Menentukan Faktor Dominan Yang Menyebabkan Penyakit Sosial Pada Masyarakat Dengan Metode Analisis Diskriminan

(1)

7 BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Latar Belakang

2.1.1 Definisi Penyakit Sosial

Penyakit sosial adalah perilaku menyimpang dari anggota masyarakat yang dapat menimbulkan keresahan dan ketidaktentraman dalam kehidupan masyarakat. Penyakit sosial di masyarakat saat ini sudah semakin marak di kalangan masyarakat dan sangat meresahkan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Penyakit sosial timbul karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang terhadap norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Pelanggaran terhadap norma dan aturan masyarakat inilah yang kemudian dikenal dengan penyimpangan sosial.

2.1.2 Jenis-Jenis Penyakit Sosial

Berikut ini adalah contoh dari perilaku masyarakat yang tergolong penyakit sosial karena melanggar norma masyarakat, norma-norma hukum dan agama antara lain:

1. Perjudian

Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan suatu nilai atau yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya sebuah resiko dan harapan tertentu pada peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian yang belum pasti hasilnya. Jenis judi bermacam-macam dari yang sembunyi-sembunyi sampai terbuka. Contoh : togel, main kartu, sabung ayam dikalangan masyarakat.

2. Penyalahgunaan Narkoba/Napza

Napza (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) merupakan zat atau obat-obatan yang berpengaruh terhadap susunan syaraf atau otak.Terkadang dipakai dokter untuk membius pasien operasi,tentunya dengan takaran tertentu. Apabila


(2)

pemakaiannya disalahgunakan akan menimbulkan ketagihan dan merusak menimbulkan ketidakmampuan dan fungsi sosial, pekerjaan, dam sekolah. Penggunaan narkoba akan berdampak negatif terhadap fisik dan mentals seseorang, bahkan Napza menimbulkan segudang masalah seperti pelacuran (PSK), kriminal bahkan paling berpotensi menularkan penyakit HIV/AIDS.

3. Alkoholisme/Mabuk-Mabukan

Alkoholisme adalah orang yang kecanduan minum minuman keras yanag mengandung alkohol dalam dosis yang tinggi. Konsumsi alkohol yang berlebihan akan berdamapak negatif bagi kesehatan karena mengganggu sistem syaraf. Akibatnya dia tidak dapat mengendalikan diri baik secara psikologis, fisik maupun sosial. Alkoholisme dapat mengakibatkan kejahatan beruntun seperti perkelahian, penodongan, pemerkosaan, dan lain-lain. Di Indonesia pesta miras sering dilakukan dan sering mengorbankan korban jiwa yang tidak sedikit. Berbeda dengan orang luar negeri yang meminum minuman yang mengandung alkohol pada saat musim dingin untuk menghangatkan tubuhnya, dan tentunya dengan takaran tertentu.

4. Pelacuran

Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjual belikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu seks dengan imbalan bayaran uang. Pelacuran atau sekarang dikenal dengan istilah Pekerja Seks Komersial (PSK) berpotensi menularkan penyakit HIV/AIDS, selain itu dapat juga menimbulkan :

a) Penyakit kelamin,

b) Merusak kehidupan keluarga,

c) Merusak moral, hukum, susila,dan agama,

d) Adanya eksploitasi manusia oleh manusia lainnya, bahkan sekarang

dikenal dengan istilah “Trafficking” yaitu penjualan manusia oleh manusia.


(3)

5. Korupsi

Korupsi berasal dari bahas latin “Corruptio” atau “Corrumpere” yang berarti buruk, busuk, rusak, menggoyangkan atau memutar balikan. Korupsi merupakan perilaku penyelewengan dari tugas tertentu yang sengaja dilakukan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompoknya baik uang maupun harta kekayaan.Bentuk-bentuk korupsi antara lain: penyogokan, penggelapan, pemutar balikkan fakta, penipuan ataupun penggunaan uang negara secara tidak semestinya. Korupsi merugikan kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun negara. Di Indonesia saat ini korupsi marak terjadi, dan dilakukan oleh pejabat baik pejabat pusat maupun daerah. Dan ini sangat merugikan masyarakat dan negara.

Selain itu beberapa perilaku penyakit sosial lainnya adalah mencuri, menipu, pembunuhan, pemerasan, pornografi dan pornoaksi, dan lain-lain.

2.1.3 Faktor Penyebab Penyakit Sosial Beberapa penyebab penyakit sosial antara lain :

1. Faktor ekonomi

Tidak terpenuhinya kebutuhan ekonomi dapat mendorong orang melakukan kegiatan apa saja, asal bisa memperoleh sesuatu yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Tidak jarang orang mengkhalalkan segala cara untuk mendapatkan uang atau sesuatu, yang dapat memenuhi kebutuhan ekonominya. Hal inilah yang menyebabkan orang melakukan kegiatan tanpa menghiraukan norma-norma dan aturan masyarakat. Akibatnya terjadilah penyakit sosial dari orang yang bersangkutan.

2. Pengaruh lingkungan

Penyakit sosial bisa juga terjadi karena pengaruh lingkungan. Orang yang hidup di lingkungan penjudi, akan cenderung ikut berjudi; orang yag berada di lngkungan peminum (pemabuk), akan cenderung ikut mabuk-mabukan; orang yang hidup di lingkungan preman, akan cenderung berperilaku seperti preman. Contoh-contoh tersebut menggambarkan betapa lingkungan mudah mempengaruhi perilaku


(4)

seseorang yang berada di lingkungan tersebut. Oleh karena itu, apabila kehidupan lingkungan tidak sesuai dengan norma-norma sosial, maka orang yang berada di lingkungan tersebut cenderung juga berperilaku menyimpang. Akibatnya terjadilah penyakit-penyakit sosial yang dilakukan oleh orang-orang yang berada di lingkungan tersebut.

3. Kurangnya pemahaman dasar tentang agama

Masalah kesehatan / ketenangan jiwa adalah masalah erat kaitannya dengan masalah supra logis, yaitu keimanan dan kepercayaan yang merupakan awal beragamanya seseorang. Keimanan dan kepercayaan ini menjadi integral dari kepribadian, asal bukan pengakuan di lisan semata, sebab penyelewengan-penyelewengan yang datangnya dari orang-orang yang mengaku ber Tuhan itu karena kurang tertanamnya jiwa agama (mental religius) dalam kepribadiannya. Terkadang dalam diri seseorang yang tak takut akan dosa mereka sering melakukan dosa. Karena jika seseorang tidak mendapat pendidikan agama yang baik mereka akan jauh dari Tuhan dan pasti tingkah laku mereka akan sembarangan.

4. Pengaruh perkembangan teknologi modern

Kemajuan iptek di bidang telekomunikasi dan informasi menjadikan media massa seperti TV, Film, CD/DVD, majalah , koran, buku, internet dan lain-lain akrab dalam kehidupan masyarakat. Namun tidak jarang apa yang di sajikan dalam tayangan film, sinetron, majalah, internet dan lain-lain tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat bahkan kini penyimpangan sosial juga terjadi akibat jejaring sosial facebook seperti terjadinya penculikan, pemerkosaan dan penipuan.

5. Hubungan keluarga yang tidak harmonis

Ketidakharmonisan keluarga yang di akibatkan oleh keadaan keluarga yang berantakan dapat mendorong individu melakukan perilaku menyimpang.Keluarga merupakan tempat di mana anak atau orang pertama kali melakukan interaksi dengan orang lain. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam


(5)

pembentukan watak (perangai) seseorang. Oleh karena itulah keadaan keluarga akan sangat mempengaruhi perilaku orang yang menjadi anggota keluarga tersebut. Dalam keluarga yang brocken home biasanya hubugan antaranggota keluarga menjadi tidak harmonis. Keadaan keluarga tidak bisa memberikan ketenteraman dan kebahagiaan pada anggota keluarga. Masing-masing anggota keluarga tidak bisa saling melakukan kendali atas perilakunya. Akibatnya setiap anggota keluarga cenderung berperilaku semaunya, dan mencari kebahagiaan di luar keluarga. Ia tidak menyadari lagi, apakah perilakunya itu melanggar norma-norma kemasyarakatan atau tidak, yan penting mereka merasa bahagia. Hal inilah yang mendorong terjadinya penyakit sosial dari masing-masing anggota keluarga.

6. Pengaruh teman

Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman adalah untuk memberikan sumber informasi dan komparasi tentang dunia di luar keluarga. Karena teman adalah seseorang yang sangat butuhkan, namun teman juga bisa menjerumuskan seseorang pada hal-hal yang kurang bermanfaat bahkan merusak diri serta masa depan seseorang. Untuk itu kita harus hati-hati dalam berteman. Karena teman bisa memberikan efek negatif pada kepribadian seseorang.

2.2 Data

Data merupakan kumpulan fakta atau angka atau segala sesuatu yang dapat dipercaya kebenarannya sehingga dapat digunakan sebagai dasar penarikkan kesimpulan. Data dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan antara lain berdasarkan aspek sifat, dimensi waktu, cara memperoleh dan pengukurannya (Muhidin, 2009).

2.2.1 Data Menurut Cara Memperolehnya 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti, baik dari objek individual (responden) maupun dari suatu instansi yang mengolah data untuk keperluan dirinya sendiri. Contoh: hasil wawancara dengan responden,


(6)

hasil perhitungan suara dari masyarakat yang melaksanakan pemilihan kepala desa atau lainnya, data jumlah mahasiswa yang diperoleh dari lembaga pendidikan yang bersangkutan, dan lainnya.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung untuk mendapatkan informasi (keterangan) dari objek yang diteliti, biasanya data tersebut diperoleh dari tangan kedua baik dari objek secara individual (responden) maupun dari suatu badan (instansi) yang dengan sengaja melakukan pengumpulan data dari instansi-instansi atau badan lainnya untuk keperluan penelitian dari para pengguna. Badan yang biasa mengumpulkan data tersebut antara lain BPS (Badan Pusat Statistik), misal data mengenai laju inflasi, statistik penduduk, statistik pertanian, statistik ekonomi, data tingkat kemajuan pembangunan suatu daerah yang diperoleh dari BAPPEDA setempat, dan sebagainya.

2.3 Variabel

Variabel adalah suatu sebutan yang dapat diberi angka (kuantitatif) atau nilai mutu (kualitatif). Variabel merupakan pengelompokkan secara logis dari dua atau lebih atributdari objek yang diteliti. Misalnya: tidak sekolah, tidak tamat SD, tidak tamat SMP, dan sebagainya. Maka variabelnya adalah tingkat pendidikan dari objek penelitian itu.Variabel tingkat pendidikan merangkum semua atribut tadi.

Variabel merupakan suatu istilah yang berasal dari kata vary dan able yang berarti “berubah” dan “dapat”. Jadi, kata variabel berarti dapat berubah-ubah.Nilai itu berupa nilai kuantitatif maupun kualitatif. Dilihat dari segi nilainya, variabel dibedakan atas 2, yaitu variabel diskrit dan variabel kontiniu.Variabel diskritnya nilai kuantitatifnya selalu berupa bilangan bulat, sedangkan variabel kontiniu nilai kuantitatifnya bisa berupa pecahan.

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh


(7)

informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya, (Sugiyono, 2007).

Menurut hubungan antara suatu variabel dengan variabel lainnya, variabel terbagi atas beberapa yaitu :

1. Variabel bebas (independent variable) yaitu variabel yang menjadi sebab terjadinya atau terpengaruhnya variabel tak bebas.

2. Variabel tak bebas (dependent variable) yaitu variabel yang nilainya

dipengaruhi oleh variabel bebas.

3. Variabel moderator yaitu variabel yang memperkuat atau memperlemah

hubungan antara suatu variabel bebas dengan tak bebas.

4. Variabel intervening, seperti halnya variabel moderator, tetapi nilainya tidak dapat diukur, seperti kecewa, marah, gembira, senang, sedih, dan lain sebagainya.

5. Variabel control, yaitu variabel yang dapat dikendalikan oleh peneliti.

2.4 Matriks

Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemen-elemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom sehingga berbentuk persegi panjang, dimana panjang dan lebarnya ditunjukkan oleh banyaknya kolom dan baris serta dibatasi tanda “[ ]” atau “( )” (Anton, 1987).

Matriks A yang berukuran dari n baris dan p kolom (��) adalah:

� =�

�11 �12 … �1�

�21 �22 … �2�

⋮ ��1

⋮ ��2

⋮ …

⋮ ���

� (2.1)


(8)

2.4.1 Nilai Eigen (Eigen Value)

Misalkan A adalah matriks persegi berukuran �×� dan I adalah matriks identitas berukuran �×�. Skalar �1, �2, … , �� yang memenuhi persamaan: |A - �I| = 0

disebut nilai eigen atau akar karakteristik. Dan suatu matriks A berukuran �� dan � adalah nilai eigen dari matriks A jika terdapat suatu vektor x tak nol

sedemikian sehingga Ax = �x, maka x disebut vektor eigen atau vektor

karakteristik dari matriks A yang bersesuaian dengan nilai eigen �. Untuk mencari nilai eigen matriks A yang berukuran �× �, dapat ditulis kembali sebagai suatu persamaan homogen |A - �I| = 0. Dengan I adalah matriks identitas yang berordo sama dengan matriks A.

2.5 Pengujian Data

2.5.1 Sampel dan Uji Kecukupan Sampel

Sampel adalah sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya. Untuk menentukan jumlah sampel dari suatu populasi dapat menggunakan rumus Slovin, sebagai berikut:

n = �

1+��2 (2.2)

keterangan:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

e = Batas toleransi kesalahan

2.5.2 Teknik Penarikan Sampel

Teknik penarikan sampel atau teknik sampling adalah suatu cara mengambil sampel yang representatif dari populasi. Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili dan menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Ada dua macam teknik penarikan sampel, yaitu:


(9)

1. Probability Sampling

Probability sampling adalah teknik sampling untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Ada beberapa jenis probability sampling yang banyak digunakan, antara lain:

1) Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling)

Sampel acak sederhana adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut. Untuk itu dapat menggunakan dua cara:

a. Cara undian, yaitu dilakukan dengan memberi nomor-nomor pada

seluruh anggota populasi, kemudian secara acak dipilih nomor-nomor sesuai dengan banyaknya jumlah sampel yang dibutuhkan.

b. Cara tabel bilangan random adalah suatu tabel yang terdiri dari bilangan-bilangan yang disajikan dengan sangat tidak berurutan.

2) Sampel Acak Stratifikasi (Stratified Random Sampling) 3) Area Sampel (Cluster Sampling)

4) Sampel Sistematis (Systematic/ Quasi Random Sampling) 5) Sampel Bertahap (Multistage Sampling)

2. Non Probability Sampling

Dalam non probability sampling, setiap unsur dalam populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel, bahkan probabilitas anggota populasi tertentu untuk terpilih tidak diketahui. Beberapa jenis non probability sampling yang sering dijumpai:

1) Quota Sampling

2) Accidental Sampling

3) Purposive Sampling (Judgmental Sampling)

4) Snowball Sampling


(10)

Validitas merupakan alat ukur untuk melihat atau mengetahui apakah kuesioner dapat digunakan untuk mengukur keadaan responden sebenarnya (Azuar Juliandi 2013). Untuk menguji validitas keadaan responden digunakan rumus korelasi product moment pearsons, yaitu :

r = �(∑ ��)− (∑ � ∑ �)

�[� ∑ �2(∑ �)2][� ∑ �2(∑ �)2]

(2.3)

keterangan:

r = Koefisien Korelasi

n = Jumlah sampel

X = Variabel bebas (Skor Pertanyaan)

Y = Variabel Terikat (Skor Total)

Jika nilai �ℎ����� ≥ ������ maka kuesioner dinyatakan valid dan jika nilai

�ℎ����� < ������ maka kuesioner dinyatakan tidak valid .

2.5.4 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan dan sejauh mana hasil pengukuran konsisten bila dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan alat ukur yang sama. Untuk mengukur reliabilitas alat ukur digunakan teknik Cronbach Alpha. Rumus yang digunakan adalah :

�= ��−

1� �1−

∑ ��2

��2 � (2.4)

keterangan:

฀ = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan

∑ ��2 = jumlah varian variabel ��2 = varian total


(11)

Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60.

2.6 Transformasi Data Ordinal menjadi Interval

Mentransformasi data ordinal menjadi data interval gunanya untuk memenuhi sebagian dari syarat analisis parametrik yang mana data setidaknya berskala interval. Pada penelitian ini variabel yang digunakan berskala ordinal. Oleh karena itu, untuk pemenuhan asumsi pada analisis diskriminan bahwa variabel independen harus berskala interval, maka terlebih dahulu data ordinal ditransformasikan menjadi data interval menggunakan Method of Successive Interval (MSI). Langkah-langkah transformasi data ordinal ke data interval adalah:

1. Pertama perhatikan setiap butir jawaban responden dari angket yang disebar, 2. Pada setiap butir ditentukan berapa orang yang mendapat skor 1, 2, 3, dan 4

yang disebut sebagai frekuensi,

3. Setiap frekuensi dibagi dengan banyaknya responden dan hasilnya disebut proporsi,

�� = ∑ ���

� (2.5)

keterangan:

�� = proporsi pada skor i �� = frekuensi pada skor i ∑ �� = jumlah total frekuensi

4. Tentukan nilai proporsi kumulatif dengan jalan menjumlahkan nilai proporsi secara berurutan perkolom skor.

5. Gunakan tabel distribusi normal, hitung nilai Z untuk setiap proporsi


(12)

6. Menghitung nilai densitas dari nilai Z yang diperoleh dengan cara memasukkan nilai Z tersebut kedalam fungsi densitas normal baku sebagai berikut:

�(�) = 1 √2�exp

�−12�2

(2.6)

keterangan: � = 3,141593 exp = 2,718282

7. Tentukan nilai skala dengan menggunakan rumus:

����������= (������� ������� �����)−(������� ������� �����)

(���� ����� ����� �����)(���� ����� ����� �����) (2.7)

Menghitung skor (nilai transformasi) untuk setiap kategori dengan rumus:

����� =����������+ [1 + |�������������|] (2.8) ������������� artinya adalah nilai scale value absolut (tanpa memperhatikan tanda positif atau negatif) paling kecil.

2.7 Analisis Korelasi

Analisis korelasi adalah alat statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui derajat hubungan linear antara satu variabel dengan variabel yang lain. Dalam ilmu statistika, istilah korelasi diartikan sebagai hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Hubungan antara dua variabel dikenal dengan istilah bivariate correlation, sedangkan hubungan antar lebih dari dua variabel disebut multivariate correlation.

Formula untuk menghitung koefisien korelasi dengan menggunakan teknik koefisien korelasi Product Moment Correlation dari Karl Pearson. Penggunaan teknik koefisien korelasi dari Karl Pearson untuk variabel-variabel dengan tingkat


(13)

skala pengukuran interval. Untuk menghitung koefisien korelasi product moment pearsons antara dua variabel dapat digunakan rumus:

��� ={� ∑ �� ∑ ��−2(∑ �)(2∑ �}{� ∑ �)(∑ �2)(∑ �)2} (2.9)

keterangan:

rxy = Koefisien korelasi antara X dan Y

X = Variabel bebas

Y = Variabel terikat

Nilai r selalu terletak antara -1 dan 1, sehingga nilai r tersebut dapat ditulis : -1≤ r ≤+1. Untuk r = +1, berarti ada korelasi positif sempurna antara X dan Y, sebaliknya jika r = -1, berarti korelasi negatif sempurna antara X dan Y, sedangkan r = 0, berarti tidak ada korelasi antara X dan Y. Jika kenaikan didalam suatu variabel diikuti dengan kenaikan didalam variabel lain, maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut mempunyai korelasi yang positif. Tetapi jika kenaikan didalam suatu variabel diikuti oleh penurunan didalam variabel lain, maka dapat dikatakan bahwa variabel tersebut mempunyai korelasi yang negatif. Dan jika tidak ada perubahan pada variabel walaupun variabel lainnya berubah maka dikatakan bahwa kedua variabel tersebut tidak mempunyai hubungan. Interpretasi harga r akan disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1 Interpretasi Koefisien Korelasi

R Interpretasi

0 Tidak ada korelasi

0,01 – 0,20 Sangat rendah

0,21 – 0,40 Rendah

0,41 – 0,60 Agak Rendah

0,61 – 0,80 Cukup

0,81 – 0,99 Tinggi

1 Sangat tinggi (korelasi sempurna)


(14)

Hubungan antara variabel dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis: 1. Korelasi Positif

Terjadinya korelasi positif apabila perubahan antara variabel yang satu diikuti oleh variabel lainnya dengan arah yang sama (berbanding lurus). Artinya variabel yang satu meningkat, maka akan diikuti peningkatan variabel lainnya.

2. Korelasi Negatif

Terjadinya korelasi negatif apabila perubahan antara variabel yang satu diikuti oleh variabel lainnya dengan arah yang berlawanan (berbanding terbalik). Artinya apabila variabel yang satu meningkat, maka akan diikuti penurunan variabel lainnya.

3. Korelasi Nihil

Korelasi nihil artinya tidak adanya korelasi antara variabel.

2.8 Analisis Diskriminan

2.8.1 Pengertian Analisis Diskriminan

Analisis diskriminan merupakan teknik menganalisis data dimana variabel tak bebas merupakan kategorik (non-metrik, nominal atau ordinal, bersifat kualitatif) sedangkan variabel bebas sebagai prediktor merupakan metrik (interval atau rasio, bersifat kuantitatif). (J. Supranto 2004).

Tujuan analisis diskriminan adalah membuat suatu fungsi diskriminan dari variabel independen yang bisa mendiskriminasi atau membedakan kelompok variabel dependen artinya mampu membedakan suatu objek masuk kelompok yang mana. (Yasril & Heru subaris 2009). Dengan kata lain, analisis dikriminan digunakan untuk mengklasifikasikan individu kedalam salah satu dari dua kelompok atau lebih.

Teknik analisis diskriminan dibedakan menjadi 2 yaitu analisis diskriminan dua kelompok/kategori, jika variabel tak bebas Y dikelompokkan


(15)

menjadi 2. Diperlukan satu fungsi diskriminan. Kalau variabel tak bebas dikelompokkan menjadi lebih dari 2 kelompok disebut analisis diskriminan berganda (multiple discriminant analysis) diperlukan fungsi diskriminan sebanyak (k - 1) kalau memang ada k kategori. (J. Supranto 2004).

Model analisis diskriminan berkenaan dengan kombinasi linier yang disebut juga fungsi diskriminan bentuknya sebagai berikut :

��= �0+ �1��1+�2��2 +�3��3+⋯+����� (2.10)

keterangan:

�� = Nilai (skor) diskriminan dari responden (objek) ke-i. i = 1,2, ..., n. D merupakan variabel dependen.

�0 = Intersep

�� = koefisien atau timbangan diskriminan dari variabel independen ke-j. ��� = Variabel independen ke-j dari responden ke-i.

2.8.2 Tujuan Analisis Diskriminan

1. Membuat suatu fungsi diskriminan atau kombinasi linier dari prediktor atau variabel bebas yang bisa mendiskriminasi atau membedakan kategori variabel tak bebas atau criterion atau kelompok, artinya mampu membedakan suatu objek masuk kelompok kategori yang mana.

2. Menguji apakah ada perbedaan signifikan antara kategori/kelompok,

dikaitkan dengan variabel bebas atau prediktor.

3. Menentukan prediktor/variabel bebas yang mana yang memberikan

sumbangan terbesar terhadap terjadinya perbedaan antar kelompok.

4. Mengklarifikasi/mengelompokkan objek/kasus kedalam suatu

kelompok/kategori didasarkan pada nilai variabel bebas. 5. Mengevaluasi keakuratan klasifikasi.


(16)

2.8.3 Asumsi Analisis Diskriminan

Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi untuk analisis diskriminan adalah:

1. Variabel independen seharusnya berdistribusi normal multivariat

(Multivariate Normality), jika data tidak berdistribusi normal, akan menyebabkan masalah pada ketepatan fungsi (model) diskriminan.

2. Matriks varians kovarians grup dari semua variabel independen seharusnya sama.

3. Tidak ada data yang sangat ekstrim (outlier) pada variabel independen, jika ada data ekstrim yang tetap diproses, hal ini bisa berakibat berkurangnya ketepatan klasifikasi dari fungsi diskriminan

4. Tidak ada korelasi yang kuat antar-variabel independen , jika dua variabel independen mempunyai korelasi yang kuat,dikatakan terjadi multikolinieritas, untuk mengetahui adanya multikolinieritas dapat dilakukan dengan melihat korelasi antar variabel independen (r) yaitu jika nilai r > 0.6 menunjukkan adanya multikolinieritas.

2.8.4 Langkah-langkah Analisis Diskriminan 1. Pemilihan variabel dependen dan independen

Variabel dependen merupakan variabel kategorik sedangkan variabel independen merupakan variabel numerik. Analisis diskriminan dibedakan menjadi dua yaitu :

a) Analisis diskriminan dua kategori/kelompok, dimana variabel dependen

dikelompokkan menjadi 2 (dikotomi), diperlukan satu fungsi diskriminan.

b) Analisis diskriminan berganda (Multiple Discriminant Analysis/MDA),

dimana variabel dependen dikelompokkan menjadi 1. lebih dari 2 kelompok (multikotomi), diperlukan fungsi diskriminan sebanyak (k-1) kalau ada k kategori.

2. Melakukan uji equality

Untuk memenuhi asumsi bahwa semua variabel independen harus equal dilihat pada significancy dari Wilk’s Lambda jika nilai p > 0,05 menunjukkan bahwa


(17)

variabel equal. Untuk melihat bahwa variabel tersebut equal, juga dilihat dari group covariance adalah relative sama

3. Pembentukan fungsi diskriminan a) Pembentukan Fungsi Linier ( teoritis)

Fungsi diskriminan merupakan fungsi atau kombinasi linier peubah-peubah asal yang akan menghasilkan cara terbaik dalam pemisahan kelompok-kelompok. Fungsi ini akan memberikan nilai-nilai yang sedekat mungkin dalam kelompok dan sejauh mungkin antar kelompok. Apabila fungsi diskriminan yang terbentuk sebanyak lebih dari satu fungsi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi diskriminan pertama akan menjadi kekuatan pembeda yang paling besar, demikian berturut-turut untuk fungsi berikutnya. Misalnya ada kelompok/kategori sebanyak G, dimana masing-masing kelompok terdapat sebanyak n objek (elemen atau responden) sebagai sampel maka:

�̅� = 1

�� � ��� � �=1

(2.11)

keterangan:

�̅� = vektor rata-rata sampel dalam kelompok ke-i �� = banyaknya elemen objek ke-i

��� = menyatakan variabel x ke-j dalam kelompok ke-i

Kemudian dengan mendefinisikan vektor rata-rata keseluruhan. � = 1

� � �̅� � �=1

(2.12)

keterangan:

� = vektor rata-rata keseluruhan � = banyaknya kelompok


(18)

Maka didapat:

�= �(�̅− �)(�̅ − � �

�=1

) (2.14)

keterangan:

= metrik jumlah kuadrat dan jumlah cross products antar kelompok �̅� = vektor rata-rata sampel dalam kelompok ke-i

� = vektor rata-rata keseluruhan (�̅ − �) = transpos dari (�̅− �) Sehingga:

� = �(�� −1)�� �

�=1

(2.14) keterangan:

� = matriks sampel dalam grup

�� = matriks varians kovarians kelompok ke-i

Matriks varians kovarians untuk sebuah sampel ukuran n yang terdiri atas p buah variabel �1, �2, �3, … , � disusun dalam sebuah matriks yang disebut dengan matriks varians-kovarians (S) dengan bentuk sebagai berikut:

�= ⎝ ⎜ ⎜ ⎛

�11 �12 �13 … �1�

�21 �22 �23 … �2�

�31

.. . ��1

�32

.. . ��2

�33

.. . ��3

… .. . …

�3�

.. . ���⎠ ⎟ ⎟ ⎞ (2.15) Dimana

��� = 1

� −1����� − �̅������ − �̅�� �

�=1


(19)

Matriks varians-kovarians gabungannya dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

������ = (�1− 1)�1+(�2− 1)�2+(�3− 1)�3+⋯+(��− 1)��

�1+�2+�3+⋯+��−� (2.17) Atau

������� = �

(�1+�2+⋯+��−�)

(2.18)

Fungsi diskriminan yang terbentuk mempunyai bentuk umum berupa Fisher’s Sample Linear Discriminant Function (persamaan linier) yaitu:

�=�� (2.19)

keterangan:

a = Vektor koefisien pembobot fungsi diskriminan a’= tranpose a

Y = Variabel terikat (skor diskriminan)

X = Variabel bebas (Vektor variabel acak yang dimasukkan ke dalam fungsi diskriminan).

Agar dapat mendiskriminasi kelompok secara maksimal, fungsi diskriminan Y harus diestimasi untuk memaksimumkan variabel antar kelompok. Koefisien � dihitung dengan membuat � maksimum, yaitu:

�����

����� (2.20)

Biarkan �̂1+�̂2+⋯+�̂� > 0 menunjukkan � ≤min(� −1,�) eigenvalue dari

matriks �−1B dan �̂1,⋯,�̂ menjadi eigen vektor. Untuk menyelesaikan � ≤ min(� −1,�) eigenvalue dari matriks �−1B, dengan menggunakan rumus:


(20)

Nilai � maksimum merupakan nilai eigen value terbesar dari matriks �−1B dan �� adalah associated eigenvektors. Elemen a, seperti �1 sampai dengan �� merupakan koefisien fungsi diskriminan, berasosiasi dengan fungsi diskriminan pertama. Pada umumnya, dimungkinkan untuk mengestimasi sampai eigen value terkecil yaitu yang ke (G-1) atau k fungsi diskriminan masing-masing dengan eigenvaluenya. Maksudnya, setiap fungsi diskriminan mempunyai nilai eigenvalue dan nilai eigen value ini semakin mengecil dari fungsi ke fungsi.

b) Fungsi Linier (dengan bantuan SPSS)

Pada output SPSS, koefisien untuk tiap variabel yang masuk dalam model dapat dilihat pada tabel Canonical Discriminant Function Coefficient. Tabel ini akan

dihasilkan pada output apabila pilihan Function Coefficient bagian

Unstandardized diaktifkan.

c) Menghitung Discriminant Score (nilai diskriminan)

Setelah dibentuk fungsi liniernya, maka dapat dihitung skor diskriminan untuk tiap observasi dengan memasukkan

nilai-nilai variabel penjelasnya.

d) Perhitungan Hit Ratio

Setelah semua observasi diprediksi keanggotaannya, dapat dihitung hit ratio yaitu rasio antara observasi yang tepat pengklasifikasiannya dengan total seluruh observasi. Misalkan ada sebanyak n observasi, akan dibentuk fungsi linier dengan observasi sebanyak n-1. Observasi yang tidak disertakan dalam pembentukan fungsi linier ini akan diprediksi keanggotaannya dengan fungsi yang sudah dibentuk tadi. Proses ini akan diulang dengan kombinasi observasi yang berbedabeda, sehingga fungsi linier yang dibentuk ada sebanyak n. Inilah yang disebut dengan metode Leave One Out.

e) Kriteria Posterior Probability

Aturan pengklasifikasian yang ekivalen dengan model linier Fisher ialah berdasarkan nilai peluang suatu observasi dengan karakteristik tertentu (x) berasal


(21)

dari suatu kelompok. Nilai peluang ini disebut posterior probability dan bisa ditampilkan pada sheet SPSS dengan mengaktifkan option probabilities of group membership pada bagian Save di kotak dialog utama.

f) Akurasi Statistik

Dapat di uji secara statistik apakah klasifikasi yang dilakukan (dengan menggunakan fungsi diskriminan) akurat atau tidak. Uji statistik tersebut ialah prees-Q Statistik. Ukuran sederhana ini membandingkan jumlah kasus yang diklasifikasi secara tepat dengan ukuran sampel dan jumlah grup. Nilai yang diperoleh dari perhitunngan kemudian dibandingkan dengan nilai kritis (critical velue) yang diambil dari tabel Chi-Square dan tingkat keyakinan sesuai yang diinginkan. Statistik Q ditulis dengan rumus:

����� − �= [�−(��)]2

�(�−1) (2.22)

keterangan:

N= jumlah populasi n = jumlah sampel k = jumlah grup


(1)

2.8.3 Asumsi Analisis Diskriminan

Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi untuk analisis diskriminan adalah:

1. Variabel independen seharusnya berdistribusi normal multivariat (Multivariate Normality), jika data tidak berdistribusi normal, akan menyebabkan masalah pada ketepatan fungsi (model) diskriminan.

2. Matriks varians kovarians grup dari semua variabel independen seharusnya sama.

3. Tidak ada data yang sangat ekstrim (outlier) pada variabel independen, jika ada data ekstrim yang tetap diproses, hal ini bisa berakibat berkurangnya ketepatan klasifikasi dari fungsi diskriminan

4. Tidak ada korelasi yang kuat antar-variabel independen , jika dua variabel independen mempunyai korelasi yang kuat,dikatakan terjadi multikolinieritas, untuk mengetahui adanya multikolinieritas dapat dilakukan dengan melihat korelasi antar variabel independen (r) yaitu jika nilai r > 0.6 menunjukkan adanya multikolinieritas.

2.8.4 Langkah-langkah Analisis Diskriminan

1. Pemilihan variabel dependen dan independen

Variabel dependen merupakan variabel kategorik sedangkan variabel independen merupakan variabel numerik. Analisis diskriminan dibedakan menjadi dua yaitu :

a) Analisis diskriminan dua kategori/kelompok, dimana variabel dependen dikelompokkan menjadi 2 (dikotomi), diperlukan satu fungsi diskriminan. b) Analisis diskriminan berganda (Multiple Discriminant Analysis/MDA),

dimana variabel dependen dikelompokkan menjadi 1. lebih dari 2 kelompok (multikotomi), diperlukan fungsi diskriminan sebanyak (k-1) kalau ada k kategori.

2. Melakukan uji equality

Untuk memenuhi asumsi bahwa semua variabel independen harus equal dilihat pada significancy dari Wilk’s Lambda jika nilai p > 0,05 menunjukkan bahwa


(2)

variabel equal. Untuk melihat bahwa variabel tersebut equal, juga dilihat dari group covariance adalah relative sama

3. Pembentukan fungsi diskriminan a) Pembentukan Fungsi Linier ( teoritis)

Fungsi diskriminan merupakan fungsi atau kombinasi linier peubah-peubah asal yang akan menghasilkan cara terbaik dalam pemisahan kelompok-kelompok. Fungsi ini akan memberikan nilai-nilai yang sedekat mungkin dalam kelompok dan sejauh mungkin antar kelompok. Apabila fungsi diskriminan yang terbentuk sebanyak lebih dari satu fungsi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi diskriminan pertama akan menjadi kekuatan pembeda yang paling besar, demikian berturut-turut untuk fungsi berikutnya. Misalnya ada kelompok/kategori sebanyak G, dimana masing-masing kelompok terdapat sebanyak n objek (elemen atau responden) sebagai sampel maka:

�̅� = 1

� � ��� � �=1

(2.11)

keterangan:

�̅� = vektor rata-rata sampel dalam kelompok ke-i �� = banyaknya elemen objek ke-i

��� = menyatakan variabel x ke-j dalam kelompok ke-i

Kemudian dengan mendefinisikan vektor rata-rata keseluruhan.

� = 1

� � �̅� � �=1

(2.12)

keterangan:

� = vektor rata-rata keseluruhan

� = banyaknya kelompok


(3)

Maka didapat:

�= �(�̅− �)(�̅ − �

� �=1

)′ (2.14)

keterangan:

= metrik jumlah kuadrat dan jumlah cross products antar kelompok

�̅� = vektor rata-rata sampel dalam kelompok ke-i � = vektor rata-rata keseluruhan

(�̅ − �) = transpos dari (�̅− �) Sehingga:

� = �(� −1)�

� �=1

(2.14) keterangan:

� = matriks sampel dalam grup

�� = matriks varians kovarians kelompok ke-i

Matriks varians kovarians untuk sebuah sampel ukuran n yang terdiri atas p buah variabel �1, �2, �3, … , � disusun dalam sebuah matriks yang disebut dengan matriks varians-kovarians (S) dengan bentuk sebagai berikut:

�=

⎝ ⎜ ⎜ ⎛

�11 �12 �13 … �1�

�21 �22 �23 … �2

�31

.. .

��1 �32

.. .

��2 �33

.. .

��3

… .. . … �3� .. . ���⎠ ⎟ ⎟ ⎞ (2.15) Dimana ��� = 1

� −1����� − �̅������ − �̅��

� �=1


(4)

Matriks varians-kovarians gabungannya dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

������ = (�1− 1)�1+(�2− 1)�2+(�3− 1)�3+⋯+(��− 1)��

�1+�2+�3+⋯+��−� (2.17)

Atau

������� = (�1+

2+⋯+��−�)

(2.18)

Fungsi diskriminan yang terbentuk mempunyai bentuk umum berupa Fisher’s Sample Linear Discriminant Function (persamaan linier) yaitu:

�=�� (2.19)

keterangan:

a = Vektor koefisien pembobot fungsi diskriminan a’= tranpose a

Y = Variabel terikat (skor diskriminan)

X = Variabel bebas (Vektor variabel acak yang dimasukkan ke dalam fungsi diskriminan).

Agar dapat mendiskriminasi kelompok secara maksimal, fungsi diskriminan Y harus diestimasi untuk memaksimumkan variabel antar kelompok. Koefisien � dihitung dengan membuat � maksimum, yaitu:

�����

����� (2.20)

Biarkan �̂1+�̂2+⋯+�̂ > 0 menunjukkan � ≤min(� −1,�) eigenvalue dari matriks �−1B dan �̂1,⋯,�̂ menjadi eigen vektor. Untuk menyelesaikan � ≤ min(� −1,�) eigenvalue dari matriks �−1B, dengan menggunakan rumus:


(5)

Nilai � maksimum merupakan nilai eigen value terbesar dari matriks �−1B dan �� adalah associated eigenvektors. Elemen a, seperti �1 sampai dengan � merupakan koefisien fungsi diskriminan, berasosiasi dengan fungsi diskriminan pertama. Pada umumnya, dimungkinkan untuk mengestimasi sampai eigen value terkecil yaitu yang ke (G-1) atau k fungsi diskriminan masing-masing dengan eigenvaluenya. Maksudnya, setiap fungsi diskriminan mempunyai nilai eigenvalue dan nilai eigen value ini semakin mengecil dari fungsi ke fungsi.

b) Fungsi Linier (dengan bantuan SPSS)

Pada output SPSS, koefisien untuk tiap variabel yang masuk dalam model dapat dilihat pada tabel Canonical Discriminant Function Coefficient. Tabel ini akan dihasilkan pada output apabila pilihan Function Coefficient bagian Unstandardized diaktifkan.

c) Menghitung Discriminant Score (nilai diskriminan)

Setelah dibentuk fungsi liniernya, maka dapat dihitung skor diskriminan untuk tiap observasi dengan memasukkan

nilai-nilai variabel penjelasnya.

d) Perhitungan Hit Ratio

Setelah semua observasi diprediksi keanggotaannya, dapat dihitung hit ratio yaitu rasio antara observasi yang tepat pengklasifikasiannya dengan total seluruh observasi. Misalkan ada sebanyak n observasi, akan dibentuk fungsi linier dengan observasi sebanyak n-1. Observasi yang tidak disertakan dalam pembentukan fungsi linier ini akan diprediksi keanggotaannya dengan fungsi yang sudah dibentuk tadi. Proses ini akan diulang dengan kombinasi observasi yang berbedabeda, sehingga fungsi linier yang dibentuk ada sebanyak n. Inilah yang disebut dengan metode Leave One Out.

e) Kriteria Posterior Probability

Aturan pengklasifikasian yang ekivalen dengan model linier Fisher ialah berdasarkan nilai peluang suatu observasi dengan karakteristik tertentu (x) berasal


(6)

dari suatu kelompok. Nilai peluang ini disebut posterior probability dan bisa ditampilkan pada sheet SPSS dengan mengaktifkan option probabilities of group membership pada bagian Save di kotak dialog utama.

f) Akurasi Statistik

Dapat di uji secara statistik apakah klasifikasi yang dilakukan (dengan menggunakan fungsi diskriminan) akurat atau tidak. Uji statistik tersebut ialah prees-Q Statistik. Ukuran sederhana ini membandingkan jumlah kasus yang diklasifikasi secara tepat dengan ukuran sampel dan jumlah grup. Nilai yang diperoleh dari perhitunngan kemudian dibandingkan dengan nilai kritis (critical velue) yang diambil dari tabel Chi-Square dan tingkat keyakinan sesuai yang diinginkan. Statistik Q ditulis dengan rumus:

����� − �= [�−(��)]2

�(�−1) (2.22)

keterangan:

N= jumlah populasi n = jumlah sampel k = jumlah grup