Faktor-faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian Diare pada Anak SD di Kecamatan Medan Deli Medan Tahun 2012

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air adalah komponen terbesar tubuh manusia, yakni 60% dari berat tubuh
pada orang dewasa dan 70% pada anak-anak (Kadri, 2009). Dikatakan juga air
tidak dapat digantikan senyawa lain dan diperlukan dalam proses metabolisme,
pencernaan, reaksi kimia, menjaga suhu tubuh dan fungsi sel.
Kebutuhan air manusia terutama dipenuhi oleh asupan cairan dari luar,
yang akan digunakan lalu dikeluarkan dalam bentuk keringat, feses, urin dan
insensible water loss. Pemasukan dan pengeluaran air tersebut diatur secara ketat
dan seimbang oleh berbagai mekanisme tubuh yang bekerja sinergis dimana
cairan harus berada dalam keadaan homeostatis demi kelangsungan hidup
manusia yang bersangkutan (Sherwood, 2001).
Jika terjadi kehilangan air dalam jumlah besar maka akan menimbulkan
manifestasi klinis dari tubuh seperti syok hipovolemi, nekrosis tubular ginjal akut,
kegagalan multi organ (Tarr, 2009), dehidrasi, malabsorbsi, dan gangguan
elektrolit (Parashar, 2006). Salah satu penyakit yang dapat menyebabkan hal ini
adalah diare (Irwanto, 2002).
Diare adalah naiknya frekuensi pergerakan usus, naiknya kandungan
cairan feses, rasa terdesak untuk BAB (Buang Air Besar) dengan atau tanpa
inkontinensia fekal yang menyebabkan naiknya berat feses lebih dari 2000 mg per

hari atau BAB lebih dari 3x sehari dengan atau tanpa disertai lendir atau darah
(Kementeian Kesehatan {Kemenkes}, 2010). Diare sebagian besar disebabkan
oleh infeksi akut interstinum yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit dan
malabsobsi (Subagyo et al, 2011).
Menurut Parashar (2003) dalam data Kemenkes, Dirjen PPPK atau
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (2011) di dunia sebanyak 6
juta anak meninggal setiap tahunnya akibat diare dan sekitar dua jutanya terdapat
di negara berkembang. Data lain menyebutkan bahwa sekitar 19% total kematian
anak di dunia dan sekitar 40% di daerah Asia-Tenggara disebabkan oleh diare

Universitas Sumatera Utara

(Boschi-Pinto et al, 2008). Pada laporan WHO, World Health Organization,
(2010) dalam Kemenkes (2011), dikatakan 70% kematian anak disebabkan diare,
pneumoni, campak, malaria, malanutrisi.
Data Dirjen PPPK juga menyebutkan bahwa Menurut WHO (2005) pada
tahun 2003 terdapat 1,87 juta balita meninggal karena diare. Seterusnya
disebutkan juga bahwa anak di bawah tiga tahun rata-rata mengalami tiga kali
episode diare dalam setahun, dan setiap episodenya akan menghilangkan nutrisi
yang dibutuhkan anak utuk tumbuh-kembang (WHO, 2009).

Dari penelitian Gurpreet et al (2011) di Malaysia menemukan bahwa
angka kejadian diare di Malaysia termasuk mengkhawatirkan yakni 31,5% dari
anak usia 5 sampai 19 tahun.
Dari segi ekonomi, diare menempati peringkat pertama pasien rawat inap
rumah sakit dalam daftar tabulasi dasar (Kemenkes RI, 2010), 30% bangsal anak
dan bayi di RS terisi anak dengan diare, dan masih merupakan prioritas kedua dari
pelayanan primer (Widayana, 2003).
Pada tahun 2006, data dari Depkes (Departemen Kesehatan) dalam
Sonneman(2009) dikatakan bahwa terdapat 16 provinsi dengan kejadian luar biasa
diare dan menjadi 11 provinsi pada 2010 (Kemenkes, 2011). Diare merupakan
penyakit dengan frekuensi kejadian luar biasa terbanyak (Dirjen PPPK, 2008) dan
angka kematiannya mencapai 2,5%. Hasil Riset Kesehatan Dasar (2007) yang
tercantum dalam Dirjen PPPK menunjukkan bahwa diare merupakan penyakit
yang harus ditangani dengan serius karena diare menduduki peringkat nomor 4
dari penyakit menular, dan adalah 13,2% penyebab kematian pada semua
golongan umur. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (2001) di Dirjen
PPPK (2011) 23,2 dari 100.000 penduduk dari semua golongan umur meninggal
disebabkan oleh penyakit ini.
Meskipun angka kematian diare dibandingkan penyakit lainnya telah
menurun tajam dari 40% pada tahun 1972 menjadi 13 % pada tahun 2001, yang

merupakan cerminan keberhasilan ORS, Oral Rehydration Salt, (Ferrer, 2008),
hingga saat ini penyakit diare masih merupakan masalah karena terus terjadi tren
peningkatan angka kesakitan dari tahun ke tahun (Dirjen PPPK, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Dikemukakakan dari sumber yang sama, bahwa pada tahun 2003, 374
orang dari 1.000 penduduk Indonesia mengalami diare. Pada tahun 2006 angka ini
menjadi 423/1.000 penduduk. Dan hasil survei pada tahun 2010 didapatkan angka
kesakitan diare adalah 411/1.000. Didapatkan juga data bahwa menurut
Kemenkes, 2011, setiap anak di Indonesia mengalami 1,3 episode diare dalam
setahun.
Dalam tingkat provinsi Sumatera Utara menduduki urutan kedelapan
dalam distribusi diare di Indonesia (Dirjen PPPK, 2008). Dari data di Dinkes
(Dinas Kesehatan) Medan dalam periode April 2011 sampai Maret 2012 didapati
bahwa diare pada anak usia 5-14 tahun pada daerah Medan Deli termasuk tinggi.
Di daerah ini tercatat terdapat 21 SD (Sekolah Dasar) Negeri dan 28 SD Swasta
dengan jumlah keseluruhan murid SD-nya berkisar 18.978 siswa. Dan sekitar
1008 siswa yang duduk di bangku SD kelas 6 (Badan Pusat Statistik, 2010).
Dapat dilihat bahwa pada bulan Mei 2011 daerah ini menerima keluhan

diare terbanyak sebanyak 31 keluhan. Pada dua bulan selanjutnya masih dalam
empat besar dengan 28 dan 30 kasus. Selama Agustus, September, Oktober
tercatat 28, 28, 25 anak dilaporkan dengan kejadian diare. Sebanyak 37 dan 21
anak tercatat diare pada akhir tahun 2011. Bahkan pada tahun 2012 meduduki
urutan teratas dengan 37, 48, 38 kasus dilaporkan (Dinkes, 2012).
Hal yang menjadi perhatian dari angka kesakitan pada anak adalah
akibatnya terhadap proses tumbuh kembang (Denno, 2011) dan mempermudah
terjadinya infeksi lain (Dewey et al, 2011). Karena itulah tindakan pencegahan
mulai dilirik sebagai jalan keluar terhadap tingginya angka kejadian diare
(Siswanto, 2010).
WHO merasa air, sanitasi dan higiene adalah hal yang penting untuk
mencegah kejadian diare. Tercatat hampir 88% kematian akibat diare disebabkan
oleh air, sanitasi, dan higiene (UNICEF {United Nation Children’s Fund}, 2009).
Karena alasan diataslah diciptakan program yang disebut GLAAS (Global
Analisys and Assesment of Sanitation and Drinking Water). Dalam laporannya
yang dikeluarkan UN-Water (2012) yang mengatakan bahwa diare adalah major
global killer, terlihat bahwa program ini mengkhususkan kerja dan laporannya

Universitas Sumatera Utara


terhadap pencegahan primer diare, yang terdiri dari peningkatan keberadaan air
minum aman dan dasar sanitasi secara lintas sektoral.
Dikatakan di pernyataan yang dikeluarkan UN-Water (2012) terkait
laporan GLAAS bahwa Asia Tenggara bersama Asia Selatan dan Sub-Sahara
Africa merupakan target kerja sebab 70% dari penduduk yang tidak mendapat
akses layak berada di daerah tersebut.
Dari penelitian UNICEF (2009) didapat data bahwa 80-90% sumber air
yang terletak kurang dari 30 meter sumber pencemaran termasuk jamban, sampah
dan kandang ternak akan terkontaminasi.
Menurut Siswanto (2010) dalam bukunya, penggunaan jamban memiliki
korelasi erat dengan diare. Hal yang sama telah dikemukakan oleh Ejemot et al
tahun 2008. Angka penderita diare anak usia anak sekolah tertinggi didapat dari
pengguna jamban secara bersama (UNICEF, 2009).
Menurut suatu Studi dari PPSSI, Program Pengembangan Sektor Sanitasi
Indonesia (2006) yang dikutip dari Sonnemann(2009) dikatakan bahwa 47%
penduduk Indonesia masih buang air besar di tempat selain jamban.
Curtis & Cairncross (2003) menyatakan hal lain yang dapat menurunkan
angka kejadian dan transmisi diare anak adalah menjaga kebersihan diri terutama
tangan . Siswanto (2010) menyatakan hak yang sama dalam bukunya. Tangan
adalah kunci untuk penularan partikel penyebab penyakit dari satu orang ke orang

lain (Pickering et al, 2010).
Ini dapat dilakukakan dengan intervensi kebersihan tangan yang meliputi
edukasi, penyediaan hand-sanitizer berbasis alkohol secara gratis (Sandora et al,
2005). Menurut Ejemot et al (2008) kebiasaan ini dapat menurunkan diare hingga
31%. Dan dari penelitian White (2003) dan Lee (2005) diambil kesimpulan bahwa
hal ini juga dapat menurunkan angka absensi pada anak sekolah.
WHO (1996) dalam Takanashi et al (2009) diikuti Siswanto (2010) dan
Kusuma (2012) seluruhnya mendukung dengan mengatakan bahwa kontaminasi
dari orang yang menangani makanan diasosiasikan dengan kontaminasi pada
makanan anak dan meningkatkan resiko kejadian diare. Karena itu jajanan anak
harus mendapat perhatian dalam pengidentifikasian pencegahan diare.

Universitas Sumatera Utara

Selain itu kebersihan kuku juga perlu mendapat perhatian karena
pemotongan kuku dapat menurunkan angka kejadian diare pada anak usia sekolah
(5-12 tahun) (Dewi, 2011). Pemakaian alas kaki diperlukan sebagai pencegahan
(Dewi, 2011) karena beberapa jenis larva cacing dapat menembus kulit (Sutanto et
al, 2008).
Diluar hal diatas perlu ditilik juga beberapa hal lain yakni faktor imunitas

host (Siswanto, 2010) yang terlihat dari status gizi anak juga memegang peranan
penting (Subagyo et al, 2012). Pendidikan dan pekerjaan ibu serta pendapatan
keluarga (Genser et al, 2008) dianggap merupakan prediktor penting terhadap
kejadian diare anak (Caruso et al, 2010).
Meskipun telah banyak promosi kesehatan di Indonesia yang mencoba
meyakinkan masyarakat untuk menghindari hal yang berisiko diare dan
melakukan tindakan pencegahan dan dianggap cukup efektif namun dampaknya
masih dianggap kurang (Sonnemann, 2009).
Oleh karena berbagai masalah dalam uraian di atas, peneliti merasa perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui kejadian diare pada anak di SD di
Kecamatan Medan Deli dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
sumber air, kepemilikan jamban, kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan potong
kuku, kebiasaan menggunakan alas kaki, kebiasaan jajan anak, pendidikan dan
pekerjaan ibu serta tingkat ekonomi dan kejadian diare pada anak di SD di
Kecamatan Medan Deli.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor dan
kejadian diare anak di beberapa SD di Kecamatan Medan Deli.

Universitas Sumatera Utara

1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan faktor-faktor dan kejadian diare
anak di beberapa SD di Kecamatan Medan Deli.
2. Untuk mengetahui prevalensi diare anak di SD di Kecamatan Medan Deli.
3. Untuk mendeskripsikan kejadian diare berdasarkan sumber air.
4. Untuk mendeskripsikan kejadian diare berdasarkan kepemilikan jamban.
5. Untuk mendeskripsikan kejadian diare berdasarkan kebiasaan mencuci
tangan.
6. Untuk mendeskripsikan kejadian diare berdasarkan kebiasaan memotong
kuku
7. Untuk mendeskripsikan kejadian diare berdasarkan penggunaan alas kaki.
8. Untuk mendeskripsikan kejadian diare berdasarkan kebiasaan jajan.
9. Untuk mendeskripsikan kejadian diare berdasarkan status gizi.

10. Untuk mendeskripsikan kejadian diare berdasarkan pendidikan ibu.
11. Untuk mendeskripsikan kejadian diare berdasarkan pekerjaan ibu.
12. Untuk mendeskripsikan kejadian diare berdasarkan pendapatan keluarga

1.4.

Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Masyarakat
1. Dapat digunakan sebagai sumber informasi, referensi dan masukan bagi
masyarakat untuk melakukan penelitian lanjutan dan pengembangan
sehubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis
2. Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat terutama
orang tua untuk menjadi pertimbangan agar lebih cermat dan hati-hati
dalam menghindarkan anaknya dari kejadian diare.

Universitas Sumatera Utara

1.4.2 Bagi Pihak Berwenang
Hasil penelitian ini sebagai bahan referensi dan masukan bagi instansi

pemerintah terkait (Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan) agar lebih
meningkatkan cakupan pembinaan dan pengawasan terhadap faktor terkait
pada berbagai tempat di Kota Medan secara kontiniu dan berkala.

1.4.3 Bagi Peneliti
Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam
penerapan ilmu yang diperoleh sewaktu perkuliahan.

Universitas Sumatera Utara