Gambaran Self Disclosure pada remaja etnis India Tamil
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun (Papalia & Olds, 2001). Masa remaja menurut Hurlock terbagi atas remaja awal dan remaja akhir. Masa remaja awal dimulai dari usia tiga belas tahun sampai enam belas tahun dan masa remaja akhir dimulai dari usia enam belas atau tujuh belas tahun sampai usia delapan belas tahun (Hurlock, 2008).
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang paling sulit adalah berhubungan dengan penyesuaian sosial. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja juga harus membuat banyak penyesuaian baru yaitu penyesuaian diri dengan pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial serta nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin. Selain itu remaja juga harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga, sekolah dan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada (Hurlock, 1999). Menjalin hubungan dengan individu lain merupakan bagian yang tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari. Untuk itu, dalam kehidupann manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Oleh
(2)
karena itu setiap individu membutuhkan keterampilan sosial untuk membangun sebuah hubungan yang harmonis dengan individu yang lain (Gainau, 2008).
Agar individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, maka individu membutuhkan keterampilan sosial. Keterampilan sosial menunjang keberhasilan dalam bergaul serta syarat tercapainya penyesuaian sosial yang baik dalam kehidupan individu (Gainau, 2008). Salah satu aspek yang penting dalam keterampilan sosial adalah self disclosure (Buhrmester, 1998). Morton (dalam Sears, 1989) juga berpendapat, salah satu bentuk keterampilan sosial adalah self disclosure, self disclosure merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Menurut Lumsden (1996) self disclosure dapat membantu seseorang berkomunikasi dengan orang lain, meningkatkan kepercayaan diri serta hubungan menjadi lebih akrab. Selain itu, self disclosure dapat melepaskan perasaan bersalah dan cemas (Calhoun dan Acocella, 1990). Self disclosure yang dimiliki oleh remaja, akan membantu remaja dalam mencapai kesuksesan akademik dan penyesuaian diri. Apabila remaja tersebut tidak memiliki kemampuan self disclosure, maka dia akan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Tanpa self disclosure, individu cenderung mendapat penerimaan sosial kurang baik sehingga berpengaruh pada perkembangan kepribadiannya.
Menurut DeVito (2001) self disclosure merupakan salah satu bagian penting dari komunikasi interpersonal dimana seseorang memberikan informasi tentang dirinya kepada orang lain, yang melibatkan tentang nilai diri, kepercayaan, dan keinginan, tentang perilaku, dan tentang kualitas diri atau
(3)
karakteristik diri. Papu (2002) juga menyatakan self disclosure diartikan sebagai pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi yang diberikan dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita dan sebagainya. Menurut Pearson (1983), self disclosure merupakan metode yang paling dapat dikontrol dalam menjelaskan diri sendiri kepada orang lain. Individu dapat mempresentasikan dirinya sebagai orang bijak atau orang bodoh tergantung dari caranya mengungkapkan perasaan, tingkah laku, dan kebiasaannya.
Self Disclosure merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam interaksi sosial (Gainau, 2008). Menurut Taylor & Belrgrave (dalam Gainau, 2008). Remaja yang terampil melakukan self disclosure mempunyai ciri-ciri lebih memiliki rasa tertarik pada orang lain daripada mereka yang kurang terbuka, percaya diri sendiri, dan percaya kepada orang lain. Sebagai salah satu aspek penting dalam hubungan sosial, self disclosure juga perlu bagi remaja, karena masa remaja merupakan periode individu belajar menggunakan kemampuannya untuk memberi dan menerima dalam berhubungan dengan orang lain. Sesuai dengan perkembangannya, remaja dituntut lebih belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang lebih luas dan majemuk.
Keterampilan self disclosure yang dimiliki oleh remaja, akan membantu remaja dalam mencapai kesuksesan akademik dan penyesuaian diri. Apabila remaja tersebut tidak memiliki kemampuan self disclosure, maka dia akan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Misalnya dalam lingkungan sekolah banyak dijumpai adanya komunikasi yang kurang efektif
(4)
antara siswa dengan guru, dan siswa dengan teman-temannya. Salah satu penyebab adalah kurangnya self disclosure. Hal ini dapat dilihat dari gejala-gejala seperti tidak bisa mengeluarkan pendapat, tidak mampu mengemukakan ide atau gagasan yang ada pada dirinya, merasa was-was atau takut jika hendak mengemukakan sesuatu (Johnson, 1990).
Penelitian lainnya yang dilakukan Johnson (1990) menunjukkan bahwa individu yang mampu dalam self disclosure akan dapat mengungkapkan diri secara tepat; terbukti mampu menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya diri sendiri, lebih kompeten, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap positif, percaya terhadap orang lain, lebih objektif, dan terbuka. Sebaliknya individu yang kurang mampu dalam self disclosure terbukti tidak mampu menyesuaikan diri, kurang percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, merasa rendah diri, dan tertutup. Johnson mengatakan bahwa ciri-ciri self disclosure tersebut, mempengaruhi kesehatan mental seseorang.
Self disclosure dipengaruhi oleh lingkungan dimana seseorang bertingkah laku. Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan komunikasi seseorang adalah faktor lingkungan meliputi: pola asuh, budaya, stereotipe, sosial ekonomi, jenis kelamin, dan pendidikan seseorang (Alberti dan Emmons, 2002). Lingkungan mempengaruhi terbentuknya kebudayaan, salah satunya tingkah laku sosial sehingga terdapat hubungan antara kebudayaan dengan tingkah laku sosial (Triandis, 1994). Dengan demikian kebudayaan berarti semua cara hidup (ways of life) yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota suatu masyarakat. Kebudayaan tersebut terdiri dari cara berpikir, cara bertindak, dan cara yang
(5)
dimanifestasikan, seperti dalam agama, hukum, bahasa, seni, dan kebiasaan-kebiasaan, sehingga budaya berpengaruh terhadap self disclosure masing-masing individu.
Ada budaya yang cenderung menutup diri, ada juga yang terbuka. Misalkan di Indonesia khususnya pada budaya Jawa. Suseno dan Reksosusilo (dalam Gainau, 2008), beranggapan orang yang diam atau tertutup itu dinilai baik dan orang yang terbuka dianggap masih tabu, karena self disclosure dipandang sebagai sikap menyombongkan diri, angkuh, tinggi hati dan lain-lain. Nilai budaya ini akan terus dibawa oleh individu, karena dimulai dari awal kehidupannya sudah diberikan pelajaran untuk dapat menerima dan tidak menerima dalam menyatakan diri pada orang lain. Serta individu sudah seharusnya menyesuaikan diri agar dapat diterima oleh orang lain. Dengan demikian lama kelamaan benteng pertahanan diri sangat kuat sehingga untuk terbuka kepada orang lain sangat sedikit.
Self disclosure antar budaya sering dibahas dalam literatur berkaitan dengan apakah budaya itu individualistik atau kolektivistik. Budaya individualistis cenderung kebalikan dari budaya kolektif dalam hal karakteristik yang mempromosikan self disclosure. Markus dan Kitayama (1991) menemukan bahwa budaya individualistik memiliki pandangan independen dan budaya kolektivis memiliki pandangan saling tergantung (Kito, 2005). Adams, Anderson dan Adonu (2004) menemukan budaya individualistis melihat pengungkapan diri sebagai faktor penting yang digunakan untuk membangun hubungan yang akrab (Marshall, 2008). Gudykunst dan Matsumoto (1996) menemukan budaya
(6)
individualistis menempatkan penekanan yang kuat pada gaya komunikasi verbal, eksplisit, langsung, dan ekspresif yang memungkinkan untuk lebih terbuka dalam self disclosure (seperti yang dikutip di Marshall, 2008). Budaya individualistis memegang pandangan yang independen, mereka menekankan kemampuan untuk mengekspresikan diri (Kito, 2005). Budaya kolektivis percaya self disclosure bukan merupakan faktor penting ketika membangun hubungan yang akrab. Budaya kolektif menggunakan gaya komunikasi tidak langsung, nonverbal, ambigu, kontekstual, dan kurang ekspresif yang membuat lebih sulit untuk mengungkapkan diri secara bebas dibandingkan dengan budaya individualistik (Marshall, 2008).
Di Indonesia terdapat berbagai macam suku, budaya, dan etnis. Selain penduduk asli Indonesia terdapat juga penduduk pendatang yang jumlahnya minoritas di antaranya adalah China, India, dan Arab. Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman etnis budaya adalah Sumatera Utara khususnya Medan. Medan merupakan kota yang diwarnai dengan budaya berbagai etnis yang menempatinya, tidak hanya etnis asli Indonesia, tetapi juga berbagai etnis pendatang seperti India, Tionghoa, dan Arab yang telah bermukim di Indonesia (Coast, 2010).
Salah satu etnis yang eksistensinya tidak dapat dikesampingkan begitu saja adalah etnis India Tamil, karena mereka juga turut menyumbang terhadap multikulturalisme dan multietnis di daerah ini. Jumlah etnis India di Indonesia, menurut sensus penduduk tahun 2000 yang direkam oleh A. Mani (2008) sekitar 22.047 atau 64% tinggal di Sumatera Utara sementara di Jakarta berjumlah 3.632
(7)
atau 11% saja. Wilayah lain di mana terdapat jumlah etnis India yang cukup besar adalah Sumatera Selatan (1.245 atau 4%), Jawa Timur (1.164 atau 3%), Kalimantan Barat (1.150 atau 3%), dan Jawa Barat (1.033 atau 3%).
Walau pada awalnya jumlah mereka relatif kecil sehingga tidak ditemukan pada laporan Biro Pusat Statistik, tetapi eksistensinya tidak dapat begitu saja dihiraukan. Di Medan sendiri terdapat kampung yang bernama Kampung Madras atau Kampung Keling. Di Kampung Keling ini puluhan bangunan tua khas zaman kolonial Belanda masih bisa ditemukan di sini. Bangunan-bangunan ini adalah bangunan bersejarah peninggalan masa keemasan tembakau deli. Di kawasan inilah dahulu masyarakat India tinggal dan bermukim. Sekarang tak banyak memang lagi warga keturunan India yang tinggal di sana. Karena tekanan ekonomi kelompok masyarakat inipun banyak yang tergusur ke pinggiran. Sekarang populasi terbesar mereka berada di Kampung Angrung dan Kampung Kubur, di sekitar kawasan Jalan Monginsidi, Medan (Rehulin, 2010).
Etnis India Tamil merupakan jumlah terbanyak yang ada di kota Medan. Dr. Phil Ichwan Azhari MS, seorang sejarawan Universitas Negeri Medan, menyatakan bahwa dengan jumlah yang cukup banyak, sangat disayangkan tema-tema tentang etnis India hampir tidak pernah dibahas secara ilmiah melalui seminar terutama di jenjang Perguruan Tinggi. Masyarakat Tamil masih berpegang teguh terhadap budaya dan adat istiadat mereka. Mereka memiliki berbagai macam kebudayaan dan adat istiadat yang sampai sekarang masih dijalankan oleh Masyarakat Tamil di kota Medan maupun di kota–kota besar lainnya di Indonesia. Coast (2010) menyatakan bahwa orang Indonesia dengan
(8)
keturunan India bersifat tertutup. India merupakan salah satu negara yang menganut budaya kolektif. Marshall (2008) menyatakan bahwa budaya kolektif menggunakan gaya komunikasi tidak langsung dan kurang ekspresif yang membuat lebih sulit untuk mengungkapkan diri.
Seperti kutipan wawancara di bawah ini :
“Cerita-cerita sama orang-orang kek aku lah kak. Jadi, ya ngomong sama orang itu sekedarnya aja sih kak” (komunikasi personal, 13 Juni 2012). “Kawan aku di sekolah banyak juga kak orang indonesia tapi aku kalo pigi-pigi kumpul-kumpul sama kawan-kawan aku yang kayak aku juga kak, lebih enak aja rasaku kak” (komunikasi personal, 18 juni 2012)
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti remaja India tersebut kurang terbuka dan enggan untuk bergabung dengan penduduk lokal. Salah satu remaja India menyatakan bahwa memang dirinya kurang terbuka dengan orang lain di luar etnisnya. Namun sebenarnya ia tidak keberatan untuk bergaul dengan yang lain, hanya saya dirinya kurang nyaman akan pandangan orang lain yang kurang menyenangkan. Untuk itu ia membatasi dirinya hanya bergaul sebatas di sekolah sedangkan di luar sekolah tidak.
Seperti kutipan wawancara di bawah ini :
“Pulang sekolah langsung pulang kak. Enggak pernah main-main. Ya bekawan–kawannya di sekolah aja kak. Itupun aku enggak pernah curhat-curhatan gitu kak mau sama kawan sama-sama india kek aku juga aku gak pernah curhat kak.” (komunikasi interpersonal, 04 oktober 2012).
“Kalo di sekolah kadang gabung-gabung juga kak sama yang lain cuma kalo pulang sekolah ya pulang kak disuruh pulang sama ayahku. Ya kalo curhat-curhat gitu enggak suka aku kak.” (komunikasi interpersonal, 04 oktober 2012).
(9)
Dari kutipan wawancara tersebut remaja india tersebut terlihat jarang membagikan cerita dengan teman-temannya yang seetnis maupun tidak seetnis dengannya. Mereka juga terlihat jarang berkumpul dengan teman-temannya setelah pulang sekolah tidak seperti remaja kebanyakan. Orangtua dari remaja etnis India Tamil tersebut tidak membiarkan anak-anaknya bermain di luar jam sekolah.
Etnis India Tamil juga merupakan kelompok minoritas yang ada di kota Medan. Minoritas menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah jumlah orang paling sedikit yang memperlihatkan ciri tertentu menurut suatu patokan dibandingkan dengan jumlah yang lain yang tidak memperlihatkan ciri tersebut. Menurut Mendatu (2010) suatu kelompok dikatakan sebagai minoritas apabila jumlah anggota kelompok tersebut secara signifikan jauh lebih kecil daripada kelompok lain di dalam komunitas. Minoritas merupakan suatu jumlah persentase kelompok yang besarnya kurang dari 50% (UTC, 2006). Dalam analisis klasik, kelompok minoritas menurut Louis Wirth (dalam Liliweri, 2005), diartikan sebagai kelompok yang memiliki karakteristik fisik dan budaya yang sama, kemudian ditunjukkan kepada orang lain dimana mereka hidup dan berada. Akibatnya, kelompok itu diperlakukan secara tidak adil sehingga mereka merasa bahwa kelompoknya dijadikan objek sasaran diskriminasi.
Keberadaan minoritas dalam suatu komunitas menunjukkan hubungan mereka dengan eksistensi kelompok mayoritas yang lebih kaya, lebih sehat, lebih berpendidikan. Perilaku dan karakteristik dari kelompok minoritas selalu distigmatisasi oleh kelompok dominan atau kelompok mayoritas.
(10)
Kelompok-kelompok dengan identitas khusus secara tipikal memiliki pendapatan yang lebih rendah dan mereka kurang memiliki kekuasaan, hak-hak istimewa dan pendidikan. Jadi minoritas adalah jumlah orang paling sedikit yang memperlihatkan ciri tertentu menurut suatu patokan dibawah 50% dimana jumlah anggota kelompok tersebut secara signifikan jauh lebih kecil daripada kelompok lain di dalam komunitas. Walaupun mereka sudah berbaur di Medan sendiri namun, warga minoritas ini merasa belum diperlakukan sama sehingga mereka merasa didiskriminasi karena ada nya streotype negatif tentang mereka (Etnis, 2011).
Seperti kutipan wawancara di bawah ini :
“ Temen-temen aku sih kebanyakan orang kek aku jugalah kak, cemanalah soalnya kalo gabung sama orang-orang itu payah kayaknya orang itu mandang kami beda trus lebih nyambung” (komunikasi personal, 13 juni 2012).
Dari hasil kutipan wawancara di atas terlihat bahwa remaja etnis India Tamil lebih memilih berteman dengan yang seetnis dengan mereka karena adanya pandangan berbeda dari kelompok mayoritas.
Berdasarkan hal yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa remaja merupakan masa transisi dari kanak-kanak dan dewasa, dimana remaja memiliki berbagai tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan remaja yang paling sulit adalah melakukan penyesuain diri terhadap lingkungan sosial. Remaja harus memiliki keterampilan sosial dalam melakukan penyesuaian diri yang salah satunya adalah self disclosure. Ada beberapa hal yang mempengaruhi self disclosure dan menurut Gainau (2008) salah satu yang sangat berpengaruh adalah
(11)
faktor budaya. Budaya individualistik melihat self disclosure sebagai salah satu faktor penting dalam membangun suatu hubungan sedangkan budaya kolektivis percaya bahwa self disclosure bukan merupakan hal penting dalam membangun suatu hubungan.
Beberapa budaya individualistik termasuk Eropa dan Amerika sementara budaya kolektif termasuk Cina, India dan Jepang. Etnis India Tamil sendiri juga merupakan salah satu kelompok minoritas yang ada di kota Medan. Kelompok minoritas tersebut harus melakukan penyesuaian diri terhadap etnis setempat. Dalam melakukan penyesuaian diri tersebut mereka harus memiliki keterampilan sosial yang salah satunya adalah self disclosure. Oleh karena itu peneliti ingin melihat bagaimana gambaran self disclosure pada Remaja India Tamil di Medan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, maka dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana gambaran self disclosure pada remaja etnis India Tamil dan bagaimana self disclosure pada remaja etnis India Tamil ditinjau dari kelima dimensi self disclosure.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran self disclosure pada remaja etnis India Tamil.
(12)
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
a. Menambah referensi pengetahuan dalam ruang lingkup Psikologi, khususnya psikologi perkembangan yang menyangkut perkembangan remaja dan self disclosure pada remaja india.
b. Dapat di jadikan bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya yang berminat meneliti tentang self disclosure.
2. Manfaat praktis
a. Bagi konselor dan orang tua : Dapat digunakan untuk konseling sehubungan dengan masalah self disclosure pada remaja etnis india agar lebih dapat memahami bahwa seorang remaja memerlukan tempat yang tepat untuk berbagi pikiran dan perasaan, sehingga guru dan orang tua dapat menjadi orang tua sekaligus teman bagi merekadan dapat membimbing dan membantu remaja dalam keterbukaan diri agar remaja dapat bersosialisasi dengan baik dengan lingkungannya.
b. Bagi remaja : Dapat mengetahui tentang pentingnya melakukan self disclosure karena self disclosure sebagai salah satu keterampilan sosial akan mempermudah mereka untuk terjun di lingkungan sosial dan dapat membina dan meningkatkan hubungan sosial yang baik dengan semua orang.
(13)
E. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan
Berisi uraian singkat mengenai gambaran latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian serta manfaat penelitian. BAB II : Landasan Teori
Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Teori-teori yang dimuat adalah teori tentang Self Disclosure, teori tentang Remaja
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional dari self disclosure, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, metode pengambilan data, uji validitas, uji daya beda dan reliabilitas alat ukur, metode analisa data serta hasil uji coba alat ukur penelitian.
BAB IV : Hasil Analisis Data
Bab ini berisi analisa data dan pembahasan. Pada bagian ini berisi uraian yang akan membahas mengenai analisa data hasil penelitian, interpretasi data dan pembahasan mengenai hasil berkenaan dengan Gambaran Self Disclosure Pada Remaja Etnis India Tamil.
(14)
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini mengenai kesimpulan dan saran. Pada bagian ini berisi uraian yang akan membahas mengenai kesimpulan peneliti mengenai hasil penelitian serta saran penelitian berupa saran metodologis dan saran praktis bagi penelitian selanjutnya.
(1)
Dari kutipan wawancara tersebut remaja india tersebut terlihat jarang membagikan cerita dengan teman-temannya yang seetnis maupun tidak seetnis dengannya. Mereka juga terlihat jarang berkumpul dengan teman-temannya setelah pulang sekolah tidak seperti remaja kebanyakan. Orangtua dari remaja etnis India Tamil tersebut tidak membiarkan anak-anaknya bermain di luar jam sekolah.
Etnis India Tamil juga merupakan kelompok minoritas yang ada di kota Medan. Minoritas menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah jumlah orang paling sedikit yang memperlihatkan ciri tertentu menurut suatu patokan dibandingkan dengan jumlah yang lain yang tidak memperlihatkan ciri tersebut. Menurut Mendatu (2010) suatu kelompok dikatakan sebagai minoritas apabila jumlah anggota kelompok tersebut secara signifikan jauh lebih kecil daripada kelompok lain di dalam komunitas. Minoritas merupakan suatu jumlah persentase kelompok yang besarnya kurang dari 50% (UTC, 2006). Dalam analisis klasik, kelompok minoritas menurut Louis Wirth (dalam Liliweri, 2005), diartikan sebagai kelompok yang memiliki karakteristik fisik dan budaya yang sama, kemudian ditunjukkan kepada orang lain dimana mereka hidup dan berada. Akibatnya, kelompok itu diperlakukan secara tidak adil sehingga mereka merasa bahwa kelompoknya dijadikan objek sasaran diskriminasi.
Keberadaan minoritas dalam suatu komunitas menunjukkan hubungan mereka dengan eksistensi kelompok mayoritas yang lebih kaya, lebih sehat, lebih berpendidikan. Perilaku dan karakteristik dari kelompok minoritas selalu distigmatisasi oleh kelompok dominan atau kelompok mayoritas.
(2)
Kelompok-kelompok dengan identitas khusus secara tipikal memiliki pendapatan yang lebih rendah dan mereka kurang memiliki kekuasaan, hak-hak istimewa dan pendidikan. Jadi minoritas adalah jumlah orang paling sedikit yang memperlihatkan ciri tertentu menurut suatu patokan dibawah 50% dimana jumlah anggota kelompok tersebut secara signifikan jauh lebih kecil daripada kelompok lain di dalam komunitas. Walaupun mereka sudah berbaur di Medan sendiri namun, warga minoritas ini merasa belum diperlakukan sama sehingga mereka merasa didiskriminasi karena ada nya streotype negatif tentang mereka (Etnis, 2011).
Seperti kutipan wawancara di bawah ini :
“ Temen-temen aku sih kebanyakan orang kek aku jugalah kak, cemanalah soalnya kalo gabung sama orang-orang itu payah kayaknya orang itu mandang kami beda trus lebih nyambung” (komunikasi personal, 13 juni 2012).
Dari hasil kutipan wawancara di atas terlihat bahwa remaja etnis India Tamil lebih memilih berteman dengan yang seetnis dengan mereka karena adanya pandangan berbeda dari kelompok mayoritas.
Berdasarkan hal yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa remaja merupakan masa transisi dari kanak-kanak dan dewasa, dimana remaja memiliki berbagai tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan remaja yang paling sulit adalah melakukan penyesuain diri terhadap lingkungan sosial. Remaja harus memiliki keterampilan sosial dalam melakukan penyesuaian diri yang salah
(3)
faktor budaya. Budaya individualistik melihat self disclosure sebagai salah satu faktor penting dalam membangun suatu hubungan sedangkan budaya kolektivis percaya bahwa self disclosure bukan merupakan hal penting dalam membangun suatu hubungan.
Beberapa budaya individualistik termasuk Eropa dan Amerika sementara budaya kolektif termasuk Cina, India dan Jepang. Etnis India Tamil sendiri juga merupakan salah satu kelompok minoritas yang ada di kota Medan. Kelompok minoritas tersebut harus melakukan penyesuaian diri terhadap etnis setempat. Dalam melakukan penyesuaian diri tersebut mereka harus memiliki keterampilan sosial yang salah satunya adalah self disclosure. Oleh karena itu peneliti ingin melihat bagaimana gambaran self disclosure pada Remaja India Tamil di Medan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, maka dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana gambaran self disclosure pada remaja etnis India Tamil dan bagaimana self disclosure pada remaja etnis India Tamil ditinjau dari kelima dimensi self disclosure.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran self disclosure pada remaja etnis India Tamil.
(4)
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
a. Menambah referensi pengetahuan dalam ruang lingkup Psikologi, khususnya psikologi perkembangan yang menyangkut perkembangan remaja dan self disclosure pada remaja india.
b. Dapat di jadikan bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya yang berminat meneliti tentang self disclosure.
2. Manfaat praktis
a. Bagi konselor dan orang tua : Dapat digunakan untuk konseling sehubungan dengan masalah self disclosure pada remaja etnis india agar lebih dapat memahami bahwa seorang remaja memerlukan tempat yang tepat untuk berbagi pikiran dan perasaan, sehingga guru dan orang tua dapat menjadi orang tua sekaligus teman bagi merekadan dapat membimbing dan membantu remaja dalam keterbukaan diri agar remaja dapat bersosialisasi dengan baik dengan lingkungannya.
b. Bagi remaja : Dapat mengetahui tentang pentingnya melakukan self disclosure karena self disclosure sebagai salah satu keterampilan sosial akan mempermudah mereka untuk terjun di lingkungan sosial dan dapat membina dan meningkatkan hubungan sosial yang baik dengan semua orang.
(5)
E. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan
Berisi uraian singkat mengenai gambaran latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian serta manfaat penelitian. BAB II : Landasan Teori
Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Teori-teori yang dimuat adalah teori tentang Self Disclosure, teori tentang Remaja
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional dari self disclosure, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, metode pengambilan data, uji validitas, uji daya beda dan reliabilitas alat ukur, metode analisa data serta hasil uji coba alat ukur penelitian.
BAB IV : Hasil Analisis Data
Bab ini berisi analisa data dan pembahasan. Pada bagian ini berisi uraian yang akan membahas mengenai analisa data hasil penelitian, interpretasi data dan pembahasan mengenai hasil berkenaan dengan Gambaran Self Disclosure Pada Remaja Etnis India Tamil.
(6)
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini mengenai kesimpulan dan saran. Pada bagian ini berisi uraian yang akan membahas mengenai kesimpulan peneliti mengenai hasil penelitian serta saran penelitian berupa saran metodologis dan saran praktis bagi penelitian selanjutnya.