Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan dan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Peralatan Makan di Lingkungan Kantin Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kantin

Kantin adalah Sebuah ruangan dalam sebuah gedung umum yang dapat digunakan pengunjungnya untuk makan. Kantin sendiri harus mengikuti prosedur tentang cara mengolah dan menjaga kebersihan kantin. Makanan yang disediakan kantin haruslah bersih dan halal. Jenis-jenis makanan yang disediakan pun minimal harus memenuhi 4 sehat 5 sempurna.

2.1.1 Persyaratan Lokasi dan Bangunan Kantin

Adapun syarat lokasi dan bangunan menurut kepmenkes 1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah :

1. Lokasi

Rumah makan/kantin terletak pada lokasi yang terhindar dari pencemaran yang diakibatkan antara lain oleh debu, asap, serangga, dan tikus.

2. Bangunan a. Umum

1) Bangunan dan rancang bangun harus dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Terpisah dengan tempat tinggal. b. Tata ruang

1) Pembagian ruang minimal terdiri dari dapur, gudang, ruang makan, toilet, ruang karyawan dan ruang administrasi.


(2)

2) Setiap ruangan mempunyai batas dinding serta ruangan satu dan lainnya dihubungkan dengan pintu.

3) Ruangan harus ditata sesuai dengan fungsinya, sehingga

memudahkan arus tamu, arus karyawan, arus bahan makanan dan makanan jadi serta barang-barang lainnya yang dapat mencemari terhadap makanan.

c. Konstruksi 1) Lantai :

a. Lantai dibuat kedap air, rata, tidak licin dan mudah dibersihkan.

b. Pertemuan lantai dengan dinding harus conus atau tidak boleh membuat sudut mati

2) Dinding :

a. Permukaan dinding sebelah dalam harus rata, mudah dibersihkan.

b. Konstruksi dinding tidak boleh dibuat rangkap.

c. Permukaan dinding yang terkena percikan air harus dibuat kedap air atau dilapisi dengan bahan kedap air dan mudah dibersihkan seperti porselen dan sejenisnya setinggi 2 (dua) meter dari lantai

3) Ventilasi

a. Ventilasi alam harus memenuhi syarat sebagai berikut : Cukup menjamin peredaran udara dengan baik.


(3)

Dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau dan debu dalam ruangan.

Ventilasi buatan diperlukan bila ventilasi alam tidak dapat memenuhi persyaratan.

4) Pencahayaan :

a. Intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup untuk melakukan pekerjaan pengolahan makanan secara efektif dan kegiatan pembersihan ruang.

b. Di setiap ruangan kerja seperti gudang, dapur, tempat cuci peralatan dan tempat pencuci tangan, intensitas pencahayaan sedikitnya 10 foot candle.

c. Pencahayaan/penerangan harus tidak menyilaukan dan tersebar merata sehingga sedapat mungkin tidak menimbulkan

bayangan yang nyata. 5) Atap

Tidak bocor, cukup landai dan tidak menjadi sarang tikus dan serangga lainnya.

6) Langit-langit :

a. Permukaan rata, berwarna terang serta mudah dibersihkan. b. Tidak terdapat lubang-lubang.

c. Tinggi langit-langit sekurang-kurangnya 2,4 meter. 7) Pintu


(4)

b. Pintu dapat ditutup dengan baik dan membuka ke arah luar. c. Setiap bagian bawah pintu setinggi 36 cm dilapisi logam. d. Jarak antara pintu dan lantai tidak lebih dari 1 cm.

2.2. Pengertian Higiene dan Sanitasi Makanan

Higiene dan sanitasi merupakan suatu tindakan atau upaya untuk meningkatkan kebersihan dan kesehatan melalui pemeliharaan dini setiap individu dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya, agar individu terhindar dari ancaman kuman penyebab penyakit ( Depkes RI, 1994 ).

Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subjeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.( Depkes RI, 2004 )

Sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat (Azwar, 1996).

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah


(5)

konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan atau pemborosan makanan ( WHO, 2007 ).

Langkah penting dalam mewujudkan higiene dan sanitasi makanan (Depkes, 2007), adalah :

a. Mencapai dan mempertahankan hasil produksi yang sesuai dengan suhu hidangan (panas atau dingin)

b. Penyajian, penanganan yang layak terhadap penanganan makanan yang dipersiapkan lebih awal

c. Memasak tepat waktu dan suhu

d. Dilakukan oleh pekerja dan penjamah makanan yang sehat mulai dari penerimaan hingga distribusi

e. Memantau setiap waktu suhu makanan sebelum dibagikan

f. Inspeksi teratur terhadap bahan makanan mentah dan bumbu-bumbu sebelum dimasak

g. Panaskan kembali suhu makanan menurut suhu yang tepat (74 ºC)

h. Menghindari kontaminasi silang antara bahan makanan mentah, makanan masak melalui orang (tangan), alat makan, dan alat dapur

i. Bersihkan semua permukaan alat/ tempat setelah digunakan untuk makanan

j. Perhatikan semua hasil makanan yang harus dibeli dari sistem khusus

2.3. Tujuan Sanitasi Makanan

Menurut Prabu (2008) sanitasi makanan bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit,


(6)

mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan/pemborosan makanan. Higiene dan sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya.

Tujuan Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman (Depkes RI, 2007) : 1. Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehatan

konsumen

2. Menurunnya kejadian risiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan melalui makanan

3. Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan makanan di institusi

2.4. Pengertian Penyelenggaraan Makanan

Menurut Moehyi (1992) penyelenggaraan makanan adalah suatu proses menyediakan makanan dalam jumlah besar dengan alasan tertentu. Sedangkan Depkes (2003) menjelaskan bahwa penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi bertujuan untuk mencapai status kesehatan yang optimal melalui pemberian makan yang tepat.

2.5. Jenis Penyelenggaraan Makanan

Menurut Moehyi (1992) penyelenggaraan makanan berdasarkan waktu dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu :


(7)

1. Penyelenggaraan makanan hanya satu kali saja, baik berupa makanan lengkap atau hanya berupa makanan kecil (snack food). Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah penyelenggaraan untuk pesta atau jamuan makan atau snack pada acara tertentu.

2. Penyelenggaraan makanan secara tetap untuk jangka waktu tidak terbatas, biasanya adalah makanan lengkap, baik untuk satu kali makan atau setiap hari seperti penyelenggaraan makanan untuk asrama, panti asuhan, rumah sakit dan kampus.

3. Penyelenggaraan makanan dalam keadaan darurat yang persediannya dilakukan untuk jangka waktu tertentu seperti kebakaran, tsunami, dll.

2.6. Upaya Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan

Makanan yang sehat adalah makanan yang tidak tercemar oleh bakteri ataupun benda lain yang masuk kedalam makanan itu sendiri. Untuk mendapatkan makanan yang sehat kita harus memperhatikan higiene dan sanitasi dalam penyelenggaraan makanan. Untuk mencapai tujuan tersedianya makanan yang sehat maka upaya tersebut harus berdasarkan prinsip HSM ( Higiene Sanitasi makanan). Menurut Depkes RI (1994) prinsip-prinsip higiene sanitasi makanan antara lain :

1. Pemilihan bahan makanan 2. Penyimpanan bahan makanan 3. Pengolahan makanan

4. Penyimpanan makanan masak 5. Pengangkutan makanan


(8)

6. Penyajian makanan

2.6.1 Pemilihan Bahan Makanan

Pemilihan bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong (Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003). Bahan makanan perlu dipilih yang sebaik-baiknya dilihat dari segi kebersihan, penampilan dan kesehatan. Penjamah makanan dalam memilih bahan yang akan diolah harus mengetahui sumber-sumber makanan yang baik serta memperhatikan ciri-ciri bahan yang baik.

Beberapa hal yang harus diingat tentang pemilihan bahan makanan :

1. Hindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yang tidak jelas.

2. Gunakan catatan tempat pembelian bahan makanan.

3. Mintalah informasi atau keterangan asal-usul bahan yang dibeli.

4. Belilah bahan di tempat penjualan resmi dan bermutu seperti : rumah potong pemerintah atau tempat potong resmi yang diawasi pemerintah, tempat pelelangan ikan resmi dan pasar bahan dengan sistem pendingin. 5. Tidak membeli bahan makanan yang sudah kadaluwarsa atau membeli

daging/unggas yang sudah terlalu lama disimpan, khususnya organ dalam (jeroan) yang potensial mengandung bakteri.

6. Membeli daging dan unggas yang tidak terkontaminasi dengan racun/toksin bakteri pada makanan.


(9)

a. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan seperti daging, beras, kentang dan sebagainya. b. Bahan makanan terolah (pabrikan) yaitu bahan makanan yang sudah dapat

langsung dimakan tetapi harus menggunakan proses pengolahan lebih lanjut seperti tempe, ikan kaleng, nugget, kornet.

c. Bahan makanan siap santap yaitu bahan makanan yang dapat langsung dimakan tanpa pengolahan seperti bakso, soto dsb.

Menurut Depkes RI (2004) pemilihan bahan makanan dianjurkan membeli bahan makanan di tempat yang telah diawasi oleh pemerintah seperti pasar swalayan, rumah potonghewan atau supplier bahan makanan yang telah berijin. Makanan yang kering seperti herbal, kacang – kacangan dan rempah – rempah sering kali terkontaminasi oleh spora dalam jumlah banyak walaupun aman karena dalam keadaan kering, akan tetapi jika direhidrasi maka harus diperlakukan seperti halnya makanan sehat.

2.6.2. Penyimpanan Bahan Makanan

Setelah bahan makanan dibeli, hendaknya disimpan dalam penyimpanan bahan makanan. Departemen Kesehatan (2006) mensyaratkan tersedianya ruang atau gudang untuk menyimpan bahan makanan dan terdapat sarana untuk penyimpanan bahan makanan dingin. Menurut Betty C dalam Depkes (2006) ada 4 cara penyimpanan bahan makanan yaitu

a. Penyimpanan sejuk (cooling) yaitu penyimpanan pada suhu 100ºC-150ºC untuk jenis minuman, buah dan sayuran.


(10)

b. Penyimpanan dingin (chilling) penyimpanan pada suhu 40ºC-100ºC untuk bahan makanan berprotein yang akan segera diolah kembali.

c. Penyimpanan dingin sekali (Freeezing), penyimpanan pada suhu 0ºC-40ºC untuk jenis bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.

d. Penyimpanan beku (frozen), yaitu penyimpanan pada suhu < 0ºC untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu > 24 jam. Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan menurut Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah:

1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih

2. Penempatannya terpisah dengan makanan jadi.

3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan yaitu :

a. Dalam suhu yang sesuai.

b. Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm. c. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80-90%.

4. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jarak makanan dengan lantai 15 cm. b. Jarak makanan dengan dinding 5 cm. c. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm.


(11)

5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu (antri), sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan terakhir dikeluarkan. Pengambilan dengan cara seperti ini disebut cara First In First Out

(FIFO).

Sedangkan menurut Depkes RI (2004) dalam penyimpanan bahan makanan hal-hal yang diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang bersih dan memenuhi syarat.

2. Barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga mudah untuk mengambilnya, tidak menjadi tempat bersarang/bersembunyi serangga dan tikus, tidak mudah membusuk dan rusak, dan untuk bahan-bahan yang mudah membusuk harus disediakan tempat penyimpanan dingin.

3. Setiap bahan makanan mempunyai kartu catatan agar dapat digunakan untuk riwayat keluar masuk barang dengan sistem FIFO (First In First Out).

2.6.3. Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan yang baik adalah pengolahan yang mengikuti prinsip hygiene dan sanitasi. Menurut Dewi yang mengutip dari Anwar dkk (1997) pengolahan makanan menyangkut 4 (empat) aspek, yaitu :


(12)

Penjamah makanan adalah seorang tenaga yang menjamah makanan mulai dari mempersiapkan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun dalam penyajian makanan. Pengetahuan, sikap dan perilaku seorang penjamah mempengaruhi kualitas makanan yang dihasilkan.

Penjamah juga dapat berperan sebagai penyebar penyakit, hal ini bisa terjadi malalui kontak anatara penjamah makanan yang menderita penyakit menular dengan konsumen yang sehat, kontaminasi terhadap makanan oleh penjamah yang membawa kuman.

Kriteria penjamah makanan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan adalah (Depkes RI, 2003) :

1. Seorang penjamah makanan harus mempunyai temperamen yang baik 2. Seorang penjamah makanan harus mengetahui hIgiene perorangan

(Personal Hygiene) yang terdiri dari kebersihan panca indera, kebersihan kulit, kebersihan tangan, kebersihan rambut dan kebersihan pakaian pekerja.

3. Harus berbadan sehat dengan mempunyai surat keterangan kesehatan. 4. Memiliki pengetahuan tentang higiene perorangan dan sanitasi makanan. 2. Cara Pengolahan Makanan

Ada 4 hal pokok yang harus diperhatikan dalam pengolahan makanan (Depkes RI, 2005) :

1. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dan kontak langsung dengan tubuh.


(13)

2. Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dapat dilakukan dengan menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok garpu, dan sejenisnya.

3. Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai celemek/apron, tutup rambut, sepatu dapur, tidak merokok, tidak makan atau menguyah, tidak memakai perhiasan kecuali cincin kawin yang tidak berhias, tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk keperluan, selalu mencuci tangan sebelum bekerja, selalu mencuci tangan sebelum dan setelah keluar dari kamar mandi, selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar rumah sakit.

4. Tenaga pengolah makanan harus memiliki sertifikat vaksinasi chotypa dan baku kesehatan yang berlaku.

3. Tempat Pengolahan Makanan

Tempat pengolahan makanan, dimana makanan diolah sehingga menjadi makanan jadi biasanya disebut dengan dapur, menurut Depkes RI (1994) yang perlu diperhatikan kebersihan tempat pengolahan tersebut serta tersedianya air bersih yang cukup.

Menurut Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 persyaratan tempat pengolahan makanan terdiri dari :

1. Lantai yang memenuhi persyaratan kesehatan adalah sebagai berikut : a. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat dan kedap air,rata, tidak


(14)

b. Semua sudut-sudut antara lantai dan dinding harus melengkung bulat dengan jari-jari tidak kurang dari 7,62 cm dari lantai dan tidak boleh membuat sudut mati.

c. Lantai harus selalu dalam keadaan bersih, terpelihara sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan.

2. Dinding yang memenuhi persyaratan kesehatan :

a. Permukaan dalam dinding harus rata, tidak menyerap dan mudah dibersihkan.

b. Kontruksi dinding tidak boleh di buat rangkap.

c. Dinding yang selalu menerima kelembaban atau percikan air harus rapat air dan atau dilapisi dengan perselen setinggi 2 m dari lantai 3. Atap dan langit-langit yang sesuai dengan persyaratan kesehatan adalah :

a. Atap terbuat dari bahan rapat air dan tidak bocor. b. Mudah dibersihkan.

c. Tinggi langit – langit sekurang – kurangnya 2,4 meter.

4. Penerangan atau pencahayaan yang sesuai dengan persyaratan kesehatan adalah :

a. Intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup untuk melakukan pekerjaan pengolahan makanan secara efektif dan kegiatan pembersihan ruang.

b. Di setiap ruangan kerja seperti gudang, dapur, tempat cuci peralatan dan tempat pencuci tangan, intensitas pencahayaan sedikitnya 10


(15)

c. Pencahayaan/penerangan harus tidak menyilaukan dan tersebar merata sehingga sedapat mungkin tidak menimbulkan bayangan yang nyata.

5. Ventilasi yang dianjurkan adalah harus cukup mencegah udara yang melampaui batas, mencegah pengembunan dan pembentukan kelembaban pada dinding serta bau tidak sedap.

6. Pintu yang dianjurkan adalah

a. Pintu dibuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan. b. Pintu dapat ditutup dengan baik dan membuka ke arah luar. c. Setiap bagian bawah pintu setinggi 36 cm dilapisi logam. d. Jarak antara pintu dan lantai tidak lebih dari 1 cm.

7. Harus ada persediaan air yang cukup untuk memenuhui syarat – syarat kesehatan

8. Harus ada tempat sampah yang memenuhi persyaratan kesehatan

a. Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat. Mempunyai tutup dan memakai kantong plastik khusus untuk sisa – sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk. b. Jumlah dan volume tempat sampah disesuaikan dengan produk

sampah yang dihasilkan pada setiap tempat kegiatan

c. Tersedianya pada setiap tempat/ruang yang memproduksi sampah d. Sampah sudah harus dibuang dalam waktu 24 jam dari rumah


(16)

e. Disediakan tempat pengumpul sementara yang terlindung dari serangga, tikus dan hewan lain dan terletak di tempat yang mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah.

9. Harus ada pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan. 10.Tersedia tempat pencuci tangan dan alat – alat dapur

11.Perlindungan dari serangga dan tikus.

12.Barang – barang yang mungkin dapat menimbulkan bahaya tidak diperbolehkan disimpan di dapur, seperti racun hama, peledak, dan lain – lain.

13.Tersedia alat pemadam kebakaran.

Untuk persyaratan dapur, ruang makan, dan gudang makanan adalah sebagai berikut :

1) Dapur

1. Luas dapur sekurang – kurangnya 40% dari ruang makan atau 27% dari luas bangunan

2. Permukaan lantai dibuat cukup landai kearah saluran pembuangan air limbah

3. Permukaan langit – langit harus menutup seluruh atap ruang dapur, permukaan rata, berwarna terang dan mudah dibersihkan. 4. Penghawaan dilengkapi dengan alat pengeluaran udara panas

maupun bau – bauan/exhauster yang dipasang setinggi 2 (dua) meter dari lantai dan kapasitasnya disesuaikan dengan luas dapur.


(17)

5. Tungku dapur dilengkapi dengan sungkup asap (hood), alat perangkap asap, cerobong asap, saringan dan saluran serta pengumpul lemak.

6. Semua tungku terletak dibawah sungkup asap (hood).

7. Pintu yang berhubungan dengan halaman luar dibuat rangkap, dengan pintu bagian luar membuka ke arah luar.

8. Daun pintu bagian dalam dilengkapi dengan alat pencegah masuknya serangga yang dapat menutup sendiri.

9. Ruangan dapur terdiri dari : 1) Tempat pencucian peralatan

2) Tempat penyimpanan bahan makanan 3) Tempat pengolahan

4) Tempat persiapan 5) Tempat administrasi

10.Intensitas pencahayaan alam maupun buatan minimal 10 foot candle (fc).

11.Pertukaran udara sekurang – kurangnya 15 kali per jam untuk menjamin kenyamanan kerja didapur, menghilangkan asap dan debu.

12.Ruang dapur harus bebas dari serangga, tikus dan hewan lainnya.

13.Udara didapur tidak boleh mengandung angka kuman lebih dari 5juta/gram


(18)

14.Tersedianya sedikitnya meja peracikan, peralatan, lemari/fasilitas penyimpanan dingin, rak – eak peralatan, bak – bak pencucian yang berfungsi dan terpelihara dengan baik. 15. Harus dipasang tulisan “cucilah tangan anda sebelum menjamah

makanan dan peralatan” di tempat yang mudah dilihat.

16.Tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban/WC, peturasan/urinoir kamar mandi dan tempat tinggal.

b. Ruang makan

1. Setiap kursi tersedia ruangan minimal 0,85m2

2. Pintu yang berhubungan dengan halaman dibuat rangkap, pintu bagian luar membuka ke arah luar.

3. Meja, kursi dan taplak meja harus dalam keadaan bersih. 4. Tempat untuk menyediakan/peragaan makanan jadi harus

dibuat fasilitas khusus yang menjamin tidak tercemarnya makanan.

5. Rumah makan dan restoran yang tidak mempunyai dinding harus terhindar dari pencemaran

6. Tidak boleh mengandung gas – gas beracun sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

7. Tidak boleh mengandung angka kuman lebih dari 5 juta/gram. 8. Tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban/WC,

peturasan/urinoir, kamar mandi dan tempat tinggal. 9. Harus bebas dari serangga, tikus dan hewan lainnya.


(19)

10.Lantai, dinding dan langit – langit harus selalu bersih, warna terang

11.Perlengkapan set kursi harus bersih

12.Perlengkapan set kursi tidak boleh mengandung kutu busuk/kepinding dan serangga pengganggu lainnya.

c. Gudang bahan makanan

1. Jumlah bahan makanan yang disimpan disesuaikan dengan ukuran gudang.

2. Gudang bahan makanan tidak boleh untuk menyimpan bahan lain selain makanan.

3. Pencahayaan gudang minimal 4 foot candle pada bidang setinggi lutut.

4. Gudang dilengkapi dengan rak – rak tempat penyimpanan makanan.

5. Gudang dilengkapi dengan ventilasi yang menjamin sirkulasi udara.

6. Gudang harus dilengkapi dengan pelindung serangga dan tikus. 4. Perlengkapan/Peralatan dalam Pengolahan Makanan.

Menurut Anwar (1997) Prinsip dasar persyaratan perlengkapan/peralatan dalam pengolahan makanan adalah aman sebagai alat/perlengkapan pengolahan makanan. Aman ditinjau dari bahan yang digunakan dan juga desain perlengkapan tersebut. Syarat bahan perlengkapan mencakup :


(20)

1. Persyaratan umum, terdiri dari bahan yang digunakan untuk membuatnya atau bahan yang digunakan untuk perbaikan harus anti karat, kedap air, halus, mudah dibersihkan, tak barbau dan tak berasa. Hindari bahan – bahan antimon (An), cadmium (Cd), timah hitam (Pb)

2. Bila digunakan sambungan, gunakan bahan yang anti karat dan aman. 3. Bila digunakan plastik, dianjurkan yang aman dan mudah dibersihkan

Berdasarkan petunjuk pelaksanaan dalam pengumpulan data alat usap makanan oleh Kepmenkes Nomor.1098/Menkes/SK/VII/2003 yang disajikan dalam persyaratan peralatan makanan bahwa tidak boleh bakteri lebih dari 100 koloni/cm2 permukaan alat dan tidak mengandung E.coli. Persyaratan peralatan makan adalah sebagai berikut :

1. Peralatan tidak rusak, retak dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap makanan

2. Permukaan yang kontak langsung dengan makanan harus tidak ada sudut mati, rata halus dan mudah dibersihkan.

3. Peralatan harus dalam keadaan bersih sebelum digunakan.

4. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak boleh mengandung angka kuman yang melebihi ambang batas, dan tidak boleh mengandung E.coli.

5. Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan :

a. Pencucian peralatan harus menggunakan sabun atau deterjen, air dingin, air panas sampai bersih


(21)

b. Dibebas hamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm, air panas 80oC selama 2 menit.

6. Peralatan yang sudah didesinfeksi harus ditiriskan pada rak – rak anti karat sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau buatan dan tidak boleh dilap dengan kain.

7. Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam keadaan kering dan bersih, ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dari sumber pengotoran/kontaminasi binatang perusak (Depkes RI,2003).

Menurut Depkes RI (2003) teknik pencucian yang benar akan memberikan hasil pencucian yang sehat dan aman. Tahapan-tahapan pencucian yang perlu diikuti agar hasil pencucian sehat dan aman sebagai berikut :

1. Scraping (membuang sisa kotoran), yaitu memisahkan kotoran dan sisa-sisa makanan yang terdapat pada peralatan yang akan dicuci, seperti sisa makanan diatas piring,gelas,sendok,garpu dan lain-lain.Kotoran tersebut dikumpulkan di tempat sampah (kantong plastik) selanjutnya diikat dan dibuang di tempat yang kedap air.

2. Flusing (merendam dalam air ), yaitu mengguyur air ke peralatan yang akan dicuci sehingga terendam seluruh permukaan peralatan.

3. Washing ( mencuci dengan deterjen ), yaitu mencuci peralatan dengan cara menggosok dan melarutkan sisa makanan dengan zat pencuci atau deterjen. 4. Rinsing ( membilas dengan air bersih ), yaitu mencuci peralatan yang telah


(22)

peralatan yang dibersihkan dibilas dengan cara menggosok-gosok dengan tangan sampai terasa kesat, tidak licin.

5. Sanitizing/Desinfection (membebashamakan),yaitu membebashamakan peralatan setelah proses pencucian. Peralatan yang selesai dicuci perlu dijamin aman dari mikroba dengan cara desinfeksi.

6. Towelling (Mengeringkan), yaitu kain lap bersih atau mengeringkan dengan menggunakan kain atau handuk dengan maksud untuk menghilangkan sisa – sisa kotoran yang mungkin masih menempel sebagai akibat proses pencucian seperti noda deterjen, noda klor dan sebagainya.

2.6.4. Penyimpanan Makanan Masak

Makanan masak sangat disukai oleh bakteri karena suasananya cocok untuk tempat berkembang biaknya bakteri. Oleh karena itu, cara penyimpannya harus memperhatikan wadah penyimpanan makanan masak (setiap makanan yang masak memiliki wadah yang terpisah, pemisah didasarkan pada jenis makanan dan setiap wadah harus memiliki tutup tetapi tetap berventilasi) (Depkes, 2007).

Menurut Depkes RI (1994) penyimpanan makanan dimaksudkan untuk mengusahakan makanan agar dapat awet lebih lama. Kualitas makanan yang telah diolah sangat dipengaruhi oleh suhu, dimana terdapat titik-titik rawan untuk perkembangbiakan bakteri patogen dan pembusuk pada suhu yang sesuai dengan kondisinya

Dalam Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, penyimpanan makanan jadi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :


(23)

1. Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga, tikus dan hewan lainnya.

2. Disimpan dalam ruangan bertutup dan bersuhu dingin (10º-18ºC). 3. Makan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,5 ºC atau lebih, atau

disimpan dalam suhu dingin 4 ºC atau kurang.

4. Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (lebih dari 6 jam) disimpan dalam suhu -5 ºC sampai dengan 1 ºC.

5. Tidak tercampur antara makanan yang siap untuk dimakan dengan bahan makanan mentah dan tidak disajikan ulang.

2.6.5. Pengangkutan Makanan

Makanan yang telah selesai diolah di tempat pengolahan, memerlukan pengangkutan untuk selanjutnya disajikan atau disimpan. Bila pengangkutan makanan kurang tepat dan alat angkutnya kurang baik kualitasnya, kemungkinan pengotoran dapat terjadi sepanjang pengangkutan (Depkes Rim 1994).

Menurut Depkes RI (2000) Makanan perlu diperhatikan dalam cara pengangkutannya, yaitu sebagai berikut :

1. Makanan jadi tidak diangkut bersama dengan bahan makanan mentah 2. Makanan diangkut dalam wadah tertutup sendiri-sendiri

3. Pengisian wadah tidak sampai penuh agar tersedia udara untuk ruang gerak

4. Penempatan wadah dalam kendaraan harus tidak saling mencemari atau menumpahi


(24)

5. Alat pengangkut yang tertutup khusus dan permukaan dalamnya mudah dibersihkan

2.6.6. Penyajian Makanan

Menurut Kepmenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003, persyaratan penyajian makanan adalah sebagai berikut :

1. Harus terhindar dari pencemaran.

2. Peralatan untuk penyajian harus terjaga kebersihannya. 3. Harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan yang bersih.

4. Penyajian dilakukan dengan perilaku yang sehat dan pakaian yang bersih. 5. Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. di tempat yang bersih.

b. Meja ditutup dengan kain putih atau plastik c. Asbak tempat abu rokok setiap saat dibersihkan

d. Peralatan makan dan minum yang telah dipakai paling lambat 5 menit sudah dicuci.

Prinsip penyajian makanan harus memperhatikan (Depkes, 2005) :

1. Prinsip pewadahan yaitu setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah yang terpisah dan memiliki tutup untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.

2. Prinsip kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi baru dicampur menjelang penyajian untuk menghindari makanan cepat basi.


(25)

3. Prinsip edible part yaitu setiap bahan yang disajikan merupakan bahan yang dapat dimakan hal ini bertujuan untuk menghindari kecelakaan salah makan.

4. Prinsip pemisah yaitu makanan yang disajikan dalam dus harus tetap terpisah satu sama lain.

5. Prinsip panas yaitu penyajian makanan yang harus disajikan dalam keadaan panas. Hal ini bertujuan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan meningkatkan selera makan.

6. Prinsip bersih yaitu setiap wadah yang digunakan harus dalam keadaan bersih dan baik.

7. Prinsip handling yaitu setiap penanganan makanan tidak boleh kontak langsung dengan anggota tubuh.

2.7. Sarana Sanitasi Penyelenggaraan Makanan 2.7.1. Penyediaan Air Bersih

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara, sekitar ¾ bagian tubuh kita terdiri atas air, tidak seorang pun dapat bertahan hidu lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga di pergunakan untuk memasak, mandi, mencuci, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian , pemadam kebakaran, tempat rekreasi, tranportasi, dan lain-lain. Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan melalui air. Kondisi tersebut dapat menimbulkan penyakit dimana-dimana (Mubarak dkk, 2009). Ditinjau dari ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat


(26)

karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu perhari berkisar antara 150-200 liter/35-40 galon.kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. Berdasarkan analisis WHO pada Negara-negara maju, setiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari, sedangkan pada Negara berkembang tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari.

2.7.2. Pembuangan Air Limbah

Limbah dari proses pengolahan makanan harus ditangani dengan sebaik-sebaiknya, terutama untuk menghindari terjadinya kotaminasi mikroorganisme pathogen. Mikroorganisme pathogen yang tumbuh di dalam limbah dapat dipindahkan dengan perantara serangga, misalnya lalat, nyamuk, dan kecoa, atau oleh hewan pengerat seperti tikus, yang seringkali menggunakan sampah sebagai tempat hidup dan sumber makanannya. Lalat rumah telah terindentifikasi sebagai pembawa mikroorganisme penyebab penyakit seperti demam typoid, lepra, disentri amuba, dan tuberkulosis. Seekor lalat rumah dapat membawa sebayak 6 juta mikroba pada permukaan tubuhnya, dan lebih banyak lagi di dalam tubuhnya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa lalat merupakan salah satu jenis hewan yang perlu mendapatkan perhatian, sehubungan dengan penanganan limbah.

Limbah padat dari pengolahan makanan hendakya ditempatkan dalam wadah khusus (kontainer). Syarat container untuk wadah limbah menurut (Purnawijayanti A. Hiasinta, 2001) antara lain:


(27)

2. Struktur dan bahan kontainer harus mudah dibersihkan. 3. Tahan terhadap serangan serangga dan hewan pengerat. 4. Tidak mudah berkarat.

5. Tidak menyerap cairan.

6. Container dilengkapi tutup yang dapat ditutup dengan erat dan rapat.

2.7.3. Tempat Pembuangan Sampah

Tempat sampah terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, mempunyai tutup dan memakai kantong palastik khusus untuk sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk, jumlah dan volume tempat sampah di sesuaikan dengan produk sampah yang dihasilkan, tersedia pada setiap tempat/ruang yang memproduksi sampah, sampah harus dibuang dalam waktu 24 jam, disediakan tempat pengumpulan sampah sementara yang terlindung dari serangga dan hewan lain, dan tempat sampah mudah dijangkau oleh kendaraan penggangkutan sampah. Letak sumber sampah jangan terlalu dekat dari bahan makanan,untuk menghindari tercemarnya makanan oleh sampah.

2.7.4. Pencucian Peralatan dan Bahan Makanan

1. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/detergen

2. Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan kalium permanganate 0.02 % atau dalam rendaman air mendidih dalam beberapa detik.

3. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindungi dari kemungkinanpencemaran oleh tikus dan hewan lainnya.(Depkes RI, 2005).


(28)

Teknik pencucian yang benar akan memberikan hasil akhir pencucian yang sehat dan aman, menurut Depkes RI 2003 dalam buku pedoman pelayanan gizi rumah sakit Untuk pencucian masak peralatan alat yang perlu diikuti adalah :

1. Pisahkan segala kotoran atau sisa-sisa makanan yang terdapat pada alat atau barang seperti piring, gelas, mangkok dan lain-lain ketempat yang telah disediakan. Selanjutnya sampah tersebut dibuang bersama sampah dapur lainnya.

2. Piring dan alat-alat yang telah dibersihkan sisa makanan, ditempatkan pada tempat piring kotor dan siap dicuci

3. Setiap piring dan alat yang dicuci direndam pada bak pertama. Cara ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan peresapan air kedalam sisa makanan yang menempel, sehingga mudah untuk membersihkan selanjutnya

4. Setelah direndam selama beberapa menit maka piring mulai dibersihkan dengan menggunakan deterjen pada bak pencuci tersebut. Menggunakan sabun sebaiknya dihindarkan karena sabun tidak dapat menghilangkan lemak, tetapi memakai yang lebih alami yaitu buah jeruk nipis yang dapat menghilangkan lemak yang lengket pada peralatan makan.

5. Cara pencucian dilakukan dengan menggosok bagian-bagian yang terkena makanan, dengan cara menggosok berulangkali sampai tidak lagi terasa licin.

6. Setelah pencucian, maka langsung dibilas dengan air pembersih atau pembilas yang mengalir dengan tekanan 15 psi sampai tidak terasa licin.


(29)

7. Piring dan alat yang telah dicuci dibilas dengan air kaporit disinfektan, langsung direndam ke dalam air berkaporit 50 ppm selama 2 menit, kemudian ditempatkan pada tempat penirisan

8. Untuk desinfeksi dengan air panas 82-100 derajat celcius untuk selama 1 menit.

9. Cara memasukkan piring dan gelas kedalam air panas tidak boleh langsung dengan tangan, tetapi sebelum dimasukkan kedalam rak-rak khusus untuk desinfeksi

10.Piring dan alat makan yang telah selesai melalui proses desinfeksi ditempatkan pada tempat penirisan/pengeringan dengan cara terbalik atau miring. Untuk itu bagian yang menempel ke permukaan piring atau bibir gelas harus dijaga kebersihannya dengan cara desinfeksi. Piring yang akan dipakai tidak perlu di lap atau digosok dengan kain lap. Karena menjadi kotor kembali. Bilamana dilap, pergunakan kain lap sekali pakai atau tissue.

2.7.5. Toilet

Letak tidak berhubungan dengan langsung (terpisah) dengan dapur, ruang persiapan makanan, ruang tamu dan gudang makanan, di dalam toilet harus tersedia jamban, peturan dan bak air, toilet wanita terpisah dengan toilet pria,toilet tenaga kerja dengan pasien terpisah, toilet dibersihkan dengan deterjen dan alat pengering, tersedia cermin, tempah sampah, tempat sabun untuk pencuci tangan, luas lantai cukup untuk memeliahara kebersihan, lantai dbuat kedap air, tidak licin, mudah dibersihkankan dan kelandainya cukup, ventilasi dan penerangan yang baik, air limbah buang ke septictank, roil atau ruang perasapan yang tidak


(30)

mencemari air limbah, saluaran pembuangan terbuat dari bahan kedap air, tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan saluran pembuangan dan penampungan,di dalam kamar mandi harus tersedia bak dan air bersih yang cukup, peturasan harus dilengkapi dengan air yang mengalir, jamban harus dibuat dengan tipe leher angsa, dilengkapi dengan air penggelontor yang cukup serta sapu tangan kertas (tissue), terdapat tanda/tulisan pemberitahuan bahwa setiap pemakai harus mencuci tangan dengan sabun sesudah menggunakan toilet.

2.7.6. Persyaratan Kesehatan Rumah Makan

Rumah makan adalah setiap usaha yang ruang lingkup kegiatan menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya.Persyaratan rumah makan dalam Permenkes RI No 1098/Menkes/ Per/ IV/ 2003 memuat persyaratan bangunan, lokasi, bahan makanan dan minuman, tempat penyimpanan, tempat penyajian, persyaratan peralatan dan lain-lain.

Dalam persyaratan kesehatan rumah makan dinyatakan lokasi harys jauh dari sumber pencemaran, bahan makanan dan minuman dalam kondisi baik dan tempat penyimpanan bahan dan minuman selalu bersih dan bebas dari serangga. Selain itu peralatan harus terjaga kebersihan, penyajian dilakukan pedagan yang berperilaku sehat dan pakaian bersih.

2.8. Sistem dan Teknik Pencucian Alat Makan dan Minuman 2.8.1.Sistem Pencucian

Menurut Depkes RI,2006 teknik pencucian yang benar akan memberikan hasil pencucian yang sehat dan aman. Tahapan-tahapan pencucian yang perlu diikuti agar hasil pencucian sehat dan aman sebagai berikut :


(31)

1. Scraping (membuang sisa kotoran), yaitu memisahkan kotoran dan sisa-sisa makanan yang terdapat pada peralatan yang akan dicuci, seperti sisa makanan diatas piring,gelas,sendok,garpu dan lain-lain.Kotoran tersebut dikumpulkan di tempat sampah (kantong plastik) selanjutnya diikat dan dibuang di tempat yang kedap air.

2. Flusing (merendam dalam air ), yaitu mengguyur air ke peralatan yang akan dicuci sehingga terendam seluruh permukaan peralatan.

3. Wa shing ( mencuci dengan deterjen ), yaitu mencuci peralatan dengan cara menggosok dan melarutkan sisa makanan dengan zat pencuci atau deterjen. Deterjen yang baik yaitu terdiri dari deterjen cair atau bubuk, karena deterjen sangat mudah larut dalam air, sehingga sedikit kemungkinan membekas pada alat yang dicuci.

4. Rinsing ( membilas dengan air bersih ), yaitu mencuci peralatan yang telah digosok deterjen sampai bersih dengan cara dibilas dengan air bersih. Setiap peralatan yang dibersihkan dibilas dengan cara menggosok-gosok dengan tangan sampai terasa kesat, tidak licin.

5. Sanitizing/Desinfection ( membebashamakan ), yaitu membebashamakan peralatan setelah proses pencucian. Peralatan yang selesai dicuci perlu dijamin aman dari mikroba dengan cara desinfeksi.

6. Towelling (Mengeringkan), yaitu mengusap kain lap bersih atau mengeringkan dengan menggunakan kain atau handuk dengan maksud untuk menghilangkan sisasisa kotoran yang mungkin masih menempel sebagai akibat proses pencucian seperti noda deterjen, noda klor dan sebagainya. Towelling ini dapat dilakukan


(32)

dengan syarat bahwa lap yang digunakan harus steril serta sering diganti. Penggunaan lap yang baik adalah yang sekali pakai.

2.9. Escherichia coli

Escherichia coli ,atau biasa disingkat Bakteri Escherichia coli adalah salah satu spesies utama bakteri gram negatif umumnya merupakan flora normal saluran pencernaan manusia dan hewan. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh

Theodor Escherich ini hidup pada tinja, dan dapat menyebabkan masalah kesehatan, seperti diare,muntaber dan masalah pencernaan lainnya.(Pelczar,2005)

2.9.1. Sifat-sifat Bakteri Escherichia coli

Merupakan flora normal yang paling banyak pada usus manusia dan hewan. Dapat berubah menjadi oportunis pathogen bila hidup di luar usus yaitu lokasi normal tempatnya berada dan dapat menyebabkan infeksi saluran kemih,saluran empedu,infeksi luka dan mastitis pada sapi (Jawetz DKK, 2003).

Salah satu jenis dari organisme koliform yang paling umum digunakan sebagai indikator adanya pencemaran yang berasal dari kotoran manusia atau hewan dan menunjukkan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan,susu dan produkproduk susu (Jawetz DKK, 2003).

Bakteri Escherichia coli tumbuh pada suhu antara 10°-40°C,dengan suhu optimum 37°C. pH optimum untuk pertumbuhannya adalah pada 7,0-7,5, pH minimum pada 4,0 dan maksimum pada 9,0. Bakteri ini relatif sangat sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi makanan atau selama pemasakan makanan. Sehingga untuk mencegah pertumbuhan bakteri pada makanan, sebaiknya disimpan pada suhu rendah (Jawetz DKK, 2003).


(33)

2.9.2. Klasifikasi Bakteri Escherichia coli 1. Entero pathogenic Escherichia coli ( EPEC)

Entero pathogenic Escherichia coli ( EPEC) adalah penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara berkembang dan tidak membahayakan pada sebahagian orang dewasa. Mungkin ditularkan melalui air yang digunakan untuk mencuci botol, karenanya, botol susu bayi sebaiknya direbus setelah dicuci untuk mencegah diare. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare cair, yang biasanya sendiri tetapi dapat juga menjadi kronik. Gejala yang dapat ditimbulkan apabila terinfeksi Bakteri Escherichia coli jenis antara lain : panas dingin, sakit kepala,kram usus,diare berair.(Hawley,2003) 2. Entero invasive Escherichia coli ( EIEC)

Menyebabkan penyakit yang mirip dengan shigelosis. Hanya menyerang manusia. Cukup membahayakan karena dapat menyebabkan penyakit disentri. Biasanya ditandai dengan tinja yang mengandung darah.

3. Entero toksigenic Escherichia coli ( ETEC)

Merupakan salah satu bakteri penyebab diare (dengan penyakit) terdapat pada manusia, babi,biri-biri, kambing, anjing, dan kuda. ETEC menghasilkan 2 enterotoksin yaitu LT enterotoksin dan ST enterotoksin. Faktor-faktor permukaan untuk perlekatan sel bakteri pada mukosa usus penting di dalam pathogenesis diare, karena sel bakteri melekat terlebih dahulu pada sel epitel mukosa usus sebelum bakteri mengeluarkan toksin.


(34)

4. Entero hemoragic Escherichia coli (EHEC)

Bakteri ini hidup dalam daging mentah. Bentuk diare sangat berat dan dengan sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat ginjal akut, anemia hemoltik mikriangiopatik, dan trombositopenia. Banyak kasus colitis hemoragik dan komplikasinya dapat dicegah dengan memasak daging sapi sampai matang. 5. Entero aggregative Escherichia coli ( EAEC)

Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat sedang berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas pelekatannya pada mukosa intestinal dan menghasilkan enterotoksin dan sitotoksin. Akibatnya adalah kerusakan mukosa, pengeluaran sejumlah besar mucus dan terjadinya diare.(Hawley,2003)

2.10. Kualitas Bakteriologis Air

Sarana air di alam pada umumnya mengandung kuman, baik air hujan, air tanah,air danau maupun air sungai. Jumlah dan jenis bakteri bervariasi dan berbeda sesuai tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Idealnya air bersih tidak mengandung organisme pathogen, harus juga bebas dari bakteri yang menunjukkan indikasi pengotoran tinja. Bakteri Bakteri Escherichia coli pada umumnya mempunyai jumlah yang besar dalam tinja, jadi pendeteksiannya perlu dilakukan setelah beberapa kali tingkat pengenceran. Terdapatnya organisme coli tinja, terutama Bakteri Escherichia coli lebih meyakinkan adanya tanda-tanda pengotoran tinja (Pelczar,2005).

Adapun alasan memilih organisme ini menjadi indikator adalah sebagai berikut (Pelczar,2005) :


(35)

1. Lebih tahan dibanding bakteri usus pathogen, karena lebih tahan dibandingkan dengan bakteri usus patogen lainnya, maka dapat dipastikan bakteri patogen usus sudah tidak ada apabila bakteri Bakteri Escherichia coli tidak ditemukan dalam pemeriksaan air.

2. Banyak terdapat dalam tinja, karena didalam tinja terdapat dalam jumlah yang besar, maka bakteri mudah ditemukan dalam tinja yang dianalisa. 3. Mudah dianalisa, dengan melihat reaksi pada media selektif tertentu dapat

dipastikan keberadaannya.


(36)

2.11. Kerangka Konsep

Gambar 2.1

Terdapat bakteri

Escherichia coli

Tidak terdapat bakteri

Escherichia coli Higiene sanitasi

penyelenggaraan makanan di lingkungan kantin Universitas Sumatera

Utara

Keberadaan bakteri

Escherichia coli pada peralatan makan

Pemeriksaan keberadaan bakteri Escherichia coli

pada piring dengan menggunakan metode usap

Pemeriksaan laboraturium di Balai Tekhnik Kesehatan Lingkungan

Medan Menggunakan lembar

observasi dari kepmenkes RI no.

1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang persyaratan higiene sanitasi rumah makan dan restoran

Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat


(1)

1. Scraping (membuang sisa kotoran), yaitu memisahkan kotoran dan sisa-sisa makanan yang terdapat pada peralatan yang akan dicuci, seperti sisa makanan diatas piring,gelas,sendok,garpu dan lain-lain.Kotoran tersebut dikumpulkan di tempat sampah (kantong plastik) selanjutnya diikat dan dibuang di tempat yang kedap air.

2. Flusing (merendam dalam air ), yaitu mengguyur air ke peralatan yang akan dicuci sehingga terendam seluruh permukaan peralatan.

3. Wa shing ( mencuci dengan deterjen ), yaitu mencuci peralatan dengan cara menggosok dan melarutkan sisa makanan dengan zat pencuci atau deterjen. Deterjen yang baik yaitu terdiri dari deterjen cair atau bubuk, karena deterjen sangat mudah larut dalam air, sehingga sedikit kemungkinan membekas pada alat yang dicuci.

4. Rinsing ( membilas dengan air bersih ), yaitu mencuci peralatan yang telah digosok deterjen sampai bersih dengan cara dibilas dengan air bersih. Setiap peralatan yang dibersihkan dibilas dengan cara menggosok-gosok dengan tangan sampai terasa kesat, tidak licin.

5. Sanitizing/Desinfection ( membebashamakan ), yaitu membebashamakan peralatan setelah proses pencucian. Peralatan yang selesai dicuci perlu dijamin aman dari mikroba dengan cara desinfeksi.

6. Towelling (Mengeringkan), yaitu mengusap kain lap bersih atau mengeringkan dengan menggunakan kain atau handuk dengan maksud untuk menghilangkan sisasisa kotoran yang mungkin masih menempel sebagai akibat proses pencucian seperti noda deterjen, noda klor dan sebagainya. Towelling ini dapat dilakukan


(2)

dengan syarat bahwa lap yang digunakan harus steril serta sering diganti. Penggunaan lap yang baik adalah yang sekali pakai.

2.9. Escherichia coli

Escherichia coli ,atau biasa disingkat Bakteri Escherichia coli adalah salah satu spesies utama bakteri gram negatif umumnya merupakan flora normal saluran pencernaan manusia dan hewan. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich ini hidup pada tinja, dan dapat menyebabkan masalah kesehatan, seperti diare,muntaber dan masalah pencernaan lainnya.(Pelczar,2005)

2.9.1. Sifat-sifat Bakteri Escherichia coli

Merupakan flora normal yang paling banyak pada usus manusia dan hewan. Dapat berubah menjadi oportunis pathogen bila hidup di luar usus yaitu lokasi normal tempatnya berada dan dapat menyebabkan infeksi saluran kemih,saluran empedu,infeksi luka dan mastitis pada sapi (Jawetz DKK, 2003).

Salah satu jenis dari organisme koliform yang paling umum digunakan sebagai indikator adanya pencemaran yang berasal dari kotoran manusia atau hewan dan menunjukkan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan,susu dan produkproduk susu (Jawetz DKK, 2003).

Bakteri Escherichia coli tumbuh pada suhu antara 10°-40°C,dengan suhu optimum 37°C. pH optimum untuk pertumbuhannya adalah pada 7,0-7,5, pH minimum pada 4,0 dan maksimum pada 9,0. Bakteri ini relatif sangat sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi makanan atau


(3)

2.9.2. Klasifikasi Bakteri Escherichia coli 1. Entero pathogenic Escherichia coli ( EPEC)

Entero pathogenic Escherichia coli ( EPEC) adalah penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara berkembang dan tidak membahayakan pada sebahagian orang dewasa. Mungkin ditularkan melalui air yang digunakan untuk mencuci botol, karenanya, botol susu bayi sebaiknya direbus setelah dicuci untuk mencegah diare. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare cair, yang biasanya sendiri tetapi dapat juga menjadi kronik. Gejala yang dapat ditimbulkan apabila terinfeksi Bakteri Escherichia coli jenis antara lain : panas dingin, sakit kepala,kram usus,diare berair.(Hawley,2003) 2. Entero invasive Escherichia coli ( EIEC)

Menyebabkan penyakit yang mirip dengan shigelosis. Hanya menyerang manusia. Cukup membahayakan karena dapat menyebabkan penyakit disentri. Biasanya ditandai dengan tinja yang mengandung darah.

3. Entero toksigenic Escherichia coli ( ETEC)

Merupakan salah satu bakteri penyebab diare (dengan penyakit) terdapat pada manusia, babi,biri-biri, kambing, anjing, dan kuda. ETEC menghasilkan 2 enterotoksin yaitu LT enterotoksin dan ST enterotoksin. Faktor-faktor permukaan untuk perlekatan sel bakteri pada mukosa usus penting di dalam pathogenesis diare, karena sel bakteri melekat terlebih dahulu pada sel epitel mukosa usus sebelum bakteri mengeluarkan toksin.


(4)

4. Entero hemoragic Escherichia coli (EHEC)

Bakteri ini hidup dalam daging mentah. Bentuk diare sangat berat dan dengan sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat ginjal akut, anemia hemoltik mikriangiopatik, dan trombositopenia. Banyak kasus colitis hemoragik dan komplikasinya dapat dicegah dengan memasak daging sapi sampai matang. 5. Entero aggregative Escherichia coli ( EAEC)

Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat sedang berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas pelekatannya pada mukosa intestinal dan menghasilkan enterotoksin dan sitotoksin. Akibatnya adalah kerusakan mukosa, pengeluaran sejumlah besar mucus dan terjadinya diare.(Hawley,2003)

2.10. Kualitas Bakteriologis Air

Sarana air di alam pada umumnya mengandung kuman, baik air hujan, air tanah,air danau maupun air sungai. Jumlah dan jenis bakteri bervariasi dan berbeda sesuai tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Idealnya air bersih tidak mengandung organisme pathogen, harus juga bebas dari bakteri yang menunjukkan indikasi pengotoran tinja. Bakteri Bakteri Escherichia coli pada umumnya mempunyai jumlah yang besar dalam tinja, jadi pendeteksiannya perlu dilakukan setelah beberapa kali tingkat pengenceran. Terdapatnya organisme coli tinja, terutama Bakteri Escherichia coli lebih meyakinkan adanya tanda-tanda pengotoran tinja (Pelczar,2005).


(5)

1. Lebih tahan dibanding bakteri usus pathogen, karena lebih tahan dibandingkan dengan bakteri usus patogen lainnya, maka dapat dipastikan bakteri patogen usus sudah tidak ada apabila bakteri Bakteri Escherichia coli tidak ditemukan dalam pemeriksaan air.

2. Banyak terdapat dalam tinja, karena didalam tinja terdapat dalam jumlah yang besar, maka bakteri mudah ditemukan dalam tinja yang dianalisa. 3. Mudah dianalisa, dengan melihat reaksi pada media selektif tertentu dapat

dipastikan keberadaannya.


(6)

2.11. Kerangka Konsep Gambar 2.1 Terdapat bakteri Escherichia coli Tidak terdapat bakteri Escherichia coli Higiene sanitasi penyelenggaraan makanan di lingkungan kantin Universitas Sumatera

Utara

Keberadaan bakteri Escherichia coli pada

peralatan makan

Pemeriksaan keberadaan bakteri Escherichia coli

pada piring dengan menggunakan metode usap

Pemeriksaan laboraturium di Balai Tekhnik Kesehatan Lingkungan

Medan Menggunakan lembar

observasi dari kepmenkes RI no.

1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang persyaratan higiene sanitasi rumah makan dan restoran

Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat


Dokumen yang terkait

Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan dan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Peralatan Makan di Lingkungan Kantin Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

16 181 92

Higiene Sanitasi Pengelolaan Makanan dan Pemeriksaan Escherichia coli pada Peralatan Makan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Mayjen H.A.Thalib Kabupaten Kerinci Tahun 2011

36 161 102

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE SANITASI MAKANAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA PERALATAN MAKAN (Studi Pada Pedagang Kaki Lima di Jalan Kalimantan Kabupaten Jember)

1 24 21

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE SANITASI MAKANAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA PERALATAN MAKAN (Studi Pada Pedagang Kaki Lima di Jalan Kalimantan Kabupaten Jember)

0 8 21

Hubungan antara Higiene Penjamah dan Sanitasi Makanan dengan Keberadaan Bakteri Escherichia coli

1 13 164

Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan dan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Peralatan Makan di Lingkungan Kantin Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

0 0 2

Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan dan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Peralatan Makan di Lingkungan Kantin Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

0 0 19

Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan dan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Peralatan Makan di Lingkungan Kantin Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

0 0 18

Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan dan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Peralatan Makan di Lingkungan Kantin Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

0 0 2

Gambaran Higiene Sanitasi Penyelenggaraan Makanan dan Keberadaan Bakteri Escherichia coli pada Peralatan Makan di Lingkungan Kantin Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

0 0 6