Gambaran Self Disclosure pada remaja etnis India Tamil

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Self Disclosure

1. Definisi Self Disclosure

Self disclosure adalah merupakan salah satu bagian penting dari komunikasi interpersonal dimana seseorang memberikan informasi tentang dirinya kepada orang lain, yang melibatkan tentang nilai diri, kepercayaan, keinginan, perilaku, dan kualitas diri atau karakteristik diri (DeVito, 2001). Self disclosure yang dikemukakan oleh Johson (dalam Supratiknya, 1995) merupakan pengungkapan reaksi atau tanggapan individu terhadap situasi yang sedang dihadapinya serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapan individu tersebut.Rogers (dalam Baron, 1994) mendefinisikan self disclosure sebagai suatu keuntungan yang potensial dari pengungkapan diri kita kepada orang lain. Menurut Morton (dalam Baron, dkk, 1994) self disclosure adalah kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa self disclosure adalah suatu pola komunikasi interpersonal yang memberikan informasi tentang dirinya kepada orang lain.


(2)

2. Dimensi-Dimensi Self Disclosure

Self disclosure berbeda bagi setiap individu dalam hal kelima dimensi di bawah ini (Devito, 1986):

1. Amount

Kuantitas dari pengungkapan diri dapat diukur dengan mengetahui frekuensi dengan siapa individu mengungkapkan diri dan durasi dari pesan self disclosure atau waktu yang diperlukan untuk mengutarakan statement self disclosure individu tersebut terhadap orang lain.

2. Valence

Valensi merupakan hal yang positif atau negatif dari self disclosure. Individu dapat mengungkapkan diri mengenai hal-hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan mengenai dirinya, memuji hal-hal yang ada dalam dirinya atau menjelek-jelekkan diri individu sendiri.

3. Accuracy/Honesty

Ketepatan dan kejujuran individu dalam self disclosure. Ketepatan dari self disclosure individu dibatasi oleh tingkat dimana individu mengetahui dirinya sendiri. Self disclosure dapat berbeda dalam hal kejujuran. Individu dapat saja jujur secara total atau dilebih-lebihkan, melewatkan bagian penting atau berbohong.

4. Intention

Dalam melakukan self disclosure, salah satu hal yang kita pertimbangkan adalah maksud atau tujuannya. Tidak mungkin orang tiba-tiba mengungkapkan self disclosure apabila tidak memiliki maksud dan tujuan tertentu. Contohnya


(3)

pada saat untuk mengurangi rasa bersalah atau untuk mengungkapkan perasaan. Inilah yang populer disebut sebagai curhat itu. Kita mengungkapkan diri kita dengan tujuan tertentu. Oleh karena menyadari adanya maksud dan tujuan self disclosure itu maka kita pun melakukan kontrol atas self disclosure yang kita lakukan. Orang yang melebih-lebihkan atau berbohong dalam melakukan self disclosure pada satu sisi bisa dipandang sebagai salah satu bentuk kontrol agar mencapai maksud atau tujuan yang diinginkannya.

5. Intimacy

Self disclosure bisa saja hal-hal yang sifatnya pribadi atau intim misalnya mengenai perasaan kita, tetapi bisa juga mengenai hal-hal yang sifatnya umum, seperti pandangan kita terhadap situasi politik mutakhir di tanah air atau bisa saja antara hal yang intim/pribadi dan hal yang impersonal publik. Sejauh mana kedalaman dalam self disclosure itu akan ditentukan oleh derajat keakraban kita dengan lawan komunikasi. Makin akrab kita dengannya maka akan makin dalam self disclosure yang diungkapkan. Selain itu, akan makin luas juga cakupan bahasan yang kita komunikasikan melalui self disclosure itu. Ini merupakan hal yang logis. Bagaimana kita mau berbincang-bincang mengenai lapisan terdalam dari diri kita apabila kita tidak merasa memiliki hubungan yang akrab dengan lawan komunikasi kita.


(4)

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Disclosure

Sejumlah faktor mempengaruhi apa yang akan diungkapkan seseorang,dan kepada siapa akan diungkapkan. Diantara faktor yang paling penting adalah who you are, budaya, gender, siapa yang menjadi pendengar, dan apa topik yang diungkapkan (Devito, 2001).

1. Who you are

Orang yang memiliki sosialisasi yang tinggi dan orang yang extrovert memiliki pengungkapan diri yang lebih daripada mereka yang kurang bersosialisasi dan lebih tertutup. Orang yang kurang cakap dalam berbicara pada umumnya juga kurang membuka diri daripada mereka yang lebih nyaman dalam berkomunikasi. Orang yang kompeten memiliki self disclosure yang lebih baik daripada orang yang kurang kompeten. Mungkin orang yang kompeten memiliki hal-hal seperti rasa percaya diri yang besar dan hal yang lebih positif untuk diungkapkan. Demikian pula, percaya diri mereka dapat membuat mereka lebih bersedia mengambil risiko reaksi negatif yang mungkin (McCroskey dan Wheeless, 1976).

2. Budaya

Budaya yang berbeda memiliki pandangan yang berbeda terhadap self disclosure. Orang-orang di Amerika Serikat lebih terbuka daripada orang-orang di Inggris, Jerman, Jepang, Puerto Rico (Gudykunst 1983). Siswa Amerika juga lebih terbuka daripada siswa dari Negara Timur Tengah (Jourard, 1971). Demikian pula, mahasiswa Amerika lebih terbuka tentang berbagai isu kontroversial dan juga lebih terbuka untuk berbagai jenis orang daripada


(5)

mahasiswa Cina (Chen 1992). Mahasiswa Cina lebih mempertimbangkan topik yang tabu dan tidak pantas untuk diungkapkan daripada rekan-rekan Inggris mereka (Goodwin dan Lee 1994). Di antara Kabre Togo, kerahasiaan adalah bagian utama dari interaksi sehari-hari mereka (Piot 1993).

Beberapa budaya (terutama yang tinggi dalam maskulinitas) melihat pengungkapan perasaan batin seseorang sebagai kelemahan. Di antara beberapa kelompok, itu akan dianggap tidak pada tempatnya bagi seorang pria untuk menangis pada peristiwa yang menyenangkan seperti pernikahan. Demikian pula, di Jepang itu dianggap tidak diinginkan bagi rekan-rekan untuk mengungkapkan informasi pribadi, sedangkan di banyak negara negara bersatu itu diharapkan (Barlund 1989,Hall dan Hal 1987).

Dalam beberapa budaya atau misalnya, Meksiko ada penekanan kuat yang membahas segala hal dalam mode positif, dan ini pasti mempengaruhi cara orang Meksiko dalam pengungkapan diri. Self disclosure yang negatif, biasanya dibuat untuk menutup keintiman dan setelah hubungan berlalu dalam waktu yang cukup lama. Pola ini konsisten dengan bukti yang menunjukkan bahwa keterbukaan diri dan kepercayaan berhubungan positif (Wheeles dan Grotz, 1977).

Selain perbedaan-perbedaan tersebut, ada juga kesamaan lintas budaya. Misalnya, orang dari Inggris, Jerman, Amerika Serikat dan Puerto Rico semua lebih cenderung untuk mengungkapkan informasi pribadi, hobi, minat, sikap, dan opini yang objektif tentang politik dan agama daripada informasi tentang seks keuangan, kepribadian, dan hubungan interpersonal (Jourard, 1970).


(6)

3. Your gender

Stereotip populer dari perbedaan gender dalam self disclosure menekankan keengganan pria untuk berbicara tentang dirinya sendiri. Untuk sebagian besar, penelitian mendukung pandangan ini dan menunjukkan bahwa wanita mengungkapkan lebih daripada pria. Hal ini terutama berlaku di jenis kelamin yang sama; wanita mengungkapkan lebih dekat (dan dengan emosi lebih) ketika berbicara dengan wanita lain daripada dengan laki-laki (Shaffer, Pegalis, dan Bazzini 1996).

Lebih khusus lagi, perempuan mengungkapkan lebih dari laki-laki tentang hubungan romantis mereka sebelumnya, perasaan mereka tentang teman-teman terdekat mereka yang berjenis kelamin yang sama, ketakutan terbesar mereka, dan apa yang mereka tidak suka tentang pasangan mereka (Sprecher, 1987). Perempuan juga tampaknya meningkatkan kedalaman diri mereka sebagai pengungkapan hubungan menjadi lebih intim, sedangkan laki-laki tampaknya tidak mengubah tingkat keterbukaan diri mereka. Pria misalnya, memiliki topik lebih tabu bahwa mereka tidak akan mengungkapkan kepada teman-teman mereka daripada wanita (Goodwin dan Lee 1994). Akhirnya, wanita bahkan diri lebih terbuka kepada anggota keluarga besar mereka dibandingkan laki-laki (Komarovsky 1964, Argyle dan Henderson 1985, Moghaddam, Taylor dan Wright 1993). Satu pengecualian terjadi pada pertemuan awal. Pria akan mengungkapkan lebih intim daripada wanita, mungkin untuk mengontrol perkembangan hubungan tersebut (Derlega, Winstead, dan Hunter, 1985).


(7)

4. Your listeners

Self disclosure lebih mudah terjadi dalam kelompok kecil daripada dalam kelompok besar. Individu dapat memantau pengungkapan, jika ada dukungan dari pendengar dan berhenti jika tidak ada. Dengan lebih dari satu pendengar, pemantauan seperti ini semakin sulit karena respon pendengar bervariasi. Karena seseorang akan mengungkapkan dirinya, umumnya paling tidak, atas dasar dukungan yang seseorang terima, seseorang mungkin mengungkapkan kepada orang yang disuka (Derlega, Winstead, Wong, dan Greenspan, 1987,Collins dan Miller 1994). Dan orang yang dipercaya (Wheeless dan Grotz, 1977). Tidak mengherankan, apabila seseorang akan lebih mudah untuk melakukan self disclosure kepada orang-orang yang dekat dengan usia anda (Parker dan Parrott, 1995).

Pada saat-saat self disclosure terjadi yang bersifat sementara dari hubungan permanen misalnya, antara orang asing di kereta atau pesawat, semacam "dalam keintiman perjalanan" (McGill, 1985). Dalam situasi ini, dua orang mengatur hubungan diri selama periode perjalanan singkat. Dalam cara yang sama, seseorang mungkin mengatur hubungan dengan satu orang atau beberapa di internet dan terlibat dalam pengungkapan signifikan. Mungkin mengetahui anda tidak akan pernah melihat orang-orang lain dan bahwa mereka tidak akan pernah tahu di mana seseorang itu tinggal atau bekerja itu terlihat seperti membuatnya sedikit lebih mudah.


(8)

5. Your topic

Seseorang akan lebih mudah untuk mengungkapkan tentang beberapa topik dari topik yang lain. Sebagai contoh, seseorang lebih mungkin untuk mengungkapkan informasi tentang pekerjaan atau hobi daripada tentang kehidupan seks atau situasi keuangan (Jourard, 1971). Seseorang juga lebih cenderung untuk mengungkapkan informasi yang menguntungkan dari informasi yang tidak menguntungkan. Jadi, umumnya seseorang akan semakin kecil membuka diri untuk hal yang lebih pribadi dan topik negatif.

4. Tujuan Self-Disclosure

Menurut Derlega & Grzelak (dalam Taylor, 2000), lima fungsi dari self disclosure diantaranya :

a. Expression

Mengekspresikan perasaan merupakan fungsi seseorang melakukan pengungkapan diri.

b. Self clarification

Dalam proses berbagi perasaan atau pengalaman dengan orang lain, individu mungkin mendapat self awareness (kasadaran diri) dan pemahaman yang lebih baik. Bicara kepada orang lain mengenai masalah dapat membantu individu untuk mengklarifikasi pikirannya tentang situasi yang ada.

c. Social validation

Dengan melihat bagaimana reaksi pendengar saat self disclosure berlangsung, individu mendapat informasi tentang kebenaran dan ketetapan pandangannya.


(9)

d. Social control

Individu mungkin mengungkapkan atau menyembunyikan informasi tentang dirinya yang dimaksudkan untuk mengatur tingkah laku individual dalam kelompok. Individu mungkin memperhatikan topik, kepercayaan atau ide untuk membentuk kesan yang baik tentang dirinya.

e. Relationship development

Berbagi informasi dan kepercayaan adalah jalan yang penting untuk memulai hubungan dan untuk meningkatkan intimasi.

5. Tahapan Self-Disclosure

Self disclosure melibatkan konsekuensi positif dan negatif. Keputusan untuk mengungkapkan diri bersifat individual dan didasarkan pada beberapa pertimbangan. Adapun tahapan dalam melakukan self disclosure adalah sebagai berikut :

a. Pertimbangan akan motivasi melakukan self disclosure

Setiap self disclosure ditimbulkan oleh motivasi yang berbeda-beda pada setiap individu. Self disclosure sebaiknya didorong oleh pertimbangan dan perhatian yang ada terhadap hubungan yang dijalani oleh individu, terhadap orang lain yang berada disekeliling individu dan terhadap diri sendiri. Self disclosure sebaiknya berguna bagi semua orang yang terlibat.

b. Pertimbangan pantas atau tidaknya self disclosure

Self disclosure sebaiknya sesuai dengan konteks dan hubungan yang terjalin antara pembicara dan pendengar. Individu harus memperhatikan waktu dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan diri. Pendengar yang dipilih


(10)

biasanya adalah orang yang memiliki hubungan yang dekat dengan individu. Penting untuk dipertimbangkan apakah pendengar mau mendengarkan self disclosure individu. Apakah pendengar dapat mengerti hal yang diungkapkan oleh individu. Menurut DeVito (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003), jika pendengar merupakan orang yang menyenangkan dan membuat individu merasa nyaman serta dapat membangkitkan semangat maka kemungkinan untuk membuka diri akan semakin besar. Sebaliknya, individu akan menutup diri pada orang-orang tertentu karena merasa kurang percaya.

c. Pertimbangan akan respon yang terbuka dan jujur.

Self disclosure sebaiknya dilakukan di lingkungan yang mendukung adanya respon yang jujur dan terbuka. Hindari self disclosure jika pendengar sedang terburu-buru atau ketika mereka berada pada situasi yang tidak memungkinkan adanya respon yang jujur dan terbuka.

d. Pertimbangan akan kejelasan dari self disclosure

Tujuan dari self disclosure adalah untuk menginformasikan bukan membuat orang lain kebingungan. Seringkali individu hanya mengungkapkan informasi yang tidak lengkap yang membingungkan pendengar. Sebaiknya individu mempertimbangkan informasi apa yang hendak diungkapkan, dan mempersiapkan diri pada konsekuensi untuk mengungkapkan diri lebih dalam lagi supaya pendengar dapat mengerti.


(11)

e. Pertimbangan kemungkinan self disclosure pendengar

Selama mengungkapkan self disclosure, berikan pendengar kesempatan untuk mengungkapkan self disclosure dirinya. Raven & Rubin (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) menyatakan bila individu menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi, pendengar akan cenderung memberikan reaksi yang sepadan. Pada umumnya individu mengharapkan orang lain memperlakukannya sama seperti individu memperlakukan orang lain tersebut. Self disclosure pendengar merupakan suatu tanda self disclosure individu diterima atau sesuai.

f. Pertimbangan akan resiko yang mungkin terjadi akibat self disclosure

Self disclosure sebaiknya diikuti dengan pertimbangan konsekuensi yang terjadi dari self disclosure tersebut. Self disclosure tidak selalu menghasilkan konsekuensi yang positif seperti pemahaman dan penerimaan dari pendengar tetapi juga kemungkinan akan adanya konsekuensi negatif seperti penolakan dan ketegangan. Franke & Leary (dalam Taylor, Peplau & Sears, 2000) menyebutkan, bahwa individu dengan orientasi seksual yang berbeda berkeinginan untuk mengungkapkan self disclosure, tetapi mereka takut bahwa self disclosure yang mereka lakukan akan menyebabkan kemarahan, penolakan dan atau diskriminasi. 6. Dampak positif dan negatif self disclosure

Self disclosure sebagai bentuk komunikasi yang penting dalam perkembangan suatu hubungan memiliki banyak keuntungan. Beberapa keuntungan/dampak positif yang diperoleh dengan melakukan self disclosure:


(12)

a. Knowledge of self

Salah satu argumen yang mendukung self disclosure adalah seseorang mungkin tidak dapat sepenuhnya mengetahui dirinya jika tidak mengungkapkan self disclosure kepada orang lain setidaknya kepada salah satu individu yang lain. Dengan self disclosure, seseorang memperoleh sebuah perspektif baru mengenai dirinya sendiri, pemahaman yang lebih mendalam mengenai perilakunya.

b. Ability to cope

Self disclosure dapat meningkatkan kemampuan dalam menghadapi masalah terutama rasa bersalah. Dengan self disclosure seseorang merasa lebih mendapatkan kekuatan daripada penolakan. Mereka yang telah melakukan self disclosure merasa lebih dapat menerima diri mereka, dan dapat mengembangkan respon-respon positif bagi diri mereka sendiri.

c. Energy release

Menyimpan rahasia dalam diri dan tidak mengatakan siapa diri pada orang lain membutuhkan energi yang besar jumlahnya, dan hanya mengakibatkan orang tesrsebut kekurangan energi untuk hal lain.

d. Communication effectiveness

Self disclosure juga membantu dalam meningkatkan efisiensi dalam berkomunikasi. Mereka yang telah mengenal seseorang dengan baik akan lebih mengerti pesan yang disampaikan oleh orang tersebut. Hal ini memungkinkan untuk dapat lebih mengerti dan mengetahui kapan seseorang itu serius atau cuma bercanda, kapan orang dapat menjadi sarkastik dan sebagainya. Self disclosure penting untuk mengenal orang lain. Jika seseorang tidak mau mengungkapkan


(13)

dirinya seutuhnya, maka akan sulit untuk mengenali orang tersebut dan memahami perilaku yang dimunculkannya.

e. Meaningful of relationship

Self disclosure penting jika dua orang sedang membina suatu hubungan yang bemakna (meaningful relationships). Tanpa self disclosure hubungan yang berarti tidak akan mungkin untuk dikembangkan. Dengan self disclosure, seseorang didorong untuk mengatakan kepada teman-temannya bahwa orang tersebut mempercayai mereka dan perduli pada hubungan yang mereka miliki sehingga mau menunjukan dirinya kepada mereka. Ini dapat mendorong orang lain untuk mengungkapkan diri mereka juga. Hal ini dapat memunculkan suatu hubungan yang bermakna, yaitu suatu hubungan jujur dan terbuka.

f. Psychological health

Penelitian Pennebacker, seorang ahli psikologi (dalam DeVito, 1986), mendemonstrasikan bahwa orang yang mengungkapkan diri tidak mudah terserang penyakit. Self disclosure akan melindungi tubuh dari stress yang merusak. Sebagai contoh wanita yang menderita trauma seksual mengalami berbagai variasi dari penyakit misalnya sakit kepala ataupun bermasalah dengan perutnya. Wanita yang hanya menyimpan pengalaman ini senidiri dan tidak menceritakannnya pada orang lain akan lebih menderita gangguan-gangguan tersebut daripada wanita yang menceritakan trauma tersebut kepada orang lain.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa self disclosure merupakan suatu hal yang penting untuk dilakukan karena dapat membantu meringankan masalah yang dihadapi seseorang.


(14)

Namun selain memiliki keuntungan, tidak dapat disangkal bahwa self disclosure juga memiliki beberapa kelemahan atau dampak negatif.:

DeVito (1986) mengatakan, selain memiliki dampak positif self disclosure juga memiliki kelemahan. Self disclosure dapat menghasilkan dampak yang tidak menyenangkan. Beberapa dampak negatif dari self disclosure adalah :

a. Personal and social rejection

Seseorang tidak akan melakukan self disclosure pada sembarang orang. Umumnya self disclosure hanya akan dilakukan pada orang yang dirasa akan mendukung dirinya. Namun hal ini tidak dapat dipastikan. Orang yang dianggap pasti akan mendukung, bisa saja menolak dan menjauh setelah self disclosure dilakukan. Orang tua yang umumnya selalu mendukung anaknya bisa saja berbalik menolak ketika mengetahui anaknya adalah homoseksual, atau menikah dengan orang yang berbeda agama. Sahabat atau pacar bisa saja memberikan reaksi yang sama, ketika mengetahui bahwa teman atau pasangannya mengidap penyakit yang mematikan.

b. Material loss

Tidak jarang self disclosure menyebabkan seseorang akan kehilangan materi dengan berbagai cara. Orang yang diketahui homoseksual akan dikeluarkan dari pekerjaannya. Karyawan yang mengaku menggunakan narkotika atau mencuri sesuatu akan mendapatkan pemecatan dan tindakan kriminal sebagai hasilnya. Self disclosure tidak selalu menghasilkan sesuatu yang menyenangkan. Self disclosure yang berisi informasi negatif umumnya akan menimbulkan dampak negatif pula.


(15)

c. Intrapersonal difficulties

Ketika reaksi dari hasil self disclosure yang dilakukan tidak seperti apa yang diperkirakan, maka kesulitan hubungan intrapersonal bisa saja terjadi. Ketika seseorang mengharapkan dukungan, namun yang diterima ternyata adalah penolakan, ketika seseorang membutuhkan pelukan, yang didapat adalah usiran, ketika yang mengharapkan penguatan yang diterima justru pengabaian. Self disclosure dapat menyebabkan seseorang mengalami kesulitan dalam hubungan intrapersonal.

B. Remaja

1. Definisi Remaja

Remaja atau adolescence berasal dari kata Adolescere (kata benda dari Adolescentia), yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Istilah Adolescence yang digunakan saat ini mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosi, sosial, dan fisik (Hurlock, 1990). Hal ini dikuatkan oleh Piaget (dalam Hurlock, 1990) bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak merasa lagi dibawah tingkat orang tua yang lebih tua, melainkan berada pada tingkat yang kurang lebih sama, berhubungan dengan masa puber, perubahan intelektual yang mencolok, transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja dalam mencapai integrasi dalam hubungan sosial.

Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan


(16)

dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001).

Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Sedangkan menurut Thornburg (dalam Dariyo, 2004) remaja digolongkan dalam tiga tahap, yaitu remaja awal dalam rentang usia 12-14 tahun, remaja tengah dalam rentang usia 15-17 tahun, dan remaja akhir dalam rentang usia 18-21 tahun.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa dimana anak mengalami masa perubahan fisik dan psikis untuk terbentuknya suatu kepribadian yang berbeda dari sebelumnya yang dapat memenuhi kebutuhan dalam dirinya. Masa remaja dimulai dari usia 12-21 tahun.


(17)

2. Karakteristik Remaja

Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (1999) maka terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan, disertai dengan karakteristiknya, yaitu :

a. Remaja awal (12-15 tahun)

Pada tahap ini, remaja masih merasa bingung dan mulai beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap emosi dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.

b. Remaja madya (15-18 tahun)

Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecendrungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya.

c. Remaja akhir (18-21 tahun)

Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian :


(18)

2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.

3) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi

4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

5) Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum. 3. Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999), tugas perkembangan remaja meliputi:

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab

e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya

f. Mempersiapkan karir ekonomi

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku-mengembangkan ideologi.


(19)

4. Perkembangan Sosial Remaja

Sumber penting dari dukungan emosional selama masa transisi remaja, terlihat dari keterlibatan remaja dengan teman sebaya. Teman sebaya merupakan sumber afeksi, simpati, pengertian, dan bimbingan moral serta tempat untuk membentuk hubungan yang akrab. Pada masa kanak-kanak biasanya anak-anak bermain sendiri-sendiri sedangkan menuju masa remaja, remaja lebih banyak membentuk kelompok sosial. Intensitas menghabiskan waktu bersama teman paling banyak dilakukan pada masa remaja (Papalia & Olds, 2001).

Menurut Buhrmester (dalam Papalia & Olds, 2001) peningkatan keakraban dalam persahabatan remaja mencerminkan kognitif serta perkembangan emosionalnya. Remaja lebih senang mengekspresikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain sehingga remaja dapat mempertimbangkan sudut pandang orang lain. Maka akan lebih mudah bagi mereka untuk memahami pikiran dan perasaan teman-temannya. Peningkatan keakraban pada masa remaja mencerminkan kepedulian remaja dengan mengenal diri mereka sendiri. Berbagi cerita pada seorang teman membantu remaja mengeksplorasi perasaan mereka sendiri, mendefinisikan identitas mereka, dan memvalidasi nilai diri mereka.

Menurut Hurlock (1999) salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan sebelumnya yang belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah


(20)

penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.

a. Kuatnya pengaruh kelompok teman sebaya

Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Karena keremajaan itu selalu maju, maka pengaruh kelompok sebaya pun mulai berkurang. Ada dua faktor penyebabnya. Pertama, sebagian besar remaja ingin menjadi individu yang berdiri sendiri dan ingin dikenal sebagai individu yang mandiri. Faktor kedua timbul akibat pemilhan sahabat. Remaja tidak lagi berminat dalam berbagai kegiatan besar seperti pada waktu kanak-kanak.

b. Perubahan dalam perilaku sosial

Dari semua perubahan yang terjadi dalam sikap dan perilaku sosial, yang paling menonjol terjadi di bidang hubungan heteroseksual. Dalam waktu yang singkat remaja membuat perubahan dari tidak menyukai lawan jenis sebagai teman menjadi lebih menyukai teman dari lawan jenisnya. Bertambah dan berkurangnya prasangka dan diskriminasi selama masa remaja sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Remaja sebagai kelompok cenderung lebih memilih-milih teman. Oleh karena itu, remaja yang latar belakang sosial, agama, atau sosial ekonominya berbeda dianggap kurang disenangi.


(21)

c. Pengelompokan sosial baru

Geng pada masa kanak-kanak berangsur-angsur bubar pada masa puber dan awal masa remaja ketika minat individu beralih dari kegiatan bermain yang melelahkan menjadi minat kepada kegiatan sosial yang lebih formal dan kurang melelahkan. Maka terbentuklah kelompok sosial baru. Dalam berlangsungnya masa remaja, terdapat perubahan pada beberapa pengelompokan sosial.

d. Nilai baru dalam memilih teman

Para remaja tidak lagi memilih-milih teman berdasarkan kemudahannya entah di sekolah atau di lingkungan tetangga sebagaimana halnya pada masa kanak-kanak, dan kegemaran pada kegiatan-kegiatan yang sama tidak lagi merupakan faktor penting dalam pemilihan teman. Remaja menginginkan teman yang mempunyai minat dan nilai-nilai yang sama, yang dapat mengerti dan membuatnya merasa aman, dan dapat dipercaya dalam berbagi masalah dan membahas hal-hal yang tidak dapat dibicarakan dengan orangtua dan guru.

e. Nilai baru dalam penerimaan sosial

Seperti halnya adanya nilai-nilai baru mengenai teman-temannya, remaja juga mempunyai nilai baru dalam menerima atau tidak menerima atau tidak menerima anngota kelompok sebaya. Nilai ini terutama didasarkan pada nilai kelompok sebaya yang digunakan untuk menilai anggota-anggota kelompok. Remaja segera mengerti ia dinilai dengan standar yang sama dengan yang digunakan untuk menilai orang lain.


(22)

f. Nilai baru dalam memilih pemimpin

Remaja merasa pemimpin kelompok sebaya mewakili mereka dalam masyarakat, mereka menginginkan pemimpin yang berkemampuan tinggi yang akan dikagumi dan dihormati oleh orang lain dan dengan demikian akan menguntungkan mereka. Faktor utama yang terpenting dalam kepemimpinan adalah kepribadian. Pemimpin harus lebih bertanggung jawab, lebih ekstrovert, lebih bersemangat, lebih banyak akal, dan lebih dapat mengambil inisiatif. Emosinya stabil, penyesuaian dirinya baik, dan hanya memiliki sedikit kecenderungan neurotik.

C. Etnis India Tamil

1. Definisi Etnis India Tamil

Ada beberapa kelompok suku India-Indonesia yang telah lama menetap di Indonesia, yaitu kelompok suku masyarakat Tamil dari India Selatan yang banyak terdapat di daerah Sumatera Utara (Medan, Pematang Siantar, dll). Banyak dari mereka yang didatangkan oleh pemerintah kolonial Inggris untuk bekerja di perkebunan-perkebunan yang dibuka di daerah tersebut (Gonda, 1952). Jumlah etnis India di Indonesia menurut sensus penduduk tahun 2000 yang direkam oleh A. Mani (2008) sekitar 22.047 atau 64% tinggal di Sumatera Utara. Sementara di Jakarta berjumlah 3.632 atau 11% saja. Wilayah lain di mana terdapat jumlah etnis India yang cukup besar adalah Sumatera Selatan (1.245 atau 4%), Jawa Timur (1.164 atau 3%), Kalimantan Barat (1.150 atau 3%), dan Jawa Barat (1.033 atau 3%).


(23)

Di Jakarta, masyarakat Tamil-Indonesia mempunyai organisasi yang bernama Indonesia Tamil Tamram. Organisasi ini bergerak dalam pelestarian bahasa dan budaya Tamil, membangun saling pengertian antara orang India dan Indonesia, dan memberikan kesempatan belajar bagi anak-anak Tamil di Indonesia untuk belajar bahasa ibu mereka. Untuk maksud tersebut, organisasi ini mengadakan kursus bahasa dan budaya, membagikan literatur dalam bahasa Tamil, menyelenggarakan berbagai kegiatan terkait, seperti debat, drama, tarian, dan musik, mendatangkan artis-artis terkenal dari India dalam bidang tari, musik, drama, dan lain-lain (Indoindians, 2010).

2. Etnis India Tamil di Medan

Pada 1863, perkebunan tembakau pertama dibuka di Tanah Deli. Pada saat itu, etnis Melayu yang merupakan penduduk asli di Tanah Deli tidak tertarik pada pekerjaan perkebunan sehingga buruh-buruh dari berbagai daerah dan bangsa, seperti China, India, dan Pulau Jawa didatangkan dalam jumlah besar oleh pengusaha perkebunan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja (Bangkaru, 2000). Etnis India Tamil dibawa oleh Belanda di awal pembangunan industri perkebunan. Saat itu, agen-agen pencari kerja mengunjungi desa di Kerajaan Drawidia di India Selatan dan mengajak etnis India Tamil untuk datang ke Tanah Deli. Kemudian sesampainya di Tanah Deli, Etnis India Tamil dijadikan sebagai buruh kasar dan harus bekerja dalam kondisi yang keras. Ketika kontrak kerja mereka selesai, sebagian orang Tamil dibawa kembali ke India. Di akhir 1940-an banyak orang Tamil yang mendapat kesempatan untuk kembali dan meninggalkan Tanah Deli, tetapi kemungkinan 5-10.000 etnis IndiaTamil tetap tinggal di


(24)

Sumatera Utara, dimana kebanyakan dari mereka tetap tinggal di Medan dan lainnya menyebar ke daerah-daerah lain yang ada di Sumatera Utara (Bangkaru, 2000).

Sekarang, populasi Tamil di Sumatera Utara kira-kira 67.000. Mereka telah tinggal di Medan lebih dari dua generasi bahkan juga tinggal berdampingan dan menikah dengan kelompok etnik lainnya serta telah berwarga negara Indonesia (Bangkaru, 2000). Etnis India Tamil dalam kehidupannya sehari-hari telah mengikuti kebiasan lokal Indonesia pada umumnya, makan-makanan Melayu, Batak, Jawa, dan juga Tamil, serta menggunakan pakaian Indonesia sehingga mereka jarang memiliki konflik dengan etnis non India Tamil lainnya. Selain itu, mereka juga masih mempertahankan budaya dan adat istiadat mereka (Mani, 1987). Saat ini, kebanyakan etnis India Tamil bekerja di bidang perdagangan, seperti berjualan makanan, martabak keliling, bumbu, alat-alat olahraga, tekstil, dan sebagainya. Beberapa dari mereka juga bekerja menjadi kontraktor dan pegawai pemerintah walaupun dengan jumlah yang masih sedikit. Selain itu, terdapat sejumlah orang Tamil yang sukses sebagai pengusaha di level daerah maupun nasional (Lubis, 2005).

3. Ciri-ciri Etnis India Tamil

Etnis India Tamil merupakan kelompok etnis Dravida yang berasal dari kebudayaan daerah India Selatan. Etnis India Tamil yang berada di kota Medan umumnya tinggal di daerah kampung Madras, yaitu di kawasan jl. Zainul Arifin (yang dulunya brnama jalan Calcutta), tetapi kawasan ini lebih terkenal dengan sebutan kampung keling. Lokasi perkampungan Tamil terletak di pinggiran


(25)

Sungai Babura yaitu sebuah sungai yang membelah kota Medan merupakan jalur utama transportasi di masa lampau. Pada saat sekarang ini pemukiman orang Tamil sudah menyebar di sejumlah tempat di seluruh Medan dan sekitarnya. Orang-orang Tamil yang secara mandiri datang ke Medan biasanya bermata pencaharian sebagai pedagang. Diantaranya menjadi pedagang tekstil, dan pedagang rempah-rempah di pusat-pusat pasar di Medan. Selain itu mereka juga banyak yang bekerja sebagai supir angkutan barang, bekerja di toko-toko China dan menyewakan alat-alat pesta. Selain itu banyak juga yang melakoni usaha sebagai penjual makanan, seperti martabak. Pada umumnya mereka yang berjualan rempah-rempah, tekstil, dan makanan adalah orang-orang Tamil yang beragama Islam (Kumar, 2011).

Etnis Tamil yang merupakan kelompok etnik bangsa Dravida dan pendukung kebudayaan Tamil yang berasal atau mempunyai daerah kebudayaan dari India Selatan. Mereka dapat dengan mudah dikenali dari ciri-ciri fisiknya seperti memiliki kulit yang berwarna hitam atau gelap, dengan jambang atau bulu dada, di samping memiliki gigi yang putih bersih dan juga hidung mancung, berkumis lebat merupkan ciri khas etnik Tamil. Bagi perempuan Tamil ada ciri-ciri lain yaitu adanya potte (tanda bulat yang diletakkan di dahinya dengan warna seperti kuning, merah, hitam, biru dan lain-lain). Pemakaian Wallewi (gelang plastik berwarna merah, hijau, biru atau kuning tercampur warna emas), pemakaian sari dan manggal sutra (Manjakaure atau Thalli), tanda kawin yang telah menikah. Tanda kawin ini terbuat dari tali yang biasanya digantung pada leher. Namun seiring perkembangan zaman dan meningkatnya taraf hidup etnik


(26)

Tamil, tanda kawin ini diganti dengan kalung emas khusus bagi mereka yang taraf hidupnya menengah ke atas (Kumar, 2011).

Namun saat ini ciri-ciri tersebut tidak begitu tampak. Seiring berjalannya waktu terjadi pula perubahan pada diri etnik Tamil. Penyebabnya antara lain karena terjadinya perkawinan campuran pada etnik lain, proses adaptasi sosial agar bisa berbaur dengan komunitas di luar Tamil dan lain sebagainya (Kumar, 2011).

4. Budaya Tamil

Komunitas India yang tinggal di Jakarta biasanya berasal dari keturunan kelompok masyarakat Punjabi yang berasal dari India Utara. Kebanyakan dari mereka adalah orang Sikh, yang bukan merupakan penganut agama Hindu, melainkan agama Sikh dengan guru besarnya, guru Nanak. Komunitas Punjabi sendiri banyak terdapat di pesisir Jawa, terbanyak di Surabaya, dan beberapa di Bandung dan Yogyakarta. Kebanyakan profesi dari keturunan Punjabi adalah pedagang, baik pedagang textile, export import, dan lain sebagainya. Raam Punjabi adalah salah seorang keturunan Punjab yang terkenal sebagai boss film film di Indonesia (Coats, 2010).

Komunitas yang berdiam di Sumatera kebanyakan berasal dari India Selatan atau daerah Tamil. Sebagian besar dari keturunan ini bekerja di sektor perkebunan. Tokoh yang terkenal dari keturunan Tamil adalah Marimutu Sinivasan, boss kapas Indonesia. Komunitas India Utara dan India Selatan biasanya tidak bercampur satu sama lain. Budaya, Bahasa, Makanan, dan adat istiadat mereka jauh berbeda. Arrange married atau pernikahan yang dijodohkan


(27)

tabu diadakan antara India Utara dan Selatan. Mengapa demikian, karena komunitas India Utara yang kebanyakan adalah orang Sikh tidak mengenal adanya pembagian kasta dan dawri (Coats, 2010).

Lain halnya dengan komunitas India Selatan, dimana hanya sesama kasta yang boleh menikah, misalnya Brahmin dengan Brahmin, serta Kasatria dengan Kasatria. Daeri adalah mahar yang harus disediakan oleh pihak wanita, semakin tinggi jabatan dan status social si pria maka semakin tinggi mahar yang harus disediakan oleh pihak wanita. Perjodohan dalam komunitas ini menggunakan primbon dan hitungan lahir yang dinamakan dengan Rashi. Rashi orang India berbeda dengan Rasi atau bintang orang Cina atau Romawi. Rasi orang India hanya bisa diketahui melalui ahli astrologi, biasanya dengan mengambil data-data kelahiran sang bayi seperti jam dan hari, letak rumah/kamar tempat dia dilahirkan, dan sebagainya. Para ahli astrologi ini tidak bisa sembarang pilih, ditentukan juga berdasarkan sejarah orang tua/keturunannya. Sekali sang astrolog memberitahukan rasi apa yang dibawa oleh seorang bayi yang baru lahir, sampai besar rasi itu dibawa sang bayi untuk: Mencari jodoh, mencari hari baik pernikahan, berpergian, membeli barang, sampai dengan membangun rumah, dan menyewa rumah (Coats, 2010).

Sistem kasta ini biasanya hanya dikenal oleh masyarakat india yang menganut agama hindu. Susunan kasta dimulai dari kasta Brahma yang menjadi kasta tertinggi hingga kasta Sudra yang menjadi kasta terentah. Kasta Brahma biasanya diperuntukan bagi pendeta, kasta Ksathriya biasanya diperuntukan bagi kaum pemerintahan, kasta Waisya biasanya terdiri dari kaum pedagang, dan kasta


(28)

Sudra merupakan kasta bagi kaum rakyat jelata. Namun pada saat ini masyarakat India sudah dapat saling menghargai. Apabila diantara mereka terdapat perbedaan kasta maka hal itu tidak mempengaruhi kehidupan sosial mereka (Coats, 2010). D. Self disclosure pada remaja etnis India Tamil

Self disclosure adalah merupakan salah satu bagian penting dari komunikasi interpersonal dimana seseorang memberikan informasi tentang dirinya kepada orang lain, yang melibatkan tentang (1) nilai diri, kepercayaan, dan keininan, (2) perilaku, (3) kualitas diri atau karakteristik diri (DeVito, 2001). Berdasarkan perkembangan kehidupan individu, masalah penyesuaian sosial pada umumnya lebih banyak dirasakan pada usia remaja. Menurut Hurlock (1990), masa remaja merupakan masa yang sulit dalam melakukan hubungan sosial dengan orang lain. Kesulitan yang dialami oleh individu antara lain kurang nya self disclosure kepada orang lain.

Salah satu faktor yang mempengaruhi self disclosure adalah faktor budaya. Brehm (1992) menjelaskan bahwa kebudayaan memiliki peran yang besar dalam mendidik perilaku self disclosure seseorang. Budaya mempunyai fungsi yang sangat besar bagi kehidupan seseorang, dengan budaya seseorang dapat melindungi dirinya dengan cara menciptakan kaidah-kaidah yang merupakan petunjuk-petunjuk bagaimana individu harus bertindak dalam menciptakan hubungan dengan orang lain (Gainau, 2008).

Matsumoto (2000) (dalam Gainau, 2008), mengatakan self disclosure seseorang dipengaruhi budaya karena budaya mempengaruhi cara berpikir, dan sikap seseorang terhadap lingkungannya. Budaya terdiri dari budaya


(29)

individualistik dan budaya kolektivistik (Triandis, 1994). Dalam budaya individualistik perilaku seseorang lebih menggambarkan sikap pribadi dari norma sosial, sementara budaya kolektivistik lebih memerhatikan norma kelompok. Dalam budaya individualistik, individu memandang dirinya otonom, independen, dan percaya bahwa mereka boleh melakukan apa saja tanpa mempedulikan keinginan kelompok. Sedangkan budaya kolektivis individu lebih mementingkan tujuan kelompok daripada tujuan individu (Triandis, 1994).

Sue dan Sue (1990) menyatakan bangsa-bangsa Timur yang tinggal di Amerika, seperti bangsa-bangsa Asia yang lebih bersifat menyembunyikan perasaan. Komunikasi mereka bersifat satu arah, yakni dari yang tua ke yang muda, meyakini bahwa diam merupakan emas, lebih banyak mengharapkan nasehat dari orang yang dituakan, dan hidup dalam keluarga besar (extended familiy). Berbeda dengan masyarakat di negara barat yang cenderung lebih terbuka. India merupakan budaya Asia yang menganut budaya kolektivistik, dimana mereka saling bergantung dan mencoba untuk menahan sifat-sifat unik dan mempertahankan harmoni dalam masyarakat. Mereka lebih menutup diri dalam hal-hal tertentu. Begitu juga menurut (Coats, 2010) orang-orang Indonesia keturunan India bersifat lebih menutup diri.


(1)

Sumatera Utara, dimana kebanyakan dari mereka tetap tinggal di Medan dan lainnya menyebar ke daerah-daerah lain yang ada di Sumatera Utara (Bangkaru, 2000).

Sekarang, populasi Tamil di Sumatera Utara kira-kira 67.000. Mereka telah tinggal di Medan lebih dari dua generasi bahkan juga tinggal berdampingan dan menikah dengan kelompok etnik lainnya serta telah berwarga negara Indonesia (Bangkaru, 2000). Etnis India Tamil dalam kehidupannya sehari-hari telah mengikuti kebiasan lokal Indonesia pada umumnya, makan-makanan Melayu, Batak, Jawa, dan juga Tamil, serta menggunakan pakaian Indonesia sehingga mereka jarang memiliki konflik dengan etnis non India Tamil lainnya. Selain itu, mereka juga masih mempertahankan budaya dan adat istiadat mereka (Mani, 1987). Saat ini, kebanyakan etnis India Tamil bekerja di bidang perdagangan, seperti berjualan makanan, martabak keliling, bumbu, alat-alat olahraga, tekstil, dan sebagainya. Beberapa dari mereka juga bekerja menjadi kontraktor dan pegawai pemerintah walaupun dengan jumlah yang masih sedikit. Selain itu, terdapat sejumlah orang Tamil yang sukses sebagai pengusaha di level daerah maupun nasional (Lubis, 2005).

3. Ciri-ciri Etnis India Tamil

Etnis India Tamil merupakan kelompok etnis Dravida yang berasal dari kebudayaan daerah India Selatan. Etnis India Tamil yang berada di kota Medan umumnya tinggal di daerah kampung Madras, yaitu di kawasan jl. Zainul Arifin (yang dulunya brnama jalan Calcutta), tetapi kawasan ini lebih terkenal dengan sebutan kampung keling. Lokasi perkampungan Tamil terletak di pinggiran


(2)

Sungai Babura yaitu sebuah sungai yang membelah kota Medan merupakan jalur utama transportasi di masa lampau. Pada saat sekarang ini pemukiman orang Tamil sudah menyebar di sejumlah tempat di seluruh Medan dan sekitarnya. Orang-orang Tamil yang secara mandiri datang ke Medan biasanya bermata pencaharian sebagai pedagang. Diantaranya menjadi pedagang tekstil, dan pedagang rempah-rempah di pusat-pusat pasar di Medan. Selain itu mereka juga banyak yang bekerja sebagai supir angkutan barang, bekerja di toko-toko China dan menyewakan alat-alat pesta. Selain itu banyak juga yang melakoni usaha sebagai penjual makanan, seperti martabak. Pada umumnya mereka yang berjualan rempah-rempah, tekstil, dan makanan adalah orang-orang Tamil yang beragama Islam (Kumar, 2011).

Etnis Tamil yang merupakan kelompok etnik bangsa Dravida dan pendukung kebudayaan Tamil yang berasal atau mempunyai daerah kebudayaan dari India Selatan. Mereka dapat dengan mudah dikenali dari ciri-ciri fisiknya seperti memiliki kulit yang berwarna hitam atau gelap, dengan jambang atau bulu dada, di samping memiliki gigi yang putih bersih dan juga hidung mancung, berkumis lebat merupkan ciri khas etnik Tamil. Bagi perempuan Tamil ada ciri-ciri lain yaitu adanya potte (tanda bulat yang diletakkan di dahinya dengan warna seperti kuning, merah, hitam, biru dan lain-lain). Pemakaian Wallewi (gelang plastik berwarna merah, hijau, biru atau kuning tercampur warna emas), pemakaian sari dan manggal sutra (Manjakaure atau Thalli), tanda kawin yang telah menikah. Tanda kawin ini terbuat dari tali yang biasanya digantung pada leher. Namun seiring perkembangan zaman dan meningkatnya taraf hidup etnik


(3)

Tamil, tanda kawin ini diganti dengan kalung emas khusus bagi mereka yang taraf hidupnya menengah ke atas (Kumar, 2011).

Namun saat ini ciri-ciri tersebut tidak begitu tampak. Seiring berjalannya waktu terjadi pula perubahan pada diri etnik Tamil. Penyebabnya antara lain karena terjadinya perkawinan campuran pada etnik lain, proses adaptasi sosial agar bisa berbaur dengan komunitas di luar Tamil dan lain sebagainya (Kumar, 2011).

4. Budaya Tamil

Komunitas India yang tinggal di Jakarta biasanya berasal dari keturunan kelompok masyarakat Punjabi yang berasal dari India Utara. Kebanyakan dari mereka adalah orang Sikh, yang bukan merupakan penganut agama Hindu, melainkan agama Sikh dengan guru besarnya, guru Nanak. Komunitas Punjabi sendiri banyak terdapat di pesisir Jawa, terbanyak di Surabaya, dan beberapa di Bandung dan Yogyakarta. Kebanyakan profesi dari keturunan Punjabi adalah pedagang, baik pedagang textile, export import, dan lain sebagainya. Raam Punjabi adalah salah seorang keturunan Punjab yang terkenal sebagai boss film film di Indonesia (Coats, 2010).

Komunitas yang berdiam di Sumatera kebanyakan berasal dari India Selatan atau daerah Tamil. Sebagian besar dari keturunan ini bekerja di sektor perkebunan. Tokoh yang terkenal dari keturunan Tamil adalah Marimutu Sinivasan, boss kapas Indonesia. Komunitas India Utara dan India Selatan biasanya tidak bercampur satu sama lain. Budaya, Bahasa, Makanan, dan adat istiadat mereka jauh berbeda. Arrange married atau pernikahan yang dijodohkan


(4)

tabu diadakan antara India Utara dan Selatan. Mengapa demikian, karena komunitas India Utara yang kebanyakan adalah orang Sikh tidak mengenal adanya pembagian kasta dan dawri (Coats, 2010).

Lain halnya dengan komunitas India Selatan, dimana hanya sesama kasta yang boleh menikah, misalnya Brahmin dengan Brahmin, serta Kasatria dengan Kasatria. Daeri adalah mahar yang harus disediakan oleh pihak wanita, semakin tinggi jabatan dan status social si pria maka semakin tinggi mahar yang harus disediakan oleh pihak wanita. Perjodohan dalam komunitas ini menggunakan primbon dan hitungan lahir yang dinamakan dengan Rashi. Rashi orang India berbeda dengan Rasi atau bintang orang Cina atau Romawi. Rasi orang India hanya bisa diketahui melalui ahli astrologi, biasanya dengan mengambil data-data kelahiran sang bayi seperti jam dan hari, letak rumah/kamar tempat dia dilahirkan, dan sebagainya. Para ahli astrologi ini tidak bisa sembarang pilih, ditentukan juga berdasarkan sejarah orang tua/keturunannya. Sekali sang astrolog memberitahukan rasi apa yang dibawa oleh seorang bayi yang baru lahir, sampai besar rasi itu dibawa sang bayi untuk: Mencari jodoh, mencari hari baik pernikahan, berpergian, membeli barang, sampai dengan membangun rumah, dan menyewa rumah (Coats, 2010).

Sistem kasta ini biasanya hanya dikenal oleh masyarakat india yang menganut agama hindu. Susunan kasta dimulai dari kasta Brahma yang menjadi kasta tertinggi hingga kasta Sudra yang menjadi kasta terentah. Kasta Brahma biasanya diperuntukan bagi pendeta, kasta Ksathriya biasanya diperuntukan bagi kaum pemerintahan, kasta Waisya biasanya terdiri dari kaum pedagang, dan kasta


(5)

Sudra merupakan kasta bagi kaum rakyat jelata. Namun pada saat ini masyarakat India sudah dapat saling menghargai. Apabila diantara mereka terdapat perbedaan kasta maka hal itu tidak mempengaruhi kehidupan sosial mereka (Coats, 2010). D. Self disclosure pada remaja etnis India Tamil

Self disclosure adalah merupakan salah satu bagian penting dari komunikasi interpersonal dimana seseorang memberikan informasi tentang dirinya kepada orang lain, yang melibatkan tentang (1) nilai diri, kepercayaan, dan keininan, (2) perilaku, (3) kualitas diri atau karakteristik diri (DeVito, 2001). Berdasarkan perkembangan kehidupan individu, masalah penyesuaian sosial pada umumnya lebih banyak dirasakan pada usia remaja. Menurut Hurlock (1990), masa remaja merupakan masa yang sulit dalam melakukan hubungan sosial dengan orang lain. Kesulitan yang dialami oleh individu antara lain kurang nya self disclosure kepada orang lain.

Salah satu faktor yang mempengaruhi self disclosure adalah faktor budaya. Brehm (1992) menjelaskan bahwa kebudayaan memiliki peran yang besar dalam mendidik perilaku self disclosure seseorang. Budaya mempunyai fungsi yang sangat besar bagi kehidupan seseorang, dengan budaya seseorang dapat melindungi dirinya dengan cara menciptakan kaidah-kaidah yang merupakan petunjuk-petunjuk bagaimana individu harus bertindak dalam menciptakan hubungan dengan orang lain (Gainau, 2008).

Matsumoto (2000) (dalam Gainau, 2008), mengatakan self disclosure seseorang dipengaruhi budaya karena budaya mempengaruhi cara berpikir, dan sikap seseorang terhadap lingkungannya. Budaya terdiri dari budaya


(6)

individualistik dan budaya kolektivistik (Triandis, 1994). Dalam budaya individualistik perilaku seseorang lebih menggambarkan sikap pribadi dari norma sosial, sementara budaya kolektivistik lebih memerhatikan norma kelompok. Dalam budaya individualistik, individu memandang dirinya otonom, independen, dan percaya bahwa mereka boleh melakukan apa saja tanpa mempedulikan keinginan kelompok. Sedangkan budaya kolektivis individu lebih mementingkan tujuan kelompok daripada tujuan individu (Triandis, 1994).

Sue dan Sue (1990) menyatakan bangsa-bangsa Timur yang tinggal di Amerika, seperti bangsa-bangsa Asia yang lebih bersifat menyembunyikan perasaan. Komunikasi mereka bersifat satu arah, yakni dari yang tua ke yang muda, meyakini bahwa diam merupakan emas, lebih banyak mengharapkan nasehat dari orang yang dituakan, dan hidup dalam keluarga besar (extended familiy). Berbeda dengan masyarakat di negara barat yang cenderung lebih terbuka. India merupakan budaya Asia yang menganut budaya kolektivistik, dimana mereka saling bergantung dan mencoba untuk menahan sifat-sifat unik dan mempertahankan harmoni dalam masyarakat. Mereka lebih menutup diri dalam hal-hal tertentu. Begitu juga menurut (Coats, 2010) orang-orang Indonesia keturunan India bersifat lebih menutup diri.