorganisir oleh pedagang
buku Titi Gantung Lapangan Merdeka sejak lama. Sistem ini terbentuk dari tauke
ke pengecer buku yang saling bergantung untuk mendapatkan buku baik itu buku
baru, buku bekas maupun buku bajakan. Bisnis ilegal ini tetap berjalan lancar
untuk kebutuhan masing

Universitas Sumatera Utara

4.4

Mekanisme Penjualan Buku Titi Gantung
Mekanisme berasal dari bahasa Yunani mechane yang memiliki arti

instrumen atau perangkat dan juga berasal dari kata mechos yang memiliki arti
sarana dan cara menjalankan sesuatu. Mekanisme dapat diartikan dalam banyak
pengertian, secara umum mekanisme adalah interaksi bagian-bagian dengan
bagian-bagian lainnya dalam suatu keseluruhan atau sistem secara atau tanpa
disengaja dengan menghasilkan kegiatan atau fungsi-fungsi sesuai dengan tujuan.
Pedagang buku yang berjualan di Titi Gantung memiliki mekanisme
tersendiri dalam usahanya. Sistem yang tidak sengaja terbentuk ini berawal dari
pemilik modal atau yang mereka sebut adalah tauke, tauke buku bekas ini
memiliki usaha percetakan sendiri dan lalu menawarkan buku murah yang sudah
dicetak lagi kepada pedagang buku Titi Gantung. Tauke juga mendapatkan barang
dari Jakarta dan Surabaya dengan melakukan pengiriman lewat bus dan ekspedisi.
Pedagang buku mendapat pasokan buku untuk dijual lagi dari beberapa
golongan dan juga mencetak kembali, untuk buku asli didapat ada dari para
penerbit dan ada dari toko buku besar yang sedang cuci gudang sedangkan buku
yang bajakan biasanya dicetak sendiri oleh tauke dan dijual kembali kepada
pedagang serta untuk buku bekas ada yang diapat dari orang yang mengumpulkan
barang-barang bekas (tukang butut) dan ada juga yang didapat dari konsumen
yang sudah berlangganan di tempatnya.
Tauke melakukan cara yang cukup sederhana dengan menjual buku
kepada pengecer, kepada konsumen dan modalnya akan diputar kembali, tauke

Universitas Sumatera Utara

juga memberi sistem kredit kepada pedagang pengecer, bila pedagang pengecer
memiliki modal sedikit maka tauke dapat memberikan sistem kredit.
Di kawasan toko buku Titi Gantung Lapangan Merdeka ini sudah menjadi
rahasia umum bahwasanya pedagangnya menjual buku bajakan. Resiko dalam
menjual buku di Titi Gantung ini adalah ditangkap polisi dan kemudian bangkrut,
dan untuk itu sesama pedagang di Titi Gantung Lapangan Merdeka ini juga saling
bantu.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PENUTUP

5.1

KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan dan pemaparan hasil penelitian dibab-bab

sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
1.

Mafia buku ini ada didalamnya tauke dan pengecer buku, keduanya
sama-sama terlibat dalam sistem penjualan buku gelap. Tauke sebagai
sumber buku bajakan yang dicetak sendiri menjual buku bajakan itu ke
pengecer dan bisa kredit dengan tauke. Buku asli yang didapatkan
mereka langsung dari penerbit biasanya lebih murah dari pada beli dari
toko, maka dari itu pedagang buku bisa kasih potongan harga kepada
pembeli. Untuk buku bekas biasanya didapat dari masyarakat yang
ingin membuang buku atau dari pemulung. Bisnis buku bajakan ini
disadari pedagang buku Titi Gantung berbahaya, namun sampai saat ini
bisnis ini tetap berjalan lancar karena antar pedagang buku komunikasi
masih tetap berjalan.

2.

Sistem pembayaran pedagang pengecer biasanya langsung tunai dan
bila pengecer tidak mempunyai modal yang cukup, tauke biasanya
kasih kredit kepada pengecer. Pengecer biasanya sebulan bisa hampir
dapat keuntungan sebesar 5-7juta sedangkan tauke bisa puluhan juta.
Hasil dari penelitian peneliti, semua informan mengakui bahwa bisnis
ini sangat beresiko karena ada larangan menduplikatkan buku asli.

Universitas Sumatera Utara

Namun, pedagang buku tetap melakukan bisnis ini dengan hati-hati
untuk memenuhi kebutuhan hidup.

5.2

SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah diperoleh peneliti

selama melakukan penelitian, ada beberapa saran yang dianggap perlu yakni:
1.

Saran dalam kaitan akademis yakni: agar penelitian selanjutnya dengan
kajian yang sama dapat menggunakan kerangka analisis yang berbeda,
sehingga tercipta keragaman dalam penelitian

2.

Saran dalam kaitan teoritis, diharapkan penelitian ini juga dapat
memberikan manfaat dan menjadi refrensi bagi para peneliti lain yang
ingin meneliti mengenai mafia. Penelitian ini masih jauh dari sempurna,
sehingga diharapkan pada peneliti lain dapat menutupi kekurangan
tersebut demi mencapai suatu penelitian yang lebih baik lagi di masa
depan.

3.

Saran dalam kaitan praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan
bagi masyarakat dimana saja dan mahasiswa-mahasiwa dapat
memahami penjualan buku bekas yang ada di Medan.

Universitas Sumatera Utara