Mafia Buku Pada Komunitas Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Mafia (Mafioso)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian mafia adalah

perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan (kriminal). Mafia pertama
kali dikenal dengan sebutan Cosa Nostra. Ini adalah persaudaraan pidana yang
muncul pada pertengahan abad ke-19 di Sisilia. Mafia juga dikenal sebagai
organisasi yang terstruktur dan memiliki kode etik. Ini dikenal sebagai "keluarga",
"asosiasi", "klan" atau "cosca", klaim kedaulatan atas wilayah di mana ia
beroperasi.
Mafia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis sindikat
kejahatan terorganisir yang utamanya melakukan tindak kriminal pemerasan,
penggunaan intimidasi dengan kekerasan untuk memanipulasi kegiatan ekonomi
lokal, terutama perdagangan gelap.
Kegiatan lainnya yang dipraktekkan seperti perdagangan narkoba, lintah
darat dan penipuan. Mereka terikat bersama dalam aturan-aturan yang berupa
kode etik kehormatanMafia berasal dari bahasa Sisilia kuno, Mafiusu, yang

diduga mengambil kata Arab mahyusu yang artinya tempat perlindungan atau
pertapaan. Setelah revolusi pada 1848, keadaan pulau Sisilia morat-marit sehingga
mereka perlu membentuk ikatan suci yang melindungi mereka dari serangan
bangsa lain dalam hal ini bangsa Spanyol. Nama mafia mulai terkenal setelah
sandiwara dimainkan pada 1863 dengan judul I mafiusi di la Vicaria “Cantiknya

Universitas Sumatera Utara

rakyat Vicaria), yang menceritakan tentang kehidupan pada gang penjahat di
penjara Palermo.
Sekalipun tidak jelas siapa yang mendirikannya, namun pendirian
organisasi ini mula-mula berdasarkan ikatan persaudaraan diantara sesama warga
keturunan pulau Sisilia. Dalam perjalanan sejarah, kelompok yang semula kecil
menjadi besar dan membutuhkan dukungan keuangan yang lebih banyak sehingga
misi pendirian organisasi mulai bergeser menjadi mencari keuntungan sebesarbesarnya dengan tidak mengindahkan tata aturan masyarakat yang lain.
Yang mengherankan para anggotanya merasa tidak melakukan tindakan
kriminal sebab di mata mereka, apa yang dilakukannya adalah sekedar
memberikan proteksi atau perlindungan terhadap kelompok lain yang mengalami
tekanan atau pemerasan. Sehingga pelaku merasa bangga dan terhormat dapat
“menolong” seseorang dari kesusahan. Sejak itulah kata Mafiusu berubah arti

menjadi orang atau organisasi “terhormat.”
Nama lain dari Mafia adalah Cosa Nostra, anggotanya selalu menulis kata
ini dengan penuh hormat yaitu ditulis dengan awal huruf besar. Pengertian Cosa
Nostra sendiri adalah “our thing” atau sama-sama satu bangsa, satu pemikiran
atau “orang kita.” Namun dalam buku terjemahan Mafia Manager oleh Bern
Hidayat disebut bahwa terjemahan Cosa Nostra adalah “urusan kita.”Ketika
beberapa pentolan Mafia seperti Johnny “si rubah” Torrio berimigrasi ke lahan
yang lebih menjanjikan yaitu Amerika sekitar 1930, maka dunia kejahatan
Amerika mulai diwarnai darah yang dihasilkan oleh orang berdarah Italia. Apalagi
Johnny merasa perlu membawa seorang tangan kanannya yang dikenal licin dan

Universitas Sumatera Utara

kejam terhadap musuh-musuhnya yang kelak akan merepotkan pemerintah
Amerika, Al Capone.
Mafia mulai berkembang di Amerika Serikat pada abad ke-20 melalui jalur
imigrasi. Puncaknya terjadi sampai pertengahan abad ke-20. Dimana, berbuntut
penyelidikan yang dilakukan FBI di tahun 1970-an dan 1980-an. Ini sempat
mengurangi pengaruh mereka di Amerika Serikat. Meski demikian, mafia dan
rekam jejaknya menjadi budaya populer di Amreika Serikat. Bahkan, sudah

banyak fim yang menceritakan tentang mafia. Istilah “Mafia” telah melebar
hingga merujuk pada kelompok besar yang melakukan kejahatan terorganisir.
Pelebaran istilah ini sampai hingga ke beberapa negara seperti, Mafia Rusia,
Yakuza di Jepang, dan Triad di China.
Tak hanya dalam skala negara, mafia pun sudah menjamur hingga ke akar
rumput. Sebagian masyarakat membuat kelompok-kelompok tak resmi dan
mewarisi sifat – sifat mafia. Bahkan kelompok-kelompok ini bisa mengatur
sebuah komunitas. Pada kasus pedagang buku bekas di Lapangan Merdeka juga
mengadopsi sistem mafia di dalamnya. Betapa tidak, beberapa diantara pedagang
membangun usaha penggandaan buku untuk meraup keuntungan. Seperti yang
sudah dijelaskan pada bagian latar belakang, pedagang yang awalnya hanya
menjual buku bekas, sudah menyimpang dari sebutan sebagai penjual buku bekas.
Hamir keseluruhan mereka menjual buku baru mulai dari kelas yang original
hingga ke kelas KW hasil gandaan para mafia buku.
Sebutan ini cukup tepat disematkan kepada para pengganda buku dengan
realita bisnis yang mereka jalani. Mereka menggandakan buku demi mencari

Universitas Sumatera Utara

keuntungan. Hanya beberapa orang saja yang bisa menggandakan buku dengan

modal cukup besar yang dibutuhkan. Bisnis ini juga terbilang tertutup, hanya
diketahui oleh kelompok pedagang buku. Mafia Buku yang ada di pedagang
cukup menentukan nasib mereka. Pasalnya, mereka membutuhkan pasokan buku
dari distributor buku yang biasa disebut “toke”.

2.2

Negara Gagal (Failed State)
Secara filosofis istilah negara gagal memiliki banyak makna. Beberapa

pendapat mengenai definisi negara gagal, antara lain pendapat dari Ulrich
Schnechener yang menyebutkan negara gagal adalah negara yang tidak mampu
dalam menjalankan atau memberikan tiga fungsi dasar negara, yaitu: keamanan,
kesejahteraan, dan legitimasi atau penegakan hukum (Schnechener,2006). Senada
dengan Ulrich Schnechener, Robert I. Rotbergmendefinisikan negara gagal adalah
negara yang tidak dapat lagi menjalankan fungsi-fungsi dasarnya (pendidikan,
keamanan dan pemerintahan) yang biasanya dikarenakan kekerasan, kemiskinan
yang ekstrim, dan vakumnya kekuasaan. Sedangkan Noam Chomsky menuturkan
negara gagal adalah negara yang tidak mampu melindungi warga negaranya dari
tindak kekerasan, tidak terjaminnya hak warga negara, lemahnya institusi

demokrasi dan lembaga penegak hukum serta maraknya penyalahgunaan
kekerasan.
Namun ada juga pendadapat bahwa negara gagal merupakan negara yang
tidak memiliki pemerintahan (vacum of power) dan sudah tidak dapat lagi
mempertahankan

kedaulatannya,

baik

legitimasi

wilayahnya

maupun

Universitas Sumatera Utara

pemerintahannya terhadap rakyatnya. International Committee of the Red Cross
melihat negara gagal merupakan negara dimana secara institusi dan hukum serta

ketertiban, baik keseluruhan maupun sebagian, runtuh (collapsed) dibawah
tekanan, terintegrasi atau pun berada ditengah-tengah konflik kekerasan (Thurer :
1999).
Failed states dapat diakibatkan oleh beberapa fenomena antara lain karena
runtuhnya pemerintahan yang ada. Negara yang dalam keadaan seperti ini dapat
dilihat dari struktur-struktur serta aparatur negara yang antara lain seperti polisi,
kehakiman, tentara dan badan-badan lain yang bertugas untuk menegakkan
hukum dan menjaga ketertiban sudah tidak ada atau tidak dapat beroperasi seperti
seharusnya.
Meski masih terjadi perdebatan di antara para ahli tentang definisi negara
gagal (failed states), namun menurut Noam Chomsky (2006) dalam Failed States:
The Abuse of Power and the Assault on Democracy, setidaknya ada dua karakter
utama atau dua kategori yang membuat negara tertentu dapat disebut sebagai
negara gagal. Pertama, negara yang tidak memiliki kemauan atau kemampuan
melindungi warga negara dari berbagai bentuk kekerasan, dan bahkan kehancuran.
Negara tersebut tidak dapat menjamin hakhak warga negaranya, baik di tanah air
sendiri maupun di luar negeri, dan tidak pula mampu menegakkan serta
mempertahankan berfungsinya institusiinstitusi demokrasi.
Kedua, konsep negara gagal mengacu pada negara tertentu yang
menganggap diri mereka berada di luar tatanan hukum, baik domestik dan

internasional, yang membuat mereka bebas melakukan agresi dan kekerasan.

Universitas Sumatera Utara

Negaranegara seperti ini tidak harus lemah dalam menegakkan institusi
demokrasi, bahkan boleh jadi sangat kuat secara militer, dan karena itu sering
bersikap agresif, sewenangwenang, tiranik atau totalitarian. Menurut Chomsky,
negaranegara seperti ini semestinyalah juga termasuk ke dalam kategori negara
gagal, setidaknya menurut norma dan ukuran hukum internasional moderen
dewasa ini.
Afghanistan dan Irak nampaknya sedang berjalan menuju negara gagal,
karena keduanya seakan tak berdaya mencegah terjadinya kekerasan dan
penghancuran anak manusia serta peradabannya di tengah kehadiran pasukan
Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Tapi, sebelum kehadiran AS dan sekutunya
pun, di kedua negara ini memang telah sering terjadi tragedi pemusnahan nyawa
manusia. Ironisnya, para aktor penyulut tragedi tersebut justru para pemimpin
mereka sendiri – sesama sebangsa dan senegara.
Sebaliknya AS, negara adidaya yang arogan itu, juga bisa dikemukakan
sebagai negara gagal dalam kategori kedua. Itulah yang ditulis Chomsky, yang
selama ini dikenal sebagai salah seorang ilmuwan kritis di AS. “Jika seseorang

melihat dirinya secara jujur di depan cermin, maka kita tidak terlalu sulit
menemukan karakter kedua failed states di tanah air kita sendiri”. Sebab, AS
sebagai kekuatan dominan dunia telah kerap menempatkan pemerintahannya,
terlebih sejak era Presiden Ronald Reagan sebagai outlaw state. Dengan begitu,
AS sebenarnya tidak hanya membahayakan dunia internasional, tapi juga warga
negaranya sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Outlaw states, menurut filsuf politik dan moral terkemuka AS di abad
ke20, John Rawls, adalah negaranegara yang menolak mematuhi law of peoples
yang mencakup juga komitmen untuk mengikuti perjanjian dan kesepakatan
internasional. Outlaw states juga adalah negara yang dalam praktiknya menolak
semua pihak berada dalam posisi yang setara, di samping juga menolak prinsip
penggunaan kekuatan selain untuk membela diri dan menghormati hakhak asasi
manusia (HAM).
Negara gagal adalah negara yang dianggap gagal memenuhi persyaratan
dan tanggung jawab dasar suatu pemerintahan berdaulat. Tidak ada kesepakatan
umum tentang definisi negara gagal. Definisi negara gagal menurut Fund for
Peace sering digunakan untuk mencap suatu negara yang memiliki ciri-ciri

berikut:


Kehilangan kontrol atas wilayahnya sendiri, atau monopoli
pengerahan pasukan fisik sah di wilayahnya



Tergerusnya kewenangan yang sah dalam pembuatan keputusan
bersama



Tidak mampu menyediakan layanan publik



Tidak mampu berinteraksi dengan negara lain sebagai anggota
penuh komunitas internasional


Ciri-ciri yang umum dari suatu negara gagal adalah pemerintah pusatnya
sangat lemah atau tidak efektif sampai-sampai kekuasaan praktis di sebagian besar
wilayahnya begitu kecil, buruknya layanan publik, korupsi dan tindak kejahatan

Universitas Sumatera Utara

yang meluas, adanya pengungsi atau perpindahan penduduk tak terkendali, dan
memburuknya ekonomi secara tajam. Seberapa besarnya kendali pemerintah yang
dibutuhkan agar tidak dicap sebagai negara gagal masih beragam di kalangan
peneliti. Selain itu, penetapan negara "gagal" masih dianggap kontroversial dan
jika dibuat secara sengaja, akan ada konsekuensi geopolitik yang besar.
Dari beberapa definisi ini dapat dilihat bahwa sebuah negara dapat
dikatakan gagal berdasarkan tiga variabel, yaitu kedaulatannya (sovereignty)
dimana negara tersebut kehilangan atau tidak lagi memiliki kedaulatan atas
negaranya, berdasarkan tingkat kemakmurannya atau pembangunan ekonominya
(development) dimana negara tersebut memiliki tingkat pembangunan atau
pertumbuhan yang relatif sangat rendah atau bahkan tidak berkembang atau
tumbuh sama sekali, dan juga berdasarkan keamanannya (security) dimana negara
tersebut sudah tidak mampu lagi memberikan keamanan kepada warga negaranya.
Jadi secara ideal berdasarkan teori failed states bahwa negara yang tidak

memiliki kedaulatan, tingkat pertumbuhannya sangat rendah atau tidak memiliki
pertumbuhan ekonomi, dan negara tersebut tidak aman atau tidak dapat
memberikan keamanan kepada warga negaranya maka negara tersebut dapat
dikategorikan sebagai negara yang gagal (not-sovereign state + underdevelopment + unsecure = failed states). Hal tersebut juga merupakan
karakterisitik dari sebuah negara di dunia ketiga.

Universitas Sumatera Utara

2.3

Ekonomi Bawah Tanah (Underground Economy)
Dalam negara berkembang aktifitas ekonomi dikelompokkan dalam 2

kelompok, Recorded Economy dan Unrecorded Hidden Economy. Dari judul
penelitian diatas kasus yang akan jadi pusat kajian termasuk dalam Unrecorded
Hidden Economy atau biasa sering kita dengar dengan istilah Ekonomi bawah
tanah atau Underground Economy.
Untuk memahami Underground Ekonomi Ada beberapa definisi yang
berbeda, tergantung dari objek dan pendekatan yang dilakukan terhadap aktivitas
ekonominya. Philip Smith (1994), memberikan definisi yang sangat luas
mengenai underground economy ini yaitu produksi barang dan jasa (market based
production), baik yang legal maupun ilegal, yang lolos dari pendeteksian dalam
penghitungan PDB resmi. Definisi ini menggambarkan bahwa underground
economy tidak hanya berupa aktivitas ekonomi yang ilegal saja, akan tetapi
termasuk juga aktivitas yang dinyatakan legal dari transaksi-transaksi dan
pendapatan namun tidak tercatat atau dilaporkan dalam statistik.
Aktivitas ilegal tidak masuk dalam penghitungan PDB karena sudah
menjadi kesepakatan (social consensus) adalah transaksi-transaksi seperti : obatobatan terlarang, perjudian, prostitusi, penyelundupan, pembajakan. Sedangkan
aktivitas yang legal menjadi masuk dalam underground economy karena memang
terlewat tidak tercatat atau tidak dilaporkan ke dalam PDB. Apabila kita ingin
mengidentifikasi apakah suatu aktivitas ekonomi termasuk dalam underground
economy atau tidak, maka penggolongan underground economy mungkin dapat

Universitas Sumatera Utara

membantu. Menurut Feige (1990), terdapat empat golongan underground
economy yaitu :
1. Illegal Economy, yaitu aktivitas ekonomi yang tidak sah yang
terkandung dalam pendapatan yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi
yang melanggar undang-undang atau bertentangan dengan peraturan
hukum. Kegiatankegiatan seperti : memperjualbelikan barang-barang
hasil curian, pambajakan, dan penyelundupan merupakan tindakan
kriminal yang melanggar undangundang. Demikian juga kegiatan
perjudian, transaksi-transaksi obat bius dan narkotika merupakan
tindakan yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum yang ada.
2. The Unreported economy, yaitu pendapatan yang tidak dilaporkan
kepada khususnya otoritas pajak, tentunya dengan maksud untuk
menghindari tanggung jawab untuk membayar pajak.
3. The Unrecorded Economy, yaitu pendapatan yang seharusnya tercatat
dalam statistik pemerintah namun tidak tercatat. Akibatnya terjadi
perbedaan antara jumlah pendapatan atau pengeluaran yang tercatat
dalam sistem akuntansi dengan nilai pendapatan dan pengeluaran yang
sesungguhnya.
4. The Informal Economy, yaitu pendapatan yang diperoleh para pelaku
atau agen ekonomi secara informal. Para pelaku ekonomi yang berada
dalam sektor ini kemungkinan tidak memiliki izin secara resmi dari
pihak yang berwenang, perjanjian kerja, atau kredit keuangan.

Universitas Sumatera Utara

Melihat penggolongan di atas, dapat dilihat bahwa cakupan underground
economy

begitu

luas

sehingga

sangatlah

tidak

mudah

untuk

mengukurnya.Aktifitas Underground Economy mucul karena kepentingan untuk
memakmurkan segelintar orang maupun kepentingan politik kelompok adalah
motivasi yang tak bisa dinafikkan. Dalam Underground Economy masyarakat
kelas bawah juga ikut ambil bagian didalamnya. Ini dilakukan karena tidak
adanya pekerjaan formal yang mereka dapatkan. Bukan hal yang aneh apabila
pemberantasan Underground Economy terkesan sia-sia. Upaya pemberantasan
biasanya akan muncul perlawanan dari para masyarakat lapis bawah untuk
menjaga aktifitas yang tergolong ilegal.
Beban pungutan di daerah menjadi persoalan yang banyak dikemukakan
berbagai pelaku usaha berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi dimana
pemerintah daerah berusaha memacu penerimaan daerahnya dengan menerapkan
pajak dan pungutan. Pengelolaan

pemerintah yang buruk, korupsi yang

merajalela juga menjadi faktor maraknya praktek Underground Economy.
Schneider dan Este menyebutkan Underground Economy cenderung kecil
di negara yang pemerintahannya kuat dan efsien secara sistem. Studi kasusu di
Indonesia menunjukkan, aktifitas ekonomi bawah tanah didasari oleh upaya untuk
mengelak dari birokrasi yang terlalu panjang dan sogokan yang tak bisa dihindari
bila berada di sektor formal. Pedagang buku yang sebagian besar memiliki taraf
hidup di dibawah rata-rata akan menghindari retribusi untuk pemerintah. Karena
itu bisa memotong pendapatan merek yang mendapatkan keuntungan kecil dari
hanya berjualan buku.

Universitas Sumatera Utara

Ekonomi bawah tanah adalah aktivitas ekonomi yang tak tercatat dalam
pembukuan ekonomi resmi yang direpresentasikan oleh Produk Domestik Bruto.
Ada beberapa criteria yang menyebabkan aktivitas-aktivitas ini tidak tercatat
secara resmi, salah satunya adalah karena aktivitas ini memang tersembunyi atau
memang disembunyikan, yang berbentuk aktivitas illegal seperti perjudian,
prostitusi, human trafficking, tindak korupsi dan penyelundupan barang.
Menurut Edgar L. Feige. dalam bukunya yang berjudul "Defining and
Estimating Underground and Informal Economies: The New Institutional
Economics Approach. World Development, 1990, terdapat empat golongan
underground economy yaitu :
1.

The Illegal Economy, yaitu aktivitas ekonomi yang tidak sah yang
terkandung dalam pendapatan yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi
yang melanggar undang-undang atau bertentangan dengan peraturan
hukum. Kegiatankegiatan seperti : memperjualbelikan barang-barang
hasil curian, pambajakan, dan penyelundupan merupakan tindakan
kriminal yang melanggar undangundang. Demikian juga kegiatan
perjudian, transaksi-transaksi obat bius dan narkotika merupakan
tindakan yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum yang ada.

2.

The Unreported economy, yaitu pendapatan yang tidak dilaporkan
kepada khususnya otoritas pajak, tentunya dengan maksud untuk
menghindari tanggung jawab untuk membayar pajak.

3.

The Unrecorded Economy, yaitu pendapatan yang seharusnya tercatat
dalam statistik pemerintah namun tidak tercatat. Akibatnya terjadi

Universitas Sumatera Utara

perbedaan antara jumlah pendapatan atau pengeluaran yang tercatat
dalam sistem akuntansi dengan nilai pendapatan dan pengeluaran yang
sesungguhnya.
4.

The Informal Economy, yaitu pendapatan yang diperoleh para pelaku
atau agen ekonomi secara informal. Para pelaku ekonomi yang berada
dalam sektor ini kemungkinan tidak memiliki izin secara resmi dari pihak
yang berwenang, perjanjian kerja, atau kredit keuangan.
Melihat penggolongan di atas, dapat dilihat bahwa cakupan underground

economy begitu luas sehingga sangatlah tidak mudah untuk mengukurnya. Upaya
untuk mengukur besarnya underground economy telah dilakukan oleh banyak
peneliti dengan berbagai metode. Namun sampai dengan saat ini, belum ada
kesepakatan secara international best practice, metode yang paling tepat untuk
mengukurnya.
Salah

satu

metode

mengukur underground

yang

cukup

economy adalah

banyak

digunakan

melalui pendekatan

dalam

moneter, yaitu

dengan menganalisis permintaan uang kartal (Currency Demand). Metode ini
dikembangkan

oleh Vito

mengestimasi underground

Tanzi (1980)
economy di

yang

menggunakannya
Amerika

untuk

Serikat.Tanzi

mendefinisikan underground economy sebagai pendapatan yang didapat dari
aktivitas ekonomi yang tidak dilaporkan dan atau tidak tercatat pada otoritas pajak
dengan maksud untuk menghindari pajak. Menurut Tanzi, beban pajak merupakan
faktor penyebab terjadinya kegiatan underground economy.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1
Klasifikasi Aktivitas Underground Economy
Transaksi Moneter

Transaksi Non-moneter

. Aktivitas Ilegal • Perdagangan barang hasil

• Barter

obat-obatan

terlarang

pencurian
• Industri dan Penjualan
obat-obatan terlarang

• Pencurian

untuk

digunakan sendiri

• Perjudian

• Produksi

obat-obatan

• Prostitusi

terlarang

untuk

penggunaan sendiri
• Pencucian Uang
• Penyelundupan
• Penggelapan
2. Aktivitas Legal

• Pengelakan Pajak

• Pengelakan Pajak
• Pendapatan

yang

tidak

dilaporkan

• Penghindaran Pajak

• Upah, gaji, dan asset dari
pekerjaan

• Barter barang dan jasa

yang

tidak

• Berusaha sendiri tanpa
bantuan pihak lain

dilaporkan dari barang dan
jasa yang legal
• Pembayaran

di

bawah

faktur
• Penghindaran Pajak
• Diskon untuk karyawan
• Tunjangan

Universitas Sumatera Utara

2.4

Teori Jaringan
Analisis dari teori jaringan adalah bahwa teori ini menjauhkan sosiolog

dari studi tentang kelompok dan kategori sosial dan mengarahkannya untuk
mempelajari ikatan di kalangan dan antar aktor yang tak terikat secara kuat dan
tak sepenuhnya memenuhi persyaratan kelompok, (wellman, 2004:383). Ciri khas
dari teori jaringan adalah pemusatan perhatiannya pada struktur mikro dan makro.
Artinya, aktor mungkin saja individu, kelompok , perusahaan dan masyarakat,
(Ritzer, 2008:383). Granoveter melukiskan hubungan di tingkatan mikro itu
seperti tindakan yang melekat dalam hubungan pribadi konkret dan dalam struktur
jaringan hubungan tersebut.
Dalam teori jaringan yang lebih integratif Ronald Burt mencoba
membangun sebuah pendekatan integratif meski merupakan bentuk lain saja dari
determinisme struktural. Burt memulai dengan mengungkap pemisahan di dalam
teori tindakan atomistis dan normatif. Orientasi atomistis berasumsi bahwa
tindakan alternatif dapat dinilai secara bebas oleh aktor tersendiri sehingga
penilaian dapat dibuat tanpa merujuk kepada aktor lain. Sedangkan perspektif
normatif ditetapkan oleh aktor tersendiri didalam sistem yang salaing
mensosialisasikan diri satu sama lain (Ritzer, 2008:385). Untuk pengadaan buku
pedagang buku membangun jaringan untuk mengembangkan usahanya.
Pedagang membangun jaringan ke pengganda buku, penerbit, dan toke
untuk mendapatkan buku murah agar bisa dijual kembali. Biasanya jaringan ini
dimanfaatkan pedagang agar tidak terbebani oleh modal usaha. Karena jaringan
yang terbangun memudahkan mereka dalm pembayaran buku secara kredit yang

Universitas Sumatera Utara

didapatkan dari penerbit dan toke. Pedagang juga membangun jaringan ke toko
buku yang akan melakukan cuci gudang dan menjual barangnya dengan harga
grosir. Biasanya ada agen yang mengepul buku untuk dijual ke pedagang.
Pembelian ini dilakukan secara besar-besaran. Jadi jaringan ini juga merupakan
hal yang penting bagi keberlangsungan komunitas pedagang buku.
Jaringan sosial dalam ekonomi menurut Granovetter dan Swedberg adalah
suatu rangkaian hubungan yang teratur atau hubungan sosial yang sama antara
individu-individu atau kelompok-kelompok. Jaringan sosial adalah sebagai suatu
pengelompokan yang terdiri atas sejumlah orang, paling sedikit terdiri atas tiga
orang yang masing-masing mempunyai identitas tersendiri dan masing-masing
dihubungkan antara satu dengan yang lainnya melalui hubungan-hubungan sosial
yang

ada,

sehingga

melalui

hubungan

sosial

tersebut

mereka

dapat

dikelompokkan sebagai suatu kesatuan sosial.
Secara sederhana, jaringan sosial sebenarnya merupakan salah satu bentuk
strategi dan tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun masyarakat
dalam menghadapi lingkungan pekerjaannya yang tidak menentu atau diliputi oleh
berbagai keterbatasan- keterbatasan yang dimiliki.Oleh karena itu, konteks
jaringan sosial pada suatu komunitas masyarakat dapat dibedakan atas tiga bentuk,
yaitu jaringan vertikal (hirarkis), jaringan horizontal (pertemanan), dan jaringan
diagonal (kakak-adik).
1.

Hubungan vertikal (hirarkis) adalah hubungan dua pihak yang berlangsung
secara tidak seimbang karena satu pihak mempunyai dominasi yang lebih
kuat dibanding pihak lain, atau terjadi hubungan patron-klien.

Universitas Sumatera Utara

2.

Hubungan diagonal adalah hubungan dua pihak di mana salah satu pihak
memiliki dominasi sedikit lebih tinggi dibanding pihak lainnya.

3.

Hubungan horizontal adalah hubungan dua pihak di mana masing-masing
pihak menempatkan diri secara sejajar satu sama lainnya. Namun pada
kenyataannya dalam suatu komunitas, termasuk komunitas masyarakat
pesisir (nelayan maupun pembudidaya), ke tiga bentuk jaringan ini saling
tumpang tindih dan bervariasi, serta bentuk yang satu tidak dapat secara
tegas dipisahkan dari bentuk lainnya.
Suparlan (1982: 36-39) mengatakan ada beberapa hal yang merupakan

ciri-ciri utama dari jaringan sosial, yaitu:
1.

Titik-titik, merupakan titik-titik yang dihubungkan satu dengan lainnya
oleh satu atau sejumlah garis yang dapat merupakan perwujudan dari
orang, peranan, posisi, status, kelompok, tetangga, organisasi, masyarakat,
negara dan sebagainya.

2.

Garis-garis, merupakan penghubung atau pengikat antara titik-titik yang
ada dalam suatu jaringan sosial yang dapat berbentuk pertemuan,
kekerabatan, pertukaran, hubungan superordinat-subordinat, hubungan
antarorganisasi, persekutuan militer dan sebagainya.

3.

Ciri-ciri struktur. Pola dari garis yang menghubungkan serangkaian atau
satu set titik-titik dalam suatu jaringan sosial dapat digolongkan dalam
jaringan sosial tingkat mikro atau mikro, tergantung dari gejala-gejala
yang diabstraksikan. Contoh dari jaringan tingkat mikro yang paling dasar
adalah suatu jaringan yang titik-titiknya terdiri atas tiga buah yang satu

Universitas Sumatera Utara

sama lainnya dihubungkan oleh garis-garis yang mewujudkan segitiga
yang dinamakan triadic balance(keseimbangan segitiga); sedangkan
contoh dari jaringan tingkat makro ditandai oleh sifatnya yang
menekankan pda hubungan antara sistem atau organisasi, atau bahkan
antarnegara.
4.

Konteks (ruang). Setiap jaringan dapat dilihat sebagai terwujud dalam
suatu ruang yang secara empiris dapat dibuktikan (yaitu secara fisik),
maupun dalam ruang yang didefenisikan secara sosial, ataupun dalam
keduanya. Misalnya, jaringan transportasi selalu terletak dalam suatu
ruangan fisik, sedangkan jaringan perseorangan yang terwujud dari
hubungan-hubungan sosial tidak resmi yang ada dalam suatu organisasi
adalah suatu contoh dari suatu jaringan yang terwujud dalam satu ruang
sosial. Jaringan komunikasi dapat digambarkan sebagai sebuah peta baik
secara fisik, yaitu geografis maupun menurut ruang sosialnya, yaitu yang
menyangkut status dan kelas sosial.

5.

Aspek-aspek temporer. Untuk maksud-maksud sesuatu analisa tertentu,
sebuah jaringan sosial dapat dilihat baik secara sinkronik maupun secara
diakronik, yaitu baik sebagai gejala yang statis maupun dinamis.
Bila ditinjau dari tujuan hubungan sosial yang membentuk jaringan sosial

yang ada dalam masyarakat, maka jaringan sosial dapat dibedakan menjadi tiga
jenis.Pertama, adalah jaringan kekuasaan (power), merupakan jaringan hubunganhubungan sosial yang dibentuk oleh hubungan-hubungan sosial yang bermuatan
kekuasaan. Dalam jaringan kekuasaan, konfigurasi-konfigurasi saling keterkaitan

Universitas Sumatera Utara

antarpelaku di dalamnya disengaja atau diatur oleh kekuasaan. Tipe jaringan ini
muncul bila pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditargetkan membutuhkan
tindakan kolektif dan konfigurasi saling keterhubungan antarpelaku yang biasanya
bersifat permanen. Hubungan-hubungan kekuasaan ini biasanya ditujukan pada
penciptaan kondisi-kondisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan.
Unit-unit sosialnya adalah artifisial yang direncanakan atau distrukturkan
secara sengaja oleh kekuasaan. Jaringan sosial tipe ini harus mempunyai pusat
kekuasaan yang secara terus menerus mengkaji ulang kinerja (performance) unitunit sosialnya, dan mempolakan kembali strukturnya untuk kepentingan efisiensi.
Dalam hal ini kontrol informal tidak memadai, masalahnya jaringan ini lebih
kompleks dibanding dengan jaringan sosial yang terbentuk secara alamiah.
Dengan demikian jaringan sosial tipe ini tidak dapat menyandarkan diri pada
kesadaran para angotanya untuk memenuhi kewajiban anggotanya secara
sukarela, tanpa insentif.
Kedua, jaringan kepentingan (interest), merupakan jaringan hubunganhubungan sosial yang dibentuk oleh hubungan-hubungan sosial yang bermuatan
kepentingan. Jaringan kepentingan ini terbentuk oleh hubungan-hubungan yang
bermakna pada tujuan-tujuan tertentu atau khusus. Bila tujuan-tujuan tersebut
spesifik dan konkret – seperti memperoleh pekerjaan, barang, atau jasa – maka
jika tujuan-tujuan tersebut sudah dicapai oleh pelakunya, biasanya hubungan ini
tidak berkelanjutan. Struktur yang muncul dari jaringan sosial tipe ini adalah
sebentar dan berubah-ubah. Sebaliknya, jika tujuan-tujuan itu tidak sekonkret dan

Universitas Sumatera Utara

spesifik seperti itu atau tujuan-tujuan tersebut selalu berulang, maka struktur yang
terbentuk relatif stabil dan permanen.
Ketiga, jaringan perasaan (sentiment), merupakan jaringan yang terbentuk
atas dasar hubungan-hubungan sosial bermuatan perasaan, dan hubunganhubungan sosial itu sendiri menjadi tujuan dan tindakan sosial. Struktur yang
dibentuk oleh hubungan-hubungan perasaan ini cenderung mantap dan permanen.
Hubungan-hubungan sosial yang terbentuk biasanya cenderung menjadi hubungan
dekat dan kontinyu. Di antara para pelaku cenderung menyukai atau tidak
menyukai pelaku-pelaku lain dalam jaringan. Oleh karena itu muncul adanya
saling kontrol secara emosional yang relatif kuat antarpelaku (Agusyanto, 1997:
26-28).
Dalam kenyataan di lapangan, sebuah jaringan sosial tidak hanya dibentuk
oleh satu jenis jaringan sosial di atas. Namun, terjadi tumpang tindih antara tiga
jenis bentuk hubungan sosial tersebut. Sebuah jaringan sosial dianggap sebagai
jaringan kepentingan jika hubungan-hubungan yang terbentuk dalam jaringan
sosial tersebut lebih dominan untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan atau
kepentingan-kepentingan tertentu. Dua jenis jaringan sosial yang lain, yaitu
jaringan kekuasan dan jaringan perasaan tetap ada tetapi tidak dominan.Terdapat
empat prinsip utama yang mendasar untuk diketahui, antara lain:
1.

Norma dan Jaringan Sosial. Norma sering merujuk pada sekumpulan
aturan yang diharapkan dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu
entitas sosial tertentu. Akan tetapi pada prinsip ini, norma mengarah pada
gagasan tentang tata berperilaku. Berkaitan dengan jaringan sosial, norma

Universitas Sumatera Utara

itu seperti aturan main yang dapat berpengaruh pada penyelenggarann
jaringan itu sendiri.
2.

The Strength of Weak Ties. Inti prinsip ini adalah bahwa ikatan yang lemah
tidka selalu berimplikasi negatif terhadap jaringan sosial, justru sebaliknya
dapat berimplikasi positif. Dalam hal ini ikatan yang lemah tersebut dapat
menjadi kekuatan tersendiri dalam membangun jaringan sosial.

3.

The importance of “Structural Holes”. Prinsip ini tidak terlepas dari
pendapat Burt tentang “Ikatan lemah”. Ia berpendapat bahwa inti penting
dari sebuah ikatan tidak terletak pada kualitas ikatan yang tercipta dalam
sebuah kelompok. Akan tetapi lebih pada cara yang dilakukan untuk
membangun jaringan. Hal ini karena dengan membangun jaringan seorang
individu secara tidak langsung terikat. Selain itu, ia juga menekankan pada
keuntungan strategi yang dapat membuat individu terikat dengan berbagai
jaringan yang berbeda-beda. Implikasinya adalah arus informasi dapat
mengalir dari satu jaringan dengan jaringan lainnya.

4.

Interpenetrasi ekonomi dan non-ekonomi. Prinsip keempat ini menekankan
pada percampuran antara aktivitas ekonomi dengan non-ekonomi. Hal
tersebut kemudian merujuk pada terjadinya “Social Embedness” dalam
ekonomi. Dimana tindakan ekonomi terhubung atau tergantung pada
tindakan atau institusi non-ekonomi, serta proses. Dalam konteks sosiologi
sendiri, pembahasannya itu lebih mengarah pada embedness tindakan
ekonomi di dalam jaringan sosial, budaya, politik dan religi.

Universitas Sumatera Utara

2.4.1

Jaringan Sosial
Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak

individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok
lainnya. Hubungan-hubungan yang terjadi bisa dalam bentuk yang formal maupun
bentuk informal. Hubungan sosial adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama
dan koordinasi antar warga yang didasari oleh ikatan sosial yang aktif dan bersifat
resiprosikal timbal balik (Damsar, 2002:157).
Dalam melihat aktivitas sekelompok individu itu menjadi suatu aksi sosial
maka disitulah teori jaringan sosial berperan dalam sistem sosial. Hampir
keseluruhan dari masalah sosiologi adalah masalah agregasi, yaitu bagaimana
aktivitas sekelompok individu dapat menimbulkan efek sosial yang dapat diamati.
Hal inilah yang Membuat sosiologi sangat sulit untuk memahami dan mengerti
suatu fenomena secara mendalam. Teori jaringan sosial berangkat dari pengkajian
atas variasi bagaimana perilaku individu berkumpul (aggregate) menjadi perilaku
kolektif.
Di sisi lain, pendekatan yang berorientasi proses di dasarkan penyelidikan
atas jaringan social sebagai bentuk tindakan atau cara pengaturan yang dapat
menggerakkan pemikiran ke dalam bagaimana ikatan – ikatan ini di ciptakan ,
bagaiman mempertahankan, serta konsekwensi nya. Ada beberapa dalam
melakukan penelitian jaringan social dalam pasar yakni :
a.

Jaringan informal dari akses dan kesempatan
Jaringan social memainkan prannan penting dalam alokasi pekerjaan
dalam pasar tenaga kerja.sebagai pengganti pengaruh dari tawaran dan

Universitas Sumatera Utara

permintaan, lemah dan kuatnya ikatan dari suatu jaringan social
menentukan perolehan pekerjaan. Disini jaringan social memudahkan
mobilisasi sumber daya.Mempertahankan seseorang untuk memegang
suatu jabatan atau membangun usaha bisnis, membutuhkan sutu
kemampuan untuk menggerakkan sumber daya dalam bentuk informasi
dan financial.
b.

Jaringan formal pengaruh dan kekuasaan
Bagian ini menggunakan pendekatan analitis untuk menjelaskan
kekuasaan actor –aktor ekonomi.Pemikiran ini mempercayaai bahwa
“kekuasaan melekat secara situasional, ia bersifat dinamis dan tidak stabil
secara potensial”.Kekuasaan iti sendiri artinya otoritas formal, pengaruh
informal, dan dominasi.Sumber kekuasaan bersumber pada legitimasi,
informasi, kekuatan.kekuasaan berada pada posisi structural.Dalam
memahami jaringan social dalam kekuasaan dapat di dekati dalam tiga
perspektif yaitu: pertukaan social, ketergantungan sumber daya, kelas
social.

c.

Organisasi sebagai jaringan social dari perjajian
Melalui jaringan dengan orgnisasi dan sebagai bagian dari proses
reorganisasi yang lebih luas, secara vertical organisasi yang terintegrasi
merampingkan hierarki perusahaan. Gerakan ini merupakan proses
pelapisan jaringan perusahaan global baru atas dasar hierarki produksi
internasional lama.

Universitas Sumatera Utara

d.

Jaringan sosial dari produksi
Pada jaringan social ini memandang pentingnya suatu kepercayaan.
Misalnya dalam suatu proses monitoring kegiatan produksi maka akan
lebih mudah dan alami serta efektif apabila di lakukan dengan teman
sejawat di banding dengan atasan. Dimana dalam monitoring ini berfungsi
untuk menjalin hubungan antar bagian–bagian actor produksi, sehingga
apabila monitoring ini di lakukan secara efektif akan berdampak pada
peningkatan produksi.

2.5

Definisi Konsep

• Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan
pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam
kurun waktu tertentu.
• Jaringan sosial : adalah sebuah pola koneksi dalam hubungan sosial
individu, kelompok dan berbagai bentuk kolektif lain. Hubungan ini dapat
berupa hubungan interpersonal atau bisa juga bersifat ekonomi, politik atau
hubungan sosial lainnya.
• Pedagang buku : orang yang melakukan perdagangan, memperjualbelikan
barang yang tidak diproduksi sendiri, untuk memperoleh suatu keuntungan.
• Kamsen

: pembagian keuntungan ke sesama pedagang apabila ada yang

menjual buku kepada konsumen

Universitas Sumatera Utara

• Mafia : perkumpulan rahasia yg bergerak di bidang kejahatan (kriminal).
Contohnya : tindakan plagiat yang melanggar hak cipta.
• Toke : Orang yang memiliki modal besar untuk menggandakan buku yang
kemudian didistribusikan ke pedagang kecil, dan belum tentu merupakan
pedagang buku.
• Agen Buku : Orang yang tidak memiliki kios namun bekerja menjualkan
buku yang ada di kios pedagang.
• Buku KW : Buku yang telah diperbanyak dari aslinya namun dengan kualitas
yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara