Kebijakan Pengupahan di Indonesia (Studi Analisis : Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan)
BAB II
KEADAAN UMUM PENGUPAHAN DI INDONESIA DAN TINJAUAN
KEBIJAKAN PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015
2.1
Sejarah Sistem Pengupahan di Indonesia secara umum
Sistem pengupahan di Indonesia mengalami perkembangan dari fase ke
fase sesuai keadaan ekonomi politik dan pemerintahan yang berkuasa. Hal ini
menunjukan adanya pola yang berbeda antara pra kemerdekaan, pasca
kemerdekaan, orde lama, orde baru , dan era reformasi. Sejak pertama sekali
pemberlakuan sistem tanam paksa yang dibuat oleh Belanda pada tahun 1830
dengan tujuan meningkatkan pengerukan dan penjarahan kekayaan Indonesia
terhadap alam maupun manusianya. Maka, proses pembangunan berbagai industri
dalam jumlah massal juga beriringan dilaksanakan diberbagai wilayah Indonesia.
Industri yang dibangun pada saat itu dalam bentuk perkebunan dan transportasi,
sebagai kebutuhan pokok atas penopang kegiatan perekonomian Belanda untuk
melakukan perdagangan di pasar dunia.
Dengan pemberlakuan sistem tanam paksa dan pembangunan berbagai
industri perkebunan dan transportasi, maka rakyat dengan jumlah besar
dimobilisasi oleh pemerintahan Belanda untuk bekerja secara terpaksa tanpa ada
kepastian imbalan yang cukup dari para pengusaha guna menjalankan kegiatan
produksi industri. Meskipun tidak ada aturan tetap tentang pemberian imbalan
kerja atau upah kepada para buruh perkebunan dan transportasi pada saat itu,
tetapi upah atau imbalan kerja dalam bentuk lain telah diterapkan oleh para
pengusaha industri terhadap para buruhnya, walaupun kualitas imbalan tersebut
hanya cukup untuk mempertahankan hidup buruh agar tetap bisa hidup dan
bekerja. Maka sejak saat itu, upah atau imbalan kerja terhadap para buruh yang
bekerja di industri-industri milik pengusaha swasta maupun negara jajahan mulai
dikenal dikalangan rakyat Indonesia sebagai unsur penting dalam kehidupan
buruh.
35
Universitas Sumatera Utara
Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 merupakan tonggak perubahan
sistem perburuhan khususnya terhadap persoalan pengupahan di Indonesia.
Sebagai akibat dari perubahan kedaulatan pemerintahan di Indonesia dari kolonial
Belanda ke pemerintahan Indonesia dengan berbagai perangkat hukum dan dasar
negaranya sendiri. Dibawah kepemerintahan Indonesia yang baru saja
memerdekakan diri, berbagai Undang-Undang diterbitkan termasuk UndangUndang yang berkaitan terhadap perburuhan, antara lain UU No. 12 Tahun 1948
tentang kerja, UU No. 23 tahun 1948 tentang pengawasan perburuhan, UU No. 21
tahun 1954 tentang perjanjian kerja majikan dan buruh yang didalamnya juga
tertuang tentang sistem pengaturan pengupahan buruh.
Sistem pengupahan buruh di masa kepemimpinan Presiden Soekarno (orde
lama) sebagai Presiden Indonesia pertama. Banyak dipengaruhi oleh berbagai
pendapat dan ajuan serikat-serikat buruh yang memiliki keanggotaan cukup besar
dan sifat perjuangan sejati buruh seperti antara lain : SOBSI (Sentral Organisasi
Buruh Seluruh Indonesia) pada tahun 1946-1966 , GASBRI (Gabungan Serikata
Buruh Revolusioner Indonesia) 1946, dan SARBUPRI (Serikat Buruh Perkebunan
Republik Indonesia) pada tahun 1947-1957. Meskipun tidak ada aturan tetap
terkait standart atau batas terendah tentang besaran upah atau bentuk upah buruh,
akan tetapi kehidupan kaum buruh pada saat itu yang bersumber dari upah dan
imbalan lainnya mampu mencukupi kehidupan buruh itu sendiri beserta
keluarganya, dimana para buruh selain diberikan upah dalam bentuk uang oleh
majikan atau pemilik industri, juga disediakan barang kebutuhan sandang, pangan,
dan papan seperti beras, susu, jagung, pakaian, bahkan rumah tempat tinggal
buruh. Pemberian barang sandang, pangan, dan papan tersebut tidak dibatasi dari
jumlah kebutuhan buruhnya. Artinya jika buruh telah berkeluarga, maka
pemberian barangnya harus berdasarkan kepada jumlah keluarga buruh tersebut.
Kondisi ini lah yang menciptakan istilah pemikiran rakyat Indonesia saat ini
bahwa banyak anak, banyak rezeki.
36
Universitas Sumatera Utara
2.1.1
Orde Lama
Pada masa orde lama adalah masa keemasan bagi buruh dimana kebijakan
tentang perburuhan begitu baiknya dikeluarkan. Kebijakan perlindungan terhadap
buruh lahir akibat peran buruh yang begitu masif dalam merebut kemerdekaan.
Peran baru dengan keterlibatannya dalam gerakan Kemerdekaan Nasional, melalui
yang disebut dengan “Lasykar Buruh, Kaum Buruh dan Serikat Buruh Indonesia ”,
aktif dalam perjuangan merebut Kemerdekaan Indonesia. Sumbangan bagi
keberhasilan mencapai kemerdekaan pada masa Revolusi Fisik (1945-1949),
menjamin gerakan buruh tempat atau posisi yang baik setelah Indonesia
mandapatkan kemerdekaannya. Hal ini tampak khususnya dalam pembentukan
kebijakan dan Hukum Perburuhan di Indonesia. Dengan demikian, tidaklah
mengherankan bahwa pada masa Kemerdekaan Indonesia ada beberapa peraturan
Hukum Perburuhan yang bisa disebut progresif atau maju, dalam arti amat
protektif atau melindungi kaum buruh.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 tentang Keselamaatan Ditempat
Kerja diterbitkan oleh pemerintah sementara dibawah Sjahrir, Undang-Undang ini
beralih memberi sinyal beralihnya kebijakan dasar perburuhan dari negara baru
ini, yang mana sebelumya diatur dalam pasal 1601 dan 1603 BW yang cenderung
liberal atau dipengaruhi perkembangan dasar dengan prinsip “ no work no pay”.
Kemudian menyusul lagi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 tentang
Perlindungan Buruh, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948 tentang
Pengawasan
Perburuhan,
Undang-Undang
ini
mencakup
banyak
aspek
perlindungan bagi buruh. Seperti larangan diskriminasi ditempat kerja, ketentuan
40 jam kerja dan 6 hari kerja seminggu, kewajiban perusahaan untuk
menyediakan fasilitas perumahan, larangan mempekerjakan anak dibawah umur
14 tahun, termasuk juga menjamin hak perempuan untuk mengambil cuti haid 2
hari dalam sebulan dan cuti meahirkan 3 bulan. Undang-Undang ini bisa
dikatakan paling maju di Regional Asia pada waktu itu, yang kemudian menjadi
dasar utama kebijakan legislasi Hukum Perburuhan di Indonesia yang prospektif.
37
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1950-an, masih dalam suasana gerakan buruh yang sedang
dinamis, lahir Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian
Perburuhan antara serikat buruh dan majikan yang sungguh amat terasa nuansa
demokratis dalam ketentuan pasal-pasalnya, termasuk sebuah Undang-Undang
Tahun 1956 yang meratifikasi konvensi ILO No.98 tentang Hak Berorganisasi
sekaligus menjamin lebih jauh lagi memberi serikat buruh status hukum.
Kemudian dihasilkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, disusul Undang-Undang Tahun 1964
tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta yang memberikan
proteksi yang amat kuat kepada para buruh atau pekerja dengan kewajiban
meminta izin kepada Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4) untuk
Pemutusan Hubungan Kerja.
Pada jaman Orde Lama upah diberikan dalam dua bentuk yaitu upah
nominal dan tunjangan natura guna menjamin pemenuhan kebutuhan fisik buruh
dan keluarganya berupa beras, ikan asin, minyak goreng, dll. Bahkan dikenal
istilah Catu-11 terdiri dari 11 jenis kebutuhan pokok sehari-hari bagi buruh dan
keluarga yang diberikan oleh perusahaan. Dengan demikian kebutuhan fisik buruh
dan keluarganya dijamin, disamping juga menerima upah dalam bentuk uang
nominal. Sisa-sisa catu 11 tersebut sampai sekarang masih ditemukan di
perkebunan-perkebunan di Sumatera Utara, contohnya: tunjangan beras dan
minyak goreng setiap bulan yang diberikan pengusaha.
2.1.2
Orde Baru
Pada masa Orde Baru merupakan masa-masa yang bersifat memaksakan
kehendak serta bermuatan unsur politis semata, untuk kepentingan pemerintah
pada masa itu. Dan pada masa Orde Baru pulalah, telah terjadinya pembelengguan
disegala sektor, dimulai dari sektor hukum/undang-undang, perekonomian/bisnis,
kebebasan informasi/ pers dan lain-lain. Orde Baru memang mewarisi kondisi
ekonomi yang porak poranda. Karena itu, salah satu tugas utama yang diemban
38
Universitas Sumatera Utara
oleh Orde Baru dibawah Komando Soeharto adalah menggerakkan kembali roda
ekonomi. Tujuan pertumbuhan ekonomi merupakan faktor paling penting untuk
menjelaskan kebijakan perburuhan Orde Baru. Rezim Soeharto menerapkan
strategi modernisasi difensif (devensive modernisation) dimana penguasa
berusaha mengatur segalanya dan mengontrol organisasi buruh untuk mengejar
pertumbuhan ekonomi. Disamping pendekatan ekonomis ini, pertimbanganpertimbangan politik yang mendasarinya juga merupakan aspek yang penting
dalam kebijakan-kebijakan perburuhan pada masa Orde Baru.
Agenda utama rezim Orde Baru yang didominasi oleh militer adalah
mencegah kebangkitan kembali gerakan berbasis massa yang cenderung radikal,
seperti gerakan buruh yang terlihat selama Orde Lama. Jadi, motif utama Orde
Baru sejak awal adalah kontrol terhadap semua jenis organisasi yang berbasis
masa, entah partai politik maupun serikat buruh yang dianggap penyebab
kerapuhan dan kehancuran Orde Lama. Kondisi perburuhan di Indonesia selama
Orde Baru dapat dijelaskan dalam terang model akomodasi diatas.
Kontrol negara terhadap serikat buruh berlangsung terus menerus dengan
dukungan militer. Kontrol itu mengalami penguatan signifikan sejak dekade 1980
bersamaan dengan berakhirnya era boom minyak dan pemerintah harus
mengarahkan industri ke orientasi ekspor. Peraturan tentang ketenagakerjaan yang
menjadi kontroversi pada masa ini adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997
yang kental dengan militerisme. Dalam pelaksanaan Undang undang dalam
periode ini pemerintah bertujuan untuk menekan serikat buruh yang menjadi
wadah aspirasi buruh , begitu juga dalam hal pengupahan. Sehingga ada korelasi
ketika serikat buruh diredam dengan upah yang diterima oleh buruh. Maka tidak
jarang kebijakan pengupahan merugikan buruh atau pekerja.
Sementara dalam kebijakan pengupahannya, orde baru memperkenalkan
skema Kebijakan upah minimum di Indonesia pertama kali pada awal tahun 1970an.
Meskipun sudah memiliki sejarah yang cukup panjang, implementasi dari kebijakan
39
Universitas Sumatera Utara
upah minimum ini tidak begitu tegas pada awal-awal pelaksanaan dan dampaknya
tidak terlalu besar terhadap pasar tenaga kerja36. Dalam penelitiannya Sugiyarto dan
Endriga37 mengatakan dalam periode orde baru tersebut upah minimum ditetapkan
jauh berada dibawah tingkat keseimbangan upah menunjukkan bahwa upah
minimum tidak mengikat bagi sebagian besar pekerja. Lebih lanjut, Sugiyarto dan
Endriga menegaskan bahwa upah minimum di Indonesia relatif tidak dipaksakan
dan digunakan hanya sebagai tujuan yang bersifat simbolis.
Sistem upah minimum kemudian berkembang dan diterapkan oleh rezim
Soeharto tahun 1981 melalui UU No. 08 Tahun 1981 tentang perlindungan upah
buruh. Melalui undang-undang tersebut pengupahan buruh diubah menjadi hanya
dalam bentuk uang yang jumlahnya didasarkan dari kebutuhan hidup buruh secara
lajang. Kondisi kebutuhan hidup buruh menjadi dasar Upah Minimum Regional
(UMR) Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten (UMK).
Sejak penerapan sistem pengupahan buruh dalam bentuk upah minimum, maka
kehidupan kaum buruh secara bertahap semakin terperosok ke dalam jurang
kemiskinan dan kemelaratan sebab kenaikan upah buruh hanya berdasarkan
kebutuhan hidup buruh tanpa memperhatikan kenaikan harga barang yang
menjadi kebutuhan hidup buruh. Selain itu, upah minimum merupakan praktek
politik upah murah yang sengaja dipertahankan oleh para pengusaha besar dan
pemerintahan Indonesia yang tunduk kepada kepentingan mereka untuk meraup
keuntungan berlipatganda. Upah minimum buruh menjadi harga minimum
pemakaian tenaga kerja di Indonesia oleh para pengusaha ditengah angka
pengangguran yang begitu besar karena tidak mampu terserap oleh industri yang
jumlahnya terbatas di Indonesia.
36
Martin Rama. 1996. The Cosequences Of Doubling The Minimum Wage. The Case Of Indonesia. World
bank policy research working paper No. 1643. World Bank. Washington D. C. Hal 864
37
Sugiyarto, G. and B. A. Endriga. 2008. Do Minimum Wages Reduce Employment and Training? . Asian
Development Bank Economics and Research Department Working Paper Series No. 113.
40
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan upah minimum mulai digunakan sebagai instrument yang penting
bagi kebijakan pasar tenaga kerja oleh pemerintah Indonesia pada akhir tahun
1980an. Hal ini berawal dari adanya
tekanan
internasional sehubungan
dengan pelanggaran terhadap standart kerja Internasional di Indonesia pada saat
itu, secara khusus pada sektor-sektor usaha yang berorientasi ekspor. Secara lebih
spesifik, sebuah perusahaan multinasional terkenal milik Amerika Serikat yang
beroperasi di Indonesia pada waktu itu diprotes oleh sebuah organisasi persatuan
perdagangan Amerika Serikat (AFL-CIO) dan juga oleh beberapa aktivis hak
asasi manusia internasional akibat penetapan upah yang rendah dan kondisi kerja
yang buruk. Dalam kasus ini, tekanan internasional telah memaksakan untuk
terciptanya sebuah klausa sosial yang disebut juga dengan General Scheme
Preferences (GSP) yang mana berisi penolakan atas produk dari negara yang
sedang berkembang, termasuk Indonesia, dimana standar kerjanya masih berada di
bawah standar yang diakui secara internasional38.
Dalam prakteknya, kondisi ini memaksa pemerintah Indonesia untuk mau
tidak mau menjadi lebih perhatian terhadap kebijakan ketenagakerjaan mereka,
termasuk didalamnya kebijakan upah minimum. Hal ini dilakukan dengan cara
menaikkan upah minimum tiga kali lipat secara nominal (atau dua kali lipat
secara riil) pada akhir tahun 1980an agar sejalan dengan biaya Kebutuhan Fisik
Minimum (KFM). KFM sendiri diukur oleh biaya dari paket konsumsi minimum,
termasuk didalamnya makanan, perumahan, pakaian, dan beberapa jenis barang
yang lain untuk pekerja lajang dalam satu bulan.
Adapun Kebutuhan Fisik Minimum seorang pekerja dihitung dari kebutuhan
minimum pekerja untuk kalori, protein, vitamin dan mineral lainnya. Dengan kata
lain KFM adalah kebutuhan minimum pekerja yang dibutuhkan selama satu bulan
38
Gall, G. 1998. The Development of the Indonesian Labour Movement. International Journal of Human
Resources Management, 9(2).
41
Universitas Sumatera Utara
berkaitan dengan kondisi fisiknya dalam melakukan pekerjaan. Secara rinci
kebutuhan fisik minimum pekerja adalah sebagai berikut:
1. KFM untuk Pekerja Lajang, yaitu 2600 kalori per hari.
2. KFM (K-0) untuk Pekerja dengan istri tanpa anak, yaitu 4800 kalori per
hari.
3. KFM (K-1) untuk Pekerja dengan istri dan satu orang anak yaitu 6700
kalori per hari.
4. KFM (K-2) untuk Pekerja dengan istri dan dua orang anak yaitu 8100
kalori per hari.
5. KFM (K-3) untuk Pekerja dengan istri dan tiga orang anak yaitu 10.000
kalori per hari.
Tabel 2.1
Upah Minimum di Berbagai Sektor, 1987-1999 (dalam rupiah)39
Sektor
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1994
1995
1999*
1. Pertanian
46.362
50.266
67.538
100.500
134.470
149.699
240.439
240.439
290.103
2. Pertambangan
145.973
146.081
185.187
218.241
321.750
368.807
487.299
487.299
536.117
3. Industri
98.627
115.701
130.263
171.957
186.086
187.800
206.907
206.907
325.083
4. Listrik
80.608
80.608
94.998
105.751
130.990
150.782
295.514
326.146
398.734
5. Bangunan
96.356
96.236
119.892
221.240
176.338
247.336
172.865
172.865
240.046
6. Perdagangan
159.142
209.313
212.896
227.611
250.343
305.080
326.146
326.146
403.913
7. Perhubungan
115.509
115.509
117.678
133.671
168.800
223.145
466.757
466.757
503.100
8. Jasa
71.597
102.146
112.000
157.585
223.252
234.686
234.683
234.683
289.357
39
Sumber: Prijono. 2003. Kebijakan Upah : Tantangan Di Tengah Suasana Krisis Ekonomi. Jurnal populasi
XIV (1). Bapennas. Hal 10
42
Universitas Sumatera Utara
Dalam kebutuhan pekerja, terdapat dua komponen yang menentukan
tingkat upah minimum, yaitu kebutuhan fisik minimum (KFM) dan kebutuhan
hidup minimum (KHM). Berbagai bahan yang ada dalam komponen KFM dan
KHM kemudian dinilai dengan harga yang berlaku sehingga menghasilkan tingkat
upah. Karena harga sangat bervariasi antardaerah, serta adanya situasi-situasi
lokal yang tidak mungkin berlaku secara nasional, maka tingkat upah minimum
tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah atau lebih sering
dikenal dengan upah minimum regional (UMR). Sesuai dengan istilahnya,
penentuan upah minimum didasarkan pada kebutuhan fisik minimum (KFM)
kurang memperhatikan kebutuhan non fisik. Sedangkan penentuan tingkat upah
dengan berpedoman kepada kebutuhan hidup minimum (KHM) memberikan
perhatian yang besar kepada pemenuhan kebutuhan non fisik di samping
kebutuhan fisik. Karena itu, sangat wajar apabila penentuan upah didasarkan pada
kebutuhan hidup minimum (KHM).
Dalam perkembangannya pengukuran KFM sendiri kemudian direvisi
pada 1996 oleh Dewan Pengupahan Nasional dengan membuat sebuah paket
konsumsi yang lebih luas baik secara kualitas maupun kuantitas dan dikenal
dengan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) dalam rangka untuk meningkatkan
standar hidup pekerja. Beberapa komponen juga ditambahkan seperti komponen
pendidikan dan rekreasi. Berdasarkan kebijakan Menteri Tenaga Kerja No
61/1995, KHM diukur oleh paket konsumsi yang detail yang terdiri dari 43 jenis
barang, dimana termasuk didalamnya 11 jenis barang dalam kelompok makanan,
19 jenis dalam kelompok perumahan, 8 jenis dalam kelompok pakaian, 5 jenis
termasuk dalam kelompok yang lain, yang mana meningkat15% sampai 20% lebih
dari KFM dalam rupiah. Perubahan komponen menjadi KHM diselaraskan dengan
munculnya ketentuan upah minimum Permenaker Nomor 03 Tahun 1997 tentang
upah minimum regional yang hanya berlaku selama 2 tahun.
43
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 : Persentase Terpenuhinya KHM dalam UMR Tahun 1996 dan
199740
1996
No.
Daerah
1997
UMR/
UMR
KHM
(Rp)
I
UMR
KHM
KHM
(%)
(Rp)
UMR/
KHM
(%)
UMR > 100% KHM Tahun 1996
D.I. Aceh
1.
111
115500
102950
112
128000
115293
2.
Sumatera Selatan
138000
122060
113
151000
132557
114
3.
Sumatera Barat
108000
104003
104
119000
114372
104
4.
Kalimantan Selatan
114000
108750
105
125000
118338
105
II
UMR > 90-100% KHM Tahun
1996
5.
Riau
- Luar Batam
138000
149422
92
151000
156893
97
- Pulau Batam
200500
223506
99
235000
238950
98
6.
Jambi
108000
102593
90
119500
130180
92
7.
Sumatera Selatan
- Daratan
115500
125696
92
127500
135626
94
- Pulau Bangka Belitung
-
-
-
135500
140625
96
8.
Lampung
114000
125493
91
126000
132395
95
9.
DKI Jakarta
156000
160508
97
172500
173349
100
10.
Jawa Barat
- Wilayah I
156000
155073
101
172500
170348
101
- Wilayah II
142500
148997
96
157500
162258
97
- Wilayah III
132000
136603
97
145500
147941
98
40
Ibid, hal 11
44
Universitas Sumatera Utara
- Wilayah IV
129000
133360
94
139000
142695
97
- Wilayah I
120000
118517
101
132500
130345
102
- Wilayah II
117000
117495
100
127500
128410
99
- Wilayah III
111000
116859
95
121000
125623
96
- Wilayah IV
108000
114238
95
116500
120235
97
- Wilayah V
105000
111023
95
-
-
-
12.
Jawa Tengah
102000
112178
91
113000
123115
92
13.
Bali
127500
128645
99
141500
141381
100
14.
Sulawesi Tenggara
109500
122040
90
121000
130644
93
15.
Bengkulu
115500
123141
94
127500
132377
96
16.
Kalimantan Timur
138000
150664
92
153000
162717
94
17.
Nusa Tenggara Barat
97500
101546
96
108000
108654
99
III
UMR > 90% KHM Tahun 1996
18.
D.I. Yogyakarta
96000
110959
87
106000
119281
89
19.
Kalimantan Barat
114000
129828
88
126500
137618
92
20.
Kalimantan Tengah
124500
160437
78
138000
162202
85
21.
Maluku
123000
160437
85
136000
154259
88
22.
Nusa Tenggara Timur
96000
145527
72
106500
134741
79
23.
Sulawesi Utara
108000
132750
88
118000
126456
93
24.
Sulawesi Selatan
102000
127750
80
112500
129291
87
25.
Sulawesi Tengah
96000
115569
83
106500
123659
86
26.
Irian Jaya
154500
179551
86
170000
193789
88
27.
Timor-Timur
126000
166564
76
138000
171561
80
11.
Jawa Timur
45
Universitas Sumatera Utara
2.1.3
Masa Reformasi Dan Paska Reformasi
Setelah jatuhnya orde baru, Indonesia memulai masa perubahan dengan
lahirnya era reformasi. Di era reformasi terdapat perubahan yang signifikan baik
dari segi ekonomi, politik, dan sosial. Begitu juga halnya dengan kebijakan
perburuhan. Setahap demi setahap ruang yang diberikan kepada buruh untuk
mendapatkan haknya baik itu upah, jam kerja, tunjangan kerja, keselamatan kerja
dsb mulai diperbaharui meskipun pada esensinya tidak mengalami perubahan
yang signifikan. Kebijakan pengupahan yang muncul pada periode ini yaitu
Permenaker Nomor 01 Tahun 1999 tentang upah minimum menggantikan
permenaker no. 03 Tahun 1997 tentang Upah Minimum Regional yang berlaku
hanya 2 tahun.
Dalam Peraturan ini, Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang
terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap41. Upah minimum terdiri dari
UMR Tingkat 1, UMR Tingkat II, UMSR Tingkat I dan UMSR tingkat II42.
UMR Tingkat 1 dan UMR Tingkat II ditetapkan dengan mempertimbangkan43 :
a. Kebutuhan
b. Indeks harga konsumen(IHK);
c. Kemampuan,perkembangan dan kelangsungan perusahaan;
d. Upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antar daerah ;
e. Kondisi pasar kerja;
f. Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita.
Sedangkan UMSR Tingkat 1 dan UMSR Tingkat II ditetapkan
berdasarkan faktor pertimbangan diatas tadi ditambah pertimbangan kemampuan
perusahaan secara sektoral44. Penetapan besaran upah minimum dilakukan oleh
41
Pasal 1 ayat 1 Permenakertrans No.1 tahun 1999 Tentang Upah minimum
Pasal 3 Permenakertrans No.1 tahun 1999 Tentang Upah minimum
43
Pasal 6 ayat 1 Permenakertrans No.1 tahun 1999 Tentang Upah minimum
44
Pasal 6 ayat 2 Permenakertrans No.1 tahun 1999 Tentang Upah minimum
42
46
Universitas Sumatera Utara
menteri tenaga kerja45 dan diadakan peninjauan besaran upah minimum selambatlambatnya 2 (dua) tahun sekali. Upah minimum ini hanya berlaku bagi pekerja
yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun46. Peraturan menteri ini
kemudian diperbaiki melalui Kepmenakertrans No : Kep-226/Men/2000 Tentang
Perubahan Pasal-Pasal Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999
Tentang Upah Minimum. Dalam keputusan ini, terjadi perubahan beberapa istilah
yaitu;
1. Upah Minimum Regional tingkat 1 (UMR Tk.1) diubah menjadi Upah
Minimum Propinsi (UMP).
2. Upah Minimum Regional Tingkat II (UMRTk.II) diubah menjadi "Upah
Minimum Kabupaten/Kota.
3. Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat 1(UMSR Tk.I) diubah menjadi
Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMS Propinsi).
4. Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat II (UMSR Tk.II)diubah
menjadi
Upah
Minimum
Sektoral
Kabupaten/kota
(UMS
Kabupaten/Kota).
Secara umum tingkat upah minimum di Indonesia ditetapkan pada level
propinsi. Sebelum otonomi daerah pemerintah pusat (dalam hal ini Kementrian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi) menetapkan tingkat upah minimum setiap
propinsi didasarkan pada rekomendasi dari pemerintah daerah (propinsi),
sedangkan setelah otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki kebebasan dalam
menentukan tingkat upah minimumnya. Sebelum otonomi daerah, propinsi secara
umum hanya memiliki satu tingkat upah minimum dan berlaku untuk seluruh
wilayah kota/kabupaten, sedangkan setelah otonomi daerah, setiap kota/kabupaten
diberi kebebasan untuk menentukan tingkat upah minimumnya sepanjang tidak
berada di bawah tingkat upah minimum propinsi.
45
46
Pasal 4 ayat 1 Permenakertrans No.1 tahun 1999 Tentang Upah minimum
Pasal 13 ayat 2 Permenakertrans No.1 tahun 1999 Tentang Upah minimum
47
Universitas Sumatera Utara
Sebagai bagian dari perubahan regim politik dari sentralisasi menjadi
desentralisasi, kewenangan penetapan tingkat upah minimum juga dipindahkan
kepada tingkat propinsi dan kota/kabupaten yang mana bekerja sama dengan
komisi upah pada tingkat daerah. Setiap komisi upah terdiri dari perwakilan dari
dinas ketenagakerjaan, pengusaha, perwakilan serikat pekerja dan beberapa
penasehat ahli dari perguruan tinggi. Adapun tujuan utama dari kebijakan
desentralisasi ini adalah untuk meningkatkan efektivitas ekonomi, efisiensi, dan
persamaan akses terhadap pelayanan publik. SMERU47 juga berpendapat bahwa
desentralisasi kewenangan ke level pemertintahan yang lebih rendah dalam
penetapan UMR juga bertujuan untuk membagi resiko dalam bernegosiasi dengan
serikat pekerja di setiap daerah, seperti misalnya demonstrasi besar ketika upah
minimum naik atau berubah. Lebih lanjut, pemerintah daerah juga dianggap lebih
mengerti tentang masalah dan kondisi ketenagakerjaan daerahnya dibandingkan
pemerintah pusat sehingga desentralisasi adalah mutlak untuk harus dilakukan.
Berdasarkan peraturan pemerintah, pemerintah daerah pada tingkat
propinsi menetapkan upah minimum untuk setiap wilayah daerahnya, sedangkan
kota/kabupaten memiliki pilihan untuk mengikuti atau menetapkan upah minimum
diatas tingkat upah minimum propinsi tetapi tidak berada di bawah upah minimum
propinsi (UMP). Namun pelaksanaannya cukup bervariasi antar propinsi.
Beberapa propinsi seperti DKI Jakarta, Sumatera utara dan banyak propinsi di
luar Jawa tetap menggunakan UMP untuk upah minimum daerahnya. Disisi yang
lain beberapa propinsi seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali
memilih untuk memiliki upah minimum pada tingkat kota/kabupaten.
Berdasarkan peraturan pemerintah, dalam menentukan tingkat upah
minimum beberapa komponen pertimbangannya adalah :
47
1.
Biaya Kebutuhan Hidup Minimum (KHM)
2.
Indeks harga konsumen (IHK)
SMERU . 2003. Penerapan Upah Minimum di Jabotabek dan Bandung . Technical Report
48
Universitas Sumatera Utara
3.
Kemampuan, pertumbuhan dan keberlangsungan dari perusahaan
4.
Tingkat upah minimum antar daerah
5.
Kondisi pasar kerja
6.
Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita
Kemudian dalam penetapan upah minimum, pada tahun 2003 diterbitkan
UU No.13 tahun 2003 yang dianggap pemerintah akan mampu memberikan
perlindungan upah bagi buruh, dan disisi lain mampu memberikan ruang bagi
pengusaha agar tetap mampu memberikan upah sesuai dengan kemampuan
perusahaan. Dalam UU ini dikatakan bahwa tujuan dari kebijakan pengupahan
adalah untuk pencapaian kebutuhan hidup layak seorang buruh/pekerja. Sebagai
pelaksanaan Pasal 89 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan maka Penetapan
Komponen kebutuhan hidup minimum
(KHM) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.81
Tahun 1995 tanggal 29 Mei 1995 yang kemudian diubah dan disesuaikan melalui
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian
Kebutuhan Hidup Layak. Dalam peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Republik Indonesia No.17 Tahun 2005 yang dimaksud dengan
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi
oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik,
non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan .
Kemudian diatur tentang pedoman survey harga penetapan nilai
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Menteri
Tenagakerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.17 Tahun 2005 pasal 3 ayat
(5) yaitu melalui tahapan sebagai berikut :
Pembentukan tim oleh Ketua Dewan atau Bupati/Walikota
1. Tim terdiri dari unsur tripartit yang diketuai oleh wakil dari Badan Pusat
Statistik (BPS).
49
Universitas Sumatera Utara
2. Daerah yang telah membentuk Dewan Pengupahan, anggota tim berasal
dari anggota Dewan Pengupahan.
3. Daerah yang belum membentuk Dewan Pengupahan, Bupati/Walikota
membentuk tim yang berunsur Tripartit dengan memperhatikan system
keterwakilan.
4. Jumlah tim ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dengan keanggotaan
masing-masing tim 4 orang yang terdiri dari Pemerintah, Organisasi
Pengusaha, Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan komposisi 2 : 1 : 1.
Tim menetapkan metode survei
1. Kuisioner : Kuisioner memuat hal-hal yang perlu ditanyakan kepada
responden untuk memperoleh informasi harga barang/jasa sesuai dengan
jenis-jenis kebutuhan dalam komponen KHL.
2. Pemilihan Tempat Survey : Survei harga dilakukan di pasar tradisional
yang menjual barang secara eceran bukan pasar induk atau pasar swalayan
dan sejenisnya.Untuk jenis kebutuhan tertentu, survei harga dapat
dilakukan di tempat lain yang sesuai dengan jenis kebutuhan tersebut.
Beberapa kriteria pasartempat survei harga antara lain: Bangunan fisik
pasar relatif besar – Terletak di daerah kota, komoditas yang dijual
beragam, banyak pembeli,waktu keramaian berbelanja relatif panjang.
3. Survei kebutuhan yang bukan termasuk pangan dan sandang tidak
dilakukan di pasar tradisional sebagai berikut :
-
Listrik : yang disurvei adalah rekening listrik tempat tinggal pekerja
berupa satu kamar sederhana yang memakai daya listrik sebesar 450 watt
-
Air : survei dilakukan di PAM, tarif rumah tangga yang mengkonsumsi air
bersih sebanyak 2.000 liter per bulan.
-
Transport: tarif angkutan kota di daerah yang bersangkutan untuk satu kali
jalan.
-
Harga tiket rekreasi disurvei di tempat rekreasi.
-
Pangkas rambut: di tukang cukur untuk pria dan salon untuk wanita.
50
Universitas Sumatera Utara
-
Sewa kamar: untuk mengetahui harga sewa kamar, diambil tiga sampel
harga sewa kamar dengan lokasi yang berbeda dimana umumnya pekerja
tinggal.
Waktu Survei
1. Survei dilakukan pada minggu pertama setiap bulan.
2. Waktu survei ditetapkan sedemikian rupa sehingga tidak terpengaruh oleh
fluktuasi harga akibat perubahan kondisi pasar, misalnya antara lain saat
menjelang bulan puasa dan hari raya keagamaan.
Responden
1. Responden yang dipilih adalah:
2. Pedagang yang menjual barang-barang kebutuhan secara eceran.Untuk
jenis-jenis barang tertentu, dimungkinkan memilih responden yang tidak
berlokasi di pasar tradisional seperti meja/kursi, tempat tidur, kasur dan
lain-lain.
3. Penyedia jasa seperti tukang cukur/salon, listrik, air dan angkutan umum.
4. Pemilihan responden perlu memperhatikan kondisi sebagai berikut:
Apakah yang bersangkutan berdagang pada tempat yang tetap/permanen/
tidak berpindah-pindah, apakah yang bersangkutan menjual barang-barang
eceran, apakah yang bersangkutan mudah diwawancarai, jujur dan
responden harus tetap/tidak berganti-ganti.
Metode Survei Harga
Data harga barang dan jasa diperoleh dengan cara menanyakan harga barang
seolah-olah petugas survei akan membeli barang, sehingga dapat diperoleh
harga yang sebenarnya (harus dilakukan tawar menawar). Survei dilakukan
terhadap tiga orang responden tetap yang telah ditentukan sebelumnya.
Pelaporan
Dewan Pengupahan Kabupaten/ Kota atau Bupati/ Walikota menyampaikan
laporan hasil survei berupa form isian KHL kepada Dewan Pengupahan
Propinsi
setiap
bulan.
Dewan
Pengupahan
Propinsi
menyampaikan
51
Universitas Sumatera Utara
rekapitulasi nilai KHL seluruh Kabupaten/Kota di Propinsi yang bersangkutan
kepada Dewan Pengupahan Nasional secara periodik setiap bulan.
Kemudian dalam pasal 2 ayat (2) dilampirkan standar KHL yang terdiri dari :
Makanan & Minuman (11 item)
Sandang (9 item)
Perumahan (19 item)
Pendidikan (1 item)
Kesehatan (3 item)
Transportasi (1 item)
Rekreasi dan Tabungan (2 item)
Tabel 2.3 : Komponen Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
Berdasarkan Permenaker No.17 Tahun 200548
No
Komponen
I
MAKANAN DAN MINUMAN
1. Beras Sedang
Kualitas/Kriteria
Jumlah
Kebutuhan
Sedang
10 kg
Sedang
0.75 kg
2. Sumber Protein :
a. Daging
48
Permenakertrans No.17 Tahun 2005 Tentang Komponen hidup layak
52
Universitas Sumatera Utara
b. Ikan Segar
Baik
1.2 kg
c. Telur Ayam
Telur ayam ras
1 kg
3. Kacang-kacangan : tempe/tahu
Baik
4.5 kg
4. Susu bubuk
Sedang
0.9 kg
5. Gula pasir
Sedang
3 kg
6. Minyak goreng
Curah
2 kg
7. Sayuran
Baik
7.2 kg
8. Buah-buahan (setara
pisang/pepaya)
Baik
7.5 kg
9. Karbohidrat lain (setara tepung
terigu)
Sedang
3 kg
10. Teh atau Kopi
Celup/Sachet
4 Dus isi 25 = 75
gr
11. Bumbu-bumbuan
Nilai 1 s/d 10
15%
JUMLAH
II
SANDANG
53
Universitas Sumatera Utara
12. Celana panjang/ Rok
Katun/sedang
6/12 potong
13. Kemeja lengan pendek/blouse
Setara katun
6/12 potong
14. Kaos oblong/ BH
Sedang
6/12 potong
15. Celana dalam
Sedang
6/12 potong
16. Sarung/kain panjang
Sedang
1/12 helai
17. Sepatu
Kulit sintetis
2/12 pasang
18. Sandal jepit
Karet
2/12 pasang
19. Handuk mandi
100cm x 60 cm
2/12 potong
20. Perlengkapan ibadah
Sajadah, mukena
1/12 paket
21. Sewa kamar
Sederhana
1 bulan
22.Dipan/ tempat tidur
No.3 polos
1/48 buah
23. Kasur dan Bantal
Busa
1/48 buah
JUMLAH
III
PERUMAHAN
54
Universitas Sumatera Utara
24. Sprei dan sarung bantal
Katun
2/12 set
25. Meja dan kursi
1 meja/4 kursi
1/48 set
26. Lemari pakaian
Kayu sedang
1/48 buah
27. Sapu
Ijuk sedang
2/12 buah
a. Piring makan
Polos
3/12 buah
b. Gelas minum
Polos
3/12 buah
c. Sendok garpu
Sedang
3/12 pasang
29. Ceret aluminium
Ukuran 25 cm
1/24 buah
30. Wajan aluminium
Ukuran 32 cm
1/24 buah
31. Panci aluminium
Ukuran 32 cm
2/12 buah
32. Sendok masak
Alumunium
1/12 buah
33. Kompor minyak tanah
16 sumbu
1/24 buah
34. Minyak tanah
Eceran
10 liter
28. Perlengkapan makan
55
Universitas Sumatera Utara
IV
35. Ember plastik
Isi 20 liter
2/12 buah
36. Listrik
450 watt
1 bulan
37. Bola lampu pijar/neon
25 watt/15 watt
6/12 (3/12) buah
38. Air Bersih
Standar PAM
2 meter kubik
39. Sabun cuci
Cream/deterjen
1.5 kg
Tabloid/4 band
4 buah/ (1/48)
a. Pasta gigi
80 gram
1 tube
b. Sabun mandi
80 gram
2 buah
c. Sikat gigi
Produk lokal
3/12 buah
d. Shampo
Produk lokal
1 botol 100 ml
PENDIDIKAN
40. Bacaan/radio
JUMLAH
V
KESEHATAN
41. Sarana Kesehatan
56
Universitas Sumatera Utara
e. Pembalut atau alat cukur
Isi 10
1 dus/set
42. Obat anti nyamuk
Bakar
3 dus
43. Potong rambut
Di tukang
cukur/salon
6/12 kali
Angkutan umum
30 hari (PP)
45. Rekreasi
Daerah sekitar
2/12 kali
46. Tabungan
(2% dari nilai 1 s/d
45)
JUMLAH
VI
TRANSPORTASI
44. Transportasi kerja dan lainnya
JUMLAH
VII
REKREASI DAN TABUNGAN
JUMLAH
Mekanisme proses penetapan Upah Minimum berdasarkan standar KHL
pada permenaker no.17 tahun 2005 adalah sebagai berikut :
57
Universitas Sumatera Utara
Ketua Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota membentuk tim
survei yang anggotanya terdiri dari unsur tripartit: perwakilan serikat pekerja,
pengusaha, pemerintah, dan pihak netral dari akademisi.
Berdasarkan Kepmen No. 17 tahun 2005 yang mengatur standar KHL, tim
survei Dewan Pengupahan melakukan survei harga untuk menentukan nilai
harga KHL yang nanti hasilnya akan diserahkan kepada kepala daerah
(Gubernur dan atau Bupati/Walikota) masing-masing.
Survei dilakukan setiap satu bulan sekali dari bulan Januari s/d September ,
sedang untuk bulan Oktober s/d Desember dilakukan prediksi dengan
membuat metode least square. Hasil survei tiap bulan tersebut kemudian
diambil rata-ratanya untuk mendapat nilai KHL.
Nilai KHL ini akan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam
penetapan upah minimum yang berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa
kerja kurang dari 1 (satu) tahun. Upah bagi pekerja dengan masa kerja 1
(satu) tahun atau lebih dirundingkan secara bipartit antara pekerja atau serikat
pekerja dengan pengusaha di perusahaan bersangkutan.
Berdasarkan
nilai
harga
survei
itu,
Dewan
Pengupahan
juga
mempertimbangkan faktor lain seperti: produktivitas, pertumbuhan ekonomi,
usaha yang paling tidak mampu, kondisi pasar kerja dan saran/pertimbangan
dari Dewan Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota.
Gubernur nantinya akan menetapkan besaran nilai upah minimum. Penetapan
Upah Minimum ini dilakukan 60 hari sebelum tanggal berlakunya yaitu
setiap tanggal 1 Januari.
Akan tetapi dalam pelaksanaanya Permenaker no.17 tahun 2005 tidak
sepenuhnya melindungi buruh terhadap hak normatifnya dimana ketentuan
tentang penetapan upah hanya diperuntukan bagi seorang pekerja/buruh lajang,
artinya disini ada pembatasan untuk buruh yang berkeluarga untuk sejahterah,
58
Universitas Sumatera Utara
karena tidak sepenuhnya dicantumkan kebutuhan hidup layak bagi seorang
buruh/pekerja yang telah berkeluarga. Kemudian salah satu hal yang tidak pernah
berubah adalah standar barang dan jasanya serta kualitasnya sehingga permen 17
thn 2005 sangat jelas mengatakan bahwa buruh Indonesia, tidak boleh
berkeluarga, buruh Indonesia tidak boleh tinggal ditempat yang lebih baik dan
buruh di Indonesia juga tidak boleh memiliki rumah dan lain sebagainya semua
barang dan jasa yang menjadi dasar perhitungan adalah barang dan jasa kelas 3
atau kualitas sedang bawah.
Selain itu dari Survei yang dilakukan salah satu serikat buruh yaitu
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) terdapat beberapa komponen dalam
KHL secara kwalitas justru mengalami penurunan seperti terlihat pada bagan di
bawah ini :
Tabel 2.4 : Perbandingan NilaI Kwalitas dan Kwantitas KHM dengan KHL49
NO
KEPERLUAN
1.
Beras
2.
MUTU
KONSUMSI
MUTU
KONSUMSI
JENIS
SEBULAN
JENISI
SEBULAN
KHM
KHM
KHL
KHL
Kw sedang
12 Kg
Kw sedang
10 Kg
Sumberkarbohidrat Kw sedang
6 Kg
Kw sedang
3 Kg
3.
The
Kw sedang
0,3 Kg
Teh celup
25 Buah
4.
Kopi
Kw sedang
0,5 Kg
4 Bungkus
300 Gram
@75 Gram
5.
Sewa Runah
Type 21
6.
Tempat Tidur
7.
8.
1/12
Kamar
1 Bulan
Nomor 3polos 1/36
Sederhana
1/48
Kasur danBantal
Kain strip
1/24
Busa
1/48
Meja danKursi
KwSedang
1/36
KwSedang
1/48
49
Laporan Survei DPP GSBI tentang kualitas KHL dalam Permenaker No.17 tahun 2005
“http://www.infogsbi.org/2011/12/beberapa-masalah-dalam-permenaker-17.html”
59
Universitas Sumatera Utara
9.
Gelas Minum
KwSedang
10.
Bohlam
Philips
4/12
KwSedang
3/12
30 6/12
25 Watt/15
6/12
Watt / 25
Istilah KHL terlihat secara jelas sisi manipulatifnya. Sebab, upah
minimum sifatnya adalah jaring pengaman yang seharusnya merupakan bentuk
perlindungan dasar kepada buruh, yang upahnya sangat rentan berhadapan dengan
pasar tenaga kerja serta kenaikan rata-rata harga barang dan jasa. Maka,
pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang meliputi kebutuhan fisik, non-fisik,
maupun sosial, haruslah dijamin oleh pemerintah sebagai standar kualitas hidup
buruh. Jadi meskipun sudah berdasarkan KHL dalam penetapan upah, namun
secara kualitas tidak mengalami perubahan, dan hal itu sama sekali tidak
membawa perubahan terhadap peningkatan atau perbaikan kesejahteraan kaum
buruh. Ini karena perubahan tersebut tidak menyentuh substansi, tetapi hanya
bersifat formal. Hanya sekedar berubah nama saja. Upah buruh tetaplah
murah. Itu semua terjadi karena rezim yang berkuasa dari dulu hingga sekarang
adalah skema politik upah murah. Perubahan kebijakan di tataran regulasi hanya
untuk memperhalus praktek politik upah murah di Indonesia.
Kemudian dalam survei harga yang dilakukan oleh tim yang terdiri dari
unsur tripartit (buruh, pengusaha dan pemerintah) di Dewan Pengupahan, tidak
berdasar pada situasi objektif, Sebab, pemilihan atas Waktu dan Tempat survei,
nyatanya memiliki persoalan tersendiri pula. Survei yang menjadi dasar penetapan
nilai KHL, dilakukan pada saat situasi harga dan pasokan masih stabil, yaitu di
sekitar pertengahan tahun. Tetapi, lonjakan kenaikan harga secara umum malahan
terjadi di penghujung tahun (khususnya di 3 bulan terakhir penghujung tahun).
Hal itulah yang menjadi selubung dari dasar alasan mengapa Upah Minimum
Provinsi selambat-lambatnya harus ditetapkan 60 hari sebelum tanggal berlakunya
upah minimum (yaitu setiap tanggal 1 Januari) dan upah minimum
60
Universitas Sumatera Utara
Kota/Kabupaten adalah 40 hari sebelumnya. Penentuan waktu survei itu, secara
gamblang menggambarkan bahwa berapapun kenaikan upah minimum buruh
tentunya akan terlibas dengan laju kenaikan harga-harga kebutuhan pokok tahun
berikutnya.
Begitu juga dengan tempat survei yang dipilih di pasar-pasar induk atau
tradisional, yang tentu saja harganya akan jauh lebih rendah dari harga di tingkat
retail, dimana rantai perdagangannya masih pendek. Padahal kenyataannya buruh
selama ini berbelanja barang di toko-toko kelontong serta di warung-warung yang
berada di sekitar perkampungannya! Dimana harganya sudah jauh melambung
disebabkan panjangnya rantai perdagangan. Artinya, dengan dasar komponen
barang survei yang terbatas dan itupun kuantitas serta kualitasnya rendah,
penentuan waktu serta tempat survei semakin menenggelamkan hasil dari nilai
KHL yang akan dicapai.
Tabel 2.5
Upah Minimum Provinsi Tahun 2005-2011 Berdasarkan Permenaker
No.17 tahun 200550
Propinsi
2005
(Rp)
2006
(Rp)
2007
(Rp)
2008
(Rp)
2009
(Rp)
2010
(Rp)
2011
(Rp)
Aceh
620,0
820,0
850,0
1.000,0
1.200,0
1.300,0
1.350,0
Sumatera Utara
600,0
737,8
761,0
822,2
905,0
965,0
1.035,5
Sumatera Barat
540,0
650,0
750,0
800,0
880,0
950,0
1.055,0
Riau
551,5
637,0
710,0
800,0
901,6
1.016,0
1.120,0
Jambi
485,0
563,0
658,0
724,0
800,0
900,0
1.028,0
Sumatera Selatan
503,7
604,0
753,0
743,0
824,7
927,8
1.048,4
Bengkulu
430,0
516,0
644,8
683,5
728,0
780,0
815,0
Lampung
405,0
505,0
555,0
617,0
691,0
767,5
855,0
Bangka Belitung
560,0
640,0
830,0
813,0
850,0
910,0
1.024,0
“Perkembangan Upah Minimum Regional/Propinsi di Seluruh Indonesia 1997-2014 (Dalam Ribuan
Rupiah)” diakses dari https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1427 pada tanggal 5 Oktober 2016 pada
pukul 3:51 Wib
50
61
Universitas Sumatera Utara
Kepri
557,0
760,0
805,0
833,0
892,0
925,0
975,0
DKI Jakarta
711,8
819,1
816,1
972,6
1.069,9
1.118,0
1.290,0
Jawa Barat
408,3
447,7
447,7
568,2
628,2
671,5
732,0
Jawa Tengah
390,0
450,0
500,0
547,0
575,0
660,0
675,0
DI Yogyakarta
400,0
460,0
460,0
586,0
700,0
745,7
808,0
Jawa Timur
340,0
390,0
448,5
500,0
570,0
630,0
705,0
Banten
585,0
661,6
661,6
837,0
917,5
955,3
1.000,0
Bali
447,5
510,0
622,0
682,7
760,0
829,3
890,0
NTB
475,0
550,0
550,0
730,0
832,5
890,8
950,0
NTT
450,0
550,0
600,0
650,0
725,0
800,0
850,0
Kalimantan Barat
445,2
512,0
560,0
645,0
705,0
741,0
802,5
Kalimantan Tengah
523,7
634,3
666,0
765,9
873,1
986,5
1.134,6
Kalimantan Selatan
536,3
629,0
745,0
825,0
930,0
1.024,5
1.126,0
Kalimantan Timur
600,0
684,0
766,5
815,0
955,0
1.002,0
1.084,0
Sulawesi Utara
600,0
713,5
750,0
845,0
929,5
990,0
1.050,0
Sulawesi Tengah
490,0
575,0
615,0
670,0
720,0
777,5
827,5
Sulawesi Selatan
510,0
612,0
673,2
740,5
905,0
1.000,0
1.100,0
Sulawesi Tenggara
498,6
573,4
640,0
700,0
770,0
860,0
930,0
Gorontalo
435,0
527,0
560,0
600,0
675,0
710,0
762,5
Sulawesi Barat
n.a
612,0
691,5
760,5
909,4
944,2
1.006,0
Maluku
500,0
575,0
635,0
700,0
775,0
840,0
900,0
Maluku Utara
440,0
528,0
660,0
700,0
770,0
847,0
889,4
Papua Barat
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
1.210,0
1.410,0
1.216,0
1.316,5
1.403,0
830,7
908,8
988,8
Papua
700,0
822,5
987,0
1.105,5
RATA-RATA
507,7
602,2
667,9
743,2
INDONESIA
.*n.a = belum menggunakan standart upah minimum
Pada hakikatnya, survei harga barang dan jasa sebagai dasar penetapan
nilai KHL telah mewakili akan inflasi itu sendiri. Tetapi, dengan dasar konsepsi
62
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan hidup buruh yang sangat bermasalah (yang katanya “layak” itu),
dimana komponen barang yang di survei sangat terbatas ditambah dengan
kuantitas serta kualitas barang yang rendah, ditambah lagi dengan penentuan
waktu serta tempat survei yang juga bermasalah, tentu saja nilai KHL yang
dihasilkan tidak akan dapat mewakili inflasi yang ada. Itupun, nilai KHL yang
dihasilkan ternyata merupakan salah satu bahan pertimbangan! Sangat bertubitubi dan sistematis upaya untuk menjaga upah minimum buruh agar tetap rendah.
Karena, jangankan upah minimum yang tidak sesuai KHL, yang sesuai KHL
sekalipun sudah rendah dan bermasalah.
Kemudian permenaker no.17 tahun 2005
direvisi untuk penyesuaian
karena dinilai sudah tidak lagi relevan dengan kondisi di lapangan maka di
susunlah permen no 13 tahun 2012 yang esensinya malah lebih buruk daripada
permen no 17 tahun 2005 bisa dilihat dalam permen no 13 tahun 2012 KHL di
artikan sebagai Kebutuhan hidup layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah
standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara
fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Dapat disimpulkan dari pengertian KHL di
tiap permen berbeda secara substansial permenaker no 13 tahun 2012 justru
memangkas kebutuhan buruh, karena tidak lagi ditanggung kebutuhan non
fisiknya dan kebutuhan sosialnya.
KHL sebagai dasar dalam penetapan upah minimum merupakan
peningkatan dari kebutuhan hidup minimum (KHM) yang besarnya diperoleh
melalui survei harga. Survei harga dilakukan oleh tim yang terdiri dari unsur
tripartit yang dibentuk oleh ketua dewan pengupahan propinsi dan/atau
kabupaten/kota. Dewan pengupahan propinsi atau kabupaten/kota adalah suatu
lembaga non struktural yang bersifat tripartit, dibentuk oleh Gubernur/Bupati/
Walikota dan bertugas
memberikan saran serta pertimbangan
kepada
Gubernur/Bupati/Walikota dalam penetapan upah minimum.
Secara
sistematis
mekanisme
proses
penetapan
Upah
Minimum
berdasarkan standar komponen hidup layak (KHL) adalah sebagai berikut :
63
Universitas Sumatera Utara
Ketua Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota membentuk
tim survey yang anggotanya terdiri dari unsur tripartit: perwakilan serikat
pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pihak netral dari akademisi.
Standar KHL ditetapkan dalam Kepmen No. 13 tahun 2012, berdasarkan
standar tersebut, tim survey Dewan Pengupahan melakukan survey harga
untuk menentukan nilai harga KHL yang nantinya akan diserahkan kepada
Gubernur Provinsi masing-masing.
Survey dilakukan setiap satu bulan sekali dari bulan Januari s/d September
, sedang untuk bulan Oktober s/d Desember dilakukan prediksi dengan
membuat metode least square. Hasil survey tiap bulan tersebut kemudian
diambil rata-ratanya untuk mendapat nilai KHL.
Nilai KHL ini akan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan
dalam penetapan upah minimum yang berlaku bagi pekerja/buruh dengan
masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun. Upah bagi pekerja dengan masa
kerja 1 (satu) tahun atau lebih dirundingkan secara bipartit antara pekerja
atau serikat pekerja dengan pengusaha di perusahaan yang bersangkutan.
Berdasarkan nilai harga survey tersebut, Dewan Pengupahan juga
mempertimbangkan faktor lain : produktivitas, pertumbuhan ekonomi,
usaha
yang
paling
tidak
mampu,
kondisi
pasar
kerja
dan
saran/pertimbangan dari Dewan Pengupahan Provinsi, kabupaten/kota.
Gubernur nantinya akan menetapkan besaran nilai upah minimum.
Penetapan Upah Minimum ini dilakukan 60 hari sebelum tanggal
berlakunya yaitu setiap tanggal 1 Januari.
Kemudian dilakukan penyesuaian dengan perkembangan kebutuhan buruh
dengan menambahkan 14 komponen menjadi 60 komponen yakni sebagai berikut :
Tabel 2.6 : Komponen Kebutuhan Hidup Layak Untuk Pekerja Lajang
64
Universitas Sumatera Utara
Dalam Sebulan Dengan 3.000 K Kalori Per Hari51
NO
KOMPONEN DAN JENIS
KEBUTUHAN
I.
MAKANAN DAN MINUMAN
KUALITAS/
KRITERIA
1
Beras
2
Sumber Protein :
JUMLAH
KEBUTUH SATUAN
AN
Sedang
10.00
Kg
a. Daging
Sedang
0.75
Kg
b. Ikan Segar
Baik
1.20
Kg
c. Telur ayam
Telur ayam ras
1.00
Kg
Tempe/tahu
Baik
4.50
Kg
4
Susu bubuk
Sedang
0.90
Kg
5
Gula pasir
Sedang
3.00
Kg
6
Minyak goreng
Curah
2.00
Kg
7
Sayuran
Baik
7.20
Kg
8
Buah-buahan (setara pisang/pepaya)
Baik
7.50
Kg
9
Karbohidrat lain (setara tepung terigu)
Sedang
3.00
Kg
3
HARGA
SATUAN
NILAI
SEBULAN
(Rp)
(Rp)
Kacang-kacangan :
10 Teh atau
Kopi
11 Bumbu-bumbuan
Celup
Sachet
(nilai 1 s/d 10)
1.00 Dus isi 25
4.00 75 gr
15.00
%
12 Celana panjang/rok/Pakaian Muslim
katun Sedang
6/12 Potong
13 Celana pendek
katun sedang
2/12
potong
14 Ikat Pinggang
Kulit sintetis,
Polos,
Tidak Branded
1/12
Buah
15 Kemeja lengan pendek/blus
setara katun
6/12 Potong
16 Kaos oblong /BH
Sedang
6/12 Potong
17 Celana dalam
Sedang
6/12 Potong
18 Sarung/kain panjang
Sedang
3/24
19 Sepatu
kulit sintetis
2/12 Pasang
JUMLAH
II.
51
SANDANG
Helai
Permenkertrans no 13 tahun 2012 Tentang Komponen Hidup Layak
65
Universitas Sumatera Utara
20 Kaos Kaki
Katun,Polyester,
Polos, Sedang
4/12 Pasang
a. Semir Sepatu
Sedang
6/12
Buah
b. Sikat Sepatu
Sedang
1/12
Buah
22 Sandal jepit
Karet
2/12 Pasang
23 Handuk mandi
100 cm x 60 cm
1/12 Potong
Sedang
Sedang
Sedang
1/12 Potong
1/12 Potong
1/12 Potong
25 Sewa kamar
dapat menampung
jenis KHL
lainnya
1.00
Bulan
26 Dipan/tempat tidur
No.3, polos
1/48
Buah
a. Kasur Busa
Busa
1/48
Buah
b. Bantal Busa
Busa
2/36
Buah
28 Seprei dan sarung bantal
Katun
2/12
Set
29 Meja dan kursi
1 meja/4 kursi
1/48
Set
30 Lemari pakaian
Kayu Sedang
1/48
Buah
31 Sapu
Ijuk Sedang
2/12
Buah
a. Piring makan
Polos
3/12
Buah
b. Gelas minum
Polos
3/12
Buah
c. Sendok dan garpu
Sedang
3/12 Pasang
33 Ceret almunium
ukuran 25cm
1/24
Buah
34 Wajan almunium
ukuran 32cm
1/24
Buah
35 Panci almunium
ukuran 32cm
2/12
Buah
36 Sendok masak
almunium
1/12
Buah
37 Rice Cooker ukuran 1/2 liter
350 watt
1/48
Buah
SNI
1/24
Buah
21 Perlengkapan pembersih sepatu :
24 Perlengkapan Ibadah :
a. Sajadah
b. Mukenah
c. Peci, dll
JUMLAH
III.
PERUMAHAN
27 Perlengkapan tidur :
32 Perlengkapan makan :
38 Kompor dan Perlengkapannya :
a. Kompor Gas 1 tungku
66
Universitas Sumatera Utara
b. Selang dan regulator
SNI
1/24
Set
c. Tabung Gas 3 kg
Pertamina
1/60
Buah
39 Gas Elpiji
@ 3 kg
2.00 tabung
40 Ember plastik
isi 20 liter
2/12
Buah
41 Gayung Plastik
Sedang
1/12
Buah
4
KEADAAN UMUM PENGUPAHAN DI INDONESIA DAN TINJAUAN
KEBIJAKAN PERATURAN PEMERINTAH NO.78 TAHUN 2015
2.1
Sejarah Sistem Pengupahan di Indonesia secara umum
Sistem pengupahan di Indonesia mengalami perkembangan dari fase ke
fase sesuai keadaan ekonomi politik dan pemerintahan yang berkuasa. Hal ini
menunjukan adanya pola yang berbeda antara pra kemerdekaan, pasca
kemerdekaan, orde lama, orde baru , dan era reformasi. Sejak pertama sekali
pemberlakuan sistem tanam paksa yang dibuat oleh Belanda pada tahun 1830
dengan tujuan meningkatkan pengerukan dan penjarahan kekayaan Indonesia
terhadap alam maupun manusianya. Maka, proses pembangunan berbagai industri
dalam jumlah massal juga beriringan dilaksanakan diberbagai wilayah Indonesia.
Industri yang dibangun pada saat itu dalam bentuk perkebunan dan transportasi,
sebagai kebutuhan pokok atas penopang kegiatan perekonomian Belanda untuk
melakukan perdagangan di pasar dunia.
Dengan pemberlakuan sistem tanam paksa dan pembangunan berbagai
industri perkebunan dan transportasi, maka rakyat dengan jumlah besar
dimobilisasi oleh pemerintahan Belanda untuk bekerja secara terpaksa tanpa ada
kepastian imbalan yang cukup dari para pengusaha guna menjalankan kegiatan
produksi industri. Meskipun tidak ada aturan tetap tentang pemberian imbalan
kerja atau upah kepada para buruh perkebunan dan transportasi pada saat itu,
tetapi upah atau imbalan kerja dalam bentuk lain telah diterapkan oleh para
pengusaha industri terhadap para buruhnya, walaupun kualitas imbalan tersebut
hanya cukup untuk mempertahankan hidup buruh agar tetap bisa hidup dan
bekerja. Maka sejak saat itu, upah atau imbalan kerja terhadap para buruh yang
bekerja di industri-industri milik pengusaha swasta maupun negara jajahan mulai
dikenal dikalangan rakyat Indonesia sebagai unsur penting dalam kehidupan
buruh.
35
Universitas Sumatera Utara
Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 merupakan tonggak perubahan
sistem perburuhan khususnya terhadap persoalan pengupahan di Indonesia.
Sebagai akibat dari perubahan kedaulatan pemerintahan di Indonesia dari kolonial
Belanda ke pemerintahan Indonesia dengan berbagai perangkat hukum dan dasar
negaranya sendiri. Dibawah kepemerintahan Indonesia yang baru saja
memerdekakan diri, berbagai Undang-Undang diterbitkan termasuk UndangUndang yang berkaitan terhadap perburuhan, antara lain UU No. 12 Tahun 1948
tentang kerja, UU No. 23 tahun 1948 tentang pengawasan perburuhan, UU No. 21
tahun 1954 tentang perjanjian kerja majikan dan buruh yang didalamnya juga
tertuang tentang sistem pengaturan pengupahan buruh.
Sistem pengupahan buruh di masa kepemimpinan Presiden Soekarno (orde
lama) sebagai Presiden Indonesia pertama. Banyak dipengaruhi oleh berbagai
pendapat dan ajuan serikat-serikat buruh yang memiliki keanggotaan cukup besar
dan sifat perjuangan sejati buruh seperti antara lain : SOBSI (Sentral Organisasi
Buruh Seluruh Indonesia) pada tahun 1946-1966 , GASBRI (Gabungan Serikata
Buruh Revolusioner Indonesia) 1946, dan SARBUPRI (Serikat Buruh Perkebunan
Republik Indonesia) pada tahun 1947-1957. Meskipun tidak ada aturan tetap
terkait standart atau batas terendah tentang besaran upah atau bentuk upah buruh,
akan tetapi kehidupan kaum buruh pada saat itu yang bersumber dari upah dan
imbalan lainnya mampu mencukupi kehidupan buruh itu sendiri beserta
keluarganya, dimana para buruh selain diberikan upah dalam bentuk uang oleh
majikan atau pemilik industri, juga disediakan barang kebutuhan sandang, pangan,
dan papan seperti beras, susu, jagung, pakaian, bahkan rumah tempat tinggal
buruh. Pemberian barang sandang, pangan, dan papan tersebut tidak dibatasi dari
jumlah kebutuhan buruhnya. Artinya jika buruh telah berkeluarga, maka
pemberian barangnya harus berdasarkan kepada jumlah keluarga buruh tersebut.
Kondisi ini lah yang menciptakan istilah pemikiran rakyat Indonesia saat ini
bahwa banyak anak, banyak rezeki.
36
Universitas Sumatera Utara
2.1.1
Orde Lama
Pada masa orde lama adalah masa keemasan bagi buruh dimana kebijakan
tentang perburuhan begitu baiknya dikeluarkan. Kebijakan perlindungan terhadap
buruh lahir akibat peran buruh yang begitu masif dalam merebut kemerdekaan.
Peran baru dengan keterlibatannya dalam gerakan Kemerdekaan Nasional, melalui
yang disebut dengan “Lasykar Buruh, Kaum Buruh dan Serikat Buruh Indonesia ”,
aktif dalam perjuangan merebut Kemerdekaan Indonesia. Sumbangan bagi
keberhasilan mencapai kemerdekaan pada masa Revolusi Fisik (1945-1949),
menjamin gerakan buruh tempat atau posisi yang baik setelah Indonesia
mandapatkan kemerdekaannya. Hal ini tampak khususnya dalam pembentukan
kebijakan dan Hukum Perburuhan di Indonesia. Dengan demikian, tidaklah
mengherankan bahwa pada masa Kemerdekaan Indonesia ada beberapa peraturan
Hukum Perburuhan yang bisa disebut progresif atau maju, dalam arti amat
protektif atau melindungi kaum buruh.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 tentang Keselamaatan Ditempat
Kerja diterbitkan oleh pemerintah sementara dibawah Sjahrir, Undang-Undang ini
beralih memberi sinyal beralihnya kebijakan dasar perburuhan dari negara baru
ini, yang mana sebelumya diatur dalam pasal 1601 dan 1603 BW yang cenderung
liberal atau dipengaruhi perkembangan dasar dengan prinsip “ no work no pay”.
Kemudian menyusul lagi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 tentang
Perlindungan Buruh, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948 tentang
Pengawasan
Perburuhan,
Undang-Undang
ini
mencakup
banyak
aspek
perlindungan bagi buruh. Seperti larangan diskriminasi ditempat kerja, ketentuan
40 jam kerja dan 6 hari kerja seminggu, kewajiban perusahaan untuk
menyediakan fasilitas perumahan, larangan mempekerjakan anak dibawah umur
14 tahun, termasuk juga menjamin hak perempuan untuk mengambil cuti haid 2
hari dalam sebulan dan cuti meahirkan 3 bulan. Undang-Undang ini bisa
dikatakan paling maju di Regional Asia pada waktu itu, yang kemudian menjadi
dasar utama kebijakan legislasi Hukum Perburuhan di Indonesia yang prospektif.
37
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1950-an, masih dalam suasana gerakan buruh yang sedang
dinamis, lahir Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian
Perburuhan antara serikat buruh dan majikan yang sungguh amat terasa nuansa
demokratis dalam ketentuan pasal-pasalnya, termasuk sebuah Undang-Undang
Tahun 1956 yang meratifikasi konvensi ILO No.98 tentang Hak Berorganisasi
sekaligus menjamin lebih jauh lagi memberi serikat buruh status hukum.
Kemudian dihasilkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, disusul Undang-Undang Tahun 1964
tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta yang memberikan
proteksi yang amat kuat kepada para buruh atau pekerja dengan kewajiban
meminta izin kepada Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4) untuk
Pemutusan Hubungan Kerja.
Pada jaman Orde Lama upah diberikan dalam dua bentuk yaitu upah
nominal dan tunjangan natura guna menjamin pemenuhan kebutuhan fisik buruh
dan keluarganya berupa beras, ikan asin, minyak goreng, dll. Bahkan dikenal
istilah Catu-11 terdiri dari 11 jenis kebutuhan pokok sehari-hari bagi buruh dan
keluarga yang diberikan oleh perusahaan. Dengan demikian kebutuhan fisik buruh
dan keluarganya dijamin, disamping juga menerima upah dalam bentuk uang
nominal. Sisa-sisa catu 11 tersebut sampai sekarang masih ditemukan di
perkebunan-perkebunan di Sumatera Utara, contohnya: tunjangan beras dan
minyak goreng setiap bulan yang diberikan pengusaha.
2.1.2
Orde Baru
Pada masa Orde Baru merupakan masa-masa yang bersifat memaksakan
kehendak serta bermuatan unsur politis semata, untuk kepentingan pemerintah
pada masa itu. Dan pada masa Orde Baru pulalah, telah terjadinya pembelengguan
disegala sektor, dimulai dari sektor hukum/undang-undang, perekonomian/bisnis,
kebebasan informasi/ pers dan lain-lain. Orde Baru memang mewarisi kondisi
ekonomi yang porak poranda. Karena itu, salah satu tugas utama yang diemban
38
Universitas Sumatera Utara
oleh Orde Baru dibawah Komando Soeharto adalah menggerakkan kembali roda
ekonomi. Tujuan pertumbuhan ekonomi merupakan faktor paling penting untuk
menjelaskan kebijakan perburuhan Orde Baru. Rezim Soeharto menerapkan
strategi modernisasi difensif (devensive modernisation) dimana penguasa
berusaha mengatur segalanya dan mengontrol organisasi buruh untuk mengejar
pertumbuhan ekonomi. Disamping pendekatan ekonomis ini, pertimbanganpertimbangan politik yang mendasarinya juga merupakan aspek yang penting
dalam kebijakan-kebijakan perburuhan pada masa Orde Baru.
Agenda utama rezim Orde Baru yang didominasi oleh militer adalah
mencegah kebangkitan kembali gerakan berbasis massa yang cenderung radikal,
seperti gerakan buruh yang terlihat selama Orde Lama. Jadi, motif utama Orde
Baru sejak awal adalah kontrol terhadap semua jenis organisasi yang berbasis
masa, entah partai politik maupun serikat buruh yang dianggap penyebab
kerapuhan dan kehancuran Orde Lama. Kondisi perburuhan di Indonesia selama
Orde Baru dapat dijelaskan dalam terang model akomodasi diatas.
Kontrol negara terhadap serikat buruh berlangsung terus menerus dengan
dukungan militer. Kontrol itu mengalami penguatan signifikan sejak dekade 1980
bersamaan dengan berakhirnya era boom minyak dan pemerintah harus
mengarahkan industri ke orientasi ekspor. Peraturan tentang ketenagakerjaan yang
menjadi kontroversi pada masa ini adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997
yang kental dengan militerisme. Dalam pelaksanaan Undang undang dalam
periode ini pemerintah bertujuan untuk menekan serikat buruh yang menjadi
wadah aspirasi buruh , begitu juga dalam hal pengupahan. Sehingga ada korelasi
ketika serikat buruh diredam dengan upah yang diterima oleh buruh. Maka tidak
jarang kebijakan pengupahan merugikan buruh atau pekerja.
Sementara dalam kebijakan pengupahannya, orde baru memperkenalkan
skema Kebijakan upah minimum di Indonesia pertama kali pada awal tahun 1970an.
Meskipun sudah memiliki sejarah yang cukup panjang, implementasi dari kebijakan
39
Universitas Sumatera Utara
upah minimum ini tidak begitu tegas pada awal-awal pelaksanaan dan dampaknya
tidak terlalu besar terhadap pasar tenaga kerja36. Dalam penelitiannya Sugiyarto dan
Endriga37 mengatakan dalam periode orde baru tersebut upah minimum ditetapkan
jauh berada dibawah tingkat keseimbangan upah menunjukkan bahwa upah
minimum tidak mengikat bagi sebagian besar pekerja. Lebih lanjut, Sugiyarto dan
Endriga menegaskan bahwa upah minimum di Indonesia relatif tidak dipaksakan
dan digunakan hanya sebagai tujuan yang bersifat simbolis.
Sistem upah minimum kemudian berkembang dan diterapkan oleh rezim
Soeharto tahun 1981 melalui UU No. 08 Tahun 1981 tentang perlindungan upah
buruh. Melalui undang-undang tersebut pengupahan buruh diubah menjadi hanya
dalam bentuk uang yang jumlahnya didasarkan dari kebutuhan hidup buruh secara
lajang. Kondisi kebutuhan hidup buruh menjadi dasar Upah Minimum Regional
(UMR) Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten (UMK).
Sejak penerapan sistem pengupahan buruh dalam bentuk upah minimum, maka
kehidupan kaum buruh secara bertahap semakin terperosok ke dalam jurang
kemiskinan dan kemelaratan sebab kenaikan upah buruh hanya berdasarkan
kebutuhan hidup buruh tanpa memperhatikan kenaikan harga barang yang
menjadi kebutuhan hidup buruh. Selain itu, upah minimum merupakan praktek
politik upah murah yang sengaja dipertahankan oleh para pengusaha besar dan
pemerintahan Indonesia yang tunduk kepada kepentingan mereka untuk meraup
keuntungan berlipatganda. Upah minimum buruh menjadi harga minimum
pemakaian tenaga kerja di Indonesia oleh para pengusaha ditengah angka
pengangguran yang begitu besar karena tidak mampu terserap oleh industri yang
jumlahnya terbatas di Indonesia.
36
Martin Rama. 1996. The Cosequences Of Doubling The Minimum Wage. The Case Of Indonesia. World
bank policy research working paper No. 1643. World Bank. Washington D. C. Hal 864
37
Sugiyarto, G. and B. A. Endriga. 2008. Do Minimum Wages Reduce Employment and Training? . Asian
Development Bank Economics and Research Department Working Paper Series No. 113.
40
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan upah minimum mulai digunakan sebagai instrument yang penting
bagi kebijakan pasar tenaga kerja oleh pemerintah Indonesia pada akhir tahun
1980an. Hal ini berawal dari adanya
tekanan
internasional sehubungan
dengan pelanggaran terhadap standart kerja Internasional di Indonesia pada saat
itu, secara khusus pada sektor-sektor usaha yang berorientasi ekspor. Secara lebih
spesifik, sebuah perusahaan multinasional terkenal milik Amerika Serikat yang
beroperasi di Indonesia pada waktu itu diprotes oleh sebuah organisasi persatuan
perdagangan Amerika Serikat (AFL-CIO) dan juga oleh beberapa aktivis hak
asasi manusia internasional akibat penetapan upah yang rendah dan kondisi kerja
yang buruk. Dalam kasus ini, tekanan internasional telah memaksakan untuk
terciptanya sebuah klausa sosial yang disebut juga dengan General Scheme
Preferences (GSP) yang mana berisi penolakan atas produk dari negara yang
sedang berkembang, termasuk Indonesia, dimana standar kerjanya masih berada di
bawah standar yang diakui secara internasional38.
Dalam prakteknya, kondisi ini memaksa pemerintah Indonesia untuk mau
tidak mau menjadi lebih perhatian terhadap kebijakan ketenagakerjaan mereka,
termasuk didalamnya kebijakan upah minimum. Hal ini dilakukan dengan cara
menaikkan upah minimum tiga kali lipat secara nominal (atau dua kali lipat
secara riil) pada akhir tahun 1980an agar sejalan dengan biaya Kebutuhan Fisik
Minimum (KFM). KFM sendiri diukur oleh biaya dari paket konsumsi minimum,
termasuk didalamnya makanan, perumahan, pakaian, dan beberapa jenis barang
yang lain untuk pekerja lajang dalam satu bulan.
Adapun Kebutuhan Fisik Minimum seorang pekerja dihitung dari kebutuhan
minimum pekerja untuk kalori, protein, vitamin dan mineral lainnya. Dengan kata
lain KFM adalah kebutuhan minimum pekerja yang dibutuhkan selama satu bulan
38
Gall, G. 1998. The Development of the Indonesian Labour Movement. International Journal of Human
Resources Management, 9(2).
41
Universitas Sumatera Utara
berkaitan dengan kondisi fisiknya dalam melakukan pekerjaan. Secara rinci
kebutuhan fisik minimum pekerja adalah sebagai berikut:
1. KFM untuk Pekerja Lajang, yaitu 2600 kalori per hari.
2. KFM (K-0) untuk Pekerja dengan istri tanpa anak, yaitu 4800 kalori per
hari.
3. KFM (K-1) untuk Pekerja dengan istri dan satu orang anak yaitu 6700
kalori per hari.
4. KFM (K-2) untuk Pekerja dengan istri dan dua orang anak yaitu 8100
kalori per hari.
5. KFM (K-3) untuk Pekerja dengan istri dan tiga orang anak yaitu 10.000
kalori per hari.
Tabel 2.1
Upah Minimum di Berbagai Sektor, 1987-1999 (dalam rupiah)39
Sektor
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1994
1995
1999*
1. Pertanian
46.362
50.266
67.538
100.500
134.470
149.699
240.439
240.439
290.103
2. Pertambangan
145.973
146.081
185.187
218.241
321.750
368.807
487.299
487.299
536.117
3. Industri
98.627
115.701
130.263
171.957
186.086
187.800
206.907
206.907
325.083
4. Listrik
80.608
80.608
94.998
105.751
130.990
150.782
295.514
326.146
398.734
5. Bangunan
96.356
96.236
119.892
221.240
176.338
247.336
172.865
172.865
240.046
6. Perdagangan
159.142
209.313
212.896
227.611
250.343
305.080
326.146
326.146
403.913
7. Perhubungan
115.509
115.509
117.678
133.671
168.800
223.145
466.757
466.757
503.100
8. Jasa
71.597
102.146
112.000
157.585
223.252
234.686
234.683
234.683
289.357
39
Sumber: Prijono. 2003. Kebijakan Upah : Tantangan Di Tengah Suasana Krisis Ekonomi. Jurnal populasi
XIV (1). Bapennas. Hal 10
42
Universitas Sumatera Utara
Dalam kebutuhan pekerja, terdapat dua komponen yang menentukan
tingkat upah minimum, yaitu kebutuhan fisik minimum (KFM) dan kebutuhan
hidup minimum (KHM). Berbagai bahan yang ada dalam komponen KFM dan
KHM kemudian dinilai dengan harga yang berlaku sehingga menghasilkan tingkat
upah. Karena harga sangat bervariasi antardaerah, serta adanya situasi-situasi
lokal yang tidak mungkin berlaku secara nasional, maka tingkat upah minimum
tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah atau lebih sering
dikenal dengan upah minimum regional (UMR). Sesuai dengan istilahnya,
penentuan upah minimum didasarkan pada kebutuhan fisik minimum (KFM)
kurang memperhatikan kebutuhan non fisik. Sedangkan penentuan tingkat upah
dengan berpedoman kepada kebutuhan hidup minimum (KHM) memberikan
perhatian yang besar kepada pemenuhan kebutuhan non fisik di samping
kebutuhan fisik. Karena itu, sangat wajar apabila penentuan upah didasarkan pada
kebutuhan hidup minimum (KHM).
Dalam perkembangannya pengukuran KFM sendiri kemudian direvisi
pada 1996 oleh Dewan Pengupahan Nasional dengan membuat sebuah paket
konsumsi yang lebih luas baik secara kualitas maupun kuantitas dan dikenal
dengan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) dalam rangka untuk meningkatkan
standar hidup pekerja. Beberapa komponen juga ditambahkan seperti komponen
pendidikan dan rekreasi. Berdasarkan kebijakan Menteri Tenaga Kerja No
61/1995, KHM diukur oleh paket konsumsi yang detail yang terdiri dari 43 jenis
barang, dimana termasuk didalamnya 11 jenis barang dalam kelompok makanan,
19 jenis dalam kelompok perumahan, 8 jenis dalam kelompok pakaian, 5 jenis
termasuk dalam kelompok yang lain, yang mana meningkat15% sampai 20% lebih
dari KFM dalam rupiah. Perubahan komponen menjadi KHM diselaraskan dengan
munculnya ketentuan upah minimum Permenaker Nomor 03 Tahun 1997 tentang
upah minimum regional yang hanya berlaku selama 2 tahun.
43
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 : Persentase Terpenuhinya KHM dalam UMR Tahun 1996 dan
199740
1996
No.
Daerah
1997
UMR/
UMR
KHM
(Rp)
I
UMR
KHM
KHM
(%)
(Rp)
UMR/
KHM
(%)
UMR > 100% KHM Tahun 1996
D.I. Aceh
1.
111
115500
102950
112
128000
115293
2.
Sumatera Selatan
138000
122060
113
151000
132557
114
3.
Sumatera Barat
108000
104003
104
119000
114372
104
4.
Kalimantan Selatan
114000
108750
105
125000
118338
105
II
UMR > 90-100% KHM Tahun
1996
5.
Riau
- Luar Batam
138000
149422
92
151000
156893
97
- Pulau Batam
200500
223506
99
235000
238950
98
6.
Jambi
108000
102593
90
119500
130180
92
7.
Sumatera Selatan
- Daratan
115500
125696
92
127500
135626
94
- Pulau Bangka Belitung
-
-
-
135500
140625
96
8.
Lampung
114000
125493
91
126000
132395
95
9.
DKI Jakarta
156000
160508
97
172500
173349
100
10.
Jawa Barat
- Wilayah I
156000
155073
101
172500
170348
101
- Wilayah II
142500
148997
96
157500
162258
97
- Wilayah III
132000
136603
97
145500
147941
98
40
Ibid, hal 11
44
Universitas Sumatera Utara
- Wilayah IV
129000
133360
94
139000
142695
97
- Wilayah I
120000
118517
101
132500
130345
102
- Wilayah II
117000
117495
100
127500
128410
99
- Wilayah III
111000
116859
95
121000
125623
96
- Wilayah IV
108000
114238
95
116500
120235
97
- Wilayah V
105000
111023
95
-
-
-
12.
Jawa Tengah
102000
112178
91
113000
123115
92
13.
Bali
127500
128645
99
141500
141381
100
14.
Sulawesi Tenggara
109500
122040
90
121000
130644
93
15.
Bengkulu
115500
123141
94
127500
132377
96
16.
Kalimantan Timur
138000
150664
92
153000
162717
94
17.
Nusa Tenggara Barat
97500
101546
96
108000
108654
99
III
UMR > 90% KHM Tahun 1996
18.
D.I. Yogyakarta
96000
110959
87
106000
119281
89
19.
Kalimantan Barat
114000
129828
88
126500
137618
92
20.
Kalimantan Tengah
124500
160437
78
138000
162202
85
21.
Maluku
123000
160437
85
136000
154259
88
22.
Nusa Tenggara Timur
96000
145527
72
106500
134741
79
23.
Sulawesi Utara
108000
132750
88
118000
126456
93
24.
Sulawesi Selatan
102000
127750
80
112500
129291
87
25.
Sulawesi Tengah
96000
115569
83
106500
123659
86
26.
Irian Jaya
154500
179551
86
170000
193789
88
27.
Timor-Timur
126000
166564
76
138000
171561
80
11.
Jawa Timur
45
Universitas Sumatera Utara
2.1.3
Masa Reformasi Dan Paska Reformasi
Setelah jatuhnya orde baru, Indonesia memulai masa perubahan dengan
lahirnya era reformasi. Di era reformasi terdapat perubahan yang signifikan baik
dari segi ekonomi, politik, dan sosial. Begitu juga halnya dengan kebijakan
perburuhan. Setahap demi setahap ruang yang diberikan kepada buruh untuk
mendapatkan haknya baik itu upah, jam kerja, tunjangan kerja, keselamatan kerja
dsb mulai diperbaharui meskipun pada esensinya tidak mengalami perubahan
yang signifikan. Kebijakan pengupahan yang muncul pada periode ini yaitu
Permenaker Nomor 01 Tahun 1999 tentang upah minimum menggantikan
permenaker no. 03 Tahun 1997 tentang Upah Minimum Regional yang berlaku
hanya 2 tahun.
Dalam Peraturan ini, Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang
terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap41. Upah minimum terdiri dari
UMR Tingkat 1, UMR Tingkat II, UMSR Tingkat I dan UMSR tingkat II42.
UMR Tingkat 1 dan UMR Tingkat II ditetapkan dengan mempertimbangkan43 :
a. Kebutuhan
b. Indeks harga konsumen(IHK);
c. Kemampuan,perkembangan dan kelangsungan perusahaan;
d. Upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antar daerah ;
e. Kondisi pasar kerja;
f. Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita.
Sedangkan UMSR Tingkat 1 dan UMSR Tingkat II ditetapkan
berdasarkan faktor pertimbangan diatas tadi ditambah pertimbangan kemampuan
perusahaan secara sektoral44. Penetapan besaran upah minimum dilakukan oleh
41
Pasal 1 ayat 1 Permenakertrans No.1 tahun 1999 Tentang Upah minimum
Pasal 3 Permenakertrans No.1 tahun 1999 Tentang Upah minimum
43
Pasal 6 ayat 1 Permenakertrans No.1 tahun 1999 Tentang Upah minimum
44
Pasal 6 ayat 2 Permenakertrans No.1 tahun 1999 Tentang Upah minimum
42
46
Universitas Sumatera Utara
menteri tenaga kerja45 dan diadakan peninjauan besaran upah minimum selambatlambatnya 2 (dua) tahun sekali. Upah minimum ini hanya berlaku bagi pekerja
yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun46. Peraturan menteri ini
kemudian diperbaiki melalui Kepmenakertrans No : Kep-226/Men/2000 Tentang
Perubahan Pasal-Pasal Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999
Tentang Upah Minimum. Dalam keputusan ini, terjadi perubahan beberapa istilah
yaitu;
1. Upah Minimum Regional tingkat 1 (UMR Tk.1) diubah menjadi Upah
Minimum Propinsi (UMP).
2. Upah Minimum Regional Tingkat II (UMRTk.II) diubah menjadi "Upah
Minimum Kabupaten/Kota.
3. Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat 1(UMSR Tk.I) diubah menjadi
Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMS Propinsi).
4. Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat II (UMSR Tk.II)diubah
menjadi
Upah
Minimum
Sektoral
Kabupaten/kota
(UMS
Kabupaten/Kota).
Secara umum tingkat upah minimum di Indonesia ditetapkan pada level
propinsi. Sebelum otonomi daerah pemerintah pusat (dalam hal ini Kementrian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi) menetapkan tingkat upah minimum setiap
propinsi didasarkan pada rekomendasi dari pemerintah daerah (propinsi),
sedangkan setelah otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki kebebasan dalam
menentukan tingkat upah minimumnya. Sebelum otonomi daerah, propinsi secara
umum hanya memiliki satu tingkat upah minimum dan berlaku untuk seluruh
wilayah kota/kabupaten, sedangkan setelah otonomi daerah, setiap kota/kabupaten
diberi kebebasan untuk menentukan tingkat upah minimumnya sepanjang tidak
berada di bawah tingkat upah minimum propinsi.
45
46
Pasal 4 ayat 1 Permenakertrans No.1 tahun 1999 Tentang Upah minimum
Pasal 13 ayat 2 Permenakertrans No.1 tahun 1999 Tentang Upah minimum
47
Universitas Sumatera Utara
Sebagai bagian dari perubahan regim politik dari sentralisasi menjadi
desentralisasi, kewenangan penetapan tingkat upah minimum juga dipindahkan
kepada tingkat propinsi dan kota/kabupaten yang mana bekerja sama dengan
komisi upah pada tingkat daerah. Setiap komisi upah terdiri dari perwakilan dari
dinas ketenagakerjaan, pengusaha, perwakilan serikat pekerja dan beberapa
penasehat ahli dari perguruan tinggi. Adapun tujuan utama dari kebijakan
desentralisasi ini adalah untuk meningkatkan efektivitas ekonomi, efisiensi, dan
persamaan akses terhadap pelayanan publik. SMERU47 juga berpendapat bahwa
desentralisasi kewenangan ke level pemertintahan yang lebih rendah dalam
penetapan UMR juga bertujuan untuk membagi resiko dalam bernegosiasi dengan
serikat pekerja di setiap daerah, seperti misalnya demonstrasi besar ketika upah
minimum naik atau berubah. Lebih lanjut, pemerintah daerah juga dianggap lebih
mengerti tentang masalah dan kondisi ketenagakerjaan daerahnya dibandingkan
pemerintah pusat sehingga desentralisasi adalah mutlak untuk harus dilakukan.
Berdasarkan peraturan pemerintah, pemerintah daerah pada tingkat
propinsi menetapkan upah minimum untuk setiap wilayah daerahnya, sedangkan
kota/kabupaten memiliki pilihan untuk mengikuti atau menetapkan upah minimum
diatas tingkat upah minimum propinsi tetapi tidak berada di bawah upah minimum
propinsi (UMP). Namun pelaksanaannya cukup bervariasi antar propinsi.
Beberapa propinsi seperti DKI Jakarta, Sumatera utara dan banyak propinsi di
luar Jawa tetap menggunakan UMP untuk upah minimum daerahnya. Disisi yang
lain beberapa propinsi seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali
memilih untuk memiliki upah minimum pada tingkat kota/kabupaten.
Berdasarkan peraturan pemerintah, dalam menentukan tingkat upah
minimum beberapa komponen pertimbangannya adalah :
47
1.
Biaya Kebutuhan Hidup Minimum (KHM)
2.
Indeks harga konsumen (IHK)
SMERU . 2003. Penerapan Upah Minimum di Jabotabek dan Bandung . Technical Report
48
Universitas Sumatera Utara
3.
Kemampuan, pertumbuhan dan keberlangsungan dari perusahaan
4.
Tingkat upah minimum antar daerah
5.
Kondisi pasar kerja
6.
Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita
Kemudian dalam penetapan upah minimum, pada tahun 2003 diterbitkan
UU No.13 tahun 2003 yang dianggap pemerintah akan mampu memberikan
perlindungan upah bagi buruh, dan disisi lain mampu memberikan ruang bagi
pengusaha agar tetap mampu memberikan upah sesuai dengan kemampuan
perusahaan. Dalam UU ini dikatakan bahwa tujuan dari kebijakan pengupahan
adalah untuk pencapaian kebutuhan hidup layak seorang buruh/pekerja. Sebagai
pelaksanaan Pasal 89 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan maka Penetapan
Komponen kebutuhan hidup minimum
(KHM) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.81
Tahun 1995 tanggal 29 Mei 1995 yang kemudian diubah dan disesuaikan melalui
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian
Kebutuhan Hidup Layak. Dalam peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Republik Indonesia No.17 Tahun 2005 yang dimaksud dengan
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi
oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik,
non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan .
Kemudian diatur tentang pedoman survey harga penetapan nilai
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Menteri
Tenagakerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.17 Tahun 2005 pasal 3 ayat
(5) yaitu melalui tahapan sebagai berikut :
Pembentukan tim oleh Ketua Dewan atau Bupati/Walikota
1. Tim terdiri dari unsur tripartit yang diketuai oleh wakil dari Badan Pusat
Statistik (BPS).
49
Universitas Sumatera Utara
2. Daerah yang telah membentuk Dewan Pengupahan, anggota tim berasal
dari anggota Dewan Pengupahan.
3. Daerah yang belum membentuk Dewan Pengupahan, Bupati/Walikota
membentuk tim yang berunsur Tripartit dengan memperhatikan system
keterwakilan.
4. Jumlah tim ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dengan keanggotaan
masing-masing tim 4 orang yang terdiri dari Pemerintah, Organisasi
Pengusaha, Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan komposisi 2 : 1 : 1.
Tim menetapkan metode survei
1. Kuisioner : Kuisioner memuat hal-hal yang perlu ditanyakan kepada
responden untuk memperoleh informasi harga barang/jasa sesuai dengan
jenis-jenis kebutuhan dalam komponen KHL.
2. Pemilihan Tempat Survey : Survei harga dilakukan di pasar tradisional
yang menjual barang secara eceran bukan pasar induk atau pasar swalayan
dan sejenisnya.Untuk jenis kebutuhan tertentu, survei harga dapat
dilakukan di tempat lain yang sesuai dengan jenis kebutuhan tersebut.
Beberapa kriteria pasartempat survei harga antara lain: Bangunan fisik
pasar relatif besar – Terletak di daerah kota, komoditas yang dijual
beragam, banyak pembeli,waktu keramaian berbelanja relatif panjang.
3. Survei kebutuhan yang bukan termasuk pangan dan sandang tidak
dilakukan di pasar tradisional sebagai berikut :
-
Listrik : yang disurvei adalah rekening listrik tempat tinggal pekerja
berupa satu kamar sederhana yang memakai daya listrik sebesar 450 watt
-
Air : survei dilakukan di PAM, tarif rumah tangga yang mengkonsumsi air
bersih sebanyak 2.000 liter per bulan.
-
Transport: tarif angkutan kota di daerah yang bersangkutan untuk satu kali
jalan.
-
Harga tiket rekreasi disurvei di tempat rekreasi.
-
Pangkas rambut: di tukang cukur untuk pria dan salon untuk wanita.
50
Universitas Sumatera Utara
-
Sewa kamar: untuk mengetahui harga sewa kamar, diambil tiga sampel
harga sewa kamar dengan lokasi yang berbeda dimana umumnya pekerja
tinggal.
Waktu Survei
1. Survei dilakukan pada minggu pertama setiap bulan.
2. Waktu survei ditetapkan sedemikian rupa sehingga tidak terpengaruh oleh
fluktuasi harga akibat perubahan kondisi pasar, misalnya antara lain saat
menjelang bulan puasa dan hari raya keagamaan.
Responden
1. Responden yang dipilih adalah:
2. Pedagang yang menjual barang-barang kebutuhan secara eceran.Untuk
jenis-jenis barang tertentu, dimungkinkan memilih responden yang tidak
berlokasi di pasar tradisional seperti meja/kursi, tempat tidur, kasur dan
lain-lain.
3. Penyedia jasa seperti tukang cukur/salon, listrik, air dan angkutan umum.
4. Pemilihan responden perlu memperhatikan kondisi sebagai berikut:
Apakah yang bersangkutan berdagang pada tempat yang tetap/permanen/
tidak berpindah-pindah, apakah yang bersangkutan menjual barang-barang
eceran, apakah yang bersangkutan mudah diwawancarai, jujur dan
responden harus tetap/tidak berganti-ganti.
Metode Survei Harga
Data harga barang dan jasa diperoleh dengan cara menanyakan harga barang
seolah-olah petugas survei akan membeli barang, sehingga dapat diperoleh
harga yang sebenarnya (harus dilakukan tawar menawar). Survei dilakukan
terhadap tiga orang responden tetap yang telah ditentukan sebelumnya.
Pelaporan
Dewan Pengupahan Kabupaten/ Kota atau Bupati/ Walikota menyampaikan
laporan hasil survei berupa form isian KHL kepada Dewan Pengupahan
Propinsi
setiap
bulan.
Dewan
Pengupahan
Propinsi
menyampaikan
51
Universitas Sumatera Utara
rekapitulasi nilai KHL seluruh Kabupaten/Kota di Propinsi yang bersangkutan
kepada Dewan Pengupahan Nasional secara periodik setiap bulan.
Kemudian dalam pasal 2 ayat (2) dilampirkan standar KHL yang terdiri dari :
Makanan & Minuman (11 item)
Sandang (9 item)
Perumahan (19 item)
Pendidikan (1 item)
Kesehatan (3 item)
Transportasi (1 item)
Rekreasi dan Tabungan (2 item)
Tabel 2.3 : Komponen Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
Berdasarkan Permenaker No.17 Tahun 200548
No
Komponen
I
MAKANAN DAN MINUMAN
1. Beras Sedang
Kualitas/Kriteria
Jumlah
Kebutuhan
Sedang
10 kg
Sedang
0.75 kg
2. Sumber Protein :
a. Daging
48
Permenakertrans No.17 Tahun 2005 Tentang Komponen hidup layak
52
Universitas Sumatera Utara
b. Ikan Segar
Baik
1.2 kg
c. Telur Ayam
Telur ayam ras
1 kg
3. Kacang-kacangan : tempe/tahu
Baik
4.5 kg
4. Susu bubuk
Sedang
0.9 kg
5. Gula pasir
Sedang
3 kg
6. Minyak goreng
Curah
2 kg
7. Sayuran
Baik
7.2 kg
8. Buah-buahan (setara
pisang/pepaya)
Baik
7.5 kg
9. Karbohidrat lain (setara tepung
terigu)
Sedang
3 kg
10. Teh atau Kopi
Celup/Sachet
4 Dus isi 25 = 75
gr
11. Bumbu-bumbuan
Nilai 1 s/d 10
15%
JUMLAH
II
SANDANG
53
Universitas Sumatera Utara
12. Celana panjang/ Rok
Katun/sedang
6/12 potong
13. Kemeja lengan pendek/blouse
Setara katun
6/12 potong
14. Kaos oblong/ BH
Sedang
6/12 potong
15. Celana dalam
Sedang
6/12 potong
16. Sarung/kain panjang
Sedang
1/12 helai
17. Sepatu
Kulit sintetis
2/12 pasang
18. Sandal jepit
Karet
2/12 pasang
19. Handuk mandi
100cm x 60 cm
2/12 potong
20. Perlengkapan ibadah
Sajadah, mukena
1/12 paket
21. Sewa kamar
Sederhana
1 bulan
22.Dipan/ tempat tidur
No.3 polos
1/48 buah
23. Kasur dan Bantal
Busa
1/48 buah
JUMLAH
III
PERUMAHAN
54
Universitas Sumatera Utara
24. Sprei dan sarung bantal
Katun
2/12 set
25. Meja dan kursi
1 meja/4 kursi
1/48 set
26. Lemari pakaian
Kayu sedang
1/48 buah
27. Sapu
Ijuk sedang
2/12 buah
a. Piring makan
Polos
3/12 buah
b. Gelas minum
Polos
3/12 buah
c. Sendok garpu
Sedang
3/12 pasang
29. Ceret aluminium
Ukuran 25 cm
1/24 buah
30. Wajan aluminium
Ukuran 32 cm
1/24 buah
31. Panci aluminium
Ukuran 32 cm
2/12 buah
32. Sendok masak
Alumunium
1/12 buah
33. Kompor minyak tanah
16 sumbu
1/24 buah
34. Minyak tanah
Eceran
10 liter
28. Perlengkapan makan
55
Universitas Sumatera Utara
IV
35. Ember plastik
Isi 20 liter
2/12 buah
36. Listrik
450 watt
1 bulan
37. Bola lampu pijar/neon
25 watt/15 watt
6/12 (3/12) buah
38. Air Bersih
Standar PAM
2 meter kubik
39. Sabun cuci
Cream/deterjen
1.5 kg
Tabloid/4 band
4 buah/ (1/48)
a. Pasta gigi
80 gram
1 tube
b. Sabun mandi
80 gram
2 buah
c. Sikat gigi
Produk lokal
3/12 buah
d. Shampo
Produk lokal
1 botol 100 ml
PENDIDIKAN
40. Bacaan/radio
JUMLAH
V
KESEHATAN
41. Sarana Kesehatan
56
Universitas Sumatera Utara
e. Pembalut atau alat cukur
Isi 10
1 dus/set
42. Obat anti nyamuk
Bakar
3 dus
43. Potong rambut
Di tukang
cukur/salon
6/12 kali
Angkutan umum
30 hari (PP)
45. Rekreasi
Daerah sekitar
2/12 kali
46. Tabungan
(2% dari nilai 1 s/d
45)
JUMLAH
VI
TRANSPORTASI
44. Transportasi kerja dan lainnya
JUMLAH
VII
REKREASI DAN TABUNGAN
JUMLAH
Mekanisme proses penetapan Upah Minimum berdasarkan standar KHL
pada permenaker no.17 tahun 2005 adalah sebagai berikut :
57
Universitas Sumatera Utara
Ketua Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota membentuk tim
survei yang anggotanya terdiri dari unsur tripartit: perwakilan serikat pekerja,
pengusaha, pemerintah, dan pihak netral dari akademisi.
Berdasarkan Kepmen No. 17 tahun 2005 yang mengatur standar KHL, tim
survei Dewan Pengupahan melakukan survei harga untuk menentukan nilai
harga KHL yang nanti hasilnya akan diserahkan kepada kepala daerah
(Gubernur dan atau Bupati/Walikota) masing-masing.
Survei dilakukan setiap satu bulan sekali dari bulan Januari s/d September ,
sedang untuk bulan Oktober s/d Desember dilakukan prediksi dengan
membuat metode least square. Hasil survei tiap bulan tersebut kemudian
diambil rata-ratanya untuk mendapat nilai KHL.
Nilai KHL ini akan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam
penetapan upah minimum yang berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa
kerja kurang dari 1 (satu) tahun. Upah bagi pekerja dengan masa kerja 1
(satu) tahun atau lebih dirundingkan secara bipartit antara pekerja atau serikat
pekerja dengan pengusaha di perusahaan bersangkutan.
Berdasarkan
nilai
harga
survei
itu,
Dewan
Pengupahan
juga
mempertimbangkan faktor lain seperti: produktivitas, pertumbuhan ekonomi,
usaha yang paling tidak mampu, kondisi pasar kerja dan saran/pertimbangan
dari Dewan Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota.
Gubernur nantinya akan menetapkan besaran nilai upah minimum. Penetapan
Upah Minimum ini dilakukan 60 hari sebelum tanggal berlakunya yaitu
setiap tanggal 1 Januari.
Akan tetapi dalam pelaksanaanya Permenaker no.17 tahun 2005 tidak
sepenuhnya melindungi buruh terhadap hak normatifnya dimana ketentuan
tentang penetapan upah hanya diperuntukan bagi seorang pekerja/buruh lajang,
artinya disini ada pembatasan untuk buruh yang berkeluarga untuk sejahterah,
58
Universitas Sumatera Utara
karena tidak sepenuhnya dicantumkan kebutuhan hidup layak bagi seorang
buruh/pekerja yang telah berkeluarga. Kemudian salah satu hal yang tidak pernah
berubah adalah standar barang dan jasanya serta kualitasnya sehingga permen 17
thn 2005 sangat jelas mengatakan bahwa buruh Indonesia, tidak boleh
berkeluarga, buruh Indonesia tidak boleh tinggal ditempat yang lebih baik dan
buruh di Indonesia juga tidak boleh memiliki rumah dan lain sebagainya semua
barang dan jasa yang menjadi dasar perhitungan adalah barang dan jasa kelas 3
atau kualitas sedang bawah.
Selain itu dari Survei yang dilakukan salah satu serikat buruh yaitu
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) terdapat beberapa komponen dalam
KHL secara kwalitas justru mengalami penurunan seperti terlihat pada bagan di
bawah ini :
Tabel 2.4 : Perbandingan NilaI Kwalitas dan Kwantitas KHM dengan KHL49
NO
KEPERLUAN
1.
Beras
2.
MUTU
KONSUMSI
MUTU
KONSUMSI
JENIS
SEBULAN
JENISI
SEBULAN
KHM
KHM
KHL
KHL
Kw sedang
12 Kg
Kw sedang
10 Kg
Sumberkarbohidrat Kw sedang
6 Kg
Kw sedang
3 Kg
3.
The
Kw sedang
0,3 Kg
Teh celup
25 Buah
4.
Kopi
Kw sedang
0,5 Kg
4 Bungkus
300 Gram
@75 Gram
5.
Sewa Runah
Type 21
6.
Tempat Tidur
7.
8.
1/12
Kamar
1 Bulan
Nomor 3polos 1/36
Sederhana
1/48
Kasur danBantal
Kain strip
1/24
Busa
1/48
Meja danKursi
KwSedang
1/36
KwSedang
1/48
49
Laporan Survei DPP GSBI tentang kualitas KHL dalam Permenaker No.17 tahun 2005
“http://www.infogsbi.org/2011/12/beberapa-masalah-dalam-permenaker-17.html”
59
Universitas Sumatera Utara
9.
Gelas Minum
KwSedang
10.
Bohlam
Philips
4/12
KwSedang
3/12
30 6/12
25 Watt/15
6/12
Watt / 25
Istilah KHL terlihat secara jelas sisi manipulatifnya. Sebab, upah
minimum sifatnya adalah jaring pengaman yang seharusnya merupakan bentuk
perlindungan dasar kepada buruh, yang upahnya sangat rentan berhadapan dengan
pasar tenaga kerja serta kenaikan rata-rata harga barang dan jasa. Maka,
pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang meliputi kebutuhan fisik, non-fisik,
maupun sosial, haruslah dijamin oleh pemerintah sebagai standar kualitas hidup
buruh. Jadi meskipun sudah berdasarkan KHL dalam penetapan upah, namun
secara kualitas tidak mengalami perubahan, dan hal itu sama sekali tidak
membawa perubahan terhadap peningkatan atau perbaikan kesejahteraan kaum
buruh. Ini karena perubahan tersebut tidak menyentuh substansi, tetapi hanya
bersifat formal. Hanya sekedar berubah nama saja. Upah buruh tetaplah
murah. Itu semua terjadi karena rezim yang berkuasa dari dulu hingga sekarang
adalah skema politik upah murah. Perubahan kebijakan di tataran regulasi hanya
untuk memperhalus praktek politik upah murah di Indonesia.
Kemudian dalam survei harga yang dilakukan oleh tim yang terdiri dari
unsur tripartit (buruh, pengusaha dan pemerintah) di Dewan Pengupahan, tidak
berdasar pada situasi objektif, Sebab, pemilihan atas Waktu dan Tempat survei,
nyatanya memiliki persoalan tersendiri pula. Survei yang menjadi dasar penetapan
nilai KHL, dilakukan pada saat situasi harga dan pasokan masih stabil, yaitu di
sekitar pertengahan tahun. Tetapi, lonjakan kenaikan harga secara umum malahan
terjadi di penghujung tahun (khususnya di 3 bulan terakhir penghujung tahun).
Hal itulah yang menjadi selubung dari dasar alasan mengapa Upah Minimum
Provinsi selambat-lambatnya harus ditetapkan 60 hari sebelum tanggal berlakunya
upah minimum (yaitu setiap tanggal 1 Januari) dan upah minimum
60
Universitas Sumatera Utara
Kota/Kabupaten adalah 40 hari sebelumnya. Penentuan waktu survei itu, secara
gamblang menggambarkan bahwa berapapun kenaikan upah minimum buruh
tentunya akan terlibas dengan laju kenaikan harga-harga kebutuhan pokok tahun
berikutnya.
Begitu juga dengan tempat survei yang dipilih di pasar-pasar induk atau
tradisional, yang tentu saja harganya akan jauh lebih rendah dari harga di tingkat
retail, dimana rantai perdagangannya masih pendek. Padahal kenyataannya buruh
selama ini berbelanja barang di toko-toko kelontong serta di warung-warung yang
berada di sekitar perkampungannya! Dimana harganya sudah jauh melambung
disebabkan panjangnya rantai perdagangan. Artinya, dengan dasar komponen
barang survei yang terbatas dan itupun kuantitas serta kualitasnya rendah,
penentuan waktu serta tempat survei semakin menenggelamkan hasil dari nilai
KHL yang akan dicapai.
Tabel 2.5
Upah Minimum Provinsi Tahun 2005-2011 Berdasarkan Permenaker
No.17 tahun 200550
Propinsi
2005
(Rp)
2006
(Rp)
2007
(Rp)
2008
(Rp)
2009
(Rp)
2010
(Rp)
2011
(Rp)
Aceh
620,0
820,0
850,0
1.000,0
1.200,0
1.300,0
1.350,0
Sumatera Utara
600,0
737,8
761,0
822,2
905,0
965,0
1.035,5
Sumatera Barat
540,0
650,0
750,0
800,0
880,0
950,0
1.055,0
Riau
551,5
637,0
710,0
800,0
901,6
1.016,0
1.120,0
Jambi
485,0
563,0
658,0
724,0
800,0
900,0
1.028,0
Sumatera Selatan
503,7
604,0
753,0
743,0
824,7
927,8
1.048,4
Bengkulu
430,0
516,0
644,8
683,5
728,0
780,0
815,0
Lampung
405,0
505,0
555,0
617,0
691,0
767,5
855,0
Bangka Belitung
560,0
640,0
830,0
813,0
850,0
910,0
1.024,0
“Perkembangan Upah Minimum Regional/Propinsi di Seluruh Indonesia 1997-2014 (Dalam Ribuan
Rupiah)” diakses dari https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1427 pada tanggal 5 Oktober 2016 pada
pukul 3:51 Wib
50
61
Universitas Sumatera Utara
Kepri
557,0
760,0
805,0
833,0
892,0
925,0
975,0
DKI Jakarta
711,8
819,1
816,1
972,6
1.069,9
1.118,0
1.290,0
Jawa Barat
408,3
447,7
447,7
568,2
628,2
671,5
732,0
Jawa Tengah
390,0
450,0
500,0
547,0
575,0
660,0
675,0
DI Yogyakarta
400,0
460,0
460,0
586,0
700,0
745,7
808,0
Jawa Timur
340,0
390,0
448,5
500,0
570,0
630,0
705,0
Banten
585,0
661,6
661,6
837,0
917,5
955,3
1.000,0
Bali
447,5
510,0
622,0
682,7
760,0
829,3
890,0
NTB
475,0
550,0
550,0
730,0
832,5
890,8
950,0
NTT
450,0
550,0
600,0
650,0
725,0
800,0
850,0
Kalimantan Barat
445,2
512,0
560,0
645,0
705,0
741,0
802,5
Kalimantan Tengah
523,7
634,3
666,0
765,9
873,1
986,5
1.134,6
Kalimantan Selatan
536,3
629,0
745,0
825,0
930,0
1.024,5
1.126,0
Kalimantan Timur
600,0
684,0
766,5
815,0
955,0
1.002,0
1.084,0
Sulawesi Utara
600,0
713,5
750,0
845,0
929,5
990,0
1.050,0
Sulawesi Tengah
490,0
575,0
615,0
670,0
720,0
777,5
827,5
Sulawesi Selatan
510,0
612,0
673,2
740,5
905,0
1.000,0
1.100,0
Sulawesi Tenggara
498,6
573,4
640,0
700,0
770,0
860,0
930,0
Gorontalo
435,0
527,0
560,0
600,0
675,0
710,0
762,5
Sulawesi Barat
n.a
612,0
691,5
760,5
909,4
944,2
1.006,0
Maluku
500,0
575,0
635,0
700,0
775,0
840,0
900,0
Maluku Utara
440,0
528,0
660,0
700,0
770,0
847,0
889,4
Papua Barat
n.a
n.a
n.a
n.a
n.a
1.210,0
1.410,0
1.216,0
1.316,5
1.403,0
830,7
908,8
988,8
Papua
700,0
822,5
987,0
1.105,5
RATA-RATA
507,7
602,2
667,9
743,2
INDONESIA
.*n.a = belum menggunakan standart upah minimum
Pada hakikatnya, survei harga barang dan jasa sebagai dasar penetapan
nilai KHL telah mewakili akan inflasi itu sendiri. Tetapi, dengan dasar konsepsi
62
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan hidup buruh yang sangat bermasalah (yang katanya “layak” itu),
dimana komponen barang yang di survei sangat terbatas ditambah dengan
kuantitas serta kualitas barang yang rendah, ditambah lagi dengan penentuan
waktu serta tempat survei yang juga bermasalah, tentu saja nilai KHL yang
dihasilkan tidak akan dapat mewakili inflasi yang ada. Itupun, nilai KHL yang
dihasilkan ternyata merupakan salah satu bahan pertimbangan! Sangat bertubitubi dan sistematis upaya untuk menjaga upah minimum buruh agar tetap rendah.
Karena, jangankan upah minimum yang tidak sesuai KHL, yang sesuai KHL
sekalipun sudah rendah dan bermasalah.
Kemudian permenaker no.17 tahun 2005
direvisi untuk penyesuaian
karena dinilai sudah tidak lagi relevan dengan kondisi di lapangan maka di
susunlah permen no 13 tahun 2012 yang esensinya malah lebih buruk daripada
permen no 17 tahun 2005 bisa dilihat dalam permen no 13 tahun 2012 KHL di
artikan sebagai Kebutuhan hidup layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah
standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara
fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Dapat disimpulkan dari pengertian KHL di
tiap permen berbeda secara substansial permenaker no 13 tahun 2012 justru
memangkas kebutuhan buruh, karena tidak lagi ditanggung kebutuhan non
fisiknya dan kebutuhan sosialnya.
KHL sebagai dasar dalam penetapan upah minimum merupakan
peningkatan dari kebutuhan hidup minimum (KHM) yang besarnya diperoleh
melalui survei harga. Survei harga dilakukan oleh tim yang terdiri dari unsur
tripartit yang dibentuk oleh ketua dewan pengupahan propinsi dan/atau
kabupaten/kota. Dewan pengupahan propinsi atau kabupaten/kota adalah suatu
lembaga non struktural yang bersifat tripartit, dibentuk oleh Gubernur/Bupati/
Walikota dan bertugas
memberikan saran serta pertimbangan
kepada
Gubernur/Bupati/Walikota dalam penetapan upah minimum.
Secara
sistematis
mekanisme
proses
penetapan
Upah
Minimum
berdasarkan standar komponen hidup layak (KHL) adalah sebagai berikut :
63
Universitas Sumatera Utara
Ketua Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota membentuk
tim survey yang anggotanya terdiri dari unsur tripartit: perwakilan serikat
pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pihak netral dari akademisi.
Standar KHL ditetapkan dalam Kepmen No. 13 tahun 2012, berdasarkan
standar tersebut, tim survey Dewan Pengupahan melakukan survey harga
untuk menentukan nilai harga KHL yang nantinya akan diserahkan kepada
Gubernur Provinsi masing-masing.
Survey dilakukan setiap satu bulan sekali dari bulan Januari s/d September
, sedang untuk bulan Oktober s/d Desember dilakukan prediksi dengan
membuat metode least square. Hasil survey tiap bulan tersebut kemudian
diambil rata-ratanya untuk mendapat nilai KHL.
Nilai KHL ini akan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan
dalam penetapan upah minimum yang berlaku bagi pekerja/buruh dengan
masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun. Upah bagi pekerja dengan masa
kerja 1 (satu) tahun atau lebih dirundingkan secara bipartit antara pekerja
atau serikat pekerja dengan pengusaha di perusahaan yang bersangkutan.
Berdasarkan nilai harga survey tersebut, Dewan Pengupahan juga
mempertimbangkan faktor lain : produktivitas, pertumbuhan ekonomi,
usaha
yang
paling
tidak
mampu,
kondisi
pasar
kerja
dan
saran/pertimbangan dari Dewan Pengupahan Provinsi, kabupaten/kota.
Gubernur nantinya akan menetapkan besaran nilai upah minimum.
Penetapan Upah Minimum ini dilakukan 60 hari sebelum tanggal
berlakunya yaitu setiap tanggal 1 Januari.
Kemudian dilakukan penyesuaian dengan perkembangan kebutuhan buruh
dengan menambahkan 14 komponen menjadi 60 komponen yakni sebagai berikut :
Tabel 2.6 : Komponen Kebutuhan Hidup Layak Untuk Pekerja Lajang
64
Universitas Sumatera Utara
Dalam Sebulan Dengan 3.000 K Kalori Per Hari51
NO
KOMPONEN DAN JENIS
KEBUTUHAN
I.
MAKANAN DAN MINUMAN
KUALITAS/
KRITERIA
1
Beras
2
Sumber Protein :
JUMLAH
KEBUTUH SATUAN
AN
Sedang
10.00
Kg
a. Daging
Sedang
0.75
Kg
b. Ikan Segar
Baik
1.20
Kg
c. Telur ayam
Telur ayam ras
1.00
Kg
Tempe/tahu
Baik
4.50
Kg
4
Susu bubuk
Sedang
0.90
Kg
5
Gula pasir
Sedang
3.00
Kg
6
Minyak goreng
Curah
2.00
Kg
7
Sayuran
Baik
7.20
Kg
8
Buah-buahan (setara pisang/pepaya)
Baik
7.50
Kg
9
Karbohidrat lain (setara tepung terigu)
Sedang
3.00
Kg
3
HARGA
SATUAN
NILAI
SEBULAN
(Rp)
(Rp)
Kacang-kacangan :
10 Teh atau
Kopi
11 Bumbu-bumbuan
Celup
Sachet
(nilai 1 s/d 10)
1.00 Dus isi 25
4.00 75 gr
15.00
%
12 Celana panjang/rok/Pakaian Muslim
katun Sedang
6/12 Potong
13 Celana pendek
katun sedang
2/12
potong
14 Ikat Pinggang
Kulit sintetis,
Polos,
Tidak Branded
1/12
Buah
15 Kemeja lengan pendek/blus
setara katun
6/12 Potong
16 Kaos oblong /BH
Sedang
6/12 Potong
17 Celana dalam
Sedang
6/12 Potong
18 Sarung/kain panjang
Sedang
3/24
19 Sepatu
kulit sintetis
2/12 Pasang
JUMLAH
II.
51
SANDANG
Helai
Permenkertrans no 13 tahun 2012 Tentang Komponen Hidup Layak
65
Universitas Sumatera Utara
20 Kaos Kaki
Katun,Polyester,
Polos, Sedang
4/12 Pasang
a. Semir Sepatu
Sedang
6/12
Buah
b. Sikat Sepatu
Sedang
1/12
Buah
22 Sandal jepit
Karet
2/12 Pasang
23 Handuk mandi
100 cm x 60 cm
1/12 Potong
Sedang
Sedang
Sedang
1/12 Potong
1/12 Potong
1/12 Potong
25 Sewa kamar
dapat menampung
jenis KHL
lainnya
1.00
Bulan
26 Dipan/tempat tidur
No.3, polos
1/48
Buah
a. Kasur Busa
Busa
1/48
Buah
b. Bantal Busa
Busa
2/36
Buah
28 Seprei dan sarung bantal
Katun
2/12
Set
29 Meja dan kursi
1 meja/4 kursi
1/48
Set
30 Lemari pakaian
Kayu Sedang
1/48
Buah
31 Sapu
Ijuk Sedang
2/12
Buah
a. Piring makan
Polos
3/12
Buah
b. Gelas minum
Polos
3/12
Buah
c. Sendok dan garpu
Sedang
3/12 Pasang
33 Ceret almunium
ukuran 25cm
1/24
Buah
34 Wajan almunium
ukuran 32cm
1/24
Buah
35 Panci almunium
ukuran 32cm
2/12
Buah
36 Sendok masak
almunium
1/12
Buah
37 Rice Cooker ukuran 1/2 liter
350 watt
1/48
Buah
SNI
1/24
Buah
21 Perlengkapan pembersih sepatu :
24 Perlengkapan Ibadah :
a. Sajadah
b. Mukenah
c. Peci, dll
JUMLAH
III.
PERUMAHAN
27 Perlengkapan tidur :
32 Perlengkapan makan :
38 Kompor dan Perlengkapannya :
a. Kompor Gas 1 tungku
66
Universitas Sumatera Utara
b. Selang dan regulator
SNI
1/24
Set
c. Tabung Gas 3 kg
Pertamina
1/60
Buah
39 Gas Elpiji
@ 3 kg
2.00 tabung
40 Ember plastik
isi 20 liter
2/12
Buah
41 Gayung Plastik
Sedang
1/12
Buah
4